Upload
vanhanh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2005 sampai dengan
September 2006. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor; Laboratorium Hewan
Percobaan, FATETA-IPB; dan Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: Gabah dan
beras giling sebanyak 10 varietas berasal dari Balai Penelitian Padi, Sukamandi.
Varietas tersebut terdiri atas 4 varietas lokal (Pandan wangi, Rojolele, Bengawan
Solo, dan Cenana yaitu beras merah dari Bali), serta 6 varietas unggul baru, yaitu
2 varietas beramilosa rendah (Memberamo dan Lusi), 2 varietas beramilosa
sedang (Celebes dan Ciherang), dan 2 varietas beramilosa tinggi (Batang Piaman
dan Cisokan). Teh hijau diperoleh dari Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur.
Untuk pengujian aktivitas hipoglikemik secara in vivo digunakan tikus putih
strain Sprague Dawley jantan.
Bahan-bahan kimia untuk analisis, antara lain: α-amilase, alkohol,
amiloglukosidase, horseradish peroksidase, chromogenico dianisidine, NaOH,
etanol, Kalium Iodida, buffer tris maleat, enzim termamyl, enzim pankreatin,
KOH, buffer Na-asetat, glukosa oksidase, HCLO4, indikator phenol red, pereaksi
Cu, pereaksi Nelson, glukosa bubuk murni, dan buffer Na-fosfat. Untuk analisis
histologi antara lain digunakan: NaCl fisiologis, larutan Bouin (campuran asam
pikrat jenuh, Formalin, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15:5:1),
alkohol absolut, xylol, parafin, gliserin, pewarna Hematoxylin dan Eosin,
NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O, monoklonal anti-insulin (Sigma I2018), H2O2,
metanol, akuades, diaminobenzidine (DAB), DAKO envision peroxidase (Code
No. K1491) dan bahan perekat preparat (neophren:toluen = 1:9). Selain itu
Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm, Width: 21 cm, Height: 29,7 cm, Different first page
Deleted: ialah
37
digunakan aloksan (Sigma A6313) untuk membuat hewan model diabetes melitus,
sekam, serta bahan-bahan untuk ransum hewan percobaan, yaitu kasein, minyak
jagung, vitamin (Fitkom), mineral mix, dan selulosa.
Alat
Peralatan yang digunakan yaitu: glukometer, HPLC, Soxhlet, Kieljtek
Protein Analyser, rotary evaporator, sonde, freeze dryer, oven, spektrofotometer,
ekstraktor, tanur, pH meter, water bath, grinder, hot plate, centrifuge, dan neraca
analitik, serta alat-alat gelas. Untuk pembuatan produk diperlukan rice cooker,
dandang bertekanan (presto), kompor, panci serta perlengkapan lain untuk uji
organoleptik.
Peralatan untuk analisis histologi antara lain: Tissue embedding console,
bunsen, cetakan, gelas obyek, gelas penutup, kotak preparat, keranjang preparat,
jar, stop watch, mikrotom, mikroskop, pipet Eppendorf, magnetic stirer, mikrotip,
kertas label dan aluminium foil, serta alat-alat gelas. Untuk pemeliharaan hewan
percobaan diperlukan kandang plastik, tempat pakan dan minum tikus percobaan,
serta peralatan untuk pembuatan ransum.
Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam empat tahapan percobaan. Masing-masing
tahapan percobaan, diuraikan sebagai berikut:
Percobaan 1. Penapisan Aktivitas Hipoglikemik danAnalisis Komposisi Kimia
Berbagai Varietas Beras Indonesia
Sepuluh varietas beras terdiri atas 4 varietas lokal (Pandan wangi, Rojolele,
Bengawan solo dan Cenana/ beras merah dari Bali) serta 6 varietas unggul baru,
yaitu 2 varietas beramilosa rendah (Memberamo dan Lusi/ketan), 2 varietas
beramilosa sedang (Celebes dan Ciherang) dan 2 varietas beramilosa tinggi
(Batang Piaman dan Cisokan), diuji aktivitas hipoglikemiknya menggunakan
tikus percobaan. Sampel beras digiling dengan derajat sosoh 90%. Sebagai
pembanding digunakan beras ponni herbal Taj Mahal (beras impor yang
mencantumkan klaim sesuai untuk penderita diabetes).
Formatted: Finnish
Formatted: Finnish
Deleted: pagoda
Deleted: k
Deleted: serta Evaluasi Sifat Fisiko
Deleted: dan Gizi
38
Sebanyak tiga varietas yang memiliki aktivitas hipoglikemik tertinggi dan
beras Taj Mahal sebagai pembanding diuji komposisi kimianya, terutama yang
berkaitan dengan indeks glikemik. Analisis meliputi: komposisi proksimat beras
(air, abu, lemak, protein dan karbohidrat), pati, komposisi amilosa dan
amilopektin, gula total, pati resisten, serat pangan dan daya cerna pati in vitro.
Berdasarkan hasil analisis, ditentukan satu varietas terpilih untuk diproses lebih
lanjut menjadi beras fungsional untuk penderita diabetes melitus.
Uji Aktivitas Hipoglikemik
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas hipoglikemik dari 10
varietas beras Indonesia dan beras Taj Mahal sebagai pembanding, menggunakan
tikus percobaan (n = 6). Tikus putih (Ratus novergicus) strain Sprague-Dawley
jantan dengan berat sekitar 150-200 g, dipuasakan selama satu malam, tetapi tetap
diberi minum secara ad libitum. Keesokan harinya, kadar glukosa tikus diukur
menggunakan glukometer (pengukuran menit ke-0). Selanjutnya tikus diberi
sampel ekstrak pati beras yang akan diuji aktivitas hipoglikemiknya. Pati beras
dilarutkan dalam air dan diberikan secara oral (4.5 g/kg berat badan). Setelah 30
menit, tikus diberi larutan D-glukosa 10% sebanyak 1 ml secara oral. Tiga puluh
menit kemudian, kadar glukosa darah tikus diukur dengan glukometer
(pengukuran menit ke-30). Pengukuran kadar glukosa yang sama dilakukan pada
menit ke-60, 90 dan 120. Hasil pengukuran kadar glukosa seluruh sampel beras
yang diuji dibuat kurva dan dibandingkan aktivitas hipoglikemiknya.
Bentuk sampel uji pada percobaan ini ialah ekstrak pati beras. Sampel pati
beras dipersiapkan dengan cara berikut: beras giling diproses menjadi tepung,
kemudian ditambah air 1:3 (b/v) dan diblender sehingga diperoleh slurry.
Selanjutnya slurry disaring, filtrat diuapkan sebagian airnya menggunakan rotary
evaporator, kemudian dikeringbekukan menggunakan freeze dryer.
Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Tikus Percobaan
Kadar glukosa darah ditentukan dengan metode glucose oxidase biosensor,
menggunakan alat ”One Touch Ultra” (alat monitoring glukosa darah, diproduksi
oleh Lifescan Johnson & Johnson Company, 2002). Darah diambil dari ekor
tikus, dengan cara ekor tikus uji dibersihkan lalu dipijat atau diurut perlahan-
Formatted: Font: Italic
Deleted: Seluruh sampel
Deleted: penelitian
Deleted:
Deleted: sifat fisikokimia dan zat gizinya
Deleted: (disebut: beras X)
Deleted: BI
Deleted: buat
Deleted:
Deleted: vapor
Deleted: menggunakan
Deleted: B
Deleted: I
Deleted: BIl
39
lahan, kemudian bagian ujung ditusuk dengan jarum (lancet). Darah yang keluar
kemudian ditempelkan pada strip glukometer (Soemardji 2004). Kadar glukosa
darah akan terukur dan nampak pada layar glukometer setelah 5 detik, dinyatakan
dalam mg/dl.
Kadar Amilosa (Khush et al. 1986)
Sampel tepung beras (60 mesh) sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml, ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut
disimpan pada suhu kamar selama 24 jam. Sampel kemudian ditambah air
destilata sampai batas 100 ml, dan dikocok sempurna. Larutan pati diambil 8 ml,
dimasukkan ke dalam tabung Autoanalyzer. Larutan segar (fresh working
solution) dipersiapkan dari 1 ml asam asetat 1 N dan 3 ml larutan stok iodine (2
mg iodine dan 200 mg potasium iodine per ml) dilarutkan sampai 100 ml. Sampel
dan standar beras yang telah diketahui kadar amilosanya dianalisis menggunakan
Technicon Autoanalyzer. Hasilnya dinyatakan sebagai persentase kadar amilosa
beras giling, basis kering.
