Upload
dian-asmaraningtyas
View
34
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rll
Citation preview
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2006
Buku Ajar
TTTEEEKKKNNNIIIKKK
LLLAAALLLUUU LLLIIINNNTTTAAASSS
OOOllleeehhh::: NNNuuurrruuulll HHHiiidddaaayyyaaatttiii IIIkkkaaa SSSeeetttiiiyyyaaannniiinnngggsssiiihhh
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wrwb.
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
karunia Nya-lah buku ini dapat kami selesaikan, sholawat dan salam tak lupa kami haturkan bagi
Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Buku ajar ini kami susun sebagai sarana untuk menunjang proses pengajaran Mata Kuliah
Teknik Lalu Lintas di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UMS. Buku ini merupakan perbaikan
dari buku yang kami susun sebelumnya pada tahun 2000 (tidak dipublikasikan).
Ucapan terima kasih kami sampaikan pada pihak-pihak yang telah membantu dalam
perbaikan buku ajar ini.
Akhir kata, tak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna karena kesempurnaan hanya Milik
Allah SWT saja. Oleh karena itu masukan terhadap perbaikan buku ini ke depan sangat kami
harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat. Amin
Wassalamu’alaikum wrwb
Surakarta, Juli 2006
Penyusun
Nurul Hidayati, ST, MT
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………….ii
Daftar isi ………………………………………………………………………iii
PENDAHULUAN …………………………………………………….……1
Komponen dalam Sistem Lalu lintas …………………………………4
Manusia …………………………………………………………………….4
Kendaraan …………………………………………………………………..6
Jalan dan lingkungan ……………………………………………………….7
Perlengkapan jalan ………………………………………………………..8
KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN
Volume (Q) ………………………………………………………..11
Kecepatan (V) ....................................................................................13
Kepadatan/Kerapatan (D) ………………………………………………16
Headway (Time Headway, H) dan Spacing (Space Headway, s) …..16
Hubungan antara karakter-karakter dasar arus lalu lintas ……………….17
KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN
Kapasitas ……………………………………………………………….25
Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan MKJI 1997 ….…25
Kecepatan arus bebas ( MKJI 1997) ……………………………29
Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan IHCM 1993 ….33
Kecepatan perjalanan (V) …………………………………………………35
Tingkat pelayanan (Level of Service / LOS) ruas jalan …………………..35
SURVAI LALU LINTAS
Survai volume lalu lintas (traffic flow surveys) ……………………….45
Survai kecepatan dan tundaan ………………………………………..47
Survai parkir ……………………………………………………………50
Origin-destination surveys (survai asal tujuan) …………………………53
Pedestrian movement surveys …………………………………………….54
PERTEMUAN/SIMPANG JALAN DENGAN LAMPU LALU LINTAS
Pengaturan simpang jalan dengan lampu lalu lintas …………………..61
Perhitungan lampu lalu lintas ……………………………………..66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak dapat lepas dari bidang
transportasi. Manusia perlu mencukupi kebutuhan primer, baik sandang ataupun
pangan, yang itu semua memerlukan adanya proses transportasi. Demikian juga
bidang-bidang lain di luar kebutuhan primer tersebut juga memerlukan bidang
transportasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan kita, transportasi
sangat diperlukan sekali.
Transportasi yang mempunyai arti secara umum adalah pergerakan orang
(atau pun barang) dari satu tempat ke tempat lain, di dalamnya mencakup
pergerakan orang/barang yang tidak menggunakan kendaraan. Sehingga
penekanan dari transportasi sendiri adalah pada proses pergerakan atau
perpindahannya saja. Berdasarkan arti secara umum tersebut, kita dapat
mengetahui bahwa ada dua unsur pokok yang menyebabkan terjadinya proses
perpindahan, yaitu siapa yang berpindah dan atau apa yang berpindah serta
bagaimana cara perpindahannya.
Dua unsur pokok dalam transportasi tersebut kemudian lebih dikenal
sebagai unsur transport demand dan transport supply.
1. Transport demand berkaitan dengan permintaan transportasi akan ada, jika
ada manusia/orang yang akan melakukan proses transportasi.
2. Transport supply berkaitan dengan penawaran akan prasarana dan sarana agar
perpindahan dari manusia atau barang tersebut dapat berlangsung.
Adanya permintaan dan penawaran transportasi tersebut, menyebabkan
interaksi antara unsur-unsur tersebut. Interaksi inilah yang kemudian disebut
dengan lalu lintas. Gambar interaksi antara unsur-unsur transportasi dapat dilihat
pada Gambar 1.
Menurut Mc. Shanne (1990), teknik lalu lintas didefinisikan sebagai
bagian dari ilmu teknik yang berkaitan dengan pergerakan orang dan barang di
4
jalan secara aman dan efisien (that phase of engineering which deals with the safe
and efficient movement of people and goods on street and highways). Di
dalamnya mencakup aspek-aspek seperti: (1) perencanaan fasilitas jalan, (2)
design geometrik fasilitas jalan, (3) pengoperasian dan pengaturan lalu lintas, (4)
traffic safety, (5) pemeliharaan fasilitas dan alat pengatur lalu lintas, dan (6)
pengaturan fasilitas dan alat pengatur lalu lintas.
Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006, menyatakan
bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna peningkatan
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan, dengan ruang lingkup
seluruh jaringan jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa
yang terintegrasi, dengan mengutamakan hirarki jalan yang lebih tinggi. Kegiatan
rekayasa lalu lintas yang tertuang dalam Pasal 18 peraturan tersebut meliputi:
1. Perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan.
2. Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan.
Gambar 1. Hubungan unsur-unsur transportasi
TRANSPORTASI
TRANSPORT SUPPLY
TRANSPORT DEMAND
Traffic Engineering: Ilmu yg mempelajari interaksi unsur-unsur transportasi
Aman, nyaman, lancar/efisien (bagi semua pengguna)
Lingkup: Studi & pengumpulan data Perencanaan geometrik Analisa & evaluasi kapasitas Alat pengatur, pengoperasian & pengaturannya
5
Oleh karena itu secara umum teknik lalu lintas dapat didefinisikan sebagai
suatu ilmu yang mempelajari tentang interaksi yang terjadi dari unsur-unsur
transportasi, yang dimaksudkan agar proses transportasi dapat berjalan dengan
aman, nyaman, lancar dan dapat terjadi keseimbangan antara demand dan supply
tersebut, sehingga semua pihak yang terkait akan mendapatkan manfaat yang
seoptimal mungkin.
Ruang lingkup teknik lalu lintas meliputi:
1. Studi dan pengumpulan data
Bagian pertama dalam teknik lalu lintas ini, bertujuan untuk mengetahui
permasalahan yang ada dan mencoba untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dalam analisis dan perencanaan secara tepat.
2. Perencanaan geometrik
Fasilitas-fasilitas harus direncanakan sedemikian rupa agar sesuai dengan
persyaratan atau standar yang telah ditentukan, dan harus dicatat dan
diimplementasikan.
3. Analisis dan evaluasi kapasitas
Pengoperasian setiap fasilitas lalu lintas, dipengaruhi oleh keterlibatan
sejumlah pengemudi dan kendaraan yang dikemudikan, pengemudi dengan
pengemudi lain, kendaraan, dan jalan.
4. Alat pengatur, pengoperasian dan pengaturan
Para pengemudi kendaraan ketika beroperasi di jalan dikendalikan dan
dikontrol oleh adanya marka jalan, rambu-rambu, dan perlampuan. Masing-
masing mempunyai ketentuan dalam hal kapan digunakan, bagaimana
bentuknya dan dimana ditempatkan. Sebagai contoh, rambu untuk
menyatakan jalan berbelok ditempatkan sebelum lokasi belokan, dengan
ukuran rambunya telah ditentukan oleh instansi yang terkait. Ketentuan-
ketentuan ini terkait dengan faktor kemudahan untuk dilihat dan dipahami
maksudnya sehingga dapat menciptakan transportasi yang aman.
Ruang lingkup teknik lalu lintas yang akan dibahas dibatasi hanya pada
lalu lintas sebagai akibat proses transportasi yang berbasis jalan raya.
6
Komponen dalam Sistem Lalu lintas
Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem lalu lintas, terdiri dari:
manusia sebagai pemakai jalan (road user: pengemudi, penumpang, dan pejalan
kaki/pedestrian), kendaraan, jalan dan lingkungan serta alat-alat pengatur lalu
lintas, seperti: rambu, lampu dan marka.
1. Manusia
Manusia dalam proses transportasi memegang peran pokok atau utama,
meskipun dalam kenyataannya peran tersebut masih perlu dikelompokkan lagi.
Tanpa manusia atau orang proses transportasi tidak dapat berjalan, pergerakan
barang juga memerlukan peranan manusia.
Peranan manusia dalam teknik lalu lintas dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu:
a. Manusia berperan langsung dalam proses transportasi, yang lebih dikenal
dengan road user, baik dia berlaku sebagai pengemudi kendaraan ataupun
sebagai pejalan kaki (pedestrian).
b. Manusia berperan secara tidak langsung dalam proses transportasi, misal
sebagai pengatur jalan atau pun perencana jalan.
Kemudian dikaitkan dengan sisi manfaat yang ada berkenaan dengan
adanya prasarana transportasi, manusia juga dikatakan sebagai pemanfaat jalan
secara tidak langsung (penekanan bukan pada perpindahannya), misalnya manusia
menggunakan jalan untuk aktivitas berdagang dan untuk parkir kendaraan.
Aktivitas-aktivitas manusia di jalan tersebut semuanya memberikan pengaruh
terhadap kondisi lalu lintas di jalan.
Sebagai seorang pemakai langsung (road user) prasarana transportasi,
dalam hal ini adalah jalan raya, perilaku selama berada di jalan akan dipengaruhi
oleh kondisi fisik manusia itu sendiri dan juga kondisi psikologisnya.
a. Kondisi fisik dapat berupa: indera pengelihatan, pendengaran ataupun syaraf
(berkaitan dengan kemampuan merespon atau persepsi terhadap kondisi yang
ada).
7
b. Kondisi psikologis berupa: masalah kesehatan, mental, kesiapan fisik, dan
lain-lain.
Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna, misal manusia
mungkin mengalami sakit atau lelah, sehingga kondisi tersebut tidak dapat
dihindari. Agar proses transportasi tetap dapat berjalan secara aman dan lancar
maka harus ada cara untuk mengantisipasi keterbatasan manusia tersebut. Usaha
yang dapat dilakukan untuk membantu kekurangan manusia diantaranya adalah:
Merencanakan drainase dengan baik, agar jalan tidak licin kalau hujan
Merencanaan perlampuan di jalan-jalan (terutama agar berfungsi pada
malam hari)
Mengadakan pemeriksaan tehadap kondisi fisik pengemudi (misal
pengemudi yang mabuk akan membahayakan keselamatan orang lain di
jalan).
Selain kondisi fisik dan psikologis manusia, yang juga mempengaruhi
perilaku manusia selama berada di jalan adalah:
a. Motivasi/tujuan perjalanan.
b. Lingkungan sekitar.
c. Tingkat keahlian atau pendidikan pengendara/pengemudi.
Perilaku manusia sebagai pengemudi dapat dihubungkan dengan
karakteristik manusia yang dinyatakan dengan PIEV (perception, intelection,
emotion and volition).
a. Perception, suatu kesadaran akan adanya rangsangan sehingga dibutuhkan
suatu respon/tindakan.
b. Intelection atau Identification, proses identifikasi atau interpretasi terhadap
objek rangsangan.
c. Emotion atau Decision, penentuan sikap atas hasil telaah terhadap objek atau
penghalang (apakah diperlukan tindakan untuk berhenti, membelok,
membanting stir, menyalip, atau cukup membunyikan klakson).
d. Volition atau Reaction, suatu tindakan nyata yang dilakukan sebagai hasil dari
keputusan tahap sebelumnya.
8
2. Kendaraan
Kendaraan merupakan unsur kedua setelah manusia dalam proses transportasi,
pengaruh kendaraan dalam lalu lintas juga ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor
manusianya sendiri. Beberapa hal mengenai karakteristik kendaraan yang
mempengaruhi perilaku di jalan adalah: jenis kendaraan, demensi/ukuran
kendaraan, berat kendaraan, kemampuan manuver, kemampuan untuk menahan
slip, kecepatan, percepatan kendaraan, dan lain-lain.
