14
PENGARUH UKURAN BUTIR BATU APUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN Akmaluddin, ST, MSc.(Eng.), Ph.D Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram e-mail: [email protected] ABSTRAK Batu apung dengan ukuran butir kurang dari 50 mm di Lombok biasanya dianggap limbah karena tidak laku dijual dipasaran. Padahal limbah ini masih dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar beton ringan. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui ukuran agregat batu apung yang paling baik digunakan sebagai campuran beton ringan melalui tinjauan sifat mekaniknya. Tiga macam agregat batu apung disiapkan yaitu: (1) ukuran butir kurang dari 5 mm; (2) diantara 5-10 mm dan (3) ukuran butir antara 10-20 mm. Tiap kelompok agregat dicampurkan dengan air, semen, dan pasir dengan proporsi tertentu bergantung pada nilai faktor air semen (fas) yang digunakan. Fas direncanakan terdiri dari 8 varisi yaitu 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. Sifat mekanik beton yang dicari adalah kuat tekan (f’ c ), kuat tarik belah (f ts ), kuat tarik lentur (f tf ) dan modulus elastisitas (E c ). Hasil investigasi menunjukkan bahwa agregat dengan ukuran butir 5-10 mm memberikan nilai kuat tekan optimum sebesar 16.8 MPa. Nilai tersebut diperoleh menggunakan konsep dividing strength yang menghasilkan fas 0.60 yang setara dengan jumlah semen yang dibutuhkan sebanyak 339 kg/m 3 . Kelompok agregat ini juga menghasilkan sifat mekanik lain yang sebanding dengan kuat tekannya. Dengan demikian diperoleh bahwa ukuran butir agregat batu apung mempengaruhi kuat tekan maupun sifat mekanik beton ringan lainnya secara signifikan. ABSTRACT Pumice with size smaller than 50 mm were throwed away in Lombok due to inexpensive selling price in the market. This wasted material actually can be used as coarse aggregate of lightweight concrete. An experimental investigation was carried out to examine the effect of aggregate size of pumice on mechanical properties of lightweight concrete. Three groups of aggregate were prepared ie: (1) aggregate size smaller than 5 mm, (2) between 5 to 10 mm and (3) aggregate size between 10 and 20 mm. Each group of aggregate was mixed with water, cement, and sand by certain proportion rely on water cement ration (w/c) used. Eight various of w/c were design. The w/c ratio consist of 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. The mechanical properties of concrete investigated were compressive strength (f’ c ), splite tensile strength (f ts ), flexural tensile strength (f tf ) and modulus of elasticity (E c ). Results show that aggregate size of 5-10 mm gave optimum compressive strength of 16.8 MPa. The value was obtained using dividing strength concept producing w/c of 0.60 which is proportional to cement used of 339 kg/m 3 . This group

Beton ringan batu apung - Akmaluddin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

PENGARUH UKURAN BUTIR BATU APUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

Akmaluddin, ST, MSc.(Eng.), Ph.D

Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Batu apung dengan ukuran butir kurang dari 50 mm di Lombok biasanya dianggap limbah karena tidak laku dijual dipasaran. Padahal limbah ini masih dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar beton ringan.

Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui ukuran agregat batu apung yang paling baik digunakan sebagai campuran beton ringan melalui tinjauan sifat mekaniknya. Tiga macam agregat batu apung disiapkan yaitu: (1) ukuran butir kurang dari 5 mm; (2) diantara 5-10 mm dan (3) ukuran butir antara 10-20 mm. Tiap kelompok agregat dicampurkan dengan air, semen, dan pasir dengan proporsi tertentu bergantung pada nilai faktor air semen (fas) yang digunakan. Fas direncanakan terdiri dari 8 varisi yaitu 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. Sifat mekanik beton yang dicari adalah kuat tekan (f’c), kuat tarik belah (fts), kuat tarik lentur (ftf) dan modulus elastisitas (Ec).

Hasil investigasi menunjukkan bahwa agregat dengan ukuran butir 5-10 mm memberikan nilai kuat tekan optimum sebesar 16.8 MPa. Nilai tersebut diperoleh menggunakan konsep dividing strength yang menghasilkan fas 0.60 yang setara dengan jumlah semen yang dibutuhkan sebanyak 339 kg/m3. Kelompok agregat ini juga menghasilkan sifat mekanik lain yang sebanding dengan kuat tekannya.

