Upload
carolina-sumur-binti-sufam
View
67
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jaringan otot
Citation preview
Papper BIOLOGI SEL
Carolina Sisca
H0910024
Kelas ITP – B
Program S1 - Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2010 / 2011
JENIS DAN MEKANISME JARINGAN OTOT
1. PENGERTIAN OTOT
Jaringan otot bertanggung jawab untuk pergerakan tubuh, terdiri atas
sel-sel otot yang terspesialisasi untuk melaksanakan konstraksi dan
berkonduksi (menghantarkan impuls). Di dalam sitoplasmanya ditandai
dengan adanya sejumlah besar elemen-elemen kontraktil yang disebut
miofibril yang bejalan menurut panjang serabut otot. Pada beberapa jenis
otot, miofibril terdiri atas lempeng-lelmpeng terang dan gelap secara
bergantian. Semua segmen gelap letaknya bersesuaian, demikian pula dengan
segmen terangnya. Miofibril tersusun atas protein-protein kontraktil yaitu
aktin dan miosin.
Pada dasarnya jaringan otot terdiri atas sel-sel otot yang sering disebut
serabut-serabut otot. Jaringan otot pada dasarnya juga mengandung jaringan
ikat yang biasanya menyelubungi otot.
Gambar 1. Jenis-jenis otot
Berdasarkan sifat-sifat morfologis dan fungsionalnya, otot dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
- Otot polos, terdiri atas kumpulan sel-sel fusiformis dengan inti tunggal. –
- Otot rangka yaitu otot-otot yang terdiri atas berkas-berkas sel silindris
yang sangat penjang dan berinti banyak serta memperlihatkan adanya
garis-garis melintang.
- Otot jantung, terdiri atas sel-sel individual yang panjang atau cabang-
cabang yang berjalan sejajar dengan yang lain. Pada tempat perhubungan
ujung ke ujung, terdapat discus intercalaris.
Pada otot polos, proses kontraksi berlangsung lambat dan tidak di bawah
pengendalian kemauan sadar. Pada otot rangka kontraksinya cepat, dan biasanya
di bawah pengendalian kemauan sadar sedangkan otot jantung (tidak termasuk
miofibril) disebut sarkoplasma. Membran sel disebut sarkolemma, retikulum
endoplasma halus disebut retikulum sarkoplasmik dan mitokondria disebut
sarkosom.
2. JENIS DAN MEKANISME OTOT
A. Otot Rangka
Otot rangka disebut juga otot skelet (skeletal muscle tissue), otot lurik
(striated muscle tissue) atau otot yang kerjanya di bawah kemauan sadar
(voluntary muscle tissue).
Otot rangka terdiri atas berkas-berkas sel silindrik sangat panjang (sampai
4 cm) dan setiap sel atau serabut mengandung banyak inti. Diameter serabut otot
rangka berkisar 10 – 100µm. inti yang banyak disebabkan oleh fusi mioblas
(muscle stem cell) yang berinti tunggal. Inti terletak pada bagian perifer, di bawah
membran sel.
Massa serabut otot rangka tersusun dalam berkas-berkas teratur yang
dikelilingi oleh suatu sarung eksternal jaringan. Peyambung padat yang disebut
epimisium. Dari epimisium terbentuk septum tipis jaringan penyambung yang
berjalan ke dalam dan mengelilingi berkas-berkas serabut di dalam suatu otot.
Septum tersebut dinamakan perimisium.
Berkas serabut yang dibungkus oleh perimisium disebtu fasikulus. Setiap serabut
otot dikelilingi oleh suatu lapisan jaringan penyambung longgar.
Gambar 2. Struktur otot rangka Endomisium, perimisium dan epimisium merupakan jaringan penyambung
sejati yang mengandung campuran serabut kolagen, serabut elastik, fibroblas dan
pembuluh darah. Peranan jaringan penyambung pada otot rangka adalah :
- Mempersatukan serabut-serabut otot dan memungkinkan sejumlah
gerakan bebas diantaranya.
- Mengekatkan jaringan jaringan otot ke struktur-struktur yang
berhubungan dengannya.
- Sebagai trundeser mekanik untuk kekuatan yang dibangkitkan oleh
kontraksi serabut otot.
- Tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah, pembuluh limfe dan
saraf.
Otot rangka mendapat persarafan melalui saraf craniospinal. Masing-
masing serabut saraf bercabang-cabang menuju ke serabut otot, dan cabang-
cabang ini mengadakan kontak dengan serabut otot. Tempat kontak tersebut
dinamakan lempen akhir motoris. Satu serabut saraf dan beberapa serabut otot
membentuk suatu motor unit.
Gambar 3. Lempeng akhir motoris
1. Sarkomer
Serabut otot yang dipotong secara longitugidinal memperlihatkan garis-
garis terang dan gelap berselang seling.
Gambar 4. Sarkomer - Pita A (anisotropik) adalah pita gelap yang bersifat bias ganda dalam
cahaya terpolarisasi.
- Pita I (isotropik) adalah pita terang yang tidak mengubah cahaya
terpolarisasi.
- Garis Z ; garis gelap yang membagi pita I
- Diantara dua garis Z (Zwischenscheibe), terdapat unit kontraktil terkecil
dari serabut otot yang disebut sarkomer. Panjang sarkomer berkisar 2 –
3µm.
- Di tengah keping A tampak suatu keping terang tipis yang disebut keping
H (Heller) yang hanya nampak jelas bila otot sedang dalam keadaan
relaksasi.
Penyelididkan dengan mikroskop electron menunjukkan bahwa miofibril
terdapat struktur-struktur yang lebih halus yang disebut miofilamen, yaitu
miofilamen tebal dan miofilamen tipis yang tersusun sejajar dengan sumbu
panjang miofibril.
Filamen tebal menempati pita A, yang merupakan bagian tengah dari
sarkomer. Filamen tipis terdapat di antara dan sejajar dengan filamen tebal dan
satu ujungnya melekat pada garis Z. akibat dari susunan tersebut, pita I terdiri atas
filamen tipis yang tidak overlepping dengan filamen tebal. Pada pita A, terlihat
adanya daerah yang lebih terang di bagian tengahnya yang disebut pita H. Pita H
merupakan bagian pita A yang hanya terdiri atas filamen tebal.
2. Komposisi Filamen
Filamen-filamen otot rangka terdiri atas banyak protein, namun ada 4
protein yang sangat banyak dijumpai yaitu aktin, myosin, tropomiosin dan
troponin.
Filamen tipis (Fine filament) terdiri atas protein aktin, tropomiosin dan
troponin. Filamen tipis memiliki diameter 50 A0 dan panjangnya 2µ. Filamen ini
terletak melekat pada keping Z. filamen tipis terdiri atas 2 melekul aktin globular
berpilin membentuk pilinan ganda. Melekul tropomiosin terdapat sepanjang sisi
pilinan sebagai molekul tipis dan panjang. Sedangkan molekul trponin terikat
pada molekul tropomiosin pada jarak tertentu.
Filamen tebal (Rought filamen) memiliki diameter 100 A0 dan
panjangnya 1,5µ. Terdiri atas myosin saja. Filamen tebal terletak diantara filamen
halus dan tidak melekat pada keping Z.
Total protein otot rangka terdiri atas 55% merupakan miosin dan aktin.
Selain itu terdapat protein kontraktil yang lain dalam jumlah yang sedikit, yaitu
aktinin danβ-aktinin yang fungsinya belum jelas.
Gambar 5. Skema filamen tipis
Aktin terdapat sebagai struktur filamentosa (F-aktin) panjang yang
terdiri atas benang-benang yang tersusun dari monomer-monomer globular (G-
aktin) dengan diameter 5,6 nm dan saling berpilin dalam bentuk spiral ganda.
Setiap monomer G-aktin mengandung tempat pengikatan untuk
miosin.Tropomiosin merupakan molekul polar tipis dan panjangnya kira- kira 40
nm dan mengandung 2 rantai polipeptida dalam bentuk spiral∝. Rantai polipeptida
ini saling bergelung satu dengan yang lain. Molekul tropomiosin membentuk
filamen yang berjalan sepanjang sisi luar dari alur 2 benang aktin yang berpilin.
Dalam filamen tipis molekul tropomiosin ini menutupi melekul G-aktin dimana
terdapat satu kompleks troponin pada permukaan tropomiosin.
