Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN KALIUM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
BAWANG MERAH (Allium cepa L. kelompok Agregatum)
SKRIPSI
MAULIDIL FAJRI
08C10407008
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN KALIUM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
BAWANG MERAH (Allium cepa L. kelompok Agregatum)
SKRIPSI
MAULIDIL FAJRI
08C10407008
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Kalium
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Bawang Merah (Allium cepa L. kelompok
Agregatum)
Nama Mahasiswa : Maulidil Fajri
N I M : 08C10407008
Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui :
Komisi Pembimbing,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Muhammad Jalil, SP, MP
NIDN. 0115068302
Ir. T. Sarwanidas
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,
Diswandi Nurba, S.TP, M.Si
NIDN. 018048202
Jasmi, SP, M.Sc.
NIDN. 0127088002
Tanggal Lulus : 28 Februari 2014
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L. kelompok Agregatum) merupakan salah satu
komoditas sayuran unggul yang sejak lama sudah dibudidayakan oleh petani secara
kontinue. Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah akan terus meningkat seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan
yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi daerah maupun wilayah di
bahagian Indonesia. Karena kegunaan bawang merah sebagai kebutuhan penunjang
rumah tangga untuk pelengkap bumbu masak sehari-hari (Wibowo, 2005).
Bawang merah juga salah satu komoditas unggulan dibeberapa daerah di
Indonesia, yang digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa
zat yang bermanfaat bagi kesehatan, dan khasiatnya sebagai zat anti kangker dan
pengganti anti biotik, penurunan tekanan darah, kolestrol serta penurunan kadar gula
darah. Menurut penelitian, bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi,
karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irawan, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, komoditi ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan. Di Indonesia daerah yang merupakan sentra produksi bawang merah
adalah Cirebon, Brebes, Tegal, Kuningan, Wates, Yogyakarta, Lombok Timur dan
Samosir (Sunarjo dan Soedomo, 1989). Rendahnya produksi bawang merah di
Indonesia disebabkan oleh penggunaan bibit yang kurang bermutu, media tanam yang
kurang baik, pengendalian hama dan penyakit yang kurang memadai. Di Indonesia juga
belum banyak tersedia varietas atau kultivar unggul yang cocok dengan lingkungan
setempat, serta belum menyebarnya paket teknologi budidaya hasil-hasil penelitian para
peneliti ketingkat petani (Hervani et al., 2008).
2
Analisis data ekspor-impor 2003-2008 mengindikasikan bahwa selama periode
tersebut Indonesia adalah net impoerter bawang merah, karena volume ekspor untuk
komoditas ini secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya.
Produksi bawang merah provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 menurut Dinas
Pertanian yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (2010) adalah 12.655 ton, sedangkan
kebutuhan bawang merah mencapai 66.420 ton. (Anonymous, 2010).
Sementara produksi umbi kering di Nanggroe Aceh Darussalam antara 3 – 5 ton
per hektar (Anonymous, 2008 dalam Jumini et al., 2010). Sedangkan produksi umbi
bawang merah dengan daun tahun 2011 sebesar 26.004 kuintal, dengan luas panen
sebesar 788 hektar, dan rata-rata produktivitas sebesar 33 kuintal per hektar.
Dibandingkan tahun 2010, produksi mengalami penurunan sebesar 10.142 kuintal
(28,06%). Penurunan produksi disebabkan menurunnya produktivitas sebesar 21,27
kuintal per hektar (39,19 %) dan meningkatnya luas panen seluas 122 hektar (18,32%)
(Anonymous, 2011).
Dengan keadaan seperti itu, untuk menentukan perbaikan produksi kedepan
maka penggunaan pupuk sangat menentukan terhadap peningkatan hasil produksi
bawang merah. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil yang baik
adalah dengan pemberian pupuk, baik pupuk anorganik maupun pupuk organik.
Beberapa jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk kandang
bisa berasal dari kotoran sapi, kotoran ayam dan juga bebek yang telah terdekomposisi
sempurna. Kandungan unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kandang sangat
tergantung pada jenis hewan, kondisi pemeliharaan, lama atau barunya kotoran dan
tempat pemeliharaannya (Wibowo, 2006).
Hidayat et al. (1991) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2007, Dosis pupuk kandang yang dianjurkan untuk budidaya tanaman bawang merah
3
yaitu pupuk kandang kotoran sapi dengan dosis 10 – 20 ton ha-1
, 5 – 6 ton ha-1
dosis
pupuk kotoran ayam atau bebek.
Pupuk kandang sebagai sumber dari unsur hara makro maupun mikro yang
berada dalam keadaan seimbang. Unsur makro seperti N, P, K, Ca dan lain-lain sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro yang tidak
terdapat dalam pupuk lain, tersedia dalam pupuk kandang seperti Mn, Co, dan lain-lain
(Sutanto, 2002 dalam Jumini et al., 2010).
Pupuk kandang mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik dan
gembur, sehingga akar tanaman bawang merah dapat dengan leluasa menyerap semua
unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Marsono dan Sigit (2002) mengatakan bahwa
kelebihan dari pupuk organik adalah mengubah struktur tanah menjadi lebih baik
sehingga pertumbuhan akar tanaman akan lebih baik, meningkatkan daya serap dan
daya tahan tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman serta memperbaiki
kehidupan organisme tanah.
Cadangan K dalam tanah cukup banyak. Pada jerami padi, bahkan kandungan K
mencapai 80%. Meski hanya sebagian kecil K tersedia yang dapat dimanfatkan oleh
tanaman, hara K mudah bergerak, terlindi, dan terikat oleh permukaan koloid tanah.
Kekurangan K mempengaruhi sistem perakaran, tunas, pembentukan pati, dan
translokasi gula (Wibowo, 2005).
Sumarni dan Achmad (2005) mengatakan bahwa Anjuran pupuk untuk
budidaya tanaman bawang merah dapat diberikan K sebanyak 50 – 100 kg K2O ha-1
atau 100 - 200 kg KCl ha-1
.
