36
Pentingnya Resiliensi dan Emosi Diri dalam Pembangunan Karakter A. Pendahuluan Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah Character Building, merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Istilah ini biasanya banyak dijual di kursus-kursus kepribadian, bahkan diobral di seminar-seminar yang bertajuk pengembangan diri, entah itu dalam bentuk implementatif maupun hanya sekedar teori. Sebagaimana yang telah kita pahami bersama, pengertian ‘karakter’ adalah sifat-sifat kejiwaan, seperti tabiat, watak, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya. Sedangkan pengertian dari ‘membangun’ adalah proses pengolahan dan pembentukan suatu unsur atau materi yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru dan berbeda. Dari kedua pengertian tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ‘membangun karakter’ adalah suatu proses pembentukan watak atau budi pekerti. Tentunya dalam pengertian yang positif, tujuan dari pembentukan watak atau budi pekerti di sini adalah menjadi lebih baik dan terpuji dalam kapasitasnya sebagai pribadi yang mempunyai akal budi dan jiwa. Character building dapat kita korelasikan dengan harapan dan usaha kita untuk meningkatkan kualitas diri. Lalu pertanyaannya sekarang : How? Dengan cara apa kita bisa membangun karakter yang terpuji itu? Jawabannya adalah banyak cara untuk itu, baik melalui pendidikan formal dan informal, maupun melalui aktualisasi diri. Salah satu cara yang telah diupayakan berbagai instansi adalah melalui pendidikan informal, yaitu training ESQ. Fenomena 2

bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Pentingnya Resiliensi dan Emosi Diri

dalam Pembangunan Karakter

A. Pendahuluan

Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah Character Building,

merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Istilah ini biasanya banyak dijual

di kursus-kursus kepribadian, bahkan diobral di seminar-seminar yang bertajuk

pengembangan diri, entah itu dalam bentuk implementatif maupun hanya sekedar teori.

Sebagaimana yang telah kita pahami bersama, pengertian ‘karakter’ adalah sifat-

sifat kejiwaan, seperti tabiat, watak, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan yang lainnya. Sedangkan pengertian dari ‘membangun’ adalah proses

pengolahan dan pembentukan suatu unsur atau materi yang sudah ada menjadi sesuatu

yang baru dan berbeda. Dari kedua pengertian tersebut, kita dapat mengambil

kesimpulan bahwa ‘membangun karakter’ adalah suatu proses pembentukan watak atau

budi pekerti. Tentunya dalam pengertian yang positif, tujuan dari pembentukan watak

atau budi pekerti di sini adalah menjadi lebih baik dan terpuji dalam kapasitasnya sebagai

pribadi yang mempunyai akal budi dan jiwa.

Character building dapat kita korelasikan dengan harapan dan usaha kita untuk

meningkatkan kualitas diri. Lalu pertanyaannya sekarang : How? Dengan cara apa kita

bisa membangun karakter yang terpuji itu? Jawabannya adalah banyak cara untuk itu,

baik melalui pendidikan formal dan informal, maupun melalui aktualisasi diri.

Salah satu cara yang telah diupayakan berbagai instansi adalah melalui

pendidikan informal, yaitu training ESQ. Fenomena training ESQ beberapa waktu yang

lalu bisa kita ibaratkan sebagai oase di padang yang tandus. Meski efek positifnya hanya

terasa kurang-lebih seminggu, namun hal tersebut memberikan secercah harapan bahwa

sesungguhnya kita masih mempunyai hasrat untuk introspeksi diri demi menjadi pribadi

yang lebih baik, bertanggung jawab, baik kepada diri sendiri, negara, bangsa, dan

tentunya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Betapa meruginya kita, apabila penyesalan dan

linangan air mata yang tumpah-ruah pada saat itu, menjadi sia-sia hanya karena kita

mengulangi lagi perbuatan buruk yang telah kita sesali.

Adapun pendidikan formal sebagai salah satu instrumen dalam membangun

karakter adalah dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan

formal secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengembangan

karakter individu seseorang. Pola pikir seorang Doktor dan Master yang sudah terbiasa

menganalisa suatu obyek atau pokok permasalahan secara lebih mendalam dan

2

Page 2: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

mendetail, semestinya akan berbeda dengan seorang Sarjana Strata Satu yang dididik

dengan teori-teori dan aplikasinya yang masih bersifat umum.

Upaya membangun karakter melalui aktualisasi diri, bisa kita lakukan dengan ikut

aktif dalam berbagai kegiatan, baik di lingkungan tempat kerja maupun masyarakat.

Aktulisasi diri di lingkungan masyarakat bisa dilakukan dengan aktif di kegiatan dengan

lingkup yang kecil seperti RT, RW, atau aktif di lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan,

seperti LSM, atau di lembaga-lembaga keagamaan, seperti forum pengajian atau

persekutuan gereja.

Akhirnya, selain instrumen-instrumen yang sudah dijabarkan di atas, ada satu hal

yang sangat prinsip dan merupakan kata kunci atau main point, yakni keinginan untuk

berubah menjadi lebih baik sesungguhnya berpulang pada moral choice (keputusan

moral) pada masing-masing individu itu sendiri. Pendidikan formal, training ESQ,

aktualisasi diri, atau kegiatan apapun yang sejenis, hanyalah media atau instrumen

belaka. Semuanya akan menjadi tidak berarti, apabila di dalam diri individu yang

bersangkutan tidak ada keinginan yang kuat (spirit) untuk berubah.

Character building dapat dilakukan dengan mengembangkan tiap-tiap bagiannya.

Bagian itu antara lain adalah self-esteem (harga diri), self-concept (konsep diri), self-

efficacy (efikasi diri), self-awareness, self-confidence, self-reseliance (daya lentur), self-

adversity (daya tahan), self-resistance, self-communication (komunikasi diri), dan self-

emosi (emosi diri).

