Upload
diana-marini
View
100
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
n
Citation preview
Case : Mr. Fendy
PAGE 1
Mr. Fendy is a 26 year-old guitarist of a very famous band who is going to penform in an international music festival that would be held in Jakarta in a few days. He had been an asthmatic since he was two years old. He had been treated with a variety of drugs such as salbutamol, a β2 agonist, orally. Whenever he got an asthma attack, in order to get the quick relieve/digantikan, he used salbutamol inhalation. He came to carry inhalers around wherever he went.
Although, he was an excellent guitarist, Fendy suddenly became extremelly tentative/sementara in his playing and had breathing difficulties and co-ordination problems. Relaxation techniques failed and he was seriously concerned/diperhatikan about his very important performance. Another musician friend of his suggested that he should try a small dose of nadolol, a β-blocker/antagonist, which appeared to work wonders by reducing palpitations and nervousness. Initially reluctant/segan, Fendy bought the drugs without prescription and decided to take them.
PAGE 2
The following is a chronology of events that occured on January 3rd:
21.50 : First dose of nadolol taken
22.10 : Fendy noticed a tightness/sesak in his chest and used his inhaler
22.20 : The chest tightening/mengetat became worse and he took more puffs of his inhaler
22.30 : The symptoms got worse and worse, then Fendy’s friend decided to drive him to the hospital
23.00 : He was brought to the emergency room
Mr. Fendy then hospitalized and he failed to perform in the festival. The doctor who treated him said that he took the wrong medicine that made his asthma symptoms got worse.
Farmakologi
Ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap mahluk hidup. Dalam dunia kedokteran, senyawa itu disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Obat di defenisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis atau menimbulkan kondisi tertentu. Farmakologi berkaitan erat dengan fisiologi, biokimia, patogenesis, kedokteran klinik serta gizi.
Cara pemberian obatBergantung:
- Kesadaran umum penderita- Kecepatan respon yang diinginkan- Sifat obat- Tempat kerja yang diinginkan
Macam cara pemberian : 1. Intravena (100)
+ Mula kerja paling cepat2. Intramuskuler (75-100)
+ Dimungkinkan volume besar3. Subkutan (75-100)
+ Volume lebih kecil dari intramuskuler
→ - Ketiganya mungkin menyakitkan
4. Oral (5 - <100)+ Paling nyaman, paling mudah-Efek lintas pertama paling signifikan
5. Perektal (30 - <100)+Efek lintas pertama kurang dari oral
6. Inhalasi (5 - <100)+Mula kerjanya sangat cepat
7. Transdermal (80 - <100)+Memperlama masa kerja-Biasanya absorbsi lambat
8. Topikal+ Memaksimalkan konsentrasi pada titik tempat kerja Meminimalkan konsentrasi obat di tempat lain
PeroralLewat mulut – diserap diusus – umumnya metabolisme lintas pertama di hati – distribusi sistemik – eksresi
Secara peroral, bioavaibilitasnya mungkin tidak 100% karena:- absorbsi tidak sempurna- eliminasi lintas pertama
Penghambat absorbsi :- Kurangnya absorbsi dari usus
- Hambatan glikoprotein-P (memompa obat keluar dari dinding sel usus)
Eliminasi lintas pertama :Setelah menembus dinding usus, darah vena porta mengirim obat ke hati sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Obat dapat dimetabolis di dinding usus atau dalam darah vena porta, hati paling banyak me-metabolisme obat atau mengeksresikannya ke dalam empedu.
Menghindari eliminasi lintas pertama:- Sublingual, transdermal (obat langsung menuju vena sistemik)- Rektum (obat masuk ke vena kava inferior), namun hanya 50%
yang dianggap tidak masuk ke hati- Inhalasi, parenteral (dimetabolisme dan dieksresi oleh paru-paru)
Farmakokinetik
Adalah perjalanan obat dalam tubuh.Kinetik :a. absorbsib. metabolismec. distribusid. eksresi
absorbsiproses masuknya obat ke dalam darah.Contoh: di usus halus – vena porta, darah dari mulut – vena kava superior, mukosa rektum
Absorbsi sebagian besar obat terjadi secara difusi pasif, agar dapat melewati membran sel, molekul obat harus larut lemak dan air.Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah (asam lemah, basa lemah). Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi dan PH larutan itu berada. Untuk asam lemah, PH tinggi akan meningkatkan ionisasi dan mengurangi bentuk nonion (hanya bentuk nonion memiliki kelarutan lemak, diabsorbsi).
Transporter membran:1. ABC (ATP Binding Cassette) – memerlukan ATP
P-glikoprotein >> untuk kation organik dan zat netral yang hidrofobik dengan BM 200-1800 daltonMultidrug Resistance Protein >> anion organik hidrofobik dan konjugat
2. Transporter uptake obat – tidak perlu ATPOATP (Organic Anion Transporting Polypeptide)Untuk anion organik, kation organik besar, zat netral, hidrofobik dan konjugatOAT (Organic Anion Transporter)Untuk anion organik lipofilikOCT (Organic Cation Transporter)Untuk kation kecil hidrofilik
DistribusiProtein plasma dalam darah mengikat obat dengan ikatan lemah:
- Albumin mengikat obat-obat asam dan netral (steroid)- Asam lemak mempunyai tempat ikatan khusus dalam albumin:
o A-glikoprotein mengikat obat basao Corticosteroid Binding Globulino Sex Steroid Binding Globulin
Obat yang terikat protein plasma ke seluruh tubuh, obat bebas akan keluar ke jaringan ke tempat kerja obat, jaringan depot, ke hati (obat menjadi metabolit yang bersama empedu mengalir ke darah) dan ke ginjal (dieksresi).
