44
1 BAHAN AJAR PENAGIHAN PAJAK/JURUSITA PAJAK Disusun oleh: Hotmian Helena Samosir (Widyaiswara Madya) BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK 2018

BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

1

BAHAN AJAR

PENAGIHAN PAJAK/JURUSITA PAJAK

Disusun oleh:

Hotmian Helena Samosir

(Widyaiswara Madya)

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

2018

Page 2: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3

PENGERTIAN, DASAR PENAGIHAN PAJAK, DAN JURUSITA PAJAK ...................................... 6

A. Pengertian Penagihan Pajak ................................................................................... 6

B. Dasar Penagihan Pajak ............................................................................................ 8

C. Jurusita Pajak ........................................................................................................ 11

SURAT TEGURAN, PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS, SURAT PAKSA dan JANGKA

WAKTU PENAGIHAN ......................................................................................................... 15

A. Surat Teguran ........................................................................................................ 15

B. Penagihan Seketika dan Sekaligus ........................................................................ 16

C. Surat Paksa ............................................................................................................ 18

D. Jangka waktu pelaksanaan penagihan pajak ........................................................ 21

PENYITAAN DAN LELANG .................................................................................................. 23

A. Penyitaan .............................................................................................................. 23

B. Objek Sita .............................................................................................................. 24

C. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) ....................................................... 26

D. Tatacara Penyitaan ............................................................................................... 27

E. Lelang .................................................................................................................... 31

F. Tatacara Lelang Barang Sitaan .............................................................................. 32

G. Penyelesaian Pelelangan ....................................................................................... 36

PENCEGAHAN, PENYANDERAAN dan PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK ........................... 37

A. Pencegahan dan syarat Pencegahan .................................................................... 37

B. Pelaksanaan Pencegahan ...................................................................................... 39

C. Penyanderaan ....................................................................................................... 39

D. Penghapusan Piutang Pajak .................................................................................. 41

E. Piutang pajak yang dapat dihapuskan .................................................................. 42

Page 3: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

3

PENDAHULUAN

Tidak ada yang pasti di dunia ini keculi kematian dan Pajak. Hal tersebut

dikatakan oleh Benjamin Franklin: ”In this world nothing is more certain but death

and taxes”. Sejak awal tahun 1984, Indonesia telah menerapkan suatu sistem

perpajakan yakni sistem “Self Assessment” yang memberikan kepercayaan

kepada masyarakat Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan sendiri,

membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya kepada Direktorat Jenderal

Pajak yang diberi kepercayaan oleh pemerintah untuk mengelola pajak.

Pemerintah yang penulis maksud disini adalah pemerintah pusat dan pajak yang

dimaksud adalah pajak pusat.

Untuk pajak daerah peraturan perundang-undangan terbaru yang

mengatur mengenai perpajakan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam Undang-undang tersebut

disebutkan Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang

selanjutnya disebut UU KUP mengatur mengenai pajak pusat dan Undang-undang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selanjutnya disebut UU PDRD mengatur

ketentuan pajak daerah. Ada beberapa hak dan kewajiban Wajib Pajak baik itu

pajak pusat maupun pajak daerah. Salah satu kewajiban Wajib Pajak adalah

melunasi utang pajak yang apabila tidak dilunasi maka petugas pajak atau sering

disebut Fiskus akan menagih utang pajak tersebut sesuai atau berpedoman pada

ketentuan yang berlaku.

Hal menarik yang mempertemukan pajak pusat dan pajak daerah adalah

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-

undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa atau

yang selanjutnya disebut dengan UU PPSP. Dalam Pasal 1 angka 9 UU PPSP

disebutkan: Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung

Page 4: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

4

Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang disita.

Fungsi Penagihan Pajak tentu sangat penting sebagai tindakan penegakan

hukum kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang tidak mematuhi

ketentuan perpajakan secara benar. Sedangkan tujuan Penagihan Pajak adalah

agar Penanggung Pajak melunasi utang pajaknya. Selain itu tentu Penagihan

Pajak dilaksanakan sebagai salah satu tindakan pengamanan penerimaan negara

dari sektor pajak daerah. Utang pajak yang dari sisi negara merupakan Piutang

pajak, apabila tidak tertagih tentu akan berdampak terhadap penerimaan

negara/daerah.

Pelaksana dari tindakan penagihan tersebut di atas dilakukan oleh pegawai

Direktorat Jenderal Pajak dan pegawai dari Dinas Pendapatan Daerah yang

disebut Jurusita Pajak, dimana Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh

Pejabat yang berwenang yakni Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk pajak pusat

dan Kepala Dispenda untuk pajak daerah. Syarat-syarat menjadi Jurusita Pajak

diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 562/KMK.04/2000 Tanggal 26

Desember 2000.

Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara

umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan penagihan pajak, Jurusita Pajak,

Pejabat, dan lain sebagainya. Penyusun Bahan Ajar akan berusaha memberikan

hal-hal lain yang berhubungan dengan penagihan pajak daerah berupa contoh-

contoh yang terjadi di lapangan yang pernah dialami Jurusita Pajak Pusat.

Dalam sistem self Assessment tentulah kedudukan Wajib Pajak sangat

sentral, dimana Wajib Pajak diberikan otoritas sendiri untuk menentukan besarnya

pajak yang seharusnya dibayar. Tentu dalam hal ini otoritas penghitungan pajak

sudah bergeser dari negara kepada seorang Wajib Pajak. Jelas terlihat kedudukan

Wajib Pajak dalam perpajakan Indonesia cukup sentral, kepercayaan yang

diberikan kepada seorang WP haruslah dapat dipertanggungjawabkan sesuai

ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun demikian dalam praktik tidak semua

Page 5: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

5

WP bertindak sesuai yang diharapkan dalam sistem self assessment tersebut.

Terhadap WP sesuai dengan tingkat kesalahannya harus dilakukan pemeriksaan

pajak dalam upaya penegakan hukum. Berdasarkan hasil temuan pemeriksa pajak

tidak sedikit WP yang melakukan penghindaran bahkan pelanggaran aturan

perpajakan sehingga harus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

Bayar (SKPDKB). SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan

besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran

pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus

dibayar.

Disinilah permasalahan mulai muncul terkait dugaan pemeriksa pajak

akibat ketidaksengajaan atau kelalaian WP. Tentu dugaan tersebut tidak serta

merta dapat menjadi pembenaran pemeriksa pajak untuk secara sepihak

memberikan sanksi. Justru dugaan kesalahan ini perlu dibuktikan melalui

mekanisme pemeriksaan yang benar. Pada pihak lain WP tidak mau disalahkan,

dengan alasan WP belum/tidak paham aturan padahal bisa saja WP memang

sengaja melakukan penghindaran/pelanggaran pajak yang telah direncanakan.

Page 6: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

6

PENGERTIAN, DASAR PENAGIHAN PAJAK, DAN JURUSITA

PAJAK

Dasar Hukum:

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Undang-undang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-

syarat, Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.

