Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Media Sosial
2.1.1 Pengertian dan Perkembangan Media Sosial
Media Sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi massa pada era media
baru yang juga disebut New Media. Media Baru (New Media) adalah media massa
yang berbasis Internet atau yang lebih sering disebut media Online. Media internet
menjadi salah satu bentuk dari alat komunikasi massa yang tercatat pada awal tahun
1996.16 Sebelumnya alat komunikasi massa pada paradigma lama memang terfokus
pada media konvensional seperti, televisi, Surat kabar, majalah, tabloid, buku, radio,
film, kaset (CD). Sedangkan pada paradigma baru alat komunikasi massa adalaha
surrat kabar, televisi, radio, majalah dan internet. Mengapa media sosial termasuk
dalam komunikasi massa, sangat jelas dasar dari keberadaan media sosial karena
adanya perkembangan media internet dan apabila dilihat dari definisnya komunikasi
massa adalah proses penciptaan makna bersama antara media massa dan khalayaknya
dan media masaa adalah alat atau medium atau channel untuk menyampaikan pesan
kepada khalayak.17 Hal ini menggambarkan bahwa media sosial termasuk ke dalam
salah satu media masaa dimana menjadi sumber informasi yang bisa diakses oleh
orang banyak.
Media sosial tidak terlepas dari perkembangan internet dimana media massa
berbasis online menjadi sumber informasi yang saat ini banyak diakses masyarakat.
Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan mutakhir dari
teknologi-teknologi perkembangan web baru berbasis internet, yang memudahkan
untuk berkomunikasi, berpartisipasi dan saling berbagi membentuk sebuah jaringan
secara online, sehingga dapat menyebar luaskan konten mereka sendiri. Selain itu
16Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa,ed 1-5 Jakarta : Rajawali Pers, hlm, 1317Baran, J, S, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya, edisi terjemahan Jakarta : PTGelora Aksara Pratama, hlm, 12
11
menuurut (zarella 2010:51) Media jejaring sosial adalah situs yang menjadi tempat
orang-orang berkomunikasi dengan teman-teman mereka di dunia nyata dan di dunia
maya. Mayoritas masyarakat saat ini lebih dekat dengan lawan komunikasi yang jauh
secara jarak daripada yang dekat karena adanya media sosial. hal ini tentunya sangat
memudahkan terutama untuk efisiensi waktu dan praktis dalam segala permasalahn.
2.1.2 Perkembangan Media Sosial di Indonesia
Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated content (UGC) dimana
konten dihasilkan oleh pengguna, bahkan oleh editor sebagaimana si institusi media
massa. (Nasrullah, 2017:11). Selain itu pengguna akan mudah berpartisipasi di
dalamnya, berbagi dan menciptakan pesan. Ada beberapa situs media social yang
popular saat ini antara lain : Instagram, Twitter, Facebook, Line, Whatsapp, BBM,18
dan lain-lain. Awal kemunculan media sosial di Indonesia memang ditandai dengan
maraknya penggunaan internet pada tahu 1996 di Indonesia, semenjak itu masyarakat
mulai mencari pengetahuan dan informasi melalui media internet. Seiring
perkembangan zaman layanan media massa di internet juga semakain banyak dan
beragam salah satunya menghadirkan media sosial. Faktor lain yang mempengaruhi
semakin pesatnya penggunaan media sosial yaitu hadirnya Handphone Android atau
Smarthphone dimana Handphone seluler biasa yang tidak mempunyai fitur playstore
maka tidak bisa mendownload berbagai macam aplikasi media sosial. Penggunaan
internet meningkat, maka penyediaan Handphone berbasis internet juga semakin
meningkat, sehingga semakain mudah dan praktis.
Media sosial yang muncul pertama kali di indonesia salah satunya ialah
Friendstar yang muncul pada tahun 2002, media sosial ini sangat fenomenal dan
booming di zamannya.19 Setelah itu marak bermunculan aplikasi yang lebih besar dan
menarik yaitu Facebook pada tahun 2004, kemudian disusul twitter di tahun 2006 dan
yang paling terbaru lagi dan tidak kalah banyak penggunanya yaitu instagram yang
18Ratnamulyani,A,I, dan Maksudi, I, B, Peran Media Sosial dan Peningkatan Partisipasi Pemilih pemula dikalanganpelajar di Kabupaten Bogor,Jurnal Ilmu Sosial dan Humoniora, volume 20 Nomor 2 tahun 2018, hlm 156
19Baktiono, A, R dan Artaya, P, I,Memilih Media Sosial Sebagai Sarana Bisnis Online MelaluiPendekatan Uji Categorical, Jurnal Manajemen Kinerja Volume 2 Nomor 2 Agustus 2016
12
mucul di tahun 2010. Selain media sosial yang berkonsep bertukar pesan seperti SMS
(Source Massage Servic) yang menggunakan pulsa internet dalam penggunannya
seperti, whatsApp, kakaotalk, wechat, line dan lainnya. Sebenarnya masih banyak
aplikasi berbasis media sosial yang masuk ke Indonesia namun tidak semua terkenal
dan banyak penggunanya. Pada survey We Are Social bersama Hotsuite pada Januari
2018 ada 4 media sosial teratas yang paling banyak penggunanya adalah Youtube
43%, facebook 41%, Whatsapp sebesar 40% dan Instagram sebesar 38% atau setara
dengan 53 juta pengguna aktif.20 Instagram berada pada peringkat empat, hal ini
mengingat semakin banyaknya keinginan dan kebutuhan masyarakat akan informasi,
pengetahuan dan hiburan, karena hal ini sesuai dengan 4 fungsi utama media massa
yaitu, sebagai wahana informasi, edukasi, hiburan dan penyebaran.
2.1.3 Fungsi dan pengaruh Media Sosial
Fungsi dari media sosial yang semakin berubahnya waktu sehingga tidak
stagnan selalu dinamis dan mengikuti kebutuhan zaman dan user yaitu masyarakat
atau pengguna itu sendiri. Pada awalnya sosial media memang bertujuan untuk
bertukar informasi, dan berkomunikasi secara cepat dan mudah. Namun saat ini tidak
sedikit beberapa dari media sosial yang berlaih fungsi, yang awalnya sebagai sarana
bertukar informasi kepada teman-teman dekat, namun saat ini sekat atau batasan itu
tak lagi menjadi masalah, seperti pengguna media sosial facebook, twitter dan
instagram yang mempunyai pengikut atau followers dengan jumlah yang sangat
banyak. Padahal kebijakan pada facebook dan beberapa sosial media lain teman atau
pengikut sebuah akun tidak lebih dari 100 orang, tetapi saat ini kebijakan itu hilang
dikarenakan semakin banyak kebutuhan dan keuntungan yang didapat. Artinya tidak
lagi semata-mata sebagai media penyedia infomasi namun ada kepentingan lain yaitu
bisnis, politik dan lain-lain yang ada pada media sosial.
20burhan Solihin “Indonesia Digital Landscape2018” diakses darihttps://www.slideshare.net/mobile/rumahide/indonesia-digital-landscape-2018,pada tanggal 20Februari pukul 08.30
13
Sebagai contoh pada tahun 2014-2015 awal di media sosial marak muncul
bisnis online mulai dari makanan, konveksi, buku, peralatan rumah tangga lainnya.21
Hampir disemua media sosial ada yang membuat akun untuk bisnis online seperti di
facebook, twitter dan instagram. Dengan fenomena ini akhirnya muncul profesi baru
yaitu endoresment yaitu suatu tindakan promosi yang dilakukan dengan postingan
video atau di media sosial, dimana yang menjadi daya tarik untuk memasarkan
produk bisa siapa saja yang tidak harus pada ahlinya akan tetapi siapa saja yang
mempunyai followers banyak dan mempunyai kekuatan sebagai opinion leader. Maka
tidak sedikit sekarang masyarakat awam berusaha menaikan followers dengan
berbagai macam cara, agar menjadi pusat perhatian dan mempunyai banyak
penggemar. Dari sekian banyak media sosial, maka instagram yang memang menjadi
media sosial paling banyak digunakan untuk berbisnis dan endoresmnet juga muncul
pada instagram, setelah itu muncul lagi istilah baru dari fenomena ini, yaitu selebgram
atau selebriti instagram dimana seseorang merasa menjadi artis atau pekerja seni yang
pada umumnya tampil atau terkenal pada media televisi, koran atau majalah, akan
tetapi hal ini adalah seseorang yang terkenal karena menghadirkan foto, video, atau
tayangan yang menghibur sehingga bisa menjadi terkenal.
Ranah politik juga menjadi fenomena lainnnya, maraknya kampanye politik
dan bahasan mengenai ranah politik hadir di media sosial. Sejak Pemilihan Presiden
2014 lalu kampanye politik dan perdebatan politik semkain terlihat di instgaram,
twitter dan facebook. Banyak akun yang sengaja menmberikan konten yang berisikan
kampanye politik dan informasi politik dengan lebih mendalam.22 Akhirnya ada
istilah buzzer pada sosial media, buzzer berasal dari bahasa inggris yang artinya
lonceng atau alarm. Secara istilah buzzer ini diartikan sebagai alat yang dimanfaatkan
dalam memberikan pengumuman atau mengumumkan sesuatu agar bisa
mengumpulkan orang-orang. 23Dalam konteks media sosial, buzzer ini bekerja untuk
membuat status dan postingan tertentu sebanyak mungkin dengan tujuan agar publik
21Baktiono, A, R dan Artaya, P, I,Memilih Media Sosial Sebagai Sarana Bisnis Online MelaluiPendekatan Uji Categorical, Jurnal Manajemen Kinerja Volume 2 Nomor 2 Agustus 201622Turistiati, T, A, Fenomena Black Campign Dalam Pemilihan Kepala Daerah, Jurnal Ilmiah IlmuAdministrasi, Volume 8 nomor 2, septempebr 201623Syahputra Iswandi, Demokrasi Virtual dan Perang Siber di Media Sosial : Presfektif Netizen Indonesia,Jurnal ASPIKOM Volume 3 Nomor 3 Juli 2017, hlm, 463
14
mengetahui hal tersebut dengan cepat atau juga sebagai promosi sebuah produk
biasanya buzzer sebagai pihak yang melempar isu ke media sosial. Kemunculan
buzzer di indonesia ditandai dengan maraknya kamapnye di media sosial pada
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 dan Pemilu 2014 fenomena ini juga di filmkan
pada film layar lebar Indonesia 24Republik Twitter yang rilis di Indonesia pada 16
februari 2012. Film ini menceritakan bagaiman proses baser menjalankan praktik
promosi politik oleh para calon kepala daerah yang ingin mencalonkan diri pada ajang
Pilkada dengan cara mentrendingkan dirinya melalui media sosial twitter dengan
konten yang positif maupun negatif agar dikenal oleh publik, dan ini bisa dikatan
sebagai ajang tim terselubung yang sudah direncanakan dan dianggap sebagai bisnis.
