Blok 27 - skenario 5

  • Upload
    snopher

  • View
    226

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sindrom metabolik

Citation preview

Obesitas 2 pada Usia Dewasa Serta

Obesitas 2 pada Usia Dewasa Serta

Penatalaksanaannya secara Farmakoterapi dan

Non FarmakoterapiPendahuluan

Di Indonesia kejadian gizi lebih semakin meningkat terutama di daerah perkotaan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) prevalensi nasional kegemukan di Indonesia pada kelompok usia di atas 15 tahun sudah mencapai 19.1%. Dewasa ini masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahaya kegemukan, bahkan ada yang memandangnya sebagai lambang kemakmuran (Mumpuni dan Wulandari, 2010). Laju kejadian kegemukan meningkat bersamaan dengan munculnya faktor risiko kardiovaskular (sindrom metabolik) (James, 2008). Selain itu kegemukan dapat menurunkan ekspektansi hidup karena meningkatkan laju mortalitas (Mann & Stewart, 2007).

Kegemukan dapat terjadi karena konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Energi dalam makanan berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Kebutuhan seseorang akan energi tergantung pada basal metabolic rate (BMR) dan aktivias fisik. Basal metabolic rate dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, suhu, lingkungan, penyakit dan komposisi tubuh. Setiap kelebihan energi yang tidak diperlukan untuk metabolisme akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (E. Bech, 2011).

Isi

Anamnesis

Pendekatan klinis malnutrisi meliputi anamnesis terutama tentang asupan nutrisi selama ini. Ditanyakan juga faktor risiko malnutrisi seperti penurunan atau peningkatan berat badan, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat-obatan, diet khusus, kesehatan mulut, depresi, keadaan status fungsional dan sosial, riwayat merokok dan minum alkohol. Selanjutnya dilakukan pengkajian asupan makanan secara terinci merupakan bagian krusial dalam penhkajian nutrisi, walaupun seringkali sulit didapat. Terdapat 4 cara untuk mendapatkan informasi asupan makanan:

Food record

Pasien mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam waktu 7 hari. Cara ini paling akurat dan praktis untuk mengumpulkan data, asalkan pasien kooperatif.

Food frequency questionnaire

Cara ini kurang akurat bila dibanding dengan food record. Food frequency questionnaire adalah untuk menilai perilaku makan dan mendapatkan data kuantitas asupan makanan 1 bulan terakhir dengan cara menanyakan frekuensi, jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam 1 minggu terakhir dengan bantuan food model sebagai panduan untuk membantu ingatan subyek. Selanjutnya, data yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT), dikonversi dalam ukuran gram menggunakan daftar bahan makanan penukar dan dianalisis dengan program nutrisurvey 2005.

24 hour recall

Pasien mengingat semua makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam. Cara ini kurang akurat, tergantung keterampilan penanya,keterbatasan daya ingat pada usia lanjut dan dipengaruhi variasi makanan dari hari ke hari.1Riwayat diet

Riwayat diet diceritakan oleh pasien, yang dilakukan oleh dietisien yang terlatih.

Pengkajian asupan makanan tidak hanya ditanyakan pada saat sebelum pasien dirawat, namun juga perlu dikaji asupan makanan selama dalam perawatan. Dokter bersama ahli gizi dan perawat (sebagai bagian dari Tim Terpadu) memantau perkembangan asupan makanan pasien yang dirawat setiap hari.

Pemeriksaan fisik

Pengukuran berat badan dan tinggi (Indeks Massa Tubuh)2Setelah didapatkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan selanjutnya dilakukan pengukuran untuk menentukan IMT pasien tersebut. Caranya,

Indeks massa tubuh = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Tabel 1. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang< 18,5

