43
Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010) ==================================================================== ============== BIOENERGITIKA ADENOSIN TRIFOSFAT A. Pendahuluan Biokimia, seperti namanya, adalah kimia dari makhluk hidup. Oleh karena itu biokimia menjembatani antara ilmu kimia dengan ilmu biologi, ilmu yang mempelajari tentang struktur dan interaksi sel dan organisma. Oleh karena makhluk hidup tersusun dari molekul yang sangat kecil, kehidupan, pada level dasar, merupakan fenomena biokimia. Meskipun makhluk hidup sangat beraneka ragam, mereka menunjukkan kemiripan dalam biokimia. Misalnya, informasi genetik dikode dan diekspresikan dalam cara yang hampir sama pada semua sel. Lebih lanjut, serangkaian reaksi biokimia yang dikenal dengan jalur metabolisma, begitu juga dengan enzim yang mengkatalisisnya, hampir sama pada seluruh organisma. Bioenergetika atau termodinamika biokimia memberikan prinsip dasar untuk menjelaskan mengapa sebagian reaksi dapat terjadi sedangkan sebagian yang lain tidak. Sejumlah sistem non biologik dapat menggunakan energi panas untuk melaksanakan kerjanya, namun sistem biologi pada hakekatnya bersifat isotermik dan memakai energi kimia untuk memberikan tenaga bagi proses kehidupan. Prinsip reaksi oksidasi reduksi yaitu reaksi pengeluaran dan perolehan elektron berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang melandasi pemahaman tentang 1

Bioenergetika Atp

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

BIOENERGITIKA ADENOSIN TRIFOSFAT

A. PendahuluanBiokimia, seperti namanya, adalah kimia dari makhluk hidup. Oleh karena itu biokimia

menjembatani antara ilmu kimia dengan ilmu biologi, ilmu yang mempelajari tentang struktur

dan interaksi sel dan organisma. Oleh karena makhluk hidup tersusun dari molekul yang sangat

kecil, kehidupan, pada level dasar, merupakan fenomena biokimia. Meskipun makhluk hidup

sangat beraneka ragam, mereka menunjukkan kemiripan dalam biokimia. Misalnya, informasi

genetik dikode dan diekspresikan dalam cara yang hampir sama pada semua sel. Lebih lanjut,

serangkaian reaksi biokimia yang dikenal dengan jalur metabolisma, begitu juga dengan enzim

yang mengkatalisisnya, hampir sama pada seluruh organisma.

Bioenergetika atau termodinamika biokimia memberikan prinsip dasar untuk

menjelaskan mengapa sebagian reaksi dapat terjadi sedangkan sebagian yang lain tidak.

Sejumlah sistem non biologik dapat menggunakan energi panas untuk melaksanakan

kerjanya, namun sistem biologi pada hakekatnya bersifat isotermik dan memakai energi

kimia untuk memberikan tenaga bagi proses kehidupan.

Prinsip reaksi oksidasi reduksi yaitu reaksi pengeluaran dan perolehan elektron

berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang melandasi

pemahaman tentang sifat oksidasi biologi. Ternyata banyak reaksi-reaksi oksidasi dalam sel

hidup dapat berlangsung tanpa peran molekul oksigen.

B. Bioenergetika

Bioenergetika adalah studi tentang proses bagaimana sel menggunakan, menyimpan dan

melepaskan energi. Komponen utama dalam bioenergetik adalah transformasi energi, atau

konversi energi dari suatu bentuk ke bentuk energi yang lain. Organisme hidup tidak berada

dalam keseimbangan, melainkan membutuhkan masukan energi secara kontinyu. Jadi seluruh sel

selalu mentransformasi energi. Sel memiliki jutaan reaksi metabolisme yang terjadi dalam

tubuh. Gambar 1, menunjukkan reaksi metabolism yang menyerupai “Peta jalan raya yang

menghubungkan dua negara, yang memiliki jalur pusat yang luas”. Gambar tersebut

menyajikan gambaran singkat mengenai metabolisme yang reaksinya dibagi menjadi tiga

tahap berdasarkan ukuran metabolit di dalamnya.

1

Page 2: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Metabolisma adalah keseluruhan proses yang terjadi

dalam makhluk hidup yang membutuhkan dan memanfaatkan

energi bebas untuk melaksanakan berbagai macam fungsi.

Organisma memperoleh energi tersebut melalui reaksi

eksergonik dari oksidasi nutrient untuk menjaga kestabilan

hidup seperti: melakukan kerja mekanik, transport senyawa

aktif melawan gradient konsentrasi, dan biosintesis senyawa

kompleks. Metabolisma merupakan serangkaian reaksi

enzimatis yang berurutan yang menghasilkan produk

tertentu. Senyawa yang bereaksi, senyawa intermedier serta

produknya disebut dengan metabolit. Setiap reaksi dikatalisis

oleh enzim berbeda. Serangkaian reaksi yang terdapat dalam

metabolisma dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Katabolisma, atau reaksi penguraian. Dalam katabolisma

senyawa metabolit kompleks diuraikan menjadi produk

yang lebih sederhana dengan membebaskan energi. Energi

yang dibebaskan selama proses ini disimpan dalam bentuk

ATP dari ADP dan fosfat atau digunakan untuk mereduksi

NADP+ menjadi NADPH. Keduanya, ATP dan NADPH

merupakan sumber energi utama untuk digunakan dalam

jalur anabolisma. Karakteristik jalur penguraian adalah mengubah berbagai senyawa

(karbohidrat, lipid, protein) menjadi senyawa intermedier umum.yang akan dimetabolisma

lebih lanjut dalam jalur oksidatif pusat yang mengubahnya menjadi beberapa produk akhir.

2. Anabolisma, jalur biosintesis. Jalur ini mempunyai proses kebalikannya. Beberapa macam

metabolit, terutama piruvat, asetil CoA dan senyawa intermedier dalam siklus asam sitrat

berfungsi sebagai senyawa awal untuk biosintesis berbagai produk.

Salah satu tahap metabolisme adalah glikolisis, yang digambarkan dalam Gambar 3 (a dan

b) sebagai dua jalur sekaligus dalam degradasi karbohidrat, baik dalam sel aerob maupun anaerob.