Perhitungan:
Faktor konversi (fk) = Cs/ A608
Cs = Kadar amilosa standar
A608 = Absorban larutan standar pada λ = 608 nm
Kadar amilosa (%) = A608 x fk,
Dimana A608 = Absorbansi sampel pada λ = 608 nm
Kadar Air, metode oven (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 0.2 gram ditimbang dalam wadah yang sudah diketahui
beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 1050C selama 2
jam, setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pengeringan
dilakukan lagi sebanyak 2 x selama 4 jam dan didinginkan lalu ditimbang,
sehingga didapatkan sampel dengan berat yang konstan, selisih berat bahan
sebelum dan sesudah penguapan merupakan jumlah air bahan.
Kadar air = Berat bahan awal-berat bahan akhir x100 % Berat bahan awal
Deleted: Tetesan d
Deleted: diperoleh
Deleted: alat
Deleted: L
Deleted: BI
Deleted: ¶
Deleted: ¶
40
Daya Cerna Pati in vitro (Muchtadi 1989)
Prinsip metoda ini ialah pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase. Kemudian
maltosa yang dihasilkan diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah
direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai
persentase relatif terhadap pati murni.
Prosedur analisis daya cerna pati sbb:
Suspensi tepung (1% dalam air destilata) dipanaskan dalam penangas air
selama 30 menit sampai mencapai suhu 90ºC, kemudian didinginkan, diambil
sebanyak 2 ml larutan tepung, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah
3 ml air destilata dan 5 ml larutan bufer Na-fosfat 0.1 M, pH 7.0. Kemudian
diinkubasikan dalam penangas air 37ºC selama 15 menit. Kedalam larutan
tersebut ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase dan diinkubasikan lagi
pada suhu 37ºC selama 15 menit.
Kedalam tabung reaksi lain ditempatkan 1 ml campuran reaksi. Kemudian
ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat, dan selanjutnya dipanaskan dalam
penangas air 100ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, campuran reaksi
diencerkan dengan menambahkan 10 ml air destilata. Warna oranye-merah
yang terbentuk dari campuran reaksi diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer, panjang gelombang 520 nm.
Kadar maltosa dari campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva
standar maltosa murni yang diperoleh dengan cara mereaksikan larutan
maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti
diatas. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati
murni sebagai berikut:
Kadar maltosa sampel setelah reaksi enzim Daya cerna = --------------------------------------------------------- x 100 Kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzim
Penentuan Kadar Serat Pangan
Penentuan serat pangan larut, serat pangan tidak larut dan serat pangan total
dilakukan menggunakan metoda enzimatik (Asp et al. 1983 diacu dalam
Muchtadi 1992), sebagai berikut:
Deleted: ¶¶
Deleted: .
41
Satu gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kedalamnya
ditambahkan 25ml bufer Natrium Fosfat, dan dibuat menjadi suspensi.
Penambahan bufer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl.
Selanjutnya ditambah 100 μl termamyl, ditutup dan diinkubasi pada suhu
100oC selama 15 menit, sambil sesekali diaduk. Tujuan penambahan termamyl
dan pemanasan ialah untuk memecahkan pati dengan menggelatinisasikan
terlebih dahulu. Setelah dingin, ditambah 20 ml air destilata dan pH-nya diatur
menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selajutnya ditambahkan 100 mg
pepsin. Pengaturan pH hingga 1.5 dimaksudkan untuk mengondisikan agar
aktivitas enzim pepsin maksimum.
Erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada suhu 40oC dan diagitasi
selama 60 menit. Kemudian ditambah 20 ml air destilata dan pH diatur
menjadi 6.8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6.8 ditujukan untuk
memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. Ditambahkan 100 ml enzim
pankreatin. Ditutup dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 60 menit sambil
diagitasi. Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4.5, disaring melalui
crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung
0.5 g celite kering (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2 x 10 ml air
destilata.
Residu (Serat pangan tidak terlarut = IDF)
Hasil diatas dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, lalu
dikeringkan pada suhu 105oC, sampai berat tetap (sekitar 12 jam), dan
ditimbang setelah didinginkan di dalam desikator (D1). Selanjutny diabukan ke
dalam tanur 500oC selama paling sedikit 5 jam, lalu ditimbang setelah
didinginkan dalam desikator (I1).
Filtrat (Serat pangan larut = SDF)
Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, lalu ditambah 400 ml etanol
95% hangat (60oC), diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan
crucible kering (porositas 2) mengandung 0.5 celite kering, dicuci lagi dengan
2 x 10 ml etanol 78 %, dan 2 x 10 ml aseton
Deleted: BI
Deleted: BI
Deleted: BI
42
Penentuan Kadar Pati Resisten
Bahan yang diperlukan: Buffer tris maleat, α-amilase, pancreatic, etanol,
KOH, asam asetat, enzim amiloglukosidase, buffer Na-asetat dan pereaksi untuk
glukosa oksidase. Pelarut : Larutan enzim amilase 50 unit/ml dalam buffer tris
maleat 0.1 M pH (4mμ calcium clorida), Etanol 80%, KOH 4M, Asam asetat 2M,
Amiloglukosidase (200 unit/ml dalam buffer Na-asetat 0.1M, pH 4.5)
Prosedur analisis :
Sampel bebas lemak ditimbang sebanyak 100 mg, ditambah 10 ml larutan
enzim amilase, kemudian dikocok pada suhu 37oC selama 16 jam, ditambah
40 ml etanol dan dibiarkan selama 1 jam. Lalu disentrifuse (400 rpm),
endapan dibilas dengan etanol 80% (2x), dan dikeringkan (60oC),
ditambahkan 1.56 ml H2O kemudian ditambah lagi dengan 1.5 ml KOH 4 M.
Dikocok selama 30 menit pada suhu kamar dan ditambah 12 ml H2O
Campuran diatas diambil 1.5 ml, ditambahkan 0.65 asam asetat 2 M
(mencapai pH 4.5) dan 0.1 ml amiloglukosidase. Kemudian diinkubasikan
selama 90 menit suhu 65oC. Kemudian diambil 2 ml untuk penentuan glukosa
dengan metoda glukosa oksidase.
Penentuan Glukosa Oksidase
Prinsip metode ini ialah glukosa dioksidasi secara enzimatis dengan glukosa
oksidase menghasilkan H2O2. Selanjutnya, H2O2 akan membentuk warna stabil
dengan bantuan enzim peroksidase. Intensitas warna tergantung dari konsentrasi
glukosa.
Reagen yang diperlukan meliputi: Glukosa oksidase 1000 unit/ml,
Horseradish peroxidase, Chromogenico-dianisidine 2 HCl, Buffer asetat pH 5.5
(larutkan 13.608 gr NaOAc.3H2O dan dijadikan 1 liter dengan H2O, ditambahkan
2.7 ml HOAc dan jika perlu diatur dengan NaOAc atau HOAc)
Larutan penguji : Dilarutkan 40 mg chromogen, 40 mg horseradish peroxidase
dan 0.4 ml glukosa oksidase di dalam buffer asetat dan encerkan hingga volume
100 ml dengan buffer serupa. Larutan standar : Glukosa 1 mg/ml (didiamkan
selama satu jam agar terjadi mutarorasi). Persiapan kurva standar dan dilakukan
penentuan glukosa dalam contoh
Formatted: Bullets andNumbering
Deleted: ¶D
Deleted: 16 jam
Deleted: ,
Deleted: BI
Deleted: BI
43
Percobaan 2. Pengembangan Proses Pembuatan Beras Pratanak dan Beras Instan Fungsional
Beras fungsional dalam penelitian ini dibuat dari beras Memberamo, yaitu
varietas beras terpilih pada Percobaan 1, yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau.