Pupuk KCl adalah pupuk an-organik yang mengandung kadar K2O 60% atau
unsur Kalium (K) sebagai unsur hara esensial seperti N. Ketersediaannya di tanah
dipengaruhi oleh keseimbangan antara input dan output dalam sistem tanah. Unsur N
4
mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi atau perkolasi air tanah, mudah berubah
bentuk, dan mudah pula diserap tanah (Wibowo, 2005).
Pupuk KCl mempunyai sifat berbentuk butir-butir halus berwarna putih atau
putih bercampur butir-butir merah, sedikit higroskopis, reaksi fisiologisnya asam lemah
(Setyamidjaja, 1986). Pengaruh kalium terhadap produksi tanaman, terutama umbi-
umbian seperti umbi lapis (jenis bawang-bawangan) berpengaruh sangat nyata. Pupuk
KCl akan memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan umbi. Unsur hara
yang diserap ini dibawa ke daun untuk diasimilasikan dalam proses fotosintesa. Salah
satu hasil fotosintesa ini adalah fruktan, dimana fruktan sangat diperlukan untuk
pembentukan umbi. Tanaman Liliaceae menyimpan fruktan dalam umbi (Salisburry
dan Ross, 1995 dalam Husna dan Evawani, 2008).
Berdasarkan permasalahan yang telah dilaksanakan, maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui dosis pupuk kandang dan kalium yang tepat agar diperoleh
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang optimal.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang dan
Kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, serta nyata tidaknya
interaksi kedua faktor tersebut.
1.3. Hipotesis
1. Dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah.
2. Dosis Kalium berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
bawang merah.
3. Terdapat interaksi antara pupuk kandang dan Kalium terhadap pertumbuhan
tanaman bawang merah.
II. TINJAUN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Bawang Merah
2.1.1. Sistematika
Menurut Rahayu dan Berlian, (2005) tanaman bawang merah dapat
deklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales/Liliflorae
Family : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L. kelompok Agregatum)
2.1.2. Marfologi
1. Akar
Akar bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah. Perakarannya
berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah
(Rukmana, 1994).
2. Batang
Tanaman bawang merah memiliki batang sejati atau disebut diskus yang
berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekat perakaran dan akar
tunas. Di bagian atas dickus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah –
pelepah daun. Di antara lapisan kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat
6
membentuk tanaman baru atau anakan, terutama pada spesies bawang merah
(Rukmana,1994).
3. Daun
Daun bawang merah berbentuk seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara
50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau
tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana,
1994).
4. Bunga
Tangkai daun keluar dari ujung tanaman yang panjang antara 30 – 90 cm, dan di
ujungnya terdapat 50 – 200 jumlah kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat)
seolah – olah berbentuk payung (Umbrella). Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 - 6 helai
daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning –
kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga (Wibowo, 2009).
5. Buah
Buah berbentuk bulat, bagian pangkal umbi membentuk cakram dengan
ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 - 3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu
masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji - biji
berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara
generatif (Rukmana, 1995).
6. Umbi Lapis
Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat, bundar
sampai pipih, jika dipotong bahagian lapisan - lapisan umbi terlihat berbentuk cincin.
Kelopak daun tipis dan mengering tetapi cukup liat. Kelopak yang menipis dan kering
ini membungkus lapisan kelopak daun yang ada di dalamnya (yang juga saling
membungkus) dan membengkak. Karena kelopak daunnya membengkak, bagian ini
7
akan terlihat mengembung. sedangkan ukuran umbi meliputi besar sedang dan kecil.
(Wibowo, 2006).
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah
a. Iklim
Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah beriklim
kering yang cerah dengan suhu udara 250
C – 320
C. Daerah yang cukup mendapat sinar
matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih
dari 12 jam (Wibowo, 2006).
Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan
ketinggian tempat 10 – 250 m dpl. Pada ketinggian 800 – 900 m dpl bawang merah
juga dapat tumbuh, namun pada ketinggian tersebut yang berarti suhunya rendah
pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya kurang baik (Wibowo, 2007).
b. Tanah
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah tanah
yang memiliki aerase dan drainase yang baik. Di samping itu hendaknya dipilih tanah
yang subur dan banyak mengandung bahan organis atau humus. Jenis tanah yang paling
baik adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian
ini mempunyai aerase dan draenase yang baik. Tanah yang demikian ini mempunyai
perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu.
Tanah yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang
mempunyai keasaman sedikit agak asam sampai normal, yaitu pH-nya antara 6,0 - 6,8.
Keasaman dengan pH antara 5,5 - 7,0 masih termasuk kisaran keasaman yang dapat
digunakan untuk lahan bawang merah (Wibowo, 2007).
8
2.3. Pupuk Organik.
Pupuk organik adalah pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan
jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Pada umumnya pupuk
organik mengandung hara makro N, P, dan K rendah, tetapi mengandung hara mikro
dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Lingga
dan Marsono, 2005).
Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan
dan alas kandang seperti sisa rumputan, jerami, sekam padi dan lain-lain. campuran ini
mengalami pembusukan hingga tidak terbentuk seperti asalnya lagi dan memiliki
kandungan hara yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Ada beberapa
kandungan hara terdapat dalam pupuk ini yaitu zat lemas, phospor, kalium, kapur, dan
lain-lain. Unsur tersebut dapat melonggarkan susunan dalam tanah, terutama tanah liat,
sehingga udara dapat mudah masuk ke dalam tanah serta akar mudah menembus ke
dalam tanah. Pupuk kandang dapat membuat subur kehidupan bakteri tanah yang
berguna untuk mengubah zat-zat makanan di dalam tanah (Sugiharto, 2006).