Kisaran normal18,5-22,9

Berat badan lebih 23,0

Pra-Obes atau resiko tinggi23,0 - 24,9

Obese 125,0 - 29,9

Obese 2 30,0

HipertensiKadar tekanan darah 140 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk diastolik atau seseorang yang sudah mengalami hipertensi dan sedang dalam pengobatan hipertensi.Pengukuran waist to hip ratior (WHR)Pengkuran dilakukan untuk menentukan pasien mengalami obesitas sentral atau obesitas perifer. Cara nya dengan melakukan pengukuran pada lingkar perut atau pinggang (Lpe) dan lingkar panggul (Lpa). Selanjutnya Lpe dibagi dengan Lpa, bila pada pria hasilnya > 0,90 atau wanita >0,85 maka pasien tersebut menderita obesitas sentral yang merupakan salah satu kriteria utama yang biasanya dimiliki pasien dengan sindrom metabolik.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang sebenarnya hanya dilakukan untuk memastikan pasien hanya menderita obesitas atau sindrom metabolik.Trigliserida dan glukosa darahPemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah pasien mengalami resistensi insulin yang ditandai dengan kadar trigliserida yang tinggi atau > 150 mg/dL, toleransi glukosa terganggu (TGT), dan peningkatan kadar glukosa darah puasa dan sewaktu. Hasil pengukuran tadi merupakan kriteria dari sindrom metabolik. Kadar kolestrol-HDLKadar kolestrol-HDL yang 90 mmHg, 2.Trigliserida150 mg/dL, 3. HDL 0.85 pada wanita, 5. Mikroalbuminuria.

Tabel 2. Kriteria sindrom metabolik menurut WHO, NCEP-ATP III dan IDF.5KomponenKriteria diagnosis WHO:

Resistensi insulin plus :Criteria diagnosis

ATP III : 3

komponen di

bawah iniIDF

Obesitas

abdominal/ sentral

Waist to hip ratio :

Laki-laki : > 0,9

Wanita : > 0,85 atau

IMB >30 Kg/mLingkarperut :

Laki-laki: 102 cm

Wanita : >88 cmLingkar perut :

Laki-laki: 90 cm

Wanita : 80 cm

Hipertrigliseridemia

150 mg/dl ( 1,7 mmol/L) 150 mg/dl (1,7

mmol/L) 150 mg/dl

Hipertensi TD 140/90 mmHg

Atau riwayat terapi anti hipertensif

TD 130/85

mmHg Atau riwayat terapi anti hipertensifTD sistolik 130

mmHg

TD diastolik 85 mmHg

Kadar

Glukosa darah tinggiToleransi glukosa terganggu,

Glukosa puasa terganggu,resistensi

insulin atau DM 110 mg/dl GDP 100mg/dl

Mikro-albuminuriRasio albumin urin dan kreatinin

30 mg/g atau laju eksresi albumin

20 mcg/menit

Etiologi

Etiologi dari obesitas multifaktor, namun banyak di sebabkan oleh faktor-faktor berikut:

Faktor metabolikFaktor genetikLevel aktivitasFaktor endokrinRas, jenis kelamin dan faktor usiaFaktor etnik dan budayaStatus sosioekonomiPola makanKehamilan dan menopauseRiwayat diabetes gestasionalRiwayat menyusui pada wanitaEpidemiologi

Sebagai dampak dari adanya perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan pola makan dan aktivitas olah raga. Pada survei di 27 ibu kota provinsi tahun 1996/1997, masalah gizi kurang (KEK) dan lebih (obesitas) tampak sangat jelas. Masalah gizi ganda (double burden) ini juga tidak saja terjadi pada usia produktif di ibu kota provinsi, akan tetapi di wilayah kumuh perkotaan maupun perdesaan juga sudah mulai terlihat dan ada kecenderungan meningkat terutama untuk masalah kegemukan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1, analisis dari data 1999 dan 2001 yang memisahkan dua ekstrim prevalensi kurus (IMT30) pada wanita usia produktif. Pada daerah kumuh perkotaan (Jakarta, Semarang, Makassar, Surabaya), masalah kurus banyak terjadi pada usia muda, dan masalah obesitas sudah mulai terlihat pada usia 30 tahun ke atas dengan prevalensi >5%. Masalah obesitas pada usia >30 tahun ini meningkat dari tahun 1999 ke tahun 2001. Di wilayah perdesaan (Jabar, Banten, Jateng, Jatim, Lampung, Sumbar, Lombok, Sulsel), masalah yang sama sudah mulai tampak, hanya prevalensinya lebih rendah dari wilayah kumuh perkotaan.

