47
BAB I PENDAHULUAN Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua. Hingga saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan dan penanganan yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak hangat secara emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak (Yeni, Murni, & Oktora, 2009). Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi was-was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang 1

BAHAN AUTIS 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

b

Citation preview

Page 1: BAHAN AUTIS 1

BAB I

PENDAHULUAN

Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin

meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua.

Hingga saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme

ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan dan penanganan

yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang

disebabkan oleh faktor psikologis yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak

hangat secara emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian

neurologis yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya

abnormalitas pada otak (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).

Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa

di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan

budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat

di berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi

was-was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang

normal selalu dikaitkan dengan gangguan autisme. Di California pada tahun

2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat

disebutkan autisme terjadi pada 15.000-60.000 anak dibawah 15 tahun. Di

Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui

berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme

dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan

adalah 2,6-4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan

gejala yang lebih berat (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).

Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui

pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa

1

Page 2: BAHAN AUTIS 1

ini terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak

(autisme infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter

lainnya. Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah

keterlambatan bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau cemas apakah

anaknya tuli (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).

Terapi anak autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang

intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik,

dan peran serta orang tua sehingga melibatkan banyak bidang, baik bidang

kedokteran, pendidikan, psikologi maupun bidang sosial. Dalam bidang

kedokteran, untuk menangani masalah autisme dengan pengobatan khususnya

medika mentosa, di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan

latihan pada orang tua penderita. Terapi perkembangan perilaku dapat

dilakukan dalam bidang psikologi, sedangkan mendirikan yayasan autisme

sebagai lembaga yang mampu secara professional menangani masalah

autisme adalah salah satu contoh yang dilakukan dalam bidang sosial (Yeni,

Murni, & Oktora, 2009).

Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan

autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan

komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan

pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi,

perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi. Sejauh ini masih

belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor

risikonya sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal.

Saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar

gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari

kejadian autisme (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).

2

Page 3: BAHAN AUTIS 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Autisme

Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah

pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti

preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih

banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat

kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita

autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.

Autisme merupakan salah satu kelompok gangguan pada anak yang ditandai

dengan munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,

komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya (Sadock,

2007).

B. Epidemiologi

Penyandang autisme pada anak (autisme infantile) dalam kurun waktu 10

sampai 20 tahun terakhir semakin meningkat di dunia. Prevalensi anak autis

di dunia pada tahun 1987 diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh

tahun kemudian yaitu tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1 berbanding

500 kelahiran. Sedangkan, pada tahun 2000 prevalensi anak autisme

meningkat menjadi 1 banding 150 kelahiran dan tahun 2001 perbandingannya

berubah menjadi 1:100 kelahiran. Secara global prevalensinya berkisar 4 per

10.000 penduduk, dan pengidap autisme laki-laki lebih banyak dibandingkan

wanita (lebih kurang 4 kalinya). Sedangkan penyandang autis di Indonesia

diperkirakan lebih dari 400.000 anak (Lubis, 2009). Penelitian yang

dilakukan di Brick Township, New Jersey (Bertrand, 2001) melaporkan

angka prevalensi autis yaitu 40 per 10.000 untuk anak 3-10 tahun dengan

autisme dan 67 per 10.000 untuk seluruh spektrum autisme pada anak-anak.

3

Page 4: BAHAN AUTIS 1

Penelitian terbaru di Canada menyatakan bahwa prevalensi autisme mencapai

0,6 sampai 0,7% atau satu berbanding 150 kelahiran (Fombonne, 2009).

C. Etiologi

Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang

menjelaskan tentang aurisme infantil yaitu:

1. Teori psikoanalitik

Teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967) menyatakan

bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak

menolak orang tuanya dan mampu merasakan persaan negatif mereka.

Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak apapun pada

dunia sehingga menciptakan “benteng kekosongan” untuk melindungi

dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Lubis, 2009).

2. Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko lebih

tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung

yang juga autis sekitar 3% (Kasran, 2003). Kelainan dari gen pembentuk

metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin adalah

kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap

tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu perkembangan sel saraf,

detoksifikasi logam berat, pematangan saluran cerna, dan penguat sistem

imun. Disfungsi metalotianin akan menyebabkan penurunan produksi

asam lambung, ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan

kelainan sisten imun yang sering ditemukan pada orang autis. Teori ini

juga dapat menerangkan penyebab lebih berisikonya laki-laki dibanding

perempuan. Hal ini disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan

oleh estrogen dan progesteron (Kasran, 2003).