Proses pengolahan dalam pembuatan beras fungsional yang dilakukan adalah:
pengolahan beras pratanak (parboiled rice) dan pengolahan beras instan. Untuk
mendapatkan beras fungsional tersebut, maka pada percobaan ini dibagi dalam
tiga tahap yaitu: a) Penentuan kondisi ekstraksi teh hijau, b) Penentuan kondisi
proses pengolahan beras pratanak dan beras instan, dan c) Proses pengolahan
beras pratanak fungsional dan beras instan fungsional
a) Penentuan Kondisi Ekstraksi Teh Hijau
Pada tahap ini dilakukan optimasi ekstraksi teh hijau sehingga didapatkan
kondisi optimum ekstraksi (waktu, suhu dan rasio teh dengan air). Ekstrak teh
hijau dalam bentuk filtrat, dipekatkan menggunakan rotari evaporator, hingga
diperoleh konsentrat. Analisis yang dilakukan meliputi rendemen dan aktivitas
antioksidan.
Optimasi Ekstraksi Teh Hijau
Tujuan dari tahapan ini adalah mendapatkan metode ekstraksi teh hijau yang
optimum. Ekstraksi dilakukan menurut metode Lee dan Widmer (2000) dengan
modifikasi perlakuan suhu, waktu ekstraksi, dan perbandingan antara teh dengan
air (Gambar 6).
Teh hijau kering dihancurkan dengan dish mill, kemudian diayak
menggunakan ayakan goyang ukuran 32 mesh untuk mendapatkan ukuran teh
hijau yang kecil dan seragam. Bubuk teh tersebut kemudian diekstrak dengan cara
dilarutkan dan diaduk dalam air panas suhu 75, 85, dan 950C dengan
perbandingan masing-masing teh dengan air sebesar 10:100, 15:100, dan 20:100
(b/v). Waktu ekstraksi yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20 menit. Teh
yang telah diekstrak tersebut kemudian disaring dengan alat saring vacuum untuk
mendapatkan ekstrak teh murni. Kemudian ekstrak teh murni dianalisis TPT
(total padatan terlarut) dengan metode oven dan refraktometer. Hasil TPT oven
dihitung rendemennya.
44
Analisis rendemen dihitung pada setiap perlakuan suhu (75, 85, dan 950C),
dengan pengaruh kombinasi perlakuan waktu ekstraksi (2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20
menit) dan rasio teh dengan air (10:100, 15:100, dan 20:100 (b/v) untuk
mendapatkan kondisi rasio teh dengan air serta waktu ekstraksi optimal pada
setiap perlakuan suhu. Tiga sampel dengan kombinasi optimal dari setiap
perlakuan suhu tersebut dianalisis rendemen dan aktivitas antioksidannya dengan
metode DPPH, sehingga didapatkan satu kombinasi perlakuan suhu, waktu, dan
rasio teh dengan air yang optimal untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya.
Gambar 6. Diagram alir proses optimasi ekstraksi teh hijau.
Analisis Ekstrak Teh Total Padatan Terlarut (metode oven)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven 1000C selama 15 menit dan
didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang (a gr, untuk cawan alumunium
didinginkan selama 10 menit dan cawan porselin didinginkan selama 20 menit).
Kemudian sampel yang telah dihomogenkan dengan cawan ditimbang dengan
neraca analitik sejumlah kurang lebih 5 gram (x gr) dengan cepat. Cawan beserta
TEH HIJAU
Penggilingan
Ekstraksi : Teh:air = 10:100; 15:100; 20:100 (b/v) t = 2, 4, 6, 8, 10, 15, 20 menit T = 75, 85, 95ºC
EKSTRAK TEH HIJAU
Pengayakan (32 mesh)
Penyaringan
Deleted: BI
45
isinya ditempatkan di dalam oven selama 6 jam. Kontak antar cawan dengan
dinding oven dihindarkan. Cawan dipindahkan ke dalam deksikator untuk
didinginkan, setelah dingin ditimbang kembali (y gr). Kemudian, dikeringkan
kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap. (Apriyantono et al.
1989).
Perhitungan :
TPT (%bk) = y – a / x
a = berat cawan kosong kering (g)
x = berat sampel awal (g)
y = Berat cawan + sampel kering Total Padatan Terlarut ( Refraktometer ABBE)
Prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian diteteskan
sampel di atas prisma pengukuran, lalu ditutup. Alat refraktometer diarahkan ke
cahaya dan dibaca skalanya (% brix).
Rendemen
Besarnya rendemen dihitung berdasarkan persentase berat serbuk ekstrak
kering dibagi berat teh hijau kering yang diekstrak. Serbuk ekstrak kering
diperoleh melalui hasil kali berat ekstrak murni teh dengan TPT oven. Rendemen
ditentukan dengan rumus :
Rendemen = a/b x 100 %
a : serbuk ekstrak kering
(berat ekstrak x TPT oven)
b : berat sampel teh hijau
Pengujian Aktivitas Antioksidan.
Buffer asetat 100 mM 1 ml ( pH 5.5), 1.87 ml etanol dan 0.1 ml radikal
bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) 3 mM dalam metanol dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Kemudian sebanyak 0.03 ml larutan sampel ditambahkan
ke dalam tabung tersebut dan diinkubasi 250C selama 20 menit. Absorbansi yang
dihasilkan dibaca pada 517 nm. Penurunan absorbansi menunjukkan adanya
aktivitas scavenging atau aktivitas antioksidan. Untuk pembuatan kurva standar
46
digunakan Trolox®, sehingga satuannya dinyatakan dalam TEAC (Trolox
Equivalen Antioxidant Capacity). ( Kubo et al. 2002)
Rancangan Percobaan
Pada tahap optimasi proses ekstraksi teh hijau, rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Faktorial menggunakan dua faktor, yaitu rasio teh
dengan air, dan waktu ekstraksi. Faktor rasio teh dengan air terdiri atas tiga taraf,
yaitu: 10:100; 15:100 dan 20:100 b/v. Sedangkan faktor waktu ekstraksi terdiri
atas tujuh taraf, yaitu 2; 4; 6; 8; 10; 15 dan 20 menit.
Model matematik umum yang digunakan adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Rendemen hasil pengamatan dari faktor rasio teh dengan air
level ke-i, faktor waktu ekstraksi level ke-j
µ = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
Ai = Pengaruh faktor rasio teh dengan air level ke-i,
Bj = Pengaruh waktu ekstraksi level ke-j
(AB)ij = Pengaruh interaksi antara rasio teh dengan air dan waktu ekstraksi
εijk = Faktor galat (sisa)
Data diolah menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terjadi
beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan
dengan uji beda Duncan. Rancangan ini dilakukan untuk setiap taraf suhu (75;
85 dan 95ºC).
Untuk menentukan waktu ekstraksi, rasio teh dengan air dan suhu
optimum dilakukan analisis data rendemen dan aktivitas antioksidan
Yij = µ + Ai + εij
Keterangan
Yij = Nilai hasil pengamatan dari faktor A level ke-i, ulangan ke-j
µ = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
Ai = Pengaruh suhu ekstraksi
εijk = Faktor galat (sisa)
Formatted: Justified
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: German(Germany)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0cm
Formatted: Danish
Formatted: Dutch(Netherlands)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: First line: 1,01 cm
Formatted: No underline
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: Not Bold,Swedish (Sweden)
Formatted: No underline
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Spanish(Spain-Modern Sort)
Formatted
Formatted
Formatted ... [2]
... [1]
... [3]
47
Data diolah menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terjadi beda
nyatapada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan
uji beda Duncan.
b) Penentuan Kondisi Proses Pengolahan Beras Pratanak dan Beras Instan
Pada tahap ini dilakukan penentuan cara pembuatan beras pratanak dan
beras instan yang sesuai untuk diaplikasikan dalam pengolahan beras fungsional
un tuk penderita diabetes melitus.
Proses Pembuatan Beras Pratanak
Pembuatan beras pratanak merupakan proses yang unik, karena tahap
pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah (Garibaldi 1972; De
Datta 1981). Oleh sebab itu proses ini dikenal dengan istilah pratanak
(parboiled). Cara pembuatan beras pratanak sangat beragam, namun pada
prinsipnya melalui tiga tahapan proses, yaitu perendaman (steeping) di dalam air,
pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Sebelum proses pratanak
dimulai, bahan yaitu gabah terlebih dahulu dilakukan pembersihan (precleaning).
