9
82 berkah Ramadhan ini, dengan mulut berpuasa memohon ampunan dan bertaubat, maka dia akan diampuni. Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, “Pada malam-malam bulan Ramadhan, Allah Swt mengampuni para pendosa sedemikian rupa sehingga hanya Dia yang mengetahui hitungannya, dan di akhir bulan Ramadhan, Allah Swt akan melepaskan dari neraka, seperti apa saja yang telah dikaruniakan-Nya selama satu bulan Ramadan. Maka barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan menjauhi apa yang diharamkan Allah Swt, maka surga wajib baginya.”(IRIB Indonesia)

Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan ada banyak amalan serta doa yang bersumber dari para imam maksum as untuk diamalkan di penghujung bulan puasa. Mengenai keagungan bulan Ramadhan itu sendiri, Rasulullah Saw bersabda, “Ramadhan adalah sebuah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya pengampunan, dan penghujungnya ijabah doa dan kebebasan dari api neraka.” Pada dasarnya, rahmat Allah Swt turun kepada hamba-Nya pada sepuluh hari pertama, sementara pertengahan bulan ini adalah waktu untuk bertaubat dan memohon ampunan dari dosa, dan sepuluh hari terakhir adalah masa untuk memetik hasil.Disebutkan dalam sejarah bahwa setelah Rasulullah Saw, menyampaikan khutbah terkenal Sya’baniyah, Imam Ali as berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah! Apa amal terbaik pada bulan ini?” Rasulullah Saw menjawab: “Wahai Abu al-Hasan! Amalan terbaik pada bulan ini, menjauhi yang diharamkan oleh Allah Swt.” Setelah itu Rasulullah Saw menangis. Imam Ali as kembali bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapa kau menangis?” Rasulullah Saw menjawab: “Wahai Ali aku menangis karena mereka akan melanggar kehormatanmu di bulan ini. Sepertinya aku melihat kau sedang shalat untuk Tuhanmu, orang paling celaka pertama dan terakhir … berdiri dan memukul [dengan pedang] di tengah kepalamu dan tempat sujudmu, darah mengucur dari kepalamu.”

Citation preview

Page 1: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

82

berkah Ramadhan ini, dengan mulut berpuasa memohon ampunan dan bertaubat, maka dia akan diampuni.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, “Pada malam-malam bulan Ramadhan, Allah Swt mengampuni para pendosa sedemikian rupa sehingga hanya Dia yang mengetahui hitungannya, dan di akhir bulan Ramadhan, Allah Swt akan melepaskan dari neraka, seperti apa saja yang telah dikaruniakan-Nya selama satu bulan Ramadan. Maka barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan menjauhi apa yang diharamkan Allah Swt, maka surga wajib baginya.”(IRIB Indonesia)

Page 2: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

83

Bersama Kafilah Ramadhan (19)

Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan ada banyak amalan serta doa yang bersumber dari para imam maksum as untuk diamalkan di penghujung bulan puasa. Mengenai keagungan bulan Ramadhan itu sendiri, Rasulullah Saw bersabda, “Ramadhan adalah sebuah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya pengampunan, dan penghujungnya ijabah doa dan kebebasan dari api neraka.” Pada dasarnya, rahmat Allah Swt turun kepada hamba-Nya pada sepuluh hari pertama, sementara pertengahan bulan ini adalah waktu untuk bertaubat dan memohon ampunan dari dosa, dan sepuluh hari terakhir adalah masa untuk memetik hasil.

Setelah seseorang menikmati rahmat Tuhan sebagai sebuah kesempatan yang sangat berharga, maka pada sepuluh hari kedua ia juga akan mendapat kesempatan untuk bertaubat dan memohon ampunan, dan pada sepuluh hari terakhir ia menyampaikan hajat-hajatnya dan menunggu jawaban dari Allah Swt. Oleh sebab itu, Rasul Saw mengambil jarak dari semua kenikmatan dunia selama sepuluh hari terakhir dan memilih beri'tikaf di masjid. Beliau menaruh perhatian khusus terhadap masalah i'tikaf dan bersabda, “Barang siapa yang beri'tikaf selama 10 hari pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama seperti dua kali haji dan dua kali umrah.”