Dalam jalur ini, piruvat sebagai hasil glikolisis ditangani secara berbeda oleh jalur anaerob

2

Gambar 1. Gambaran jalur singkat metabolisme

Page 3: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

(fermentasi) dan jalur aerob. Jalur anaerob mengarah ke berbagai produk termasuk laktat dan

etanol, sedangkan jalur aerob menghasilkan asetil-KoA yang akhirnya menjadi karbondioksida

dan siklus asam sitrat (Gambar 4.).

Gambar 2. Hubungan energi diantara lintas katabolisme dan anabolisme yang melibatkan energi kimia dalam bentuk ATP, NADH, dan NADPH

Bagaiamana organisma memperoleh energi bebas yang diperlukan? Organisma autotrof

(tanaman dan bakteri fotosintetik) memperoleh energi bebas dari matahari melalui fotosintesis,

suatu proses dimana energi cahaya digunakan untuk mengubah CO2 dan H2O menjadi

karbohidrat dan O2. Organisma kemotrof, memperoleh energinya melalui oksidasi senyawa

organik (karbohidrat, lipid, dan protein) yang diperoleh dari organisma lain. Energi tersebut

merupakan energi bebas.

Energi bebas yang diperoleh tersebut sering digunakan untuk mengkounter reaksi

endergonik melalui sintesis senyawa intermedier berenergi tinggi, yaitu adenosin

trifosfat (ATP). Disamping digunakan untuk oksidasi, nutrient juga diuraikan dalam

serangkaian reaksi menjadi senyawa intermedier umum yang merupakan

prekursor senyawa biologi lain.

3

Page 4: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Sebagai penyedia utama dari energi metabolik, ATP memberikan energi

kimiawi untuk mendorong reaksi endergonik (memerlukan energi), melaksanakan

kerja mekanik (gerakan), memberikan panas (membantu mempertahankan suhu

tubuh), dan menghasilkan cahaya (nyala kunang-kunang). Ligase merupakan contoh

dari hubungan eksergonik/endergonik yang ditemukan dalam sistem kehidupan

karena penyambungan dari dua molekul (pembentukan ikatan kovalen),

dikatalisis oleh kelas enzim ini, merupakan suatu reaksi endergonik dan memerlukan

energi yang dilepaskan oleh suatu reaksi eksergonik, contohnya hidrolisis ATP.

4

Gambar 3a. Glikolisis dari Jalur Metabolisme

Page 5: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 3b. Glikolisis: Fase Awal Gambar 4. Metabolisme Oksidatif (Siklus asam Katabolisme Karbohidrat sitrat

B1. Energi bebas sel hidup

Bentuk-bentuk energi sebagaimana hukum I Termodinamika antara lain energi dalam

(E atau U), energi bebas Gibbs (G), entalpi (H), entropi (S), kalor/panas (Q), dan kerja (W).

Dalam pembahasan tentang energi sel dalam tubuh, panas bukanlah sumber energi yang

berarti bagi sel hidup, karena panas dapat melakukan kerja hanya jika ia mengalir dari satu

tempat dengan suhu tertentu ke tempat lain yang suhunya lebih rendah. Sel hidup memeliki

5

Page 6: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

suhu yang relative sama pada seluruh bagiannya, sehingga tidak dapat memanfaatkan

sumber energi panas secara berarti. Energi panas bermanfaat bagi sel hidup untuk

mempertahankan suhu optimum bagi aktivitas sel hidup. Oleh sebab itu, energi yang terlibat

dalam proses metabolism sel hidup adalah energi bebas (dan yang digunakan adalah

parameter energi bebas Gibbs), yang dapat melakukan kerja pada suhu dan tekanan tetap.

Dimana pada suhu dan tekanan tetap, secara matematis besarnya energi bebas Gibbs (G)

ditentukan melalui persamaan:

∆ G=∆ H−T ∆ S ….……….……………………… (1)

G adalah perubahan energi bebas Gibbs pada sistem yang sedang berreaksi, H adalah

perubahan kandungan panas sistem atau entalpi, S adalah perubahan entropi semesta

(sistem + lingkungan), termasuk sistem yang sedang bereaksi. Jika suatu reaksi kimia

berjalan menuju kearah keseimbangan, maka S selalu meningkat, sehingga S selalu

berharga positif dalam keadaan yang nyata. Ketika S semesta meningkat selama reaksi, G

sistem yang sedang bereaksi mengalami penurunan. Oleh sebab itu G sistem yang sedang

bereaksi selalu bertanda negatif, bila peningkatan entalpi (G) tidak melampaui peningkatan

entropi.

Dalam sistem biologis, sesuai Hukum II Termodinamika bahwa entropi semesta akan

meningkat selama proses kimiawi atau fisis. Hukum ini tidak serta merta menyatakan bahwa

entropi yang meningkat itu harus terjadi di dalam sistem raksinya sendiri, namun

peningkatan mungkin saja terjadi di tempat lain di alam semesta (dalam arti lingkungan).

Organisme hidup tidak mengalami peningkatan S (ketidakteraturan) internalnya, ketika

melangsungkan proses metabolism makanannya. Namun, lingkungan organism hidup itulah

yang mengalami peningkatan entropi selama proses kehiupan. Organisme hidup selalu

mempertahankan keteraturan internalnya dengan mengekstrak energi bebas dari makanan

yang berasal dari lingkungan, dan mengembalikan energi tersebut ke lingkungan dalam

jumlah yang sama, tetapi dalam bentuk energi yang tidak berguna bagi sel hidup, dan

menyebar secara acak ketempat-tempat lain di alam semesta. Peningkatan entropi semesta

selama selama sel hidup melakukan aktivitas, merupakan fenomena menarik karena sifatnya

yang tidak dapat balik (irreversible). Organisme hidup secara terus menerus memberikan

entropi ke lingkungannya untuk mempertahankan keteraturan internal organisme tersebut.

6

Page 7: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Sel hidup memperoleh energi dari makanannya. Sel heterotrop memperoleh energi

bebas dari molekul nutrient yang kaya energi, dan sel fotosintetik memperoleh energi bebas

dari radiasi matahari yang diserap. Kedua jenis sel ini mengubah energi bebas yang masuk

menjadi bentuk umum energi kimia, dan menggunakannya untuk aktivitas sel melalui proses

yang tidak melibatkan perubahan suhu secara nyata. Dengan kata lain, sel adalah mesin

kimia yang bekerja pada suhu dan tekanan tetap.

Bagaimana perhitungan energi bebas Gibbs (G) tersebut?. Perubahan energi

bebas (G) dapat dihitung dari harga tetapan kesetimbangan pada keadaan standar. Hukum

ke II menyatakan, jika suatu sistem tertutup dibiarkan, sistem cenderung menuju keseimbangan.