Beberapa perlakuan yang diaplikasikan untuk mendapatkan proses yang
diinginkan, akan diuraikan dibawah ini.
Pembersihan
Tujuan pembersihan adalah untuk mendapatkan gabah yang bersih
dari kotoran-kotoran yang terdapat dalam gabah seperti jerami, kerikil dan
tanah. Cara yang biasanya dilakukan, yaitu cara pengapungan dengan air,
sehingga gabah hampa dan jerami dapat mengapung di bagian atas
instalasi pembersih. Cara lain menggunakan aspirator untuk memisahkan
kotoran kecil dan ringan, atau menggunakan mesin pembangkit magnit
untuk memisahkan kotoran besar tetapi ringan dan kotoran kecil tetapi
berat.
Menurut Garibaldi (1972), kotoran-kotoran tersebut dapat
mempengaruhi hasil pratanak. Selama perendaman kotoran akan
terdekomposisi, terfermentasi dan meninggalkan suspensi di dalam air
kotor. Air terpolusi ini kemudian terabsorbsi oleh gabah yang
mempengaruhi flavor, bau dan warna bahkan mengurangi mutu pangan.
Formatted: Portuguese(Brazil)
Formatted: Indent: Left: 0,62cm, Hanging: 0,04 cm, Tabs:Not at 2,31 cm
Formatted: Justified
Formatted: Font: Not Italic,Portuguese (Brazil)
Formatted: Font: Not Bold,Not Italic, Portuguese (Brazil)
Formatted: Indent: First line: 0,99 cm
Deleted: ¶
Deleted: BI
Deleted: (precleaning)
Deleted: , dll
Deleted: BI
Deleted: s
48
Pembersihan gabah penting sekali guna mendapatkan kondisi optimum
dan keseragaman hasil. Selain itu, tingkat kemurnian varietas yang tinggi
akan menghasilkan beras pratanak yang bermutu bagus.
Perendaman
Perendaman merupakan tahap pertama di dalam pembuatan beras
pratanak. Perendaman dilakukan pada suhu 60oC, dengan perbandingan
gabah dan air 1:2 dan 1:3 dan dengan lama perendaman 4 jam sehingga
menghasilkan kadar air gabah ± 30 %. Suhu yang terlalu tinggi akan
menghasilkan kadar air gabah lebih dari 30 % dan waktu perendaman
yang terlalu lama menyebabkan terjadinya fermentasi (Garibaldi 1972).
Pengukusan
Pengukusan atau pemasakan dilakukan dengan menggunakan presto
pada tekanan 80 Kpa (= 0.7895 ATM), dan mampu menghasilkan gabah
dengan sekam yang sedikit pecah. Dengan sedikit pecahnya sekam
diharapkan pada proses tersebut ekstrak teh hijau dapat masuk ke dalam
gabah.
Lama pemasakan dalam presto dilakukan dengan berbagai waktu
pemasakan yaitu 10, 15, 20 dan 25 menit untuk mendapatkan gabah yang
cukup tergelatinisasi dengan sekam yang sedikit terbuka (pecah).
Gelatinisasi terjadi apabila suspensi pati dalam air dipanaskan. Perubahan
selama terjadinya gelatinisasi yaitu, mula-mula suspensi pati keruh seperti
susu, kemudian berubah jernih pada suhu tertentu tergantung pada jenis
pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya
diikuti oleh pembengkakan granula.
Pengeringan
Pengeringan terhadap gabah yang telah direndam dan dimasak harus
dilakukan dengan segera untuk menghindarkan pertumbuhan jamur dan
terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam
pengolahan gabah secara pratanak. Pengeringan gabah pratanak ini
menggunakan oven yang dilakukan dalam 2 tahap untuk mendapatkan
kadar air 12-14 %. Pengeringan tahap pertama, pada suhu 100oC hingga
mencapai kadar air 18-20 %.
Deleted: ¶
Deleted: BI
Deleted: h
49
Gambar 7. Diagam alir proses pembuatan beras pratanak (parboiled rice).
Apabila suhu yang digunakan kurang dari 100oC maka akan
menambah waktu pengeringan, dan waktu pengeringan yang terlalu lama
akan menyebabkan gabah terfermentasi. Sedangkan bila suhu pengeringan
lebih dari 100oC, maka penguranga air terlalu cepat sehingga jumlah
gabah retak akan semakin banyak dan beras yang patah akan semakin
banyak saat dilakukan penggilingan. Untuk mencegah retak pada butir
beras selama pengeringan, proses pengeringan dihentikan untuk sementara
waktu apabila kadar air telah mencapai 18-20%, kemudian pengeringan
dimulai lagi. Pengeringan tahap kedua dilakukan secara lambat untuk
mencegah butir beras retak lebih banyak, yaitu pada suhu 60oC hingga
Perendaman: suhu 60oC Air:gabah = 1:2 dan 1:3
Pemasakan: P= 80 kPa t = 10, 15, 20 dan 25 menit
Pengeringan I, T = 100oC t = 35, 45, 55, 60 menit (Ka 18-20%)
Penggilingan
Pengeringan II, T = 60oC t = 25, 30, 35, 40 menit (Ka <12-14%)
Gabah
Beras pratanak
Tempering selama 3 jam suhu kamar
Gabah pratanak
Kadar air 30%?
Tergelatinisasi?
Deleted: Apabila proses pengeringan tahap pertama telah selesai maka diperlukan interval waktu selama 3 jam pada suhu kamar. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan tahap kedua pada suhu 60oC, dengan variasi waktu yaitu 25, 30, 35, dan 40 menit sampai mendapatkan kadar air 12-14%. Pengeringan secara perlahan-lahan bertujuan untuk menghindari terjadinya beras pecah saat penggilingan. Tahap penentuan proses beras pratanak disajikan pada Gambar 7.¶
Deleted: n
50
mencapai kadar air 12-14 %. Pengeringan tahap pertama pada suhu 100oC
dilakukan dalam 4 variasi waktu yaitu: 35, 45, 55, dan 60 menit untuk
mencapai kadar air 18-20%.
Apabila proses pengeringan tahap pertama telah selesai maka
diperlukan interval waktu selama 3 jam pada suhu kamar. Kemudian
dilanjutkan proses pengeringan kedua pada suhu 60oC, dengan variasi
waktu yaitu 25, 30, 35, dan 40 menit sampai mendapatkan kadar air 12-
14%. Pengeringan secara perlahan-lahan bertujuan untuk menghindari
terjadinya beras pecah saat penggilingan. Tahap penentuan proses beras
pratanak disajikan pada Gambar 7.
Proses Pembuatan Beras Instan
Beras instan pada dasarnya sudah mengalami pemasakan awal dan
gelatinisasi sampai tingkat tertentu di dalam air, atau dikukus, atau dilakukan
keduanya. Beras yang dimasak sampai matang atau hampir matang tersebut
kemudian dikeringkan sedemikian rupa hingga biji-biji beras menjadi banyak
berpori dan dalam keadaan struktur yang terbuka. Hasil olahan akhir berupa biji-
biji kering, yang lepas satu sama lain, tanpa menggerombol, dan besar volumenya
1.5-3.0 kali volume beras mentahnya. Air mendidih yang digunakan pada
penyiapan akhir untuk penyajian harus dapat meresap ke dalam biji-biji beras
dengan waktu yang relatif pendek.
Penentuan Kondisi Pengolahan Beras Instan
Secara umum, proses pembuatan beras instan terdiri atas 5 tahap,
yaitu: 1) Pencucian, 2) Perendaman, 3) Pemasakan dengan tekanan, 4)
Pembekuan, dan 5) Pengeringan. Diagram alir proses pembuatan beras
instan dapat dilihat pada Gambar 8.
1) Pencucian
Beras varietas terpilih dari percobaan 1, dilakukan pencucian
untuk menghilangkan pasir, tanah atau kotoran yang lain. Pencucian
dilakukan hingga tidak ada lagi benda kotor terlihat. Pencucian
dilakukan sebanyak 3 kali.