Rasul Saw awalnya melakukan i'tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, dan kemudian pada sepuluh hari kedua dan terakhir pada sepuluh hari ketiga bulan tersebut. Namun, beliau kemudian secara rutin beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga akhir hayatnya. Ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasul Saw melipat tempat tidurnya dan sepenuhnya mempersiapkan diri untuk beribadah dan beliau melakukannya dalam sebuah tenda yang dipersiapkan untukibadah.

Dalam sebuah riwayat, Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Penentuan kadar (sesuatu) pada malam ke-19, pengesahan

Page 3: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

84

pada malam ke-21, dan penetapan kadar untuk satu tahun pada malam ke-23.”Oleh karena itu, kaum Muslim tidak boleh lalai saat musim panen tiba dan memberi perhatian khusus untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sebagaimana diteladani oleh Rasulullah Saw. Setiap detik di sepanjang Ramadhan tentu sangat bernilai, namun sepuluh hari terakhir adalah musim untuk menuai hasil dan kaum Muslim tidak boleh melupakan hal itu.

Syeikh Kulaini dalam kitabnya Ushulal-Kafi, menukil sebuah doa dari Imam Shadiqas yang dianjurkan untuk dibaca pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Doa tersebut adalah;

ينقضی عنی شھر رمضان أو يطلع الفجر من ليلتی ھذه و لک قبلی ذنب أو أعوذ بج1ل وجھک الکريم أن بنی عليه. تبعة تعذ

“Aku berlindung kepada keagungan wajah-Mu yang mulia, hendaknya jangan sampai bulan Ramadhan berlalu atau fajar malamku ini terbit sedangkan Engkau masih memiliki tagihan atasku atau (aku masih berlumuran) dosa yang karenanya Engkau akan menyiksaku.”

Dalam sebuah doa yang lain, Imam Shadiq as juga berkata;

رمضان و اغفر لنا تقصيرنا فيه و تسلمه منا مقبو[ و [ تؤاخذنا بإسرافنا اللھم أد عنا حق ما مضی من شھر علی أنفسنا و اجعلنا من المرحومين و [ تجعلنا من المحرومين

“Ya Allah! Tunaikanlahhak kami yang telah lewat dari bulan

Ramadhan, ampunilah kelalaian kami di dalamnya, terimalah (bulan Ramadhan) dari kami dengan sebuah penerimaan, janganlah Engkau menyiksa kami karena sikap berlebih-lebihan atas diri kami,jadikan kami dari golongan yang memperoleh rahmat dan jangan Engkau jadikan kami dari mereka yang tidak

mendapatkannya.”

Rasulullah Saw dalam sebuah khutbah di penghujung bulan Sya’ban bersabda, “Wahai manusia! Barangsiapa melakukan shalat sunnah di bulan ini, Allah akan mencatat baginya kebebasan dari api neraka. Dan Barang siapa melakukan shalat

Page 4: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

85

fardhu, baginya ganjaran 70 kali shalat fardhu di bulan yang lain.” Seorang Mukmin yang sudah pernah merasakan kenikmatan dalam mengerjakan shalat fardhu, maka ia akan terdorong untuk mempererat hubungannya dengan Allah Swt melalui amalan sunnah.Ia bersungguh-sungguh mengerjakan shalat sunnah untuk meraih perhatian Tuhan. Imam Ali Ridha as berkata, “Tunaikanlah shalat sunnah dengan indah, dan ketahuilah bahwa ia akan menjadi hadiah di sisi Allah.” (Bihar al-Anwar, jilid 87)

Shalat tajahud memiliki keutamaan yang lebih besar di antara amalan-amalan sunnah yang lain. Allah Swt menyebut orang-orang yang terbangun di malam hari dengan bahasa yang indah dan berfirman, “Lambung mereka selalu jauh dari tempat tidur untuk berdoa kepada Allah, dengan rasa takut dari murka-Nya dan mengharapkan kasih sayang-Nya. Mereka pun selalu menafkahkan harta yang Kami karuniakan di jalan kebaikan.” (As-Sajda, ayat 16). Allah Swt kemudian memberikan pahala yang besar kepada mereka yang menghidupkan malamnya dengan ibadah dan berfirman, “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka atas apa yang mereka kerjakan.”