Hubungan perubahan energi bebas berhubungan dengan konstanta equilibrium dapat dinyatakan

sebagai berikut:

1. Jika G negatif (< 0), reaksi disebut eksergonik. Reaksi ini berlangsung secara spontan,

dan reaksi kebalikanya tidak akan dapat berlangsung.

2. Jika G positif (> 0), reaksi disebut endergonik. Reaksi tedak akan trjadi secara spontan

ke kanan, dan reaksi kebalikannya akan berlangsung secara spontan.

3. Jika G sama dengan 0, reaksi berada dalam keadaan keseimbangan, tidak ada selisih

perbedaan arah reaksi.

Perbedaan energi Gibbs dapat dihubungkan dengan konstanta kesetimbangan ata u ekuivalen

dengan rasio produk, yaitu konsentrasi spesies teroksidasi (Ateroksidasi,) dan reaktan atau

spesies tereduksi (Aterreduksi), dengan persamaan:

………….…………… (2)

Dengan mengganti hubungan antara energi Gibbs dan tegangan (pers. 3) menghasilkan:

……………….……..………. (3)

Persamaan akhir ini disebut persamaan Nernst. Persamaan ini dapat digunakan untuk

menghitung potensial, potensi titik tengah, dan konsentrasi reaktan dan produk. Perhatikan 7

Page 8: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

bahwa ketika konsentrasi dari zat yang tereduksi dan teroksidasi adalah sama, maka harga

potensial E sama dengan E0, selanjutnya konstanta ini disebut potensial titik tengah reaksi

oksidasi/reduksi (Em). .Banyak reaksi biologis melibatkan proton sehingga potensial titik

tengah didefinisikan pada pH 7. Potensial titik tengah untuk molekul biologis ditabulasikan

pada Tabel 1. Tabel ini memberikan dasar bagi reaksi transfer electron. Secara umum,

meningkatkan potensial titik tengah sesuai dengan afinitas yang lebih besar untuk electron,

sehingga meningkatkan kemampuan oksidasi.

B2. Oksidasi sebagai sumber energi metabolisme

Secara termodinamika, oksidasi biologi dari substrat organik sebanding dengan

oksidasi nonbiologis, seperti pada pembakaran kayu. Energi bebas totalnya adalah sama, baik

sumbernya adalah substansi biologis, seperti glukosa, ataupun oksidasi senyawa seperti pada

pembakaran kayu. Namun, oksidasi biologis, jauh lebih kompleks daripada proses

pembakaran. Ketika kayu dibakar, semua energi dilepaskan sebagai panas, tetapi sebaliknya

pada oksidasi biologis, reaksi oksidasi terjadi dengan penangkapan beberapa energi bebas

sebagai energi kimia.tanpa peningkatan suhu. Penangkapan energi metabolik terjadi terutama

melalui sintesis ATP, molekul yang disiapkan untuk menyediakan energi yang akan

digunakan dalam bekerja (aktivitas sel hidup). Dalam katabolisme glukosa, misalnya, sekitar

40% dari 2870 kJ / mol energi yang dilepaskan digunakan untuk mendorong sintesis ATP

dari ADP dan Pi (fosfat anorganik).

Berbeda dengan oksidasi glukosa oleh oksigen, oksidasi biologis tidak melibatkan

transfer langsung elektron dari substrat ke oksigen.Sebaliknya, serangkaian reaksi oksidasi-

reduksi terjadi, dengan elektron dilewatkan melalui pembawa elektron intermediet seperti

NAD+ yang pada akhirnya dipindahkan ke oksigen.

Tidak semua energi metabolis berasal dari oksidasi oleh oksigen. Zat lain selain

oksigen dapat berfungsi sebagai akseptor elektron terminal. Sebagai contoh, beberapa

mikroogranisme tumbuh secara anaerob (tanpa oksigen) menghasilkan energi dengan

mentransfer elektron ke material anorganik, seperti ion sulfat atau ion nitrat. Mikroorganisme

lainnya, seperti bakteri asam laktat, mereduksi zat organik, seperti piruvat, membentuk laktat.

Sebagian besar organisme-organisme tersebut memperoleh energi berasal dari fermentasi,

8

Page 9: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

yang menghasilkan energi dari jalur katabolic, yang prosesnya terjadi dengan tidak ada

perubahan bersih dalam keadaan oksidasi produk dibandingkan dengan keadaan substrat.

Karena energi metabolik terutama berasal dari reaksi oksidatif, semakin tinggi substrat

tereduksi, semakin tinggi potensi untuk menghasilkan energi biologis. Dengan demikian,

pembakaran lemak menyediakan energi panas lebih tingi daripada pembakaran karbohidrat

dengan massa setara.

Tabel 1. Potensial Titik Tengah untuk Reaksi Oksidasi/Reduksi pada Beberapa Reaksi Biologis

Potensial listrik (E) diukur untuk reaksi oksidasi/reduksi yang relevan secara biologis

pada rentangan yang sangat besar. Donor utama fotosistem II, P680, adalah kofaktor

pengoksidasi paling banyak ditemukan dalam biologi. Potensial P680 cukup tinggi bahkan

untuk mengoksidasi air sekalipun. Perhatikan bahwa potensial titik tengah (Em) P680 lebih

besar dibandingkan dengan komponen kimianya yaitu klorofil a, dalam larutan, dan jauh

lebih besar dari potensial bakteri donor electron yang sesuai, P870. Sitokrom adalah protein

dengan heme-heme sebagai kofaktor yang berfungsi sebagai pembawa elektron, seperti 9

Page 10: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

sitokrom c, atau sebagai membran protein yang merupakan bagian dari rantai transfer

elektron, seperti sitokrom f, yang merupakan bagian dari sitokrom b6f kompleks. Ubiquinon

berfungsi sebagai akseptor elektron dalam kompleks protein yang berbeda, termasuk pusat

reaksi bakteri.