Media sosial twiiter dan Instagram menjadi sarana yang banyak digunakan
untuk berkampanye selain media massa konvesional lainnya seperti televisi melalui
iklan dan banner serta baliho. Segementasi anak muda menjadi sasaran dari perilaku
politik ini, terlihat dari hasil survei Talylor Nelson Sofres (TNS) Indonesia
menyatakan kalangan anak muda (18-24 tahun) mendominasi pengguna Instagram di
Indonesia dengan presentase sebanyak 59%, sementara diurutan ke-2 berasal dari usia
25- 34 tahun.25 Pengguna media sosial digunakan sebagian besar anak muda sehingga
pendekatan politik pada pemilih pemula dan generasi millenial pun menjadi mudah
karena adanya media sosial.
24Arya Azhar, Republik Twitter Film Twitter Pertama di Dunia Merilis Trailer kedua. 25 Januari 2012.diakses padahttp://sidomi.com/61185/republik-twitter-film-twitter-pertama-di-dunia-merilis-trailer-kedua/tanggal 28 Februari 2019 Pukul 12.4525Yenny Yusra “Riset TNS: Generasi Terpelajar Dominasi Pengguna Instagram di Indonesia” diaksesdarihttps://www.google.com/amp/s/dailysocial.id/post/riset-tns-generasi-terpelajar-dominasi-pengguna-instagram-di-indonesia/%3famp=1?espv=1, pada tanggal 20 Februari 2018 pukul 21.00
15
2.1.4 Pengaruh Media Sosial Terhadap Komunikasi Politik
Media sosial menjadi penting sebagai sarana yang efektif dalam proses
komunikasi politik, khususnya dalam konteks kampanye pemilu yang dapat menjadi
perantara para politisi dengan konstituennya, yaitu antara komunikator dengan
komunikan26 secara jarak jauh. INT’L ENCYL Communication (1998) menggaris
bawahi bahwa; komunikasi politik adalah setiap penyampaian pesan yang disusun
secara sengaja untuk mendapatkan pengaruh atas penyebaran atau penggunaan power
dalam masyarakat yang mana di dalamanya mengandung empat bentuk komunikasi
yaitu ; a. EliteCommunication, b. ahaegemoniccommunication, c.
PettitionaryCommunication, d. Associational communication.27 Media sosial adalah
satu bentuk saluran komunikasi para pelaku politik dengan para pendukung dan
konstituen. Bentuk komunikasi yang dilakukan yaitu dengan cara membangun opini
publik dan sekaligus memobilisasi dukungan politik secara massif. Pemanfaatan
media sosial juga telah meningkatkan jaringan komunikasi politik, relasi politik dan
partisipasi masyarakat dalam pemilu.
Media sosial selanjutnya menggambarkan sebagai sarana ideal dan basis
Informasi untuk mengetahui opini publik tentang kebijakan dan posisi politik, selain
untuk membangun dukungan komunitas kepada politisi yang tengah berkampanye.28
Sejumlah penelitian di seluruh dunia mengadopsi media sosial untuk menjalin
hubungan dengan konstituen berdialog langsung dengan masyarakat dan membentuk
diskusi politik, kemampuan menciptakan ruang dialog antara politisi dan publik serta
menarik minat pemilih pemula/pemilih muda membuat media sosial semakin penting
bagi politisi (Stieglitz & Dang-Xuan, 2012)29
26Ratnamulyani, Atikah I dan Maksudi, Iriawan, B. 2018 Peran Media Sosial dan PeningkatanPartisipasi Pemilih pemula dikalangan pelajar di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Sosial dan Humoniora,volume 20 Nomor 2 tahun 2018, hlm,156
27Arrianie, L, Komunikasi Politik Politisi dan Pencitraan dipanggung Politik, Bandung : WidyaPadjajaran, hlm 8428Sasmita Siska, Peran Informasi Politik Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula DalamPemilu/Pemilukada. Jurnal Ilmah Administrasi Publik dan Pembangunan Volume 2 Nomor 1Januari-Juni 2011, hlm,9329Ibid
16
Berkampanye melalui media sosial mulai marak digunakan pada saat
pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2015, dimana para pendukung Joko Widodo
dan Basuki Tjahaja Purnama memanfaatkan Youtube untuk memposting video
kampanye kreatif mereka bahkan ada game online yang diciptakan khusus dengan
avatar game menyerupai Jokowi. Media Sosial merupakan rimba raya, dan praktis
tidak ada peraturan didalamnya (Fitch, 2009). Dengan adanya media sosial, maka para
aktor politik pun harus menyadari meskipun ia secara rill sebagai pejabat tinggi atau
partai politik yang berkuasa, tetapi posisinya di media sosial setara dengan user lain.
Hal ini lah menjadi awal terjadinya bullying, dan pencemaran nama baik terhadap
politsi dan pemerintahan disuatu negara. Seperti yang terjadi pada kampanye dan
pemilu di media sosial dimana etika dan redaksi dalam menyuarakan kampanye tidak
lagi diperhatikan. Semua berdasarkan hal-hal yang sifatnya negative dengan tujuan
menggiring opini massa agar semakin terprovokasi dengan kondisi.
2.2 Pengertian KampanyePolitik
Menurut pasal 1 ayat (26) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang disebut dengan kampanye adalah kegiatan
peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan
program peserta pemilu. Kampanye adalah aktivitas komunikasi yang ditunjukan
untuk mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap dan perilaku seseuai
dengan kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara,
2011:2233).
Ada 4 hal yang menjadi prinsip dasar dalam aktivitas kampanye :
a. Tindakan kampanye yang ditunjukan untuk menciptakan efek atau dampak
tertentu
b. Jumlah khalayak sasaran yang besar
c. Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu
d. Melalui serangkaian tindakan komunikasu yang terorganisasi
Jenis-jenis Kampanye berdasarkan isinya :
a. Kampanye positif
17
Kampanye postif lebih kepada memberikan informasi dan mengenalkan
calon pemimpin yang bersaing melalui program kerja, visi dan misi serta
ide gagasan diberbagai media massa elektronik dan cetak. Seperti di baliho,
spanduk, iklan televisi, acara debat dan lain-lain. Isi kampanye tidak
memasuki ranah lawan dan mngedepankan persaingan secara sehat.
Kampanye positif juga merupakan kampanye yang seharusnya dijujung
tinggi disetiap Pemilihan Umum.
b. Kampanye negatif
Kampanye negatif cenderung menyerang calon pemimpin secara pribadi,
tapi bisa juga menimbulkan kelemahan dari program kerja, kinerja dan
visi-misi dari lawan.isi kampnye ini tidak jauh dari menjelek-jelekan
lawan meskipun berdasarkan fakta, namun biasanya dilebih-lebihkan agar
lawan semakin terpojok, Tim sukses biasanya segaja mencari-cari
kekurangan dan kesalahan dari lawan.
Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam, kampanye negatif
didasari data dan fakta, sedangkan kampanye hitam kebanyakannya tidak
mempunyai data dan fakta. Dalam hukum pemilu, kampanye negatif
diizinkan, sedangkan kampanye negatif dilarang dan dapat dikenakan
sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam pasal 280 ayat (1) huruf c dan
Pasal 52130
Beberapa contoh kalimat kampanye negatif :
1. Prabowo minim prestasi karena tidak pernah jadi apa-apa.
2. Prabowo emosional dan sadis.
3. Prabowo sombong karena sindir wajah boyolali.
4. Jokowi memperkeruh susanaya kampanye sebut politisi Genderuwo.
5. Jokowi menimbun hutang negara, demi bangun MRT.
6. Jokowi lebih memperhatikan pekerja Asing.
c. Kampanye abu-abu
30Admin Website Hukum Universitas Indonesia. Perihal kampanye negatif dan kampanye hitam, apabedanya? Diakses padahttp://law.ui.ac.id/v3/perihal-kampanye-negatif-dan-kampanye-hitam-apa-bedanya/ pada tanggal 5Jnuari 2019 oukul 12.45
18
Kampanye abu-abu adalah kampanye yang menjelekan pihak lawan
namun data dan faktanya masih tidak jelas benar atau salahnya, dan
pembuktian yang valid masih belum ada. Kampanye ini sangat mirip
dengan kampanye hitam namun isi dari pesan kampanye sangat kuat pada
isu-isu yang bersifat pribadi dari lawan dan memang mempunyai potensi
besar atas tuduhan tersebut. Serangan kampanye ini dilakukan untuk
memprovokasi masyarakat agar hal-hal negatif dari lawan terus
dibicarakan.