Beberapa jenis kendaraan yang ada di jalan raya yang mempunyai perilaku
berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa hal di atas, serta gambaran perilaku
manusia dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
Gambar 2. Beberapa jenis kendaraan jalan raya
9
3. Jalan dan lingkungan
Jalan merupakan tempat atau media untuk proses perpindahan orang dan
atau barang. Jalan (jaringan jalan) dalam bahasan lalu lintas mencakup ruas jalan
(bagian jalan dengan arus menerus) dan simpang jalan (bagian jalan dengan arus
terhambat/terhalang). Skema jaringan jalan yang terdiri dari ruas jalan-ruas jalan
dan simpang-simpang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Contoh bagian jaringan jalan (ruas dan simpang jalan) di Surakarta
Beberapa karakteristik jalan yang berpengaruh dalam lalu lintas adalah:
a. Klasifikasi jalan
b. Alinyemen jalan
c. Lebar dan jumlah lajur
d. Lebar jalan
e. Distribusi arah lalu lintas
f. Dan lain-lain
Lingkungan merupakan daerah di sekitar jalan (ruas dan atau simpang
jalan) yang menjadi salah satu faktor juga dalam proses interaksi komponan lalu
lintas. Sebagai gambaran kondisi lingkungan, misal: jalan berada di dalam kota
Ruas jalan Simpang
10
atau luar kota, di daerah pemukiman atau perniagaan, dan lain-lain. Gambaran ini
dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Lingkungan jalan pada jalan perkotaan dan luar kota
4. Perlengkapan jalan
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa teknik/rekayasa lalu lintas
juga mencakup perlengkapan jalan. Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM
14 Tahun 2006 menyatakan perlengkapan jalan meliputi:
a. Rambu-rambu lalu lintas
b. Marka jalan
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
d. Alat pengendali pemakai jalan, yang terdiri dari: alat pembatas kecepatan, alat
pembatas tinggi dan lebar kendaraan
e. Alat pengaman pemakai jalan, yang terdiri dari:
Pagar pengaman
Cermin tikungan
Tanda patok tikungan (delineator)
Pulau-pulau lalu lintas
f. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan terdiri dari:
Fasilitas pejalan kaki, mencakup:
Trotoar
11
Tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/atau
rambu-rambu
Jembatan penyeberangan
Terowongan penyeberangan
Parkir pada badan jalan
Halte
Tempat istirahat
Penerangan jalan
Contoh gambar mengenai perlengkapan jalan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Contoh marka, rambu, median, pembatas jalan, perlampuan
12
Beberapa macam prasarana pengatur kecepatan pergerakan kendaraan:
a. Polisi Tidur (Road Hump)
b. Rumble Area
c. Rumble Strips
d. Jiggle Bars
13
KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN
Suatu kendaraan yang bergerak di ruas jalan mempunyai perilaku yang
berbeda-beda, yang antara lain dipengaruhi oleh perilaku pengemudi, kondisi
jalan dan lingkungannya. Kondisi ruas jalan yang padat menyebabkan pergerakan
kendaraan menjadi lambat sehingga waktu tempuh perjalanan semakin besar,
sebaliknya kondisi ruas yang cukup lengkap memungkinkan kendaraan bergerak
dengan kecepatan yang lebih besar. Ruas jalan yang padat dapat menyebabkan
rawannya kecelakaan lalu lintas berkaitan dengan jarak antara (space headway)
yang cukup pendek.
Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan mempunyai beberapa karakteristik,
yaitu: kecepatan kendaraan, kepadatan/kerapatan, dan volume. Selain dinyatakan
dalam 3 karakter di atas kondisi arus lalu lintas di ruas jalan juga dapat dilihat dari
parameter waktu tempuh, space headway dan time headway.
1. Volume (Q)
Volume menyatakan jumlah kendaraan yang melalui suatu potongan jalan
dalam periode tertentu atau dapat dikatakan juga jumlah kendaraan per satuan
waktu. Sehingga dengan melihat definisi tersebut satuan volume dapat dinyatakan
dalam kendaraan per jam, kendaraan per menit, kendaraan per hari. Fokus studi
dari studi volume lalu lintas adalah untuk menentukan kapan jam puncak terjadi
dan untuk keperluan apa volume tersebut dihitung.
Pengelompokan volume lalu lintas dapat dibedakan berdasar:
a. Distribusi arah
b. Distribusi lajur
c. Tipe kendaraan
d. Pergerakan belok pada simpang
e. Okupansi kendaraan (vehicle occupancy)
Variasi pengukuran volume lalu lintas dapat dibedakan berdasar:
a. Temporal/waktu
b. Spatial
14
c. Tipe jalan
d. Maksud/tujuan perjalanan
Kendaraan yang melewati suatu potongan jalan pada kenyataannya
mempunyai beberapa karakter yang berbeda sehingga perilakunya pun juga
berbeda. Perbedaan ini menyebabkan dalam perancangan memerlukan suatu nilai
tertentu untuk menyamakannya, agar dapat dianggap sebagai nilai pendekatan.
Nilai pendekatan yang diambil untuk menyamakan perilaku terhadap kondisi lalu
lintas adalah membandingkan jenis kendaraan yang satu dengan kendaraan mobil
penumpang. Satuan pendekatan tersebut kemudian disebut dengan satuan mobil
penumpang (smp). Nilai konversinya disebut dengan ekivalensi mobil penumpang
(emp), sehingga satuan volume lalu lintas dapat dinyatakan menjadi smp/jam atau
smp/menit. Contoh nilai emp untuk analisa kapasitas jalan perkotaan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1. Emp untuk jalan perkotaan terbagi satu arah Tipe jalan: jalan satu arah dan
jalan terbagi
Arus lalu lintas per lajur
(kend/jam)
Emp
HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) dan
Empat lajur terbagi (4/2 D)
0
≥ 1050
1,3
1,2
0,40
0,25
Tiga-lajur satu arah (3/1) dan
Enam-lajur terbagi (6/2 D)
0
≥ 1100
1,3
1,2
0,40
0,25
(Sumber: MKJI, 1997)
Volume lalu lintas harus dianalisa dan disajikan menurut standar tertentu
yang telah dibakukan, yang dapat diperbandingkan dari tahun ke tahun untuk
mempermudah perencanaan. Misal untuk daerah perkotaan, volume lalu lintas
yang digunakan dalam perencanaan adalah volume lalu lintas puncak per jam
yang ada di ruas jalan tersebut. Sedangkan jalan luar kota atau antar kota, untuk
perencanaan yang biasa digunakan adalah volume lalu lintas harian yang
mewakili.
Oleh karena itu perlu diketahui beberapa definisi yang berkaitan dengan
volume lalu lintas tersebut. Gambaran mengenai arus lalu lintas dapat dilihat pada
Gambar 6.
15
a. LHR/ADT (Lalu lintas Harian Rata-rata/Average Daily Traffic)
Jumlah lalu lintas yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh lalu lintas
yang melewati suatu potongan jalan dalam periode tertentu yang dianggap
mewakili dalam setahun dibagi dengan jumlah hari dalam periode tersebut.
b. LHRT/AADT (Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan/Annual Average Daily
Traffic)
Jumlah lalu lintas yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh lalu lintas
yang melewati suatu potongan jalan dalam kurun waktu setahun dibagi jumlah
hari dalam satu tahun (365 hari).
c. VJP/DHV (Volume Jam Perencanaan/Design Hour Volume)
Volume lalu lintas per jam yang digunakan dalam perencanaan/desain jalan.
VJP = LHRT * k (1)
dengan:
k = faktor untuk mengubah arus yang dinyatakan dalam LHRT menjadi
arus lalu lintas jam sibuk.
k = 0,09 nilai normal untuk jalan perkotaan
k = 0,11 nilai normal unuk jalan luar kota. (MKJI 1997)
d. PHF (Faktor Jam Puncak/Peak Hour Factor)
Suatu nilai yang menyatakan perbandingan antara arus lalu lintas jam puncak
dengan 4 kali 15-menitan arus lalu lintas tertinggi dalam jam yang sama (jam
puncak).
PHF = menit 15max
puncak
Q x 4 Q
(2)
2. Kecepatan (V)
Menyatakan laju perjalanan dalam jarak per satuan waktu. Satuan yang
biasa digunakan adalah km/jam, mil/jam, m/dtk.
Kecepatan merupakan parameter utama kedua yang menjelaskan keadaan
arus lalu lintas di jalan. Kecepatan dapat didefinisikan sebagai gerak dari
kendaraan dalam jarak per satuan waktu dengan bentuk persamaan:
16
tdV = (3)
dengan:
V = kecepatan (km/jam, m/dt)
d = jarak tempuh kendaraan (km, m)
t = waktu tempuh kendaraan (jam, dt)
Kecepatan kendaraan pada suatu bagian jalan, dapat berubah-ubah
menurut waktu dan besarnya arus lalu lintas. Ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menilai hasil studi kecepatan yaitu:
a. Arus sedikit
Gambar 6. Arus lalu lintas di ruas jalan
b. Arus besar
17
a. Space-mean speed (Vs), menyatakan kecepatan rata-rata ruang kendaraan
dalam suatu bagian jalan pada suatu interval waktu tertentu.
b. Time-mean speed (Vt), menyatakan kecepatan rata-rata waktu kendaraan yang
melewati suatu titik dalam suatu interval waktu tertentu.
Space mean speed dan time mean speed dapat dihitung dari serangkaian
pengukuran waktu tempuh dan pengukuran jarak, menggunakan persamaan:
∑=
= n
1iti
d.nVs (4) n
tid
Vt
n
1i∑== (5)
dengan:
Vs = space mean speed (km/jam, m/dt)
Vt = time mean speed (km/jam, m/dt)
d = jarak tempuh (km, meter)
ti = waktu tempuh kendaraan (jam, dt)
n = jumlah kendaraan yang diamati
Kecepatan dapat dibedakan menjadi:
a. Kecepatan berjalan/bergerak (running speed)
Kecepatan kendaraan pada suatu jalur jalan yang hanya memperhitungkan
waktu berjalan saja, sedangkan waktu henti diabaikan.
b. Kecepatan perjalanan (travel speed)
Kecepatan efektif kendaraan sepanjang perjalanan, diperoleh dengan membagi
panjang total jalan dengan waktu tempuh total (dengan waktu henti
diperhitungkan).
c. Kecepatan setempat (spot speed)
Kecepatan kendaraan pada ruas yang telah ditentukan dengan panjang jalan
jauh lebih pendek dibanding panjang jalan pada kecepatan perjalanan.
d. Kecepatan rencana (design speed)
Kecepatan yang ditentukan untuk perencanaan dan merupakan korelasi bentuk
fisik jalan yang mempengaruhi operasi dari kendaraan. Kecepatan ini
18
merupakan kecepatan maksimum yang masih aman dilakukan sepanjang jalan
tertentu pada kondisi kendaraan yang baik.
3. Kepadatan/Kerapatan (D)
Menyatakan kondisi suatu ruas jalan, yang diperoleh dari perbandingan
antara jumlah kendaraan yang ada pada suatu potongan jalan tersebut dengan
panjang jalannya. Satuan kepadatan lalu lintas dalam kend/km atau smp/km. Nilai
kepadatan dapat diperoleh secara empiris dengan persamaan:
LnD ⋅=⋅ (6) atau
VQD ⋅=⋅ (7)
dengan:
n = jumlah kendaraan (kend)
L = panjang ruas jalan (km)
Q = volume lalu lintas (kend/jam)
V = kecepatan kendaraan (km/jam)
4. Headway (Time Headway, H) dan Spacing (Space Headway, s)
a. Headway (H) adalah waktu antara kendaraan satu dengan kendaraan lain yang
berurutan.
b. Spacing (s) adalah jarak antara kendaraan satu dengan kendaraan lain yang
berurutan.
c. Gap adalah celah antara dua kendaraan berurutan.
Gambar 7. Skema headway dan spacing
Time headway (headway) dan space headway (spacing) dapat dicari
dengan persamaan berikut:
1 2
Headway (H, dt/kend) Spacing (s, m/kend)
gap
19
H =Q1 jam/kend atau H =
Q3600 detik/kend (8)
s = D1 km/kend atau s =
D1000 m/kend (9)
5. Hubungan antara karakter-karakter dasar arus lalu lintas
Q = kendaraan/jam
V = km/jam
D = kendaraan/km
Persamaan ketiga karakter dasar lalu lintas tersebut adalah:
Q = V x D (10)
Diagram-diagram yang dapat dipergunakan untuk menyatakan hubungan
antara karakter lalu lintas tersebut adalah: (hubungan dasar diperoleh dari
hubungan antara kecepatan-kerapatan ).
a. Hubungan kecepatan–kerapatan (V – D)
Bentuk grafik dapat:
~ Lurus/linier
~ Lengkung (parabolis/logaritmis)
Untuk grafik yang membentuk garis linier diperoleh dengan persamaan dari
Metode Green Shields. Persamaan dasar metode tersebut adalah:
V = Vf ( 1 – D/Dj ) (11)
dengan:
Vf = free flow speed/kecepatan arus bebas (km/jam)
Dj = jam density/kepadatan saat macet (kend/km)
b. Hubungan kerapatan dan volume (D – Q)
Dari persamaan (10) dan (11) diperoleh hubungan D – Q untuk kondisi seperti
hubungan V – D (arus bebas dan kepadatan puncak atau macet).