Bahan organik yang terkandung dalam kotoran bebek bermanfaat dalam proses
mineralisasi akan melepaskan hara dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S serta hara
mikro) sehingga dapat meningkatkan kandungan nutrisi tanah. Selain itu kotoran bebek
juga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, memperbaiki struktur tanah, tanah
menjadi ringan untuk diolah, meningkatkan daya tahan air, permeabilitas tanah menjadi
lebih baik, serta meningkatkan kapasitas pertukaran kation sehingga mampu mengikat
kation menjadi tinggi, akibatnya bila pupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak
mudah tercuci (Anonymous, 2010).
Penggunaan pupuk ini sebagai pupuk dasar berfungsi untuk menyuburkan tanah
dan membuat strukturnya remah hingga tidak mudah memadat. Di samping itu, juga
9
meningkatkan kemampuan mengikat air hingga pengairan dapat lebih efesien. Pupuk
kandang juga mendorong mikro organisme dalam tanah yang bermanfaat untuk lebih
aktif kinerjanya (Wibowo, 2006).
2.4. Peranan Unsur Hara.
a. Unsur Nitrogen (N)
Zat ini merupakan protein bagi tanaman bawang merah yang berguna untuk
pertumbuhan pucuk daun. Jika kelebihan zat lemas akan mengakibatkan warna daun
berubah menjadi hijau gelap, serta mudah diserang penyakit. Sebaliknya jika
kekurangan zat lemas akan mengakibat pertumbuhan tanaman bawang merah menjadi
lambat, daun berwarna hijau pucat dan hasilnya pun rendah (Sugiharto, 2006).
b. Unsur Phosfor (P)
Zat phospor merupakan salah satu unsur di dalam protein yang dibutuhkan oleh
tanaman bawang merah yang mendorong tanaman dapat mempercepat pertumbuhan
umbi. Zat ini berguna sebagai perangsang akar menjadi kuat dan tahan kekeringan. Jika
kekurangan zat phospor akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terlambat,
daunnya berdiri tegak tetapi tidak tampak rimbun (Sugiharto, 2006).
c. Unsur Kalium (K)
Unsur hara kalium berfungsi untuk meningkatkan daya tahan atau kekebalan
tanaman terhadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya adalah
batang dan daun menjadi lemas atau rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak
hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering timbul bercak coklat pada
pucuk daun (Sutejo, 2002).
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat mulai dari tanggal 03 Juni sampai dengan 23
Agustus 2013.
3.2. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan ini yaitu :
a. Bibit
Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas lokal.
b. Pupuk
Pupuk yang digunakan untuk penelitian ini adalah pupuk kandang kotoran
bebek yang sudah terdekomposisi dengan baik, pupuk KCl, Urea dan SP-36.
c. Pestisida
Untuk mengendalikan gangguan hama dan penyakit digunakan Insektisida
Curater 3G dan Sevin serta Fungisida Dithane M-45.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, meteran,
pisau, gunting, hand spayer, gembor, timbangan dan alat tulis dan kertas.
3.3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3x4, dengan 3 ulangan. Faktor yang diteliti
meliputi dosis pupuk kandang dan Kalium.
11
Faktor Dosis Pupuk Kandang (P) terdiri atas 3 taraf, yaitu :
P1 = 4,5 ton ha-1
(594 gram plot-1
)
P2 = 6,0 ton ha-1
(792 gram plot-1
)
P3 = 7,5 ton ha-1
(990 gram plot-1
)
Faktor Dosis Kalium (K) terdiri atas 4 taraf, yaitu :
K0 = 0 kg K2O ha-1
(Kontrol)
K1 = 45 kg K2O ha-1
(9,9 gr KCl plot-1
)
K2 = 90 kg K2O ha-1
(19,8 gr KCl plot-1
)
K3 = 135 kg K2O ha-1
(29,7 gr KCl plot-1
)
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan maka
terdapat 36 perlakuan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.Susunan Kombinasi Perlakuan antara Dosis Pupuk Kandang dan Kalium.
No Kombinasi
Perlakuan
Pupuk Kandang Pupuk Kalium
ton ha-1
gr plot-1
kg K2O ha-1
KCl plot-1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
P1K0
P1K1
P1K2
P1K3
P2K0
P2K1
P2K2
P2K3
P3K0
P3K1
P3K2
P3K3
4,5
4,5
4,5
4,5
6,0
6,0
6,0
6,0
7,5
7,5
7,5
7,5
594
594
594
594
792
792
792
792
990
990
990
990
0
45
90
135
0
45
90
135
0
45
90
135
0
9,9
19,8
29,7
0
9,9
19,8
29,7
0
9,9
19,8
29,7
12
Model Matematis yang digunakan adalah:
Yijk = + βi + Pj + Kk + (PK)jk + ijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan untuk faktor Pupuk Kandang taraf ke-j, faktor Kalium
taraf ke-k
= Nilai tengah umum
βi = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)
Pj = Pengaruh faktor Pupuk Kandang ke-j (j = 1, 2, 3)
Kk = Pengaruh faktor Kalium ke-k (k = 1, 2, 3)
(PK)ijk = Interaksi Pupuk Kandang dan Kalium pada taraf Pupuk Kandang ke-j,
taraf Kalium ke-k
ijk = Galat percobaan untuk ulangan ke-i, faktor Pupuk Kandang taraf ke-j,
Apa bila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Dengan rumus sebagai berikut:
BNT0,05 = t0,05; dbg
Dimana :
BNT0,05 = Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %
t0,05 ;dbg = Nilai baku t pada taraf 5 %
KT g = Kuadrat Tengah galat
r = Jumlah ulangan.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengolahan Tanah.
Lahan yang siap dijadikan sebagai tampat ditanamnya bawang merah adalah
diperuntukkan bagi tanah yang gembur dan banyak mengandung bahan organis atau
13
tanah gambut. Untuk pengolahan, tanah dicangkul tidak terlalu dalam kira-kira
mencapai kedalaman tidak lebih dari 30 cm, tidak lebih. Kemudian gumpalan-
gumpalan tanah cangkulan dihancurkan, lalu gulma atau rumputan dibersihkan.
