Upload
scribdscribd
View
216
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
OKE
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kaki Diabetik
1. Definisi
Kaki diabetik merupakan suatu komplikasi dari hiperglikemia pada penyakit
diabetes mellitus. Kaki diabetik didefinisikan secara klinis sebagai ulkus pada
kaki yang disebabkan oleh karena trauma berulang dan proses penyembuhan
ulkus yang lambat. Sebanyak 15% penderita diabetes mellitus akan mengalami
komplikasi kaki diabetik. Kaki diabetik akan meningkatkan resiko untuk
dilakukannya amputasi pada kaki (7).
2. Patogenesis
Ulkus pada kaki diabetik disebabkan oleh karena, makroangiopati,
mikroangiopati. Makroangiopati dan mikroangiopati menyebabkan jejas iskemik
karena hambatan dari pembuluh darah yang memperfusi jaringan menurun
sehingga glikolisis aerob pada jaringan berkurang, akibatnya terjadi glikolisis
anaerob sementara pada jaringan yang menyimpan sisa glikogen. Pembentukan
anaerob akan terhenti karena akumulasi metabolit glikolisis anaerob, seperti fosfat
anorganik, asam laktat, dan nukleosida yang normalnya akan dibuang melalui
aliran darah. Iskemik menyebabkan cedera pada jaringan dan menyebabkan
hipoksia jaringan. Natrium akan terakumulasi dalam sel dan menyebabkan kalium
berdifusi keluar dan menyebabkan pembengkakan selular akut. Akibat hasil dari
solut natrium, yaitu cairan isosmotik serta akumulasi dari metabolit sebelumnya.
5
6
Akumulasi metabolit dari asam laktat dan fosfat anorganik membuat power of
Hydrogen (pH) intrasel menurun, penurunan dari pH dan ATP ini juga
menyebabkan penurunan sintesis protein, sehingga terjadi jejas pada sel (8,9).
Berikut adalah patogenesis ulkus pada kaki diabetik :
a. Neuropati
Neuropati merupakan penyebab terjadinya unwanted wound, akibat dari
berkurangnya sensasi sensoris khususnya pada bagian kaki. Neuropati diakibatkan
karena penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh stres oksidatif yang
menyebabkan disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke jaringan saraf menjadi
berkurang (10).
b. Makroangiopati
Dislipidemia kronis disertai dengan inflamasi pada pembuluh darah akan
membuat pertumbuhan plak ateroma subendothelial. Pertumbuhan plak ateroma
pada pembuluh darah akan mengakibatkan pembuluh darah menjadi sempit,
menyebabkan insufisiensi arteri yang disebut dengan Pheriperal Artery Disease
(PAD) (5,11).
c. Mikroangiopati
Kadar glukosa yang tinggi pada penderita diabetes merupakan suatu
keadaan yang bersifat toksik terhadap intima pembuluh darah kecil. Hal tersebut
menyebabkan terjadi adesi dan ekstravasasi neutrofil ke jaringan pembuluh darah.
Neutrofil akan melepaskan enzim proteolitik dan radikal bebas sehingga
7
menyebabkan inflamasi pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan agregasi
trombosit yang menyebabkan terjadinya hambatan pembuluh darah (9,12).
3. Klasifikasi Kaki Diabetik Berdasarkan Wagner
Wagner mengklasifikasikan kaki diabetik menjadi 5 derajat, yang dinilai
berdasarkan kedalaman ulkus (2). Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Klasifikasi Kaki Diabetik Menurut Wagner.Klasifikasi Kaki Diabetik Wagner
Keterangan DerajatMasih berupa ulkus superfisial 1
Ulkus sudah mencapai jaringan otot 2Ulkus sudah mencapai tulang 3
Gangren pada bagian distal jari sudah terjadi 4
Gangren yang sudah meluas 5
B. Jaringan Granulasi
Jaringan granulasi diambil dari istilah gambaran makroskopisnya yang
berwarna merah muda, lembut, dan bergranula, merupakan kerangka dari wound
healing yang memiliki dua komponen utama yaitu proliferasi sel fibroblas dan sel
kapiler baru yang halus serta berdinding tipis didalam Extra Cellular Matrix
(ECM). ECM merupakan kompleks makromolekular yang membawa komponen
matriks intersisial yang terdapat sel fibroblas dan membrana basalis yang
mengangkut sel endotel dan kapiler. Sel-sel fibroblas akan menggantikan sel-sel
yang mati, sehingga akan mengisi ulkus lalu berubah menjadi scar. Perfusi darah
yang adekuat akan menyebabkan jaringan granulasi terbentuk lebih cepat (3,13).