Keseluruhan bagian tersebut saling melengkapi satu sama lain untuk membentuk

pribadi yang ideal. Pada kesempatan ini, kami akan membahas resiliensi dan emosi diri

dalam pembangunan karakter.

B. Pembahasan

Ketika perubahan dan tekanan hidup berlangsung begitu intens dan cepat,

seseorang perlu mengembangkan kemampuan dirinya sedemikian rupa untuk mampu

melewati itu semua secara efektif. Untuk mampu menjaga kesinambungan hidup yang

optimal, maka kebutuhan akan kemampuan untuk menjadi resilien sungguh menjadi

makin tinggi.

Selanjutnya, bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk survival atau

sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga

berfungsi sebagai energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam

kehidupan manusia.

Menyadari betapa menariknya dua konsep tersebut, mempelajari keduanya akan

menjadi sama menariknya. Seseorang konselor harus memahami konsep tersebut sebagai

3

Page 3: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

salah satu cara membantu mengantarkan konseli-konselinya ke pengembangan diri yang

optimal.

Self-Resiliance (Resiliensi Diri)

Pengertian Resiliensi

Resiliency means being able to bounce back from life developments that may

feel totally overwhelming at first (Al Siebert) Secara umum, resiliensi bermakna

kemampuan seseorang untuk bangkit dari keterpurukan yang terjadi dalam

perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan yang mengganggu. Namun

orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan mudah untuk kembali ke keadaan

normal.

Istilah resiliensi berasal dari kata Latin `resilire' yang artinya melambung

kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika.

Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke

bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan

sebagai istilah psikologi, resi1iensi adalah kemampuan manusia untuk cepat pulih

dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan (the Resiliency Center, 2005).

Sejumlah ahli yang berbicara tentang resiliensi mengemukakan berbagai definisi

resiliensi. Definisi-definisi ini dapat dikelompokan ke dalam tiga sudut pandang

utama, yaitu :

o Resiliensi sebagai Kemampuan Adaptasi

Joseph (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah

kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap

perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.

Rhodes dan Brown (dalam Isaacson, 2002) juga menyatakan bahwa

anak-anak yang resilien adalah mereka yang mampu memanipulasi dan

membentuk lingkungannya, menghadapi tekanan hidup dengan baik, cepat

beradaptasi pada situasi baru, mempcrsepsikan apa yang sedang terjadi

dengan jelas, fleksibel dalam berperilaku, lebih toleran dalam menghadapi

frustasi dan kecemasan, serta meminta bantuan saat mereka

membutuhkannya.

Sementara itu, Werner dan Smith (dalam Isaacson, 2002)

mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas untuk secara efektif menghadapi

stres internal berupa kelemahan-kelemahan mereka maupun stres eksternal

(misalnya penyakit, kehilangan, atau masalah dengan keluarga).

4

Page 4: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Demikian pula Hetherington dan Blechman (dalam Isaacson, 2002)

menyatakan bahwa orang yang resilien menunjukkan kemampuan adaptasi

yang lebih dari cukup ketika rnenghadapi kesulitan.

o Resiliensi sebagai Kemampuan Bangkit Kembali dari Tekanan

Sudut pandang kedua tentang resiliensi sejalan dengan arti akar

katanya yang menyatakan konsep resiliensi sebagai kemampuan melambung

kembali dari tekanan atau masalah. Dugall dan Coles (dalam Isaacson, 2002)

menyatakan bahwa resiliensi adalah kapasitas seseorang untuk melambung

kembali atau pulih dari kekecewaan, hambatan, atau tantangan.

Rutter (dalam Isaacson, 2002) melihat individu yang resilicn sebagai

mereka yang berhasil menghadapi kesulitan, mengatasi stres atau tekanan,

dan bangkit dari kekurangan. Resiliensi didefinisikan oleh Wolin dan Wolin

(1999) sebagai proses tetap berjuang saat berhadapan dengan kesulitan,

masalah, atau penderitaan.

Menurut Gallagher dan Ramey (dalam Isaacson, 2002), resiliensi

adalah kemampuan untuk pulih secara spontan dari hambatan dan

mengkompensasi kekurangan atau kelemahan yang ada pada dirinya.

o Resiliensi Terlihat dalam Suatu Keadaan Dimana Seseorang Memiliki

Resiko Besar untuk Gagal namun Ia Tidak (gagal).

Rhodes dan Brown (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa anak-

anak yang resilien adalah mereka yang beresiko memiliki disfungsi psikologis

di masa yang akan datang akibat peristiwa hidup yang menekan, tetapi

ternyata pada akhirnya mereka tidak memiliki disfungsi tersebut. Contohnya,

tidak semua anak yang putus sekolah gagal mendapat pekerjaan dan

penghidupan yang layak, tidak semua remaja nakal menjadi pelaku kriminal di

masa dewasanya, dan sebagainya.

Zimmerman dan Arunkumar (dalam Morisson dan Cosden, 1997)

menjelaskan resiliensi sebagai faktor dan proses yang mengubah hubungan

antara adanya resiko dengan masalah perilaku atau psikopatologi, menjadi

hasil yang adaptif.

Daya lentur (resilience) merupakan istilah yang relatif baru dalam

khasanah psikologi, terutama psikologi perkembangan. Paradigma resiliensi

didasari oleh pandangan kontemporer yang muncul dari lapangan psikiatri,

psikologi, dan sosiologi tentang bagaimana anak, remaja, dan orang dewasa

5

Page 5: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

sembuh dari kondisi stres, trauma dan resiko dalam kehidupan mereka (Deswita,

2006: 228).