Perhatikan (Tabel 1) bahwa hidrogen memiliki potensial titik tengah nol dan

dijadikan sebagai standar. Pada pH 7, potensial titik tengah (midpoint) menurun menjadi 0,42

V akibat penurunan pH 0,059 per satu satuan yang diharapkan pada reaksi terkopling pada

transfer proton. Ferredoxin merupakan protein kecil yang mengandung kluster besi-belerang

yang akan teroksidasi atau tereduksi selama proses metabolisme. Dalam beberapa kasus,

enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi/reduksi mentransfer elektron ke pembawa elektron

universal. Beberapa senyawa dengan potensial titik tengah rendah dan berfungsi sebagai

pembawa elektron yang baik, diantaranya mononukleotida flavin (FMN), flavin adenine

dinukleotida (FAD), dan glutation. Dalam beberapa kasus pembawa elektron mudah bergerak

diantara enzim-enzim, seperti yang ditemukan pada NAD+ dan NADP+, sedangkan dalam

kasus lain kofaktor itu terikat erat, karena umunya ditemukan pada FMN dan FAD. Tabel 1

diatas, menunjukkan bahwa beberapa tetapi tidak semua protein yang berpartisipasi dalam

reaksi oksidasi/reduksi mengandung logam yang berfungsi sebagai donor atau akseptor

elektron.

Dalam banyak reaksi biologis, reaksi oksidasi/reduksii melibatkan transfer dua

elektron dan dua proton. Reaksi ini disebut dehidrogenasi dan enzim yang mengkatalisisnya

disebut dehidrogenese. Misalnya, konversi laktat untuk piruvat melibatkan pelepasan dua

proton dari gugus keton pada posisi karbon kedua, selain pelepasan dua elektron (Gambar 5).

Transfer bersih dua proton dan dua elektron adalah umum terjadi, tetapi tidak diperlukan.

Misalnya, oksidasi NAD+ melibatkan pembebasan dua proton dalam reaksi dehidrogenasi

(Gambar 6). Salah satu proton dilepaskan ke dalam larutan namun bentuk molekul

teroksidasinya menerima ion hidrida, menghasilkan pelepasan bersih satu proton.

10

Page 11: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 5. Oksidasi laktat menjadi piruvat yang melibatkan pelepasan 2 proton.

Gambar 6. Oksidasi NAD+ menjadi NADH adalah proses dua-elektron dengan pelepasan hanya satu proton

Nilai-nilai yang dilaporkan dalam Tabel 6.1 telah ditentukan secara eksperimental

oleh salah satu dari dua cara. Satu pendekatan adalah untuk potensial poise ambang (poise =

kekentalan, dan untuk satuan 1 poise = 1 kg.m–1. s) pada serangkaian nilai-nilai nya

ditentukan dengan penggunaan reduktan dan oksidan kimia (Gambar 7). Atau, harga

potensial dapat dibangun dengan menggunakan sel elektrokimia. Untuk masing-masing

potensial, bilangan oksidasi dari suatu kofaktor tertentu diukur dengan cara spektroskopi,

11

Page 12: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

dengan memantau perubahan spektrum absorpsi optik. Dari spektrum tersebut, fraksi yang

tereduksi pada setiap potensial ditentukan dengan menggunakan persamaan Nernst (pers. 3)

dan potensial titik tengah dapat dihitung. Karena kofaktor dalam protein biasanya

terperangkap (buried) di dalam protein, untuk pengyukurannya, senyawa mediator khusus

dapat digunakan untuk memfasilitasi transfer elektron antara elektroda dan kofaktor tersebut.

Gambar 7. Penentuan potensial titik tengah dengan titrasi redoks

Di samping faktor-faktor seperti pH dan kekuatan ion dari larutan sekitar protein, potensial

titik tengah dari suatu kofaktor dalam protein bisa bervariasi hingga 0,5 V dibandingkan

dengan nilainya dalam larutan adanya interaksi kofaktor-protein. Faktor yang paling kritis

adalah ligasi dari kofaktor yang secara istimewa akan menstabilkan keadaan (fraksi) yang

tereduksi atau teroksidasi. Misalnya, besi heme memiliki dua ligan aksial. Salah satu ligan

aksial adalah donor elektron yang lebih baik dengan daya tarik yang lebih besar untuk Fe3+

(dibahas pada Bab tentang mitokondria dan glukogenesis). Ligan ini akan menstabilkan

12

Page 13: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

keadaan teroksidasi dan menurunkan potensial titik tengah. Heme sitokrom dengan dua ligan

aksial biasanya memiliki potensial titik tengah lebih negatif dari pada hemes dengan satu

ligan metionin dan satu histidin karena imidazol dari rantai samping histidin adalah donor

elektron lebih baik dari sisi rantai samping metionin.

Gambar 8. Rumus struktur histidin dan metionin

Ikatan hidrogen dan interaksi elektrostatik lainnya juga akan sistematis mengubah

potensi titik tengah suatu kofaktor. Untuk bacteriochlorophyll, ada dua oksigen karbonil yang

merupakan bagian dari cincin konjugasi dan berfungsi sebagai akseptor ikatan hidrogen dari

protein sekitarnya (Gambar 9). Sebagai donor proton yang berada pada posisi ikatan

hidrogen, potensial titik tengah yang diperoleh meningkat (Gambar 10). Dengan melakukan

pengukuran electron nuclear double resonance (ENDOR), distribusi elektron ditentukan

dan peningkatan potensial titik tengah dapat dijelaskan melalui model Huckel (Bab tentang

glikolisis), dengan perubahan potensial titik tengah ini sebagai hasil dari stabilisasi keadaan

tereduksi karena interaksi ikatan hidrogen.

13

Page 14: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 9. Struktur bacteriochlorophyll a yang ditemukan di pusat reaksi bakteri.

C. Adenosin Trifosfat (ATP)

Proses dimana berlangsungnya reaksi-reaksi yang melepaskan energi bebas

(eksergonik) selalu dirangkaikan dengan proses yang reaksi-reaksinya memerlukan energi

bebas (endergonik). Reaksi eksergonik adalah reaksi dalam proses katabolisme yaitu reaksi-

reaksi pemecahan atau oksidasi molekul bahan bakar sedangkan reaksi sintesa yang

membangun berbagai substansi terdapat dalam proses anabolisme. Untuk merangkaikan

kedua proses eksergonik dan endergonik harus ada senyawa antara dengan potensial energi

tinggi yang dibentuk dalam reaksi eksergonik dan menyatukan senyawa yang baru dibentuk

tersebut kedalam reaksi endergonik, sehingga energi bebasnya dialihkan antara dua proses

tersebut. Senyawa antara yang dibentuk tidak perlu mempunyai hubungan struktural dengan

reaktan-reaktan yang bereaksi.