Selanjutnya tanah dibiarkan kita-kira seminggu sampai tanah mengering.
Setelah bongkahan tanah mengering, dapat dibentuk bedengan dengan ukuran
1,10 m x 1,20 m dan di antara bedeng dibuat parit-parit kecil sebagai pemisah
bedengan, ukuran 40 cm dan drainase sedalam 40 cm.
2. Pemilihan Bibit
Bibit bawang merah yang diambil adalah bibit yang sudah disimpan
(pengusangan) minimal selama 75 hari, jika umbi dibelah sudah terlihat bakal daun.
Setelah itu bibit yang seragam dan yang tidak terserang hama dan penyakit, lalu bibit
dibersihkan kulit bibit yang paling luar dan yang mengering dihilangkan serta akar
umbi yang masih ada. Bagian ujung umbi dipotong dengan pisau bersih untuk
memudahkan pertumbuhan tunas, setelah dipotong sebagian ujungnya, lalu ditunggu
sampai bekas potongan menjadi kering untuk menghindari dari pembusukan pada
bekas potongan, dan hal ini sudah siap untuk di tanam.
3. Pengapuran
Untuk mengurangi keasaman tanah maka dilakukan pengapuran dengan
menggunakan kapur dolomit 1,5 ton/ha (198 gram plot-1
). Pengapuran dilakukan
dengan cara ditaburkan dan diaduk di atas permukaan plot dengan rata, dilakukan 14
hari sebelum tanam.
4. Pemupukan
Pupuk kandang sebagai perlakuan diberikan 2 hari sebelum tanam dengan dosis
masing-masing 4,5 ton ha-1
(594 gram plot-1
), 6,0 ton ha-1
(792 gram plot-1
) dan 7,5 ton
ha-1
(990 gram plot-1
) dengan cara menaburkan kebedengan dan megaduk dengan
14
merata. Sedangkan pupuk KCl diberikan sesuai dosis yang di uji yaitu 0 kg K2O ha-1,
45 kg K2O ha-1
(9,9 KCl gram plot-1
), 90 kg K2O ha-1
(19,8 KCl gram plot-1
) dan 135 kg
K2O ha-1
(29,7 gram plot-1
) dicampurkan merata secara bersamaan dengan pupuk SP-36
dosis 200 kg ha-1
(26,4 gram plot-1
) dan dosis Urea 150 kg ha-1
(19,8 gram plot-1
) 3 hari
sebelum tanam.
5. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan dengan cara memasukkan 1 umbi per lubang
kedalam lobang tanam dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm. Dengan alat penugal,
lubang tanam dibuat sedalaman rata-rata setinggi bibit. Umbi bawang merah
dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga
ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah, sebaiknya tidak dianjurkan menanam
terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan.
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi penyiraman, penyulaman,
penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan
keadaan cuaca dengan mengunakan gembor.
Penyulaman.
Penyulaman dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam (HST) dengan bibit yang
sama.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan rumput – rumput liar dan gulma lainnya
yang tumbuh di areal bedengan dengan cara mencabut mengunakan tangan.
15
Pengedalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah dilakukan dengan
menggunakan Fungisida Dithane M-45 dan Insektisida Curater 3G dilakukan
dengan kosentrasi 2 cc per liter air disemprotkan secara berkala saat tanaman
terserang hama. Hama yang menyerang adalah ulat pemakan daun.
3.5. Pengamatan
Adapun perubahan yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berukut :
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang yang telah ditandai sampai titik
tumbuh tinggi. Pengukuran dilakukan pada umur 15, 30 dan 45 HST.
2. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung pada pada umur 15, 30 dan 45 HST, daun dihitung
berdasarkan helaian perumpun dari setiap tanaman sampel.
3. Jumlah Umbi (buah)
Jumlah umbi dihitung pada saat pengamatan panen. Umbi dihitung berdasarkan
jumlah per rumpun dan dihitung dari setiap tanaman sampel.
4. Diameter Umbi (mm)
Besar diameter umbi di ukur setelah panen dilakukan dan umbi bawang sudah
bersih dari tanah yang melekat.
5. Berat Berangkasan Basah (gram)
Berat umbi basah per rumpun ditimbang setelah umbi bersih dan keringangin.
Umbi yang ditimbang berdasarkan tanaman yang dijadikan sampel.
16
6. Berat Berangkasan Kering (gram)
Berat umbi kering per rumpun ditimbang setelah umbi bersih dan dikering
anginkan. selama 1 minggu. Umbi yang ditimbang juga berdasarkan tanaman yang
dijadikan sampel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 20)
menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman dan jumlah daun umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah umbi, diameter
umbi, berat berangkasan basah dan berat berangkasan kering.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa
dosis pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15,
30 dan 45 HST. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis
pupuk kandang umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Dosis Pupuk
Kandang umur 15, 30 dan 45 HST
Dosis Pupuk kandang Tinggi Tanaman (cm)
Simbol ton ha-1
15 HST 30 HST 45 HST
P1 4.5 16.44 28.43 33.49
P2 6.0 17.00 27.76 32.66
P3 7.5 17.33 28.01 32.65
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang merah umur 15 HST
dijumpai pada dosis pupuk kandang 7.5 ton ha-1
(P3) dan pada umur 30 dan 45
HST dijumpai pada dosis pupuk kandang 4.5 ton ha-1
(P1) meskipun secara
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal
ini diduga bahwa unsur hara yang diterima oleh tanaman tidak tercukupi sehingga
akan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukanto (1991) yang menyatakan tanaman kekurangan unsur hara akan terganggu
18
metabolismenya sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
bawang merah itu sendiri. Hakim et al. (1986) juga berpendapat bahwa kebutuhan
unsur hara yang diperlukan bagi tanaman belum cukup tersedia untuk
menjalankan metabolisme tanaman sehingga pertumbuhan tanaman tidak normal.