V
D
20
Persamaannya:
Q = V x D V = Q/D
Metode Green Shields:
V = Vf (1 – D/Dj)
Q/D = Vf (1 – D/Dj)
Q = Vf.D – (Vf/Dj) . D2 (12)
Grafik persamaan hubungan antara volume dan kepadatan dengan didasarkan
pada metode Green Shield berupa kurva parabola, yang terdapat titik puncak,
titik tersebut diperoleh dari turunan pertama fungsi volume (Q):
dQ/ dD = 0 Vf – 2 . Vf/Dj . D = 0
Vf = 2 . Vf . D/Dj
D = ½ Dj = Dm
Qmax = Vf.D –Vf/Dj.D2 = Vf.½ Dj–Vf/Dj.(½ Dj)2
= ½ Vf.Dj– ¼ Vf.Dj
Qm = ¼ Vf.Dj
Vm = Qm/Dm
c. Hubungan volume dan kecepatan (Q – V)
Persamaan dasar: D = Q/V
V = Vf.(1–D/Dj)
V = Vf –Vf/Dj . Q/V
V2 = V . Vf–Vf/Dj . Q
Q = Dj/Vf.(V.Vf–V2)
Q = V . Dj–Dj/Vf . V2 (13)
Titik puncak diperoleh dari:
dQ/dV = 0 Dj – 2 .V. Dj/Vf = 0
Dj = 2 .V . Dj/Vf
V = ½ Vf = Vm
21
Perhitungan berdasarkan Metode Green Shields untuk beberapa data
adalah sebagai berikut:
untuk 1 nilai data pengamatan:
V = Vf – Vf/Dj . D
untuk data pengamatan lebih dari 1, persamaan akan diperoleh sebagai berikut
(misal ‘n’ data):
V1 = Vf – Vf/Dj . D1
V2 = Vf – Vf/Dj . D2 …….dst
Sehingga diperoleh:
{V1+V2+…..+Vn} = (Vf –Vf/Dj.D1) + (Vf –Vf/Dj.D2) + ..... + (Vf –Vf/Dj.Dn)
∑V = Vf . n – Vf/Dj . ∑D (14)
Berdasarkan hubungan kecepatan dan kepadatan di atas, untuk hubungan
kepadatan dan volume (D–Q) diperoleh persamaan:
Q = Vf . D – Vf/Dj . D2 untuk 1 data
∑Q = Vf . ∑D – Vf/Dj . ∑(D2) untuk ‘n’ data (15)
Gambar 8. Kurva hubungan kecepatan, kepadatan dan volume
V (km/jam)
Q ((kend/jam) D (kend/km)
D (kend/km)
V (km/jam)
Q (kend/jam)
22
Soal latihan:
1. Hitung berapa PHF nya, jika dari survai lalu lintas diperoleh hasil arus lalu
lintas tiap 15 menit adalah sebagai berikut :
Pukul Volume (kend/15’) Flow rate (kend/j) 06.00 – 06.15 06.15 – 06.30 06.30 – 06.45 06.45 – 07.00 07.00 – 07.15 07.15 – 07.30 07.30 – 07.45 07.45 – 08.00
98 124 254 213 234 210 207 186
392 496
1016 852 936 840 828 744
Penyelesaian:
Volume tiap jam diperoleh:
Pukul Volume (kend/jam)
06.00 – 07.00 06.15 – 07.15 06.30 – 07.30 06.45 – 07.45 07.00 – 08.00
689 825 911 864 837
0
50
100
150
200
250
300
06.00 –06.15
06.15 –06.30
06.30 –06.45
06.45 –07.00
07.00 –07.15
07.15 –07.30
07.30 –07.45
07.45 –08.00
Pukul
Volu
me
PHF = 15'
1jam
4.QQ
= 4.254911 = 0,897
689
911
837
825
864
Peak hour volume
Q1jam Q15’
23
2. Hitung berapa TMS dan SMS nya, jika hasil survai travel time untuk masing-
masing kendaraan yang menempuh ruas sepanjang 25 m seperti tabel berikut:
Kend ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9
t (dt) 3 5 4 3 2 2 3 4 5
Penyelesaian:
Kend ke- t (dt) V = d/t (m/dt) Vi (km/j) 1 3 8,3 29,9 2 5 5,0 18,0 3 4 6,3 22,5 4 3 8,3 29,9 5 2 12,5 45,0 6 2 12,5 45,0 7 3 8,3 29,9 8 4 6,3 22,5 9 5 5,0 18,0
Jumlah 31 260,7
TMS = VT = ∑Vin1 = 7,260
91⋅ = 28,97 km/j
SMS = VS = ∑ tin.d =
319.25 = 7,26 m/dt = 26,14 km/j
3. Misal dari soal no. 1 dan no. 2 diketahui arus (berupa flow rate) pada interval
07.30 – 07.45 diperoleh 207 kend/15’ dan space mean speed 26,14 km/jam,
hitung berapa kepadatannya?
Penyelesaian :
D = VQ
D = km/j 26,14
kend/15' 207 = km/jam 26,14
kend/jam 828 = 31,68 kend/km
4. Hitung time headway (headway) dan space headway (spacing) soal 3 di atas.
H = Q1 = (jam/kend)
8281
H = Q
3600 =8283600 = 4,35 dt/kend atau 4,35 dt
Dari rate of flow (kend/jam) Vs
24
S = D1 =
31,681 (km/kend) = 0,032 km/kend
S = D
1000 = 31,681000 = 31,57 m/kend atau 32 m
5. Kecepatan rata-rata seluruh kendaraan jika diketahui tiap jenis kendaraan
memiliki kecepatan rata-rata ( xv ) seperti berikut:
xv (km/j) n (jumlah sampel kendaraan) Mobil penumpang 24,5 5 Sepeda 15,0 10 Becak 10,0 12
v = ∑
∑n.n)(vx
v = 12105
12.1010.155.5,24++++ = 14,5 km/j
6. Diketahui :
Waktu Volume (kend/15’) Q (kend/j) V (km/j) 06.00 – 06.15 06.15 – 06.30 06.30 – 06.45 06.45 – 07.00 07.00 – 07.15 07.15 – 07.30
237 185 206 225 204 125
948 740 824 900 816 500
35 41 22 45 24 50
4728
a. PHF = 237.4
225206185237 +++ = 0,9
b. Rata-rata headway dan spacing
Q (kend/j) H (dt) D(kend/km) S (m) 948 740 824 900 816 500
3,797 4,865 4,369 4,000 4,412 7,200
27,085 18,048 37,454 20,000 34,000 10,000
36,920 55,410 26,700 50,000 29,411
100,000 Jumlah 28,643 298,436
Rata-rata 4,774 49,739
25
7. Data survai diperoleh seperti tabel di bawah ini:
Jumlah kend.tiap 5 menit Kecepatan rata–rata (km/jam) 97 108 104 100 113
27,0 25,4 30,7 25,6 34,8
Jika V – D dianggap linier gambarkan kurva hubungan V – D, Q – D, V – Q,
dan cari nilai–nilai kritisnya dengan cara hitungan.
Penyelesaian:
Q (kend/jam) V (km/jam) D (kend/km) D2 V. D 1164 27,00 43,10 1857,61 1163,70 1296 25,40 51,00 2601,00 1295,40 1248 30,70 40,70 1656,49 1249,49 1200 25,60 46,90 2199,61 1200,64 1356 34,80 39,00 1521,00 1357,20
Jumlah total 143,50 220,70 9835,71 6266,43
Persamaan (1):
∑ V = n x Vf – ∑ D x Vf/Dj
143,5 = 5 x Vf – 220,7 x Vf/Dj : 5
28,7 = Vf – 44,14.Vf/Dj
Persamaan (2):
∑ V.D = Vf x ∑D – ∑(D2) x Vf/Dj
6266,43 = Vf x 220,7 – 9835,71 x Vf/Dj : 220,7
28,393 = Vf – 44,566 . Vf/Dj
Dari persamaan (1) dan (2):
28,7 = Vf – 44,14 Vf/Dj
28,393 = Vf – 44,566 Vf/Dj
0,307 = 0,426 Vf/Dj
Vf/Dj = 426,0307,0 = 0,721
Dari persamaan (1):
28,7 = Vf – 44,14 x 0,721
26
Vf = 28,7 + 44,14 x 0,721 = 60,52 diambil Vf = 61 km/jam
Vf/Dj = 0,721
Dj = 61/0,721 = 84,6 diambil Dj = 85 kend/km
Diperoleh persamaan dasar V – D
V = Vf – Vf/Dj . D
V = 61 – 0,721 . D
Berdasarkan persamaan dasar tiga parameter arus lalu lintas dan persamaan V-
D di atas diperoleh persamaan Q-D, yaitu:
V = Q/D
V = 61 – 0,721 . D
Q/D = 61 – 0,721 . D
Q = 61 . D – 0,721 . D2
Titik puncak: dQ/dD = 0
61 – 2 . 0,721 . D = 0
D = 42,3 = 42,5 kend/km
Qm = 61.42,5 – 0,721.42,52 = 1291 kend/jam
Vm = Qm/D = 1291/42,5 = 30,4 = 30,5 km/jam
V(km/jam) V(km/jam) Q(kend/jam)
D(kend/km) Q(kend/j) D(kend/km)
61 61 1291
30,5
1291 85 42,5
27
KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN
RUAS JALAN
Kapasitas
Kapasitas menyatakan jumlah maksimum kendaraan yang layak
diharapkan melewati suatu potongan jalan pada periode tertentu, dan pada kondisi
tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah
(kombinasi dua arah), tapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per
arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Macam kapasitas menurut MKJI dan IHCM yang digunakan dalam
analisa:
1. Kapasitas dasar (Co)
2. Kapasitas sesungguhnya (C)
Faktor–faktor yang mempengaruhi besarnya kapasitas adalah:
1. Alinyemen
2. Lebar dan jumlah lajur
3. Pembagian/pemisahan arah
4. Kebebasan/hambatan samping.
5. Pemakaian bahu jalan atau kerb.
6. Kontrol jalan masuk (akses).
7. Komposisi kendaraan.
8. Karakteristik kendaraan dan pengemudi.
Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan MKJI 1997
Persamaan dasar kapasitas menurut MKJI 1997 adalah sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (16)
dengan:
C : kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
Co : kapasitas dasar (kapasitas pada kondisi ideal) dalam smp/jam
FCw : faktor penyesuaian terhadap lebar jalan
28
FCsp : faktor penyesuaian terhadap pemisahan arah (hanya untuk jalan tak
terbagi)
FCsf : faktor penyesuaian terhadap hambatan samping dan bahu jalan atau
kerb
FCcs : faktor penyesuaian terhadap ukuran kota
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar atau kondisi
idealnya, maka semua nilai faktor penyesuai sama dengan 1,0 sehingga kapasitas
sesungguhnya sama dengan kapasitas dasarnya (C0).
1. Kapasitas dasar (C0)
Tipe jalan C0 (smp/jam) Catatan
4 lajur terbagi atau jalan 1 arah
1650 Per lajur
4 – UD 1500 Per lajur 2 – UD 2900 Total 2 arah
2. Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)
Diperuntukkan pada kondisi jalan tidak terbagi (UD).
Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah nilai FCsp dianggap 1,0.
Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCsp Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
3. Faktor penyesuaian untuk lebar jalan (FCw)
Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m) FCw
4 – D atau jalan 1arah
Per lajur 3,0 3,25 3,50 3,75 4,00
0,92 0,96 1,00 1,04 1,08
29
Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (WC) (m)
FCw
4 – UD
Per lajur 3,0 3,25 3,50 3,75 4,00
0,91 0,95 1,00 1,05 1,09
2 – UD
Per total dua arah 5 6 7 8 9 10 11
0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34
4. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsf)
a. Jalan dengan bahu
Tipe jalan Kelas
hambatan samping
FCsf Lebar bahu efektif, WS (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D
VL L M H
VH
0,96 0,94 0,92 0,88 0,84
0,98 0,97 0,95 0,92 0,88
1,01 1,00 0,98 0,95 0,92
1,03 1,02 1,00 0,98 0,96
4/2 UD
VL L M H
VH
0,96 0,94 0,92 0,87 0,80
0,99 0,97 0,95 0,91 0,86
1,01 1,00 0,98 0,94 0,90
1,03 1,02 1,00 0,98 0,95
2/2 UD atau jalan satu arah
VL L M H
VH
0,94 0,92 0,89 0,82 0,73
0,96 0,94 0,92 0,86 0,79
0,99 0,97 0,95 0,90 0,85
1,01 1,00 0,98 0,95 0,91
30
b. Jalan dengan kerb
Tipe jalan Kelas
hambatan samping
FCsf Jarak kerb ke penghalang, Wg (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D
VL L M H
VH
0,95 0,94 0,91 0,86 0,81
0,97 0,96 0,93 0,89 0,85
0,99 0,98 0,95 0,92 0,88
1,01 1,00 0,98 0,95 0,92
4/2 UD
VL L M H
VH
0,95 0,93 0,90 0,84 0,77
0,97 0,95 0,92 0,87 0,81
0,99 0,97 0,95 0,90 0,85
1,01 1,00 0,97 0,93 0,90
2/2 UD atau jalan satu arah
VL L M H
VH
0,93 0,90 0,86 0,78 0,68
0,95 0,92 0,88 0,81 0,72
0,97 0,95 0,91 0,84 0,77
0,99 0,97 0,94 0,88 0,82
Catatan :
Untuk bahu : lebar = Ws
Untuk kerb : jarak ke penghalang = Wk
Penetapan klas hambatan samping:
a. Pemukiman, hampir tidak ada kegiatan VL
b. Pemukiman, beberapa angkot, dan lain-lain L
c. Daerah industri, dengan toko–toko di sisi jalan M
d. Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan tinggi H
e. Daerah niaga dengan aktivitas pasar di sisi jalan sangat tinggi VH
Untuk jalan 6 lajur nilai FCsf diperoleh dari konversi untuk nilai 4 lajur.
FC6, sf = 1 – 0,8 (1 – FC4, sf)
5. Faktor penyesuai kapasitas untuk ukuran kota (FCCS)
Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1
0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0
> 3,0
0,86 0,90 0,94 1,00 1,04
31
Kecepatan arus bebas ( MKJI 1997)
Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada arus nol (kecepatan pada saat
satu kendaraan tidak dipengaruhi kendaraan lain di jalan).
FV = ( FVo + FVw ) x FFVsf x FFVcs (17)
dengan:
FV : kecepatan arus bebas kondisi sesungguhnya (km/jam)
FVo : kecepatan arus bebas dasar (ideal)
FVw : penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan
FFVsf : penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping dan lebar bahu
FFVcs : penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
1. Kecepatan arus bebas dasar (FVo)
Tipe jalan
Kecepatan arus bebas dasar (FVo) (km/jam) Kendaraan
ringan (LV)
Kendaraan barat (HV)
Sepeda motor (MC)
Semua kendaraan (rata-rata)
Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau tiga-lajur satu-arah (3/1)
61 52 48 57
Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau dua-lajur satu-arah (2/1)
57 50 47 55
Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD) 53 46 43 51
Dua-lajur tak terbagi (2/2 UD) 44 40 40 42
Catatan :
Untuk jalan 8 lajur nilai FVo dianggap sama dengan jalan 6 lajur.