Formatted: Portuguese(Brazil)
Formatted: Portuguese(Brazil)
Formatted: Line spacing: single
51
2) Perendaman
Proses perendaman dilakukan dalam tiga suhu yang berbeda,
yaitu: 30, 40 dan 50oC, masing-masing selama 2 jam. Tahapan
perendaman dilakukan untuk mendapatkan kadar air yang sesuai
dengan persyaratan kadar air akhir setelah perendaman. Kadar air
akhir yang diinginkan dalam proses perendaman yaitu 40%.
Perbandingan air perendaman dan beras adalah 1:1, atau untuk setiap
100 g beras, digunakan air perendaman sebanyak 100 ml.
3) Pemasakan dengan Tekanan
Penentuan metode pemasakan dengan tekanan dilakukan dalam
satu faktor yaitu waktu pemasakan. Pada perbandingan air dengan
beras adalah 1:1 atau untuk 100 gram beras maka air pemasakan 100
ml. Pemasakan pada beras instan dilakukan dengan presto yang
bekerja pada tekanan 80 Kpa. Penentuan waktu pemasakan dilakukan
dengan tiga taraf yaitu 5, 10, dan 15 menit.
Tujuan perlakuan ini untuk mendapatkan nasi yang matang dan
telah tergelatinisasi sempurna. Penentuan tingkat kematangan nasi
mengikuti metode IRRI (1986). Kriteria mutu nasi yang telah matang
yaitu pada nasi sudah tidak ada lagi bintik putih seperti tepung, tetapi
telah berubah menjadi bening atau transparan.
4) Pembekuan
Proses pembekuan dilakukan secara cepat dan tidak boleh
ditunda hingga nasi dingin. Perlakuan pembekuan pada beras instan
dilakukan selama 24 jam pada suhu -4oC. Setelah tahap pembekuan,
kemudian dilakukan proses thawing. Proses thawing dilakukan dengan
suhu 50oC selama 5 menit, hal ini dilakukan agar beras instan tidak
menggumpal.
5) Pengeringan
Pengeringan dilakukan pada suhu 60oC selama 4 jam hingga
bahan menjadi kering dan berbentuk seperti kristal bening dan keras.
52
Uji k.a. 40%
Uji mutu tanak Gambar 8. Diagram alir pembuatan beras instan.
c) Pengolahan Beras Pratanak Fungsional dan Beras Instan Fungsional
Tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak teh hijau
optimum yang mempunyai aktivitas hipoglikemik terbaik dari masing-masing
cara pengolahan beras fungsional. Beras fungsional antidiabetes diproses dari
beras Memberamo yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau [hasil tahap a)].
Pengolahan Beras Memberamo Pratanak Fungsional
Penentuan Konsentrasi Penggunaan Ekstrak Teh Hijau
Penentuan konsentrasi ekstrak teh hijau dilakukan dalam dua taraf,
yaitu 7 dan 14%.
Beras X
Pencucian
Perendaman Beras:air = 1:1; t = 2jam T: A1 = 30 oC A2 = 40 oC; A3 = 50 oC
Permasakan bertekanan P = 80 kPa; Beras: air = 1:1 t: 5 ; 10,15 menit
Pembekuan t = 24 jam; T = -4 oC
Thawing t = 5 mnt; T = 50 oC
Pengeringan t = 4 jam; T = 60 oC
Beras Instan
Deleted: 3) Pemasakan dengan tekanan¶Penentuan metode pemasakan dengan tekanan dilakukan dalam satu faktor yaitu waktu pemasakan. Pada perbandingan air dengan beras adalah 1:1 atau untuk 100 gram beras maka air pemasakan 100 ml. Pemasakan pada beras instan dilakukan dengan presto yang bekerja pada tekanan 80 Kpa. Penentuan waktu pemasakan dilakukan dengan tiga taraf yaitu 5, 10, dan 15 menit. Tujuan perlakuan ini untuk mendapatkan nasi yang matang dan telah tergelatinisasi sempurna. Penentuan tingkat kematangan nasi mengikuti metode IRRI (1986). Kriteria mutu nasi yang telah matang yaitu pada nasi sudah tidak ada lagi lapisan putih seperti tepung, tetapi telah berubah menjadi bening atau transparan.¶
53
Pembuatan Beras Pratanak Fungsional
Gambar 9. Diagam alir proses pembuatan beras pratanak fungsional dengan ekstrak teh hijau.
Pada konsentrasi tersebut diharapkan mampu mendapatkan kadar total
fenol dalam beras pratanak sebesar 1%. Penambahan ekstrak teh hijau
dalam pembuatan beras pratanak fungsional dilakukan dalam dua tahap,
yaitu tahap perendaman dan tahap pemasakan.
Diagam alir proses pembuatan beras pratanak fungsional dengan
ekstrak teh hijau dapat dilihat pada Gambar 9. Proses pembuatan beras
pratanak dengan penambahan ekstrak polifenol teh hijau dilakukan dengan
cara pembersihan, perendaman selama 4 jam pada suhu 60oC, pemasakan
Perendaman T=60oC, t=4 jam Ekstrak teh hijau 7 dan 14%
Pemasakan P=80 kPa, t=20 menit Ekstrak teh hijau 7 dan 14%
Pengeringan I, T= 100oC, t=60 menit (k.a. 18-20%)
Penggilingan, 2 kali sosoh
Pengeringan II, T=60oC t=25 mnt (k.a. <12-14%)
Gabah Memberamo
Beras Memberamo pratanak fungsional
Gabah pratanak
Tempering pada suhu kamar selama 3 jam
Formatted: Justified, Indent:Left: 1 cm, First line: 0,98 cm,Line spacing: 1.5 lines
Deleted: Proses pembuatan beras pratanak dengan penambahan ekstrak polifenol teh hijau dilakukan dengan cara pembersihan, perendaman selama 4 jam pada suhu 60oC, pemasakan dengan menggunakan presto pada 80 Kpa selama 20 menit, serta pengeringan tahap I pada suhu 100oC selama 60 menit dan pengeringan tahap II pada suhu 60oC selama 25 menit.
54
dengan menggunakan presto pada 80 kPa (0.7895 STM) selama 20 menit,
serta pengeringan tahap I pada suhu 100oC selama 60 menit dan
pengeringan tahap II pada suhu 60oC selama 25 menit.
Rancangan Percobaan
Pada tahap percobaan proses pembuatan beras pratanak dengan penambahan
ekstrak teh hijau ini, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Faktorial menggunakan dua faktor, yaitu proses pembuatan beras pratanak dan
konsentrasi ekstrak teh. Faktor proses pembuatan beras pratanak fungsional,
terdiri atas dua taraf yaitu perendaman dan pemasakan. Sedangkan faktor
konsentrasi ekstrak teh hijau menggunakan dua taraf, yaitu 7 dan 14%.
Faktor A = Perendaman taraf 7% (A1) dan 14% (A2)
Faktor B = Pemasakan taraf 7% (B1) dan 14% (B2)
Model matematik umum yang digunakan adalah :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B)
µ = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
αi = Pengaruh perlakuan pada beras taraf ke-I dari faktor A
βj = Pengaruh konsentrasi ke-j dari faktor B
(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
εijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij.
Jika F hitung menunjukkan perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji
beda Duncan.
Pengolahan Beras Memberamo Instan Fungsional
Pembuatan Beras Instan Polifenol Ekstrak Teh
Pembuatan beras instan dengan penambahan ekstrak teh hijau
dilakukan pada dua tahapan inti yaitu: perendaman (Steeping) dan
Deleted: ¶Pembuatan beras pratanak fungsional dilakukan dengan penambahan ekstrak teh hijau pada 2 tahap dengan konsentrasi yang berbeda yaitu pada tahap perendaman dan pemasakan, masing-masing menggunakan 2 taraf konsentrasi yaitu 7 dan 14%. Analisis yang dilakukan terhadap beras pratanak fungsional tersebut meliputi uji organoleptik pada beras pratanak (warna dan tekstur) serta nasi pratanak (warna, rasa dan tekstur), serta analisis komposisi kimia meliputi kadar air, abu, amilosa, pati, total fenol, dan serat pangan (serat larut dan serat tidak larut air). ¶¶
55
pemasakan dengan tekanan (Pressure cooking). Penambahan ekstrak teh
hijau ini dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik penyerapan polifenol
dalam beras instan.