Kegemukan dan obesitas merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif sebagai akibat dari perubahan gaya hidup, perubahan pola makan ke arah tinggi karbohidrat, lemak dan garam serta rendah serat serta rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari.6

Gambar 1. Masalah gizi kurang dan gizi lebih pada usia dewasa di perkotaan tahun 1996/1997.Patofisiologi

Kegemukan adalah keadaan yang menunjukkan adanya kelebihan lemak tubuh yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Mekanisme dasar terjadinya kegemukan adalah masukan kalori yang melebihi pemakaian kalori untuk memelihara dan pemulihan kesehatan yang berlangsung cukup lama. Akibat kelebihan kalori tersebut akan disimpan dalam jaringan lemak, yang lama kelamaan akan mengakibatkan kegemukan. Faktor makanan ini merupakan faktor yang terpenting untuk terjadinya kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan penyakit lain (Waspadji, 2003). Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen atau nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10% (Hidayati & Irawan, 2009). 7Penatalaksanaan

Manajemen berat badan

Penurunan berat badan mempunya efek yang menguntungkan terhadap komorbid obesitas. Bahkan, penurunan berat bada sebesar 5 sampai 10 persen dari berat awal dapt mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan.

Walaupun belum adan penelitian retrospektif yang menunjukan perubahan pada angka kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obese, dengan penurunan berat badan, pengurangan pada faktor risiko ini dianggap akan menurunkan perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular.

Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu obesitas dan overweight mengurangi faktor risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Bukti kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapa menunrunkan tekanan darah pada individu overweight normotensi dan hipertensi; mengurangi serum trigliserid dan meningkatkan kosentrasi-HDL; dan secara umum mengakibatkan beberapa pengurangan pada kolestrol serum total dan kolestrol-LDL. Penurunan berat badan juga dapat mengurangi konsentrasi glukosa darah pada individu overweight dan obesitas tanpa diabetes; dan juga mengurangi konsentrasi glukosa darah serta HbA1C pada beberapa pasien dengan diabetes tipe 2.

Tidak ada terapi tunggal yang efektif untuk orang dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/ bedah.

Tujuan penurunan berat badan

Penurunan berat badan harus SMART: Spesific, Measurable, Achievable, Realistic dan Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan adalah untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat badan awal.

Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 persen adalah 6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI sebesar 27 sampai 35, penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kcal/hari akan menyebabkan penurunan berat badan sebesar 1/2 sampai 1 kg/minggu dan penurunan sebesar 10 persen dalam 6 bulan.

Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat dan berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkurang terjadi penurunan energi ekspenditure.

Oleh karena itu, setelah terapi penurunan berat badan selama 6 bulan, program penurunan berat badan harus terus dilakukan. Jika dibutuhkan penurunan berat badan lebih banyak, dapat dilakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap anjuran diet dan aktivitas fisik.

Untuk pasien yang tidak mampu mencapai penurunan berat badan yang signifikan, pencegahan kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang paling penting. Pasien seperti ini tetap diikut sertakan dalam program manajemen berat badan.

Strategi penurunan dan pemeliharaan berat badan

Terapi diet

Pada program manajemen berat badabn, terpi diet direncanakan berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status pasien overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 100 kcal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun.

Sebelum mengajurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 1000 kcal/hari sebaiknya diukur kebutuhan energi basal pasien terlebih dahulu. Pengukuran kebutuhan energi basal dapat menggunakan rumus dari Harris-Benedict:

Laki-laki

B.E.E = 66.5 + (13.75 x kg BB) + (5.003 x cm TB) - (6.775 x usia)

Wanita

B.E.E = 65.51 + (9.563 x kg BB) + (1.850 x cm TB) - (4.676 x usia)

Kebutuhan kalori total sama dengan BEE dikali dengan jumlah faktor stres dan aktivitas. Faktor stres ditambah aktivitas berkisar dari 1,2 sampai lebih dari 2.

Disamping pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama dengan 30% dari total kalori. Perungan presentasi lemak dalam menu sehari-hari saja tidak dapat menyebabkan penurunan berat badan, kecuali total kalori juga berkurang. Ketika asupan lemak dikurangi, prioritas harus diberikan untuk mengurangi lemak jenuh. Hal tersebut bermaksud untuk menurunkan konsentrasi kolesterol-LDL.