32
2. Faktor penyesuaian terhadap lebar jalur
Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (WC) (m) FVW (km/jam)
4 – D atau 1 arah
Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00
-4 -2 0 2 4
4 – UD
Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00
4 -2 0 2 4
2 - UD
Total 5 6 7 8 9 10 11
-9,5 -3 0 3 4 6 7
Catatan: untuk jalan lebih dari 4 lajur, dapat digunakan nilai FVw untuk jalan 4
lajur terbagi.
3. Faktor penyesuaian terhadap ukuran kota
Ukuran kota (Juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1
0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0
> 3,0
0,90 0,93 0,95 1,00 1,03
33
4. Faktor penyesuaian untuk lebar bahu dan kerb
a. Jalan dengan bahu
Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)
FFVsf Lebar bahu efektif rata-rata, Ws (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D
VL L M H
VH
1,02 0,98 0,94 0,89 0,84
1,03 1,00 0,97 0,93 0,88
1,03 1,02 1,00 0,96 0,92
1,04 1,03 1,02 0,99 0,96
4/2 UD
VL L M H
VH
1,02 0,98 0,93 0,87 0,80
1,03 1,00 0,96 0,91 0,86
1,03 1,02 0,99 0,94 0,90
1,04 1,03 1,02 0,98 0,95
2/2 UD atau jalan satu arah
VL L M H
VH
1,00 0,96 0,90 0,82 0,73
1,01 0,98 0,93 0,86 0,79
1,01 0,99 0,96 0,90 0,85
1,01 1,00 0,99 0,95 0,91
b. Jalan dengan kerb
Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC)
FFVsf Jarak kerb ke penghalang, Wg (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D
VL L M H
VH
1,00 0,97 0,93 0,87 0,81
1,01 0,98 0,95 0,90 0,85
1,01 0,99 0,97 0,93 0,88
1,02 1,00 0,99 0,96 0,92
4/2 UD
VL L M H
VH
1,00 0,96 0,91 0,84 0,77
1,01 0,98 0,93 0,87 0,81
1,01 0,99 0,96 0,90 0,85
1,02 1,00 0,98 0,94 0,90
2/2 UD atau jalan satu arah
VL L M H
VH
0,98 0,93 0,87 0,78 0,68
0,99 0,95 0,89 0,81 0,72
0,99 0,96 0,92 0,84 0,77
1,00 0,98 0,95 0,88 0,82
Catatan : untuk jalan 6 lajur FFV6,sf = 1 – 0,8 ( 1 – FFV4, sf )
Nilai kecepatan rata-rata kendaraan ringan (LV) pada kondisi lalu lintas,
hambatan samping dan kondisi geometrik sesungguhnya dicari dengan
menggunakan grafik.
34
Gambar 9. Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk jalan 2/2 UD
Gambar 10. Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk banyak lajur dan satu arah
35
Perhitungan kapasitas jalan perkotaan berdasarkan IHCM 1993
Persamaan umum kapasitas Metode IHCM 1993 adalah:
C = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs (18)
1. Kapasitas dasar (Co)
Tipe jalan 2 / 2 4 / 2 1 – 3/1 Co (smp/jam) 2900 5700 3200
2. Faktor penyesuaian untuk lebar efektif jalan (Fw)
Lebar efektif jalan (m)
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2/2 0,66 0,83 1,00 1,07 1,14 1,21 1,43
4/2 0,58 0,68 0,79 0,90 1,00 1,03 1,05
1-3/1 0,66 0,83 1,00 1,05 1,10 1,15 1,36
3. Faktor penyesuai untuk kerb dan bahu ( Fks )
Lebar efektif bahu (m) 0 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Fks 2/2 4/2
1-3/1
0,85 0,96 0,94
0,89 0,99 0,98
0,93 1,01 1,02
0,96 1,04 1,06
1,00 1,06 1,10
Jarak kerb ke penghalang
(m) 0 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
Fks 2/2 4/2
1-3/1
0,85 0,96 0,94
0,86 0,97 0,96
0,88 0,98 0,97
0,89 0,99 0,99
0,90 1,00 1,00
4. Faktor penyesuaian untuk pembagian arah dan median (Fsp)
Pembagian arah 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0
Fsp 2 / 2 4 / 2 UD
1,0 1,0
0,94 0,97
0,88 0,94
0,82 0,91
0,76 0,89
0,70 0,85
dengan kondisi median:
Median continuity Fsp
- No gabs 1,12
- Few gabs 1,05
- Frequent gaps 0,98
36
5. Faktor penyesuai untuk hambatan samping (Fsf)
SF class VL L M H VH Fsf 1,00 1,00 0,97 0,90 0,86
Side Friction Class:
SF item SF class VL L M H HV
Pedestrian movement 0 1 2 4 7
Angkutan kota stopping on the road way
0 1 3 6 9
Vehicles turning into or out of segment
0 1 3 5 8
Jika SF dalam kuantitas:
SF item SF quantity VL L M H VH
Pedestrian walking (ped/h)
0 0 - 800 80 - 120 120 - 220 > 220
Pedestrian crossing (ped/h/km)
0 0 - 200 200 - 500 500 - 1300 > 1300
Stop angkot on the road (veh/h/km)
0 0 - 100 100 - 300 300 - 700 > 700
Exit/entry vehicles (veh/h/km)
0 0 - 200 200 - 500 500 - 800 > 800
Kemudian ditentukan skor total masing–masing untuk dicari klasifikasi SF:
SF class VL L M H VH Total score 0 - 1 2 - 5 6 - 11 12 - 18 19 - 24
6. Faktor penyesuai untuk ukuran kota ( Fcs )
Ukuran kota juta penduduk) < 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 > 3,0 Fcs 0,80 0,86 1,00 1,03
37
Kecepatan perjalanan (V)
V = Vo x 0,5 x { 1 + ( 1 – DS ) 0,5 } (19)
dengan :
Vo = kecepatan arus bebas
(Nilainya diperoleh dari grafik yang ada di lampiran, Gambar L.1
sampai Gambar L.12, yang dipengaruhi oleh: tipe jalan, tingkat
hambatan samping, lebar efisien jalan, dan ukuran kota)
DS = derajat kejenuhan (degree of saturation)
= Q / C (20)
Q = volume atau arus lalu lintas dalam kend/jam atau smp/jam
Qv = QLV + QHV + QMC + QUM (21)
Qv dalam kend/jam
Qp = QLV x pcuLV + QHV x pcuHV + QMC x pcuMC + QUM x pcuUM (22)
Qp (smp/jam)
C = kapasitas (smp/jam)
Tingkat pelayanan (Level of Service / LOS) ruas jalan
Tingkat pelayanan atau tingkat kinerja jalan menyatakan ukuran kualitatif
yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas dalam mengendarai
kendaraan. LOS juga berhubungan dengan nilai kuantitatif untuk operasional lalu
lintas.
Beberapa variabel LOS mencakup antara lain:
1. Kecepatan dan keseluruhan travel time
2. Hambatan–hambatan lalu lintas
3. Kebebasan gerak atau manuver kendaraan
4. Keselamatan, tingkat kecelakaan
5. Kenyamanan dalam mengemudi
6. Ekonomis BOK
38
Variabel atau indikator yang digunakan untuk menyatakan kuantitatif tingkat
kinerja lalu lintas biasanya adalah:
1. Kecepatan perjalanan
2. Derajat kejenuhan (volume–capacity ratio, V/C ratio)
3. Tundaan
Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006 menyatakan
indikator tingkat pelayanan antara lain adalah:
1. Kecepatan lalu lintas (untuk jalan luar kota)
2. Kecepatan rata-rata (untuk jalan perkotaan)
3. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio)
4. Kepadatan lalu lintas
5. Kecelakaan lalu lintas.
Semakin tinggi kecepatan perjalanan yang dapat dilakukan maka
pelayanan yang diberikan oleh ruas jalan tersebut semakin baik. Sebaliknya jika
kecepatan semakin rendah maka pelayanan yang diberikan semakin rendah. Untuk
nilai VCR atau DS, jika nilai yang diperoleh menunjukkan nilai yang tinggi maka
tingkat pelayanan jalannya adalah rendah. Dapat pula dikatakan bahwa semakin
tinggi nilai perbandingan volume dan kapasitasnya maka ruas jalan berada pada
kondisi mendekati titik jenuh. Sedangkan untuk nilai tundaan, jika nilainya
semakin besar maka tingkat pelayanannya semakin rendah.
Contoh klasifikasi untuk mengetahui tingkat pelayanan suatu ruas jalan
seperti yang diuraikan berikut ini.
A B C
D
F
E kondisi arus macet
Kecepatan Operasi
1,0 (volume/kapasitas)
39
Menhub dalam Peraturan Menhub No: KM 14 Tahun 2006
mengklasifikasikan tingkat pelayanan atas:
1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi:
Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi
Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat
dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan
Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa
atau dengan sedikit tundaan.
2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi:
Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi
oleh kondisi lalu lintas
Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum
mempengaruhi kecepatan
Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya
dan lajur jalan yang digunakan.
3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:
Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh
volume lalu lintas yang lebih tinggi
Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat
Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur
atau mendahului.
4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi:
Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan
kondisi arus
Kepadatan lalu lintas sedang, namun fluktuasi volume lalu lintas dan
hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar
40
Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan
kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir
untuk waktu yang singkat.
5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:
Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas
mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah
Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi
Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi:
Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang
Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama
Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
Klasifikasi tingkat pelayanan berdasar HCM 1985 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pelayanan A dengan ciri:
Kecepatan rata-rata mendekati 60 mph (96,558 km/jam)
Kecepatan merupakan keinginan pengemudi
Volume yang terjadi masih di bawah kapasitas
Prosentase tundaan yang ditimbulkan oleh kendaraan yang bergerak
lambat tidak lebih dari 30% terhadap waktu tempuh rata-rata
Arus maksimumnya 420 passenger car per hour (pcph)
2. Tingkat pelayanan B dengan ciri:
Kecepatan rata-rata yang terjadi adalah 55 mph (88,511 km/jam)
Peningkatan volume lalu lintas masih signifikan dan seimbang serta masih
dalam kapasitas jalan
Pengemudi masih mampu mempertahankan kecepatan yang diinginkan
Prosentase tundaan lebih dari 45% terhadap waktu tempuh rata-rata
Arus yang terjadi adalah 750 passenger car per hour (pcph)
Peleton atau iringan kendaraan mulai terlihat
41
3. Tingkat pelayanan C dengan ciri:
Penambahan arus secara nyata dalam peleton serta mulai timbul gangguan
Kecepatan rata-rata mencapai 52 mph (83,684 km/jam)
Pada volume tinggi terjadi penurunan secara signifikan terhadap nilai
kapasitas
Prosentase tundaan lebih dari 60% terhadap waktu tempuh rata-rata
Arus dasar mencapai 1200 passenger car per hour (pcph)
4. Tingkat pelayanan D dengan ciri:
Arus lalu lintas mulai tidak stabil
Volume sangat tinggi sehingga nilai kapasitas mendekati nol
Di dalam peleton rata-rata terdapat 5-10 kendaraan yang mengalami
kemacetan
Kemampuan untuk melakukan gerakan mulai terbatas
Prosentase tundaan mendekati 75% terhadap waktu tempuh rata-rata
Arus dasar maksimum 1800 passenger car per hour (pcph)
5. Tingkat pelayanan E dengan ciri:
Kondisi arus lalu lintas pada kedua arah mengalami tundaan lebih besar
dari 75% terhadap waktu tempuh rata-rata
Kecepatan rata-rata akan menurun hingga 25 mph (40,232 km/jam)
6. Tingkat pelayanan F dengan ciri:
Kepadatan arus lalu lintas tinggi, sehingga kecepatan menjadi rendah dan
dapat menimbulkan kemacetan
Selain klasifikasi LOS seperti di atas, klasifikasi LOS yang lain dapat
dilihat pada Tabel 2.
42
Tabel 2. Urban Street LOS By Class
(Sumber: HCM, 2000)
Pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk mempertahankan
tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya antara lain:
1. Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan jalan
2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pengguna jalan tertentu
3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu
dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda
4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pengguna jalan
Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya
mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan :
1. Pada ruas jalan, mencakup antara lain :
Jalan satu arah
Lajur pasang surut (tidal flow)
Pengaturan pembatasan kecepatan
Pengendalian akses ke jalan utama
Kanalisasi
Pelebaran jalan.
2. Pada persimpangan, mencakup antara lain :
Simpang prioritas
Bundaran lalu lintas
Perbaikan geometrik persimpangan
43
Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas
Persimpangan tidak sebidang
Gambar berikut merupakan contoh salah satu faktor yang mempengaruhi
kapasitas ruas jalan, yaitu lebar lajur, dan jumlah lajur.
Gambar 11. Penampang melintang jalan 2 lajur 2 arah
Gambar 12. Penampang melintang jalan 4 lajur 2 arah
Contoh perhitungan kapasitas ruas jalan
Berdasarkan MKJI 1997 kapasitas ruas Jalan Cokrodiningrat, Jalan
Rajawali dan Jalan Teratai, Klaten adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas dasar (Co) dari tipe jalan perkotaan untuk dua lajur dua arah tak
terbagi adalah sebesar 2900 smp/jam.
2. Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (FCw) ditentukan berdasarkan
lebar jalur lalu lintas effektif (Wc) yaitu total dua arah 7 m, maka diperoleh
nilai FCw sebesar 1,00.
3. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsf), karena jalan tersebut dua
lajur dua arah tak terbagi yang mempunyai lebar bahu effektif (Ws) 1,0 m dan
kelas hambatan sampingnya sedang, sehingga didapat nilai FCsf 0,92.
44
4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp), karena jalan
tersebut mempunyai perbandingan arus 50%-50% sehingga didapat nilai 1,00.
5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs). Ukuran kota diambil
bsedasarkan jumlah penduduk di Kabupaten Klaten yaitu sebesar 1.277.297
penduduk, termasuk dalam ukuran 1,00-3,00 juta penduduk, sehingga didapat
nilai faktor penyesuaian ukuran kota sebesar 1,00.
6. Setelah nilai-nilai faktor penyesuaian diketahui, besarnya kapasitas Jalan
Cokrodiningrat, Jalan Rajawali, Jalan Teratai diperoleh:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
C = 2900 x 1,0 x 1,00 x 0,92 x 1,00 = 2668 smp/jam
Berdasarkan IHCM 1993 kapasitas ruas Jalan Cokrodiningrat, Jalan
Rajawali dan Jalan Teratai, Klaten adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas dasar (Co) dari tipe jalan perkotaan untuk dua lajur dua arah tak
terbagi adalah sebesar 2900 smp/jam.
2. Faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas (Fw) ditentukan berdasarkan
lebar lalu lintas efektif 7 m, maka diperoleh nilai Fw sebesar 1,00.
3. Faktor penyesuaian untuk lebar bahu (Fks), jalan tersebut mempunyai lebar
bahu efektif 1,0 m dan tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi didapat nilai
faktor penyesuaiannya sebesar 0,93.
4. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (Fsp), jalan tersebut
mempunyai perbandingan arus 50% - 50% sehingga didapat nilai sebesar 1,00.
5. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (Fsf). Hambatan samping
termasuk dalam kategori medium/sedang, sehingga diperoleh nilai Fsf sebesar
0,90.
6. Faktor penyesuaian untuk ukuran kota adalah 1,00 berdasarkan jumlah
penduduk di Kabupaten Klaten sebesar 1.277.297, yang terletak pada 1,00-
3,00 juta penduduk.
7. Setelah nilai-nilai faktor penyesuaian diketahui, besarnya kapasitas jalan
tersebut diperoleh:
C = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs
C = 2900 x 1,00 x 0,93 x 1,00x 0,90 x 1,00 = 2427,30 smp/jam
45
Jalan Luar Kota
Ruas jalan luar kota ialah ruas jalan yang tanpa perkembangan yang
menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen
yang sebentar-sebentar terjadi, seperti: berdirinya rumah-rumah, restoran, atau
warung-warung di pinggir jalan tersebut.
Secara umum analisa tingkat pelayanan pada jalan luar kota hampir sama
dengan perkotaan, meskipun demikian tetap ada perbedaan terutama dalam nilai-
nilainya. Tingkat pelayanan yang berhubungan dengan suatu pendekatan
kuantitatif, untuk jalan luar kota selain indikator kecepatan, dan derajat
kejenuhan, indikator berupa derajat iringan juga diperlukan. Selain itu, perbedaan-
perbedaan antara analisa kapasitas jalan luar kota dengan perkotaan dapat dilihat
pada:
1. Klasifikasi jenis kendaraan
2. Tipe jalan, dan adanya tipe alinyemen serta jarak pandang pada jalan luar kota
3. Adanya pengaruh kelas fungsional jalan dan pengembangan samping jalan
4. Nilai ekivalensi mobil penumpang tiap kendaraan.
Jalan Bebas Hambatan
Jalan bebas hambatan didefinisikan sebagai jalan untuk arus lalu lintas
menerus dengan pengendalian jalan masuk (jalan akses) secara penuh, baik pada
jalan terbagi maupun tidak terbagi.
Seperti halnya jalan luar kota, secara umum analisa kapasitas jalan bebas
hambatan juga hampir sama dengan jalan perkotaan.
46
SURVAI LALU LINTAS
Penyediaan sarana dan prasarana transportasi guna melancarkan proses
transportasi merupakan suatu keharusan, tetapi dalam penyediaannya tetap harus
mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi ketimpangan yang terlalu besar antara permintaan dan penawaran
transportasi. Agar dalam merencanakan sarana dan prasarana transportasi dapat
diperoleh kondisi yang mendekati setimbang, perlu adanya dukungan berupa data.
Proses untuk mencari data sering disebut dengan survai.
Survai mengandung makna mengamati, memperhatikan dan mencatat hal-
hal yang diperlukan. Demikian juga untuk survai lalu lintas, proses pengamatan
dan pencarian data survai, berkaitan dengan segala hal yang mempengaruhi lalu
lintas itu sendiri. Karena lalu lintas merupakan interaksi dari beberapa komponen
transportasi, maka data yang diperlukan juga menyangkut semua komponen
tersebut.
Sebelum survai benar-benar dilakukan sebaiknya perlu dipertimbangkan
mengenai beberapa hal yang dirasa perlu untuk dikerjakan, misalnya:
1. Kejelasan tentang perlu atau tidaknya survai dilakukan.
2. Tujuan survai jelas atau tidak.
3. Menganggu atau tidak terhadap lingkungan (masyarakat).
Hal ini dilakukan agar nilai manfaat yang diperoleh dapat optimal, seimbang
dengan beaya yang dikeluarkan.
Agar proses survai dapat berjalan lancar tanpa membuang-buang waktu,
biaya dan tenaga, survai memerlukan perencanaan yang tepat. Tanpa perencanaan
yang tepat dan matang dimungkinkan timbul in-efisiensi. Perencanaan dalam
survai mencakup: teknik survai (cara, jenis, waktu, dan lain-lain) dan organisasi
(tenaga, siapa yang terlibat, urutan kewenangan/tanggung jawab, dan lain-lain).
Ruang lingkup survai:
1. Batas wilayah studi (wilayah administratif, batas alam, dan lain-lain).
2. Obyek survai (kendaraan, geometri jalan, karakter manusianya).
3. Besar sampel.
47
Pengumpulan data:
1. Metode pengumpulan dipengaruhi oleh: objek/subjek, lingkup survai (lokal,
regional, nasional), dan lokasi survai yang dipengaruhi oleh tujuan survainya.
2. Formulir
Harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik respon obyek survai.
Formulir juga harus memuat data-data pendukung lainnya, misal: kondisi
cuaca, kondisi lingkungan, geometrik, dan lain-lain
3. Waktu pelaksanaan survai dipengaruhi oleh tujuan survai itu sendiri. Misal:
Untuk mendapatkan volume lalu lintas tiap pergerakan di pertemuan jalan
maka periode waktu dipakai per menit.
Untuk mengetahui pola lalu lintas dapat dipakai periode per 15 menitan
(per jam).
4. Kompilasi data (memilih data, mengurutkan dan atau memberi identitas)
Sebelum survai utama/pokok dilakukan, perlu diadakan survai
pendahuluan (pilot surveys) yang dimaksudkan untuk:
1. Memperkirakan ketepatan pengambilan sampel (termasuk homogenitasnya)
2. Ketepatan metode yang dipilih
3. Ketepatan formulir yang dibuat
4. Efisiensi pertanyaan dan informasi yang dibuat pada lembar formulir untuk
responden
5. Perkiraan biaya dan waktu survai utama
6. Efisiensi organisasi survai.
Macam Survai
1. Survai volume lalu lintas (traffic flow surveys)
Survai lalu lintas ditujukan untuk mencatat setiap kendaraan yang
melewati suatu titik atau garis tertentu yang ditentukan lebih dulu. Dari pencatatan
atau pengamatan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui:
a. Pola arus lalu lintas
b. Volume lalu lintas tiap pergerakan (belok kiri, kanan, menerus, dan lain-lain)
c. Komposisi kendaraan yang lewat atau yang ada di arus tersebut
48
d. Faktor untuk memprediksi volume lalu lintas yang akan datang
e. Tingkat okupansi kendaraan dalam lalu lintas.
Gambaran mengenai pola arus lalu lintas dan distribusi arus tiap
pergerakan dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14, serta Tabel 3.
Kurva arus lalu lintas per jam, Kamis, 3 Juni 2004
0
500
1000
1500
2000
2500
07.00 -08.00
07.15 -08.15
07.30 -08.30
07.45 -08.45
08.00 -09.00
08.15 -09.15
09.30 -10.30
09.45 -10.45
10.00 -11.00
10.15 -11.15
10.30 -11.30
10.45 -11.45
12.00 -13.00
12.15 -13.15
12.30 -13.30
Pukul
Aru
s la
lu li
ntas
(ke
nd/j
am)
HV LV MC Volume total
Gambar 13. Pola arus lalu lintas tiap
kendaraan di ruas Jl. A. Yani, Surakarta
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
07.00-
08.00
07.15-
08.15
07.30-
08.30
07.45-
08.45
08.00-
09.00
08.15-
09.15
09.30-
10.30
09.45-
10.45
10.00-
11.00
10.15-
11.15
10.30-
11.30
10.45-
11.45
12.00-
13.00
12.15-
13.15
12.30-
13.30
Waktu
Aru
s (
ke
nd
/jam
)
Senin, 31 Mei 2004 Kamis, 3 Juni 2004 Series3 Sabtu, 5 Juni 2004
Gambar 14. Pola arus lalu lintas harian di ruas Jl. A. Yani, Surakarta
Tabel 3. Distribusi arus lalu lintas tiap pergerakan di Simpang Ir. Juanda, Jl
Diponegoro, Jl. Sulanjana, Bandung Nama Jalan Pergerakan LV HV MC Total
kend. smp kend. smp kend. smp kend. smpIr. Juanda ST 741 741 31 40 367 73 1139 855
(Utara) LT/LTOR 10 10 0 0 10 2 20 12RT 30 30 0 0 11 2 41 32
TOTAL 781 781 31 40 388 78 1200 899
Diponegoro ST 333 333 22 29 241 48 596 410(Timur) LT/LTOR 192 192 0 0 174 35 366 227
RT 312 312 0 0 219 44 531 356TOTAL 837 837 22 29 634 127 1493 992
Sulanjana ST 288 288 30 39 218 44 536 371
(Barat) LT/LTOR 150 150 0 0 131 26 281 176RT 20 20 1 1 12 2 33 24
TOTAL 458 458 31 40 361 72 850 571
Ir. Juanda ST 582 582 25 33 309 62 916 676(Selatan) LT/LTOR 28 28 1 1 33 7 62 36
RT 158 158 3 4 72 14 233 176TOTAL 768 768 29 38 414 83 1211 889
Metode pengambilan data yang dapat dilakukan:
a. Manual count, yaitu pencatatan jumlah kendaraan dengan tenaga manusia,
merupakan cara yang paling sederhana. Pencatatan dilakukan pada kertas
49
formulir, tiap kali sebuah kendaraan yang lewat dicatat pada kertas formulir.
Pencatatan dapat pula dilakukan dengan counter.
b. Detector, yaitu pencatatan dengan menggunakan alat yang dapat mendeteksi
adanya kendaraan yang lewat dan memberi isyarat dalam bentuk tertentu.
Detector biasanya bekerja dengan sentuhan dari gilasan ban, induksi pada
gulungan kabel yang ditanam di jalan menyebabkan pemutusan sinar
sebentar. Keuntungannya yaitu, setiap kendaraan yang melewati alat ini dapat
dicatat, sedangkan kelemahannya yaitu, terjadinya over counting atau under
counting pada kondisi tertentu, misal untuk satu kendaraan dengan jumlah as
banyak, bisa tercatat lebih dari satu kendaraan
c. Peralatan lain, misal: automatic count, video recording (dapat
dikombinasikan dengan komputer).
2. Survai Kecepatan dan Tundaan
Survai ini bertujuan untuk mengevaluasi atau mengetahui kondisi
pelayanan suatu ruas jalan/jaringan jalan bagi para pelaku lalu lintas dengan
mendasarkan pada kecepatan perjalanan pada ruas tersebut dan mengindentifikasi
masalah yang dapat timbul (misal untuk menyatakan daerah rawan kecelakaan)
a. Spot speed surveys
Manfaatnya:
1) Menentukan kecepatan rata-rata pada suatu lokasi (panjang tertentu).
2) Menentukan range kecepatan yang ada pada suatu lokasi dari kecepatan
terendah sampai tertinggi, yang kemudian dihubungkan dengan tingkat
keselamatan lokasi tersebut.
3) Menentukan kecepatan maksimum yang ada di lokasi, untuk diperiksa
terhadap batas-batas kecepatan yang ada dan juga untuk disesuaikan
dengan desain geometriknya.
Metode yang dilakukan:
1) Manual count, pencatatan waktu tempuh dari kendaraan, contoh yang
melewati segmen jalan/penggal jalan pengamatan. Pencatatan waktu
tempuh ini dilakukan dengan menghidupkan stop watch saat roda depan
50
kendaraan contoh melewati garis injak pertama, seterusnya mengikuti
laju kendaraan tersebut melewati garis injak kedua.
2) Enoscope, adalah box atau kotak cermin yang berbentuk L. Alat ini
diletakkan di pinggir jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah
tegak lurus jalan. Pengamat di satu ujung potongan jalan dan enoscope di
ujung lainnya atau biasa juga pengamat berada di antara 2 (dua)
enoscope jika digunakan dua enoscope. Pengukuran waktu tempuh
digunakan alat stopwatch, stopwatch dimulai pada saat kendaraan
melewati pengamat dan dihentikan pada saat kendaraan melewati
enoscope.