Gambar 10. Diagram alir pembuatan beras instan fungsional
Perlakuan penambahan ekstrak teh hijau pada beras instan adalah
sebagai berikut : pada saat perendaman, digunakan dua konsentrasi ekstrak
teh hijau, yaitu: C1 = 2% dan C2 = 4%, serta pada saat pemasakan juga
digunakan dua konsentrasi, yaitu D1 = 2% dan D2 = 4%. Diagram alir
proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 10.
Pengolahan Beras Memberamo Fungsional
Beras Memberamo fungsional (BMF) tidak termasuk perlakuan, tetapi
sebagai pembanding. BMF dibuat dengan merendam beras dalam ekstrak
Beras Memberamo
Pencucian
Perendaman T = 50 oC, t = 2 jam Beras : ekstrak teh 2 dan 4% = 1 : 1
Permasakan T= 10 mnt; P = 80 Kpa Beras: ekstrak teh 2 dan 4% = 1:1
Pembekuan t = 24 jam; T = -4 oC
Thawing t = 5 menit; T = 50 oC
Pengeringan t = 4 jam; T = 60 oC
Beras Memberamo Instan Fungsional
Deleted: ¶
56
teh hijau 4% (T = 50ºC, t = 2 jam, perbandingan ekstrak teh hijau dengan
beras = 1 ; 1), kemudian dikeringkan hingga kadar air 12 %.
Gambar 11. Diagram alir pembuatan beras Memberamo fungsional
Analisis Komposisi Kimia
Analisis komposisi kimia yang dilakukan terhadap beras Memberamo
instan fungsional meliputi: kadar air, abu, total fenol bebas, daya cerna pati.
Uji Aktivitas Hipoglikemik
Tikus putih (Ratus novergicus) strain Sprague-Dawley jantan dengan berat
badan 150 – 200 g dipuasakan selama satu malam, tetapi tetap diberi minum
secara ad libitum (n = 6). Keesokan harinya, kadar glukosa tikus percobaan
diukur menggunakan glukometer (kadar glukosa darah puasa), dilanjutkan
pemberian ekstrak pati beras pratanak fungsional atau beras instan fungsional
yang akan diuji aktivitas hipoglikemiknya. Sampel dibuat tepung lalu dilarutkan
dalam air, dan diberikan secara oral (4.5g/kg berat badan tikus). Setelah 30 menit,
tikus percobaan diberi 1 ml larutan D-glukosa 10% secara oral. Tiga puluh menit
Beras Memberamo
Pencucian
Perendaman Beras : ekstrak teh 4 % = 1 : 1
T = 50 oC, t = 2 jam
Penirisan
Beras Memberamo Fungsional
Pengeringan t = 4 jam; T = 60 oC
Formatted: Italian (Italy)
Deleted: ¶
Deleted: dan Gizi
Deleted: mutu kimia dan gizi
Deleted: -
Deleted: . Se
Deleted: nya tikus percobaan
Deleted: di
Deleted: sampel
57
kemudian, kadar glukosa darah tikus percobaan diukur menggunakan glukometer
(pengukuran menit ke-30). Pengukuran kadar glukosa yang sama dilakukan pada
menit ke-60, 90, dan 120. Hasil pengukuran kadar glukosa seluruh sampel beras
fungsional yang diuji dibuat kurva dan dibandingkan pengaruh aktivitas
hipoglikemiknya. Pada masing-masing cara pengolahan diambil satu perlakuan
terpilih untuk penelitian selanjutnya.
Percobaan 3. Evaluasi Daya Hipoglikemik Beras Fungsional dan Analisis Histologi Jaringan Pankreas
Beras fungsional dari varietas terpilih (Memberamo) diuji daya
hipoglikemiknya menggunakan tikus percobaan sebagai hewan model DM. Empat
macam beras yang diuji yaitu: beras Memberamo instan fungsional (BMIF) dan
beras Memberamo pratanak fungsional (BMPF), serta beras Memberamo
fungsional (BMF) dan beras Taj Mahal (BTM). BMF bukan perlakuan dalam
penelitian ini, namun digunakan sebagai pembanding apakah terdapat perbedaan
daya hipoglikemik dengan beras Memberamo yang diproses pratanak dan instan.
BMF dibuat dengan cara merendam beras Memberamo di dalam ekstrak teh hijau
dengan konsentrasi 4 % (sesuai dengan perendaman beras instan) lalu dikeringkan
hingga kadar air 12-14 %. Kontrol yang digunakan ialah beras Memberamo (tanpa
perlakuan ekstrak teh hijau). Lama perlakuan adalah 36 hari. Pengamatan
dilakukan terhadap konsumsi ransum per hari, peningkatan berat badan setiap 3
hari, dan kadar glukosa darah diukur setiap 3 hari menggunakan ”One Touch
Ultra” glukometer. Pada akhir percobaan dilakukan pengamatan : morfologi
jaringan pankreas dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan sel-β pankreas
dengan pewarnaan imunohistokimia
Uji Daya Hipoglikemik
Tikus normal dan model yang digunakan dalam penelitian ini ialah tikus
putih strain Sprague Dawley berumur sekitar 60 hari, berat badan rata-rata 150-
200 gram. Tikus model dikondisikan menjadi diabetes (DM) melalui penyuntikan
dengan aloksan, dosis 110 mg/kg BB (Kesenja 2005). Aloksan akan merusak sel-
β pankreas sehingga tikus tidak mampu menghasilkan insulin. Kondisi tersebut
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Formatted
Deleted: dengan
Deleted: s X
Deleted: perlakuan
Deleted:
Deleted: pada hewan model
Deleted:
Deleted: X
Deleted: ,
Deleted: X
Deleted: (hasil terpilih dari
Deleted: . Sebagai
Deleted: pembanding adalah
Deleted: X
Deleted: adalah beras X
Deleted: yang di
Deleted: terpilih
Deleted: , lalu
Deleted: Sebagai k
Deleted: positif
Deleted: X
Deleted: non-fungsional
Deleted: Kontrol negatif, yaitu
Deleted: ,
... [6]
... [10]
... [11]
... [18]
... [21]
... [19]
... [12]
... [22]
... [5]
... [7]
... [8]
... [24]
... [9]
... [13]
... [17]
... [20]
... [14]
... [26]
... [15]
... [4]
... [25]
... [27]
... [16]
... [23]
... [28]
58
menyebabkan timbulnya DM. Tikus dikatakan DM jika kadar glukosa darah
sesaat di atas 200 mg/dL.
Masing-masing tikus yang akan digunakan dalam penelitian, ditimbang dan
dicatat berat badannya. Kemudian, sebanyak 30 ekor tikus DM dibagi dalam lima
kelompok, ditambah satu kelompok tikus normal (enam ekor tikus per kelompok).
Jadi dalam percobaan ini terdapat enam kelompok tikus percobaan sebagai
berikut:
1. Kelompok KN (kontrol negatif): tikus normal diberi ransum standar,
sumber pati dari beras Memberamo (BM)
2. Kelompok KP (kontrol positif): tikus DM diberi ransum standar, sumber
pati beras Memberamo (BM)
3. Kelompok BMIF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras
Memberamo instan fungsional.
4. Kelompok BMPF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras
Memberamo pratanak fungsional.
5. Kelompok BMF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras
Memberamo fungsional.
6. Kelompok BTM : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras Taj
Mahal
Seluruh tikus percobaan dalam setiap kelompok diberi perlakuan selama 36
hari. Selama perlakuan berlangsung, berat badan tikus ditimbang per tiga hari,
pengukuran konsumsi ransum per hari, dan pengukuran kadar glukosa darah per
3 hari. Pada akhir percobaan dilakukan pembedahan dan pengambilan organ tikus
untuk pengamatan histologi jaringan pankreas.
Pembuatan Ransum Standar dan Ransum Perlakuan
Pembuatan ransum tikus percobaan mengikuti metode AOAC (1995).