Troponin merupakan suatu kompleks yang terdiri atas tiga sub unit
yaitu :
a. TnT (troponin T) yaitu melekul troponin yang melekat erat pada saat
tropomiosin.
b. TnC (troponin C) yaitu melekul troponin yang mengikat ion kalsium.
c. TnI (Troponin I) yaitu melekul troponin yang menghambat interaksi
aktin- miosin.Myosin merupakan suatu melekul seperti batang tipis
yang tersusun atas dua spiral peptida yang saling berpilin dan berjalan
dari satu ujung batang ke ujung yang lain. Pada satu ujung terdapat
kepala yang merupakan penonjolan bulat kecil, dan memiliki tempat
khusus untuk mengikat ATP dan Aktin. Kepala merupakan bagian
molekul myosin dimana terjadi semua reaksi biokimia yang terlihat
dalam hidrolisis ATP. Reaksi biokimia yang terlibat dalam hidrolisis
ATP. Molekul myosin dapat mengalami proteolisis dan pecah menjadi
meromiosin ringan dan meromiosin berat.
Di dalam suatu otot yang sedang beristirahat, myosin tidak dapat
berhubungan dengan aktin karena penekanan tempat pengikatan oleh kompleks
troponin-tropomiosin pada filamen F-actin. Bila ion Ca tersedia, mereka berikatan
dengan unit TnC dari troponin. Hal ini membuka tempat pengikatan aktif dari
komponen bulat aktin, sehingga aktin bebas untuk berinteraksi dengan kepala
molekul miosin. Hal ini diikuti dengan terjadinya terjadinya hidrolisis ATP
menjadi ADP dan Pi serta energi. Hal ini menyebabkan pelengkungan kepala dan
sebagian myosin yang seperti batang. Karena aktin berkaitan dengan myosin,
maka gerakan kepala myosin manarik aktin di atas filamen myosin dan terbentuk
jembatan aktin dan myosin yang baru. Jembatan aktin dan myosin hanya terlepas
setelah miosin mengikat satu molekul ATP baru.
Gambar 6 . Permulaan konstraksi otot
3. Sistem tubulus transversal
Untuk mengadakan suatu kontraksi yang uniform, otot rangka memiliki
suatu sistem tubulus transversal (T) yang merupakan hasil invaginasi yang berasal
dari sarkolemma, membentuk suatu jaringan tubulus kompleks yang saling
beranastomosis dan melingkari hubungan A-1 tiap sarkomer dalam setiap
miofibril (gambar 7).
Terkait pada sisi yang berlawanan tiap prosessus tubulus T adalah
perluasan sisterna terminal dari retikulum sarkoplasmik. Kompleks khusus ini
terdiri dari kompenn SR-tubulus T-SR yang dikenal sebagai triad. Pada triad
tersebut, depolarisasi tubulus T yang berasal dari sarkolemma dihantarkan melalui
jembatan protein ke retikulum sarkoplasmik.
Gambar 7. Tubulus T
Pada gambar 7 memperlihatkan invaginasi sistem T (T dan 5) terjadi pada
tingkat peralihan diantara pita A dan I dua kali dalam setiap sarkomer. Mereka
berhubungan dengan sisterna terminal dari retikulum sarkoplasmik (3), sehingga
membentuk triad. Diantara miofiril terdapat banyak mitokondria (4). Permukaan
miofibril yang terpotong (1) memperlihatkan filamen tipis dan tebal. Sarkolemma
dekelilingi oleh lamina basalis (7) dan serabut retikulum (8).
B. Otot Polos
Otot polos terdiri atas sel-sel yang berbentuk kumparan panjang (30 – 200
µm) pada ujung penampang melintang, setiap sel otot polos memiliki sebuah inti
yang terletak di tengah. Di dalam berkas otot polos, sel-sel fusiformis saling
menutupi. Berkas-berkas tersebut tersusun menjadi beberapa lapisan. Di dalam
berkas tersebut sel-sel dibungkus oleh endomisium padat yang terdiri atas serabut-
serabut kolagen. Fasikulus dibungkus oleh jaringan penyambung yang disebut
perimesium, dan berkas otot polos dibungkus oleh epimisium yang memisahkan
berkas otot yang lebih besar.