Contoh kalimat kampanye abu-abu :
1. Prabowo diduga pelaku pelanggaran HAM ditahun 1998.
2. Jokowi diduga terlibat Korupsi Transjakarta.
d. Kampanye hitam
Isi kampanye hitam biasanya fitnah, bohong dan tuduhan yang tidak
berdasarkan data dan fakta. Kampanye ini identik dengan menjatuhkan
karakter lawan dengan kalimat-kalimat yang tidak jelas asal-usulnya.
Dengan kampanye ini sangat mudah untuk menggiring opini masyarakat
untuk membenci salah satu pasangan calon, karena pernyataan yang
disampaikan memang begitu membunuh karakter dari lawan.31
Contoh kalimat kampanye negatif :
1. Jokowi PKI.
2. Jokowi Antek Asing.
3. Prabowo beragama Kristen.
2.3 Media Sosial Instagram dan Perannya sebagai Media Kampanye Politik
2.3.1 Pengguna Instagram di Indonesia
Instagram merupakan salah satu media sosial yang pertama kali rilis di Appale
App Store pada 6 Oktober 2010. Instagram merupakan Aplikasi yang memungkinkan
pengguna untuk mengambil foto, mengedit, menerapkan filter digital dan
membagikan foto keberbagai situs media social terutama pada akun Instagram itu
31Pdf digilib.unila.ac.id diakses pada http://digilib.unila.ac.id/10792/15/BAB%20II.pdf pada tanggal 5Januari 2019 pukul 13.35
19
sendiri.32 Instagram ditemukan oleh Kevin Syistrom dan Mike Kriger yang
merupakan lulusan dari Amerika University. Penamaan Instagram yaitu dari kata
Instant dan Gram yang berasal dari kata telegram. Maksudnya aplikasi ini diharapkan
seperti telegram yang memberikan informasi cepat dan tersaji instant.
Mengutip TechCruch, Instagram menjadi salah satu Aplikasi dengan
pengguna terbanyak. Bahkan, pada 1 Juni 2018 pengguna aktifnya mencapai 1
milliar.33 Untuk saat ini fitur pada Instgram semakin bertambah dan terus berkembang,
yang awalnya hanya untuk berbagi foto, sekarang Instagram sudah dilengkapi dengan
berbagi foto dan video singkat untuk memberikan informasi secara rinci yang
berkaitan dengan kegitan sehari-hari, fitur tersebut adalah Snapgram bahkan untuk
saat ini Instagram juga menyediakan fitur live streaming dan Instgram Televisi (IG
TV) yang mana memungkinkan pengguna untuk merekam video yang bisa dilihat
oleh banyak orang secara langsung.
Pengguna aktif Instgram terbesar berasal dari Amerika Serikat yaitu sebesar
110 juta pengguna, disusul Brasil dengan 57 pengguna dan Indonesia berada diurutan
ketiga dengan 55 juta pengguna.34 Di Indonesia, Instrgram merupakan media sosial
yaang paling sering digunakan keempat setelah Youtube, Facebook, dan Whatsapp.
Menurut data Taylor Nelson Sofres Indonesia, pengguna Instgram di Indonesia yang
menggunakan media sosial tersebut untuk mencari inspirasi dan membagikan
pengalaman travelling dan trend terbaru. Pengguna mayoritas anak muda, terdidik,
dan mapan. Rata-rata berusia 18-24 tahun sebanyak 59 persen, usia 45-34 tahun 30
persen, usia 45-34 tahun 30 persen dan yang berusia 34-44 tahun 11 persen.
32Lely Maulida, Menilik Sejarah Instagram yang sempat dinilai “Berantakan”, 9 November 2017.diakses padahttps://techno.okezone.com/read/2017/11/09/56/1811501/okezone-innovation-menilik-sejarah-instagram-yang-sempat-dinilai-berantakan, 2 Maret 2019 Pukul 14.3633Aswab Nanda P, Hari Ini Dalam Sejarah : Aplikasi Instgram di Rilis. 6 Oktober 2010. diakses padahttps://tekno.kompas.com/read/2018/10/06/10512437/hari-ini-dalam-sejarah-aplikasi-instagram-dirilis, 2 Maret 2019 Pukul 15.0034Admin databoks, Berapa Pengguna Instagram dari Indonesia. 9 Februari 2018. diakses padahttps://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/09/berapa-pengguna-instagram-dari-indonesia,2 Maret 2019 Pukul 14.50
20
Pembagian jenis kelamin pengguna instgram di Indonesia, dengan presentase 49
persen wanita dan 51 persen adalah pria.35
2.3.2 Terpaan Kampanye Negatif di Instagram
Media sosial Instgram menjadi salah satu platform media yang dijadikan partai
politik sebagai media komunikasi politik kepada masyarakat. Komunikasi politik
inilah media yang sangat penting bagi partai politik untuk menarik massa. Dalam
perkembangannya saat ini berbagai bentuk komunikasi politik yang dilakukan partai
politik di media sosial salah satunya adalah kampanye. Kampanye merupakan bentuk
komunikasi politik yang paling sering dilakukan karena berkampanye di media sosial
cukup efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal dibandingkan dengan kampanye
dengan bentuk pembuatan baliho, banner dan pamplet, selain itu melalui media sosial
keterjangkauannya untuk ke masyarakat lebih mudah dan cepat.
Namun tidak semua kampnye bersifat positif yang disuarakan oleh partai
politik beserta pendukungnya, selalu saja ada kampanye yang menyalahi aturan
seperti kampnye hitam dan kampanye negatif. Menurut observasi peneliti, khusus
pada masa Pemilihan Presiden 2019 ini, fenomena penyebaran kampanye negatif di
media sosial instgram semakin meningkat. Kampanye negatif berasal dari akun resmi
kampanye nasional, daerah maupun relawan. Kampanye negatif ini mempunyai
tujuan untuk menggiring opini masyarakat dan membentuk persepsi di masyarakat
sesuai dengan apa yang dikampanyekan.
Terpaan kampanye negatif ini akan memberi dampak dan pengaruh kepada
massa yang ditujukan. Media memiliki efek dari terpaan yang diberikan, menurut
Effendy (2003:325) mengatakan bahwa proses komunikasi massa dalam terpaan
media akan menimbuulkan efek tertentu, ada tiga efek utama yang ditimbulkan oleh
proses komunikasi massa dalam terpaan media, efek-efek tersebut antara lain efek
35Yenny Yusra, Generasi Terpelajar Dominasi Pengguna Instagram di Indonesia. 15 Januari 2016.diakses padahttps://dailysocial.id/post/riset-tns-generasi-terpelajar-dominasi-pengguna-instagram-di-indonesia, 2Maret 2019 Pukul 14.40
21
kognitif, afektif dan efek behavioral. Selain itu menurut Rosnegren dalam Rakhmat
(2009:66), terpaan media juga dapat diukur melalui dimensi sebagai berikut :
1. Dimensi frekuensi, yaitu meliputi rutinitas atau berapa kali seseorang
menggunakan media dan mengkonsumsi isi pesan dari media.
2. Dimensi durasi, yaitu meliputi berapa lama seseorang menggunakan
media dan mengkonsumsi isi pesan dari media.
3. Dimensi Atensi, yaitu tingkat perhatian yang diberikan seseorang dalam
menggunakan media dan mengkonsumsi isi pesan dari media.
Berikut contoh dari beberapa postingan video dan foto kampanye negatif oleh
kedua pasang calon di Media sosial Intagram
Gambar 2.1, Postingan Kampanyenegatif dari akun @jokowi.maruf
Gambar 2.2, Postingan berupa videoberisikan konten yang negatif oleh akunpendukun Paslon 02 @barpanasional
22
Gambar 2.3, Postingan Video berkontennegatif dari akun kampanye
@jokowi.maruf
Gambar 2.4, Postingan foto dengankalimat yang menunjukan perilaku
jokowi dimasa lalu terhadap prabowooleh akun @prabowo_presiden8
Gambar 2.5, Postingan Video dengankalimat kritikannegatif untuk prabowooleh [email protected]
Gambar 2.6, Postingan video dari akun@_raja_ra yang merupakan pendukungdari prabowo-sandi yang berisikan kritaknkepada jokowi dari pengamat politikRocky Gerung
23
Gambar 2.7, Postingan videodengan kalimat komentar negatifkepada prabowo oleh [email protected]
Gambar 2.8, Merupakan suatu capture foto
dari media online yang mempermasalahkan
kebijakan jokowi. Foto diposting oleh akun
@prabowo_presiden8
Gambar 2.9, Postingan foto yangberisikan kalimat mengkritik prestasiprabowo oleh akun@jkwmwmbangun
Gambar 2.10, Postingan foto oleh akunkampanye nasional prabowo-sandi@indonesiaadilmakmur dengan kalimatmengkritik pernytaann jokowi berkaitandengan kata “Sontoloyo”.
24
Postingan Foto dan Video tersebut dikategorikan sebagai kampanye negatif
karena berisikan penjelasan dan informasi mengenai pasang calon yang sifatnya
adalah kelemahan, kesalahan dan kekurangan dari lawan. Postingan ini secara terus
menerus diposting di beberapa akun resmi kampanye nasional, daerah maupun
relawan kedua calon Presiden. Tercatat follower atau pengikut dari akun-akun
tersebut rata-rata 10 ribu Followers seperti pada akun @prabowo_sandi8 ada 21ribu
followers, @jokowi.ma’ruf 18,8 ribu folowers dan @indonesiaadilmakmur sebesar
340 ribu followers. Dari jumlah followers ini bisa dilihat cukup banyak masyarakat
yang mengikuti dan melihat berbagai postingan yang dihadirkan. Terlebih lagi media
sosial instgram media massa tidak terbatas ruang dan waktu yang memungkinkan
siapa saja untuk melihatnya. Terpaan kampnye negatif inilah yang dinilai dapat
memicu respon masyarakat terhadap adanya persaingan Pemilihan Presiden 2019.