3) Radar speed gun meter, alat ini bekerja menurut prinsip Doppler,
kecepatan dari pergerakan proporsional dengan perubahan frekuensi di
antara dua radio transmisi target dan radio pemantul. Peralatan mengukur
perbedaan dan mengubah pembacaan langsung.
4) Time lapse photography, dalam metode ini kamera foto mengambil
gambar pada interval waktu yang ditetapkan. Gambar-gambar yang
diperoleh dari hasil survai diproyeksikan dengan menggunakan alat
proyektor ke suatu layar yang sudah mempunyai pembagian skala,
dengan demikian perpindahan masing-masing kendaraan dapat dihitung.
b. Moving car observer methode
Survai dilakukan di ruas jalan pada daerah perkotaan dengan volume lalu
lintas yang padat dan kecepatan lalu lintasnya bervariasi, dengan syarat:
1) Kendaraan yang melewati adalah kendaraan menerus, tidak berhenti di
jalan ketika di survai
2) Akses masuk/keluar tidak banyak
3) Hambatan samping relatif rendah
4) Tempat hentian kendaraan umum terbatas
5) Tempat penyeberangan (zebra cross) relatif sedikit
51
Pengamat/surveyor melakukan pengamatan dengan cara mengikuti arus yang
hendak dicari karakter lalu lintasnya. Dari pengamatan di lapangan, pengamat
akan memperoleh nilai-nilai (nilai terukur) yang kemudian digunakan untuk
mencari karakter lalu lintas tersebut. Karena dalam pengamatan menggunakan
kendaraan yang mengikuti arus maka jumlah pengamat harus lebih dari satu
orang untuk satu kali pengamatan. Ada yang berperan sebagai pengemudi dan
ada yang berperan sebagai pencari data di lapangan.
Nilai-nilai yang diukur adalah:
1) Jumlah kendaraan yang didahului (D) kondisi searah kendaraan
pengamat.
2) Jumlah kendaraan yang mendahului (M) kondisi searah kendaraan
pengamat.
Nilai yang diperoleh dari (1) dan (2): y = M – D (23)
3) Jumlah kendaraan yang berpapasan dengan pengamat (x)
4) Waktu tempuh pengamat tiap ruas (dalam menit atau jam)
ta = waktu tempuh kendaraan pengamat saat bergerak melawan arus lalu
lintas
tw = waktu tempuh kendaraan pengamat saat bergerak searah arus lalu
lintas
Nilai yang dicari dari hasil analisa adalah:
1) Q = arus lalu lintas dalam arah sesuai kendaraan pengamat.
Q =twtayx
++ (dalam kend/menit atau kend/jam) (24)
2) t = waktu perjalanan rata-rata seluruh arus lalu lintas searah pengamat
dalam satuan detik, menit atau jam.
L
52
t = tw – y/Q (25)
3) V = kecepatan rata-rata perjalanan seluruh arus lalu lintas, dalam
km/jam atau dalam m/dtk.
V = tL (26)
dengan: L = panjang ruas jalan dalam km atau meter.
c. Floating vehicle (kendaraan mengambang)
d. Video recording, dari tempat yang tinggi
e. Registration number matching (pencocokan nomor kendaraan)
Digunakan juga untuk mengetahui:
1) Asal tujuan kendaraan dalam perencanaan transportasi
2) Pola lalu lintas
3) Distribusi waktu perjalanan antara 2 titik, gambaran mengenai variasi
atau komposisi kendaraan dengan volumenya
4) Lama parkir
3. Survai Parkir
Survai ini ditujukan untuk menentukan pola permintaan parkir, yang
nantinya dapat digunakan untuk merencanakan fasilitas parkir dan cara
pengaturannya. Parkir merupakan tempat pemberhentian kendaraan dalam kurun
waktu tertentu. Tempat pemberhentian atau tempat parkir ini timbul berkaitan
dengan adanya kegiatan/aktifitas pada suatu lokasi tertentu. Misalnya: gedung
perkantoran, perniagaan/pusat pertokoaan, fasilitas pendidikan atau yang lainnya.
Agar setiap kegiatan yang dilakukan manusia dapat berjalan secara lancar, salah
satu pendukungnya adalah tempat parkir ini.
Tipe fasilitas parkir dikaitkan dengan tata letaknya dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Off–street parking, parkir yang fasilitasnya tidak menggunakan badan jalan,
misal: taman parkir, garasi bawah tanah ataupun garasi bersusun.
b. On–street parking, parkir yang fasilitasnya menggunakan badan jalan.
Penanganan masalah parkir dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu:
53
a. Pendekatan terhadap besar permintaan parkir.
Besar permintaan (demand) parkir dipengaruhi oleh pola guna lahannya,
sehingga untuk mengatasi masalah perparkiran diperlukan pengaturan pola
guna lahan yang disesuaikan dengan tata ruang kota. Agar nantinya masalah
parkir sebagai akibat adanya aktifitas guna lahan tidak menjadi masalah baru,
utamanya masalah mengenai lalu lintas di sekitar guna lahan tersebut,
diharapkan setiap guna lahan menyediakan fasilitas parkir di wilayahnya.
b. Pendekatan terhadap besar penyediaan fasilitasnya.
Penyediaan fasilitas parkir seperti yang telah disebutkan sebelumnya ada dua
macam, yaitu di badan jalan dan di luar badan jalan.
1) Konsep penyediaan parkir pada badan jalan.
Didasarkan pada tujuan penyediaan ruas jalan itu sendiri yang prioritasnya
untuk apa (pergerakan kendaraannya, pergerakan pejalan kaki atau untuk
hentian).
Jalan Arteri, fungsi utama untuk pergerakan kendaraan.
Jalan Kolektor, fungsi utama pada pergerakan kendaraannya tapi
masih dimungkinkan untuk parkir pada badan jalan.
Jalan Lokal, pelayanan parkir diutamakan tapi kelancaran lalu lintas
juga harus tetap diperhatikan.
2) Konsep dasar penyediaan fasilitas parkir di luar badan jalan
Perencanaan fasilitas parkir di luar badan jalan perlu mempertimbangkan
masalah mengenai kemudahan, keamanan dan kenyamanan dari para
pengguna untuk menggunakan tempat parkir tersebut.
Parking inventory (pengumpulan data parkir) dapat dilakukan dengan
pengamatan langsung maupun tidak langsung. Data pengamatan langsung
(primer) terdiri dari: luas dan jumlah tempat parkir, manajemen/pengaturan
parkirnya, struktur penarikan tarifnya, lama parkir tiap kendaraan, dan lain-lain.
Data yang tidak langsung dari pengamatan (sekunder) diantaranya adalah parking
lay out.
54
Metode pengumpulan data yang dilakukan:
a. Untuk kondisi titik akses dan egres terbatas (entry-exit surveys)
Kondisi untuk tempat parkir di luar badan jalan, misal di taman parkir atau di
gedung, biasanya jumlah titik dibatasi untuk memudahkan pencatatan dan
pengawasan. Titik yang dapat digunakan untuk mengamati yaitu di pintu
masuk dan/atau keluarnya. Survai dapat dengan mencatat jumlah keluar
masuknya saja atau pun dengan mencatat identitas kendaraan yang keluar-
masuk, tergantung dari tujuan survainya. Alat yang digunakan mulai hanya
dengan alat tulis atau pun dengan bantuan tape recorder.
Gambar 15. Contoh daerah kondisi akses dan egres terbatas
b. Untuk kondisi akses dan egres tidak terbatas (parking beat surveys).
Biasanya pada fasilitas parkir di badan jalan (ruas jalan). Karena pintu keluar-
masuk tidak terbatas maka dapat menyulitkan pencatatan dan pengawasan jika
wilayahnya terlalu luas. Oleh karena itu dalam survai ini wilayah survai dibagi
dalam beberapa zona, dengan luas/panjang yang memungkinkan untuk
diamati oleh satu orang saja. Jika untuk akses terbatas pengamat hanya diam
di satu titik pengamatan, pada akses tidak terbatas pengamat harus keliling
dalam periode tertentu yang telah ditetapkan (misal tiap 10 menit atau 15
menit).
U
Surveyor 1
Surveyor 2 ALFA
55
Gambar 16. Contoh daerah kondisi askes dan egres tidak terbatas
Metode pengendalian waktu parkir dapat dilakukan dengan pembatasan
waktu parkir, dengan meteran parkir, dan penggunaan sistem piringan parkir.
Pola parkir on–street secara umum dapat dilihat pada Gambar 17,
sedangkan pola off-street parking dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 17. Pola parkir
4. Origin–Destination Surveys (survai asal tujuan)
Tujuannya untuk mengetahui asal dan tujuan perjalanan yang dilakukan
oleh para pemakai ruas jalan yang disurvai, yang nantinya dapat digunakan dalam
perencanaan transportasi. Metode yang dilakukan:
a. Home interviewing
b. Roadside interviewing
c. Kartu pos atau formulir pos
d. Registration plate methods
e. Pemasangan stiker
U
Lokasi parkir roda 4
Jl. SOLO
Lokasi parkir roda 2
a. Sejajar badan jalan c. Menyudut badan jalan
b. Melintang
56
Gambar 18. Off – street dan on-street parking
5. Pedestrian Movement Surveys
Survai ini ditujukan untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan
arus pejalan kaki, dapat berupa: jumlah/volumenya, asal tujuan perjalanan rute
yang digunakan, dan lain-lain. Data tentang pejalan kaki/pedestrian digunakan
untuk merencanakan fasilitas-fasilitas yang dapat mereka gunakan (jembatan
penyeberangan, trotoar, zebra cross, dan lain-lain).
Metode yang dilakukan:
a. Pengamatan dari tempat tinggi secara langsung
b. Pengamatan dengan video
c. Tag surveys
d. Pedestrian following
e. Interview/wawancara
Contoh fasilitas pedestrian dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Fasilitas bagi pejalan kaki
Soal latihan:
1. Diketahui data pengamatan dari survai seperti tabel di bawah. Jika panjang
tiap ruas atau seksi jalan adalah 1,6 km. Hitung nilai rata-rata dari volume,
kecepatan perjalanan dan waktu perjalanan untuk keseluruhan pengamatan
perjalanan.
Pengamat bergerak ke arah Timur
Lama perjalanan (dalam menit)
Jumlah kendaraan berpapasan (x)
Jumlah kendaraan yang Mendahului (M) Didahului (D)
2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50
42 45 47 51 53 53
0 0 1 1 0 1
1 2 2 2 0 0
Pengamat bergerak ke arah Barat
Lama perjalanan (dalam menit)
Jumlah kendaraan berpapasan (x)
Jumlah kendaraan yang Mendahului (M) Didahului (D)
2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50
34 38 41 31 35 38
0 1 0 0 1 1
2 2 0 1 0 0
58
Penyelesaian:
a. Pengamat bergerak ke Timur
ta (menit)
tw (menit)
X (kendaraan)
D (kend)
M (kend)
2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50
2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50
42 45 47 51 53 53
1 2 2 2 0 0
0 0 1 1 0 1
∑ta = 15,37 ∑tw = 15,29 ∑x = 291 ∑D = 7 ∑M = 3
1) QT = twtayx
++
y = 3 – 7 = - 4
= 15,2915,37
4291+− = 9,36 kend/menit , atau dari rata – ratanya:
ta` = 637,15 = 2,562
x` = 48,5
y` = -0,667
tw` = 2,548
QT = 548,2562,2
667,05,48+− = 9,36 kend./menit = 562 kend/jam
2) tT = tw – y/Q = 2,548 + (0,667/9,36) = 2,62 menit
3) VT = L / t = (1,6/2,62).60 = 36,6 km/jam
b. Pengamat bergerak ke barat
ta (menit)
tw (menit)
x (kend)
D (kend)
M (kend)
2,51 2,58 2,36 3,00 2,42 2,50
2,49 2,36 2,73 3,41 2,80 2,50
34 38 41 31 35 38
2 2 0 1 0 0
0 1 0 0 1 1
∑ta = 15,29 ∑tw = 15,37 ∑x = 217 ∑D = 5 ∑M = 3 Rata-rata = 2,548 2,562 36,167 0,833 0,5
59
1) QB = 562,2548,2333,0167,36
+− = 7,01 kend/menit = 421 kend/jam
2) tB = 01,7
333,0562,2 + = 2,61 menit
3) VB = (1,6/2,61) . 60 = 36,78 km/jam
4) Nilai rata–rata seluruh pengamatan atau seluruh ruas jalan (Timur dan
Barat)
Q = ½ (QT + QB) = ½ (562 + 421) = 491,5 = 492 kend/jam
T = ½ (tT + tB) = ½ (2,62 + 2,61) = 2,615 menit
V = ½ (36,6 + 36,78) = 36,69 km/jam
2. Jika diketahui kecepatan rata–rata arus lalu lintas sebesar 65,5 km/jam untuk
menempuh panjang jalan kurang lebih 10 km. Dan selama perjalanan
berpapasan dengan kendaraan sebanyak 300 kendaraan. Hitung jumlah arus di
ruas tersebut dan berapa waktu tempuh rata–rata arus jika waktu tempuh rata-
rata pengamat sebesar 12,5 menit (baik arah ke Timur atau ke Barat), serta
berapa selisih penyalipannya.