Gambar 8 Otot polos
Sel otot polos dapat terbesar di dalam jaringan penyambung pada organ
tertentu misalnya prostat, dan fesikula seminalis. Mereka dapat berkelompok
untuk membentuk berkas otot yang kecil misalnya untuk membentuk berkas otot
yang kecil misalnya muskulus erector pili di dalam kulit atau menjadi jaringan
yang menonjol dari suatu organ misalnya uterus.
Otot polos memiliki panjang yang bervariasi. Terpendek dijumpai pada
dinding pembuluh darah yaitu 20µ dan terpanjang terdapat pada dinding uterus
wanita yang sedang hamil. Yaitu berkisar 0,5 mm. Rata-rata panjang otot polos
antara 0,2 mm, dan lebarnya 5-7 mikron.
Di dalam sitoplasma (sarkolemma) terdapat mitokondria, badan golgi dan
retikulum endopasma kasar yang berkembang dengan baik serta butir-butir
glikogen. Di bawah membran plasma (sarkoplasma) terdapat vesikula-vesikula
yang tersusun berderet pada permukaan yang disebutkaveoli dan dianggap sebagai
ganti sistem tubulus. Selain itu juga dianggap sebagai ganti sistem tubulus, selain
itu juga terdapat miofibril.
Miofibril pada otot polos homogen dan tersusun menurut panjang otot
polos. Panjang miofibril kurang lebih 1µ. Di dalam miofibril terdapat struktur-
struktur yang lebih halus yang dapat disebut miofilamen. Miofilamen tidak
menunjukkan adanya garis isotrop dan anisotropy seperti pada otot rangka. Di
dalam sel otot polos, berkas- berkas miofilamen tersusun silang menyilang secara
melintang membentuk suatu jalinan seperti kisi-kisi.
Miofilamen otot polos tidak mengandung sistem tubulus (tubulus T)
sebab diameternya sangat kecil. Filamen tebal mengandungmyosin dan filamen
tipis mengandungaktin. Berbeda dengan filamen tebal pada otot rangka ayng
memiliki satu daerah sentral yang kosong dengan kait (kepala meosin) pada kedua
ujungnya. Sepanjang filamen tebal tot polos mempunyai kait-kait dengan daerah
kosong pada kedua ujung filamen.
Pada otot polos dapat dibedakan atas tiga jenis filamen, ayitu (i) filamen
tebal yang kaya myosin dan bersifat labil (ii) filamen tipis yang kaya akin dan
sifatnya stabil dan (iii) filamen intermediat. Pada filamen aktin, juga terdapat
protein pengatur tropomiosin, namun tidak terapat kompleks troponin. Filamen
intermediet mengandungdesmin pada otot polos vaskuler dansinemin pad otot
polos dan non vaskuler dan vaskuler.
Walaupun kontraksi otot polos juga diatur oleh kadar kalsium intra sel,
namun berbeda dengan otot rangka dan otot jantung. Pada otot polos terdapat
protein kalmodulin yang berperan mengikat kalsium. Bila terdapat kalsium, maka
kalmodium dengan prekuesor tidak aktif untuk menghasilkan enzim aktif yang
memfosforilasi myosin. Reaksi fosforilasi diperlukan untuk interaksi aktin
myosin, dan pada keadaan tanpa kalsium, terjadi defosforilasi dan serabut otot
polos mengalami defosforilasi.
Otot polos dipersarapi oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis dari
sistem otonom. Otot polos terdiri atas dua jenis dengan fungsi yang berbeda,
yaitu :
1. Lapisan otot polos pada dinding saluran dan visera berongga yang mengalami
kontraksi parsial secara terus menerus atau berperan dalam kontraksi
gelombang peristaltic. Otot polos ini disebut otot polos visceral.
2. Lapisan otot polos yang membentuk sfingter yang mengadakan kontraksi
berkekuatan tepat dan relatif cepat. Otot polos ini disebut otot polos multi unit.
Kadang-kadang saraf otonom berakhir dalam suatu rangkaian pelebaran
di dalam jaringan penyambung endomesium. Di dalam pelebaran ini terdapat
vesikula yang mengandung asetilkolin (saraf kolinergik) atau norepinefrin (saraf
non adrenergik).