A. Pengertian Penagihan Pajak

Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, maka kewajiban dalam

hukum pajakpun harus diselesaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

Sebaliknya pembuat peraturan perpajakan juga seyogianya memperhatikan

kemungkinan bahwa kewajiban tersebut dapat tidak dilaksanakan secara sukarela

oleh WP sehingga perlu memikirkan peraturan tentang tindakan-tindakan yang

dapat diambil fiskus untuk memaksa Wajib Pajak agar melaksanakan

kewajibannya dengan melunasi utang pajaknya. Dalam tindakan untuk memaksa

pada prinsipnya tidak dipandang siapa orang atau Wajib Pajak yang tidak

memenuhi kewajiban, tapi hanya melihat kenyataan bahwa telah ada orang atau

Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan, sering

terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya

sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum

memaksa yang mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta dapat

mendorong kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Saat ini Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

yang populer dikalangan fiskus dengan sebutan UU PPSP yang berlaku adalah

Page 7: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

7

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 sebagai perubahan dari Undang-undang

Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Beberapa Undang-undang yang mengatur tentang Penagihan Pajak

antara lain:

1. Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

2. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

3. Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

4. Undang-undang Pengadilan Pajak

Dari keempat Undang-undang di atas, yang sangat jelas memberikan

definisi tentang pengertian Penagihan Pajak adalah UU PPSP. Dalam Pasal 1 ayat

(9) UU PPSP disebutkan: Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar

Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan

menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang disita.

UU PPSP diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul dalam

masyarakat, khususnya permasalahan mengenai tunggakan pajak yang mampu

memberikan motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib

Pajak. UU PPSP yang demikian diharapkan dapat memberikan penekanan yang

lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dan

kepentingan negara. Keseimbangan kepentingan tersebut berupa pelaksanaan

hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak

memihak, adil, serasi dan selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan

sederhana serta memberikan kepastian hukum.

Dari defenisi Penagihan Pajak di atas, jelas terlihat kalau Wajib

Pajak/Penanggung Pajak selanjutnya disingkat WP/PP harus melunasi utang

pajak. Dalam UU PPSP disebutkan Utang Pajak adalah pajak yang masih harus

dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang

tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Page 8: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

8

Tujuan dari penagihan pajak adalah agar Penanggung Pajak melunasi

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Agar tujuan penagihan pajak tersebut

tercapai, maka diperlukan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Jurusita

Pajak mulai dari penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, memberitahukan

Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan, dan menjual barang hasil penyitaan, dan lain-lain. Serangkaian

tindakan tersebut seyogianya harus secepatnya dilakukan namun tetap dengan

jangka waktu yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku jika Penanggung

Pajak tidak melunasi utang pajaknya. Mengapa harus secepatnya dilaksanakan,

tentu untuk menghindari daluwarsa penagihan pajak.

Serangkaian tindakan ini diatur dengan jangka waktu dan prosedur yang

telah ditetapkan yang menjadi pedoman bagi Jurusita Pajak dalam melaksanakan

tugasnya. Prosedur yang tidak ditaati tentu dapat menimbulkan gugatan atau

perlawanan dari WP/PP terhadap pelaksanaan penagihan pajak. Menurut UU

PPSP, Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak tidak menunda

pelaksanaan penagihan pajak, akan tetapi majelis hakim Pengadilan Pajak

berwenang untuk menghentikan sementara jika ada permohonan dari WP/PP

dalam gugatannya dan hakim memandang perlu untuk mengabulkannya.

B. Dasar Penagihan Pajak

Pasal 102 ayat (1) UU PDRD disebutkan bahwa : “Pajak yang terutang

berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau

kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat

Paksa”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Poin-poin penting dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa antara lain:

Page 9: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

9

1. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,

termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah, menurut Undang-undang dan peraturan daerah.

2. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang

bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan

memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Penagihan Seketika

dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,

Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga

Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain

yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung

Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-

undang dan peraturan daerah.

4. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi

penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan

dan penyanderaan.

5. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.

6. Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam

surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat

yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada

Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

8. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang

dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa

menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh

utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.

Page 10: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

10

9. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak.

10. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat

Perintah Melakukan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang,

Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

11. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang

Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak

12. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan

utang pajak.

13. Barang adalah tiap benda dan hak yang dapat dijadikan objek sita.

14. Lelang adalah setiap penjualan di muka umum dengan cara penawaran

harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat

atau calon pembeli.

15. Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan

secara lelang.

16. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh

Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh

ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.

17. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap

Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik

Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

18. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan

Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

19. Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan

penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

20. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.

21. Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya

meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.

22. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

23. Hari adalah Hari Kalender.

Page 11: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

11

Jatuh Tempo pembayaran Utang Pajak

Dalam Pasal 1 angka 9 UU PPSP disebutkan pengertian Utang Pajak

adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa

bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jumlah yang masih harus

dibayar dalam surat ketetapan tersebut telah mencantumkan tanggal penerbitan

dan tanggal jatuh tempo pembayarannya. Jika sampai dengan tanggal jatuh tempo

pembayaran jumlah pajak yang masih harus dibayar belum dilunasi oleh WP/PP,

maka akan menjadi tunggakan pajak yang nantinya dapat ditagih dengan Surat

Paksa. Apabila tunggakan pajak tersebut tidak dilunasi, hal inilah yang menjadi

dasar penagihan pajak.

C. Jurusita Pajak

Pasal 1 ayat (6) UU PPSP menyebutkan Jurusita Pajak adalah pelaksana

tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus,

pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, dan penyanderaan. Jurusita Pajak

diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan Menteri

berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. Sedangkan Pasal 2

ayat (2): Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan Pajak

Daerah.

Pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) berwenang:

a. Mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak;

b. Menerbitkan:

1) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;

2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;

3) Surat Paksa;

4) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;

Page 12: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

12

5) Surat Perintah Penyanderaan;

6) Surat Pencabutan Sita;

7) Pengumuman Lelang;

8) Surat Penentuan Harga Limit;

9) Pembatalan lelang; dan

10) Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPSP, kewenangan menunjuk

Pejabat untuk penagihan pajak daerah diberikan kepada Kepala Daerah. Yang

dimaksud dengan Pejabat untuk pengihan pajak daerah misalnya Kepala Dinas

Pendapatan Daerah. Adapun yang dimaksud dengan pajak daerah adalah pajak

yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, antara lain, Pajak Hotel dan Restoran,

Pajak Penerangan jalan, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

Sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor

562/KMK.04/2000, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi

Jurusita Pajak adalah sebagai berikut:

- Berijasah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum (SMU) atau

yang setingkat dengan itu;

- Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda, golongan IIa;

- Berbadan sehat;

- Lulus pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak; dan

- Jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengabdian.

Pegawai Direktorat Jenderal Pajak maupun pegawai Dinas Pendapatan

Daerah yang memenuhi persyaratan tersebut di atas dapat diangkat sebagai

Jurusita Pajak oleh Pejabat (dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk

pajak pusat dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah untuk pajak daerah. Sebelum

memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama

atau kepercayaannya oleh Pejabat.