Obat yang larut air dan bersifat asam (kebanyakan) akan tetap berada di luar sel sedangkan obat larut lemak dan basa (kebanyakan) berdifusi melewati membran sel.
Metabolisme Terutama terjadi di hati, di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan sitosol. Tempat metabolisme yang lain : dinding usus, ginjal, paru, darah otak, kulit dan lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan : mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat dieksresikan lewat ginjal atau empedu. Dengan proses ini, obat dapat menjadi inaktif, semakin aktif, atau menjadi toksik.
Reaksi fase 1Terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis >> obat menjadi lebih polarReaksi fase 2Reaksi konjugasi dengan substrat endogen :Asam glukoronat, asam sulfat, asam amino >> obat menjadi sangat polar (umumnya inaktif)
EksresiAda beberapa cara:Obat dieksresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Melalui 3 tahap: filtrasi glomerulus, sekresi tubulus proksimal, dan reabsorbsi pasif tubulus.
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat yaitu plasma minus protein (obat bebas ke dalam ultrafiltrat, yang terikat protein tetap dalam darah)Sekresi aktif melalui transporter membran MRP (penisilin, glukuronat, sulfat) dan P-glikoprotein (kuinidin, digoksin)Reabsorbsi pasif bergantung PH, misal: obat (asam kuat dan basa kuat) terionisasi sempurna pada PH ekstrem urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi (4,5 – 7,5).
Yang kedua, melalui empedu – usus – fesesP-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat dan metabolit ke dalam empedu.
Eksresi paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum.Eksresi dalam ASI, saliva, keringat dan air mata sangat kecil jumlahnya.
INTERPRETASI PARAMETER FARMAKOKINETIK
• Beberapa proses fisiologis dan proses patologis mengharuskan penyesuaian dosis pada setiap individu.
• Proses-proses tersebut mengubah parameter farmakokinetika tertentu.
• Ada 4 parameter yang perlu diketahui :
– Bersihan / Clearance
– Volume distribusi
– Waktu paruh eliminasi
– bioavailabilitas
CLEARANCE
• Clearence / klirens / bersihan adalah ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat.
• Cl = laju eliminasi
C
• Cat : - Cl : clearance
- C : konsentrasi obat
• Eliminasi obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi di dalam ginjal, hati, paru, dll.
• Cl renal = laju eliminasi ginjal
C
Cl liver = laju eliminasi liver
C
Cl lain = laju eliminasi lain
C
• Kalau digabungkan, klirens-klirens yang terpisah tersebut sama dengan klirens sistemik total :
• Cl = Cl renal + Cl liver + Cl lain
VOLUME DISTRIBUSI
• Volume distribusi adalah ukuran ruang di dalam tubuh yang tersedia untuk dimuati obat.
• Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat di dalam darah atau plasma.
• Vd = jumlah obat di dalam tubuh
C
Volume distribusi obat dapat berbeda tergantung usia, jenis kelamin, komposisi tubuh, dan adanya penyakit
WAKTU PARUH / HALF-LIFE
• Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan agar konsentrasi plasma atau jumlah obat di dalam tubuh berkurang 50%.
Klirens mempengaruhi waktu paruh (klirens ↓ maka waktu paruh ↑), tapi berlaku hanya jika volume distribusi tidak berubah
• T ½ = 0,693 x Vd
Cl
atau
• T ½ = 0,7 x Vd
Cl
BIOAVAILABILITAS
• Bioavailabilitas adalah bagian/fraksi dari obat yang tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik setelah pemberian melalui jalur apa saja.
Obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya mungkin kurang dari 100% berdasarkan 2 alasan utama: banyaknya obat yang diabsorpsi dan eliminasi lintas pertama
• Efek eliminasi lintas-pertama hepatis pada bioavailabilitas dinyatakan sebagai rasio ekstrasi (extraction ratio, ER).
• ER = Cl liver
Q
(Q à aliran darah hepatis)
• Bioavailabilitas sistemik obat (F) :
F = f x (1 – ER)
(f à banyaknya absorpsi)
BIOAVAIBILITAS MASING-MASING CARA PEMBERIAN DALAM % :
• Intravena → 100
• Intramuskular →75 < x ≤ 100
• Subkutan → 75 < x ≤ 100
• Oral → 5 < x < 100
• Rektal → 30 < x < 100
• Inhalasi → 5 < x < 100
• Transdermal → 80 < x ≤ 100
IKATAN PROTEIN / BOUND IN PLASMA
• Perubahan pada parameter seperti bersihan, volume distribusi, dan waktu paruh sebagai fungsi dosis atau konsentrasi obat
biasanya terjadi karena adanya kejenuhan ikatan protein, metabolisme hepatik, transpor aktif obat di ginjal.
• Jika konsentrasi molar obat meningkat, fraksi obat yang tidak terikat pada akhirnya juga akan meningkat (karena semua tempat berikatan menjadi penuh).
• Hal ini biasanya terjadi hanya jika konsentrasi obat dalam plasma berada dalam rentang puluhan sampai ratusan mikrogram per mililiter.
ELIMINASI MELALUI HEPAR / GINJAL
• Dua lokasi utama eliminasi obat adalah kedua ginjal dan hati.
• Klirens dari obat yang tidak berubah didalam urin menunjukkan eliminasi ginjal.
• Di dalam hati, eliminasi obat terjadi melalui biotransformasi obat pada suatu peristiwa metabolit, atau ekskresi obat yang tidak berubah ke dalam empedu.