Grotberg (1995: 10) menyatakan bahwa resilieni adalah kemampuan

seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah

dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang

itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang

yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan. Hal senada

diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi adalah

kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi

kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup

sehari-hari.

Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen,

1996) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum

yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat

dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.

Secara spesifik, ego-resilience adalah: “… a personality resource that allows

individual to modify their characteristic level and habitual mode of expression of

ego-control as the most adaptively encounter, function in and shape their immediate

and long term environmental context. (Block, dalam Klohnen, 1996).

Dari definisi yang dikemukakan di atas, nampak bahwa ego resiliensi

merupakan satu sumber kepribadian yang berfungsi membentuk konteks

lingkungan jangka pendek maupun jangka panjang, di mana sumber daya tersebut

memungkinkan individu untuk memodifikasi tingkat karakter dan cara

mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka lakukan.

Dalam perjalanannya, terminologi resiliensi mengalami perluasan dalam

hal pemaknaan. Diawali dengan penelitian Rutter & Garmezy (dalam Klohnen,

1996), tentang anak-anak yang mampu bertahan dalam situasi penuh tekanan.

Dua peneliti di atas menggunakan istilah resiliensi sebagai descriptive labels yang

mereka gunakan untuk menggambarkan anak-anak yang mampu berfungsi secara

baik walaupun mereka hidup dalam lingkungan buruk dan penuh tekanan.

Wolff (dalam Banaag, 2002), memandang resiliensi sebagai trait.

Menurutnya, trait ini merupakan kapasitas tersembunyi yang muncul untuk

melawan kehancuran individu dan melindungi individu dari segala rintangan

kehidupan. Individu yang mempunyai intelegensi yang baik, mudah beradaptasi,

social temperament, dan berkepribadian yang menarik pada akhirnya

memberikan kontribusi secara konsisten pada penghargaan diri sendiri,

6

Page 6: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

kompetensi, dan perasaan bahwa ia beruntung. Individu tersebut adalah individu

yang resilien.

Lazarus (dalam Tugade & Fredrikson, 2004), menganalogikan resiliensi

dengan kelenturan pada logam. Misalnya, besi cetak yang banyak mengandung

karbon sangat keras tetapi getas atau mudah patah (tidak resilien) sedangkan besi

tempa mengandung sedikit karbon sehingga lunak dan mudah dibentuk sesuai

dengan kebutuhan (resilien). Perumpaan tersebut bisa diterapkan untuk

membedakan individu yang memiliki daya tahan dan yang tidak saat dihadapkan

pada tekanan psikologis yang dikaitkan dengan pengalaman negatif.

Banaag (2002), menyatakan bahwa resiliensi adalah suatu proses

interaksi antara faktor individual dengan faktor lingkungan. Faktor individual ini

berfungsi menahan perusakan diri sendiri dan melakukan kontruksi diri secara

positif, sedangkan faktor lingkungan berfungsi untuk melindungi individu dan

“melunakkan” kesulitan hidup individu.

Liquanti (1992), menyebutkan secara khusus bahwa resiliensi pada

remaja merupakan kemampuan yang dimiliki remaja di mana mereka tidak

mengalah saat menghadapi tekanan dan perbedaan dalam lingkungan. Mereka

mampu terhindar dari penggunaan obat terlarang, kenakalan remaja, kegagalan di

sekolah, dan dari gangguan mental.

Faktor-faktor Resiliansi

Banyak penelitian yang berusaha untuk mengidentifikasikan faktor yang

berpengaruh terhadap resiliensi seseorang. Faktor tersebut meliputi dukungan

eksternal dan sumber-sumbernya yang ada pada diri seseorang (misalnya

keluarga, lembaga-lembaga pemerhati dalam hal ini yang melindungi perempuan),

kekuatan personal yang berkembang dalam diri seseorang (seperti self-esteem, a

capacity for self monitoring, spritualitas dan altruism), dan kemampuan sosial

(seperti mengatasi konflik, kemampuan-kemampuan berkomunikasi).

Grotberg (1995), mengemukakan faktor-faktor resiliensi yang

diidentifikasikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk kekuatan

individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, untuk dukungan eksternal

dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I Have’, sedangkan untuk kemampuan

interpersonal digunakan istilah’I Can’.

o I Am

Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti

perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang.

Faktor I Am terdiri dari beberapa bagian antara lain; bangga pada diri sendiri,

7

Page 7: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

perasaan dicintai dan sikap yang menarik, individu dipenuhi harapan, iman,

dan kepercayaan, mencintai, empati dan altruistic, yang terakhir adalah

mandiri dan bertanggung jawab. Berikut ini adalah bagian-bagian dari faktor I

Am.

Bangga pada diri sendiri; individu tahu bahwa mereka adalah seorang

yang penting dan merasa bangga akan siapakah mereka itu dan apapun yang

mereka lakukan atau akan dicapai. Individu itu tidak akan membiarkan orang

lain meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai

masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka

untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.

Perasaan dicintai dan sikap yang menarik; Individu pasti mempunyai

orang yang menyukai dan mencintainya. Individu akan bersikap baik terhadap

orang-orang yang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur

sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda ketika

berbicara dengan orang lain. Bagian yang lain adalah dipenuhi harapan, iman,

dan kepercayaan. Individu percaya ada harapan bagi mereka, serta orang lain

dan institusi yang dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang benar

maupun salah, dan ingin ikut serta di dalamnya. Individu mempunyai

kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan, serta dapat

mengekspresikannya sebagai kepercayaan terhadap Tuhan dan manusia yang

mempunyai spiritual yang lebih tinggi.

Mencintai, empati, altruistic; yaitu ketika seseorang mencintai orang

lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu

peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan

melalui berbagai perilaku atau kata-kata. Individu merasakan

ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu

untuk menghentikan atau berbagi penderitaan atau memberikan

kenyamanan.