Jurusita Pajak diberhentikan dari jabatannya dalam hal sebagai berikut:

Page 13: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

13

1. Meninggal dunia

2. Pensiun

3. Karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya

4. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas

5. Melakukan perbuatan tercela

6. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak

7. Sakit jasmani atau rohani terus menerus

Jurusita Pajak bertugas:

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;

2. Memberitahukan Surat Paksa;

3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan

kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung

Pajak. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan

memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk

menemukan ojek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal

Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat

penyimpanan objek sita.

Dalam menjalankan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan

Kepolisian, Kejaksanan, departemen yang membidangi hukum dan perundang-

undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain. Jurusita

Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali

ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

Contoh: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua dengan

wilayah kerja yang meliputi Kelurahan Kramat Pela, Kelurahan Pulo, Kelurahan

Gandaria Utara, Kelurahan Cipete Utara, di Kecamatan Kebayoran Baru, maka

Page 14: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

14

Jurusita Pajak melaksanakan tugasnya di wilayah itu saja. Apabila akan

melaksanakan penyitaan di kota Tangerang (yang bukan merupakan wilayah kerja

KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua) dimana barang milik Penanggung

Pajak berada, maka yang dapat dilakukan adalah KPP Pratama Jakarta

Kebayoran Baru Dua meminta bantuan kepada KPP Tangerang untuk

melaksankan penyitaan.

Page 15: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

15

SURAT TEGURAN, PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS,

SURAT PAKSA dan JANGKA WAKTU PENAGIHAN

Dasar Hukum:

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Undang-undang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor KMK.561/KMK.04/2000 tentang

Tatacara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008

Tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan

Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tatacara

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan.

A. Surat Teguran

Surat Teguran atau dapat juga disebut Surat Peringatan atau surat lain

yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Langkah ini

diambil sebagai peringatan agar Wajib Pajak/Penanggung Pajak segera melunasi

utang pajaknya untuk menghindari dilakukannya tindakan penagihan. Surat

Teguran juga dimaksudkan agar Penanggung Pajak mempunyai kesempatan

untuk melunasi utang pajaknya sampai dengan jangka waktu 21 (dua puluh satu)

hari, sebelum dilakukan upaya paksa terhadap WP/PP dengan diterbitkannya

Surat Paksa.

Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun

2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun

2011 tentang Tatacara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan diatur bahwa

dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih dibayar dalam

jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut

ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. Surat Teguran tersebut

Page 16: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

16

diterbitkan setelah lewat 7 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran. Peraturan

Pemerintah sengaja penyusun cantumkan karena Pasal ini yang jelas mengatur

jangka waktu penerbitan Surat Teguran, sementara dalam UU PPSP sendiri belum

jelas mengatur.

Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan melalui:

• secara langsung,

• melalui pos; atau

• melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti

pengiriman surat.

Surat Teguran tidak perlu diterbitkan apabila:

• Penanggung Pajak menyampaikan permohonan angsuran atau

penundaan pembayaran pajak; (tentu dengan keputusan Pejabat

(Kepala KPP untuk pajak pusat dan Kepala Dispenda untuk pajak

daerah) yang menerima permohonan angsuran Wajib Pajak)

• Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan

seketika dan sekaligus

B. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Ketentuan mengenai Penagihan Seketika dan Sekaligus terdapat dalam

Pasal 6 UU PPSP disebutkan Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat

Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya atau berniat untuk itu;

b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau

yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan

perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;

c. Terdapat tanda-tanda bahwa Wajib Penanggung Pajak akan

membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya,

Page 17: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

17

atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan

yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan

bentuk lainnya;

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga

atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Apabila keadaan di atas ditemukan oleh Jurusita Pajak atau Jurusita Pajak

mendapat informasi mengenai hal ini dari fungsional pemeriksa atau dari sumber

informasi lain yang diyakini kebenarannya, Jurusita Pajak dapat langsung

melaksanakan tindakan penagihan seketika dan sekaligus. Tindakan Penagihan

Seketika dan Sekaligus memang berbeda dengan tindakan hukum yang lain.

Dapat dibayangkan ketika ada pajak terutang yang belum jatuh tempo yang dalam

keadaan normal Jurusita Pajak tidak boleh melakukan tindakan apapun atas Wajib

Pajak, namun berdasarkan perintah Pasal 6 UU PPSP hal tersebut bisa saja terjadi

yakni melakukan penagihan atas utang pajak dimaksud.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah

dalam menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-

kurangnya memuat:

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;

b. besarnya utang pajak;

c. Perintah untuk membayar;

d. Saat pelunasan pajak.

Ketentuan dalam penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

oleh Pejabat adalah sebagai berikut:

- Diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;

- Diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran;

- Diterbitkan sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat

Teguran diterbitkan;

- Diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.

Page 18: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

18

C. Surat Paksa

Pasal 1 angka 12 UU PPSP disebutkan: Surat Paksa adalah surat perintah

membayar utang pajak dan biaya Penagihan Pajak. Surat Paksa diterbitkan

apabila:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh

tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat

Peringatan atau surat lain yang sejenis;

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus; atau

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa diterbitkan untuk memerintahkan dengan paksa kepada Wajib

Pajak/Penanggung Pajak agar melunasi utang pajak beserta biaya penagihan.

Surat Paksa dibuat dengan kepala surat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”. Kepala surat ini sama seperti kepala surat yang tercantum dalam

Keputusan Hakim Pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa Surat Paksa telah

memiliki kekuatan eksekutorial dan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan

putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ini

berarti bahwa Jurusita Pajak sebagai petugas yang memberitahukan Surat Paksa

kepada Wajib Pajak /Penanggung Pajak dapat melakukan eksekusi langsung

(parate executie) atas barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang

tidak melaksanakan perintah yang dimaksud dalam Surat Paksa tersebut.

Sebagai gambaran penerbitan Surat Paksa di Direktorat Jenderal Pajak cq

Kantor Pelayanan Pajak, prosedur penerbitan Surat Paksa saat ini dilakukan oleh

Jurusita Pajak by sistem yaitu:

1. Jurusita Pajak menginventarisasi penunggak pajak yang sudah memenuhi

jangka waktu untuk diterbitkan Surat Paksa, meneliti data pelunasan terbaru

baik itu karena pembayaran/pelunasan dengan Surat Setoran Pajak (SSP)

atau Pemindahbukuan maupun karena adanya Surat Keputusan yang

mengurangkan utang pajak (keputusan

pembetulan/pengurangan/pembatalan/keberatan/banding/Peninjauan

Page 19: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

19

Kembali) kemudian memasukkan dalam Case Management Jurusita Pajak

dan mengirimkan ke Kepala Seksi Penagihan by sistem.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti, menyetujui dan memberikan alasan

persetujuan dalam Case Management, apabila tidak menyetujui Kasi

Penagihan juga wajib memberikan alasan mengapa tidak menyetujui konsep

Surat Paksa yang diberikan Jurusita Pajak.

3. Apabila Kasi Penagihan menyetujui, langsung meneruskan ke Kepala Kantor

untuk dimintakan persetujuan yang mana hal tersebut menjadi Case

Management Kepala Kantor.