• Laju eliminasi = Cl x C
OOA dan DOA
• OOA adalah mula kerja obat.
à kemapuan dan waktu awal yang dibutuhkan obat untuk bereaksi di dalam tubuh.
• DOA adalah lama kerja obat.
à waktu dari awal bereaksi di dalam tubuh sampai dengan menimbulkan efek terapeutik sampai selesai.
• Salbutamol :
OOA à 15 menit
DOA à 3 -4 jam
• Nadolol :
OOA à
DOA à > 20 jam
KESIMPULAN
• Untuk apa penggunaan penghitungan pada parameter farmakokinetik tersebut??
• Gunanya adalah untuk memberikan dosis obat yang tepat kepada pasien karena adanya perbedaan dari proses farmakokinetik yang dialami setiap individu, sehingga obat yang diberikan pun dapat efektif dan efisien.
Parameter Farmakodinamik
Kadar Terapi
Kisaran kadar terapi adalah kisaran kadar yang menimbulkan efikasi yang tinggi dengan risiko toksisitas yang rendah. Beberapa pasien menunjukkan respon terapi pd kadar di bawah batas bawah ( Cther,min ), sedangkan beberapa pasien lain memerlukan kadar di atas batas atas ( Cther,max ) untuk mendapatkan respon terapi.
Obat-obat yang sangat aman tidak mempunyai
Cther,max, sedangkan obat-obat dengan batas keamanan yang sempit nilai Cther,max biasanya hanya 2-3 x Cther,min
KADAR MANTAP (CSS)
Merupakan kadar yang dicapai setelah 4-5 kali waktu paruh obat
tss = 5 x t1/2
Selain itu, pemberian dosis berulang juga menimbulkan kadar mantap sebab terjadi akumulasi (peningkatan kadar obat) hingga tercapai suatu keadaan mantap (steady state)
à Dicapai apabila kecepatan eliminasi obat oleh tubuh telah menyamai kecepatan masuknya obat ke dalam tubuh
EFEK MAKSIMAL
Efek maksimal adalah respon maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat jika diberikan pada dosis yang tinggi. Tetapi dlm klinik, dosis obat dpt dibatasi oleh timbulnya efek yang tidak diinginkan.
mis : morfin dan aspirin berbeda dlm efek maksimalnya sebagai analgesik.
Efek maksimal obat tidak selalu berhubungan dengan potensinya
• Potensi merupakan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan oleh:
1. Kadar obat yang mencapai reseptor
à tergantung dari sifat2 farmakokinetik obat
2. Afinitas obat terhadap reseptornya
• Jika peningkatan dosis pada pasien tertentu tidak mengarah pada respons klinik selanjutnya, dapat dikatakan efek maksimal telah tercapai
• Pengenalan efek maksimal penting untuk menghindari peningkatan pemberian dosis yang tidak efektif à toksisitas
Sensitivitas/Sensitivity
• Kepekaan organ target pada obat dicerminkan oleh konsentrasi obat yang diperlukan untuk menghasilkan 50% dari efek maksimum, yaitu EC50.
• Kepekaan yang meningkat pada suatu obat biasanya ditandai oleh respon yg berlebihan pada dosis kecil atau sedang.
Dosis muat/loading dose (LD)
• Dosis Loading = Jumlah dalam tubuh segera setelah dosis loading
= Vd x TC
Vd : Volume distribusi
TC : konsentrasi target
Contoh : teofilin dengan LD 350 mg (35 L x 10 mg/L)
• Jika kecepatan absorbsi relatif cepat terhadap distribusi (dlm pemberian intravena), konsentrasi obat dalam plasma yg dihasilkan dari LD yg dihitung dengan Vd dapat lebih tinggi daripada yg diinginkan.
Dosis Berulang
Dosis Pemeliharaan / Maintenance Dose (DM)
• Keadaan steady state (SS) terjadi jika :
Kecepatan dosis ss = Kecepatan eliminasi ss
= CL X TC
• Jika obat yg diberikan melalui cara pemberian yg ketersediaan hayatinya kurang dari 100%, maka kecepatan pemberian dosis yang dihitung harus dimodifikasikan, misalnya :
Kecepatan dosis oral = Kec.dosis /F oral
• Dosis pemeliharaan = Kec.dosis x Interval dosis
Contoh Perhitungan Dosis Pemeliharaan
• Suatu konsentrasi target teofilin 10 mg/L, diinginkan untuk menghilangkan serangan asma bronkiale akut pada seorang penderita. Jika penderita tersebut tidak merokok dan tidak menderita penyakit lain, kita dapat menggunakan nilai bersihan rata-rata, yaitu : 2,8 L/jam/70 kg. Karena obat tersebut akan diberikan sebagai suatu infus intravena, maka F=1
• Kecepatan dosis = CL X TC
= 2,8 L/jam/70 kg x 10 mg/L
= 28 mg/jam/70 kg
Oleh karena itu, pada penderia ini kecepatan infus yang benar adalah 28 mg/jam/70 kg
• Jika serangan asma sudah diatasi, ada kemungkinan dokter akan mempertahankan konsentrasi plasma dengan menggunakan teofilin per oral, yang bisa diberikan setiap 12 jam menggunakan formulasi lepas lambat yang kira-kira menyamai suatu infus intravena berkelanjutan.