2. Jumlah Daun (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa dosis pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur
15, 30 dan 45 HST. Rata – rata jumlah daun bawang merah pada berbagai dosis
pupuk kandang umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Bawang Merah pada Berbagai Dosis Pupuk
Kandang umur 15, 30 dan 45 HST
Dosis Pupuk kandang Jumlah Daun (helai)
Simbol ton ha-1
15 HST 30 HST 45 HST
P1 4.5 21.25 34.60 27.08
P2 6.0 21.94 33.30 25.94
P3 7.5 19.10 28.60 24.87
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang terbanyak pada umur 15
HST dijumpai pada dosis pupuk kandang 6.0 ton ha-1
(P2) dan pada umur 30 dan
45 HST dijumpai pada dosis pupuk kandang 4.5 ton ha-1
(P1) meskipun secara
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal
ini disebabkan kekurangan pupuk atau kelebihan pupuk dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman bawang merah. Menurut Winarso (2003) menyatakan
bahwa pupuk yang baik adalah pupuk yang dapat menyerap air dan zat – zat lain
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
3. Jumlah Umbi (buah)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis
pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi. Rata – rata jumlah
19
umbi bawang merah pada berbagai dosis pupuk kandang dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Jumlah Umbi Bawang Merah pada Berbagai Dosis Pupuk
Kandang.
Dosis Pupuk kandang Jumlah Umbi (buah)
Simbol ton ha-1
P1 4.5 8.75
P2 6.0 8.23
P3 7.5 7.85
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah umbi bawang merah terbanyak
dijumpai pada dosis pupuk kandang 4.5 ton ha-1
(P1) meskipun secara statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini
diduga bahwa kebutuhan unsur hara tanaman bawang merah tidak tercukupi atau
dipengaruhi oleh keadaan setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2008)
yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan produksi suatu tanaman dipengaruhi
oleh faktor tanah, iklim dan tanaman itu sendiri yang semuanya saling berinteraksi
satu sama lain dalam memperoleh unsur hara untuk pertumbuhan dan
perkembagan yang baik.
4. Diameter Umbi (mm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis
pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap diameter umbi. Rata – rata
diameter umbi bawang merah pada berbagai dosis pupuk kandang dapat dilihat
pada Tabel 5.
20
Tabel 5. Rata-rata Diameter Umbi Bawang Merah pada Berbagai Dosis Pupuk
Kandang.
Dosis Pupuk kandang Diameter Umbi (mm)
Simbol ton ha-1
P1 4.5 27.93
P2 6.0 27.27
P3 7.5 26.44
Tabel 5 menunjukkan bahwa diameter umbi terbesar dijumpai pada dosis
pupuk kandang 4.5 ton ha-1
(P1) dikarenakan bahwa pertumbuhan diameter umbi
yang dipengaruhi oleh sifat fisik tanah itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat
Murbandono (2005). Bahwa pemberian pupuk kandang akan memperbaiki sifat
fisik tanah, struktur tanah, tanah berat akan menjadi gembur sehingga akan
memperbaiki gerakan air dan udara tanah, sedangkan pada tanah ringan pupuk
kandang cenderung mengikat butir-butir tanah dan membentuk struktur tanah
yang menguntungkan
5. Berat Berangkasan Basah (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 18) menunjukkan bahwa dosis
pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap berat berangkasan basah. Rata –
rata berat berangkasan basah bawang merah pada berbagai dosis pupuk kandang
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Berat Berangkasan Basah Bawang Merah pada Berbagai Dosis
Pupuk Kandang.
Dosis Pupuk kandang Berat Berangkasan Basah (g)
Simbol ton ha-1
P1 4.5 44.10
P2 6.0 44.35
P3 7.5 40.43
21
Tabel 6 menunjukkan bahwa berat berangkasan basah terberat dijumpai
pada dosis pupuk kandang 6.0 ton ha-1
(P2) meskipun secara statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini
diduga bahwa unsur hara yang dibutuhkan tidak sesuai dengan kebutuhan
tanaman bawang merah. Menurut Yasuo (2000) tanaman yang memperoleh unsur
hara dalam jumlah optimal akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Hakim et al. (1986) juga berpendapat bahwa kebutuhan unsur hara yang
diperlukan bagi tanaman belum cukup tersedia serta tidak tercukupi untuk
menjalankan metabolisme tanaman sehingga pertumbuhan tanaman tidak normal.
6. Berat Berangkasan Kering (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa dosis
pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap berat berangkasan kering. Rata
– rata berat berangkasan kering bawang merah pada berbagai dosis pupuk
kandang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Berat Berangkasan Kering Bawang Merah pada Berbagai Dosis
Pupuk Kandang.
Dosis Pupuk kandang Berat Berangkasan Kering (g)
Simbol ton ha-1
P1 4.5 34.52
P2 6.0 35.12
P3 7.5 32.57
Tabel 7 menunjukkan bahwa berat berangkasan kering terberat dijumpai
dosis pupuk kandang 6.0 ton ha-1
(P2) meskipun secara statistik menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuaan lainnya. Hal ini diduga bahwa
pupuk kandang yang diberikan tidak sesuai atau tidak seimbang dengan
kebutuhan tanaman bawang merah. Menurut Parnata (2004) yang menyatakan
untuk memenuhi kebutuhan tanaman, kita harus bisa menyediakan unsur hara
22
dalam jumlah yang dipekirakan cukup dan seimbang. Tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan menghasilkan hasil yang tinggi, diperlukan unsur hara yang
cukup dan seimbang (Anonymous, 2005).