4. Apabila Kepala Kantor menyetujui Surat Paksa tersebut, Jurusita Pajak

mencetak Surat Paksa dimaksud dalam rangkap 2 (dua) atau rangkap 3 (tiga)

dan membubuhkan paraf pada Surat Paksa.

5. Kepala Seksi Penagihan menerima Hardcopy Surat Paksa dari Jurusita dan

membubuhkan paraf pada Surat Paksa dimaksud, kemudian petugas Seksi

Penagihan maupun Jurusita meneruskan Surat Paksa ke Kepala Kantor.

6. Kepala Seksi setelah menerima Surat Paksa yang telah ditandatangani oleh

Kepala Kantor menugaskan Jurusita Pajak/petugas seksi untuk

menatausahakan Surat Paksa tersebut dan memerintahkan Jurusita Pajak

untuk menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan

(dibacakan) dan penyerahan Surat Paksa kepada WP/PP. Sesuai dengan

penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU PPSP dikatakan bahwa pemberitahuan kepada

Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak dilaksanakan dengan cara membacakan

isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagai

pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.

Tatacara penyampaian Surat Paksa diatur dalam UU PPSP. Beberapa

cara penyampaian Surat Paksa antara lain terhadap orang pribadi maupun badan.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang

memungkinkan;

Page 20: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

20

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di

tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak tidak dapat

dijumpai;

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan

belum dibagi; atau

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan

telah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan (misalnya: PT, CV, Yayasan, dll) diberitahukan oleh

Jurusita Pajak kepada:

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik

modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal

mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang

bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang

sebagaimana dimaksud huruf a.

Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud di atas tidak

dapat dilaksanakan karena Jurusita Pajak tidak menjumpai seorangpun, Surat

Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak melalui aparat Pemerintah Daerah

setempat sekurang-kurangnya setingkat sekretaris kelurahan atau sekretaris desa

dengan membuat Berita Acara yang selanjutnya Surat Paksa dimaksud akan

segera diserahkan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan.(Penjelasan

Pasal 10 ayat (7) UU PPSP)

Laporan Pelaksanaan Surat Paksa, Jurusita Pajak setelah melaksanakan

pemberitahuan Surat Paksa harus membuat laporannya dan disampaikan kepada

Kepala Seksi Penagihan sebagai atasannya. Adapun hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pembuatan laporan tersebut antara lain:

- Identitas Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan identitas siapa yang menerima

Surat Paksa tersebut dan diterima dimana. (bisa jadi terdapat perbedaan

Page 21: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

21

alamat Wajib Pajak yang tertera dalam Surat Paksa dan alamat dimana Surat

Paksa tersebut disampaikan)

- Tanggal Surat Paksa disampaikan. (tentu hal ini sering berbeda dengan

tanggal penerbitan Surat Paksa, bisa saja diterbitkan tanggal 5 Juli 2017

namun baru disampaikan kepada Penanggung Pajak tanggal 10 Juli 2017.

- Data mengenai tunggakan pajak, dirinci apabila Wajib Pajak mungkin sedang

melakukan upaya hukum.

- Informasi mengenai Objek Sita, diharapkan dalam menyampaikan Surat

Paksa Jurusita Pajak sudah mulai melakukan pendataan atas barang-barang

yang kemungkinan dapat disita apabila Penanggung Pajak setelah menerima

Surat Paksa tetap tidak mau melakukan pelunasan. Pendataan juga dapat

meliputi taksiran harga atas barang-barang dimaksud.

- Kesan dan Usul Jurusita Pajak, hal ini merupakan opini maupun kesimpulan

Jurusita Pajak terhadap kondisi dari Penanggung Pajak tersebut seperti:

apakah Penanggung Pajak mempunyai kemampuan/keinginan untuk

membayar pajak, apakah ada indikasi Penanggung Pajak menyembunyikan

harta kekayaannya, atau Penanggung Pajak tidak ditemukan, dan lain lain.

D. Jangka waktu pelaksanaan penagihan pajak

NO. JENIS TINDAKAN ALASAN WAKTU

PELAKSANAAN

1 Surat Teguran atau Surat

Peringatan atau surat lain yang

sejenis

(Ps 8 - Ps 11 PMK

No.24/PMK.03/2008)

Penanggung Pajak

tidak melunasi utang

pajaknya sampai

dengan jatuh tempo

pembayaran

Setelah 7 (tujuh)

hari sejak saat

jatuh tempo

2 Penerbitan Surat Paksa

(Ps7 UU No.19/2000 )

Ps 15 -23PMK no.

24/PMK.03/2008

telah dikirimkan Surat

Teguran

Setelah lewat

21 hari

Page 22: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

22

3 Penerbitan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan

(Pasal 12 UU No.19/2000)

telah diberitahukan

Surat Paksa

Setelah lewat

2x24 jam

4 Pengumuman Lelang

Ps 26 PMK No.

24/PMK.03/2008)

Setelah pelaksanaan

penyitaan

Setelah lewat waktu

14 hari sejak pelaksanaan

sita

5 Penjualan/Pelelangan Barang

Sitaan

(ps 26 UU No.19/2000)

(Ps28 PMK: 24/PMK.03/2008)

Setelah pengumuman

lelang ternyata

Penanggung Pajak

tidak melunasi utang

pajaknya

Setelah lewat

waktu 14 hari

sejak Pengumuman.

Lelang

Page 23: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

23

PENYITAAN DAN LELANG

Dasar Hukum:

1. Pasal 1 ayat (13), Pasal 1 ayat (14) dan Pasal 1 ayat (15) serta Pasal 1

ayat (16), (17), (18) dan (19) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000

tentang Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tatacara

Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tatacara

Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang

dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

A. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang

Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut

peraturan perundang-undangan. Tujuan dari Penyitaan tidak untuk melakukan

penjualan barang milik Penanggung Pajak melainkan hanya menguasai sebagai

jaminan pelunasan utang pajak. Akan tetapi apabila sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tetap belum melunasi utang

pajaknya, Jurusita Pajak dapat melakukan penjualan secara lelang terhadap

barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang telah disita.

Akibat hukum dari penyitaan adalah beralihnya hak kepemilikan atas barang

Penanggung Pajak kepada Negara, sehingga selama dalam masa penyitaan hak-

hak kepemilikan barang Penanggung Pajak menjadi hilang. Karena penyitaan

berkaitan dengan pengurangan hak-hak azasi maka untuk melaksanakan

penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur

yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai, serta tempat

penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap

memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun Wajib Pajak itu

sendiri.

Page 24: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

24

B. Objek Sita

Objek Sita adalah Barang milik Penanggung Pajak yang dapat dilakukan

Penyitaan. Yang dapat dijadikan Objek Sita adalah Barang milik Penanggung

Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di

tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang

dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu. Letak objek sita tidak menjadi

masalah yang penting pertimbangannya adalah kemungkinan dapat tidaknya

pejabat melakukan penjualan atas barang milik WP/PP tersebut. Contoh barang

yang penguasaannya ada di pihak lain misalnya barang yang sedang disewakan,

atau dipinjamkan kepada pihak lain.