• Dengan F per oral adalah 0,96 bila interval dosis adalah 12 jam, maka :
DM = Kecepatan dosis x interval dosis
F
= 28 mg/h x 12 h
0,96
= 350 mg
Interval dosis
• Tergantung berapa lama obat tsb dalam tubuh
• Interval dosis = T
T = t ½
untuk obat yang t ½ panjang mis. 24 jam
è interval pemberian cukup 1 kali sehari
AGONIS ADRENERGIK
Terbagi:
Agonis ß-adrenergik
Agonis a-adrenergik
Agonis reseptor ß-adrenergik telah digunakan pada berbagai keadaan klinis tetapi kini hanya berperan penting dalam penanganan bronkokonstriksi pada pasien asma (obstruksi saluran nafas reversibel) atau penyakit pulmonal obstruktif kronis.
Terbagi:
Agonis ß-adrenergik nonselektif
Agonis ß-adrenergik selektif
Agonis ß-adrenergik nonselektif
Isoproterenol
Merupakan suatu agonis ß-adrenergik nonselektif yang poten dengan afinitas yang sangat rendah terhadap reseptor à-adrenergik. Akibatnya, isoproterenol memiliki efek yang sangat kuat terhadap semua reseptor ß dan hampir tidak bekerja pada reseptor à.
Penggunaan Terapeutik:
Isoproterenol dapat digunakan pada keadaan darurat untuk menstimulasi frekuensi jantung pada pasien brakikardia atau blok jantung. Pada gangguan asma dan syok, namun isoproterenol sudah digantikan oleh obat simpatomimetik lain.
Agonis ß-adrenergik selektif
Terbagi:
Agonis ß1-adrenergik selektif
Agonis ß2-adrenergik selektif
Efek merugikan agonis ß-adrenergik yang utama dalam pengobatan asma disebabkan oleh stimulasi reseptor ß1-adregenik di jantung. Oleh karena itu dikembangkan obat-obat yang mempunyai afinitas lebih baik terhadap reseptor ß2 dibandingkan dengan reseptor ß1.
Agonis ß2-adrenergik selektif
Pemberian agonis b-adrenergik melalui aerosol mengakibatkan respon terapeutik yang sangat cepat, umumnya dalam waktu beberapa menit. Walaupun injeksi subkutan juga menyebabkan bronkodilatasi segera, efek puncak suatu obat yang diberikan secara oral dapat tertunda selama beberapa jam.
Terapi aerosol tergantung pada penghantaran obat ke saluran nafas distal. Hal ini selanjutnya tergantung pada ukuran partikel di aerosol dan parameter pernafasan seperti laju aliran udara masuk, volume tidal, waktu penahanan nafas, dan diameter saluran nafas.
Hanya sekitar 10% dosis yang dihirup sebetulnya masuk ke paru, sisanya banyak yang tertelan dan akhirnya mungkin diabsorbsi.
Syarat agar terapi aerosol berhasil adalah setiap pasien harus menguasai teknik pemberian obat. Banyak pasien, terutama anak-anak dan lanjut usia dapat menggunakan alat spacer dapat meningkatkan terapi inhalasi.
Fungsi Agonis ß2-adrenergik selektif
Mengaktifasi reseptor pulmonal yang merelaksasi otot polos bronkus dan mengurangi resistensi saluran napas.
Dapat mensupresi pelepasan leukotrien dan histamin dari sel mast di jaringan paru
Meningkatkan fungsi mukosiliari
Mengurangi permeabilitas mikrovaskular
Menghambat fosfolipase A2.
Contoh-contoh Agonis ß2-adrenergik selektif
Metaproterenol
Metaproterenol bersama dengan terbutalin dan fenoterol termasuk golongan struktural bronkodilator resorsinol yang mempunyai gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 cicin fenil. Efek terjadi dalam beberapa menit setelah inhalasi dan bertahan selama beberapa jam. Setelah pemberian oral, onset kerja lebih lambat, tetapi efek bertahan 3 sampai 4 jam. Metaproterenol digunakan untuk pengobatan jangka-panjang penyakit saluran napas obstruksi dan untuk penangan bronkopasme akut.
Albuterol (salbutamol)
Merupakan bronkodilator selektif ß2. Strukturnya mengandung cincin resorsinol. Pemberiannya baik melalui inhalasi maupun secara oral ubtuk peredaan simtomatik bronkospasme.
Jika diberikan melalui inhalasi, obat ini akan menghasilkan bronkodilatasi yang signifikan dalam waktu 15 menit, dan efeknya terlihat selama 3 sampai 4 jam.
EFEK MERUGIKAN AGONIS SELEKTIF-ß2
Efek merugikan terjadi akibat aktifasi reseptor b- adrenergik yang berlebihan. Pasien yang sudah memiliki penyakit kardiovaskular sangat beresiko mengalami reaksi2 signifikan. Namun kemungkinan terjadinya efek merugikan pada pasien penyakit paru dapat sangat berkurang dengan memberikan obat secara inhalasi, bukan secara oral atau parenteral
Tremor pada otot rangka ,efek merugikan dapat diminimalkan dengan mengawali terapi oral menggunakan dosis obat yang rendah dan meningkatkan dosis secara bertahap karena toleransi terhadap tremor berkembang. Namun dapat menimbulkan perasaan gelisah, ketakutan, dan ansietas, terutama setelah pengobatan oral/parenteral
Takikardia, Selama serangan asma yang parah. Frekuensi jantung dapat berkurang dengan nyata selama terapi dengan agonis b-andrenergik; diduga hal itu terjadi karena perbaikan fungsi paru-paru yang diikuti dengan pengurangan perangsangan simpatik jantung secara endogen. Pada penderita tanpa penyakit jantung, agonis b jarang menimbulkan aritmiasignifikan atau iskemia miokardial.