Dalam sebuah hadis Qudsi tentang shalat tahajud, Allah Swt berfirman, “Hambaku tidak memperlihatkan kecintaan terhadap sesuatu yang lebih dicintai dari perkara yang sudah aku wajibkanatasnya,dan ia datang dengan shalat sunnah demi meraih cinta-Ku sehingga Aku juga mencintainya. Saat Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi telinganya ketika ia mendengar,Aku akan menjadi matanya ketika ia melihat, Aku akan menjadi lisannya ketika ia berbicara, Aku akan menjadi tangannya ketika ia memukul, dan Aku akan menjadi kakinya ketika ia melangkah.Aku akan mengabulkan doanya saat ia meminta kepada-Ku, dan jika ia memohon kepada-Ku, Aku akan memenuhinya.” (Ushul al-Kafi, jilid 2)

Para guru besar akhlak memberikan berbagai penjelasan ketika menafsirkan hadis tersebut. Allamah Majlisi, penulis kitabBihar al-Anwarmengatakan, “Seorang hamba akan berakhlak dengan akhlak Allah dan Allah menjadi sangat mulia di matanya sehingga ia menyerahkan segala urusannya kepada Sang Khalik. Ia juga mengabaikan tuntutan-tuntutan nafsunya dan pada akhirnya ia

Page 5: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

86

tidak melihat kecuali sesuatu yang dicintai oleh Allah. Ia tidak mendengar sesuatu kecuali atas keinginan dan kerelaan Allah, ia tidak mengerjakan sesuatu kecuali pekerjaan yang bisa mendekatkannya kepada Allah, dan ia tidak melangkahkan kakinya kecuali di jalan yang diridhai oleh Allah.”

Selama beberapa tahun terakhir, kaum Muslim di banyak negara Islam harus menjalani puasa di musim panas. Kondisi ini menuntut kesabaran ekstra semua orang untuk bisa menyempurnakan amal ibadahnya. Di Iran sendiri, puasa tahun ini kembali jatuh pada musim panas dan suhu udara di beberapa kota mencapai lebih dari 45 derajat celcius. Akan tetapi, kondisi ini tidak mengendurkan semangat masyarakat untuk menjalani ibadah puasa dan rutinitas mereka.

Sebut saja, Hidayatullah, seorang pekerja di pabrik roti tradisional Iran di Kota Semnan, ia harus duduk di depan tungku pembakar roti dengan suhu yang menyengat. Hidayatullah berkisah, “Sungguh sulit menjalani puasa di tengah terpaan hawa panas dari tungku pembakar roti ini, tapi puasa membawa banyak berkah dalam hidup terutama di tengah kondisi sulit.” Pengalaman serupa juga dituturkan oleh Ostad Asad. Ia adalah seorang tukanglas pada sebuah bangunan yang sedang dalam tahap pengerjaan. Ostad Asad harus berjalan ke setiap sudut rangka bangunan untuk menyambung besi-besi yang baru ditata.

Suhu udara terasa cukup panas dan ditambah lagi dengan uap panas yang dipancarkan oleh besi bangunan. Namun Ostad Asad tekun menjalani pekerjaannya dan ia tidak peduli dengan terik matahari. Ia berkisah, “Benar, sangat sulit melakukan pekerjaan ini di tengah suhu panas dan bulan puasa, tapi tidak ada yang tak mungkin. Menjalani puasa dalam kondisi seperti ini merupakan sebuah anugerah dari Allah sehingga hamba-Nya memahami bahwa kalau ada kemauan, pasti ada jalan.”

Seorang filosof Iran, Gholam Hossein Ebrahimi Dinani mengenai puasa di musim panas berkata, “Tidak mudah menjalani puasa di musim panas, tapi memikul beban itu akan membuat manusia mencapai derajat yang tinggi dan kesempurnaan. Shalat dan puasa di bulan Ramadhan secara lahir tampak seperti sebuah beban, namun beban ini justru akan membuat manusia semakin dekat dengan kebahagiaan.” (IRIB Indonesia/RM)

Page 6: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

87

Bersama Kafilah Ramadhan (20)