Tidak semua barang milik Penanggung Pajak dapat dijadikan Jurusita

Pajak sebagai objek sita. Barang-barang yang dapat dijadikan objek sita dapat

berupa:

a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito,

tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan

penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor

tertentu. Kapal dapat dianggap sebagai barang tidak bergerak jika minimum isi

kotor 20 M3 (duapuluh meter kubik).

Terhadap Penanggung Pajak Orang Pribadi penyitaan dapat

dilaksanakan atas barang milik pribadi yang bersangkutan, isteri, dan anak yang

masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki secara tertulis oleh suami atau isteri

berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Hal ini untuk

mengantisipasi Penanggung Pajak yang menghindari penyitaan dengan cara

mengalihkan nama kepemilikan suatu barang kepada anggota keluarga lainnya.

Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas

barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,

penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan,

Page 25: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

25

di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. Tentu diutamakan barang yang

disita terlebih dahulu adalah barang-barang milik perusahaan. Barang-barang

tersebut bisa dilihat pada laporan keuangan yang dibuat Perusahaan. Akan tetapi

jika nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak

dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap

barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-

barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal atau ketua untuk yayasan.

Penyitaan dilakukan dengan mendahulukan penyitaan terhadap barang

bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap

barang tidak bergerak. Misalnya dalam hal jurusita tidak menemukan barang

bergerak yang memadai sebagai jaminan utang pajak, penyitaan dapat dilakukan

langsung pada barang tidak bergerak. Penentuan urutan penyitaan barang

bergerak dan barang tidak bergerak dengan memperhatikan jumlah utang pajak

dan Biaya Penagihan Pajak, kemudahan penjualan atau pencairannya. Barang

bergerak cenderung lebih mudah penjualannya dibanding barang tidak bergerak.

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai

dengan jumlah nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang

pajak dan Biaya Penagihan Pajak. Dalam memperkirakan nilai barang yang disita,

harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga

Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Misalnya utang

pajak Penanggung Pajak sebesar Rp 100 juta. Barang yang disita oleh Jurusita

Pajak adalah sebuah mobil Avanza dan sebuah mobil Alpard. Dengan melihat

harga pasar yang wajar sebaiknya yang disita hanya mobil Avanza saja dengan

perkiraan apabila mobil tersebut terjual maka sudah dapat melunasi utang pajak

Penanggung Pajak yang Rp 100 juta tersebut. Dalam hal tertentu Jurusita Pajak

dimungkinkan untuk meminta bantuan jasa penilai.

Ada beberapa barang Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak dapat

dijadikan objek sita. Barang-barang tersebut adalah:

a. pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya

Page 26: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

26

b. persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah, termasuk obat-obatan yang

dipergunakan Penanggung Pajak beserta keluarganya.

c. perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari

negara;

d. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak

alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan;

e. peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) atau ujumlah lain yang ditetapkan

Menteri Keuangan atau Kepala Daerah; atau

f. peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau

Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan

setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penanggung Pajak. Jadi

Jurusita Pajak tidak boleh menyita barang yang telah disita oleh Kejaksaan dan

Kepolisian.

C. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)

Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah

Melakukan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh Pejabat penerbit Surat Paksa.

Penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan dilakukan paling cepat 2 x 24

Jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diiberitahukan kepada Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak.

Isi Surat Perintah Melakukan Penyitaan adalah:

a. Dasar dilakukannya Penyitaan

Pada bagian ini menjelaskan alasan dilakukannya penyitaan adalah karena

Penanggung Pajak yang identitasnya tercantum dalam SPMP, telah dilakukan

Penyampaian Surat Paksa dengan nomor dan tanggal Surat Paksa, namun

Page 27: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

27

sampai dengan tanggal penerbitan SPMP, tunggakan utang Pajak belum/tidak

dilunasi oleh Penanggung Pajak.

b. Memberikan perintah kepada Jurusita Pajak dengan identitas yang tercantum

pada SPMP untuk melakukan Penyitaan terhadap barang milik Penanggung

Pajak.

c. Perintah agar Penyitaan dilakukan dengan menghadirkan 2 (dua) orang Saksi

Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah dewasa dan dapat dipercaya.

d. Perintah untuk membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

D. Tatacara Penyitaan

Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia,

dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Kehadiran para saksi

dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mempermudah tugas Jurusita Pajak

pemilihan saksi telah disiapkan sejak dari rencana melakukan penyitaan. Saksi

yang dipilih boleh sesama Jurusita Pajak, atasan atau Kepala Seksi Penagihan,

atau pegawai yang ada di Seksi Penagihan. Selain untuk memudahkan koordinasi,

saksi tersebut dapat membantu kelancaran tugas penyitaan. Yang perlu diingat

saksi tersebut harus orang yang sudah dewasa dan dapat dipercaya.

Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus:

a. memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;

b. memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

c. memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan

Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak

dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan

kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang

Page 28: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

28

Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh

karena itu, dalam setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap.

Isi Berita Acara Pelaksanaan Sita meliputi:

a. Tanggal pelaksanaan penyitaan;

b. Nomor dan tanggal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

c. Alamat domisili kantor Pejabat,

d. Nomor dan Tanggal Surat Paksa

e. Identitas Jurusita Pajak

f. Identitas saksi-saksi

g. Identitas Penanggung Pajak

h. Data tunggakan Pajak,

i. Jenis, nama, letak dan Taksiran harga objek sita,

j. Penjelasan jika penyitaan tidak dapat dilaksanakan,

h. Penjelasan bahwa masih terdapat kesempatan pelunasan,

k. Penunjukan dan persetujuan penyimpan objek sita,

l. Tandatangan WP/PP, Jurusita Pajak dan Saksi-saksi.

m. Rincian biaya penagihan pajak

Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara

Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala

cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan

dimaksud. Pastikan untuk pegawai tetap bukan pegawai honorer atau pegawai

tidak tetap.

Adakalanya, dalam suasana penyitaan Penanggung Pajak tidak hadir.

Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan

dengan syarat salah seorang saksi berasal dari Pemerintah Daerah setempat.

Saksi dari Pemerintah Daerah tersebut sekurang-kurangnya sekretaris Kelurahan

atau Sekretaris Desa. Saksi dari Pemerintah Daerah setempat setingkat Sekretaris

Kelurahan atau Sekretaris Desa adalah pegawai Pemerintah Daerah setempat

sekurang-kurangnya golongan II/a di Kantor Kelurahan/Desa atau di Kantor

Kecamatan. Saksi dari Pemerintah Daerah setempat berfungsi sebagai saksi

Page 29: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

29

legalisator. Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan

saksi-saksi. Dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat alasan ketidak

hadiran Penanggung Pajak. Dengan demikian Berita Acara Pelaksanaan Sita

dimaksud tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.

Selain Penanggung Pajak yang tidak hadir, ada juga keadaan dimana

Penanggung Pajak hadir namun menolak untuk menandatangani Berita Acara

Penyitaan. Dalam hal Penanggung Pajak hadir pada saat penyitaan, tapi menolak

untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Penyitaan, Berita Acara

Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung

Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita. Dalam Berita

Acara Pelaksanaan Penyitaan tersebut di jelaskan bahwa penyitaan telah dihadiri

oleh Penanggung Pajak akan tetapi menolak menandatangani Berita Acara.