3. Studi biokimia dan riset neurologis

Pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik

menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang

berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini

bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar.

4

Page 5: BAHAN AUTIS 1

Penelitian ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di

serebelum. Dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI),

telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada

individu autistik secara nyata lebih kecil dari pada orang normal. Satu dari

kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas

perhatian. Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita

autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan

serebrospinal dibandingkan dengan orang normal (Kasran, 2003).

D. Patogenesis Autisme

Penyebab terjadinya autisme sangat beraneka ragam dan tidak ada satupun

yang spesifik sebagai penyebab utama dari autisme. Ada indikasi bahwa

faktor genetik berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi yang

melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozygot (kembar

identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme;

kemungkinan pada dua kembar dizygot (kembar fraternal) hanya sekitar 5-

10% saja (Kasran, 2003).

Sampai sejauh ini tidak ada gen spesifik autisme yang teridentifikasi

meskipun baru-baru ini telah dikemukakan terdapat keterkaitan antara gen

serotonin-transporter. Selain itu adanya teori opioid yang mengemukakan

bahwa autisme timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat

oleh opioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen

dan opioid merupakan perombakan yang tidak lengkap dari gluten dan casein

makanan. Meskipun kebenarannya diragukan, teori ini menarik banyak

perhatian. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan adanya barrier yang

defisien di dalam mukosa usus, di darah-otak (blood-brain) atau oleh karena

adanya kegagalan peptida usus dan peptida yang beredar dalam darah untuk

mengubah opioid menjadi metabolit yang tidak bersifat racun dan

menimbulkan penyakit (Kasran, 2003). Barrier yang defektif ini mungkin

diwarisi (inherited) atau sekunder karena suatu kelainan. Berbagai uraian

tentang abnormalitas neural pada autisme telah menimbulkan banyak

5

Page 6: BAHAN AUTIS 1

spekulasi mengenai penyakit ini. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun,

baik teori anatomis yang sesuai maupun teori patofisiologi autisme atau tes

diagnostik biologik yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang sebab

utama autisme. Beberapa peneliti telah mengamati beberapa abnormalitas

jaringan otak pada individu yang mengalami autisme, tetapi sebab dari

abnormalitas ini belum diketahui, demikian juga pengaruhnya terhadap

perilaku (Kasran, 2003).

Kelainan yang dapat dilihat terbagi menjadi dua tipe, disfungsi dalam stuktur

neural dari jaringan otak dan abnormalitas biokimia jaringan otak. Dalam

kaitannya dengan struktur otak, pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa

penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik

yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini

bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar. Peneliti ini

juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di serebelum. Dengan

menggunakan magnetic resonance imaging, telah ditemukan dua daerah di

serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu autistik secara nyata lebih

kecil dari pada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai

pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Didukung oleh studi empiris

neurofarmakologis dan neurokimia pada autisme, perhatian banyak

dipusatkan pada neurotransmitter dan neuromodulator, pertama sistem

dopamine mesolimbik, kemudian sistem opioid endogen dan oksitosin,

selanjutnya pada serotonin, dan ditemukan adanya hubungan antara autisme

dengan kelainan-kelainan pada sistem tersebut (Kasran, 2003).

Sedangkan dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita

autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan

serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Perlu disinggung bahwa

abnormalitas serotonin ini juga tampak pada penderita down syndrome,

kelainan hiperaktivirtas, dan depresi unipoler. Juga terbukti bahwa pada

individu autistik terdapat kenaikan dari beta-endorphins, suatu substansi di

dalam badan yang mirip opiat. Diperkirakan adanya ketidakpekaan individu

6

Page 7: BAHAN AUTIS 1

autistik terhadap rasa sakit disebabkan oleh karena peningkatan kadar

betaendorphins ini (Kasran, 2003).

E. Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis

Banding Autisme Infantil

1. Karakteristik

a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang

menjauhi pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari

kontak fisik. Mereka umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang

pasif atau kelewat gaduh (overlay agitated). Bayi yang pasif adalah

mereka yang kebanyakan diam sepanjang waktu dan tidak banyak

tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi yang gaduh adalah yang

hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu terjaga (Rapin,

1997).

Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan perkembangan

yang normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian gejala-gejala

autisme mulai timbul. Individu demikian ini sering disebut sebagai

menderita autisme “regresif”. Dibandingkan teman-teman sebayanya,

anak-anak autistik seringkali ketinggalan dalam hal komunikasi,

ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping itu, perilaku disfungsional

mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan perilaku yang

tidak bertujuan (non-goal directed behavior) (mengayun-ayunkan

badan tiada hentinya, melipatlipat tangan), mencederai diri sendiri,

bermasalah dalam makan dan tidur, tidak peka terhadap rasa sakit.

Perilaku mencederai diri sendiri seperti menggigit diri sendiri dan

membenturkan kepala mungkin merupakan bentuk stereotipi yang

berat dan menurut teori yang baru disebabkan oleh peningkatan

endorphin (Rapin, 1997).

b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik

adalah perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk

melakukan atau berada dalam keadaan yang sama terus-menerus.

7

Page 8: BAHAN AUTIS 1

Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun

kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku

ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum). Sebagian dari individu

yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa

transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang

terjadi; masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan lebih

berat pada periode ini. Namun demikian, masih banyak juga anak-

anak autistik yang melewati masa pubertasnya dengan tenang.

Umumnya gejala autisme berupa suatu gangguan sosiabilitasnya,

kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan nonverbal serta defisit

minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan untuk

berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua

anak yang pendiam, anak-anak dengan autisme benar-benar

mengalami gangguan berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa

untuk komunikasi serta geraktubuh (gesture) benar-benar defisien.

Ketidak mampuan untuk menerjemahkan stimuli akustik

menyebabkan anak-anak autistik mengalami agnosia auditorik verbal;

mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti sedikit sehingga

tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal (Rapin,

1997).

c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan

reseptif-ekspresif, menunjukkan daya pengertian (comprehension)

yang lebih baik dari pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga

pada mereka itu tampak artikulasinya buruk dan mereka tidak

memiliki kepandaian gramatis. Kelompok anak-anak autistik lain

yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat berkembang

cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimat-

kalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung

repetitif, non-komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia

yang berkelebihan (Rapin, 1997).

d. Sekitar 75% penderita autisme adalah mereka dengan keterbelakangan

mental (mentally retarded). Derajat kognitif individu ini secara

8

Page 9: BAHAN AUTIS 1

bermakna berkaitan dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ pra-

sekolah tidak dapat meramalkan hasil yang dapat diandalkan karena

beberapa anak dengan program perawatan yang efektif menunjukkan

perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis secara khas

menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di mana

keterampilan nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada keterampilan

verbal (kecuali pada sindrom asperger di mana pola yang sebaliknya

terlihat). Pemahaman yang buruk dari apa yang orang lain pikirkan,

menetap sepanjang hidup dan kreativitas mereka biasanya terbatas.

Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang paradoksikal

terhadap suatu stimuli sensori; kadang-kadang hipersensitif dan

kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi tertentu, stimuli

taktil atau rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh lebih baik dari

pada persepsi auditorik (Rapin, 1997).

2. Gambaran Klinis

Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia

anak dimana sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk

segera melakukan intervensi berupa pelatihan dan pendidikan dini.

National Academy of Science USA menganjurkan bahwa pendidikan dini

merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak dengan sindroma

autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa sindroma autisme

merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam bidang

sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal

tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan

sebelum lahir) sangat penting untuk upaya penanggulangan.

Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.

Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat

sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan

sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat menonjol

adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat untuk berinteraksi dengan

orang lain.

9

Page 10: BAHAN AUTIS 1

Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup

dalam autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:

a. Isolasi sosial

Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social ke

dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini

akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan

bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. Gangguan

dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak

melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain

sendiri.

b. Kelemahan kognitif

Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ <

70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang

berkaitan dengan kemampuan sensori montor. Terapi yang dijalankan

anak autis meningkatkan hubungan social mereka tapi tidak

menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami.

Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama sekali

disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan oengaruh penarikan diri

dari lingkungan social.

c. Kekurangan dalam bahasa

Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti

terlambat bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara,

yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit, atau menunjukkan

ekolali, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa

anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau potongan kata

yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis

menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri

mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya

anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak

dapat terlibat dalam pembicaraan normal.

d. Tingkah laku stereotip

10

Page 11: BAHAN AUTIS 1

Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku

yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif,

hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata

kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Anak autis

sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus menerus

tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-putar, berjingkat-jingkat, dan

lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini

disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya

gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-

narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan

akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku

yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik

pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada

roda mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan

lingkungan dan kebiasaan yang monoton.

3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme

Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan

autisme adalah:

A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1

dan satu masing-masing dari 2 dan 3:

1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai

manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut:

a. Hendaknya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan

mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap

rutinitas dalam interaksi social.

b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai

tingkat perkembangannya.

c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat

atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang

memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang

menarik.

d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.

11

Page 12: BAHAN AUTIS 1

2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai

menifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:

a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara

(tidak menyertai usaha mengimbangi cara komunikasialternatif

seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru)

b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau

meneruskan oembicaraan orang lain.

c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata

aneh.

d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau

pura-pura bermain seuai tingkat perkembangan.

3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai

manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:

a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau kelainan

dalam intensitas maupun focus perhatian akan sesuatu yang

terbatas.

b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau

ritual pun tidak fungsional.

c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar

arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh

tubuhnya.

d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.

B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang

berikut ini dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :

1. Interaksi sosial

2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial

3. Permainan simbol atau imaginatif.

C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan

disintegrasi masa anak.

12

Page 13: BAHAN AUTIS 1

Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara

lain:

a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi

jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.

b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini

berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio

emosional yang tampak bagai kurangnya respon terhadap emosi orang

lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks

sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam

integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya,

kurangnya respon timbal balik sosial emosional.

c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini

berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang

ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya

keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan;

buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam

kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respons

emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain;

hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi

komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau

mengartikan komunikasi lisan.

d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang

terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan

untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini

biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang

rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat

kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat

memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang

sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik

dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat

stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus

terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan

13

Page 14: BAHAN AUTIS 1

terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata

ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam

rumah).

e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas

seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat

(terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti

menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika terkait dengan

retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam

spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan

mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan

sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan

baik).

Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk

dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada

semua usia.

4. Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding autisme infantil, antara lain:

a. Gangguan perkembangan pervasif yang lainnya

Beberapa kelainan yang dimasukkan dalam kelompok ini adalah

anak-anak yang mempunyai ciri-ciri autisme, yaitu gangguan

perkembangan sosial, bahasa, dan perilaku, namun cirri lainnya

berbeda dengan autism infantil. Gangguan ini adalah sebagai berikut:

1) Sindroma Rett

Sindroma Rett adalah penyakit otak yang progresif tapi

khusus mengenai anak perempuan. Perkembangan anak sampai

usia 5 bulan normal, namun setelah itu mundur. Umumnya

kemunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan

bahasa, interaksi social maupun motoriknya.

2) Sindroma Asperger

Pada sindroma Asperger mempunyai ketiga ciri autism

namun masih memiliki intelegensia yang baik dan kemampuan

bahasanya juga hanya terganggu dalam derajat ringan. Oleh

14

Page 15: BAHAN AUTIS 1

karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai “high

functioning autism”.

Gangguan Asperger berbeda berbeda dengan autism infantil.

Onset usia autisme infantile terjadi lebih awal dan tingkat

keparahannya lebih parah dibandingkan gangguan Asperger.

Pasien autisme infantil menunjukkan penundaan dan

penyimpangan dalam kemahiran berbahasa serta adanya gangguan

kognitif. Oral vocabulary test menunjukkan keadaan yang lebih

baik pada gangguan Asperger. Defisit sosial dan komunikasi lebih

berat pada autisme. Selain itu ditemukan adanya manerisme

motorik sedangkan pada gangguan Asperger yang menonjol

adalah perhatian terbatas dan motorik yang canggung, serta gagal

mengerti isyarat nonverbal. Lebih sulit membedakan gangguan

Asperger dengan autisme infantil tanpa retardasi mental.