Gambar 2.11, Postingan foto dariakun @jokowi.maruf dengan kalimatmemppermasalahkan pernyataanprabowo
Gambar 2.12, Postingan akun resmikampanye nasional prabowo-sandi yangmempermasalahkan kesalahan jokowi dalammenyebutkan data ketika debat pilpres
25
2.4 Tinajaun Partisipasi Politik
2.4.1 Partisipasi Politik
Secara umum partisipasi politik adalah keikutsertaan atau keterlibatan setiap
warga masyarakat untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam
proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik
langsung ataupun secara tidak langsung.36 Surbakti menjelaskan bahwa partisipasi
politik ialah segala keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala
keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya (Surbakti, 1999 : 140)
Dalam konsep lain Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidpan politik, dengan jalan
memilih pimpinan negara, dam secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah (Miriam Budiardjo).37 Bentuk partisipasi politik seseorang
tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi poltik yang paling
umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) entah untuk memilih calon wakil
rakyat atau untuk memilih Kepala Negara.38
Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Hunting dan Nelson.
Adalah :
1. Kegiatan Pemilihan, memcakup memberikan suara, sumbangan-sumbangan
untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi
seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil
proses pemilihan.
2. Lobbyinng, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok pemimpin
politik, dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka
meneganai persoaalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.
36Ratnamulyani,A,I, dan Maksudi, I, B, Peran Media Sosial dan Peningkatan Partisipasi Pemilih pemuladikalangan pelajar di Kabupaten Bogor,Jurnal Ilmu Sosial dan Humoniora, volume 20 Nomor 2 tahun2018, hlm 15637Faturohman, D, Sobari, Ilmu Politik,Malang : UMM Press, 2004, hlm, 18538Ibid., hal. 189-190
26
3. Kegiatan Organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat
dalam suatu prganisasi, yang tujuannya utama dan eksplisit adalah
mempnegarui pengambilan keputusan pemerintah.
4. Mencari keoneksi (contacting), merupakan tindakan perorangan yang
ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah, dengan biasanya dengan
maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.
5. Tindakan Kekerasan (Violence), sebagai upaya untuk mempngaruhi
pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbbulkan kerugian
fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan
untuk mengubah pimpinan politik (Kudeta, pembunuh), mempengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah (huruhara, pemberontakan), atau
mengubah seluruh sisetem polit
Ditingkat individu, secara lebih spesifik Milbrath M.L. Goel mengidentifikasikan
tujuh bentuk partisipasi politik individual :
1. Aphatetic Inactives, tidak beraktivitas yang partisipatif, tidak pernah
memilih
2. Passive Supporters, memilih secara reguler/teratur, menghindari parade
patriotik, membayar seluruh pajak, “memncintai negara”
3. Contact spesialist, pejabat penghubung lokal (daerah), provinsi dan
nasional dalam masalah-masalah tertentu
4. Communicators : mengkuti informasi-informasi politik, terlibat dalam
diskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat kabar, mengirim
pesan-pesan dukungan dan proted terhadap pemimpin-pemimpin politik
5. Party and campaign workers, bekerja untuk partai politik atau menghadiri
pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partai politik atau kandidat,
bergabung dan mendukung partai politik, dipilih menjadi kandidat partai
politik
6. Community activist, bekerja dengan orang-orang lain berkaitan menangani
problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam oragnisasi-organisasi
27
kemasyrakatan, melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenaan
dengan isu-isu sosial
7. Protesters, bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi publik dijalanan,
melakukan kerusuhan bila perlu, melakukan protes keras bila pemerintah
melakukan sesuatu yang salah, menghadapi pertemuan-pertemuan protes,
menolak mematuhi aturan.39
2.4.2 Tingkatan Partisipasi Politik
Dalam penelitian ini akan mengukur pada tingkat mana pemilih pemula berada
dalam tingkatan partisipasi politik. Posisi tingkatan ini yang menjadi tolak ukur
seberapa besar pengaruh kampanye negatif di instgram terhadap Partisipasi Politik
Pemilih pemula. 40Teori tingkatan partisipasi ini dikemukakan beberapa tokoh seperti
dalam Teori Piramida Partisipan Politik dari David F Roth dan Frank L. Wilson
seperti pada gambar 2.13 di bawah ini.
39Faturohman, D, Sobari, Ilmu Politik, Malang : UMM Press, 2004, hlm, 191
40Budiardjo, M, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013, hlm 373
Gambar 2.13, Piramida Politik
Activist(Activists)
Partisipan(Participants)
Penonton(Onlookers)
Apolitis(Apoliticals)
28
Keterangan Gambar 2.13 adalah sebagai berikut :
1. Aktivis (Activists)
Dedeviant (termasuk didalamnya pembunuh dengan maksud politik, pembajak
dan teroris), pejabat publik atau calon pejabat publik, fungsionaris partai politik
pimpinan kelompok kepentingan.
2. Partisipan (Participant)
Orang yang bekerja untuk kampanye, ahnggota partai secara aktif, partisipan aktif
dalam kelompok kepentingan dan tindakan-tindakan yang bersifat politis, orang
yang terlibat dalam komunitas proyek.
3. Penonton (onlookers)
Orang yang menhadiri reli-reli politik : anggota dalam kelompok kepentingan,
pe-lobby, pemilih, prang yang terlibat dalam diskusi politik. Pemerhati dalam
pembangunan politik.
4. Apolitis (Apoliticals)
Orang yang pemilih yang apatis atas pemilihan-pemilihan yang diselenggarakan
oleh pemerintah, sehingga ia menarik dari partisipasi politiknya.
Berdasarkan piramida partisipasi politik bisa ditemukan kriteria tingkatan
partisipasi politik seperti Hunting dan Nelson, semakin tinggi tingkat pertisipasi
politik semakin tinggi tingkat intensitasnya, dan semakin kecil luas cakupannya .
sebaliknya semakin menuju kebawah, maka semakin besar lingkup partisipasi politik,
dan semkin kecil intensitasnya.
Praktik-praktik partisipasi politik di tingkatan kategori pengamat merupakan
contoh kegiatan politik yang banyak dilakukan oleh warga negara, artinya porsi atau
lingkup jumlah di dalamnya tinggi. Namun berbeda pada tingkatan partisipan politik
praktik tersbut tingkat signifikansinya rendah, atau efektivitasnya dalam
mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah, membutuhkan waktu dan sumber
daya yang cukup banyak.
Berbeda dengan praktik di tingkatan aktivis, pada tingkat ini kelompok yang
mempunyai akses cukup kuat untuk melakukan contacting dengan pejabat-pejabat
29
pemerintah, sehingga upaya-upaya untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan
pemerintah menjadi sangat efektif. Namun pada tingkat aktivis juga ada tindakan
yang bisa dikategorikan menyimpang karena upaya yang dilakukan dengan cara
non-formal, tidak mengikuti aturan yang ditetapkan secara hukum. Meskipun secara
objektif tindakan tersbut ilegal namun memiliki intensitas atau daya pengaruh yang
cukup kuat agar bisa diperhatikan pemerintah.
Seperti halnya yang dikemukakan Hunting dan Nelson, Rush dan Althoff
menyatakan bahwa hierarki yang terdapat partisipasi politik, yaitu tergantung dari
akibat yang disebabkannya terhadap sistem politik. Tingkatan ksusus menyebabkan
akibat besar pada suatu sistem politik, dan akibat kecil atau tanpa mempunyai akibat
apapun pada sistem lainnya. Tingkatan partisi[asi politik ini disampaikan sebagai
berikut :
1. Menduduki jabatan politik atau administratif,
2. Mencari jabatan politik atau administratif,
3. Keanggotaan aktif suatu organiasi politik,
4. Keanggotaan pasif suatu organiasi politik,
5. Keanggotaan aktif suatu organiasi semu politikm(quasi-political),
6. Keanggotaan pasif suatu organiasi semu politikm(quasi-political),
7. Partisipasi dalam rapat umum, domonstarisi dan sebagainya.
8. Partisipasi dalam diskusi politik formal minat umum dalam bidang politik,
9. Voting (pemberian suara).41
2.5 Tinjauan Pemilih pemula
2.5.1 Pengertian Pemilih Pemula
Pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori :
1. Pemilih rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai
berdasarkan penilaian dan analisi mendalam.
41Faturohman, D, Sobari, Ilmu Politik, Malang : UMM Press, 2004, hlm,195
30
2. Pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak
kenal kompromi.
3. Pemilih pemula yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena
usia mereka baru memasuki usia pemilih.42
Menurut Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang No. 12 Tahun 2008, Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Pemilihan Daerah,
menyebutkan bahwa : pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin43, kemudian
Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2008, Tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, menyebutkan bahwa pemilih yang
mempunyai hak pilih adalah warga negara Indonesia yang didaftar oleh
penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih dan pada hari pemungutan suara telah
genap berusia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
Dalam modul KPU (Modul 1 Pemilih untuk Pemula, 2010:48) pemilih
pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan melakukan penggunaan
pemilihnya. Pemilih Pemula terdiri dari masyarakat yang telah memenuhi syarat
untuk memilih, biasanya pelajar berusia 17-21 tahun44, namun ada juga kalangan
muda lainnya yang baru saja menggunakan hak pilihnya seperti mahasiswa
semester awal dan kelompok pemuda lainnya yang pada pemilu periode
sebelumnya belum genap berusia 17 tahun. Adapun syarat-syarat yang harus
dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah : 1. Umur sudah 17
tahun, 2. sudah/pernah kawin, 3. Purnawirawan/ sudah tidak lagi menjadi anggota
TNI/Kepolisian.
42Firmanzah,Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realistis, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,2007, hlm 12743Hapsari, Diah Ayu. 2014. Skripsi. Pengaruh Terpaan Iklan Politik Terhadap Keputusan Memilih ParaPemilih Pemula (Studi Pada Mahasiswi Ilmu Komunikasi UMM Angkatan 2015). Fakultas Ilmu SosialDan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Malang.