Aktivitas fisik

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan; walaupun aktivitas fisik tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Kebanyakan penurunan berat badan terjadi karena pengurangan asupan kalori. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu dalam pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.

Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur.

Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitasnya meningkat secara bertahap. Latihan dapat dilakukaan seluruh pada satu saat, atau secara bertahap sepanjang hari.

Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu selama 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapat dicapai.

Regimen ini dapat diadaptasi kedalam berbagai bentuk aktivitas fisik lain, tetapi jalan kaki lebih menarim karena keamanannya dan kemudahannya. Pasien harus dimotivasi untuk meningkatkan ativitas fisik sehari-hariseperti naik tangga daripada naik lift. Seiring waktu, pasien dapat melakukan aktivitas yang lebih berat.

Strategi lain untuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai (sedentary) dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan risiko cedera rendah.

Terapi perilaku

Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stres, stimulus control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.

Farmakoterapi

Merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan.

Sibutramine dan orlistat

Merupakan obat-obat penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Untuk pasien dengan indikasi obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna.

Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dojter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan keamanan.

Terapi bedah

Merupaka salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40 atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrem.

Bedah Gastrointestinal (restriksi gastrik [banding vertical gastric]) atau bypass gastric adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang bermotivasi dengan risiko operasi yang rendah.

Suatu program yang terintegrasi harus dilakukan baik sebelum maupun sesudah untuk memberikan panduan diet, aktivitas fisik, dan perubahan perilaku serta dukungan sosial.4Kebutuhan energi, karbohidrat, protein dan lemak perhariUntuk menjaga kesehatan diperlukan adanya keseimbangan antara makanan sumber energi yang dimakan dengan energi yang dikeluarkan terutama untuk bergerak dan beraktivitas. Jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan akan terjadi kekurangan energi, maka cadangan energi di dalam tubuh yang berada dalam jaringan otak/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Jika hal tersebut terjadi terus-menerus, maka dapat menurunkan daya pikir, prestasi belajar, dan kreativitas bagi anak sekolah. Sedangkan bila konsumsi energi melalui makanan melebihi dari energi yang dikeluarkan maka akan terjadi kelebihan energi. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya terjadi berat badan lebih atau kegemukan (Almatsier, 2009).

Untuk berada dalam kondisi Tubuh Sehat Ideal selain postur tubuh yang ideal juga harus dilengkapi dengan keadaan tubuh yang sehat fisik atau jasmani. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan zat gizi yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari. Zat gizi yang diperlukan oleh tubuh terdiri dari Hidrat-arang, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat. Hidrat-arang, protein dan lemak disebut zat gizi makro dan vitamin serta mineral disebut sebagai zat gizi mikro. Kebutuhan zat gizi sehari tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan/aktivitas, suhu linggkungan dan kondisi tertentu. Misalnya pada ibu hamil/meneteki atau sedang sakit, membutuhkan zat gizi lebih banyak. Triguna makanan adalah sebagai 1) sumber zat tenaga atau energi, 2) sumber zat pembangun dan 3) sumber zat pengatur. Hidrat-arang, lemak dan protein merupakan komponen utama sebagai sumber energi yang dibutuhkan untuk aktivitas, sedangkan protein dibutuhkan sebagai sumber zat pembangun yaitu untuk pembentukan sel-sel tubuh. Dan vitamin mineral sibutuhkan sebagai sumber zat pengatur yang diperlukan sebagai enzym, co-enzym atau hormon untuk membantu proses metabolisme dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk laki-laki dewasa berkisar antara 1.900 2.700 Kkal/hari, sedangkan pada wanita antara 1.700 2.100 Kkal./hari.