Dalam sel hidup, reaksi oksidasi yang melepas energi bebas selalu disertai dengan

peristiwa fosforilasi yang membentuk senyawa dengan potensial energi lebih tinggi. Senyawa

pembawa atau senyawa antara energi tinggi yang utama adalah ATP . Kegunaan ATP

terletak pada kemampuannya untuk mengkonversi menjadi adenosin difosfat (ADP) , dengan

hilangnya terminal fosfat (Gambar 11) melalui hidrolisis menghasilkan fosfat anorganik (Pi):14

Gambar 10. Redoks titrasi dari pusat reaksi bakteri menunjukkan peningkatan yang sistematis dalam potensi titik tengah karena penambahan ikatan hidrogen.

Page 15: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

ATP + H2O DP + Pi + H3O+ ……………………… (4)

Reaksinya sangat eksotermis dengan energi 30,5 kJ.mol–1, dan merupakan pelepasan energi

dalam kondisi biologis normal. Rumus empirisnya adalah C10H16N5O13P3, dan rumus

kimianya adalah C10H8N4O2NH2(OH)2(PO3H)3H, dengan bobot molekul 507.184 u. Gugus

fosforil pada AMP disebut gugus alfa, beta, and gamma fosfat (Gambar 11 dan 12). ATP

dapat dihasilkan melalui berbagai proses selular, namun seringnya dijumpai di mitokondria

melalui proses fosforilasi oksidatif dengan bantuan enzim pengkatalisis ATP sintetase. Pada

tumbuhan, proses ini lebih sering dijumpai di dalam kloroplas melalui proses fotosintesis.

Bahan bakar utama sintesis ATP adalah glukosa dan asam lemak. Mula-mula, glukosa

dipecah menjadi asam piruvat di dalam sitosol dalam reaksi glikolisis. Dari satu molekul

glukosa akan dihasilkan dua molekul ATP. Tahap akhir dari sintesis ATP terjadi dalam

mitokondria dan menghasilkan total 36 ATP.

ATP merupakan nukleotida yang terdiri dari adenin, ribosa dan trifosfat . Bentuk aktif

ATP adalah kompleksnya bersama dengan Mg2+ atau Mn2+ (Gambar 13). Sebagai

pengemban energi, ATP kaya energi karena unit trifosfatnya mengandung dua ikatan

fosfoanhidrida. Sejumlah besar energi bebas dilepaskan ketika ATP dihidrolisis menjadi

adenosin difosfat (ADP) dan ortofosfat (Pi) atau ketika ATP dihidrolisis menjadi adenosin

monofosfat (AMP) dan pirofosfat (Ppi). ATP memungkinkan perangkaian reaksi yang secara

termodinamik tidak menguntungkan menjadi reaksi yang menguntungkan. Reaksi pertama

dalam lintasan glikolisis yaitu fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6 fosfat adalah reaksi yang

endergonik (Gº = +13,8 kj/mol), agar reaksi dapat berlangsung harus terangkai dengan

reaksi lain yang lebih eksergonik yaitu hidrolisa gugus terminal fosfat ATP (Gº = –30,5

kJ.mol–1) sehingga rangkaian reaksi yang dikatalisa oleh heksokinase tersebut berlangsung

dengan mudah dan sangat eksergonik (Gº = –16,7 5 kJ.mol–1).

Glukosa + ATP glukosa 6 – fosfat + ATP ……..………… (5)Gº = (13,8 – 30,5) kJ.mol–1 = –16,7 kJ.mol–1

Konversi antar ATP, AMP dan ADP adalah mungkin. Enzym adenilat kinase (miokinase)

mengkatalisis reaksi :

ATP + AMP ADP + ADP ………………..….….……. (6)

15

Page 16: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Reaksi ini mempunyai fungsi antara lain, memungkinkan fosfat energi tinggi dalam ADP

untuk digunakan dalam sintesa ATP, memungkinkan AMP yang terbentuk dari beberapa

reaksi aktivasi yang melibatkan ATP difasforilasi ulang menjadi ADP dan memungkinkan

peningkatan konsentrasi AMP (ketika ATP terpakai habis) sebagai sinyal metabolik untuk

menaikkan kecepatan reaksi-reaksi katabolik (menghasilkan ATP). Beberapa reaksi

biosintesis dijalankan oleh nukleotida trifosfat yang analog dengan ATP, yaitu guanosin

trifosfat (GTP), uridin trifosfat (UTP) dan sitidin trifosfat (CTP). Bentuk difosfat nukleotida-

nukleotida ini disebut dengan GDP, UDP dan CDP dan bentuk-bentuk monofosfatnya

dengan GMP, UMP dan CMP. Transfer gugus fosforil terminal dari satu ke lain nukleotida

dapat terjadi dengan bantuan enzym nukleosida difosfat kinase:

ATP + GDP ADP + GTP ………………….……

(7a)

dan ATP + GMP ADP + GDP ………………….…… (7b)

Gambar 11. Struktur Kimia ATP, dengan gugus fosfat terminal (diarsir)

16

Page 17: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 12. Model molekul ATP (model bola)

Gambar 13. Kompleks ATP dengan Mg2+ dan Kompleks ADP dengan Mg2+

Nilai –30,5 kJ mol-1 untuk hidrolisis ATP merupakan perubahan energi Gibbs

keadaan standar pada konsentrasi 1 M dan pH 7. Dalam suatu sel, konsentrasi dan pH yang

tidak pada keadaan standar, perubahan energi yang sebenarnya akan berbeda dari yang

dihitung menggunakan keadaan standar. Perubahan energi Gibbs yang sebenarnya

ditentukan dengan mempertimbangkan konsentrasi dari ADP, ATP, dan anorganik fosfat

melalui persamaan:

…………………………………………. (8)

Sebagian sel mempertahankan konsentrasi ATP, ADP, fosfat anorganik dalam

rentang yang sangat sempit. Konsentrasi yang khas bagi ATP dan fosfat anorganik umunya

adalah 2,5 dan 2,0 mM, dengan konsentrasi ADP yang lebih rendah sebesar 0,25 mM.

Dengan memasukkan konsentrasi tersebut ke dalam persamaan (8) dihasilkan perubahan

energi bebas yang lebih negatif (sebesar –52 kJ mol–1 pada 298 K dan pH 7) daripada nilai

energi bebas standar. Dalam sel, konsentrasi ATP relatif konstan dalam keadaan seimbang,

dimana kecepatan pembentukan ATP diimbangi oleh kecepatan degradasinya. Dalam hal ini,

gugus fosfat ujung pada ATP mengalami penguraian dan pergantian secara terus menerus

dari fosfat anorganik selama metabolism sel.