44Ratnamulyani, Atikah I dan Maksudi, Iriawan, B. 2018 Peran Media Sosial dan PeningkatanPartisipasi Pemilih pemula dikalangan pelajar di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Sosial dan Humoniora,volume 20 Nomor 2 tahun 2018, hlm,157
31
Jumlahnya yang mencapai 14 juta sehingga pemilih pemula cukup besar
pengarunhya dalam perhitungan pemilu/pilkada/pilpres. Data dari Kementrian
Dalam Negeri Pemilih Pemula Pemilu 2019 adalah Daftar Penduduk Pemilh
Potensial Pemilu (DP4) 5.035.887 jiwa, jumlah ini didapat dari hasi pengurangan
total Penduduk Pemilh Potensial Pemilu (DP4) dan data penduduk wajib KTP
Elektronik, DP4 berjumlah 196.545.636 pemilih dalam pemilu 2019, sedangkan
jumlah data wajib KTP sejumlah 191.509.749 dari jumlah tersebut 7,4 persen
diantaranya atau sekitar 14 juta pemilih merupakan generasi muda.45 Hal ini tentu
menjadi perahtian partai politik untuk semakin mendekati pemilih pemula.
2.5.2 Tipologi Pemilih
Berdasarkan definisi kata, tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis. Ada beberapa jenis pemilih di
Indonesia yang dapat kita kelompokkan berdasarkan jenis tertentu, diantaranya :
1. Pemilih Rasional
Pemilih Rasional memiliki orientasi tinggi pada ‘policy-problem-solving’ dan
berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih
mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program
kerjanya. Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan
ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau kontestan.
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada
kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan
permasalahan bangsa dan juga tetap menjunjung tinggi orientasi mereka akan
hal-hal yang ideologis. Pemilih ini akan selalu menganalisis kaitan antara sitem
partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat.
45Ahmad Sabran. 14 juta Pemilih Pemula diharapkan Tidak Golput. Diakses padahttp://wartakota.tribunnews.com/2018/04/06/14-juta-pemilih-pemula-di-2019-diharap-tidak-golput20 Februari 2018 Pulul 09.30
32
3. Pemilih Tradisional
Pemilih jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan terlalu
melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestasn sebagai sesuatu yang
penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat
mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, faham dan agama
sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai. Kebijakan dan program kerja
dianggap sebagai parameter kedua. Pemilih tradisional adalah jenis pemilih
yang bisa dimobilisasi selama periode kampnyane (Rohrscheneider, 2002).
loyalitas tinggi merupakan sala satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih
jenis ini. Untuk indoensia, pemilih jenis ini masih merupakan mayoritas. Secara
umum masyarakat masih berpegeng pada ideologi kendati berkurangnya
antusiasme pendukung yang bersifat fanatik terhadap suatu partai.
4. Pemilih skeptis
Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup
tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak
menjadikan kebijakan sebagai suatu yang penting. Keinginan terlibat dalam
sebuah partai politik pada jenis ini sangat kurang. , karena ikatan ideologi
mereka memang rendah. Pemilih ini juga kurang mempedulikan ‘platform dan
kebijakan sebuah partai politik. Golongan putih (Golput) di Indonesia atau
diamanapun didominasi oleh pemilih jenis ini.46
2.5.3 Partisipasi Politik Pemilih Pemula
Pada pemilih pemula partisipasi politik dapat besrsifat otonom maupun
dimobilisasi. Partisipasi otonom merujuk pada aktivitas masyarakat dalam
berpolitik yang berdasarkan inisiatif sendiri, spontan dan dilakukan secara sukarela.
Sedangkan partisipasi yang dimobilisasi dapat digerakkan dengan imbalan materi
atau dibawah ancaman tertentu. Peningkatan partisipasi politik pemilih pemula
46Firmanzah,Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realistis, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,2007, hlm 127-138
33
menjadi perhatian utama dibeberapa negara maju.47 Pemilih pemula yang
cenderung rendah tingkat partisipasinya sehingga dijaring keaktifan mereka
melibatkan artis-artis idola kaum muda. Partai politik memilih juru kampanye dari
kalangan muda yang mempunyai kekuatan untuk menjadi opinion leader.
Penggunaan media sosial juga sebagai bentuk pendekatan partai politik
untuk meningkatakan partisipasi politik pemilih pemula. Pemilih pemula dengan
kisaran umur dari 17 tahun merupakan pengguna media sosial yang besar
jumlahnya. 48Dalam riset Head Of Digital Business unit Dwi Sapta Group Chandra
Marsono tahun 2015, pada usia 16-18 tahun lebih banyak menggunakan media
sosial Wechat, Betalk, Line, Facebook, twitter. Pada usia 19-21 tahun lebih banyak
menggunakan Line, Whatsapp, Twiiter, Facebook, Instgram. Sedangkan pada usia
22-25 tahun lebih banyak menggunakan, Twitter, Instgram, Line, Snapchat. selain
itu dalam riset Talylor Nelson Sofres (TNS) Indonesia rentang umur 18-34 tahun
merupakan penggunan terbesar media sosial di Indoensia sehingga kampanye
politik melalui media sosial adalah pendekatan yang sesuai dengan kebiasaan dan
gaya hidup mereka. 49 Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukan, jumlah
pemilih pemula pada Pemilu 2014 yang berusia 17-20 tahun sekitar 14 juta orang.
Sedangkan yang berusia 20-30 tahun sekitar 45,6 juta pemilih. Ada 196,5 juta
pemilih dalam pemilu 2019, dari jumlah tersebut 7,4 persen diantaranya atau
sekitar 14 juta pemilih merupakan generasi muda yang memiliki hak pilih untuk
pertama kalinya. Perhitungan ini menjadikan pemilih pemula memiliki peran suara
yang cukup besar pada Pemilu, Pemilu Kepala Daerah maupun pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden.
47Sasmita Siska, Peran Informasi Politik Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula DalamPemilu/Pemilukada. Jurnal Ilmah Administrasi Publik dan Pembangunan. Volume 2 Nomor 1Januari-Juni 2011, hlm, 220
48Bambang Winarso. Pola Segmentasi Pengguna Media Sosial di Indonesia. Diakses padahttps://dailysocial.id/post/peta-segmentasi-penggunaan-media-sosial-di-indonesia?amp=1 10 MaretPukul 19.2349KPU. Buku Pedoman Pendidikan Pemilih diakses padahttps://kpu.go.id/koleksigambar/Buku_Pedoman_Pendidikan_Pemilih.pdf 28 Februari 2018 Pukul11.35
34
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilih pemula untuk berpartisipasi
tidak berpartisipasi terhadap politik. Secara keseluruhan pemilih pemula masih
menaruh kepercayaan terhadap pemerintah untuk merubah bangsa ke arah yang
lebih baik, selain itu partisipasi mereka juga didasari oleh ajakan orang sekitar dan
lingkungan. Sedangkan alasan yang mendasari Pemilih pemula tidak ikut
berpartisipasi dan bahkan golput karena adanya rasa ketidakpercayaan terhadap
partai politik dan kandidat yang ada, kesalahan pada data adminstrasi data pemilih
dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).50
Adapun menurut Milbrath dalam Maran (2007:156) menyebutkan 2 faktor utama
yang mendorong orang berpartisipasi politik, bahwa adanya faktor pendukung dan
faktor penghambat, yang dimana dalam faktor pendukung ada lima unusur
diantaranya, adanya perangsang politik, karakteristik pribadi seseorang,
karakteristik sosial, situasi dan lingkungan politik dan pendidikan politik.51
2.6 Kerangka Teori
2.6.1 Efek-Efek Komunikasi Massa
A. Jenis-Jenis Efek
Secara sederhana Keith R. Stamm dan Johm E. Bowes (1990) membagi
kedua bagian dasar, yaitu efek Primer meliputi terpaan, perhatian dan
pemahaman. Selanjutnya adalah efek sekunder meliputi perubahan tingkat
kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima
dan memilih)52. Dari uraian beberapa definisi tentang efek komunikasi massa ini,
maka pendapat Keith R. Stamm dan Johm E. Bowes (1990) sangat mendukung
bagaimana proses terjadinya dampak terpaan kampanye negatif di Instagram
terhadap sikap politik Generasi Milenial. Berikut penjelasan dari efek primer dan
sekunder.
50Sasmita Siska, Peran Informasi Politik Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula DalamPemilu/Pemilukada. Jurnal Ilmah Administrasi Publik dan Pembangunan. Volume 2 Nomor 1Januari-Juni 2011, hlm, 220
51Muslim Agus, Faktor-Faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula di Kecamatan Pada PemilihanGubernur dan Wakil Gubernur (PiILGUB JABAR 2013).52Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa,ed 1-5 Jakarta : Rajawali Pers, hlm, 206-213
35
1. Efek Primer
Efek primer ini sangat melekat pada diri dan lingkungan kita. Secara
sederhana, komunikasi yang terjalin setiap hari dalam aktivitas kita dan proses
interaksi kepada orang lain itu sudah meruapakan efek dari terjadinya proses
komunikasi. Secara tidak langsung setiap saat kita menerima efek komunikasi
dari dalam diri maupun orang lain. Seperti halnya, ketika seseorang sedang
bertanya sesuatu terhadap kita, “ kamu mau pergi ke kantor?” lalu kita
menjawab “ iya saya pergi”. Itu adalah proses komunikasi yang mana efek
primer sedang berlangsung.bisa dikatakan bahwa efek primer terjadi jika ada
orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi terhadap objek yang
dilihatnya. Sebagai contoh, kita melihat ada dua orang saling berbicara dan
saat itu kita merasa ada proses komunikasi diantara dua orang tersebut, maka
efek primer juga telah kita rasakan dari prose komunikasi tersebut.