Otot polos biasanya memiliki kegiatan spontan bila tidak ada perangsang
saraf. Oleh sebab itu suplai sarafnya berfungsi untuk mengubah kegiatan tersebut
dan tidak memulainya seperti pada otot rangka. Otot polos bekerja menerima
ujung saraf adrenergik dan kolinergik yang bekerja berlawanan, merangsang atau
menekan kegiatannya. Di dalam beberapa organ, saraf adrenergik menekan
sedangkan pada beberapa organ yang lain terjadi sebaliknya.
Tergantung lokasinya di dalam tubuh, pada sistem kardiovaskular, sistem
perncernaan, sistem urogenitalia, sistem pernafasan, otot polos berfungsi
mangatur diameter lumen dan mobilitas sistem-sistem tersebut.
Pada saluran pencernaan, otot polos juga mengadakan kontraksi secara
peristaltic untuk memudahkan pengangkutan dan pencernaan makanan. Pada
sistem genitalia wanita, otot polos berfungsi untuk mendorong sel telur dan
sperma agar
dapat bertemu dan terjadi pembuahan. Pada pembuluh darah, otot polos berfungsi
membantu memperlancar distribusi aliran darah di dalam tubuh.
C. Otot Jantung
Sel otot jantung tidak bersatu menjadi sel sinsitium seperti otot rangka,
tetapi membentuk sesuatu hubungan kompleks diantara juluran-julurannya yang
melebar. Kesan ini merupakan kesan apabila otot jantung diamati dengan
mikroskop cahaya. Pengamatan dengan mikroskop electron menunjukkan bahwa
serabut-serabut otot jantung berdiri sendiri. Tidak bercabang dan pada ujung
serabut otot dihubungkan dengan serabut otot lainnya melalui pertautan sel.
Celah-celah sempit yang terdapat diantara serabut-serabut otot mengandung
endomisium yang membawa pembuluh darah dan pembuluh limfe ke dekat
serabut otot.
Gambar 9. otot jantung
Serabut otot jantung dewasa menunjukkan suatu pola bergaris melintang,
dimana setiap serabut otot mengandung inti satu atau dua yang terletak pada
bagian tengah. Selain itu pada otot jantung terdapat garis-garis khusus yang
disebut discus interkalaris yang merupakan hubungan atau pertemuan antar
serabut otot yang dibentuk oleh membran sel pada ujungnya yang saling
berhubungan dengan erat dan saling berkaitan melalui kompleks tautan (junction
complex). Hubungan ini terlihat sebagai garis-garis lurus atau menyerupai tangga.
Kompleks tautan terdiri atas tiga jenis yaitu :
1. Zonula adherens, pengkhususan membran yang berfungsi sebagai tempat
perlekatan untuk filamen aktin dari sarkomer terminal.
2. Makula adherens (desmosom), mempersatukan otot jantung untuk mencegah
pemisahan mereka dalam kegiatan kontraksi yang terus menerus.
3. Gap junction, terdapat sepanjang bagian transversal discus interkalaris yang
memungkinkan komunikasi ionic diantara sel-sel yang berdekatan.
Dengan demikian fungsi dari discus interkalaris adalah menyediakan
tempat perlekatan yang kuat antara sel-sel, meneruskan tarikan antara sel-sel, dan
memungkinkan terjadinya komunikasi listrik antar sel-sel yang berdekatan.
Pada otot jantung terdapat keping A, I, H, Z dan discus interkalaris.
Selain itu terdapat suatu sistem yang disebut serabut-serabut purkinye. Serabut
purkinye merupakan serabut-serabut biasa yan sudah termodifikasi. Perbedaannya
adalah jumlah miofibrilnya sedikit dan tersusun perifer. Antara miofibril-miofibril
dan inti diisi oleh sarkoplasma.
Dalam sarkoplasma sel otot jantung terdapat miofibril, mitokondria,
badan golgi, retikulum endoplasma, lipida dan glikogen. Mitokondria banyak dan
besar terdapat diantara miofibril dengan kutub-kutub sel. Jumlah mitokondria
yang banyak menunjukkan kebutuhan energi yang besar dan terus menerus.