Pada pH = 7,0 kedua senyawa ATP dan ADP terdapat sebagai anion ATP4– dan

ADP3–, karena hampir semua kandungan fosfat mengion semprna pada pH ini. Namun,

dalam cairan intra sel yang mengandung Mg2+ pada konsentrasi tinggi, ATP dan ADP akan

17

Page 18: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

membentuk senyawa kompleks MgATP2– dan MgADP– (Gambar 13). Dalam banyak reaksi

enzimatik yang melibatkan ATP sebagai donor fosfat, bentuk aktifnya merupakan senyawa

kompleks MgATP2–.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa ATP memiliki energi bebas yang relative

tinggi? Ada tiga alasan yang dapat mendasari jawaban atas pertanyaan tersebut. Pertama

adalah derajat ionisasi ATP mendekati 1 (satu), sehingga pada pH = 7,0, hampir keseluruhan

ATP terionisasi sempurna menjadi ATP4–. Hidrolisis yang sebenarnya dari ATP

menghasilkan tiga produk, yaitu ADP3–, HPO42–, dan H+, melalui persamaan reaksi:

ATP4– + H2O ADP3– + HPO42– + H+ ……………………… (9)

Pada keadaan standar (baku), ATP4–, ADP3–, dan HPO42–, berada pada konsentrasi

1,0 M. Namun, pada pH = 7,0 (pH standar bagi perhitungan Go), konsentrasi ion hydrogen

(H+) hanya menjapai 10–7 M. Menurut hukum aksi massa, kesetimbangan hidrolisis

cenderung tertarik jauh ke kanan, karena konsentrasi H+ pada pH = 7,0 sangat kecil

dibandingkan dengan konsentrasi standar komponen reaksi lainnya (sebesar 1,0 M).

Kedua, pada pH = 7,0, molekul-molekul ATP memiliki empat muatan negatif yang

letaknya berdekatan dan saling tolak menolak dengan kuat (Gambar 11). Jika ikatan fosfat

ujung terhidrolisis, sebagian diantara tegangan listrik di dalam molekul ATP dibebaskan

karena terpisahnya produk bermuatan negatif ADP3–, dan HPO42–. Produk-produk ini hanya

sedikit yang cenderung bergabung kembali dan bereaksi kearah sebaliknya untuk

membentuk ATP kembali (dalam hal ini kedua produk saling bertolakan untuk bergabung).

Sebaliknya pada hidrolisis glukosa 6-fosfat, menghasilkan glukosa yang tidak bermuatan

dan satu produk lain yang bermuatan (yaitu HPO42–), kedua produk ini tidak saling

bertolakan untuk bergabung kembali, sehingga kecenderungan reaksi kea rah kiri cukup

tinggi untuk membentuk glukosa 6-fosfat kembali.

Glukosa 6-fosfat2– + H2O glukosa + HPO42– …………….. (10)

Ketiga, masing-masing dari kedua produk hidrolisis ATP (ADP3–, dan HPO42–)

merupakan hybrid resonansi, yaitu suatu bentuk stabil yang khusus dengan electron tertentu

dalam konfigurasi yang memiliki lebih sedikit energi, dibandingkan dengan kedudukan

18

Page 19: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

aslinya dalam bentuk ATP. Jadi, jika ATP dihidrolisis, electron pada produk ADP3–, dan

HPO42– dapat turun drastis menuju tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan dengan

ATP. Keadaan ini menyebabkan ADP3– dan HPO42– saling dibebaskan satu sama lain,

akibatnya menghasilkan energi bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan jika kedua

senyawa tersebut masih bergabung dalam bentuk aslinya ATP.

C1. Hipotesis Kemiosmotik ATP

Sedangkan sifat umum dari ATP telah dikenali, namun pemahaman tentang

mekanisme itu sukar dipahami. Pada tahun 1961, Peter Mitchell mengusulkan mekanisme

di mana energi Gibbs disimpan dalam bentuk gradien pH dan potensial listrik di membran

sel. Ini dikenal sebagai hipotesis kemiosmotik. Pada awalnya usulan ini kurang diterima

tetapi akhirnya memperoleh penerimaan sebagai studi eksperimen yang membuktikan

kebenaran dari ide-ide tersebut, dan sekarang hipotesis ini merupakan landasan untuk

memahami penggunaan energi dalam sel. Inti dari hipotesis Mitchell kemiosmotik adalah

bahwa transfer elektron terjadi dalam mode vectorial melintasi membran biologis.

Sebagaimana elektron ditransfer melalui serangkaian pembawa pada membran,

proton juga diangkut, dan menghasilkan perbedaan pH antara sisi eksterior dan interior

membran sel. Karena membran adalah lapisan ganda lipid yang impermeabel, setelah transfer

proton yang melintasi membran dapat disimpan. Karena proton bermuatan, transfer

mengarah ke bagian membrane yang berbeda potensialnya. Jumlah dari kedua efek potensial

tersebut digunakan untuk menyediakan energi dalam sintesis ATP. Hipotesis ini memberikan

penjelasan alami terhadap sejumlah hasil pengamatan eksperimen. Sebagai contoh, diketahui

bahwa suatu senyawa yang disebut uncouplers akan dapat menghambat sintesis ATP dalam

sistem. Senyawa ini merupakan asam lemah lipofilik seperti dinitrophenol. Mitchell

mengusulkan bahwa senyawa ini dapat mengusir gradien proton karena kemampuan mereka

untuk menyebar melalui membran baik dalam bentuk terdeprotonasi maupun terprotonasi.

Pada tahun 1966, hipotesis ini secara dramatis didukung oleh percobaan oleh Andre

Jagendorf dan kawan-kawan. Thylakoids dipertahankan dalam buffer pH = 4 yang

menyebabkan baik interior dan eksterior dari sel menyeimbangkan posisinya pada pH

tersebut (Gambar 14). Suatu penyangga dengan pH = 8 disuntikkan dengan cepat ke dalam

19

Page 20: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

larutan, menghasilkan perbedaan pH sekitar empat satuan di membran thylakoid. Perbedaan

pH ini menghasilkan sejumlah besar ATP yang dibentuk dari ADP dan fosfat anorganik,

hasil ini mendukung hipotesis kemiosmotik.