Tekanan oksigen arteri dapat menurun pada awal penanganan pasien akut; hal ini mungkin disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah pulmonal yang diinduksi obat, yang menyebabkan bertambahnya ketidaksesuaian ventilasi dan perfusi. Efek ini biasanya kecil dan singkat.
Pemberian sistemik agonis b-adrenergik secara jangka panjang menimbulkan down-regulation reseptor b di beberapa jaringan dan pengurangan respon farmakologis. Namun, tampak kemungkinan bahwa toleransi terhadap obat ini pada pulmonal bukan merupakan masalah klinis utama untuk sebagian besar pasien asma yang tidak melampaui dosis agonis b-adrenergik yang dianjurkan untuk jangka waktu lama.
Penggunaan agonis selektif-b2 secara teratur dapat menyebabkan peningkatan hiperreaktivitas bronkus dan memburuknya pengendalian penyakit. Namun, untuk pasien yang memerlukan pengobatan obat ini secara lama, terapi tambahan atau alternatif sangat perlu dipertimbangkan, seperti penggunaan kortikosteroid secara inhalasi.
Jika diberikan secara parenteral, obat ini juga dapat menaikkan konsentrasi glukosa, laktat, dan asam lipid bebas di dalam plasma dan menurunkan konsentrasi K+
Semua efek yang merugikan ini kemungkinan terjadi jauh lebih kecil pada terapi inhalasi daripada terapi parenteral atau oral.
FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBATAN ANTAGONIS RESEPTOR BETA
Ciri :
Mengantagonis efek-efek catecholamine pada adrenoseptor-β.
Kebanyakan obat penyakat-beta dalam pemakainan klinis merupakan antagonis murni, yaitu okupansi suatu reseptor β oleh obat semacam ini menyebabkan tidak adanya aktivasi reseptor tersebut.
Antagonis β-(β1+ β2) Adrenergik Nonselektif
Propranolol
Nadolol
Timolol
Pindolol
Labetalol
Antagonis β1-Adrenergik Selektif
Metoprolol
Atenolol
Esmolol
asebutolol
Nadolol
Suatu penyekat reseptor β-adrenergik nonselektif yang digunakan dalam pengobatan angina pektoris & hipertensi.
mudah larut dalam air & diabsorpsi tidak sempurna dari usus.
Kelarutan nadolol yang rendah dalam lipid menyebabkan konsentrasi obat di otak << antagonis β -adrenergik yang mudah larut dalam lipid.
Nadolol tidak dimetabolisme secara ekstensif, banyak diekskresi dalam bentuk urin utuh.
Waktu paruh dalam plasma : 20 jam
Dapat berakumulasi pada pasien gagal ginjal
Sifat-sifat Farmakokinetik Antagonis-antagonis Reseptor-Beta
A. Absorpsi
Obat dalam kelompok ini dapat diabsorpsi dengan baik setelah diminum (konsentrasi puncak terjadi 1-3 jam setelah ditelan).
B. Bioavailabilitas
Propranolol mengalami metabolisme ekstensif di hati; bioavailabilitasnya relatif rendah. Konsekuensinya bahwa pemberian peroral menyebabkan konsentrasi obat yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian intravena dengan dosis yang sama.
Bioavailabilitas terbatas pada berbagai tingkat untuk sebagian besar antagonis β dengan perkecualian pada betaxolol, penbutolol, pindolol, sotalol
C. Distribusi dan Klirens
Antagonis-antagonis β terdistribusi cepat & volume distribusinya besar.
Kebanyakan antagonis β memiliki waktu paruh 3-10 jam. Propranolol dan metaprolol dimetabolisme ekstensif di hati,
dengan meninggalkan sedikit obat yang tak berubah di dalam urin.
Atenolol, celiprolol, pindolol dimetabolisme kurang sempurna. Nadolol diekskresi di dalam urin dengan bentuk tak berubah.
Efek-efek farmakodinamika dari obat-obat ini sering jauh lebih lama dibandingkan dengan waktu yang diramalkan data waktu paruh.
FARMAKODINAMIKA
β-bloker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik.
Potensial hambatan dilihat dari kemampuan obat ini dalam menghambat takikardia yang ditimbulkan oleh isoproterenol atau oleh exercise.
Sifat kardioselektif : mempunyai afinitas reseptor β1 > β2.
nonselektif : mempunyai afinitas yang sama, reseptor β1 = β2.
Aktivitas agonis parsial (partial agonist activity=PAA), artinya jika berinteraksi dengan reseptor β tanpa adanya obat adrenergik, menimbulkan efek adrenergik yang lemah tetapi jelas.
disebut juga aktivitas simpatomimetik intrinsik.
Aktivitas stabilisasi membran (membrane stabilizing activity = MSA), artinya mempunyai efek stabilisasi membran atau efek seperti anestetik lokal atau seperti kuinidin
disebut juga aktivitas anestetik lokal atau aktivitas seperti kuinidin
Farmakodinamika Obat-obat Antagonis Reseptor β
1. Efek-efek pada Sistem kardiovaskular
2. Efek-efek pada Saluran Pernapasan
3. Efek-efek pada Mata
4. Efek-efek Metabolik dan Endokrin
5. Efek-efek Tak Terkait dengan Blokade Beta
Efek-efek pada Sistem Kardiovaskular
Obat-obat penyakat-beta yang diberikan dalam jangka lama akan menurunkan tek.darah pada pasien hepertensi.faktor yang terlibat meliputi efek-efek pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf pusat.
Antagonis-antagonis reseptor β memiliki efek penting pada jantung. Efek-efek inoptropik dan kronotropik negatifnya dapat diramalkan dari peran adrenoreseptor dalam mengatur fungsi-fungsi ini.