Mitokondria umumnya berjalan tegak lurus miofibril pada pita T. retikulum
sarkoplasma kurang berkembang baik, dan tidak memiliki sisterna terminal yang
besar, dan terutama terdiri atas sarkotubulus yang sempit dan mempunyai
hubungan erat dengan bagian miofibril.
Gambar 10. Ultra struktur otot jantung
3. GERAK DAN KERJA OTOT
A. Kerja Otot Manusia
Otot manusia bekerja dengan cara berkontraksi sehingga otot akan
memendek,mengeras dan bagian tengahnya menggelembung (membesar). Karena
memendekmaka tulang yang dilekati oleh otot tersebut akan tertarik atau
terangkat.
Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakkan tulang
kesatu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke posisi semula, otot tersebut
harus mengadakanrelaksasi dan tulang harus ditarik ke posisi semula. Untuk itu
harus ada otot lainyang berkontraksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot
pertama. Jadi, untukmenggerakkan tulang dari satu posisi ke posisi yang lain,
kemudian kembali ke posisisemula diperlukan paling sedikit dua macam otot
dengan kerja yang berbeda.
B. Gerak Pada Otot
Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Gerak Antagonis
Otot antagonis menyebabkan Terjadinya gerak antagonis, yaitu gerak otot
yangberlawanan arah. Jika otot pertama berkontraksi dan ototyang kedua
berelaksasi,sehingga menyebabkan tulang tertarik / terangkatatau sebaliknya. Otot
sinergismenyebabkan terjadinya gerak sinergis, yaitu gerak otot yang bersamaan
arah. Jadi kedua otot berkontraksi bersama dan berelaksasi bersama.
Contoh gerak antagonis yaitu kerja otot bisep dan trisep pada lengan atas
dan lengan bawah. Otot bisep adalah otot yang mempunyai dua tendon (dua
ujung) yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian depan. Otot
trisep adalah otot yang mempunyai tiga tendon (tiga ujung) yang melekat pada
tulang dan terletak di lengan atas bagian belakang. Untuk mengangkat lengan
bawah, otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi. Untuk menurunkan
lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep berelaksasi.
b. Gerak Sinergis
Gerak sinergis terjadi apabila ada 2 otot yang bergerak dengan arah yang
sama. Contoh: gerak tangan menengadah dan menelungkup. Gerak ini terjadi
karena kerja sama antara otot pro nator teres dengan ototpr onator kuadratus.
Contoh lain gerak sinergis adalah gerak tulang rusuk akibat kerja sama otot-otot
antara tulang rusuk ketika kita bernapas.
4. Kelainan Otot
Kelainan otot pada manusia dapat diakibatkan adanya gerak dan kerja
otot. Hal Ini dapat terjadi akibat gangguan faktor luar maupun faktor dalam.
Faktor luar dapat diakibatkan karena kecelakaan dan serangan penyakit, sedang
faktor dalam bisa terjadi karena bawaan atau kesalahan gerak akibat otot yang
tidak pernah dilatih. Beberapa contoh kelainan pada otot, diantaranya:
a. Tetanus kelainan otot yang tegang terus menerus yang disebabkan oleh
racun bakteri.
b. Atrofi otot kelainan yang menyebabkan otot mengecil akibat serangan
virus polio atau karena otot tidak difungsikan lagi untuk bergerak, akibat
lumpuh.
c. Kaku leher (stiff) Kelainan yang terjadi karena gerak hentakan yang
menyebabkan otot Trapesius meradang.
d. Kram kelainan otot yang terjadi karena aktivitas otot yang terus menerus
sehingga otot menjadi kejang.
e. Keseleo (terkilir) kelainan otot yang terjadi jika gerak sinergis salah satu
otot bekerja berlawanan arah
C. Kontraksi Otot
1. Mekanisme Kontraksi Otot
Setelah struktur otot dan komponen-komponen
penyusunnya ditinjau, mekanismeatau interaksi antar
komponenkomponen itu akan dapat menjelaskan proses
kontraksi otot.
a. Filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser
saat proses kontraksi
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot
yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang
awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata -rata
sekitar sepertiga panjang awal.
Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat
dilihatsebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer.
Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang
filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan
melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai
ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H
mengalami reduksi yang sama besarnya. Berdasar
pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley
dan R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model
pergeseran filamen (=filament sliding). Model ini
mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh
suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal
dan tipis dapat bergeser antar sesamanya.
b. Aktin merangsang Aktivitas ATPase Miosin
Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan
mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya
kontraktil. Pada tahun 1940, Szent-Gyorgi kembali
menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan
aktin dan miosin untuk membentuk kom-pleks bernama
Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan
larutan yang cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi
dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin.
Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas
miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat
mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam
proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika kimia.
Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar
0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh
lebih kecil dari daya kerja ATPase miosin yang berada
dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara
paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju
hidrolisis ATP miosin menjadi sekitar 10 per detiknya.
Karena aktin menyebabkan peningkatan atau peng-akti-
vasian miosin inilah, muncullah sebutan aktin. Selanjutnya,
Edwin Taylor mengemukakan sebuah model hidrolisis ATP
yang dimediasi / ditengahi oleh aktomiosin
Pada tahap pertama, ATP terikat pada bagian miosin dari
aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan miosin.
Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan
dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang
terikat dengan miosin tadi terhidrolisis dengan cepat
membentuk kompleks miosin-ADP-Pi. Kompleks tersebut
yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga.
Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk
relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi
tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi
dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah
kompleks Aktin-Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP
selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses
terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut
menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.
c. Model untuk interaksi Aktin dan Miosin berdasar
strukturnya
Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah
memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks
rigor terhadap kepala S1 miosin dan Faktin. Mereka
mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron.
Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan secara
tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap
sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar
sumbu filamen. Relasi kepala S1 miosin itu nampaknya
berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang
melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa
residu asam Aspartik dan asam Glutamik dari aktin.
d. Kepala-kepala Miosin “berjalan” sepanjang filamen-
filamen aktin
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-
filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-
bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa
berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan.
Sebaliknya, cross bridges itu harus berulangkali terputus
dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di
daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z.
Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur
filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi,
Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat
bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa
ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan
konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin)
dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya
mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus
kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak.
Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada
kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai
akibatnya, kepala S1melepaskan ikatannya pada aktin.
Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali
bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang
menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu
merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-
jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga, kepala S1
mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin
yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan
dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat,
Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya
celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin
membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien.
Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-daya terjadi dan
suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor
kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk
Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1
dan siklus berlangsung lengkap.
2. Pengaturan untuk Kontraksi Otot
Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu
kontrol yang disebut impuls saraf motor.
a. Ca2+ mengatur Kontraksi Otot dengan proses yang
ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin
Sejak tahun 1940, ion Kalsium diyakini turut berperan serta
dalam pengaturan kontraksi otot. Kemudian, sebelum
1960, Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+
ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin. Ia menunjukkan
aktomiosin yang diekstrak langsung dari otot (sehingga
mengandung ikatan dengan troponin dan tropomiosin)
berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula.
Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem
aktomiosin tersebut meningkatkan sensitivitas sistem
terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari troponin, TnC,
merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+. Secara
molekuler, proses kontraksi.
b. Impuls saraf melepaskan Ca2+ dari Retikulum
Sarcoplasma
Sebuah impuls saraf yang tiba pada sebuah persambungan
neuromuskular (= sambungan antara neuron dan otot)
akan dihantar langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh
sebuah sistem tubula transversal / T. Tubula tersebut
merupakan pembungkus-pembungkus semacam saraf
pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi
tiap miofibril pada disk Z masing-masing.
Semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal
untuk berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi
sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal elektrik itu dihantar
(dengan proses yang belum begitu dimengerti) menuju
retikulum sarkoplasmik (SR). SR merupakan suatu sistem
dari vesicles (saluran yang mengandung air di dalamnya)
yang pipih, bersifat membran, dan berasaldari retikulum
endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiap-tiap
miofibril hampir seperti rajutan kain. Membran SR yang
secara normal non-permeabel terhadap Ca2+ itu
mengandung sebuah transmembran Ca2+-ATPase yang
memompa Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan
konsentrasi [Ca2+] bagi otot rileks. Kemampuan SR untuk
dapat menyimpan Ca2+ ditingkatkan lagi oleh adanya
protein yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin
(memiliki situs lebih dari 40 untuk berikatan dengan
Ca2+). Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi
permeabel terhadap Ca2+.Akibatnya, Ca2+ berdifusi
melalui saluran-saluran Ca2+ khusus menuju interior
miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu
perubahan konformasional dalam troponin dan
tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot terjadi dengan
mekanisme “perahu dayung” tadi. Saat rangsangan saraf
berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel
terhadap Ca2+ sehingga Ca2+ dalam miofibril akan
terpompa keluar menuju SR. Kemudian otot menjadi rileks
seperti sediakala.