Gambar 14. Dukungan terhadap untuk hipotesis kemiosmotik dalam pembentukan ATP dengan percobaan Jagendorf dan kawan-kawan.

Pengangkutan proton melintasi membran menghasilkan baik perbedaan konsentrasi

maupun perbedaan muatan, dengan adanya kedua efek tersebut akan mempengaruhi

energetika sel. Salah satu kontribusi terhadap perbedaan energi Gibbs timbul dari perbedaan

konsentrasi proton untuk dua sisi dari membran sel. Perbedaan proton muncul dari proses

metabolisme yang berbeda (Gambar 15) atau dari aksi pompa proton. Untuk konsentrasi

interior proton [H +]dalam dan konsentrasi proton luar membran [H +]luar, perbedaan energi

Gibbs diberikan oleh rasio dua konsentrasi tersebut melalui persamaan:

……………………… (11)

Dengan perbedaan pH, ungkapan perbedaan energi Gibbs dapat ditulis ulang:

…………… (12)

20

Page 21: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 15. Representasi skematik yang menunjukkan keterlibatan dari empat kompleks protein, yang diidentifikasi sebagai kompleks I-IV, dan ATP sintase dalam hipotesis kemiosmotik.

Kontribusi kedua timbul dari perbedaan muatan untuk kedua sisi membran.

Perbedaan energi Gibbs untuk konstribusi ini diberikan oleh perbedaan tegangan ΔV

melintasi membran sel (persamaan 13) dengan menggunakan n = 1 untuk muatan proton:

Greak = – n F E, dan E = ΔV ……………………………… (13a)

Greak = – n F V = – F V ……………………………………. (13b)

Energi total Gibbs yang ada karena perbedaan konsentrasi proton pada kedua sisi membran

sel disebut gaya protonmotive (Δp) dan dapat ditulis sebagai:

…………………………………..... (14)Eksperimen telah menetapkan bahwa hanya nilai Δp yang sangat penting untuk

sintesis ATP. Dalam thylakoids, potensi membran yang kecil dan begitu pula Δp, terutama

disebabkan oleh perbedaan pH pada membran, meskipun pada tanaman potensial membran

mungkin lebih besar.

C2. Kompleks protein I – IV

Dalam hipotesis kemiosmotik telah diidentifikasi adanya kompleks protein I – IV dan

ATP sintase. Jalur seluler untuk pengembangan kekuatan protonmotive dilakukan oleh

21

Page 22: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

membrane empat kompleks protein tersebut. Kompleks I, disebut juga NADH:

oksidoreduktase ubiquinone, merupakan enzim-kDa 850 yang terdiri dari lebih dari 40

subunit protein, termasuk flavoprotein yang mengandung-FMN dan beberapa kofaktor besi-

belerang. Kompleks I mengkatalisis konversi NADH ke NAD+, yang dikopling untuk

mentransfer elektron ke ubiquinone dan pemompaan proton dari matriks ke ruang antar

membran:

………….. (15)

Kompleks II, atau dehidrogenase suksinat, adalah sebuah enzim 140 kDa yang

mengandung sejumlah kofaktor. Kompleks II ini merupakan pasangan enzim transfer

elektron dari suksinat ke fumarat dengan konversi FAD ke FADH2 (Gambar 16). Dalam

reaksi ini, elektron bergerak dari suksinat melalui FAD dan kofaktor besi-sulfur ke

ubiquinone. Kompleks I dan II, bersama-sama dengan protein acyl-CoA dehidrogenase, ETF:

oksidoreduktase ubiquinone, dan 3-fosfat dehidrogenase gliserol, menghasilkan ubiquinone

tereduksi (QH2), yang kemudian dioksidasi kembali oleh kompleks III.

Gambar 16. Suksinat diubah menjadi fumarat dengan keterlibatan FAD

Kompleks III disebut juga komplek sitokrom bc1, yaitu protein 250-kDa dengan 11

subunit protein dan sejumlah heme serta pusat-pusat besi-sulfur. Pasangan kompleks III

transfer elektron dari ubiquinones ke sitokrom c disertai dengan tranfer proton dari matriks

melewati membran ke ruang antarmembran. Reaksi oksidasi /reduksi bersih, sering disebut

siklus Q, pasangan transfer elektron dari ubiquinones dengan transfer proton melintasi

membran sel ditulis:

22

Page 23: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

…………………………………………………… (16)

Kompleks IV, yang juga bernama oksidase sitokrom, melengkapi rantai pernapasan.

Ukuran kompleks IV bervariasi untuk setiap organisme yang berbeda, dari tiga atau empat

subunit protein kecil pada bakteri mencapai 13 sel eukariotik. Heme dan kofaktor tembaga

melakukan reduksi terhadap empat-elektron seluruhnya dari oksigen melalui suatu

mekanisme yang berurutan tanpa pelepasan intermediet:

…………………………………………… (17)

C3. ATP Sintase

Strategi mengatasi reaksi endotermik oleh kopling reaksi dengan hidrolisis ATP telah

digunakan dalam semua sel hidup untuk sintesis intermediet metabolisme dan komponen

selularnya. Untuk menjadi praktis, ATP harus tersedia cukup untuk menggerakkan reaksi

tersebut. Dalam reaksi ini, transfer proton melintasi membran sel dan digunakan untuk

mendorong sintesis ATP dari ADP melalui transfer proton dari ruang antarmembran ke

matriks:

……………….. (18)

Kompleks enzim ATP sintase ini memiliki dua domain, yang diidentifikasi sebagai

F0 dan F1, dengan domain enzim kloroplas dilambangkan sebagai CF0 dan CF1. Enzim ATP

sintase dari sel yang berbeda memiliki komposisi dan struktur yang sama. Domain F1

memiliki tiga salinan (copy) subunit α dan β, serta satu salinan F1 lainnya, yaitu subunit δ, γ,

dan ε. Komposisi dari domain F0 berbeda pada organisme yang berbeda, dengan enzim

bakteri dan enzim mitokondria memiliki satu salinan dari subunit a, dua salinan dari subunit

b (atau subunit analog), dan 10 – 14 salinan dari subunit c.