Efek-efek akut dari obat-obat ini bisa menyebabkan naiknya resistensi perifer, pemberian terus menerus menimbulkan turunnya resistensi perifer pada pasien-pasien hipertensi.
Efek-efek pada Saluran Pernapasan
Penyakat reseptor-reseotor β2 dalam otot polos tenggorokan bisa menimbulkan naiknuya resistensi saluran udara, terutama pada pasien dengan penyakit saluran udara.
Antagonis-antagonis reseptor β1 seperti metoprolol dan atenolol mungkin memiliki manfaat daripada antagonis- β nonselektif jika penyakatan reseptor β1 pada jantung didinginkan dan penyakatan reseptor β2 tak diinginkan.
Tetapi, saat ini belum ada antagonis β1 selektif yang cukup spesifik untuk mencegah secara penuh interaksi-interaksi dengan adrenoseptor-adrenoseptor β2.
Akibatnya, obat-obat ini harus dihindari untuk pasien-pasien asma.
Efek-efek pada Mata
Beberapa agen penyakat-β mengurangi tekanan intraokular, terutama pada glaukoma
Mekanisme yang biasanya dilaporkan : turunnya produksi cairan bola mata
Efek-efek Metabolik dan Endokrin
Obat ini harus dipakai dengan sangat hati-hati pada penderita diabetes yang bergantung insulin.
karena catecholamine mungkin menjadi faktor utama perangsang rilis glukosa dari hepar sebagai respons pada menghambat penyembuhan hipoglikemia.
obat-obat selektif reseptor β1 mungkin cenderung tidak menghambat penyembuhan hipoglikemia.
Efek-efek Tak Terkait dengan Blokade Beta
Contoh : timbulnya asma
Kerja sebagai anestetika lokal, yang dikenal sebagai “stabilasi membran”, merupakan efek yang menonjol dari beberapa penyakat β.
kerja ini merupakan hasil dari penyakatan pada jalur-jalur sodium dari anestetika lokal dan dapat ditunjukkan secara eksperimental di dalam isolasi neuron, otot jantung, dan membran otot rangka.
Sotalol adalah antagonis reseptor β nonselektif yang kurang memiliki aksi anestetika lokal tetapi memiliki efek-efek antiaritmia kelas III, yang mencerminkan penyakatan jalur potasium (kalium)
INTERAKSI OBAT
Agonis
• Senyawa Agonis adalah senyawa yang dapat menghasilkan respons biologis tertentu serupa dengan senyawa agonis endogen
• Agonis : a, b
b : selektif dan non selektif
↙ ↘
B1 B2 ( salbutamol)
Antagonis
• Senyawa Antagonis adalah senyawa yang dapat menetralisir atau menghilangkan respons biologis senyawa agonis.
• Antagonis : A, B
B : selektif dan non selektif
↓
nadolol
Pengetahuan tentang agonis-antagonis juga penting untuk mengetahui dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya interaksi obat.
Pembagian Antagonis :
• Antagonis farmakologik
- kompetitif dan nonkompetitif
• Antagonisme fisiologis
• Antagonisme kimiawi
→ Antagonis kompetitif
Suatu obat yang mengikat reseptor secara reversibel pada daerah yang sama dengan tempat ikatan agonis, tetapi tidak menyebabkan efek . Efek antagonis kompetitif dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi agonis, sehingga meningkatkan proporsi reseptor yang dapat diduduki oleh agonis
→ Antagonis non-kompetitif
Suatu antagonis yang dapat mengurangi efektifitas suatu agonis / bahkan menimbulkan perubahan substansi endogen pada reseptor yang sama. Namun tempatnya berbeda.
Antagonis fungsional adalah apabila dua senyawa agonis yang mempunyai efek “berlawanan” bekerja pada satu sel atau sistem yang sama, tapi pada tempat yang berbeda. Contoh antogonis fungsional :
Spamogen, seperti histamin dan senyawa kolinergenik, dengan β – adregenik, seperti isoprenalin, yang bekerja pada sel yang sama yaitu otot polos jaringan bronki
Antagonis fisiologis adalah bila dua senyawa agonis yang mempunyai efek “berlawanan” bekerja pada organ atau jaringan yang berbeda sehingga dihasilkan efekresultante.
Contoh antagonis fisiologis :
α – adregenik, seperti norepinephrin, menimbulkan efek vasokontriksi arteri sehingga meningkatkan tekanan darah, apabila dikombinasikan dengan β – adregenik, yang menimbulkan efek vasodilatasi pada kapiler dan menurunkan tekanan darah, maka akan mempengaruhi tekanan darah dan terjadi efek .
Bronkodilator
Sel efektor distimulus oleh agonis adrenergik →aktifasi → adenilisiklase ( enzim ) untuk merubah ATP → cAMP, yang mengakibatkan bronkodilatasi
Bronkokonstriksi
• B bloker non selektif bekerja dengan cara memblok seluruh reseptor B yang terdapat pada otot polos
• Stimulasi saraf simpati→ pelepasan asetilk →
aktivasi glukokinase, mengubah GTP menjadi cGMP. Dipecah oleh fosfodiesterase menjadi GMP→bronkokonstriksi
KASUS
• Kesalahan fendi menggunakan obat tanpa resep
• Reaksi yang bertolak belakang antara agonis reseptor B2 adregenik dengan bloker B antagonist. Kinerja B2 adregenik terhambat oleh antagonis Bloker. Maka sistem kolinergis akan mendominasi dan menyebabkan bronkokonstriksi
Prinsip pengobatan rasional
DEFINISI
• Merupakan pengobatan yang sesuai dengan keadaan dan penyakit yang diderita pasien.