Dengan demikian diperoleh bahwa ukuran butir agregat batu apung mempengaruhi kuat tekan maupun sifat mekanik beton ringan lainnya secara signifikan.

ABSTRACT

Pumice with size smaller than 50 mm were throwed away in Lombok due to

inexpensive selling price in the market. This wasted material actually can be used as coarse aggregate of lightweight concrete.

An experimental investigation was carried out to examine the effect of aggregate size of pumice on mechanical properties of lightweight concrete. Three groups of aggregate were prepared ie: (1) aggregate size smaller than 5 mm, (2) between 5 to 10 mm and (3) aggregate size between 10 and 20 mm. Each group of aggregate was mixed with water, cement, and sand by certain proportion rely on water cement ration (w/c) used. Eight various of w/c were design. The w/c ratio consist of 0.40, 0.45, 0.50, ..., 0.75. The mechanical properties of concrete investigated were compressive strength (f’c), splite tensile strength (fts), flexural tensile strength (ftf) and modulus of elasticity (Ec).

Results show that aggregate size of 5-10 mm gave optimum compressive strength of 16.8 MPa. The value was obtained using dividing strength concept producing w/c of 0.60 which is proportional to cement used of 339 kg/m3. This group

Page 2: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

782

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

of aggregate size also gave other mechanical properties value proportional to the compressive strength.

Therefore, the aggregate size of pumice influence the compressive strength and other mechanical properties of lightweight concrete significantly.

PENDAHULUAN

Beton ringan memiliki prospek yang cerah sebagai bahan struktur di masa

depan mengingat kualitasnya yang bisa mencapai kualitas beton normal dengan

berat jenis yang ringan (Owens, 1999). Beton ringan memiliki kemampuan struktural

bila memiliki kuat tekan minimal 17 MPa dan berat isi kurang dari 1840 kg/m3 (Nevile

and brooks, 1993), biasanya diperoleh bila menggunakan agregat kasar yang

berasal dari material dengan berat yang ringan. Usaha-usaha telah banyak

dilakukan untuk menciptakan beton ringan sebagai bahan konstruksi antara lain

dengan memodifikasi bahan asal sedemikian rupa guna mempertahankan berat

jenis yang ringan namun dengan ketahanan dan kekuatan yang dapat dipertahankan

dan bahkan ditingkatkan (Rossignolo dan Agnesini, 2004; Campione dkk., 2004 dan

Haque dkk., 2004)

Batu apung adalah salah satu material ringan yang memiliki berat isi antara

500 sampai 900 kg/m3 dan bergradasi relative besar. Oleh karena itu material ini

sering dijadikan agregat kasar dalam suatu komposisi campuran beton ringan.

Namun demikian, mengingat batu apung yang memiliki kelemahan mudah

rapuh/hancur akibat tekanan maka dalam suatu rancangan campuran diharapkan

kelemahan yang dimiliki batu apung ini ikut dipertimbangkan dalam membuat

rancangan campuran beton ringan sehingga menghasilkan komposisi campuran

yang efektif dan efisien.

Beton dapat diidealisasikan sebagai bahan komposit yang terdiri dari pasta

dan agregat kasar. Untuk beton normal, dapat dikatakan sebagai komposit antara

pasta dan kerikil, bila ditekan (uji silinder) pada suatu kondisi beban tertentu

kecendrungannya adalah beton tersebut akan hancur yang ditandai dengan

runtuhnya pasta. Sebaliknya pada beton ringan, akan runtuh akibat tekanan yang

didahului oleh hancurnya agregat. Berangkat dari philosofi ini maka pemisahan atau

pembagian tegangan (dalam hal ini kuat tekan) dilakukan. Idealnya adalah kuat

tekan pasta (mortar) dan kuat tekan kerikil. Namun karena kesulitan dalam

Page 3: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

783

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

menentukan kuat tekan kerikil secara individu maka sebagai pengganti ditentukan

kuat tekan beton (dalam kondisi komposit). Dengan demikian untuk memperoleh

gambaran kekuatan agregat dalam kondisi tekan dapat diperoleh melalui korelasi

antara kuat tekan beton dan kuat tekan pastanya. Weigler dan Karl (1972) dalam

Chen, dkk (1999) menggunakan konsep diatas untuk agregat ringan buatan sebagai

bahan campuran beton ringan. Dari plotting hasil diperoleh suatu perubahan arah

kurve yang signifikan yang seolah-olah kurve berubah menjadi dua bagian dengan

satu titik potong. Titik potong yang terjadi pada kurve tersebut disebut sebagai nilai