Disebutkan dalam sejarah bahwa setelah Rasulullah Saw, menyampaikan khutbah terkenal Sya’baniyah, Imam Ali as berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah! Apa amal terbaik pada bulan ini?” Rasulullah Saw menjawab: “Wahai Abu al-Hasan! Amalan terbaik pada bulan ini, menjauhi yang diharamkan oleh Allah Swt.” Setelah itu Rasulullah Saw menangis. Imam Ali as kembali bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapa kau menangis?” Rasulullah Saw menjawab: “Wahai Ali aku menangis karena mereka akan melanggar kehormatanmu di bulan ini. Sepertinya aku melihat kau sedang shalat untuk Tuhanmu, orang paling celaka pertama dan terakhir … berdiri dan memukul [dengan pedang] di tengah kepalamu dan tempat sujudmu, darah mengucur dari kepalamu.”

Hari ke-20 bulan Ramadhan, bertepatan dengan malam kesyahidan sosok agung yang posisi dan hubungannya dengan Allah Swt, dan keutamaan akhlaknya seperti adab, etika, kezuhudan, keberanian, ibadah dan lain-lainnya, sedemikian tinggi sehingga diakui oleh kawan maupun lawan. Imam Ali as adalah satu-satunya orang di mana malaikat Jibril mengucapkan ungkapan pada perang Uhud:

[سيف ا[ ذوالفقار و [فتی ا[ علی

“Tiada pemberani seperti Ali dan tiada pedang seperti Duzlfiqar.”

Dia adalah lelaki pertama di Jazirah Arab yang memeluk agama Islam dan shalat bersama Rasulullah Saw. Dia satu-satunya orang yang menjalin ikatan persaudaraan dan ukhuwah dengan Nabi Muhammad Saw dan beliau berkata: “Wahai Ali! Kau adalah saudaraku di dunia dan akhirat.” Ali adalah satu-satunya manusia yang Rasulullah Saw bersabda: “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, maka barang siapa yang menginginkan ilmu, maka hendaknya dia melalui pintunya.”

Dia adalah satu-satunya orang yang disinggung Rasulullah Saw dengan mengatakan: “Hak Ali atas umat, sama seperti hak seorang ayah kepada putranya.” Ali adalah satu-satunya orang yang berkorban pada Lailatul Mabit, malam ketika Rasulullah Saw

Page 7: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

88

berhijrah dari Mekkah menuju Madinah, dan tidur menggantikan Nabi Muhammad Saw.

Al-Quran tentang Imam Ali as menyebutkan, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S. al-Baqarah, 207). Ali adalah satu-satunya orang yang oleh Rasulullah Saw pintu rumahnya dibuka menuju Masjid Nabi. Dia adalah manusia yang diakui keagungannya oleh musuh-musuh. Selain itu, Ali bin Abi Thalib as adalah ayah syahid, suami syahid, saudara syahid, dan dia sendiri juga gugur syahid pada malam terbaik dalam satu tahun.

Imam Ali as dalam wasiat beliau menyebutkan, “Ini adalah yang diwasiatkan Ali putra Abu Thalib: dia bersaksi terhadap keesaan Allah Swt dan bersaksi bahwa Muhammad [Saw] adalah hamba dan nabi-Nya. Allah Swt mengutusnya untuk mengutamakan agama-Nya di atas agama-agama lain. Sesungguhnya shalat, ibadah, kehidupan dan usia, adalah milik Allah Swt. Tidak ada sekutu untuk-Nya, aku menerima ini dan termasuk di antara orang-orang yang menyerahkan diri… putraku, bagi kalian saling hubungan, kedermawanan dan kebaikan. Hindari saling kemunafikan, pemutusan hubungan, kemarahan dan perpecahan. Saling membantulah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan kalian saling membantu dalam dosa dan permusuhan. Utamakanlah ketakwaan karena azab Allah teramat pedih.”

Rasulullah Saw dalam satu bagian khutbah Sya’baniyah, yang disampaikan memperingati ketibaan bulan Ramadhan mengatakan, “Wahai masyarakat! Sesungguhnya pintu-pintu sorga terbuka di bulan ini. Maka mintalah dari Tuhan kalian agar tidak menutupnya (pintu-pintu sorga itu) untuk kalian. Dan juga pintu-pintu neraka tertutup, maka mintalah dari Tuhan kalian agar tidak membukanya bagi kalian. Juga para setan terbelenggu dan terikat, maka mintalah dari Tuhan kalian agar tidak membuatnya menguasai kalian.”