Gangguan Asperger biasanya memperlihatkan gambaran IQ yang

lebih baik daripada autisme infantil, kecuali autisme infantil high

functioning. Batas antara gangguan Asperger dan high functioning

autism untuk gangguan berbahasa dan gangguan belajar sangat

kabur. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence yang

normal sedangkan autisme infantil mempunyai verbal intelligence

yang kurang. Gangguan Asperger mempunyai empati yang lebih

baik dibandingkan dengan autisme infantil, sekalipun keduanya

mengalami kesulitan berempati

3) Sindroma Disintegratif

Sindroma ini ditandai dengan kemunduran dari apa yang

telah dicapai setelah umur 2 tahun, paling sering sekitar umur 3-4

tahun. Gangguan ini sangat jarang terjadi dan paling sering

mengenai anak laki-laki dibanding perempuan.

b. Gangguan perkembangan bahasa (disfasia)

Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer

kiri, sebagai daerah pusat berbahasa. Ada beberapa subtipe gangguan

ini yang menyerupai dengan autism infantil khususnya ditinjau dari

15

Page 16: BAHAN AUTIS 1

perkembangan bahasa wicaranya. Bedanya pada disfasia tidak

terdapat perilaku repetitive maupun obsesif.

Kriteria Autisme Infantil Disfasia

Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000

Ratio jenis kelamin

(Laki-laki:Perempuan)

3-4 : 1 sama atau hampir

sama

Riwayat keluarga adanya

keterlambatan bicara /

gangguan bahasa

25 % kasus 25 % kasus

Ketulian yang

berhubungan

sangat jarang tidak jarang

Komunikasi nonverbal tidak ada/rudimenter Ada

Kelainan bahasa

(misalnya ekolalia, frasa

stereotipik di luar

konteks)

lebih sering lebih jarang

Gangguan artikulasi lebih jarang lebih sering

Tingkat intelegensia sering terganggu

parah

walaupun mungkin

terganggu, seringkali

kurang parah

Pola test IQ tidak rata, rendah

pada skor verbal,

rendah pada sub test

pemahaman

lebih rata, walaupun

IQ verbal lebih

rendah dari IQ

kinerja

Perilaku autistik,

gangguan kehuidupan

sosial, aktivitas

stereotipik dan ritualistik

lebih sering dan

lebih parah

tidak ada atau jika

ada, kurang parah

Permainan imaginatif tidak ada/rudimenter biasanya ada

16

Page 17: BAHAN AUTIS 1

c. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak

Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun.

Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi

kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang

lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.

Kriteria Autisme Infantil Skizofrenia dengan

onset masa anak-

anak

Usia onset <36 bulan >5 tahun

Insidensi 2-5 dalam 10.000 Tidak diketahui,

kemungkinan sama

atau bahkan lebih

jarang

Rasio jenis kelamin

(Laki-laki:Perempuan)

3-4:1 1,67:1

Status sosioekonomi Lebih sering pada

sosioekonomi tinggi

Lebih sering pada

sosioekonomi

rendah

Penyulit prenatal dan

perinatal dan disfungsi

otak

Lebih sering pada

gangguan

autistik

Lebih jarang pada

skizofrenia

Karakteristik perilaku Gagal untuk

mengembangkan

hubungan : tidak ada

bicara (ekolalia);

frasa stereotipik;

tidak ada atau

buruknya

pemahaman bahasa;

kegigihan atas

kesamaan dan

stereotipik.

Halusinasi dan

waham, gangguan

pikiran

17

Page 18: BAHAN AUTIS 1

Fungsi adaptif Biasanya selalu

terganggu

Pemburukan fungsi

Tingkat inteligensi Pada sebagian besar

kasus

subnormal, sering

terganggu parah

(70%)

Dalam rentang

normal

Kejang grand mal 4-32% Tidak ada atau

insidensi rendah

d. Retardasi Mental (RM)

Hal yang tidak mudah untuk membedakan autisme infantil

dengan retardasi mental, sebab autisme juga sering disertai retardasi

mental. Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat

atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala

perilaku yang termasuk ciri autistik. Pada retardasi mental tidak

terdapat 3 ciri pokok autism secara lengkap. Retardasi mental adalah

gangguan intelegensi, biasanya diketahui setelah anak sekolah karena

ketidaksanggupan anak mengikuti pelajaran formal. Pembagian

retardasi mental mental dilihat dari kemampuan Intelligent Quetient

(IQ), retardasi mental ringan IQ 55-70, RM sedang IQ 40-55, RM

berat 25-40, RM sangat berat IQ < 25.

Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan

retardasi mental adalah:

1) Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua

atau anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur

mentalnya.

2) Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang

lain.

3) Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa

pembelahan fungsi

18

Page 19: BAHAN AUTIS 1

e. Afasia didapat dengan kejang

Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang

kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan

disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal

untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan

ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan.

Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada

saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu

gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi

kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan

gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa

residual yang cukup besar

f. Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah

Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anak-

anak tersebut sering membisu atau menunjukkan tidak adanya minat

secara selektif terhadap bahasa ucapan. Ciri-ciri yang membedakan

yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi yang

tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya

secara bertahap menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan-1 tahun.

Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras,

sedangkan anak autistik mungkin mengabaikan suara keras atau

normal dan berespon hanya terhadap suara lunak atau lemah. Hal yang

terpenting, audiogram atau potensial cetusan auditorik menyatakan

kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak seperti anak-

anak autistik, anak-anak tuli biasanya dekat dengan orang tuanya,

mencari kasih sayang orang tua dan sebagai bayi senang digendong.

g. Pemutusan psikososial

Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti

pemisahan dari ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit,

dan gagal tumbuh) dapat menyebabkan anak tampak apatis, menarik

diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan motorik dapat terlambat.

Anak-anak dengan tanda tersebut hamper selalu membaik dengan

19

Page 20: BAHAN AUTIS 1

cepat jika ditempatkan dalam lingkungan psikososial yang

menyenangkan dan diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.

F. Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil

1. Anamnesis

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.

Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat

sejak lahir. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi

atau anak menurut usia :

a. Usia 0-6 bulan

1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan

6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

b. Usia 6-12 bulan

1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan

4) Sulit bila digendong

5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan

6) Tidak ditemukan senyum sosial

7) Tidak ada kontak mata

8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

c. Usia 1-2 tahun

1) Kaku bila digendong

2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)

3) Tidak mengeluarkan kata

4) Tidak tertarik pada boneka

5) Memperhatikan tangannya sendiri

6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus

20

Page 21: BAHAN AUTIS 1

7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

d. Usia 2-3 tahun

1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain

2) Melihat orang sebagai “benda”

3) Kontak mata terbatas

4) Tertarik pada benda tertentu

5) Kaku bila digendong

e. Usia 4-5 tahun

1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)

2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)

3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah

4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)

5) Temperamen tantrum atau agresif

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak

semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika,

Dinda. 2011):

a. Interaksi sosial

1) tidak tertarik bermain bersama teman

2) lebih suka menyendiri

3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk

bertatapan

4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa

yang ia inginkan

b. Komunikasi

1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada

2) senang meniru atau membeo (ekolali)

3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara

tapi kemudian sirna

4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak

dapat dimengerti orang lain

5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian

tersebut tanpa mengerti artinya

21

Page 22: BAHAN AUTIS 1

6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit

bicara (kurang verbal) sampai usia dewasa

c. Pola bermain

1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya

2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda

sepeda, gasing.

3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau

rodanya diputar-putar.

4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang

terus dan dibawa kemana-mana.

d. Gangguan sensoris

1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti

senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.

3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka

dipeluk.

4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.

e. Perkembangan terlambat atau tidak normal

1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya

dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.

2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya,

kemusian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat

bicara kemudian hilang.

f. Penampakan gejala

1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih

kecil. Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.

2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak

berkurang.

Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :

a. Perilaku

1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-

goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar,

22

Page 23: BAHAN AUTIS 1

mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan

gerakan yang diulang-ulang.

2) tidak suka pada perubahan

3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

b. Emosi

1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa,

menangis tanpa alasan.

2) kadang suka menyerang dan merusak.