Begitu juga dengan komunikasi massa, maka ini akan lebih mudah lagi
dimana setiap kita melihat media masaa maka efek primer dari terpaan
komunikasi yang kita dapat adalah mengetahui dan menyadari adanya
informasi yang telah masuk ke dalam pikiran kita. Apakah kita pernah
bergumam ketika melihat salah satu adegan di film? Maka itu adalah salah
satu dari bentuk keadaan dimana kita telah merasakan efek komunikasi massa
tersebut. Contoh lain, disaat pidato dan kita sebagai anggota peserta acara
tersebut diberikan pertanyaan sederhana seperti “ Apkah bapak-ibu sekalian
sudah membayar pajak?” secara cepat dan bersamaan biasanya kita akan
menjawab “iya” atau “belum”. Respon akan terjadi pada massa dan merasa
terlibat dalam proses komuikasi tersebut. Komunikator atau penyampai pesan
pada komunikasi massa mempunyai tugas penting untuk menyampaikan pesan
kepada audienc agar bisa dipahami dengan baik, karena audienc tidak bisa
dikontrol pesan yang disampaikan pun bisa saja dipahami berbeda-beda dari
setiap audince.
36
Pada tahap efek primer ini memang komunikasi hanya memberikan
dampak pada permukaan saja tidak sampai pada mempengaruhi untuk melihat
terjadinya perubahan sikap oleh audeinc.
Kampanye negatif yang menjadi konsumsi publik sudah pasti memberikan
dampak negatif bagi yang melihatnya. Paling sederhana, ketika melihat suatu
konten kampanye negatif di instagaram maka kita akan bergumam sendiri dan
menpaikan respon pertama kita, “ ini kok begini?” atau “ waduh, parah sekali
ya pak jokowi.” bisa juga “ ini berlebihan, tidak mungkin.” dan masih banyak
lagi respon yang langsung terucap secara spontan dari diri kita. Ini
mendandakan bahwa efek primer memang pasti terjadi terhadap audienc,
meskipun belum pada tahap mempengaruhi. Bisa saja setelah meberikan
respon audienc lalu melupakannya dan tidak memikirkan lagi,informasi
tersebut hanya dianggap biasa dan tidak berdampak apa-apa.
2. Efek Sekunder
Setiap proses komunikasi komunikan atau penerima pesan sudah pasti
terjadi efek primer namun belum tentu terjadi efek sekunder pada dirinya.
Meskipun setiap proses komunikasi massa memang bertujuan untuk
memberikan efek ke audience hingga tahap efek sekunder. Mengapa efek
sekunder bisa terjadi bisa tidak pada audience, karena audience juga
mempunyai kebutuhan dan keinginan sendiri terhadap informasi mana yang
mereka butuhkan. Apabila infromasi tersebut memang sesuasi dengan
kebutuhan audience maka secara alamiah informasi tersebut akan memberikan
pengaruh dan dampak kepada audience. Sebagai contoh efek media masa
dalam teori uses and gratification (kepuasan dan kegunaan), pendapat
Swanson (1979) ide dasar yang melatarbelakangi efek ini adalah bahwa
audience aktif dalam memanfaatkan media massa. Individu tidak secara
spontan dan otomatis merespons pesan-pesan media massa seperti yang
dikemukakan dalama efek peluru atau jarum hipodermik (Audince dianggap
pasif). Bisa diartikan bahwa individu mendapatakan kepuasaan akan
pemenuhan kebutuhan mereka terhadap medi massa.
37
Efek sekunder pasti selalu diharapkan terjadi kepada massa yang
melihat konten kampanye negatif di instagram, mengapa karena tujuan utama
dari postingan kampanye negatif di akun instgram tim kampanye pasang calon
adalah untuk mempengaruhi massa dan menginginkan massa untuk
menyetujui dan mengikuti apa yang telah diinformasikan. Efek uses and
gratification memang bisa terjadi pada massa yang melihat, dimana mereka
tidak akan melanjutkan mencari tahu dari informasi tersebut lalu
meninggalkan postingan kampanye negatif dan menanggap tidak penting
karena tidak dibutuhkan. Namun, pada pihak komunikator efek yang
diharapkan adalah peluru atau jarum hipodermik dimana informasi akan
diberikan kepada massaa lalu diterima begitu saja “seperti peluru yang
ditembakan pada seseorang dan tidak bisa melalukan apa-apa selain
merasakannya”, yang saat ini terjadi yaitu penggiringan opini, dimana opini
masyarakat dengan mudahnya digiring oleh pernyataan yang negatif dan tidak
sehat, sehingga persepsi yang tumbuh pada masyarakat terhadap pasanga
calon Presiden, misalnya akan tergantung pada opini yang berkembang. Tetapi
kekutan pengaruh juga akan kembali kepada audience masing-masing, karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhi efek pada setiap
individu.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efek
Komunikasi massa mempunyai efek dan efek pada setiap individu juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang datang dari internal maupun eksternal.
Degan beberapa faktor ini lah akhirnya mewujudkan suatu efek, wudjudnya
bisa berupa efek kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan perasaan),
behavioral (perubahan pada perilaku). Dalam perkembangan teori
kontemporer saat ini, sebenarnya proses pengaruh (munculnya efek kognitif,
afektif dan behavioral) tidak bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain, ada
beberapa faktor yang ikut memengaruhi proses penerimaan pesan.
Ada dua faktor utama yang bisa didiskusikan yakni:
38
1. Faktor Individu
Faktor individu yang ikut berpengaruh pada proses penerimaan pesan
lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran psikologi. Seorang psikolog akan
melihat bahwa faktor pribadi seseorang ikut menentukan proses efek yang
terjadi. Ada banyak faktor pribadi yang ikut mempengaruhi proses komunikasi,
anatra lain selective attention, selective perception dan selective retention,
motivasi dan pengetahuan, kepercayaan, pendapat, nilai dan kebutuhan,
pembujukan, kepribadian, dan penyesuaian diri.
Selective attention adalah individu yang cenderung memperhatikan dan
menerima terpaan media massa yang sesuai dengan pendapat dan minatnya
dan mengindari pesan yang tidak sesuai dengan pendapat dan minatnya.
Selective perception adalah seorang individu secara sadar akan mencari media
yang bisa mendorong kecendrungan dirinya, bisa berupa sikap atau keyakinan.
Selectiv retention adalah kecendrungan seseorang hanya untuk mengingat
pesan yang sesuai dengan pendapat dan kebutuhan dirinya. Motivasi dan
pengetahuan juga menjadi faktor individu dalam mencari kebutuhan di media
massa, apabila motivasi seseorang menonton TV untuk mencari hiburan maka
individu tersebut akan mencari acara TV yang santai seperti program kontes
dangdut. Apabila motivasi menonton TV untuk mencari berita maka akan
informasi tersebut ses maka akan menacari program berita dan tentunya apa
yang dilihat menyesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, sulit
apabila menonnton program TV tentang Otomotif apabila kita sama sekali
tidak mengetahui dunai otomotif.
Kepercayaan akan nilai yang ada pada media massa juga menjadi
faktor, serta pemenuhan kebutuhan akan menjadi faktor utama mengapa
seseoran menginginkan terhadap informasi tersebut. Media masaa disini
sangat berpengaruh dan bekerja untuk menstimulus para audience untuk setuju
dengan informasi yang diberikan bahkan memeberikan respon berupa tindakan.
Sebagai contoh, seseorang yang menonton iklan shampo untuk menghilangkan
ketombe berdasarkan kepercayaan dan kebutuhan maka akan terpengaruh dan
membeli produk shampo tersebut. Kepribadian individu juga akan ikut
39
membentuk proses penerimaan pesan pada komunikasi massa. Orang yang
mempunyai sifat penyabar akan lebih suka dengan sajian Televisi yang
berisikan tentang kebaikan, ketenangan seperti siraman rohani. Berbeda
dengan pribadi yang aktif maka akan mencari totntonan yang lebih dinamis,
seperti informasi unik dan kreatif atau bisa juga cara musik.
2. Faktor Sosial
Seorang psikolog melihat faktor pribadi yang ikut memengaruhi efek
media massa yang terjadi pada diri audience berbeda dengan seorang sosiolog.
Sosiolog (karena memang basis dasar kajiannya adalah masyarakat) lebih
melihat individu sebagai gejala sosial. Artinya bagaimana individu tersebut
berhubungan dengan orang lain (dalam kerangka yang lebih luas). Itu semua
akan memengaruhi proses efek yang terjadi. Memang membedakan antara
faktor individu dengan faktor sosial sangat sulit sebab batasannya sangat tipis
sekali, tetapi bukan berarti tidak bisa dibedakan. Latar belakang pada faktor
sosial ini adalah, umur dan jenis kelamin, pendidikan dan latihan, pekerjaan
dan pendapatan, Agama, dan tempat tinggal.
Meski umur dan jenis kelamin berasalal dari individu seseorang namun
ini merupakan generalisasi sosial dimana menjadi identitas untuk mengukur
dan menilai sesuatu. Misalnya dalam memberikan penyuluhan terhadap seks
bebas dan narkoba maka pemateri harus melihat terlebih dahulu siapa audince
yang dihadap dari segi umur dan jenis kelamin agar pesan yang disampaikan
sesuai dan bisa diphami. Ini berdampak juga pada respon yang akan diberikan,
apabila informasi tidak sesuai pada batas usia dan identitas pribadi maka akan
sulit memberikan respon yang sesuai pula.
Pendidikan dan latihan sebagai strata sosial dimana menjadi tolak ukur
seseorang dalam mencari dan mendapatkan informasi. Pendidikan lulusan SD
(Sekolah Dasar) tidak akan menonton program berita di Televisi, ini sesuai
dengan kemampuannya dalam menangkap infromasi yang didapat. Akan
berbeda apabila yang menonton berita adalah Mahasiswa, daya pemahaman
mereka sudah memadai dan kebutuhan informasi juga bisa disesuaikan.