Pemberian ransum dilakukan setiap hari sebanyak 20 g/ekor, dengan komposisi
ransum sebagai berikut:
Protein (a) = . 1.6 x 100 . Kadar N Kasein
Lemak (b) = [ 8 – (a) x Kadar Lemak ] 100
Formatted: Line spacing: single
Deleted: atau
Deleted: ,
Deleted: (beras X non perlakuan)
Deleted: atau
Deleted: ,
Deleted: (beras X non perlakuan)
Deleted: X
Deleted: X
Deleted: X
Deleted: akan
59
Mineral (c) = [ 5 – (a) x Kadar Abu ]
100 Air (d) = [ 5 – (a) x Kadar Air ] 100 Serat (e) = [ 1 – (a) x Kadar Serat ] 100 Vitamin (f) = 1 %
Pati = 100 – (a + b + c + d + e + f )
Sumber protein yang digunakan ialah kasein, dan sebagai sumber lemak
ialah minyak jagung. Mineral yang digunakan merupakan mineral mix yang terdiri
atas KI 0.79 g, NaCl 139.30 g, KH2PO4 389.00 g, MgSO4 anhidrat 53.70 g,
CaCO3 381.40 g, FeSO4.7H2O 27.00 g, MnSO4.2H2O 4.01 g, ZnSO4.7H2O 0.55
g, CuSO4.5 H2O 0.48 g, dan CoCl2.6 H2O 0.02 g (Muchtadi 1989). Air yang
digunakan adalah akuades, sebagai sumber serat adalah selulosa dan vitamin
merupakan vitamin mix. Pati yang digunakan ialah tepung beras dari masing-
masing perlakuan seperti yang telah disebutkan sebelumnya (BM, BMPF, BMPF,
BMF dan BTM).
Pengukuran Jumlah Konsumsi Ransum
Jumlah ransum yang dikonsumsi diukur setiap hari selama masa perlakuan
(36 hari). Konsumsi ransum ditentukan dengan cara mengumpulkan dan
menimbang ransum sisa yang ada di dalam wadah makanan maupun yang
tercecer. Ransum yang tercecer diayak terlebih dahulu untuk memisahkan dari
sekam yang tercampur. Ransum sisa selanjutnya ditimbang dan dinyatakan dalam
satuan gram. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi jumlah
ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang.
Pengukuran Berat Badan
Berat badan tikus selama masa perlakuan diukur setiap tiga hari, dengan
tujuan untuk memonitor tingkat pertambahan atau penurunan berat badan tikus
percobaan. Pengukuran berat badan tikus dilakukan menggunakan timbangan dan
dinyatakan dalam satuan gram.
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single
Deleted: Untuk p
Deleted: ter
Deleted: diatas
Deleted: ¶
Deleted: ¶
Deleted: ¶
Deleted:
60
Analisis Histologi Jaringan Pankreas
Analisis histologi jaringan pankreas bertujuan untuk mengamati terjadinya
kerusakan pada pankreas tikus setelah diberi ransum ekstrak beras fungsional,
yaitu beras yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau. Analisis dilakukan pada akhir
masa perlakuan, dengan cara membedah tikus dan mengambil organ pankreasnya.
Analisis ini terdiri atas delapan tahapan, yaitu pengambilan sampel (sampling),
fixasi (pengawetan), dehidrasi, penjernihan (clearing), infiltrasi parafin,
pencetakan (embedding), pemotongan (sectioning) dan pewarnaan (staining)
Hematoxylin-Eosin dan imunohistokimia terhadap sel β, serta pengamatan
jaringan pankreas.
Sampling. Tikus yang akan dibedah, dipingsankan terlebih dahulu dengan
cara dislocatio cervicalis. Setelah tikus pingsan, dilakukan pembedahan dan
pengambilan organ pankreas. Kemudian organ pankreas dicuci dalam larutan
fisiologis (NaCl 0.9%) dan dimasukkan ke dalam larutan pengawet.
Fiksasi (Pengawetan) dan Stopping Point. Pengawetan dilakukan dalam
larutan Bouin yang dipersiapkan pada hari pembedahan. Larutan fiksatif (Bouin)
dibuat dengan cara mencampurkan asam pikrat jenuh : formalin p.a. : asam asetat
glasial, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Proses pengawetan (perendaman di dalam
larutan fiksatif) dilakukan selama 24 jam. Kemudian pankreas dipindahkan ke
dalam larutan alkohol 70%. Perendaman di dalam larutan ini berfungsi sebagai
stopping point, berarti proses pengawetan dihentikan, dan organ pankreas dapat
disimpan di dalam larutan ini sampai tahapan berikutnya dilakukan.
Dehidrasi. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik air dari
jaringan secara perlahan-lahan. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan
alkohol bertingkat. Sebelum dilakukan dehidrasi, pankreas dipotong
menggunakan silet secara melintang menjadi bagian kecil-kecil dengan ukuran
0.5-1.0 cm3. Potongan-potongan tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue
cassete. Proses penarikan air dilakukan dengan cara merendam tissue cassete
berisi sampel ke dalam alkohol bertingkat, yaitu 24 jam di dalam alkohol 80%, 24
jam di dalam alkohol 90%, dan 12-24 jam di dalam alkohol 95%, dilanjutkan
61
dengan perendaman 1 jam di dalam alkohol absolut I, 1 jam di dalam alkohol
absolut II, dan 1 jam di dalam alkohol absolut III.
Clearing. Tahapan ini bertujuan untuk menjernihkan dan menghilangkan
sisa larutan alkohol yang tersisa dalam jaringan. Penjernihan dilakukan dengan
cara memindahkan tissue cassete berisi sampel dari alkohol absolut III ke dalam
xylol I selama 1 jam (pada suhu kamar), lalu perendaman dilanjutkan ke dalam
xylol II (pada suhu kamar) selama 1 jam dan xylol III selama 30 menit pada suhu
kamar dan 30 menit pada oven bersuhu ± 60oC.
Infiltrasi Parafin. Tahapan ini dilakukan untuk memudahkan pemotongan
jaringan. Parafin dapat larut di dalam xylol, sehingga dalam proses ini diharapkan
xylol yang telah masuk ke seluruh bagian organ, dapat digantikan oleh parafin.
Dengan demikian, jaringan mudah dipotong. Setelah tahapan penjernihan selesai
(jaringan berada dalam xylol III, oven suhu 60oC), potongan jaringan dikeluarkan
dari tissue cassete, lalu dimasukkan ke dalam parafin cair I, II, dan III berturut-
turut selama 1 jam. Infiltrasi parafin dilakukan di dalam oven suhu 60oC.
Selanjutnya sampel dicetak dalam parafin.
Embedding. Pencetakan potongan jaringan pankreas dalam parafin
(embedding), dilakukan dengan bantuan Tissue Embedding Console. Parafin cair
dituangkan pada cetakan yang telah diberi gliserin dan potongan-potongan
pankreas diletakkan di dalam parafin. Posisi potongan pankreas diletakkan
sedemikian rupa sehingga bagian potongan yang rata dan lebar berada di dasar.
Parafin didinginkan sampai membeku, lalu dilepaskan dari cetakan. Bagian
parafin yang memuat potongan pankreas dipotong menjadi bentuk segi empat,
kemudian ditempelkan pada balok kayu. Sampel diatas balok kayu ini disimpan
di dalam refrigerator minimal 1 jam sebelum dipotong menggunakan mikrotom.
Hal ini dilakukan agar dihasilkan pita jaringan yang baik.
Sectioning. Pemotongan dilakukan menggunakan mikrotom, agar
dihasilkan pita jaringan dengan ketebalan sekitar 5 μm. Sebelum pemotongan
jaringan dengan ketebalan 5 μm, terlebih dahulu dilakukan trimming parafin
dengan ketebalan sekitar 10 μm hingga diperoleh pita jaringan yang baik. Jika
62
telah diperoleh pita yang baik, hasil sayatan di apungkan diatas aquades dingin.
Sayatan yang bagus diambil dan dibentangkan diatas akuades hangat (45oC), lalu
ditempelkan pada gelas objek, dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 37ºC.
Sampel siap untuk diwarnai.