3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

2. Pemeriksaan Psikiatri

a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa

b. Kesadaran : compos mentis

c. Sikap : hipoaktif

d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi

e. Orientasi : baik/buruk

f. Bentuk pikir : autistik

g. Isi pikir : waham bizarre

h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi

i. Roman muka : sedikit mimik

j. Afek : inappropiate

k. Persepsi : halusinasi (+)

l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum

m. Hubungan jiwa : sulit

n. Insigth : buruk

G. Penatalaksanaan Autisme

Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat

menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang

bersifat seratogenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan

perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih diperlukan suatu penelitian

klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini (Kasran, 2003).

23

Page 24: BAHAN AUTIS 1

PENATALAKSANAAN MEDIS

Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin

5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di

sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar

serotonin tinggi dalam darah.

Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam

keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada

penyandang autis.

Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan

gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti

hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas

dan gangguan tidur.

Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan

serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu

antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-

HT dan dopamin tipe 2 (D2).

Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan

serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku

menyakiti diri sendiri.

Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai

reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi,

gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori,

gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi,

iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.

Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,

penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan

24

Page 25: BAHAN AUTIS 1

pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu

Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi

sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang

mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-

integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan

integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap

suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.

Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk

kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi

pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein

dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan

terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.

Dengan terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup

sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri

dan berprestasi.

Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling

penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas

adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied

Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui

program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu:

1. Kemampuan memperhatikan

Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk

bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya

atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk

memperhatikan keadaan atau objek yang ada disekelilingnya.

2. Kemampuan menirukan

Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan

motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar

sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian.

3. Bahasa reseptif

25

Page 26: BAHAN AUTIS 1

Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi

terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti

maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.

4. Bahasa ekspresif

Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai

dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi

dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan

menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal.

5. Kemampuan praakademis

Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan

permainan yang mengajarkan anak tentang emosi, hubungan

ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-

bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imajinasinya lewat

media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di sekitarnya.

6. Kemampuan mengurus diri sendiri

Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi

kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan

sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang

disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih mengenakan

pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.

H. Prognosis

Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.

2. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak

saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.

3. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya

4. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur

hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan

kefasihan yang berbeda-beda.

5. Terapi yang intensif dan terpadu.

26

Page 27: BAHAN AUTIS 1

Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan

dengan intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk

memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme

memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai

disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak,

terapis bicara dan pendidik.

Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan

autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan

komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan

pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi,

perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.

27

Page 28: BAHAN AUTIS 1

BAB III

KESIMPULAN

1. Autisme merupakan gangguan pada anak yang ditandai dengan munculnya

gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan

pada interaksi sosial, dan perilakunya.

2. Beberapa faktor diduga menjadi penyebab autisme infantil antara lain teori

psikoanalitik, genetik, serta berdasarkan studi biokimia dan riset neurologis

3. Terapi perilaku merupakan tata laksana yang paling penting dengan

menggunakan metode Lovaas.

4. Faktor yang mempengaruhi prognosis autisme infantil antara lain berat

ringannya gejala, usia, kecerdasan, bicara dan bahasa, serta terapi intensif dan

terpadu.

28

Page 29: BAHAN AUTIS 1

DAFTAR PUSTAKA

Bertrand, J., Mars, A., Boyle, C., Bove, F., Yeargin-Allsop, M., Decoufle, P.

2001. Prevalence of autism in a United States Population. Pediatrics, 108;

1155-61.

Fombonne, Eric. 2009. Epidemiology of Pervasive Developmental Disorders.

Pediatrics Research, 6 (65); 591-8.

Kasran, Suharko. 2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang. Bagian Ilmu

Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jurnal

Kedokteran Trisakti, Vol. 22 No. 1; 24-30.

Lubis, Misbah. 2009. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis.

Diambil dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14528/1/09E01232.pdf.

Diakses tanggal: 23 Januari 2012.

Rapin, I. 1997. Autism. New Journal English Medicine, Vol 337; 97-104.

Sadock, B. J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry

Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. University School

of Medicine New York; Chapter 42.

Sartika, Dinda. 2011. Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri

(YAKARI) Medan. Skripsi: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Yeni, A. F., Murni, J. Y., & Oktora, R. 2009. Autisme dan Penatalaksanaan.

Diambil dari: http://www.Files-of-DrsMed.tk/. Diakses tanggal 26 Januari

2012.

29