Mandiri dan bertanggung jawab. Individu dapat melakukan berbagai

macam hal menurut keinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi

dan perilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung

jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap

berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.

o I Have

Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang

meningkatkan resiliensi. Sumber-sumbernya adalah memberi semangat agar

8

Page 8: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

mandiri, dimana individu baik yang independen maupun masih tergantung

dengan keluarga, secara konsisten bisa mendapatkan pelayanan seperti

rumah sakit, dokter, atau pelayanan lain yang sejenis.

Struktur dan aturan rumah, setiap keluarga mempunyai aturan-aturan

yang harus diikuti, jika ada anggota keluarga yang tidak mematuhi aturan

tersebut maka akan diberikan penjelasan atau hukuman. Sebaliknya jika

anggota keluarga mematuhi aturan tersebut maka akan diberikan pujian.

Role Models juga merupakan sumber dari faktor I Have yaitu orang-

orang yang dapat menunjukkan apa yang individu harus lakukan seperti

informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu

mengikutinya.

Sumber yang terakhir adalah mempunyai hubungan. Orang-orang

terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang

mencintai dan menerima individu tersebut. Tetapi individu juga

membutuhkan cinta dan dukungan dari orang lain yang kadangkala dapat

memenuhi kebutuhan kasih sayang yang kurang dari orang terdekat mereka.

o I Can

Faktor I Can adalah kompetensi sosial dan interpersonal seseorang.

Bagian-bagian dari faktor ini adalah mengatur berbagai perasaan dan

rangsangan dimana individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali

berbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah

laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang

lain maupun diri sendiri. Individu juga dapat mengatur rangsangan untuk

memukul, ‘kabur’, merusak barang, atau melakukan berbagai tindakan yang

tidak menyenangkan.

Mencari hubungan yang dapat dipercaya dimana individu dapat

menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk

meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, gunamencari cara

terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal dan

interpersonal.

Sumber yang lain adalah keterampilan berkomunikasi dimana

individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan

kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain katakan serta

merasakan perasaan orang lain.

Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain dimana individu

memahami temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang,

9

Page 9: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap

temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa

lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk

mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu

sukses dalam berbagai situasi.

Bagian yang terakhir adalah kemampuan memecahkan masalah.

Individu dapat menilai suatu masalah secara alami serta mengetahui apa yang

mereka butuhkan agar dapat memecahkan masalah dan bantuan apa yang

mereka butuhkan dari orang lain. Individu dapat membicarakan berbagai

masalah dengan orang lain dan menemukan penyelesaian masalah yang paling

tepat dan menyenangkan. Individu terus-menerus bertahan dengan suatu

masalah sampai masalah tersebut terpecahkan.

Setiap faktor dari I Am, I Have, I Can memberikan konstribusi pada

berbagai macam tindakan yang dapat meningkatkan potensi resiliensi. Individu

yang resilien tidak membutuhkan semua sumber-sumber dari setiap faktor, tetapi

apabila individu hanya memiliki satu faktor individu tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai individu yang beresiliensi, misalnya individu yang mampu

berkomunikasi dengan baik (I Can) tetapi ia tidak mempunyai hubungan yang

dekat dengan orang lain (I Have) dan tidak dapat mencintai orang lain (I Am), ia

tidak termasuk orang yang beresiliensi.

Kapasitas Resiliensi

Ternyata resiliensi seseorang mengandung tujuh kapasitas yang berbeda.

Ketujuh kapasitas itu bukan bersifat genetik, seperti halnya tinggi badan,

melainkan bisa ditingkatkan tanpa batas. Daya resiliensi kita berada dalam

kendali kita sendiri, seperti halnya kita bisa menjadi pelari cepat dengan cara

berlatih walaupun kita tidak akan menjadi pelari olimpiade. Berbagai hal yang

perlu kita latih, antara lain :

o Regulasi emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dalam keadaan

tertekan. Seorang yang memiliki daya lenting tinggi biasanya orang yang

terampil dalam mengendalikan emosi, atensi, dan perilaku. Regulasi emosi

sangat penting peranannya dalam menjalin relasi yang intim, sukses dalam

kerja, dan mempertahankan kesehatan.

o Kendali impuls

10

Page 10: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Dapat dipahami bahwa orang yang mampu mengendalikan emosi pasti

mampu mengendalikan impuls. Untuk bisa mengendalikan impuls, kita lebih

dulu harus mengenali siapa diri kita. Bila kita mampu mengendalikan impuls,

kita akan terhindar dari keterpakuan pada pola pikir tertentu sehingga dapat

menggiring kita untuk memiliki kemampuan mendeteksi efek negatif dari

keyakinan impulsif yang merugikan diri serta menggantikannya dengan yang

positif.

o Optimisme

Orang yang optimistis biasanya memiliki daya lenting yang kuat

karena mereka yakin dapat mengendalikan jalan hidup di masa depan.

o Kemampuan melakukan analisis-kausal

Dengan kemampuan ini, kita dapat menjelaskan hal buruk dan baik

yang menimpa diri sehingga kita tidak terjebak pada pikiran buruk dan dapat

meningkatkan daya lenting.

o Empati

Kemampuan memahami orang lain melalui empati akan membuat kita

mampu mendeteksi berbagai kemungkinan perilaku orang terhadap diri kita.

o Kecukupan diri yang optimal

Dengan keyakinan bahwa kita cukup efektif dalam menjalani hidup,

hal itu merupakan representasi keyakinan bahwa kita akan bisa mengatasi

kesulitan yang akan kita hadapi.

o Menggapai cita

Pada umumnya, orang merasakan ketidakmampuan secara berlebih

sehingga tidak pernah berpikir untuk melakukan sesuatu atau memiliki ambisi

yang sebenarnya bisa diraih. Dengan pemanfaatan optimisme dan mencoba

menghapus keyakinan negatif yang berpengaruh dalam diri, kita bisa meraih

sesuatu yang fantastik, yang bisa saja tidak kita perkirakan sebelumnya.