• Didasarkan pada ilmu farmakokinetik dan farmakodinamik.
PRINSIP
• Tepat obat
• Tepat dosis
• Tepat cara pemberian
• Tepat bentuk
• Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Merupakan suatu zat kimia yang mana dalam dosis tertentu dapat memperbaiki fungsi2 fisiologi dari tubuh
Tepat dosis
Merupakan takaran untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan hasil diagnosa
Tepat cara pembarian
Merupakan ketepatan cara atau teknik pemakaian obat yang sesuai dengan efek obat tersebut
Tepat bentuk
merupakan ketepatan dalam pemilihan bentuk sediaan sesuai dengan efek obat tersebut
Tepat waktu pemberian
merupakan ketepatan pemberian obat agar memberikan efek yang optimal
DOSIS OBAT
Definisi
Jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat (gram, miligram, mikrogram) atau satuan isi (mililiter, liter) atau unit-unit lainnya (unit Internasional).
Macam2 Dosis
• Dosis Medicinalis/ therapeutik
• Dosis maksimal
• Dosis toxica
• Dosis Lethalis
Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis
Dosis yang diberikan penderita ada beberapa faktor :
1. Faktor obat
2. Cara pemberian
3. Dan penderita
Faktor obat
• Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dan sebagainya
• Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, Ph, pKa.
• Toksisitas : dosis obat berbanding lurus dengan toksisitasnya
FAKTOR PENDERITA / KARAKTERISTIK PENDERITA
• Umur : neonatus, bayi, anak2, dewasa, geriatrik
• Berat badan : biarpun sama2 dewasa berat badan dapat berbeda besar
• Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon
• Kehamilan
• Laktasi
• Lingkungan
Dosis Dewasa
• Dosis maksimum obat
Definisi : batas dosis relatif masih aman di berikan kepada penderita.
Angka yang menunjukan Dosis maksimal (D.M) untuk suatu obat ialah dosis tertinggi yang masih diberikan kepada penderita dewasa, bila jumlah dosis ini dilebihi, ada kemungkinan terjadi keracunan.
Dosis Anak
Cara menghitung dosis anak ;
1. Berat badan
a. Clark (USA);D anak
= BB(lbs) xDM Dewasa
150
b. Thremish Fuer (Jerman ); DM anak
= BB (kg) x DM dewasa
70
c. Block (Belanda); DM anak
= BB(kg) x DM dewasa
62
2. Berdasarkan Umur;
a, Young(anak<8th); DM anak = n x DM dewasa
n + 12
n = umur anak dlm th
b. Dilling (anak>8th) DM anak = n x DM dewasa
20
n = umur anak dlm th
c. Fried (anak<2 th) DM anak = n x DM dewasa
150
n = umur anak dalam bulan
3. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh ;
Ausberger DM anak = 4 n + 20 x DM dewasa
150
( cat ; n = umur anak dalam tahun )
Salbutamol atau disebut juga albuterol adalah salah satu macam obat untuk menangani asma dan penyakit saluran nafas lainnya.
Golongan appah???
Salbutamol termasuk kedalam obat golongan simptomatik (beta adrenergic agonist) atau termsuk kedalam kelas bronkodilator.
Indikasi,,,
Mencegah dan mengobati kesulitan bernafas yang disebabkan penyakit kronik saluran pernafasan seperti asma, bronkitis kronik, dan penyakit paru-paru lainnya.
Kontraindikasi,,,
• Gangguan sistem saraf (gelisah,gemetar,dll)
• Gangguan kardiovaskuler( takikardia,angina)
• Mual,muntah,mulut kering,iritasi tenggorokan
• Batuk,sulit nafas, mimisan,dysuria,skin rush
• Anorexia,diare,dll
Farmakodinamik
• Salbutamol bekerja dengan cara merelaksasi atau mengendurkan otot-otot pada saluran pernafasan dan membuka saluran pernafasan yang menyempit karena akumulasi mukus maupun kejang otot di sekitar saluran pernafasan
Farmakokinetik
• Diberikan dalam bentuk oral dan inhalasi
• Absorpsi secara oral sangat jelek
• Waktu paruh plasmanya 1,5 jam
• Dieksresikan pada ginjal dan empedu
Nadolol
• Nadolol adalah beta-adrenergic receptor blocking agen yang terutama blok tindakan yang bersimpati pada sistem saraf jantung.
• Nadolol biasanya dilakukan satu kali setiap hari dan dapat diambil dengan atau tanpa makanan
• Nadolol mengurangi denyut jantung dan kekuatan dari kontraksi jantung dari otot, sehingga menurunkan tekanan darah
INDIVIDUALISASI TERAPI OBAT
Pengobatan setiap pasien sebagai individu. Pasien secara individual menunjukkan respon yang baragam terhadap pengobatan atau metode yang sama
Yang mempengaruhi dosis obat dan interaksi obat
Dosis dalam resep
↓ kepatuhan pasien
kesalahan medikasi
Dosis yang diminum
kecepatan di absorbsi
↓ ukuran dan komposisis tubuh
distribusi obat
ikatan protein plasma dan jaringan
Kecepata eliminasi
↖ fisiologi tibuh, faktor patologis,
Konsentrasi pd tmpat kerja obat ↙ faktor genetik, interaksi obat,
↓ timbulnya toleransi
Intensitas efek interaksi obat
keadaan fngsional
efek plasebo
Pertimbangan farmakokinetik
Absorbsi, > penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik > yaitu kecepatan pengosongan lambung.