4.2. Pengaruh Dosis Kalium
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 20)
menunjukkan bahwa dosis kalium berpengaruh nyata terhadap diameter umbi dan
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur dan jumlah daun umur 15,
30 dan 45 HST, jumlah umbi dan diameter umbi, berat berangkasan basah dan
berat berangkasan kering.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 2, 4 dan 6) menunjukkan bahwa
dosis kalium berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45
HST. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah pada berbagai dosis kalium umur
15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata Tinggi Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Dosis Kalium
umur 15, 30 dan 45 HST
Dosis Kalium Tinggi Tanaman (cm)
Simbol kg ha-1
15 HST 30 HST 45 HST
K0 0 16.97 27.53 31.91
K1 45 16.71 28.10 34.13
K2 90 15.91 27.52 32.15
K3 135 18.09 29.11 33.54
Tabel 8 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang merah tertinggi umur
15 dan 30 HST dijumpai pada dosis kalium 135 kg ha-1
(K3) dan umur 45 HST
dijumpai pada dosis pupuk kalium 45 kg ha-1
(K1) meskipun secara statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini
diduga karena pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah merupakan cerminan
23
panjang daun (bagian vegetatif). Menurut pendapat Hardjowigeno (2007) yang
menyatakan hara Kalium berfungsi sebagai katalisator berupa unsur lain dalam
pembentukan protein, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, menetralkan
reaksi dalam sel terutama dari asam organik, menaikan pertumbuhan jaringan
meristem, mengaktifkan enzim baik langsung maupun tidak langsung,
meningkatkan kadar karbohidrat dan gula dalam buah dan membuat tanaman
menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
2. Jumlah Daun (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan
bahwa dosis kalium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur 15, 30
dan 45 HST. Rata-rata jumlah daun bawang merah pada berbagai dosis kalium
umur 15, 30 dan 45 HST dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Jumlah Daun Bawang Merah pada Berbagai Dosis Kalium
umur 15, 30 dan 45 HST
Dosis Kalium Jumlah Daun (helai)
Simbol kg ha-1
15 HST 30 HST 45 HST
K0 0 20.42 32.37 24.38
K1 45 21.56 29.89 25.76
K2 90 20.80 33.13 27.97
K3 135 20.27 33.28 25.75
Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah daun bawang merah terbanyak umur
15 HST dijumpai pada dosis kalium 45 kg ha-1
(K1) dan umur 30 HST pada dosis
kalium 135 g ha-1
(K3) dan pada umur 45 HST dijumpai pada dosis kalium 90 kg
ha-1
(K2) meskipun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Hal ini disebabkan bahwa pemberian kalium sesuai dengan kebutuhan
tanaman akan berpengaruh terhadap tanaman itu sendiri. Pada masa pertumbuhan
24
vegetatif tanaman bawang merah hanya membutukan hara yang dibutukan untuk
pertumbuhan. Sutejo (2002) berpendapat bahwa tanaman yang kekurangan unsur
K gejalanya adalah batang dan daun menjadi lemas atau rebah, daun berwarna
hijau gelap, ujing daun menguning dan kering timbul bercak coklat pada pucuk
daun.
3. Jumlah Umbi (buah)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi. Rata – rata jumlah umbi
bawang merah pada berbagai dosis kalium dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata Jumlah Umbi Bawang Merah pada Berbagai Dosis Kalim.
Dosis Kalium Jumlah Umbi (buah)
Simbol kg ha-1
K0 0 7.88
K1 45 7.63
K2 90 8.92
K3 135 8.67
Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah umbi terbanyak dijumpai pada dosis
kalium 90 kg ha-1
(K2) meskipun secara statistik berpengaruh tidak nyata terhadap
perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan bahwa dosis kalium yang diberikan tidak
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah. Menurut
Hasibuan (2009) yang menyatakan bahwa dosis pupuk dalam pemupukan haruslah
tepat, artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak yang dapat
menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk
terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sedangkan
bila dosis terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan hara dan dapat
meracuni akar.
25
4. Diameter Umbi (mm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh nyata terhadap diameter umbi. Rata – rata diameter umbi
bawang merah pada berbagai dosis kalium setelah diuji dengan BNT0.05 dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata Diameter Umbi Bawang Merah pada Berbagai Dosis Kalium
Dosis Kalium Diameter Umbi (mm)
Simbol kg ha-1
K0 0 24.22 a
K1 45 28.24 b
K2 90 28.03 b
K3 135 28.36 b
BNT0.05 3.28 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf
peluang 5% (BNT 0,05).
Tabel 11 menunjukkan bahwa diameter umbi bawang merah terbesar
dijumpai pada dosis kalium 135 kg ha-1
(K3) yang berbeda nyata dengan dosis
pupuk kalium Kontrol (K0) dan tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk kalium
45 kg ha-1
(K1) dan 90 kg ha-1
(K2).
Adapun hubungan antara diameter umbi bawang merah dengan dosis
pupuk kalium.
26
Gambar 1. Diameter Umbi pada Berbagai Dosis Pupuk kalium
Gambar 1 menunjukkan bahwa diameter umbi terbesar dijumpai pada
dosis pupuk kalium 45 kg ha-1
(K1). Hal ini diduga bahwa kalium yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan hara tanaman. Menurut Suwandi (2009) tanaman dapat
memenuhi siklus hidupnya apabila hara yang dibutuhkan tercukupi. Fungsi hara
tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu
hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan terganggu dan berhenti sama
sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang kekurangan atau ketiadaan suatu
unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu organ tertentu yang spesifik.
5. Berat Berangkasan Basah (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 18) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh tidak nyata terhadap berat berangkasan basah. Rata – rata
berat berangkasan basah bawang merah pada berbagai dosis kalium dilihat pada
Tabel 12.
24,22
28,24 28,03
28,36
21,00
22,00
23,00
24,00
25,00
26,00
27,00
28,00
29,00
0 45 90 135
Dia
mete
r U
mb
i (m
m)
Dosis Pupuk Kalium (kg ha-1)
27
Tabel 12. Rata-rata Berat Berangkasan Basah Bawang Merah pada Berbagai
Dosis Kalium.