Dengan demikian yang bertandatangan adalah Jurusita dan Saksi-saksi.

Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang

bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak

atau barang tidak bergerak yang disita berada, dan atau di tempat-tempat umum.

Akan tetapi jika karena sifat dan bentuk fisik barang tersebut tidak memungkinkan

untuk ditempeli Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, maka diperlukan cara lain

untuk penempelan Salinan Berita Acara tersebut. Misalnya pada sebidang tanah,

tidak mungkin salinan berita acara langsung ditempelkan pada objek sita, tapi

diperlukan media berupa papan pengumuman yang ditanam pada tanah objek sita

tersebut yang berisi pengumuman bahwa tanah yang bersangkutan berada dalam

penguasaan negara cq. pejabat dan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita,

ditempelkan pada papan tersebut.

Demikian juga jika objek sita berupa emas perhiasan, uang tunai dan

sejenisnya yang tidak memungkinkan ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan

Sita. Maka yang dapat dilakukan oleh Jurusita Pajak adalah barang-barang

tersebut (emas perhiasan, uang tunai) ditempatkan pada suatu wadah yang

tertutup dan Salinan Berita Pelaksanaan Sita dapat disertai dengan segel Sita,

dilekatkan pada wadah tersebut.

Page 30: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

30

Jurusita Pajak menentukan tempat penyimpanan barang yang telah disita.

Barang yang memungkinkan disimpan pada kantor Pejabat dapat dibawa oleh

Jurusita Pajak dan disimpan pada kantor Pejabat. Misalkan sertifikat tanah,

kendaraan bermotor, BPKB, dan barang-barang elektronik. Barang-barang yang

tidak mungkin dipindahkan seperti tanah dan bangunan, penyimpanannya

dititipkan pada Penanggung Pajak. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh

Penanggung pajak, barang sitaan yang berupa barang bergerak dapat dititipkan

kepada Aparat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut atau disimpan

di kantor Pejabat. Jika barang sitaan berupa barang tidak bergerak, penyimpanan

dititipkan kepada Aparat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita.

Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang

telah disita oleh Jurusita Pajak adalah Kantor Pegadaian, bank, Kantor Pos atau

tempat lain. Misalnya surat-surat berharga, lukisan barang seni, emas, permata

perhiasan, dapat disimpan dalam deposit box yang disewa oleh Jurusita Pajak,

dan biaya penyewaan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya penagihan.

Jurusita Pajak harus mempertimbangkan resiko-resiko dalam penyimpanan

barang misalnya resiko kerusakan, kehilangan, kecurian, serta bentuk fisik barang

tersebut seperti ukuran, volume, jumlah barang, serta biaya perawatan yang timbul

dalam penyimpanan objek sita.

Apabila diperkirakan hasil lelang barang yang disita tidak cukup untuk

melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, Jurusita Pajak dapat

melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik Penanggung Pajak

yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu

kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak baik sebelum diumumkan lelang maupun sesudah penjualan

barang secara lelang atau tidak secara lelang. Pelaksanaan penyitaan tambahan

tidak perlu menerbitkan Surat Perintah melakukan Penyitaan yang baru.

Pencabutan Sita dapat dilakukan dalam hal Penanggung Pajak telah

melunasi Biaya Penagihan Pajak dan Utang pajak atau berdasarkan putusan

pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain

Page 31: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

31

oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota. Yang dimaksud

dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari peradilan umum.

Barang yang telah disita tidak boleh dilakukan sesuatu oleh Penanggung

Pajak. Larangan bagi Wajib Pajak/Penanggung Pajak sehubungan dengan

pelaksanaan Penyitaan adalah :

a. memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan,

menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;

b. membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak

tanggungan untuk pelunasan utang tertentu;

c. membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau

diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan atau

d. merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita

Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

E. Lelang

Terhadap barang Penanggung Pajak yang telah dilakukan Penyitaan

berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Sita, apabila telah melampaui waktu 14

(empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan Penanggung Pajak

tidak melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan

penjualan barang sitaan dimaksud. Penjualan barang sitaan pada dasarnya

dilakukan dengan melalui lelang dimuka umum.

Penjualan lelang mempunyai tujuan agar penjualan barang hasil sitaan

menjadi terbuka, dapat membentuk harga wajar, dan secara tidak langsung

masyarakat ikut mengawasi. Selain itu penjualan melalui lelang juga dimaksudkan

agar penjualan barang yang merupakan wujud eksekusi dari tindakan penagihan

dapat diketahui masyarakat dan dapat menimbulkan efek jera bagi Penanggung

Pajak, serta memberikan ditterent effect bagi masyarakat Wajib Pajak lain yang

belum melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 32: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

32

Tidak semua barang milik Penanggung Pajak yang telah disita akan

dilakukan penjualan secara lelang. Beberapa jenis barang sitaan tidak

memerlukan penjualan secara lelang, namun menggunakan cara lain untuk

digunakan sebagai pelunasan tunggakan utang pajak. Barang-barang sitaan

tersebut adalah : Uang tunai, Surat-surat berharga, Kekayaan Penanggungan

Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito berjangka, tabungan, saldo

rekening koran, giro atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, Obligasi,

Saham, Piutang, Penyertaan modal, Surat berharga lainnya dan Barang yang

mudah rusak atau cepat busuk.

F. Tatacara Lelang Barang Sitaan

Penjualan barang sitaan dilakukan melalui lelang terbuka bagi masyarakat

umum. Lelang harus dilakukan dengan sebelumnya melakukan pengumuman

lelang dalam jangka waktu paling cepat 14 (empat belas) hari sejak tanggal

pelaksanaan penyitaan dan Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak

dan biaya Penagihan Pajak. Sebelum pengumuman lelang pejabat harus telah

mengetahui jadwal yang pasti kapan dan dimana lelang akan dilaksanakan.

Tatacara pelelangan Barang sitaan adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Pelelangan

Jurusita menyiapkan Berkas-Berkas Penagihan yang terdiri dari:

- STP, SKPKB, SKPKBT, SPPT, SKP, SKPT, STB, SKBKB, SKBKBT, Surat

Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjuan

Kembali (sesuaikan dengan UU PDRD)

- Surat Setoran Pajak atau bukti transaksi pembayaran pajak (NTPP),

- Surat Teguran

- Surat Paksa

- Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

- Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

- Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Bergerak atas nama Wajib

Pajak/Penanggung Pajak

- Berita Acara Pelaksanaan Sita

Page 33: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

33

- Permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan

- Surat Pemberitahuan akan dilakukan Pelelangan/Kesempatan Terakhir

- Bukti-bukti pemilikan dari barang-barang yang disita, antara lain untuk

pelaksanaan tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan:

- Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan/BPN apabila kepemilikan

tanah sudah terdaftar; atau

- Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang menerangkan status

kepemilikan dan selanjutnya Kepala KLN meminta Surat Keterangan

Tanah dari Kantor Pertanahan.