Distribusi > perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya > waktu paruh lama, maka kecepatan distribusi obat dan akumulasinya semakin cepat (terjadinya efek toksik).
Metabolisme > merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya ( aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metaboilit aktif semakin banyak, maka respon juga akan semakin besar.
Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat.
Pertimbangan farmako dinamik
• Hubungan antar konsentrasi obat dan besarnya respon
• Semakin besar konsentrasi, semakin cepat efek maksimal yang ditimbulkan
Faktor lain yang mempengaruhi hasil terapi
• Usia > perubahan komposisi tubuh dan fungsi orban pengeleminasi obat
• Anak anak :
• Bukan sekedar menurunkan dosis berdasarkan bobot tubuh dan luas permukaan
• Farmakodinamik : munculnya hasil terapi dan efek samping yang tidak diinginkan
• Eg : antihistamin / babrbiturat pada dewaasa > efek sedasi
• Pada anak > hiperaktif
• Lanjut usia :
• Penurunan massa tubuh non lemak, albumin serum dan air total serta peningkatan presentase lemak tubuh > perubahan distribusi obat
• Obat > kelarutan dalam lipid serta ikatan protein
• Fakmakodinamik :
• Eg : obat yang menekan sistem saraf pusat > peningkatan efek konsentrasi pada plasma
• Jenis kelamin :
• Tikus jantan dewasa jauh lebih cepat memetabolisme obat daripada tikus betina dewasa
• Berkaitan dengan hormon androgen >
• Interaksi obat obatan
• Penggunaan beberapa obat secara bersamaan untuk mengobati penyakit yang diderita seseorang dalam waktu bersamaan
• Interaksi farmakokinetik obat obatan : absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi hasilnya dapat peningkatan atau penurunan
• Interaksi farmakodinamik obat : sejumlah obat yang bekerja pada reseptor yang sama yang umumnya memiliki efek aditif pada lokasi berbeda si satu organ
• Kombinasi dengan dosis tepat > obat baru
• Efek plasebo : hubungan antar dokter dan pasien. Sebagai perubahan mood, efek subjektif lain, dan efek objektif dibawah pengaruh otonom
• Toleransi : timbul terhadap efek obat yang berkaitan secara farmakologis (terutama yg bekerja pada reseptor yang sama) dan dosis obat harus ditingkatkan untuk memelihara efek teurapetik yang diharapkan
• Faktor genetik
• Penentu utama variabilitas normal efek obatt dan bertanggung jawab atas sejumlah perbedaan aktivitas farmakologi kualitatif dan kuantitatif yang menonjol
• Diet dan faktor lingkungan
• Sayur mayur cruciterous > induksi enzim CYP1A
• Jus buah anggur > menghambat metabolisme enzim CYP3A
• Perokok memetabolisme enzim lebih cepat daripada yg tidak merokok
• Pekerja industri terpapar pestisida lebih cepat memetabolisme daripada yg tidak terpapar
Efek samping obat
Definisi
Suatu reaksi yang tidak diharapkan/merugikan si pemekai obat dan timbulnya pada penggunaan obat dengan dosis biasa digunakan yang berlebihan untuk terapi profilaksis(pencegahan) atau diagnostikSuatu reaksi yang tidak diharapkan/merugikan si pemekai obat dan timbulnya pada penggunaan obat dengan dosis biasa digunakan yang berlebihan untuk terapi profilaksis(pencegahan) atau diagnostic
Reaksi obat
• Alergi ringan : rash kulit,urtikaria
• Alergi sedang: melepuh,mata merah
• Alergi berat : edema laring(sesak nafas),gejala asma
Hiperaktif
Reaksi berlebihan pada dosis kecil
Misal: CTM efek sedasi(mengantuk),dosis normal 3-4 mg tapi,ada yang baru d kasih 1 mg sudah Zzz..Zzzz..zZZ
Hiperoaktif
• Reaksi efek terapi baru terlihat pada dosis besar
Toleransi
• Keadaan dmana penderita membutuhkan dosis yang trz bertambah untuk menimbulkan efeknya.
Adiksi
• Keadaan akibat penggunaan obat yang trz menerus.
• Ketagihan menimbulkan keluhan fisik psikis
Contoh: obat analgetik narkotik
Habituasi
• Kebiasaan Menimbulkan keluhan fisik
Contoh : merokok
Idiosurtasi
Reaksi yang terjadi sifat berlawanan dengan yang di harapkan
Efek-efek yang tertunda
• Efek-efek obat seringkali tertunda di dalam konsentrasi plasma.
• Di perlukan waktu untuk obat didistribusi dr plasma ke titik tangkap kerja.Gangguan distribusi ini adalah gangguan farmokinetika yang dpt menyebabkan penundaan selama bbrp menit.
Contoh:efek-efek suntikan intravena agen2 aktif pada SSP seperti thiopental
Efek-efek kumulatif
• Merupakan akumulasi hasil efek-efek obat
Contoh: Efek-efek dr obat yang digunakan untuk mengobati penyakit kanker
DAFTAR PUSTAKA
• Kamus Kedokteran Dorland / W.A. Newman Dorland ; alih bahasa, Huriawati Hartanto, dkk. ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hurtanto, dkk. Ed. 29. Jakarta : EGC, 2002.
• Farmakologi dan Terapi FKUI. Ed.5. 2008
• Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed.1. Jakarta : Salemba Medika, 2001.
• Goodman & Gilman. Dasar Farmakologi Terapi Vol.1
• Buku Ajar Farmasi Kedokteran. Departemen Farmakologi dan Farmasi FK UPN. 2007