40
Pekerjaan dan pendapatan juga akan mempengaruhi. Masyarakat yang
bekerja kantoran dengan gaji 3 sampai 5 juta rupiah perbulan akan menonton
chanel TV untu menengah kebawah dengan sajian program TV yang lebih
pada pengetahuan, gaya hidup, dan bisnis. Sedangkan masyarakat pekerja
buruh dengan gaji 1 Juta Rupiah kebawah akan lebih memilih menonton TV
dengan program acara yang ringan seperti sinetron, reality show dan komedi.
Ini sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang terjadi pada kehidupan
mereka. Pemahaman pesan media massa akan menyesuaikan darimana mereka
dan siapa mereka, agar mudah dipahami dan disukai.
Agama menjadi hal penting untuk menjadi faktor seseorang untuk
menerima dampak dari proses komunikasi massa, dimana adanya aturan dan
hukum Agama yang mengikat kepercaayan dan pedoman hidup seseorang.
Tidak mudah bagi kalangan muslim menerima informasi tentang pemanfaatan
binatang melata seperti Tokek untuk dijadikan obat herbal, karena
bersebrangan dengan syariah agama mereka. Maka efek yang terjadi
kemunkinan besar penolakan. Berbeda dengan informasi mengenai buah
kurma bagi kesehatan, maka sebagian besar masyarakat beragama muslim
akan menerima dampak secara positif dan bisa mempengaruhi mereka bahkan
untuk membeli.
Tempat tinggal, juga dapat berpengaruh terhadap proses terjadinya
efek komunikasi massa terhadap komunikan tau penerima pesan. Dikalangan
perumahan elit di perkotaan biasanya menjadi kelompok orang yang sangat
mobile yang artinya selalu berpindah-pindah tidak hanya dirumah, atau tidak
hanya dikantor. Maka kemungkinan besar merka tidak terlalu menonton TV
dirumah dan akan mencari informasi dari berbagi sumber bisa dari internet,
koran dan lain-lain. Maka dampak dari komunikasi massa akan masuk dengan
kuantitas yang bergam dan kualitas yang berbeda juga sehingga bisa
membangingkan antara satu media dengan media yang lain. Berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di pedesaan yang aktivitasanya terbatas, sehingga
setelah bekerja maka akan pulang ke rumah dengan mencari hiburan atau
informasi melalui media massa yang tebatas pula seperti hanya pada Televisi
41
saja. Meskipun jaringan internet sudah dimana-mana tapi kecepatan
konektivitasnya belum sama dengan dikota, literasi media yang mereka miliki
sehingga sempit dan perdampak pada penerimaan efek yang lebih mudah.53
2.6.2 Teori Efek Tidak Terbatas (1930-1950)
Dalam penelitian ini menggunakan Teori Efek sebagai teori pendukung
untuk membantu memberikan dasar kekuatan teori serta penjelasan dari fenomena
dan masalah yang dihadirkan oleh peneliti. Pengaruh Terpaan Kampanye Negatif di
Instgram Terhadap pemilih pemula tentunya mengandung banyak pemaknaan proses
kominkasi yang kompleks dikarenakan adanya bentuk komunikasi massa di era new
media yaitu media sosial. Ada 3 Teori efek yang berdasarkan kondisi efek yang
dipelajari telah berubah, metode pelajaran yang telah berubah dan kondisi yang telah
berubah.. Artinya teori ini hadir dari representatif keadaan pada zaman itu dan
penerimaan masyarakat terhadap meda massa. Efek tersebut adalah Efek Tidak
Terbatas (1930-1950), Efek Terbatas (1956-1970) dan Efek Moderat
(1970-1980-an).54
Penelitian ini hanya menggunakan satu teori dari ketiga teori efek tersebut
yaitu menggunakan teori efek tidak terbatas sebagai teori pendukung, dikarenakan
teori efek tidak terbatas memuat proses efek media massa pada audience atau lebih
luas lagi kepada masyarakat dengan kemampuan untuk memberikan dampak kuat
atau dampak penuh sehingga media sosial instagram sebagai bentuk media massa
disini mempunyai efek yang sangat kuat dan mampu mempengaruhi audience atau
masyarakat secara penuh. Efek tidak terbatas ini populer pada tahun 30-an sampai
50-an, efek ini dinyatakan dapat memberikan dampak yang sangat besar ketika
menerpa audience atau masyarakat. Teori ini sangat berdekatan dengan teori peluru
yang mana mengartikan bahwa komunikasi massa mempunyai kekuatan seperti
peluru yang apabila ditembakkan kepada audince atau masyarakat maka terpaan
tersebut tidak bisa menghindari. Menurut asumsi efek ini media massa mempunyai
53Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa,ed 1-5 Jakarta : Rajawali Pers, hlm, 228-234
54Ibid., hal, 214-216
42
kekuatan yang sangat luar biasa sehingga dari sudut pandang komunikan atau
penyampai pesan mereka mempunyai kekuatan besar dan tidak terbatas untuk dapat
mempengaruhi dan mengontrol audience atau masyarakat. Efek ini didasari
beberapa asumsi yaitu, ada hubungan langsung antara isi pesan dengan dampak yang
ditimbulkan dan penerima pesan tidak mempunyai sumber sosial dan psikologi
untuk menolak upaya persuasif yang dilakukan media massa.
Fenomena yang mendasari dari adanya efek ini yaitu awal kemunculan radio
sebagai alat kampanye. Kampanye bersifat persuasif tersebut untuk mengubah sikap,
opini dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan pesan yang disampaikan. Hal ini
pernah dilakukan oleh Mussolini, Hitler, bahkan Churchill dan Roosevelt. Tiga
peritiwa (“Perang dunia” siaran radio, propaganda Perang Dunia II , dan kampanye
perang obligasi Kate Smith) sering disebut sebagai bukti munculnya efek tidak
terbatas dari saluran komunikasi massa.
2.7 Hipotesis
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu
penelitian (Frankle dan Wallen, 1990 :40) dalam Yatim Riyanto, (1996 :13) lebih
lanjut dinyatakan bahwa hipootesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara
terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian.Hipotesis belum tentu benar.
Benar tidaknya siatu hipotesis tergantung hasil pengujian data empiris.55 Berdasarkan
pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
H0: “Ada Pengaruh Terpaan Kampanye Negatif di Instagram Terhadap
partisipasi politik pemilih pemula Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019”
H1: “Tidak Ada Pengaruh Terpaan Kampanye Negatif di Instagram Terhadap
partisipasi politik pemilih pemula Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019”
55Zuriah, Nurul,Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan.Jakarta : PT Bumi Aksara, hlm, 162
43
2.8 Definisi Konseptual
Definisi Konseptual adalah abstraksi, yang diuangkapkan dalamkata-kata,
yang dapat membantu pemahaman. Definisi konsep digunakan untuk menghindari
penafsiran yang berbeda-beda tentang variabel penelitian.
2.8.1 Variabel Independent (X) : Terpaan Kampanye Negatif di Instagram
Kampanye negatif adalah Kampanye yang cenderung menyerang calon
pemimpin secara pribadi, tapi bisa juga menimbulkan kelemahan dari program
kerja, kinerja dan visi-misi dari lawan yang disertai fakta. Sedangkan terpaan
kampanye negatif yaitu pesan komunikasi dalam bentuk kampanye politik yang
mampu mengubah sikap dan pemikiran seseorang.
2.8.2 Variabel Dependen (Y) : Partisipasi Politik
Partisipasi politik ialah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam
tingaktan di dalam sistem partisipasi politik. Indikatornya ada pada keterlibatan
individu dalam sistem politik dan memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi (Michael
Rush dan Philip Althoft)56
2.9 Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran teliti terhadap suatu objek atau fenomena.
Definisi Operasional penjabaran dari definisi konseptual dimana menyertakan
indikator dari variabel Independent dan Dependent secara terperinci.