“Dividing Strength” dari beton ringan. Nilai Dividing Strength sangat bergantung pada

ukuran butiran agregat ringan sehingga menentukan kekuatan bahan/material baru

yang dibentuk.

Oleh karena konsep tersebut belum diaplikasikan untuk beton ringan dengan

agregat batu apung lokal maka konsep tersebut diadopsi untuk mengoptimasi

rancangan campuran beton ringan dengan agregat kasar batu apung agar dapat

diperoleh kuat tekan optimum dengan harga efisien. Kuat tekan merupakan sifat

mekanik utama dari beton sehingga sifat mekanik lainnya seringkali di hitung

sebagai faktor pengali dari nilai kuat tekan. Sifat-sifat mekanik beton ringan yang

dikaji dalam makalah ini antara lain kuat tekan, kuat tarik baik dengan uji belah

maupun uji lentur dan modulus elastisitas.

BAHAN DAN METODE

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam studi ini adalah: (1) Semen Portland

tipe I merk Tiga Roda; (2) Agregat kasar limbah batu apung dengan ukuran butir < 5

mm, 5 – 10 mm dan 10 – 20 mm berasal dari desa Ijo Balit, kecamatan Selong,

Lombok Timur; (3) Agregat halus, yaitu pasir yang lolos ayakan no 4 (dengan ukuran

butir maksimum 5 mm), berasal dari sungai Gebong Narmada, Lombok Barat dan

(6) Air bersih dari jaringan air Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas

Mataram.

Tahap awal studi dilakukan pengujian terhadap sifat fisik bahan-bahan

tersebut diatas antara lain meliputi pemeriksaan berat satuan, berat jenis baik pasir

maupun batu apung, pemeriksaan gradasi agregat kasar (batu apung) dan

pemeriksaan kandungan lumpur dalam pasir. Selanjutnya dilakukan pembuatan

Page 4: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

784

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

rancangan campuran beton dari tiga variasi ukuran butir tersebut dengan

memvariasi faktor air semen (fas) yaitu 0.4, 0.45, 0.5, ..., 0.75. Adapun hasil

rancangan adukan per 1 m3 beton ringan disajikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Komposisi Mix Design Beton Ringan

No Bahan

fas

0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75

1 Air (kg) 203 203 203 203 203 203 203 203

2 Semen (kg) 507,50 451 406 369 339 313 290 271

3 Pasir (kg) 467,23 498 523 543 560 574 587 597

4 Batu apung (kg) 382,28 405 428 445 458 470 480 489

Dari hasil rancangan selanjutnya dibuat benda uji untuk mengetahui sifat

mekanik beton tersebut. Benda uji disiapkan sejumlah 216 buah dengan perincian

masing-masing fas sebanyak 27 buah yang terdiri dari tiga kelompok ukuran butir

agregat batu apung seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Jumlah Benda Uji

No Ukuran Butir

Pengujian Jumlah benda uji tiap fas (buah)

0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75

1 < 5 mm

Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3

Modulus Elastisitas

Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3

Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh

3 3 3 3 3 3 3 3

2 5-10 mm

Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3

Modulus Elastisitas

Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3

Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh

3 3 3 3 3 3 3 3

3 10-20 mm

Kuat Tekan 3 3 3 3 3 3 3 3

Modulus Elastisitas

Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3

Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh

3 3 3 3 3 3 3 3

Jumlah 27 27 27 27 27 27 27 27

Total (buah) 216

Page 5: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

785

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

Selanjutnya semua benda uji yang telah dibuat dirawat dengan cara merendam

dalam air selama 7 hari dan dibiarkan dalam ruangan terbuka selama 21 hari. Pada

hari ke 28 dilakukan pengujian-pengujian sifat mekanik yang direncanakan.