(Reivich, Karen, PhD dan Hazte, Andrew, PhD, 2002).

Karakteristik Individu yang Resilien

Menurut Wolin dan Wolin (1999), ada tujuh karakteristik utama yang

dimiliki oleh individu yang resilien. karakteristik-karakteristik inilah yang

membuat individu mampu beradaptasi dcngan baik saat mcnghadapi masalah,

mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya

secara maksimal. Masing-masing karakteristik ini memiliki bentuk yang berbeda-

beda dalam tiap tahap perkembangan (anak, rcmaja, dcwasa).

11

Page 11: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Pada masa anak-anak, karakteristik-karakteristik ini bclum nampak jclas

bcntuknya dan tcrbangun atas dasar intuisi. Pada masa rcmaja, karakteristik-

karakteristik ini nampak dalam perilaku yang dilakukan secara sadar dan

bertujuan. Sedangkan pada masa dewasa, karakteristik-karakteristik ini semakin

luas dan mendalam, menjadi bagian dari diri (self).

o Insight

kemampuan untuk memahami dan memberi arti pada situasi, orang-

orang yang ada di sekitar, dan nuansa verbal maupun nonverbal dalam

komunikasi, individu yang memiliki insight mampu menanyakan pertanyaan

yang menantang dan menjawabnya dengan jujur. Hal ini membantu mereka

untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat menyesuaikan

diri dalam berbagai situasi.

o Kemandirian

kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik

dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan

kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri sendiri

dengan peduli pada orang lain. Orang yang mandiri tidak bersikap ambigu dan

dapat mengatakan “tidak” dengan tegas saat diperlukan. Ia juga memiliki

orientasi yang positif dan optimistik pada masa depan.

o Hubungan

Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur,

saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, ataupun memiliki role

model yang sehat. Karakteristik ini berkembang pada masa kanak-kanak

dalam perilaku kontak (contacting), yaitu mengembangkan ikatan-ikatan kecil

dengan orang lain yang mau terlibat secara emosional.

Remaja mengembangkan hubungan dengan melibatkan diri

(recruiting) dengan beberapa orang dewasa dan teman sebaya yang suportif

dan penolong. Pada masa dewasa, hubungan menjadi matang dalam bentuk

kelekatan (attaching), yaitu ikatan personal yang menguntungkan secara

timbal balik dimana ada karakteristik saling memberi dan menerima.

o Inisiatif

keinginan kuat untuk bertanggung jawab akan hidup. Individu yang

resilien bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam

pemecahan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang

dapat diubah, serta meningkatkan kemampuan mereka menghadapi hal-hal

yang tak dapat diubah. Mereka melihat hidup sebagai rangkaian tantangan

12

Page 12: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

dimana mereka yang mampu mengatasinya. Anak-anak yang resilien memiliki

tujuan yang mengarahkan hidup mereka secara konsisten dan mereka

menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk berhasil di sekolah.

o Kreativitas

Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan,

konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang

resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu

mempertimbangkan konsekuensi dari tiap perilakunya dan membuat

keputusan yang benar.

Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk

mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu

menghibur dirinya sendiri saat menghadapi kesulitan. Anak yang resilien

mampu secara kreatif menggunakan apa yang tersedia untuk pemecahan

masalah dalam situasi sumber daya yang terbatas. Selain itu, bentuk-bentuk

kreativitas juga terlihat dalam minat, kegemaran, kegiatan kreatif dari

imajinatif.

o Humor

Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan,

menertawakan diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi

apapun. Seseorang yang resilien menggunakan rasa humornya untuk

memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. Rasa

humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.

o Moralitas

Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan

untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat

mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa takut

akan pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri

sendiri dalam membantu orang yang membutuhkan. Moralitas adalah

kemampuan berperilaku atas dasar hati nurani.

Potensi untuk menjadi individu yang resilien ada dalam diri setiap orang.

Namun, diperlukan dukungan dari keluarga, sekolah, dan komunitas, agar

individu dapat mewujudkan potensi resiliensinya (Benard, 2004).

Pentingnya Resiliensi

Resiliensi adalah faktor penting dalam kehidupan kita sekarang ini. Ketika

perubahan dan tekanan hidup berlangsung begitu intens dan cepat, maka

13

Page 13: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

seseorang perlu mengembangkan kemampuan dirinya sedemikian rupa untuk

mampu melewati itu semua secara efektif. Untuk mampu menjaga kesinambungan

hidup yang optimal, maka kebutuhan akan kemampuan untuk menjadi resilien

sungguh menjadi makin tinggi.