Penyelesaian :
diketahui: V = 65,5 km/jam L = 10 km
x = 300 kendaraan ta = tw = 12,5 menit
ditanya: Q = ? t = ? y = ?
V = L/t
t = L/V = 10/65,5 jam = 9,16 menit
jadi waktu tempuh arus lalu lintas adalah sebesar 9,16 menit
Q = twtayx
++ =
12,512,5y300
++
Q = 25
y300 +
y = 25 . Q – 300 (1)
t = tw – y/Q
9,16 = 12,5 – y/Q
60
9,16 = 12,5 – Q
300)(25.Q −
9,16 = Q
30025Q12,5Q +−
9,16.Q + 12,5.Q = 300
21,66.Q = 300 Q = 13,85 kend/menit = 831 kend/jam
Dari persamaan (1):
y = 25.Q – 300 = 25 . 13,85 – 300
y = 46,25 = 47 kendaraan
61
PERTEMUAN/SIMPANG JALAN DENGAN LAMPU LALU LINTAS
Pertemuan jalan mempunyai peranan yang sangat penting untuk
memperlancar arus lalu lintas dalam suatu proses transportasi. Pertemuan jalan
atau disebut juga dengan simpang jalan merupakan tempat bertemunya berbagai
pergerakan yang tidak sama arahnya, baik pergerakan yang dilakukan orang
dengan kendaraan atau pun yang tanpa kendaraan (pedestrian).
Pergerakan-pergerakan tersebut menggunakan ruang dan waktu yang
mungkin sama, sehingga dapat menimbulkan kecelakaan. Agar kecelakaan
tersebut dapat dihindari sedini mungkin, juga agar waktu yang digunakan untuk
melalui simpang dapat seminimal mungkin, diperlukan adanya pengaturan di
simpang. Tujuan utama pengaturan di simpang adalah:
1. Jika memungkinkan menghilangkan konflik yang terjadi di simpang.
2. Mengurangi konflik seminimal mungkin.
Pengaturan simpang tersebut tetap harus mempertimbangkan nilai keselamatan
dan efisiensi pengguna jalan.
Pengaturan simpang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Simpang prioritas (priority intersection)
2. Simpang dengan pemisahan ruang (space-sharing intersection)
3. Simpang dengan pemisahan waktu (time-sharing intersection)
Selain pengelompokkan di atas, macam pengaturan simpang dapat dilihat
seperti pada beberapa gambar berikut.
Gambar 20. Pengaturan pergerakan di simpang jalan dengan area pembatas
62
Gambar 21. Pengaturan simpang dengan bundaran (roundabout)
Gambar 22. Pengaturan simpang tak sebidang (interchange)
Gambar 23. Pengaturan simpang dengan lampu lalu lintas
63
Mengikuti perkembangan yang ada, tipe simpang kemudian ada yang
digabungkan antara pemisahan waktu dan ruang, tipe ini kemudian disebut
dengan pengaturan simpang bersinyal. Tipe simpang ini menggunakan alat
yang disebut lampu lalu lintas (traffic signal) untuk mengatur pergerakan arus lalu
lintas. Selanjutnya tipe simpang ini-lah yang dibahas dalam buku ini.
Pengaturan simpang jalan dengan lampu lalu lintas
Lampu lalu lintas adalah alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi
(utama) sebagai pengatur hak berjalan semua pergerakan lalu lintas (termasuk
pejalan kaki) secara bergantian di pertemuan jalan. Proses pengaturan dilakukan
dengan memisahkan waktu pelaksanaannya secara langsung dengan bergantian
dan berurutan.
Pemisahan ini biasanya menggunakan suatu indikasi warna lampu yang
sudah tetap maksudnya. Indikasi warna yang umum digunakan di Indonesia
secara berurutan adalah hijau-kuning (amber)-merah.
Konflik yang timbul akibat bertemunya beberapa pergerakan yang berbeda
arah tersebut dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Konflik primer, konflik yang terjadi antara arus yang memotong.
2. Konflik sekunder, konflik yang terjadi antara arus yang membelok dan arus
yang lainnya.
Gambar 24. Konflik primer dan sekunder
Konflik primer Konflik sekunder
Arus kendaraan Arus pejalan kaki
64
Berdasarkan bentuk dasar pergerakannya konflik dibedakan menjadi
empat yang gambarnya dapat dilihat pada Gambar 25. Empat bentuk konflik
tersebut adalah:
1. Crossing, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang berpotongan.
2. Diverging, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang menyebar.
3. Merging, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang saling bertemu.
4. Weaving, yaitu konflik yang timbul akibat pergerakan yang bertemu dalam
satu ruas yang kemudian menyebar dengan berpindah lajur.
Gambar 25. Titik konflik pada simpang tiga (T- junction) dengan pengaturan arus dua arah untuk masing-masing pendekat.
Konflik yang terjadi pada simpang tiga Gambar 25 terdiri dari:
1. Crossing : 3 titik pergerakan kendaraan dan 12 titik pergerakan pejalan kaki
dengan kendaraan
2. Diverging : 3 titik pergerakan kendaraan
3. Merging : 3 titik pergerakan kendaraan
Total 9 pergerakan kendaraan dan 12 pergerakan dengan pejalan kaki.
C
C
C
C
C
C
C C
C
C
C C C C
C
M
D
D
D M
M
Arus kendaraan
Arus pejalan kaki
65
Tujuan pengaturan dengan menggunakan lampu lalu lintas secara rinci
adalah:
1. Efisiensi
Menghemat tenaga polisi (termasuk resiko kecelakaan).
Mengurangi delay karena kondisi macet (terutama jalan–jalan utama).
Mengurangi biaya perjalanan.
2. Meningkatkan keselamatan berlalu lintas (mengurangi tingkat kecelakaan).
3. Memberi hak berjalan secara adil (proporsional) bagi semua pengguna
simpang termasuk pejalan kaki dan kendaraan lambat.
4. Optimalisasi kapasitas simpang.
5. Menciptakan gap pada arus menerus yang cukup tinggi.
Agar tujuan dapat diperoleh secara optimal lampu harus direncanakan dan
dioperasikan dengan benar, jika tidak dapat timbul:
1. Delay yang tidak perlu
2. Pelanggaran–pelanggaran
3. Kecelakaan meningkat
4. Kapasitas simpang tidak optimal
5. Antrian panjang (BOK tinggi dan polusi udara dan tingkat kebisingan naik).
Gambar 26. Kemacetan yang terjadi di simpang jalan
66
Pengaturan dengan lampu lalu lintas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Sistem waktu tetap, nyala tiap sinyal (hijau, merah dan kuning) selalu tetap
sepanjang waktu.
2. Sistem waktu tidak tetap, nyala tiap sinyal disesuaikan dengan kebutuhan lalu
lintas (volume lalu lintas).
Keuntungan dan kerugian penerapan lampu lalu lintas antara lain:
1. Luas lahan yang dibutuhkan minimal.
2. Koordinasi dengan pertemuan jalan/simpang lain mudah dan dapat diubah–
ubah.
3. Biaya relatif murah.
4. Pemeliharaan mudah.
5. Saat arus rendah, resiko kecelakaan tinggi (adanya pelanggaran lalu lintas)
6. Kadang menimbulkan delay yang lebih besar (yang tidak perlu).
7. Kurang tepat kalau digunakan untuk jalan luar kota.
Beberapa persyaratan yang dijadikan acuan pengoperasian lampu lalu
lintas adalah:
1. Volume lalu lintas tiap gerakan tinggi (termasuk pejalan kaki).
2. Komposisi kendaraan tercampur.
3. Kecepatan kendaraan.
4. Kondisi geometri pertemuan jalan
jarak penyeberangan
kemungkinan untuk jalan terus (kiri jalan terus)
alternatif lain (prioritas, bundaran)
5. Data kecelakaan tinggi
6. Tundaan cukup besar
7. Antrian yang terjadi cukup panjang.
Manual on Uniform Traffic Control Devices (1988) dinyatakan bahwa
lampu pengatur lalu lintas hanya boleh diterapkan jika satu atau lebih traffic
signal warrant dipenuhi serta dilakukan studi lalu lintas. Yang termasuk dalam
traffic signal warrant adalah:
1. Volume kendaraan minimal.
67
2. Pemutusan arus yang terus menerus.
3. Volume penyeberang jalan.
4. Gerakan arus progresif.
5. Rawan kecelakaan.
6. Volume dan delay pada jam sibuk.
7. Sistem dan kombinasi warrant.
Beberapa istilah dalam traffic signal yang perlu diketahui dan dipahami di
antaranya adalah:
1. Stage adalah periode waktu yang memberikan hak berjalan suatu arus
(stream).
2. Arus adalah kelompok pergerakan lalu lintas yang berhenti dan berjalan secara
bersama-sama.
3. Intergreen adalah waktu yang ada di antara beberapa stage yang memberi
kesempatan agar pertemuan jalan bebas dari konflik.
4. Sequence adalah urut-urutan hak berjalan suatu arus dalam 1 siklus.
5. Waktu siklus (cycle time) panjang total sequence.
6. Phase/fase adalah sejumlah pergerakan yang dapat berlangsung secara
simultan atau berurutan hak berjalan yang diterima oleh sejumlah pergerakan.
7. All red adalah waktu saat sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan.
8. Signal aspect adalah nyala lampu lalu lintas yang berlaku bagi pengguna jalan.
9. Pendekat adalah daerah dari suatu lengan simpang jalan untuk antri kendaraan
sebelum keluar melewati garis henti.
10. Arus jenuh adalah besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat
selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau).
11. Siklus jenuh adalah suatu siklus yang pada waktu akhir siklus (akhir nyala
hijau) masih terdapat antrian kendaraan.
68
Perhitungan lampu lalu lintas
1. Metode Webster
Metode ini mengasumsikan pengesetan lampu lalu lintas didasarkan pada:
a. Kedatangan kendaraan di setiap mulut pertemuan jalan terjadi secara random.
b. Arus jenuh konstan selama waktu hijau efektif.
c. Metode pengaturan didasarkan pada stage.
d. Pemilihan dan banyaknya stage didasarkan pada permintaan.
e. Semua pergerakan dimulai dan diakhiri sesuai dengan pengaturan stage dan
terjadi secara simultan.
Data yang diperlukan dalam pengaturan lampu adalah:
a. Volume lalu lintas (Q)
b. Arus jenuh (S)
c. Lebar efektif mulut jalan (W)
Tahapan perhitungan lampu Metode Webster:
a. Menentukan banyak dan urutan stage.
b. Menghitung rasio antara volume lalu lintas (Q) dan arus jenuh (S) tiap
pergerakan.
Volume : diperoleh dari survai
Arus jenuh : dealnya dengan survai, untuk memudahkan dengan persamaan
S = 525xW (27)
dengan: S = arus jenuh (smp/jam)
W = lebar efektif mulut jalan (m)
Persamaan di atas berlaku untuk lebar > 5,5 m, untuk lebar kurang dari 5,5
(m) diperoleh dari tabel berikut:
W (m) 3 3,5 4 4,5 5 5,5 S(smp/jam) 1850 1875 1975 2175 2550 2900
Jika arus belok kanan banyak, nilai S diperoleh dari:
Sk (tunggal) = 1,52/r1
1800+
smp/jam
= 1600 smp/jam
69
Sk (ganda) = 1,25/r1
3000+
smp/jam
= 2700 smp/jam
dengan : r = jari–jari belokan (m)
Koreksi arus jenuh dari TRRL dalam Salter (1976) terdiri dari:
1) Tiap kenaikan/penurunan gradien atau slope pendekat sebesar 1 % arus
jenuh kurang ± 3 %.
2) Kondisi lingkungan baik: pendekat ganda, tidak ada pengaruh dari
pedestrian, tidak ada kendaraan yang parkir, tidak ada pengaruh kendaraan
belok kanan, jarak pandang baik dan radius membelok cukup,
penambahan arus jenuh sebesar 20%.
3) Kondisi lingkungan jelek: kecepatan rata–rata rendah, alinyemen jelek,
jarak pandang jelek, banyak (ada) dipengaruhi kendaraan yang parkir dan
belok kanan, arus jenuh menjadi sebesar 85% dari semula.
Nilai rasio volume–arus jenuh diperoleh dengan persamaan:
y = Q / S (28)
c. Tentukan nilai rasio kritis tiap stage
d. Hitung Y = ∑ y kritis bila Y > 0,8 penghitungan perencanaan diulang.
e. Hitung lost time atau waktu hilang (L) yaitu waktu dalam 1 siklus penuh yang
tidak ada kendaraan yang lewat. Nilai ini dapat dihitung dengan:
L = 2n + n (IG – A) (29)
dengan:
n = jumlah fase
IG = intergreen/antar hijau (detik)
A = waktu nyala kuning/amber(detik)
f. Hitung waktu siklus optimum (Co)
Co = Y1
51,5.L−+
(30)
Nilai siklus (C) yang diambil antara 0,75.Co<C<1,5.Co
g. Hitung hijau efektif total (g)
g = C – L (31)
70
h. Hitung hijau efektif dan aktual tiap stage
gi = yi / Y . (C – L) (32)
ki = gi + I1 + I2 – a
Dengan asumsi nilai:
kuning atau amber = 3 detik
merah–kuning = 2 detik
I1 + I2 = 2 detik
Hijau aktual dapat diperoleh juga dari:
ki = gi + I1 + I2 – A = gi + 2 – 3
ki = gi – 1 (detik) (33)
i. Penggambaran diagram fase.