Metode pengujian dilakukan dengan standar pengujian seperti diuraikan berikut ini.

1. Pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas

Pengujian kuat tekan dilakukan pada silinder beton berdiameter 150 mm

dengan tinggi 300 mm dan kubus mortar berukuran 50x50x50 mm. Sedangkan

untuk modulus elastisitas dilakukan bersamaan dengan pengujian kuat tekan silinder

dengan tambahan pembacaan regangan dari setiap beban yang diberikan.

Selanjutnya benda uji diamati sampai mengalami keruntuhan total.

Nilai kuat tekan diperoleh dari hubungan hasil bagi antara beban yang

bekerja dengan luas penampang spesimen. Sedangkan untuk modulus elastisitas

diperoleh dari grafik hubungan tegangan dengan regangan. Dengan demikian

modulus elastis beton ringan secara eksperimen dapat ditentukan dengan

Persamaan (1) berikut ini:

............................................................(1)

dimana, S1 adalah tegangan beton pada saat regangan mencapai 0.00005

sedangkan S2 merupakan tegangan sebesar 40 persen tegangan ultimitnya. ε2

didefinisikan sebagai regangan yang terjadi pada saat tegangan mencapai S2.

Secara teoritis, modulus elastisitas beton merupakan fungsi dari density dan

kuat tekannya. Untuk beton dengan bobot ringan nilai Ec diberikan secara empiris

seperti pada Persamaan (2) dimana f’c adalah kuat tekan beton dalam satuan MPa.

.....................................................(2)

2. Pengujian kuat tarik

Pengujian kuat tarik beton tidak dapat dilakukan dengan metode langsung

(direct uniaxial tension) oleh karenanya metode ini tidak dijadikan sebagai standar

pengujian (Neville and Brooks, 2003). Namun sebagai alternative ASTM

Page 6: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

786

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

menyarankan untuk melakukan pengujian tarik beton dengan cara uji tarik tidak

langsung yaitu uji lentur (flexural test), ASTM C78-84, dan dikenal sebagai pengujian

modulus runtuh (modulus of rupture) dan uji tarik belah (splitting tensile test), ASTM

C496-90.

Detail pengujian kuat tarik dengan kedua metode tersebut disajikan pada Gambar 2

berturut-turut untuk uji lentur dan uji belah.

(a) Uji lentur (ASTM C78-84) (b) Uji belah (ASTM C496-90)

Gambar 1. Set-up pengujian kuat tarik

a. Uji tarik lentur

Bila keruntuhan balok terjadi pada daerah tengah bentang maka kuat tarik

lentur dihitung dengan Persamaan (3). Namun bila kehancuran balok terjadi

sebaliknya (diluar tengah bentang tetapi tidak lebih dari 5% bentang) maka modulus

runtuh dihitung dengan Persamaan (4).

2bl

Plf

bd ...................................................................(3)

dan

2

3bl

Paf

bd ...................................................................(4)

dengan P adalah beban maksimum, l, b dan d berturut-turut menunjukkan bentang,

lebar dan tinggi balok. Sedangkan a adalah jarak beban yang bekerja terhadap

tumpuan.

Page 7: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

787

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

Modulus runtuh beton normal secara teori dapat ditentukan dengan menggunakan

Persamaan (5) dengan f’c adalah nilai kuat tekan beton dalam satuan MPa.

Sedangkan untuk beton ringan Pers. (5) tersebut harus dikalikan dengan faktor

reduksi 0.75.

'0.62r cf f .................................................................(5)

b. Pengujian kuat tarik belah

Besarnya kuat tarik belah dengan pengujian seperti dijelaskan pada Gambar

2 (b) dapat dihitung menggunakan Persamaan (6) berikut ini.

2st

Pf

Ld .....................................................................(6)

dimana P adalah beban maksimum, sedangkan L dan d merepresentasikan

berturut-turut panjang dan diameter specimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Modulus elastisitas

Tipikal hasil pengujian modulus elastisitas seperti disajikan pada Gambar

4(a) menunjukkan bahwa regangan beton ringan maksimum yang diperoleh sebesar

0.0022 lebih kecil dari regangan maksimum beton yang disarankan yaitu sebesar

0.003, hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan penampang yang akan diperoleh

menjadi menurun karena tegangan berbanding lurus dengan regangan.