o Orang-orang dengan resiliensi yang tinggi, akan mampu keluar dari masalah

dengan cepat dan tak terbenam dengan perasaan sebagai korban lingkungan

atau keadaan.Masih dari buku Al Siebert, ditegaskan bahwa di tengah dunia

yang berubah cepat ini,

o Perusahaan dengan karyawan yang resilient akan memilki keuntungan di

banding kompetitor mereka

o Saat banyak tekanan untuk melakukan efisiensi dan restrukturisasi, dengan

downsizing misalnya, maka pekerja resilien dengan ketrampilan yang

beragamlah yang akan dipertahankan. Multi-skilled employee- lah yang akan

dipertahankan di perusahaan

o Saat melamar pekerjaan, orang-orang dengan resiliensi yang tinggilah yang

lebih punya kesempatan

o Di tengah tekanan ekonomi yang ada, keluarga dengan individu yang resilien

didalamnyalah yang akan cepat keluar dari krisis

o Pribadi dengan resiliensi tinggilah yang cepat mengambil keputusan saat

berada dalam situasi sulit

o Mereka juga adalah pribadi yang tak mudah sakit saat banyak diterpa masalah

Jelas, bahwa resiliensi adalah ketrampilan yang penting untuk

dikembangkan di segala sektor kehidupan. Adapun beberapa ciri utama pribadi

dengan resiliensi tinggi itu berkisar pada kemampuan mereka mempertahankan

perasaan positif dan juga kesehatan serta energi mereka. Mereka juga memiliki

kemampuan memecahkan masalah yang baik. Yang tak kalah penting adalah

berkembangnya harga diri, konsep diri dan kepercayaan diri mereka secara

optimal. 

Meningkatkan Resiliensi

Di dalam kehidupan pastinya kita menemukan bencana, kesulitan,

kemalangan yang membuat kita merasakan kesedihan, dan putus asa. Jika kita

tetap dengan keadaan sedih dan putus asa, hidup yang kita jalani tidak akan indah.

Biasanya orang yang pernah terkena bencana, mengalami kecelakaan, dan

menghadapi masalah yang cukup sulit pasti akan mengalami kesedihan bahkan

trauma, tetapi orang yang bisa kembali seperti semula setelah mengalami

14

Page 14: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

berbagai masalah disebut dengan resiliensi yaitu kemampuan seseorang untuk

bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar dan mencari element positif dari

lingkungannya, untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala

keadaan dan mengembangan seluruh kemampuannya, walau berada dalam

kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal atau internal.

Orang yang resilien menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih dari

cukup ketika rnenghadapi kesulitan. Resiliensi merupakan kemampuan individu

untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan

kekecewaan yang muncul dalam kehidupan. Resiliensi sebagai kapasitas untuk

secara efektif menghadapi stres internal berupa kelemahan-kelemahan mereka

maupun stres eksternal (misalnya penyakit, kehilangan, atau masalah dengan

keluarga).

Setiap orang hendaknya mempertimbangkan perkembangan daya

lentingnya demi kenyamanan hidup. Namun, pada kenyataan, kebanyakan orang

justru secara emosional dan psikologi tidak siap mengatasi kemalangan. Mereka

malahan cenderung bersikap menyerah dan merasa tidak berdaya. Berikut adalah

langkah yang harus kita telusuri dalam meningkatkan resiliensi diri.

o Kenali diri sendiri, bagaimanakah kebiasaan kita dalam bersikap?

o Hindari terjebak dalam situasi tertentu, seperti menyalahkan diri sendiri.

o Keyakinan kuat apakah yang selama ini menghambat kemampuan kita untuk

bangkit? Tanpa disadari, sering kita dipengaruhi keyakinan kuat tentang hal

tertentu, misalnya keyakinan bahwa orang lain dan dunia bersikap dan

menginginkan sesuatu dari kita.

o Tantangan keyakinan, artinya komponen kunci dari daya lenting adalah

kemampuan mengatasi masalah. Sejauh mana kemampuan kita dalam

mengatasi masalah sehari-hari?

o Menjaga perspektif dalam hidup, seperti apakah kita sering tenggelam dalam

kondisi tertekan dan menghabiskan waktu untuk terus mencemaskan hal yang

belum tentu terjadi?

o Tenang dan tetap menjaga pusat perhatian, jangan sampai kita dikuasai stres

dan situasi emosional?

o Daya lenting dalam hal tenggang waktu, apakah kita selalu dikuasai pikiran

negatif yang muncul dalam benak kita sehingga sulit bagi kita menghadapi

kenyataan hidup?

Self-Emotion (Emosi Diri)

15

Page 15: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Pengertian Emosi

Salah satu aspek kepribadian yang selalu mewarnai suasana hati kita yaitu

emosi. Suasana hati yang ditandai dengan perasaan positif (senang) dan perasaan

negatif (tidak senang) dengan variasi perasaan yang beraneka macam ini,

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku manusia.

Dalam setiap tingkah laku kita, selalu diwarnai dan diikuti oleh suasana hati

tersebut.

Menurut Patton (1997), emosi merupakan suatu kekuatan yang bisa

berpengaruh positif maupun negatif. Kekuatan emosi mempunyai nilai positif

seperti dalam memberi semangat, motivasi, optimisme, bangga puas dan

sebagainya. Dengan kekuatan perasaan tersebut maka dapat berhasil dalam

menyelesaikan tugas. Sebaliknya emosi juga bias berpengaruh negatif, misalnya

karena tidak dapat mengendalikan rasa marah dan jengkel, maka dapat mengacau

suasana kerja, rasa putus asa mendorong orang untuk tidak menyelesaikan tugas.

Jiwa manusia merupakan satu kesatuan yang saling bersinergi satu sama

lain yang menciptakan suatu keadaan kepribadian yang seimbang. Jika kita

berbicara tentang kepribadian yang seimbang, pada diri setiap individu memiliki

hal yang mempengaruhi terhadap kepribadian yaitu kestabilan emosi.

Emosi pada diri individu berperan penting dalam penciptaan kepribadian

dan perjalanan kehidupan seorang manusia, sehingga jika dikaji dari sisi

psikologis manusia, maka akan muncul suatu keadaan dimana peran emosi ini

sangat berpengaruh dalam segala hal kehidupan manusia, karena manusia

merupakan makhluk yang mempunyai perasaan, hati nurani dan kepekaan

terhadap peristiwa yang dialami secara emosional yang membedakan dengan

makhluk lainnya.

Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari

émouvoir, yang berarti 'kegembiraan' dan dari bahasa Latin emovere, dari e-

(varian eks-) berarti 'luar' dan movere yang berarti 'bergerak'. Emosi adalah

istilah yang digunakan untuk keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan

dengan beragam perasaan, pikiran, dan perilaku. Emosi adalah pengalaman yang

bersifat subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang individu.

Emosi berhubungan dengan konsep psikologi lain seperti suasana hati,

temperamen, kepribadian, dan disposisi. menurut kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) pengertian emosi adalah ; “luapan perasaan yang berkembang dan surut

pada waktu singkat”.

16

Page 16: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Secara psikologi, emosi diartikan sebagai warna afektif seseorang yang

disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik

yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Dalam buku Psikologi Belajar

karya DR.Nyany Khodijah (2006), definisi emosi dirumuskan secara bervariasi

dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda, antara lain :

o William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai

keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan

yang jelas pada tubuh.

o Goleman, 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai

suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk

bertindak.

o Kleinginna & Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi

yang berbeda tentang emosi., Namun disepakati bahwa keadaan emosional

adalah suatu reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang

mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah

sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-

perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku.

Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan. Perasaan (feelings) adalah

pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh

bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Menurut Crow & Crow (1958), an emotion, is an affective experience that

accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup

states in the individual, and that shows it self in his evert behaviour. Jadi emosi

adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.

Teori Emosi

Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori

emosi, yaitu :

o Teori Sentral

Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi

yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu

baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya.

Contohnya : orang menangis karena merasa sedih

o Teori Periferal

17

Page 17: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat

bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya,

gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang

dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu

merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang

tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.

o Teori Kepribadian

Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana

pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua

substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-

perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.

Fungsi Emosi

Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk survival atau sekedar

untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga

berfungsi sebagai energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan

dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan messenger atau

pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006)

Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi

memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri

terhadap adanya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang,

cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam

kebersamaan dengan manusia lain.

Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita

semangat dalam bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya :

perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif

yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada

semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan sedih dan benci.

Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita

bagaimana keadaan orang-orang yang berada disekitar kita, terutama orang-

orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan

sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan jika tidak ada emosi, kita

tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang

terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia

sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap

empati terhadapnya.

18

Page 18: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Dari pemaparan tentang fungsi emosi itu sendiri, maka kita dapat tarik

suatu kejelasan bahwa emosi dalam kehidupan sangat berperan untuk menunjang

segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Penggunaan emosi yang tepat dalam

situasi yang tepat dapat memepengaruhi terhadap hasil dari aktivitas yang

dilakukan oleh manusia. Maka dari itu, patutlah kita menyadari tentang fungsi

emosi pada diri kita serta menempatkan emosi tersebut pada situasi yang tepat.

Dengan kita tepat dalam menggunakan emosi kita maka kitapun akan tepat dalam

menghadapi suatu hal.

Emosi tidaklah selalu harus diartikan sebagai hal yang buruk untuk

dilibatkan dalam sesuatu karena Emosi pada prinsipnya menggambarkan

perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena emosi

merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi nyata maka sebenarnya

tidak ada emosi baik atau emosi buruk.

Berbagai buku psikologi yang membahas masalah emosi seperti yang

dibahas Atkinson (1983) membedakan emosi hanya 2 jenis yakni emosi

menyenangkan dan emosi tidak menyenangkan. Dengan demikian emosi di kantor

dapat dikatakan baik atau buruk hanya tergantung pada akibat yang ditimbulkan

baik terhadap individu maupun orang lain yang berhubungan (Martin, 2003).

Maka dari itu sangat penting untuk disadari bahwa melibatkan emosi yang

tepat dalam segala hal aktifitas dapat mempengaruhi terhadap perilaku individu

kearah perilaku yang tepat pula khususnya dalam mengambil suatu keputusan.

Kematangan Emosi

Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:

o Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang

emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat

diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental

yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

o Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak

kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai

dengan harapan masyarakat

o Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha

menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan

bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

19

Page 19: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan

sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan

perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti

anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala

sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta

bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.

Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi

emosional dalam artian individu tidak lagi terombang-ambing oleh motif kekanak-

kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emotional maturity adalah suatu keadaan

atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena

itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak

pantas.

Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan

karakteristik orang yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu

mengekspresikan rasa cinta dan takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan

pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat perasaan-

perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan

energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif.

Senada dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002)

mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk

mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani,

diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan

individu lain.

Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan

kontrol emosi yang berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya,

dapat meredam emosinya, meredam balas dendam dalam kegelisahannya, tidak

dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan emosi

juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara

sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga

secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia

(Hwarmstrong, 2005).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah

suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan

fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan

untuk meletus.

Kecerdasan Emosi

20

Page 20: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

o Pengertian Kecerdasan Emosi

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun

1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional

yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer

mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan

memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,

memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing

pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan

oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang

mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan

pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman,

2000 :180).

Salovey (Goleman, 200:57), menurutnya kecerdasan emosional adalah

kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan

untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah

kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to

manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.

Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional

adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan

daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang

manusiawi.

Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan

emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar

menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada

diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi rasa

yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan

21

Page 21: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan

orang lain.

Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan

untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk

untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina

hubungan dengan orang lain.

Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi

adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara

tepat untuk menangani masalah.

Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan

emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan

diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,

menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan

sehari-hari.

o Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Aspek - aspek kecerdasan emosi menurut Rakhmat, 1985 adalah

sebagai berikut :

a. Pengelolaan diri

Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan

perasaan perasaan yang dilaminya.

b. Kemampuan untuk memotivasi diri

Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang,

mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan

kegagalan yang terjadi.

c. Empati

Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan

diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu anda

membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut.

d. Ketrampilan sosial

Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak

kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.

o Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Walgito (1993) membagi faktor yang mempengruhi emosi menjadi dua faktor

yaitu:

a. Faktor Internal

22

Page 22: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi

jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu. Segi psikologis

mencakup pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

b. Faktor Eksternal.