2.9.1 Variabel Independent (X) : Terpaan Kampanye Negatif di
Kampanye negatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kampanye yang
cenderung menyerang calon pemimpin secara pribadi dan menimbulkan
kelemahan-kelamahan untuk menggiring opini masyarakat. Kampanye ini disebarkan
56 Faturohman, D, Sobari, Ilmu Politik, Malang : UMM Press, 2004, hlm,186
44
melalui akun media sosial instagram oleh tim kampanye masing-masing, baik tim
kampanye nasional maupun tim kampanye daerah ataupun oleh relawan Pasangan No
urut 01 Jokowi-Ma’ruf dan Pasangan No urut 02 Parobowo-sandi. Terpaan Kampanye
di media sosial dapat mempengaruhi sikap dan pemikiran seseorang melalui
faktor-foktor berikut:
1. Faktor Frekuensi
2. Faktor Durasi
3. Faktor Atensi.57
Indikator Variabel Independent akan dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1, Indikator Penelitian Variabel Indipendent
No Konsep Indikator Keterangan
1 Terpaan Kampanye
Negatif di Instgram
Frekuensi Terpaan - Seberapa sering dan seberapa banyak,
melihat, membaca, dan menonton
postingan berupa penyerangan secara
pribadi kepada lawan oleh tim kampanye
melalui media sosial Instgram
- Seberapa sering dan seberapa banyak,
melihat, membaca, dan menonton
postingan berupa penyerangan visi dan
misi oleh tim kampanye melalui media
sosial Instgram
- Seberapa sering dan seberapa banyak,
melihat, membaca, dan menonton
postingan berupa penyerangan melalui
berita dari media yang dicari kelemahan
dan kekurangannya untuk mejatuhkan
57Pdf digilib.unila.ac.id diakses pada http://digilib.unila.ac.id/10792/15/BAB%20II.pdf pada tanggal 5Januari 2019 pukul 13.35
45
lawan oleh tim kampanye melalui media
sosial Instgram
2 Durasi Terpaan -Seberapa lama seseorang menggunakan
waktunya untuk melihat, membaca, dan
menonton postingan berupa penyerangan
secara pribadi kepada lawan oleh tim
kampanye melalui media sosial Instgram
-Seberapa lama seseorang menggunakan
waktunya untuk melihat, membaca, dan
menonton postinganberupa penyerangan
penyerangan visi dan misi oleh tim
kampanye melalui media sosial Instgram
-Seberapa lama seseorang menggunakan
waktunya untuk melihat, membaca, dan
menonton postingan berupa penyerangan
melalui berita dari media yang dicari
kelemahan dan kekurangannya untuk
mejatuhkan lawan oleh tim kampanye
melalui media sosial Instgram
3 Atensi Terpaan -Tingkat perhatian seseorang dalam
memperhatikan postingan berupa
penyerangan secara pribadi oleh tim
kampanye melalui media sosial Instgram
-Tingkat perhatian seseorang dalam
memperhatikan postingan berupa
penyerangan visi dan misi lawan oleh tim
46
kampanye melalui media sosial Instgram
-Tingkat perhatian seseorang dalam
memperhatikan postingan berupa
penyerangan melalui berita dari media
yang dicari kelemahan dan kekurangan-
nya untuk mejatuhkan lawan oleh tim
kampanye melalui media sosial Instgram
2.9.2 Variabel Dependen (Y) : Partisipasi Politik
Partisipasi Politik dalam penelitian ini berwujud keterlibatan individu
dalama sistem politik dengan adanya tingkatan-tingkatan partisipasi sebagai
tanda ada pada tingkatan mana partisipasi politik masyarakat tersebut. Dalam
penelitian ini mengambil teori tingkatan partisipasi politik David F. Roth dan
Frank L. Wilson yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Apolitis : Apakah menjadi apolitik atau yaitu orang-orang yang
tidak peduli dengan politik.
2. (Onlookers) Penonton : yaitu pemerhati dan terlibat dalam
diskusi politik. Orang-orang yang termasuk dalam vooters atau
pemilih. Orang-orang dalam kelompok kepentingan, dan
orang-orang yang menghadiri reli-reli serta pe-lobby politik.
3. Partisipan : Yaitu orang-orang yang bekerja untuk kampanye,
merupakan anggota partai secara aktif, partisipan dalam aktif
dalam kelompok dan tindakan-tindakan yang bersifat politik
dan orang-orang yang terlibat dan komunitas proyek.
4. Aktivis : dimana menjadi funsionaris partai, pimpinan
kelompok kepentingan, pejabat publik atau calon pejabat publik
atau bahkan pada kelompok penyimpang yang mana tindakan
47
melanggar norma dan aturan hukum dengan cara kekerasan dan
mencederai orang lain.
Untuk lebih jelas Variabel Dependent akan dijabarkan pada tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2, Indikator Variabel Dependent
No Konsep Indikator Keterangan
1 Partisipasi
Politik
Apolitis -Responden tidak tertarik sama sekali
terhadap berlangsungnya pilpres 2019
-Responden tidak berkeinginan untuk
menggunakan hak pilih pada Pilpres
2019
- Responden mengikuti perkembangan
PIlpres 2019 melalui media masaa dan
lingkungan namun tidak
menggunakan hak pilihnya pada
pemilihan presiden
- Responden tidak mengikuti
mengikuti perkembangan PIlpres
2019 melalui media masaa dan
lingkungan namun tetap
menggunakan hak pilihnya pada
pemilihan presiden
2 (Onlookers) Penonton -Responden mencari informasi dan
mnegikuti perkembangan pilpres 2019
dari media massa maupun lingkungan
-Responden mediskusikan kebijakan
48
dan program serta perilaku kedua
pasang calon presiden 2019 pada
forum formal maupun nonformal.
-Responden memposting foto, video,
tulisan ataupun gambar yang berisikan
tentang pilpres 2019.
-Responden menggunakan hak pilih
pada pilpres 2019.
-Responden menghadiri acara
pertemuan atau diskusi terkait pilpres
2019 pada acara seminar atau
organisasi.
-Responden terlibat dalam organisasi
politik maupun LSM yang berbasis
politik.
3 Partisiapan - Responden menghadiri kampanye
terbuka pilpres 2019 sebagai
pendukung.
-Responden terlibat pada kampanye
terbuka pilpres 2019 sebagai tim
sukses atau relawan.
4 Aktivis -Responden merupakan anggota dan
pengurus suatu partai nasional yang
berperan aktif dalam penyelenggaraan
pilpres 2019.
-Responden merupakan pejabat dan
fungsionaris partai politik nasional
yang mendukung langsung
berjalannya pilpres 2019.
-Responden merupakan pimpinan atau
anggota organisasi dan LSM berbasis
49
politik yang menentang
berlangsungnya pilpres 2019.
2.10 Penelitian Terdahulu
Pada tabel 2.3 di bawah ini, dijabarkan beberapa penelitian terdahulu yang
berhasil dirangkum oleh peneliti sejak tahun 2014-2016. Penjabaran meliputi judul
penelitian, metode yang digunakan, hasil penelitian serta perbadaaan dan persamaan
penelitian tersebut.
Tabel 2.3, Penelitian terdahulu
Nama
Peneliti
Arga Dinanta Saputra Ayu Diah Hapsari Noval Dwinari
Antony
Judul
Penelitian
Pengaruh Terpaan Iklan
Televisi Kampanye Politik
Calon Presiden Jokowi-JK
Terhadap Tingkatan
Keputusan Memilih
Masyarakat Dalam Pemilu
2014 (Studi Pada
Masyarakat Perumahan
Puri Kartika Sari Kota
Malang)
Pengaruh Terpaan Iklan
Politik Terhadap
Keputusan memilih
Pemilih Pemula (Studi
Pada Mahasiswa Ilmu
Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Malang
Angkatan 2013)
Kampanye Politik
Negatif di Media
Sosial (Analisi
Semiotik pada video
kreatif channel
youtube cameo
project berjudul
“ketika harus
memilih Prabowo
atau Jokowi?”)
Tahun
Penelitian
2015 2014 2016
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kuantitatif Kualitatif
Kesimpula
n
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan teori S-O-R
dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dan
Penelitian ini
menggunakan teori
AIDCA (Perhatian, Minat,
Kebutuhan- keingina,
Hasil penelitian ini
menemukan pesan,
tanda dan makna
yang
50
metode survey. Penelitian
ini memakai penyebaran
angket dan dokumentasi
sebagai teknik
pengumpulan data.
Hasilnya adalah terdapat
pengaruh terpan iklan
televisi kampanye politik
calon Presiden Jokowi-JK
terhadap keputusan
memilih masyarakat.
Artinya terpaan iklan
televisi kampanye politik
Jokowi-JK menjadi salah
satu faktor yang
mempengaruhi masyarakat
untuk memilih Jokowi-JK
pada Pilpres 2014, yang
mana isi iklan memang
sesuai dengan fakta
sehingga merubah sikap
dan keputusan masyarakat
menjadi positif untuk
memberikan dukungan.
tindakan, rasa percaya).
Menggunakan pendekatan
Kuantitatif ekplanatif dan
moetode survey. Teknik
pengumpulan data dengan
penyebaran kuisioner.
Teknik analisis data
dengan uji Anova One
way, Regresi linear dan
korelasi product moment
serta Alpha Cronbach.
Hasilnya adalah terdapat
pengaruh Terpaan Iklan
Politik Terhadap
Keputusan memilih
Pemilih Pemula. Artinya
tayangan iklan
mempengaruhi keputusan
memilih karena ada hasil
dari efektivitas
penggunaan media yang
digunakan untuk
memberikan pengetahuan
politik pada kalangan
muda (Pemilih Pemula)
merepsresentasikan
kampanye politik
negatif,
simbol-simbol yang
digunakan dalam
video channel
youtube cameo
project ketika harus
memilih prabowo
atau jokowi ? sangat
sesuai dengan
analisis semiotik
model Roland
Barthes. Dasar
analisi ini hendak
mempelajari susunan
skemetik yang
terdapat dalam video
tersebut. Kemudian
menganalisa
negoisasi dan
gagasan makna
interaktif yang
tercipta dari
penonton Cameo
Project dengan teks
yang digunakan
fokus pada pesan
yang
mempresentasikan
citra negatif Joko
51
Widodo dan citra
postif Prabowo
Subianto
Perbedaan - Pnelitian ini
menggunakan terpadaan
iklan pada televisi
- Penelitian ini terkhsus
pada keputusan memilih
masyrakat pada pasang
calon Jokowi-JK
-Penelitian ini tidak khsus
menjadikan kampanye
negatif sebagai variabel X
- Variabel Y adalah
Keputusan Memilih
Mayarakat
- subjeknya lebih luas yaitu
pada masyarakat umum
- Pnelitian ini
menggunakan terpaan
kampanye politik disemua
bentuk media massa
-Penelitian ini tidak khsus
menjadikan kampanye
negatif sebagai variabel X
- Variabel Y adalah
Keputusan Memilih
Mayarakat
Penelitian ini analisi
semiotika dari
sebuah video di
media sosial, bukan
meneliti dengan
metode survei untuk
mengetahui ada
tidaknya pengaruh
anatara variabel X
dan Y
Persamaan Meneliti terpaan kampanye
politik di media massa
- Meneliti terpaan
kampanye politik di media
massa
- Subek yang dijadikan
variabel Y adalah Pemilih
Pemula
Meneliti kampanye
politik negatif di
media sosial
Sumber Skripsi Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP
Universitas
Muhammadiyah Malang
Skripsi Program Studi
Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas
Muhammadiyah Malang
Skripsi Program
Studi Ilmu
Komunikasi FISIP
Universitas
Muhammadiyah
Malang