Hasil perhitungan modulus elastisitas beton ringan Ec dengan Pers. (1) dan

Pers. (2) disajikan pada Gambar 4(b) dibawah.

Page 8: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

788

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

(a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Perbandingan nilai modulus elastis

Gambar 2. Modulus elastisitas beton ringan

Berdasarkan Gambar 4(b) diatas terlihat bahwa secara umum nilai modulus

elastisitas secara teoritis lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran secara

eksperimen. Dengan kata lain nilai prediksi modulus elastisitas overestimate nilai

modulus elastisitas hasil observasi. Oleh karena itu penggunaan Pers (2) tidak dapat

secara langsung diaplikasikan untuk beton ringan beragregat kasar batu apung

karena akan berakibat fatal bila digunakan dalam analisa penampang beton

khususnya yang berkaitan dengan perencanaan terhadap kuat layan (serviceability)

beton.

Dari Gambar 4(b) juga nampak bahwa rasio Ec aktual dengan Ec hasil

prediksi bernilai kurang dari satu, dari hasil tabulasi data Ec diperoleh bahwa rasio

Ec(eks)/Ec(th) bervariasi antara 0.59 sampai 0.89. Dengan demikian, untuk alasan

praktis dan keamanan perhitungan modulus elastis dapat menggunakan Pers. (2)

asalkan direduksi dengan faktor reduksi yang setara dengan rasio rata-rata sebesar

0.7 yang dipresentasikan dalam bentuk Pers. (7) berikut ini.

.............................(7)

Pers. (7) menunjukkan bahwa modulus elastisitas beton ringan beragregat kasar

batu apung nilainya setara dengan separuh nilai modulus elastisitas beton normal.

Hal ini berarti bahwa nilai Ec(br) lebih kecil 10 % dari modulus elastisitas beton ringan

yang telah dipublikasikan yaitu sebesar 60-75% Ec(n) (Neville and Brook, 1993).

0

5

10

15

20

0,000 0,001 0,001 0,002 0,002 0,003

Te

ga

ng

an

(M

Pa

)

Regangan

0

5000

10000

15000

20000

0 5000 10000 15000 20000

E c(e

ks),

MP

a

Ec(th), MPa

dia. <5 mm

dia. 5-10 mm

Page 9: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

789

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

B. Kuat Tarik Beton

Telah disebutkan diatas bahwa kuat tarik merupakan fungsi dari kuat tekan

beton dan nilainya kurang lebih 10% nilai kuat tekannya. Pada bagian ini disajikan

variasi nilai kuat tarik dengan dua metode pengujian. Hasil yang diperoleh untuk tiga

macam variasi ukuran butir yaitu kurang dari 5mm, antara 5-10 mm dan diameter

10-20 mm identik satu sama lain karenanya disjikan secara tipikal menggunakan

Gambar 6. Faktor air semen yang digunakan untuk merepresentasikan data ini

adalah 0.4, 0.55 dan 0.7.

(a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Tipikal diagram tegangan-regangan

Gambar 3. Tipikal hubungan fc dengan ft

Berdasarkan Gambar 6(a), jelas bahwa hasil uji kuat tarik dengan metode uji lentur

(modulus runtuh, fr) lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan

pengujian tarik belah, fct. Hasil ini sesuai dengan yang diberikan di dalam teori dalam

bentuk persamaan fr = 1,11 fct. Secara umum kedua metode memberikan nilai kuat

tarik berbanding lurus dengan kuat tekan beton.

Modulus runtuh teoritis berbanding langsung dengan akar kuat tekannya, untuk

beton ringan nilainya dikalikan faktor 0,75 nilai persamaan '0.62r cf f . Gambar

6(b) menyajikan tipikal hubungan kuat tarik terhadap akar kuat tekan untuk gradasi

batu apung ukuran 5-10 mm. Nampak bahwa ada kesesuaian antara hasil yang

0

1

2

3

4

5

5 10 15 20

Ku

at

tari

k (

MP

a)

Kuat tekan silinder (MPa)

dia. 5-10

Uji lentur

Uji belah

0

1

2

3

4

2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5

Ku

at t

arik

(M

Pa)

(f'c)0,5 MPa

dia. 5-10 Uji lentur

Uji belah

Page 10: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

790

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

diperoleh dengan persamaan tersebut mengingat gradien garis pada gambar 6(b)

bernilai positif.