Dosis Kalium Berat Berangkasan Basah (g)
Simbol kg ha-1
K0 0 39.27
K1 45 41.17
K2 90 43.02
K3 135 48.38
Tabel 12 menunjukkan bahwa berat berangkasan basah terberat dijumpai
pada dosis kalium 135 kg ha-1
(K3) meskipun secara statistik menujikkan
perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena
kalium yang tersedia didalam tanah sudah mencukupi untuk proses pembentukan
umbi dan meningkatkan hasil berangkasan kering umbi tanaman bawang merah.
Menurut pendapat Singh dan Verma, (2001) dalam Sumarni et al., (2012)
tanaman lebih berpengaruh terhadap unsur hara K tanah sedangkan kelebihan
pemberian dosis K yang diberikan penyerapannya sesuai dengan kebutuhan
tanaman itu sendiri.
6. Berat Berangkasan Kering (g)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa dosis
kalium berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering. Rata – rata berat
berangkasan kering bawang merah pada berbagai dosis kalium dapat dilihat pada
Tabel 13.
28
Tabel 13. Rata-rata Berat Berangkasan Kering Bawang Merah pada Berbagai
Dosis Kalium.
Dosis Kalium Berat Berangkasan Kering (g)
Simbol kg ha-1
K0 0 32.32
K1 45 31.45
K2 90 34.83
K3 135 37.68
Tabel 12 menunjukkan bahwa berat berangkasan kering terberat dijumpai
pada dosis kalium 135 kg ha-1
(K3) meskipun secara statistik menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena
kalium yang tersedia didalam tanah sudah mencukupi untuk proses pembentukan
umbi dan meningkatkan hasil berangkasan kering umbi tanaman bawang merah
demikian diduga oleh (Singh dan Verma, 2001 dalam Sumarni et al., 2012).
Kebutuhan K meningkat dengan meningkatnya hasil tanaman karena fungsi K
berhubungan dengan.
4.3. Pengaruh interaksi
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran bernomor genap 2 sampai 20)
menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman
dan nyata jumlah daun umur 45 HST antara dosis pupuk kandang dan kalium
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 6) menunjukkan bahwa terdapat
interaksi yang nyata antara dosis pupuk kandang dan kalium terhadap tinggi
tanaman umur 45 HST. Rata-rata tinggi tanaman umur 45 HST pada berbagai
dosis pupuk kandang dan kalium setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada
Tabel 14.
29
Tabel 14. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang dan
Kalium umur 45 HST.
Dosis Pupuk
Kandang
(ton ha-1
)
Dosis Kalium (kg ha-1
) BNT
0.05 0 (K0) 45 (K1) 90 (K2) 135 (K3)
4.5 (P1) 32.20 ab 26.34 a 37.19 b 37.60 b
5.20 6.0 (P2) 35.82 b 28.92 a 29.30 a 32.73 ab
7.5 (P3) 34.41 ab 34.78 ab 35.75 ab 30.10 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNT 0,05).
Tabel 14 menunjukkan bahwa tanaman tertinggi umur 45 HST dijumpai
pada dosis pupuk kandang 4,5 ton ha-1
(P1) dan dosis kalium 135 kg ha-1
(K3).
Tidak beebeda nyata dengan 6.0 ton ha-1
(P2) dengan kontol (K0) dan 4.5 ton ha-1
(P1) dan 90 kg ha-1
(K2). Hubungan antara tinggi tanaman pada berbagai dosis
pupuk kandang dan kalium umur 45 HST dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tinggi Tanaman Bawang Merah pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang dan
Kalium umur 45 HST.
Gambar 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang merah tertinggi
dijumpai pada dosis pupuk kandang 4.5 ton ha-1
(P1) dan dosis kalium 45 kg ha-1
(K1). Hal ini diduga bahwa dosis pupuk kandang dan dosis kalium dapat
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah dan untuk menambah unsur hara.
32,20
35,82 34,41
26,34 28,92
34,78
37,19
29,3
35,74
37,6
32,73
30,1
20,00
22,00
24,00
26,00
28,00
30,00
32,00
34,00
36,00
38,00
40,00
P1 P2 P3
Tn
gg
i T
an
am
an
(cm
)
K0
K1
K2
K3
30
Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2008) yang mengatakan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor tanah,
iklim dan tanaman itu sendiri yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain
dan waktu pemupukan yang tepat.
2. Jumlah Daun (helai)
Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 10) menunjukkan bahwa terdapat
interaksi yang nyata antara dosis pupuk kandang dan kalium terhadap jumlah daun
umur 45 HST. Rata-rata jumlah daun umur 45 HST pada berbagai dosis pupuk
kandang dan kalium setelah diuji dengan BNT0,05 dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-rata Jumlah Daun pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang dan
Kalium umur 45 HST.
Dosis Pupuk
Kandang
(ton ha-1
)
Dosis Kalium (kg ha-1
) BNT
0.05 0 (K0) 45 (K1) 90 (K2) 1 (K3)
4.5 (P1) 25.18 a 16.79 a 31.17 ab 31.23 ab
9.00 6. 0 (P2) 29.51 ab 16.54 a 23.51a 28.61 ab
7.5 (P3) 31.78 ab 28.42 ab 28.84 ab 19.99 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (BNT 0,05).
Tabel 14 menunjukkan bahwa jumlah daun terbanyak umur 45 HST
dijumpai pada dosis pupuk kandang 7. 5 kg ha-1
(P3) dan dosis kalium kontrol
(K0). Hubungan antara tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk kandang 7.5 kg
ha-1
(P3) dan tanpa pupuk kalium (kontrol) umur 45 HST dapat dilihat pada
Gambar 3.
31
Gambar 3. Jumlah Daun pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang dan Kalium umur 45 HST.
Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah daun terbanyak dijumpai pada
dosis pupuk kandang 7.5 ton ha-1
(P3) dan dosis kalium kontrol (K0). Hal ini
pengunaan pupuk yang tepat dan seimbang dengan kebutuhan tanaman akan
membantu tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Menurut Supriyadi (2009)
pemberian pupuk kalium mampu meningkatkan produksi tetapi dengan pemberian
pupuk anorganik secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya kemunduran
produktivitas tanah baik kimia, fisika maupun biologi tanah. Sedangkan pupuk
kandang mempunyai peranan meningkatkan kesuburan fisik tanah karena mampu
mengurangi plastisitas, meningkatkan agregat ruang pori, ketersediaan air dan
kelekatan juga aerasi tanah serta mampu meningkatkan efisiensi pemakaian
pupuk.
25,18
29,51
31,78
16,79
16,54
28,42
31,17
23,51
28,84
31,23
28,61
19,99
10
15
20
25
30
35
P1 P2 P3
JU
mla
h D
au
n (
hela
i)
K0
K1
K2
K3
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dosis pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan
jumlah daun umur 15, 30 dan 45 HST, jumlah umbi, diameter umbi, berat
berangkasan basah dan berat berangkasan kering. Pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah terbaik dijumpai pada dosis pupuk kandang
4.5 ton ha-1
.
2. Dosis kalium berpengaruh nyata terhadap diameter umbi dan berpengaruh
tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur dan jumlah daun umur 15, 30 dan
45 HST, jumlah umbi dan diameter umbi, berat berangkasan basah dan berat
berangkasan kering. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah terbaik
dijumpa pada dosis kalium 135 kg ha-1
.
3. Terdapat interaksi yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan nyata
jumlah daun umur 45 HST antara dosis pupuk kandang dan kalium terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kalium pada jenis tanah
lainnya, dengan musim tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman
bawang merah.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2005. Implementasi Penerapan Program CSR PT. Petrokimia Gresik
Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Disekitarnya.
,2008. Sumatera Utara dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik
Sumatera Utara. Medan.
,2010. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Provinsi
Sumatera Utara, Medan. http: www.bps.go.id [17 September 2010]
,2011. Aceh Dalam Angka 2011. Produksi Cabai Besar, Bawang Merah,
dan Mangga. Badan Pusat Statistik. Aceh.
Dwijoseputro D., 1986. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia, Jakarta.
Estu Rahayu dan Nur Berlian VA., 2005. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Cet-
12, 2005. Jakarta. Hal 6
Hakim, M., 1988. Kesuburan Tanah. Bandar Lampung.Universitas Lampung.
Hervani, D., L. Syukriani, E. Swasti, dan Erbasrida, 2008. Teknologi Budidaya
Bawang Merah pada Beberapa Media Tanam dalam POT di Kota
Padang. Universitas Andalas, Padang.
Hidayat, H., 2011. Buku Panduan Praktikum Fisiologi Tanaman. Politeknik. IPB,
Bogor
Husna Y., dan Evawani E., 2008.Penggunaan Pupuk Organik dan KCl pada
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Sagu, Vol. 7 No. 1 : 13-18. Maret 2008
Hardjowigeno, S., 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. p.288. Irawan, dan Daniel, 2010. Bawang Merah dan Pestisida. Badan Ketahanan Pangan
Sumatera Utara. Medan. Jumini, Yenny S, dan Nurul F., 2010. Pengaruh pemotongan umbi bibit dan jenis
pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, Jurnal Floratek., vol. 5, no 2. October 28, 2010
Islami, T. dan Utomo, W.H., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press, Semarang. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi, 2003. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marsono dan Sigit, 2005. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Swadaya 2005.
Jakarta.
34
Odum, H. T., 1959. Energi Basis for Man and Nature, Me. Graw Hill, New York.
Pranata, Ayub. S., 2004. Pupuk Organik Cair: Aplikasi dan Manfaatnya. Agmedia
Pustaka, Jakarta.
Rukmana, 1994. Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta. Hal 11-12
, 1995. Bawang Daun. Kanisius. Yogyakarta.
Rinsema, W. T., 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan (terjemahan H. M. Saleh).
Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 135 hlm.
Setyamidjaja, D., 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: CV. Simpleks.
Supriyadi, M., 2009. Pengaruh Pupuk Kandang Dan NPK Terhadap Populasi
Bakteri Azotobacter Dan Azospirillum Dalam Tanah Pada Budidaya
Cabai (Capsicum Annum), Surakarta. www.biosains.mipa.uns.ac.id.
Sugiharto, 2006. Budi Daya Tanaman Bawang Merah. Aneka Ilmu, Semarang.
Hal 31-32
Sumarni, N. Rosliana, S. Basuki, RS. dan Hilman Y., 2012. Pengaruh Varietas,
Status K-Tanah, dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan, Hasil
Umbi, dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah., J.Hort. 22(3):233-
241, 2012.
Sunarjono, Adan Soedomo, 1989. Budidaya Bawang Merah. Sinarbaru, Bandung.
Sutejo, M M., 2002. Pupuk dan Pemupukan. Pustaka Buana. Bandung.
Sutanto. R., 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Kanius, Yogyakarta.
Suwandi, 2009. Pupuk dan Pemupukan. USU Press. Medan. Thom Wignyanta, 1974. Pupuk Buatan Dan Cara Memakainya. Ende-Flores:
Nusa Inda. Wibowo, 2005. Budi Daya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Penebar
Swadaya, Cet-13, 2005. Jakarta. , 2006. Budi Daya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Penebar
Swadaya, Cet-14, Jakarta. Hal 88 , 2007. Budi Daya Bawang Putih, Merah dan Bombay, Penebar
Swadaya, Cet-16, Jakarta. , 2009. Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay, Penebar
swadaya, Jakarta.
34
Yasuo, F., 2000. Nitrogen absorption and distribution of muskmelons (Curcumis
melon L.) at different growth stges using hydroponics. Jurnal of Soil
Science and Plant Nutrition. 71 (1):72-81.