Sebagian ahli tafsir dan ulama akhlak berpendapat bahwa maksud dari terbukanya pintu-pintu sorga pada bulan Ramadan adalah bahwa Allah Swt mengampuni hamba-Nya dengan berbagai alasan dan Dia menjanjikan sorga sebagai pahala amal-amalan seperti puasa, shalat, shalat nafilah, membaca al-Quran,

Page 8: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

89

sedekah, silaturahmi dan… Juga menyelamatkan hamba dari api neraka dengan berbagai alasan.

Namun harus diperhatikan bahwa sorga dan neraka tidak lain adalah manifestasi perilaku manusia. Azab dan kepedihan neraka jahannam juga tidak lain adalah imbalan dari perilaku buruk manusia. Nikmat-nikmat sorga pada hakikatnya adalah inti dari amal saleh manusia. Oleh karena itu, sorga dan neraka tidak pernah terlepas dari perilaku manusia. Manusia yang tidak melepaskan diri dari ketaatan dan penghambaan, maka dirinya adalah sorga dan jika terjerumus dalam dosa dan maksiat, maka dirinya sendiri adalah neraka.

Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang menyelesaikan urusan seorang yatim, maka Allah Swt akan menyelesaikan urusannya di hari kiamat.” Mengasihi anak yatim merupakan amal yang diwajibkan dalam Islam dan agar setiap Muslim berusaha melaksanakannya. Yatim adalah seseorang yang secara lahiriyah tidak punya pelindung, dan hanya Allah Swt yang menjadi pelindungnya, di mana Allah Swt menghormati hak-haknya dan menekankan belas kasih kepada yatim. Dalam hal ini, perilaku Imam Ali as terhadap anak-anak yatim merupakan teladan bagi masyarakat Muslim. Beliau mengatakan, “Ya Allah! Ya Allah! Tentang anak-anak yatim, jangan sampai mereka terkadang kenyang dan terkadang lapar dan hak-hak mereka ternistakan.”

Dalam sebuah perjalanan, Imam Ali as melintasi rumah seorang perempuan miskin yang anak-anaknya menangis karena lapar. Sang ibu menyibukkan mereka dengan berbagai hal, kemudian memenuhi panci dengan air dan menyalakan api, sehingga itu dijadikan alasan agar anak-anaknya tertidur. Menyaksikan peristiwa itu, Imam Ali as bersama Qanbar segera pulang ke rumah dan mengambil kurma, serta memikul sekantung gandum, beras dan minyak, kemudian bergegas menuju rumah perempuan itu.

Setibanya di rumah perempuan itu, Imam Ali as meminta ijin masuk kemudian memasukkan beras dan sedikit minyak ke dalam panci untuk menyiapkan makanan. Kemudian beliau membangunan anak-anak perempuan itu serta menyuap mereka sampai kenyang. Kemudian untuk menghibur anak-anak perempuan itu beliau merangkak dan menaikkan mereka di atas

Page 9: Bersama Kafilah Ramadhan 19-20

90

punggungnya. Mereka tertawa riang. Setelah bermain, Imam Ali as menidurkan mereka dan meninggalkan rumah itu.

Qanbar bertanya: “Wahai junjunganku! Hari ini aku melihat dua hal darimu yang aku mengerti sebab dari salah satunya namun aku tidak mengerti sebab yang kedua. Pertama, kau sendiri yang membawa makanan itu di pundakmu dan tidak mengijinkanku membawanya, pasti karena besarnya pahala, akan tetapi aku tidak memahami kau merangkak dan menaikkan mereka (anak-anak itu) ke atas punggungmu.” Imam Ali as menjawab: “Ketika aku melihat anak-anak itu, aku menyadari mereka sedang menangis karena lapar, dan debu-debu keyatiman menyelimuti mereka, aku ingin ketika aku keluar mereka kenyang dan juga debu-debu keyatiman dan ketiadaan ayah telah terhapus dari wajah-wajah mereka.”(IRIB Indonesia)