2. Metode MKJI 1997
a. Kondisi geometri dan lingkungan, yang terdiri dari:
Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, lebar masuk dan keluar
Ada tidaknya median
Lebar belok kiri langsung LTOR (gerakan membelok yang dapat
dilakukan dalam semua fase tanpa memperhatikan sinyal)
Lebar pendekatan untuk tiap lengan diukur kurang lebih sepuluh meter
dari garis henti
Kondisi lingkungan jalan, menggambarkan tipe lingkungan jalan yang
dibagi dalam tiga tipe, yaitu: komersial, pemukiman dan akses terbatas.
Tingkat hambatan samping, yaitu interaksi arus lalu lintas dan kegiatan di
samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di
dalam pendekat. Hambatan samping dibedakan menjadi tinggi, sedang,
dan rendah.
b. Kondisi arus lalu lintas, terdiri dari:
Data lalu lintas yang dibagi dalam tipe kendaraan sebagai berikut: sepeda
motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan kendaraan berat (HV),
sedangkan kendaraan tidak bermotor (UM) diperhitungkan sebagai faktor
hambatan samping
71
Arus lalu lintas tiap pendekat dibagi dalam tipe pergerakan, antara lain:
gerakan belok kanan, belok kiri, lurus, dan gerakan belok kiri pada saat
lampu merah (left turn on red, LTOR) yang diijinkan jika mempunyai
lebar pendekat yang cukup sehingga dapat melintasi antrian pada
kendaraan yang lurus dan belok kanan.
Arus lalu lintas dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen mobil
penumpang (emp), seperti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai emp menurut MKJI 1997
Data arus lalu lintas digunakan untuk mencari nilai-nilai yang terdiri dari:
rasio kendaraan belok kiri (PLT), rasio belok kanan (PRT), dan rasio kendaran
tak bermotor (PUM) untuk setiap pendekat.
Tahapan perhitungan Metode MKJI 1997:
a. Masukkan data volume dalam smp/jam tiap gerakan.
b. Cari nilai arus jenuh (S) dengan urutan:
1) Penentuan tipe pendekat
Tipe pendekat dibedakan menjadi dua:
Tipe terlawan (O, opposed), apabila pada saat arus berangkat terjadi
konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
Tipe terlindung (P, protected), apabila pada arus berangkat tidak
terjadi konflik lalu lintas dari arah yang berlawanan.
72
Gambar 27. Contoh skema bentuk tipe pendekat terlindung (P) dan terlawan (O)
2) Lebar pendekat efektif
a) Jika meterWLTOR 2≥
Dianggap kendaraan LTOR dapat mendahului antrian kendaraan lurus
dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Perlu dilakukan
pengecekan terhadap:
−
=MASUK
LTORAe W
WWMinW (34)
Arus yang digunakan dalam analisa adalah arus menerus (QST) dan
belok kanan (QRT). Q = QST + QRT
Untuk tipe pendekat terlindung (P) nilai lebar efektif harus diperiksa
dengan persamaan:
Wkeluar < We x (1 – PRT) maka diambil nilai We = Wkeluar
Arus yang digunakan arus menerus saja. Q = QST
b) Jika meterWLTOR 2<
Dianggap bahwa kendaraan tidak dapat mendahului antrian kendaraan
dalam pendekat selama sinyal merah. Perlu dilakukan pengecekan
terhadap:
)(
−+×+=
LTORLTORA
LTORMASUK
A
e
WPWWW
WMinW
1 (35)
Tipe P Tipe O
73
Arus yang digunakan dalam analisa adalah menerus (QST), belok
kanan (QRT), dan belok kiri (QLTOR)
Q = QST + QRT + QLTOR
Untuk tipe pendekat terlindung (P), perlu dilakukan pemeriksaan:
Wkeluar < We (1 – PRT – PLTOR) maka diambil nilai We = Wkeluar
Arus yang digunakan arus menerus saja. Q = QST
Pedoman penentuan nilai WA, WMASUK, WLTOR, dan WKELUAR untuk
pendekat dengan pulau lalu lintas maupun tanpa pulau lalu lintas dapat
menggunakan Gambar 28.
Gambar 28. Skema lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas
3) Perhitungan arus jenuh dasar
Arus jenuh dasar (So) yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam
pendekat selama kondisi ideal (smp/jam hijau)
Untuk pendekat tipe P (arus terlindung)
So = 600 × We smp/jam hijau (36)
dengan:
So = arus jenuh dasar
We = lebar approach efektif
W exit
WA
W LTOR
W entry
74
Untuk pendekat tipe O (terlawan)
Arus jenuh dasar dalam MKJI 1997 ditentukan berdasarkan Gambar
29 dan Gambar 30, yang merupakan fungsi dari We, QRT dan QRTO.
Gambar tersebut juga dapat digunakan untuk mendapatkan nilai arus
jenuh pada keadaan We lebih besar atau lebih kecil daripada We
sesungguhnya dan hasilnya dihitung dengan interpolasi.
4) Arus jenuh yang disesuaikan (S)
Arus jenuh yang disesuaikan yaitu besarnya keberangkatan antrian dalam
pendekat selama kondisi tertentu setelah disesuaikan dengan kondisi
persimpangan (smp/jam hijau).
Nilai arus jenuh yang disesuaikan dihitung dengan:
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (smp/jam hijau) (37)
dengan:
S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)
SO = arus jenuh dasar (smp/jam hijau)
FCS = faktor penyesuaian ukuran kota
FSF = faktor penyesuaian hambatan samping
FG = faktor penyesuaian kelandaian
FP = faktor penyesuaian parkir
FRT = faktor penyesuaian belok kanan
FLT = faktor penyesuaian belok kiri
75
Gambar 29. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O tanpa lajur belok kanan terpisah
76
Gambar 30. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O dengan lajur belok kanan terpisah
77
Nilai faktor penyesuaian dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut:
Untuk tipe terlindung dan terlawan faktor penyesuaian ukuran kota
(FCS), besarnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FCS) Jumlah penduduk (dalam juta jiwa) > 3,0 1 – 3 0,5 - 1 0,1 – 0,5 < 0,1
FCS 1,05 1 0,94 0,83 0,82
(Sumber: MKJI, 1997)
Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (FSF), merupakan
fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan
rasio kendaraan tak bermotor.
Tabel 6. Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF) Lingkungan
jalan Hambatan samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Komersial
(COM) Tinggi
“ Sedang
“ Rendah
“
Terlawan Terlindung Terlawan
Terlindung Terlawan
Terlindung
0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Pemukiman (RES)
Tinggi “
Sedang “
Rendah “
Terlawan Terlindung Terlawan
Terlindung Terlawan
Terlindung
0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Akses Terbatas
(RA)
Tinggi/Sedang/Rendah
“
Terlawan
Terlindung
1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88 (Sumber : MKJI, 1997)
Faktor penyesuaian kelandaian (FG), ditentukan dari Gambar 31.
78
Gambar 31. Faktor penyesuaian kelandaian
Faktor penyesuaian parkir (FP) dapat ditentukan dari persamaan:
Fp = [Lp/3 - (WA-2) x (Lp/3 - g)WA]/g (38)
dengan:
Lp = jarak antara garis henti dengan kendaraan parkir pertama atau
panjang dari lajur belok kiri yang pendek (m)
WA = lebar pendekat (m)
g = waktu hijau pada pendekat
Faktor koreksi belok kanan (FRT), untuk tipe terlindung, tanpa median,
jalan dua arah dapat dihitung dengan:
FRT = 1 + PRT × 0,26 (38)
Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti yang tersebut di atas
nilai FRT = 1,0
Faktor koreksi belok kiri (FLT), untuk pendekat tipe P (arus
terlindung), tanpa belok kiri jalan terus dapat dihitung dengan:
FLT =1 – PLT × 0,16 (39)
Untuk pendekat dengan kondisi selain seperti tersebut di atas maka
nilai FLT = 1,0
79
c. Rasio arus jenuh (FR), rasio arus terhadap arus jenuh dari suatu pendekat yang
nilainya dapat dihitung dengan: FR = Q/S (40)
dengan:
FR = rasio arus jenuh
Q = jumlah arus lalu lintas (smp/jam)
S = arus jenuh yang disesuaikan (smp/jam hijau)
d. Rasio arus jenuh terbesar setiap fase disebut sebagai rasio arus jenuh kritis
(FRCRIT), dan jumlah dari FRCRIT dari keseluruhan fase pada satu siklus
disebut rasio arus simpang (IFR).
IFR = Σ (FRCRIT) (41)
e. Rasio fase (PR) untuk setiap fase dihitung dengan:
PR = FRCRIT / IFR (42)
f. Waktu siklus (c), adalah waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal. Nilai
waktu siklus yang layak dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai waktu siklus yang layak
Tipe pengaturan (jumlah fase)
Pengaturan 2 fase
Pengaturan 3 fase
Pengaturan 4 fase
Waktu siklus (detik) 40 – 80 50 - 100 80 – 130
(Sumber : MKJI, 1997)
Waktu siklus sebelum penyesuaian (cUA) untuk persimpangan dengan kendali
waktu tetap dihitung dengan:
cUA = (1,5 x LTI + 5 ) / (1 – IFR) (43)
dengan:
IFR = rasio arus simpang
LTI = waktu hilang total per siklus (detik) = ∑ IGi = ∑ (all red + amber)
Nilai pendekatan waktu antar hijau normal dapat dilihat pada Tabel 8.
80
Tabel 8. Nilai pendekatan waktu antar hijau normal
g. Waktu hijau (g), adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat atau waktu
yang digunakan untuk melepaskan diri dari simpang jalan dalam kondisi
aman. Waktu hijau minimal adalah sebesar 10 detik sebagai batasan waktu
untuk digunakan penyeberang jalan secara umum.
gi = (cua – LTI) x PRi (44)
dengan:
gi = waktu hijau pada fase i
cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (detik)
PRi = rasio fase pada fase I
h. Waktu siklus yang disesuaikan, nilainya didasarkan pada waktu hijau yang
diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang total per siklus
c = Σg + LTI (45)
i. Gambar diagram fasenya.
Gambar 32 merupakan contoh distribusi arus lalu lintas mulai saat nyala
lampu hijau sampai akhir hijau. Gambaran tentang persinyalan suatu simpang
dapat dilihat pada Gambar 33 serta Tabel 9.
81
Gambar 32. Skema arus jenuh pada simpang bersinyal
Tabel 9. Data geometrik dan persinyalan JALAN W. pendekat W masuk W. keluar Red Yellow Green Inter Siklus
Green(m) (m) (m) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
IR. JUANDA 7 7,5 10 58 3 45 4 106(UTARA)
JL. IR. JUANDA 7 9 7 58 3 45 4 106
(SELATAN)
JL. CIKAPAYANG 11 11 6 (SUCI) 89 3 14 4 106(BARAT) 7(DU)
JL SURAPATI 7 7 11 68 3 35 4 106(TIMUR)
tambahan akhir
Waktu hijau efektif
waktu
Saturation flow Hilang awal
fase untuk gerakan
antar hijau
fase untuk gerakan yang menimbulkan konflik
kuning H M
merah
K M
K M
82
ALL RED
PHASE A 0 45 48
INTERGREEN 4 DETIK
PHASE B 49 63 66
INTERGREEN 4 DETIK
PHASE C 67 102
INTERGREEN 4 DETIK
STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3
1 SIKLUS
106
106
106
ALL RED
PHASE A 0 23 26 85
INTERGREEN 4 DETIK
PHASE B 0 27 44 47 85
INTERGREEN 4 DETIK
PHASE C 0 48 58 61 85
INTERGREEN 4 DETIK
PHASE D 62 81 85
INTERGREEN 4 DETIK
STAGE 1 STAGE 2 STAGE 3 STAGE 4
1 SIKLUS
Gambar 33. Diagram phase (3 phase dan 4 phase)
83
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, I, dkk, 1995, Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib, Dirjen Perhubdar, Jakarta.
Anonim, -, Managemen Lalu lintas di Pertemuan Jalan, Pelatihan Managemen
Transportasi Perkotaan. Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina
Marga. Anonim, 2000, Highway Capacity Manual, Transportation Research Board,
National Research Council, Washington D.C. Hidayati, N, 2000, Teknik Lalu Lintas I, Diktat Kuliah (belum dipublikasikan),
Surakarta. Hidayati, N, 2006, Evaluasi Tingkat Kebisingan Akibat Lalu Lintas pada Zona
Pendidikan (Laporan Research Grant), Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hobbs, FD, 1979, Traffic Planning and Engineering, Pergamon Press. Mc Shane, W.R, 1990, Traffic Engineering, Prentice Hall, New Jersey. Pline, J.L, 1992, Traffic Engineering Handbook, Prentice Hall, New Jersey. Salter, RJ, 1976, Highway Traffic Analysis and Design, The Macmillan Press. Warpani, S, 1985, Rekayasa Lalu Lintas (terjemahan), Penerbit Bhatara karya
Aksara.
84
LAMPIRAN
85
Gambar L.1 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)
Gambar L.2 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)
86
Gambar L.3 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)
Gambar L.4 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah (2/2)
87
Gambar L.5 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)
Gambar L.6 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)
88
Gambar L.7 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)
Gambar L.8 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 4 lajur 2 arah (4/2)
89
Gambar L.9 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level, dan
city size (CS) > 3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)
Gambar L.10 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,
dan city size (CS) 1,0-3, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)
90
Gambar L.11 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,
dan city size (CS) 0,5-1, 0 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)
Gambar L.12 Model free-flow speed, effective carriageway, side friction level,
dan city size (CS) < 0,5 juta penduduk untuk tipe jalan 1 arah (1-3/1)
91