Click here to load reader
Upload
zaky-mujayin
View
10
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bahan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan
tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan
ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan,
dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah
kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati
kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak
ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya
dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa
adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan
ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu
berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya
selalu.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan
bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang
wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar
dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara
keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala
yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang
siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah
kebaikan di atas kebaikan
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita
yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah
itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang
insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan
tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang
(lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu taqwa?
2. Bagaimana ruang lingkup taqwa?
3. Bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?
C. Tujuan Penulisan
1. Ingin mengetahui apa itu taqwa?
2. Ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup taqwa?
3. Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Kedudukan dan RuangLingkup Taqwa
1. Pengertian dan Kedudukan Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara
bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal
yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa
adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan
mengerjakanperintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut
terjerumus ke dalam perbuatan dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan
melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan
bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang
wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar
dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara
keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala
yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang
siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah
kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita
yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah
itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang
insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan
tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang
(lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
2. Ruang lingkup Taqwa
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia
4. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan
dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat
sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya
konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai
dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan
shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita,
melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian
diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari
ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari
takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah
tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan
merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah
menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam
surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu,
menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan
ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagaihamba Allah sudah sepatutnya kita
bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima
segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa
yang telah dilakukan.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan
sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati
nuraninya dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad
SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang
amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan
hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak
dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya
menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53
yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku.
Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar
mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri
dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja
yang datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam
menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut
terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan
baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan
segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat
manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur
atas apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari
seemua perbuatan yang telah ditentukan.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia
dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara.
Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut
sebagai makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka
saling membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum
tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari
jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya
dimata allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang
paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama
manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain
dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan
norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan
untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan
pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan
menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala
bentuk kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian,
malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak
yatim, oaring miskin, musafir(yangmemerlukan pertolongan), dan orang-orangyang
meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat
danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji
dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Merekaitulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa.
(Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar
keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah.
Selanjutnya Allan menggambarkan hubungankemanusiaan, yaitu mengeluarkan
harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan
jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia
dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi
juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat
Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang
dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia
yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek
yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya.
Sebagaipenggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan
hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan
segala petensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah
dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia
untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga
dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu,
manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga
lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup
dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk
kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan
sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga
memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan
sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dariketaqwaan. Mereka
mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan
itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia.
Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia
mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat
merugikan manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus
disyukuri dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan
sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara
dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allahdengan cara ini akan menambah
kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang
tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan.
Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa
batas karena kerusakan manusia.
B. Ciri- ciri Orang Bertaqwa
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS.7:96)
Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
A. Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang
yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
1. Beriman pada yang ghaib
2. Mendirikan salat
3. Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
4. Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum
mu.
5. Yakin kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan
yang taqwa, Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya
juga sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda,
waktu dan tempat yang berbeda-beda.
B. Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :
1. Beriman kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-
nabi
2. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang
miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.
3. Membebaskan perbudakan
4. Mendirikan salat
5. Menunaikan zakat
6. Memenuhi janji bila berjanji
7. Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
C. Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu :
1. Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
2. Orang-orang yang menahan amarahnya
3. Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
4. Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya,
mereka ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
5. Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita
beramal dan bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendapat
ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan,
perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau dengan kata lain, untuk mendapat
taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima
ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan
melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja
yang akan selamat di sisi Allah Ta’ala.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan
dengan manusia dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan
Lingkungan Hidup.
Islam dan Ilmu Pengetahuan
Perbincangan tentang Islam dan Ilmu pengetahuan menjadi perbincangan menarik. Islam sebagai
agama yang tidak diragukan kebenarannya tentu memuat beragam hal-hal yang memandu
manusia untuk menemukan kebenaran. Sebagai agama yang universal, Islam dalam ajarannya
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam konteks ajaran Islam, keseluruhan prilaku dan
tindakan dikategorikan sebagai sebuah bentuk credial (peribadatan) dan memperoleh pahala atas
perbuatan tersebut. Dalam ajaran Islam tak ada satupun yang luput dari jangkauan hukum dan
tatanannya.
Pengertian Ilmu dalam Islam
Dalam bahasa Arab, Ilmu berasal dari kata, alima – ya’lamu yang bermakna tahu atau
mengetahui. Ilmu merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang telah disusun secara
runtut dan merupakan satu kesatuan berdasarkan metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menjelaskan gejala-gejala dari objek (pengetahuan) itu.
Islam dan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah munculnya ajaran Islam yang ditandai dengan turunnya Wahyu juga sesungguhnya
telah mengisyaratkan tentang keunggulan dan keutamaan setiap penerima wahyu untuk
mengedepankan Ilmu Pengetahuan. Sehingga pembicaraan tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan
tak bisa dilepaskan dari pembicaraan al-Qur’an sebagai sumber hukum pokok dan sumber
kebenaran mutlak. Seperti pada QS. Iqra’ ayat 1 – 5 telah mengisyaratkan bagaimana pentingnya
“membaca” sebagai salah satu sumber Ilmu Pengetahuan. Dalam banyak ayat yang diturunkan
sesudahnya juga banyak memuat penjelasan tentang anjuran dan bahkan perintah kepada
manusia untuk menggunakan potensi berpikir, meneliti, dan belajar dengan tetap menjadikan al-
Quran sebagau ukuran mutlak dari kebenaran pengetahuan.
Dalam al-Qur’an (QS Ali Imran [3] : 190-191) disebutkan bahwa “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Penjelasan tersebut diuraikan bahwa ayat-ayat bersumber dari fenomena, prinsip-prinsip dan
hukum alam), yang merupakan sumber pengetahuan bagi sispa saja yang berpikir. Hal tersebut
bisa dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati akan semakin
mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah
swt,. Kedudukan Ilmu dalam Islam
Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam Islam menempati kedudukan tinggi dimana Al-Qur’an
memandang orang yang beriman dan berilmu pengetahuan berada pada posisi yang tinggi dan
mulia, dan juga ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi yang memuat anjuran dan dorongan untuk
menuntut ilmu. “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: 11 ) Hal ini juga ditegaskan dalam beberapa
ayat dan hadits rasulullah saw sebagai berikut:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik
mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang
sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi
setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Ayat ini menguraikan bagaimana kedudukan dari setiap umat manusia yang memiliki tingkat
keimanan yang tinggi yang dibarengi dengan Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Tidak akan
beriman seseorang jika tidak memiliki pengetahuan dan sesungguhnya pengetahuan itu akan
melahirkan kemudharatan jika tidak dibarengi dengan kaar keimanan yang baik. Hal ini
memberikan indikasi bahwa sesungguhnya antara Islam dan Ilmu Pengetahuan adalah
maerupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.