Staining (HE dan Imunohistokimia terhadap Sel β). Dua macam
pewarnaan dilakukan dalam tahapan ini yaitu pewarnaan HE dan pewarnaan
dengan metode imunohistokimia. Pewarnaan HE dilakukan untuk pengamatan
terhadap struktur umum jaringan. Tahapan pewarnaan dimulai dengan
deparafinisasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan xylol III, II dan I,
dengan maksud untuk melarutkan parafin dari jaringan. Tahap berikutnya ialah
rehidrasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan alkohol (alkohol
absolut III, II, dan I, alkohol 100, 95, 90, 80 dan 70%). Kemudian sediaan
disiram dengan air mengalir (running water), dan dimasukkan ke dalam aquades.
Sediaan kemudian diwarnai dengan pewarna hematoxylin dan kembali disiram
dengan air kran mengalir untuk menguatkan warna hematoxylin, dilanjutkan
dengan memasukkan ke dalam aquades. Sediaan kemudian diberi pewarna Eosin,
selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam
serial larutan alkohol 70, 80, 90, dan 95 %, alkohol absolut I, II dan III.
Penjernihan atau Clearing dengan xylol I (carboxylol), xylol II dan xylol III.
Tahap akhir dari pewarnaan ini ialah mounting, yaitu penempelan gelas penutup
pada sediaan dengan perekat entelan. Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati
dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan luas pulau Langerhans.
Pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian ini bertujuan untuk
mendeteksi sel-β pankreas, yaitu sel penghasil insulin. Tahapan analisis juga
dimulai dengan deparafinisasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan
xylol III, II dan I, dengan maksud untuk melarutkan parafin dari jaringan. Tahap
berikutnya ialah rehidrasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan
alkohol (alkohol absolut III, II, dan I, alkohol 100, 95, 90, 80 dan 70%). Sediaan
lalu direndam dalam air bebas ion (deionized water) selama 5-10 menit, direndam
H2O2 dalam metanol (1:100), selama 15 menit. Sediaan direndam dalam air bebas
ion dan PBS, masing-masing selama 2 x 10 menit. Sediaan lalu diletakkan pada
Deleted: nya peradangan, degradasi sel,
63
kotak sediaan dan ditetesi dengan serum normal 10% dalam PBS (50-60
μl/sediaan), diinkubasi pada suhu 37oC, 30-60 menit. Sediaan dicuci dengan PBS
3 x 5 menit, lalu ditetesi antibodi primer/monoklonal terhadap insulin (Sigma
I2018) dalam PBS (1:1000) sebanyak 50-60 μl/sediaan, inkubasi dalam
refrigerator semalam, lalu dicuci dengan PBS 3 x 10 menit. Sediaan kemudian
ditetesi dengan antibodi sekunder DAKO envision peroxidase (Code No. K1491)
yang telah diencerkan dengan PBS (DAKO : PBS = 3:1), sebanyak 50-60
μl/sediaan, lalu diinkubasi pada ruangan gelap suhu 37oC, 30-60 menit. Sediaan
dicuci dengan PBS 3 x 5 menit, lalu ditetesi DAB (diaminobenzidine) sebanyak
50-60 μl/sediaan dalam tris buffer dan H2O2 . DAB dibiarkan bereaksi pada ruang
gelap selama 25 menit, dan hasilnya dicek dibawah mikroskop. Pewarnaan
dilanjutkan dengan counterstain menggunakan hematoxylin. Kemudian sediaan
dicuci dengan air bebas ion dan didehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol
70,80, 90, dan 95%, lalu alkohol absolut I, II, dan III). Penjernihan dengan xylol
I, xylol II dan xylol III. Tahap akhir dari pewarnaan ini ialah mounting, yaitu
penempelan gelas penutup pada sediaan dengan perekat entelan. Reaksi positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna coklat pada sel yang mengandung
insulin. Sel positif terhadap pewarnaan ini ialah sel-β
Pengamatan dan Pemotretan. Sediaan yang telah diwarnai dengan metode
HE maupun imunohistokimia kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya, yang
telah dilengkapi dengan kamera. Pengamatan pada sediaan yang diberi pewarnaan
HE meliputi pengamatan pulau Langerhans secara deskriptif, penghitungan
jumlah pulau Langerhans per lapang pandang dengan pembesaran 20X. Untuk
sediaan yang diwarnai dengan metode imunohistokimia dilakukan penghitungan
jumlah sel-β per 15 pulau Langerhans per sediaan dengan pembesaran 20X
Percobaan 4. Penentuan Indeks Glikemik Beras
Pada tahap ini akan ditentukan indeks glikemik dari lima sampel uji, yaitu
beras Memberamo, beras Memberamo instan fungsional (BMIF), beras
Memberamo pratanak fungsional (BMPF), serta beras Memberamo fungsional
(BMF), dan beras Taj Mahal (BTM) sebagai pembanding. Hasil yang diperoleh
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Deleted: air bebas ion (1 ml air bebas ion ditambah 1 tetes reagen 1, 1 tetes reagen 2, 1 tetes reagen 3). DAB
Deleted: BI
Deleted: 10-20
Deleted: 10
64
diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa sumber karbohidrat yang sama,
dapat mempunyai indeks glikemik yang berbeda apabila diolah dan diberi
perlakuan yang berbeda.
Penentuan Indeks Glikemik (Miller et al. 1996)
Setiap porsi nasi yang akan ditentukan IG nya (mengandung 50g
karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali
air) selama semalam (sekitar pk 20.00 sampai pk 08.00 besoknya). Relawan yang
digunakan ialah individu normal, tidak menderita diabetes, sebanyak 10 orang.
Selama dua jam pasca konsumsi pangan uji, sampel darah sebanyak 50 μL
(finger-prick cappillary blood samples method) diambil setiap 30 menit untuk
diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, ke-60, ke-90
dan ke-120). Selang 3 hari, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g
glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada relawan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi efek keragaman glukosa darah dari hari ke hari.
Kadar glukosa darah (pada waktu setiap pengambilan sampel) di plot pada
dua sumbu, yaitu sumbu waktu ( X ) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). Indeks
Glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah kurva antara
pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan dikalikan 100.
Analisis Data
Analysis of variance. Analysis of variance (ANOVA) dilakukan dengan
menggunakan program SPSS untuk menganalisis perbedaan pada parameter
fisiko kimia dan gizi. Tingkat signifikansinya dinyatakan dalam α = 5 %. Pada
penapisan aktivitas hipoglikemik, rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap. Sedangkan pada pembuatan beras fungsional rancangan
percobaan yang digunakan ialah rancangan acak faktorial, dengan dua perlakuan,
masing-masing dengan dua kali ulangan.
Deleted: ¶
Deleted: nova
Page 46: [1] Formatted SriWidowati 2/6/2007 1:49:00 PM
Spanish (Spain-Modern Sort)
Page 46: [2] Formatted SriWidowati 2/6/2007 1:49:00 PM
Spanish (Spain-Modern Sort)
Page 46: [3] Formatted SriWidowati 2/6/2007 1:49:00 PM
Spanish (Spain-Modern Sort)
Page 57: [4] Formatted SriWidowati 2/6/2007 12:58:00 PM
Italian (Italy)
Page 57: [5] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [6] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [7] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [8] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [9] Deleted SriWidowati 2/23/2007 11:30:00 PM
pada hewan model (tikus diabetes)
Page 57: [10] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [11] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [12] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [13] Deleted SriWidowati 2/23/2007 11:23:00 PM
(hasil terpilih dari percobaan 4)
Page 57: [14] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:19:00 PM
Finnish
Page 57: [15] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:21:00 PM
Finnish
Page 57: [16] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:33:00 PM
Finnish
Page 57: [17] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [18] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [19] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:34:00 PM
Finnish
Page 57: [20] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [21] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [22] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [23] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [24] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:24:00 PM
Finnish
Page 57: [25] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:40:00 PM
Finnish
Page 57: [26] Formatted SriWidowati 2/23/2007 11:40:00 PM
Finnish
Page 57: [27] Deleted SriWidowati 2/23/2007 11:43:00 PM
Kontrol negatif, yaitu beras X non-fungsional yang diaplikasikan pada tikus
normal.
Page 57: [28] Formatted SriWidowati 2/6/2007 2:09:00 PM
Line spacing: single