- Daftar Perincian utang pajak terdiri dari: Pokok Pajak, bunga/denda dan

biaya penagihan.

b. Permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan.

Pejabat melakukan permintaan jadwal lelang dengan menggunakan

formulir permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan, ditujukan kepada Kepala

Kantor Lelang dengan dilampiri berkas-berkas penyitaan. Dalam surat permintaan

jadwal lelang ini juga menyebutkan secara rinci nama Penanggung Pajak dan

daftar barang yang akan dilelang.

Yang dimaksud Pejabat dalam hal ini adalah Kepala Kantor Pelayanan

Pajak maupun Kadispenda yang telah melakukan penyitaan atas barang milik

Penanggung Pajak. Dalam prakteknya kadang jangka waktu yang telah ditetapkan

sesuai dengan ketentuan meleset dari kenyataan karena dalam menentukan hari

dan tanggal pelaksanaan lelang sangat tergantung pada kesiapan Sumber Daya

Manusia (SDM) dari Kantor Pelayanan Lelang Negara (KPLN) itu sendiri. Setelah

KPP/Dispenda menerima jawaban permintaan atas jadwal lelang dari Kantor

Lelang barulah KPP/Dispenda melaksanakan pengumuman baik di koran

Nasional maupun di Papan Pengumuman Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Dinas

Pendapatan Daerah.

Page 34: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

34

c. Pengumuman Lelang

- Pengumuman lelang dilakukan setelah mendapat kepastian tempat,

hari, tanggal, dan jam lelang dari Kantor Lelang.

- Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali.

- Pengumuman lelang barang tidak bergerak dilakukan 2 kali. Jangka

waktu pengumuman pertama dengan kedua sekurang-kurangnya 15

hari, serta diatur agar pengumuman kedua tidak jatuh pada hari libur.

- Pengumuman lelang untuk barang dengan nilai paling banyak

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui

media massa, tetapi dapat melalui selebaran atau pengumuman yang

ditempelkan di tempat umum misalnya di Kantor Kelurahan atau di

papan pengumuman di KPP/Kadispenda.

- Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak melunasi utang pajak serta

biaya pelaksanaannya sesudah pengumuman lelang dimuat di surat

kabar/media cetak/media elektronik dengan menyerahkan bukti-bukti

pelunasan tetapi sebelum pelaksanaan lelang, maka pengumuman

lelang itu dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam

surat kabar/media cetak/media elektronik yang bersangkutan.

d. Pelaksanaan Pelelangan

- Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling

singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media

massa.

- Kepala Kantor bertindak sebagai penjual barang yang disita mengajukan

permohonan lelang kepada Kantor Lelang sebelum pelaksanaan lelang.

- Kepala Kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada Pejabat

Lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan

lelang.

- Kepala Kantor atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang

untuk:

• menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang apabila harga

Page 35: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

35

penawaran yang diajukan oleh calon pembeli lebih rendah dari harga

limit yang ditentukan,

• menghentikan lelang apabila hasil lelang sudah cukup untuk melunasi

utang pajak dan atau biaya penagihan pajak,

• menandatangani asli Risalah Lelang

- Kepala Kantor, Kepala Seksi Penagihan dan Jurusita Pajak, termasuk istri,

keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak

angkat; tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.

- Lelang tetap dapat dilaksanakan meskipun:

• Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak hadir; karena penguasaan

barang yang disita telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada

Pejabat, maka Pejabat yang bersangkutan mempunyai wewenang

untuk menjual barang yang disita dimaksud. Mengingat Penanggung

Pajak yang memiliki barang yang disita sebelumnya telah

diberitahukan bahwa barang yang disita akan dijual secara lelang pada

waktu yang telah ditentukan, lelang tetap dapat dilaksanakan

walaupun tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

- Lelang tidak dilaksanakan dalam hal:

• Wajib Pajak/ Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak

• Terdapat putusan pengadilan

• Objek lelang musnah

- Pejabat harus menghentikan pelaksanaan lelang meskipun barang yang

akan dilelang masih ada apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang

cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak. Sisa barang

dan kelebihan hasil lelang harus dikembalikan kepada Penanggung Pajak

paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan lelang.

- Penggunaan hasil lelang terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan

Page 36: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

36

pajak dan sisanya untuk membayar utang pajak.

- Biaya penagihan pajak ditambah 1% dari:

• Hasil penjualan barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang

• Pokok lelang dari penjualan secara lelang.

G. Penyelesaian Pelelangan

a. Hak Penanggung Pajak atas barang yang dilelang berpindah kepada

pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti

otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak

b. Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh keputusan

keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang pajak

menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan kelebihan

pembayaran pajak, Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak

menuntut pengembalian barang yang telah dilelang.

c. Kepala Kantor mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam

bentuk uang.

Page 37: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

37

PENCEGAHAN, PENYANDERAAN dan PENGHAPUSAN

PIUTANG PAJAK

Dasar Hukum:

1. Pasal 1 ayat (20), Pasal 1 ayat (21) dan Pasal 29 sd Pasal 36 Undang-

undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Undang-undang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa.

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Undang-undang

Keimigrasian.

4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tatacara

Penyanderaan, Rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak, dan pemberian

ganti rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

5. Keputusan Bersama Menkeu dan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor

M-02.UM.09.01.2003 dan 294/KMK.03/2003 tentang Tatacara Penitipan

Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara dalam rangka

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

A. Pencegahan dan syarat Pencegahan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap

Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia

berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pencegahan dilakukan dengan sangat selektif, karena menyangkut

hak-hak asazi manusia. Pencegahan merupakan upaya terakhir jika penagihan

pajak dengan upaya lain tidak berhasil dan itikad baik dari penanggung pajak tidak

ada. Misalnya jika Penanggung pajak yang sebenarnya mampu melunasi

tunggakan utang pajaknya, tapi menyembunyikan harta kekayaannya sehingga

Jurusita Pajak tidak bisa melakukan tugasnya. Terhadap WP/PP ini dapat

dilakukan tindakan Pencegahan.

Upaya Pencegahan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Ada

persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pencegahan. Syarat

Page 38: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

38

kuantitaif yaitu jumlah jumlah utang pajak Penanggung Pajak sekurang-kurangnya

sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan syarat kualitatif yaitu

diragukan itikad baik Penanggung Pajak dalam melunasi utang pajak. Dengan

tidak adanya itikad baik Penanggung Pajak menyebabkan Jurusita Pajak tidak

dapat melakukan upaya tindakan penagihan lain seperti penyitaan dan

pelelangan. Misalnya karena Penanggung Pajak menyembunyikan harta

kekayaannya atau menghalang-halangi Jurusita Pajak dalam melakukan tugas

penyitaan.

Pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan

yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan

Pejabat yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang,

antara lain menentukan bahwa yang berwenang dan bertanggung jawab atas

pencegahan adalah Menteri Keuangan sepanjang menyangkut urusan piutang

negara. Jurusita Pajak membuat usulan pencegahan dengan disertai bukti-bukti

pendukungnya diajukan kepada Pejabat, dan pejabat meneruskan kepada

atasannya untuk diusulkan kepada Menteri Keuangan. Dalam hal pajak daerah,

apakah Keputusan Pencegahan diterbitkan oleh Gubernur atau Menteri

Keuangan, belum ada penjelasan selanjutnya.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Keputusan Pencegahan

memuat sekurang-kurangnya :

1. Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan

a. Nama

b. Umur

c. Pekerjaan

d. Alamat

e. jenis kelamin; dan

f. kewarganegaraan.