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana

kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi:

1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan

kecerdasan emosi tanpa distorsi dan

2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses

kecerdasan emosi.

Goleman mengutip Salovey (2002:58-59) menempatkan kecerdasan

pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang

dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan

utama, yaitu :

a. Mengenali Emosi Diri

kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.

b. Mengelola Emosi

Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri,

melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat

yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan

yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,

yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang

positif,yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap

sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang

dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang

orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk

mendengarkan orang lain.

e. Membina Hubungan

Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi

dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya

23

Page 23: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya

berkomunikasi (Goleman, 2002 :59).

Resiliensi dan Emosi Diri dalam Pembangunan Karakter

Secara umum, resiliensi bermakna kemampuan seseorang untuk bangkit dari

keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan

yang mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan mudah

untuk kembali ke keadaan normal.

Resiliensi sendiri tidak bisa dipisahkan dari emosi diri. Orang dengan

resiliensi tinggi mampu mengelola emosi mereka secara sehat. Tentu mereka punya

hak dan berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati dan

tertekan. Bedanya, mereka tak membiarkan perasaan macam itu menetap dalam

waktu lama.

Orang yang resilien lebih mudah dalam mengatur regulasi emosi. Mereka

cepat memutus perasaan yang tak sehat, yang kemudian justru membantunya

bertumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Mereka menjadi contoh atas apa yang

pernah disampaikan oleh Wilhelm Nietzsche’s, That which does not kill me makes me

stronger, apa yang tidak membunuh saya, justru akan makin menguatkan saya.

Proses membentuk karakter dipengaruhi oleh tingkat resiliensi dan emosi

dalam tiap individu. Individu yang tidak resilien, dia akan mudah terpuruk dan putus

asa apabila ditimpa permasalahan. Keadaan tersebut juga berimbas pada apakah dia

cukup percaya diri dalam mengungkap solusi masalah dan apakah dia bisa

bertanggungjawab pada tugasnya atau tidak. Tentu hal tersebut akan menghambat

proses pembangunan karakter yang lebih baik kualitasnya.

Begitu juga dengan emosi. Seseorang yang tidak cerdas dalam mengendalikan

emosinya, cenderung membiarkan bentuk-bentuk negatif lah yang tampak. Emosi

yang negatif seperti marah, sedih, dan kesal akan berimbas pada banyak hal. Misalnya

saja apakah dia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda, apakah

dia mampu bertahan dalam situasi sulit, dan bagaimana cara dia menghargai dirinya

sendiri, termasuk apakah dia mampu menjadi pribadi yang resilien. Oleh karena itu,

emosi sangat penting dalam karakterisasi individu.

C. Penutup

Kesimpulan

Character building adalah harapan & usaha kita untuk meningkatkan kualitas diri.

Resiliensi adalah kemampuan melambung kembali dari tekanan atau masalah.

24

Page 24: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

Faktor-faktor resiliensi yaitu, kekuatan individu dalam diri pribadi ‘I Am’,

dukungan eksternal dan sumber-sumbernya ‘I Have’, dan kemampuan

interpersonal digunakan ’I Can’.

Kapasitas resiliensi yaitu, regulasi emosi, kendali impuls, optimisme, kemampuan

melakukan analisis-kausal, empati, kecukupan diri yang optimal, &menggapai cita.

Karakteristik individu yang resilien meliputi, insight, kemandirian, hubungan,

inisiatif, kreativitas, humor, dan moralitas.

Emosi adalah keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beragam

perasaan, pikiran, dan perilaku.

Teori Emosi ada 3, yaitu teori sentral, teori peripheral, dan teori kepribadian.

Bagi manusia, emosi berfungsi sebagai survival, energizer, dan messenger.

Kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang

ada dalam diri secara yakin dan berani.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan

mengekspresikan apa yang kita rasakan dengan tepat.

Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah pengelolaan diri, kemampuan untuk

memotivasi diri, empati, dan ketrampilan sosial

Orang dengan emosi yang cerdas memiliki kemampuan mengenali emosi diri,

mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan

membina hubungan.

Orang dengan resiliensi tinggi mampu mengelola emosi mereka secara sehat.

Saran

Hendaknya kita meningkatkan kualitas resiliensi dan emosi diri dalam mencapai

tujuan pembentukan/pembangunan karakter yang lebih baik.

D. Daftar Pustaka

Deswita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Grothberg, E. (1995). A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening the

Human Spirit. The Series Early Childhood Development : Practice and Reflections.

Number8. The Hague : Benard van Leer Voundation.

Grothberg, E. (1999). Tapping Your Inner Strength, Oakland, CA : New Harbinger

Publication, Inc.

http://www.belajarpsikolgionline.com/

http://id.wikipedia.org/wiki/Resiliensi

25

Page 25: bk2009.files.wordpress.com …  · Web viewPentingnya Resiliensi dan Emosi Diri. dalam. Pembangunan Karakter. Pendahuluan. Membangun karakter atau yang lebih populer dengan istilah

http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t173588.html

http://library.gunadarma.ac.id/index.php?

appid=penulisan&sub=detail&npm=10503144&jenis=s1fpsi

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2137

http://mariaherlina.multiply.com/journal/item/13/

Bukan_korban_tetapi_orang_yang_berhasil_selamat_Survivor

http://www.kompas.com/

http://www.ncrel.org/sdrs/cityschool/citu11bhtm

26