Otot Halus (Smooth Muscles)
Makhluk hidup vertebrata memiliki dua jenis otot selain
otot lurik yaitu otot cardiac (=kardiak; berhubungan
dengan jantung) dan otot halus. Otot cardiac ternyata juga
berlurik-lurik sehingga mengindikasikan suatu persamaan
antara otot cardiac dan otot lurik. Walaupun begitu, otot
skeletal (lurik) dan otot cardiac masih memiliki perbedaan
antar sesamanya terutama pada metabolismenya. Otot
cardiac harus beroperasi secara kontinu sepanjang usia
hidup dan lebih banyak tergantung pada metabolisme
secara aerobik. Otot cardiac juga secara spontan
dirangsang oleh otot jantung itu sendiri dibanding oleh
rangsangan saraf eksternal (=rangsangan volunter). Di
samping itu, otot halus berperan dalam kontraksi yang
lambat, tahan lama, dan tanpa melalui rangsang eksternal
seperti pada dinding usus, uterus, pembuluh darah besar.
Otot halus disini memiliki sifat yang sedikit berbeda
dibanding otot lurik. Otot halus atau sering dikatakan otot
polos ini berbentuk seperti spindel, tersusun oleh sel sel
berinti tunggal, dan tidak membentuk miofibril. Miosin dari
otot halus (protein khusus secara genetik) berbeda secara
fungsional daripada miosin otot lurik dalam beberapa hal:
o Aktivitas maksimum ATPase hanya sekitar 10% dari otot
lurik
o Berinteraksi dengan aktin hanya saat salah satu rantai
ringannya terfosforilasi
o Membentuk filamen-filamen tebal dengan cross-bridges
yang tak begitu teratur serta tersebar di seluruh panjang
filamen tebal
a. Kontraksi Otot Halus dipicu oleh Ca2+
Filamen-filamen tipis otot halus memang mengandung
Aktin dan Tropomiosin namun tak seberapa mengandung
Troponin. Kontraksi otot halus tetap dipicu oleh Ca2+
karena miosin rantai ringan kinase (=myosin light chain
kinase / MLCK) secara enzimatik akan menjadi aktif hanya
jika Ca2+-kalmodulin hadir. MLCK merupakan sebuah
enzim yang memfosforilasi rantai ringan miosin sehingga
menstimulasi terjadinya kontraksi otot halus. Proses
kontraksi otot halus secara kimiawi.Konsentrasi intraselular
[Ca2+] bergantung pada permeabilitas membran plasma
sel otot halus terhadap Ca2+. Permeabilitas otot halus
tersebut dipengaruhi oleh sistem saraf involunter atau
autonomik. Saat [Ca2+] meningkat, kontraksi otot halus
dimulai. Saat [Ca2+] menurun akibat pengaruh Ca2+-
ATPase dari membran plasma, MLCK kemudian
dideaktivasi. Lalu, rantai ringan terdefosforilasi oleh miosin
rantai ringan phosphatase dan otot halus kembali rileks.
b. Aktivitas Otot Halus termodulasi secara Hormonal
Otot halus juga memberi tanggapan pada hormon seperti
epinefrin. Pengaruh hormon tersebut juga dapat dilihat
pada gambar 12. Tahap-tahap kontraksi yang terjadi pada
otot halus ternyata lebih lambat daripada tahap-tahap
yang terjadi untuk otot lurik. Jadi, struktur dan pengaturan
kontrol otot halus tepat dengan fungsi yang diembannya
yaitu pengadaan suatu gaya tegang selama rentang waktu
cukup lama namun mengkonsumsi ATP dengan laju
konsumsi rendah.