2. Alasan untuk melakukan pencegahan

3. Jangka waktu pencegahan

Page 39: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

39

Jangka waktu pencegahan harus secara tegas ditentukan dalam keputusan

pencegahan.

Keputusan pencegahan tersebut disampaikan kepada Penanggung Pajak

yang dikenakan tindakan pencegahan, Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan

HAM), Pejabat yang memohon pencegahan bepergian ke Luar Negeri, atasan

Pejabat yang bersangkutan, dan Kepala Daerah setempat. Tindakan pencegahan

ini bukan hanya dapat dilakukan terhadap satu orang saja, namun terhadap

beberapa orang sebagai Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan atau ahli waris.

B. Pelaksanaan Pencegahan

Pelaksanaan atas keputusan pencegahan tersebut dilakukan oleh Menteri

Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk

olehnya. Berdasarkan keputusan pencegahan yang diterima dari Menteri

Keuangan, Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) memerintahkan

Direktur Jenderal Imigrasi agar nama orang yang terkena pencegahan

dimasukkan ke dalam Daftar Pencegahan. Direktur Jenderal Imigrasi dalam waktu

paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal menerima perintah tersebut langsung

memasukkan nama orang yang dikenai pencegahan ke dalam Daftar Pencegahan

dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Negara

Republik Indonesia untuk melaksanakan pencegahan. Lamanya jangka waktu

pencegahan adalah 6 (enam) bulan.

C. Penyanderaan

Kriteria Penanggung Pajak yang akan disandera adalah:

Syarat Kuantitatif, Penanggung Pajak mempunyai tunggakan pajak paling

sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

Syarat kualitatif diragukan itikad baiknya;

Lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat

Paksa diberitahukan ;

Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Page 40: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

40

Syarat kualitatif yakni diragukan itikad baiknya, maksudnya Wajib

Pajak/Penanggung Pajak dikatakan ”diragukan itikad baiknya” dalam kaitannya

dengan pelunasan utang pajak, meliputi:

• Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya;

• Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak;

• Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi

utang pajak;

• Terdapat dugaan yang kuat bahwa Penanggung Pajak akan melarikan diri;

• Terdapat data dan informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan

pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan.

Dasar Pelaksanaan Penyanderaan :

Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak hanya dapat dilaksanakan

berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat

setelah memperoleh izin tertulis dari:

1. Menteri Keuangan, untuk penagihan pajak pusat

2. Gubernur, untuk penagihan pajak daerah

Persyaratan izin penyanderaan dari Menteri Keuangan atau Gubernur

dimaksudkan agar penyanderaan dilakukan secara sangat selektif dan

hati-hati.

Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang

melakukan kegiatan:

a. Beribadah

b. Mengikuti sidang resmi

c. Mengikuti Pemilihan Umum

Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak akan dihentikan apabila

memenuhi syarat antara lain:

• Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;

Page 41: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

41

• Jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah

dipenuhi;

• Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap;

• Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur,

seperti: Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih, Penanggung

Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi.

D. Penghapusan Piutang Pajak

Ketentuan mengenai Penghapusan Piutang Pajak maupun besarnya

piutang pajak yang akan dihapuskan diatur dalam Undang-undang PDRD. Dalam

Pasal 168 UU PDRD disebutkan:

(1) Piutang pajak dan/atau Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena

hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat

dihapuskan.

(2) Gubernur menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak

dan/atau Retribusi provinsi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(3) Bupati/Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak

dan/atau Retribusi kabupaten/kota yang sudah kedaluwarsa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Tatacara Penghapusan Piutang Pajak dan/atau Retribusi yang sudah

kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Dalam UU KUP yang yang mengelola pajak pusat, ketentuan mengenai

Penghapusan Piutang Pajak baik Tatacara penghapusan maupun

besarnya piutang pajak yang akan dihapuskan diatur secara jelas

dalam UU KUP. Pasal 24 UU KUP Menyebutkan: Tatacara

penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Sebagai perbadingan disini penyusun Bahan Ajar menyajikan dalam

penjelasan Pasal 24 UU KUP yang menyebutkan: Menteri Keuangan mengatur

Page 42: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

42

tatacara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak

dapat ditagih lagi, antara lain karena Wajib Pajak telah meninggal dunia dan tidak

mempunyai harta warisan atau kekayaan, Wajib Pajak badan yang telah selesai

proses pailitnya, atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek

pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluwarsa. Melalui cara ini

dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat

ditagih atau dicairkan.

Salah satu tujuan penghapusan bukuan piutang pajak adalah untuk

mengoreksi laporan keuangan pemerintah agar mencerminkan keadaan yang

sebenarnya. Piutang pajak yang sudah lama harus diputihkan. Sebab kalau tidak

akan membebani neraca laporan keuangan. Laporan yang lebih realistis dapat

mendorong aparat pajak bekerja lebih profesional. Tujuan lain agar dapat

digunakan sebagai acuan dalam penghapusan piutang pajak dan tercapainya

keseragaman pemahaman.

Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan

penagihan sudah daluwarsa dapat dilakukan penghapusan. Mekanisme usulan

penghapusan piutang pajak dan penempatan besarnya penghapusan perlu diatur

dalam rangka mendukung kelancaran tugas dan peningkatan kinerja khususnya

dalam rangka penghapusan piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin

ditagih lagi.

E. Piutang pajak yang dapat dihapuskan

Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 68/PMK.03/2012 tanggal

2 Mei 2012 diatur antara lain:

(1) Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang

tercantum dalam:

a. Surat Tagihan Pajak (STP);

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);

e. Surat Ketetapan Pajak (SKP);

Page 43: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

43

f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT);

g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang

menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar

bertambah.

(2) Piutang Pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:

a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan

tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;

b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat

ditemukan;

c. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

d. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak, tidak ditemukan dan

telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau

e. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat

dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan

adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan

pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(3) Piutang Pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak Badan adalah

piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:

a. Wajib Pajak bubar; likuidasi atau pailit dan Penanggung Pajak

tidak dapat ditemukan;

b. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

c. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan

telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau

d. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat

dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan

adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan

pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Page 44: BAHAN AJAR - Kementerian Keuangan Republik Indonesia · 2019. 1. 29. · Bahan Ajar ini memberikan gambaran mengenai Penagihan Pajak secara umum seperti dasar penagihan pajak, tindakan

44

Untuk memastikan keadaan pajak atau piutang pajak yang tidak dapat

ditagih lagi, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi oleh

Kantor Pelayanan Pajak. Penelitian dilakukan oleh Jurusita Pajak dan hasilnya

dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian. Laporan Hasil Penelitian harus

menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang pajak yang bersangkutan sebagai

dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan

diusulkan untuk dihapuskan.