8
Fase wound healing, dimulai dari peradangan akibat jejas reperfusi yang
disebabkan oleh iskemia yang memicu sel radang dan menginduksi sintesis ECM
yang akan berlekatan pada ruang di sekeliling sel dan menyokong pertumbuhan
dan diferensiasi sel. Sel yang masih hidup akan bereplikasi dan sebagian akan
migrasi ke arah defek luka untuk mengisi dan digantikan oleh sel fibroblas yang
terdapat di dalam ECM dengan terbentuknya jaringan fibrosa, jaringan fibrosa
akan mengisi defek pada luka. Pembentukan jaringan fibrosa dimulai dengan
terjadinya kontraksi luka, dan kemudian akan terbentuk dasar scalffolding untuk
mengisi setiap defek pada luka. Pada 24 jam pertama akan terjadi aktivasi
neutrofil, faktor-faktor pertumbuhan, dan faktor pembekuan darah. Dalam 3-5 hari
muncul jaringan granulasi, oleh karena proliferasi sel fibroblas dan pembentukan
kapiler-kapiler baru. Proliferasi sel fibroblas dan pembentukan kapiler
membutuhkan nutrisi yang adekuat, yang disuplai melalui pembuluh darah. Jika
suplai nutrisi terganggu, maka proliferasi sel fibroblas dan pembentukan kapiler
akan menjadi sangat lambat ataupun mengalami kegagalan (3,13,14).
C. Cilostazol
Cilostazol adalah fosfodiesterase III inhibitor yang menunjukkan
antiplatelet, antitrombotik, dan vasodilator. Cilostazol dapat memperbaiki
komplikasi fenomena Raynaud, termasuk vasospasme dan ulkus. Cilostazol
bekerja dengan meningkatkan aktifitas cAMP yang terdapat pada jaringan otot
polos, trombosit dan sel-sel endotel, menyebabkan terjadinya inhibisi aktifasi
9
agregasi trombosit dan vasodilatasi (15). Cilostazol memiliki efek terhadap
dislipidemia. Peningkatan aktifitas cAMP akan berdampak pada membaiknya
profil lemak darah. Penggunaan cilostazol untuk PAD, didapatkan kadar HDL
darah membaik, rasio HDL/LDL kembali mendekati normal, dan kadar
trigliserida darah akan menurun (15). Cilostazol mampu meningkatkan suhu jari
kaki, serta memiliki efek vasodilator yang kuat pada sirkulasi perifer pada
penderita PAD dengan atau tanpa diabetes mellitus. Meta analisis pada clinical
trials memperlihatkan peningkatan Initial Claudication Distance (IDC) dan
Averange Caludication Distance (ACD) hingga 50 dan 675 masing-masingnya.
Selain itu, hasil meta analisis pada ulkus iskemik dari 94 studi dengan jumlah
sample 23.000 memperlihatkan bahwa resiko relatif untuk membutuhkan operasi
bypass menurun hingga 455 bila dibandingkan pengobatan menggunakan aspirin
ataupun clopidogrel (15).
Cilostazol memberikan hasil yang memuaskan sebagai antiplatelet agen.
Cilostazol meningkatkan aksi cAMP dalam trombosit sehingga terjadi penurunan
produksi platelet dalam sel. Akibatnya menekan agregasi platelet dan pelepasan
reaksi dengan meningkatnya konsentrasi cAMP dalam trombosit. Jadi cilostazol
menghambat agregasi primer dan sekunder, memiliki modus yang berbeda dari
aspirin, yang hanya menghambat agregasi sekunder (16,17).
10
D. Aspirin
Aspirin merupakan obat analgetika yang bergolongan Non Steroidal Anti
inflamantory Drugs (NSAID), efek yang dihasilkan dari penghambatan enzim
siklooksigenase yang mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, Efek
samping utama dari obat ini adalah perpanjangan masa perdarahan, dan
hepatotoksik dalam (dosis besar), aspirin sekarang juga digunakan disamping
untuk antiinflamasi juga berfungsi sebagai anti trombus pada pembuluh darah
koroner jantung, sehingga menurunkan resiko infark myocard dan stroke (6).
Pemberian secara oral, sebagian besar aspirin diabsorpsi di usus halus dan
sebagian kecil diabsorpsi di lambung. Kadar tertinggi kira-kira tercapai dua
jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi, 80 hingga 90 persen aspirin akan
berikatan dengan albumin dan akan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh.
Aspirin memiliki waktu paruh kurang lebih selama 3 hingga 15 jam. Aspirin
akan didegradasi di hati menjadi asam salisilat yang akan diekskresikan
melalui ginjal (18).