C. Dividing Strength, FD

Telah diungkapkan dibagian awal bahwa dengan pendekatan/asumsi beton

ringan merupakan gabungan dari dua macam bahan yang berbeda yaitu agregat

kasar batu apung dan mortar maka berikut ini disajikan pemisahan tegangan antara

silinder beton dan kubus mortar dan di plot sedemikian rupa seperti Gambar 8, 9(a)

dan 9(b) berturut-turut untuk batu apung ukuran < 5mm, 5-10 mm, dan 10-20 mm.

Gambar 8 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan arah kurve yang

signifikan yang dapat membagi kurve menjadi dua bagian karena itu dikatakan

bahwa nilai dividing Strength, FD tidak ada. Hal ini terjadi karena batu apung dengan

ukuran butir < 5 mm termasuk didalamnya adalah abu batu apung yang berfungsi

mengisi rongga batu apung individual disamping semen, dengan demikian butiran

batu apung menjadi lebih kokoh sehingga keruntuhan yang terjadi didahului oleh

hancurnya mortar atau pasta.

Gambar 4. Dividing Strength beton ringan agregat kasar < 5 mm

Berbeda dengan batu apung dia. < 5mm, diameter butiran antara 5-10 mm

dan 10-20 mm memiliki nilai FD. Identik dengan penjelasan sebelumnya bahwa nilai

FD beton ringan dengan agregat kasar 5-10 mm lebih besar bila dibandingkan

dengan beton ringan agregat kasar 10-20 mm. Ini disebabkan karena abu batu

02468

1012141618

0 10 20 30 40 50 60

Ku

at

tek

an

be

ton

(M

Pa

)

Kuat tekan mortar (MPa)

dia. < 5 mm

Page 11: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

791

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

apung jumlahnya minim bahkan tidak ada sehingga rongga batu apung hanya terisi

oleh semen dan pasir halus.

Namun jumlah dan ukuran rongga yang ada tentu lebih banyak pada batu

apung dengan diameter yang besar karena itu bila rongga-rongga ini tidak terisi

dengan sempurna akan mengakibatkan secara individu butiran batu apung menjadi

rapuh. Karena itu jelas bahwa keruntuhan yang terjadi akibat beban adalah

kehancuran yang ditandai dengan runtuhnya agregat. Dengan demikian beton

ringan dengan agregat 5-10 mm lebih kokoh secara individu dibandingkan dengan

agregat kasar 10-20 mm, sehingga pada gilirannya nilai FD 5-10 mm > FD 10-20 mm.

Gambar 9(a) dan 9(b) menunjukkan nilai FD untuk gradasi berukuran 5-10

mm dan 10-20 mm yaitu masing-masing 16.8 MPa dan 13.5 MPa. Nilai FD ini

menunjukkan bahwa batu apung dengan gradasi 5-10 mm disarankan untuk

digunakan bila menginginkan beton ringan struktural.

(a) FD dia. 5-10 mm (b) Nilai FD dia. 10-20

Gambar 9. Dividing Strength beton ringan (a) agregat kasar 5-10 mm dan (b) 10-20 mm

D. Evaluasi Kebutuhan Semen

Bertambahnya jumlah semen tidak berarti kekuatan beton semakin

meningkat, namun kekuatan optimum diperoleh pada jumlah semen tertentu seperti

diperlihatkan pada Gambar 10(a).

Efisiensi beton sangat tergantung dari banyaknya semen yang dibutuhkan,

oleh karena itu dengan memplotting kembali nilai FD yang telah diperoleh kedalam

0

5

10

15

20

25

0 10 20 30 40 50 60

Ku

at t

eka

n b

eto

n (

MP

a)

Kuat Tekan Mortar (MPa)

dia. 5 - 10 mm

0

5

10

15

20

25

0 10 20 30 40 50 60

Ku

at t

eka

n s

ilin

de

r (M

Pa)

Kuat Tekan Mortar (MPa)

dia. 10 - 20 mm

Page 12: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

792

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

Gambar 10(a) maupun 10(b) berturut-turut diketahui kebutuhan semen sebesar 339

kg/m3 dan fas 0,6 untuk beton ringan dengan agregat kasar berukuran 5-10 mm.