AKG diatas bila kita jabarkan menurut takaran konsumsi makanan sehari pada orang dewasa umur 20-59 tahun, yaitu: nasi/pengganti 4-5 piring, lauk hewani 3-4 potong, lauk nabati 2-4 potong, sayuran 1 - 2 mangkok dan buah-buahan 2-3 potong. Dengan catatan dalam keadaan berat badan ideal. Ketidak seimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi yang terkandung untuk keperluan metabolisme tubuh akan mengganggu fungsi metabolisme tersebut. Kekurangan zat gizi akan menyebabkan status gizi kurang atau gizi buruk. Sebaliknya kelebihan zat gizi akan menyebabkan status gizi lebih, yang ditandai dengan kegemukan atau obesitas. Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada seseorang dapat terjadi secara spesifik sesuai pola makan orang tersebut, yang dapat menimbulkan penyakit tertentu, tergantung zat gizi apa yang kurang/lebih dikonsumsi.Cara menghitung berat badan ideal dengan menggunakan rumus Brocca8 :

BB ideal = (Tinggi badan - 100) - 10% (Tinggi badan - 100)

Skenario:

Seorang laki-laki berusia 45 tahun, bekerja sebagai guru dengan tinggi badan 150 cm dan berat badan 80 kg.

Bila dihitung IMT (indeks massa tubuh) pasien ini adalah 35,56, yang bila dilihat dalam tabel IMT asia pasifik termasuk dalam kategori obesitas 2.

Guru merupakan aktivitas yang termasuk dalam kategori ringan, sehingga bila akan dihitung kebutuhan energi perhari nya menggunakan 25 kal/kg BBI. Hasilnya 25 kal dikalikan dengan berat badan pasien 80 kg adalah 2000 kal.

Kebutuhan hidrat arang atau karbohidrat = 60% x 2000 kal = 1200 / 4 gr = 300 gr

Kebutuhan protein

= 20% x 2000 kal = 400 / 4 gr= 100 gr

Kebutuhan lemak

= 20% x 2000 kal = 400 / 9 gr= 44,44 gr

Waktu Jenis makananTakaran EnergiHAProteinLemak

PagiSumber Hidrat Arang1 P175 kal40 gr4 gr-

Sumber Protein Hewani0,5 P47,5 kal-5 gr3 gr

Sumber Protein Nabati0,5 P40 kal4 gr3 gr1,5 gr

Sayuran (A)Bebas----

SnackBuah 1 P40 kal10 gr--

SiangSumber Hidrat Arang1 P175 kal40 gr4 gr-

Sumber Protein Hewani0,5 P47,5 kal-5 gr3 gr

Sumber Protein Nabati0,5 P80 kal4 gr3 gr1,5 gr

Sayuran (B)1 P25 kal5 gr1 gr-

SnackBuah1 P40 kal10 gr--

MalamSumber Hidrat Arang1 P175 kal40 gr4 gr-

Sumber Protein Hewani0,5 P47,5 kal-5 gr3 gr

Sumber Protein Nabati0,5 P80 kal4 gr3 gr1,5 gr

Sayuran (C)1 P50 kal10 gr3 gr-

Total10 P1.022,5 kal167 gr40 gr13,5 gr

Komplikasi

Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan sangat berlebihan, secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat secara fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak hanya sekedar mempengaruhi penampilan seseorang. Seperti dikatakan diatas masalah obesitas biasanya juga disertai masalah kesehatan lain seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi, kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati yang dapat menyebabkan kematian.

Penutup

Bila dilihat dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan, pasien menderita obesitas 2. Namun untuk menentukan diet yang cocok untuk pasien perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut karena obesitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti riwayat konsumsi nutrisi sebelumnya dan pemeriksaan kadar kadar hormon tiroid.

Daftar Pustaka

Lubos Sobotka. Basics ini clinical nutrition. Edisi keempat. Czech: ESPEN; 2011.hal.23-26.

Sachiko T. Obesity assesment : tools, methods, interpretations. New York: Chapman and Hall ; 2007.hal.47-56.

Steven Lipshultz, et all. Pediatric metabolic syndrome. London: Springer; 2012.hal.267-81.

Sidartawan Sugondo. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 6. Jakarta: EGC; 2014.hal.2559-69.

Nurhaedar Jafar. 2012. Sindrom metabolik dan epidemiologi. Makassar: Universitas Hasanuddin.hal.71-73.

Azrul Azwar. 2014. Kecenderungan masalah gizi dan tantangan di masa datang. Jakarta : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI.hal.8-9.

Santi Helinawati, et all. 2013. Analisis minuman berkalori terhadap asupan energi serta dampaknya pada kegemukan. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.hal1-7.

Azrul Azwar. 2014. Tubuh sehat ideal dari segi kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.hal.2-4.