Struktur tiga dimensi dari domain F1 menunjukkan bahwa α dan β berada dalam

susunan heksamerik, tetapi dengan masing-masing subunit menunjukkan konformasi yang

berbeda yang mencerminkan tiga keadaan fungsional yang berbeda: terikat dengan ATP,

terikat dengan ADP, dan dengan ikatan situs kosong (Gambar 17). Di pusat adalah subunit γ

tunggal yang membentuk suatu struktur, panjang heliks membungkuk di tengah struktur F1

23

Page 24: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

tersebut. Subunit γ adalah struktur asimetris dan berinteraksi dengan hanya salah satu dari

ketiga subunit β.

Subunit γ meluas di bawah domain F1 ke dalam wilayah darii domain F0. Domain F0

terdiri dari tiga subunit protein a, b, dan c. Subunit c sangat hidrofobik dan terdiri dari dua

heliks transmembran dengan loop kecil. Sub-unit c diatur simetris di sekitar sumbu simetri F1

dengan dua set heliks membentuk dua lingkaran konsentris (Gambar 18 dan 19). Cincin dari

subunit c diperkirakan terkait erat dengan subunit γ dari domain F1 tetapi tidak dengan sub-

unit lainnya. Dalam motor, stator stasioner dan rotor berputar di tengah. Sub-unit c dapat

dipertimbangkan untuk membentuk sebuah rotor yang dapat bergerak secara independen dari

bagian protein sisa yang akan bersifat stator.

Mekanisme tersebut melibatkan kehadiran tiga situs, yaitu ATP yang terikat erat,

terikat lemah, dan situs kosong (Gambar 20). Energi yang dibutuhkan untuk melepaskan

ATP, bukan untuk membentuknya. Posisi ketiga situs dalam subunit tersebut adalah tidak

tetap, tetapi bervariasi sebagai enzim yang berputar, dengan subunit γ bertindak seperti

camshaft dan bergantian mendistorsi subunit β, yang dapat menyebabkan perputaran tiga

situs tersebut. Interaksi antara subunit a dan cincin c memberikan ratchet (roda bergigi) bagi

transfer proton dengan rotasi cincin dalam arah yang berlawanan. Meskipun banyak aspek

mekanisme sintesis ATP telah ditentukan, stoikiometri jumlah proton yang dibutuhkan untuk

ditransfer pada setiap ATP yang disintesis masih merupakan pertanyaan terbuka, yang belum

terjawab secara pasti hingga saat ini.

24

Gambar 17. Struktur domain ATP sintase mitokondria F1 yang terlihat dibawah sumbu simetri sekitar 6-kali lipat dari subunit α dan β dengan perbedaan struktur akibat ikatan ATP/ ADP. Di pusat adalah subunit γ. ( Abrahams et al., 1994).

Page 25: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

Gambar 20. Modus perubahan ikatan pada sintesis ATP (Modifikasi dari Boyer, 2000).

25

Page 26: Bioenergetika Atp

Mg2+

Mg2+

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

C4. Penguraian ATP menjadi AMP dan Pirofosfat

Pada beberapa reaksi sel dengan melibatkan ATP, kedua gugus fosfat pada ujung

molekul ATP (gugus dan ) dilepaskan sebagai satu senyawa, yaitu pirofosfat anorganik

(Ppi), dan adenosine monofosfat (AMP) sebagai produk lain. Contoh: aktivasi enzimatik

suatu asam lemak untuk membentuk ester koenzim A, suatu reaksi asam lemak akan

memberikan energi untuk mengubahnya menjadi senyawa aktif (asil lemak-KoA) pada

biosintesis lipid:

ATP + RCOOH + KoA – SH AMP + Ppi + RCO – S – KoA ……… (19) Asam lemak Asam lemak – KoA

G0 = + 0,2 kkal.mol–1

Reaksi aktivasi tersebut berjalan dengan pelepasan pirofosfat dari ATP untuk

menghasilkan AMP. Sedangkan hidrolisis ATP juga dapat menghasilkan AMP dan Ppi:

ATP + H2O AMP + Ppi, G0 = –7,7 kkal.mol–1 …………. (20a)

Pirofosfat anorganik tersebut selanjutnya dihidrolisis oleh pirofosfatase menghasilkan dua

molekul ortofosfat anorganik (Pi):

Pirofosfat + H2O AMP + 2Pi, G0 = –6,9 kkal.mol–1 ……... (20b)

Reaksi keseluruhannya:

ATP + 2H2O AMP + 2Pi, G0 = –14,6 kkal.mol–1 ……….. (20c)

Dari reaksi keseluruhan ini, kita ketahui bahwa G0 tepat dua kali dari G0 gugus

fosfat ujung ATP untuk berubah menjadi ADP (G0 = –7,3 kkal.mol–1). Ternyata pada

semua sel hewan, AMP dapat kembali ke siklus ATP melalui kera enzim yang ada pada sel

hewan, yaitu enzim adenilat kinase. Enzim ini mengkatalisis fosforilasi dapat balik AMP

menghasilkan ADP.

ATP + AMP ADP + ADP ……………………………… (21a)

ADP yang terbentuk dapat terfosforilasi kembali menghasilkan ATP. Adenilat kinase

memiliki fungsi penting lainnya, jika enzim ini bekerja dengan arah sebaliknya.

2ADP ATP + AMP …… ………………………….. (21b)

Tingkat ATP di dalam sel dapat dipertahankan, karena adenilat kinase membantu

memindahkan gugus fosfat ujung dari suatu moleuk ADP ke molekul ADP lainnya, dan

mengubah kedua molekul ADP ini menjadi ATP. Pada otot yang berkontraksi, adenilat 26

Page 27: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

kinase membiarkan penggunaan kedua gugus fosfat dan pada ATP sebagai sumber

energy (Gambar 21). Akibat dari ini, adenilat kinase yang bekerja pada ADP dapat

membantu menghasilkan fosfokreatin sebagai sumber ATP selama kontraksi otot.

Berikut mekanime penguraian ATP menjadi ADP, AMP, dan Pi (Mathew, C.K., 1996)

Gambar 22 . ATP dan hidrolisisnya menjadi ADP, AMP, dan Pi.

Daftar Bacaan:

27

Page 28: Bioenergetika Atp

Sunyono, FKIP UNILA_(Program S3 Pendidikan Sains Unesa_2010)==================================================================================

1. Allen, J.P., 2008. Biophysical Chemistry. 1st Ed. John Wiley & Sons, Ltd. Publish. Singapore.

2. Mathew, C.K., and Van Halde. 1996. Biochemistry. 2nd Ed. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. California.

3. Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 2. (Terjemahan: Maggy Thenawijaya). Penerbit: Erlangga. Jakarta.

28