Dengan cara yang sama menggunakan Gambar 10(a) dan (b) untuk agregat kasar

10-20 mm diperoleh jumlah semen yang diperlukan lebih kurang sebesar 450 kg/m3

yang terjadi pada fas 0,45.

(a) Variasi kebutuhan semen (b) Variasi faktor air semen (fas)

Gambar 10. Kuat tekan terhadap (a) kebutuhan semen dan (b) fas

Dengan demikian jelas bahwa penggunaan agregat kasar batu apung ukuran

5-10 mm memberikan kekuatan beton yang paling optimum dengan efisiensi yang

signifikan bila dibandingkan dengan penggunaan dua kelompok agregat lainnya. Hal

ini ditunjukkan dengan Gambar 11.

Gambar 11. Kuat tekan maksimum berdasarkan variasi ukuran butir

5

10

15

20

200 300 400 500 600

Ku

at t

eka

n (

MP

a)

Kebutuhan semen (kg/m3)

dia < 5 mm

dia. 5-10 mm

dia. 10-20 mm

16.8

339

5

10

15

20

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

Ku

at t

eka

n (

MP

a)

fas

dia < 5 mm

dia. 5-10 mm

dia. 10-20 mm

16.8

10

12

14

16

18

20

0 10 20 30

Ku

at

tekan

(M

Pa)

Agregat maksimum (mm)

Page 13: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

793

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil studi ini adalah:

1. Ukuran butir batu apung mempengaruhi sifat mekanis beton ringan secara

signifikan.

2. Modulus elastisitas beton ringan agregat kasar batu apung setara dengan

separuh nilai modulus elastisitas beton normal.

3. Agregat kasar batu apung ukuran 5-10 mm optimum dan efisien digunakan

sebagai agregat kasar beton ringan, karena memberikan kuat tekan beton

ringan maksimum sebesar 16,8 MPa dengan berat semen yang diperlukan

sebesar 339 kg/m3.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini adalah sebagian dari hasil penelitian awal dengan judul

PENGEMBANGAN BETON RINGAN BERBAHAN LIMBAH BATU APUNG SEBAGAI

ELEMEN PRACETAK KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH MURAH (Low Cost Housing)

yang didanai DP2M Dikti karenanya disampaikan terimakasih atas bantuan dana

yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

ASTM C78-84, 1992, Standard Tes Method for Flexural Strength of Concrete Using

Simple Beam with Third-point loading, Annual Book of ASTM Standard,

Concrete and Aggregates, Vol. 04.02

ASTM C330-89, 1992, Specification for Lightweight Aggregate for Structural

Concrete, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Aggregates,

Vol. 04.02

ASTM C330-89, 1992, Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of

Cylinderical Concrete Specimens, Annual Book of ASTM Standard,

Concrete and Aggregates, Vol. 04.02

Campione, G., Mendola, La L.., 2004, Behaviour in Compressions of Lightweight

fiber Reinforced Concrete with Transverse Steel Reinforcement, Cement

& Composite Concrete, 26, pp. 645-656

Page 14: Beton ringan batu apung - Akmaluddin

794

Seminar Nasional dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian (Dalam Rangka Dies Natalis Unram Ke 47). Mataram, 29-30 September 2009

Chen H.J., Yen T., Lia T.P. and Huang Y.L., 1999, Determination of the Dividing

Strength and Its Relation to the Concrete Strength in Lightweight

Aggregate Concrete, Elsevier Journal.

Haque, M.N., Al-Khaiat, H., Kayali, O., 2004, Strength and Durability of Lighweight

Concrete, Cement & Composite Concrete, 26, pp. 307-314

Owens, P.L., 1999, Structural lightweight Aggregate Concrete-the Future?,

Concrete, 33(10): 45-7

Rossignolo, J. A., Agnesini, M. V. C., 2004, Durability of polymer-modified

lightweight aggregate concrete, Cement and Concrete Composite, V 26,

pp. 375-380

Neville, A.M. and Brook J.J., 1993, Concrete Technologi, Longman, Essex, England