Upload
aflianmengko
View
52
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 23
Citation preview
Makalah PBL
Blok 5 Skenario 4
Ekstremitas Inferior serta Hubungannya
dengan Atrofi & Hipotonus
Karina Patricia
102010157
C-6
26 Maret 2011
Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi dan Hipotonus
Karina Patricia (102010157/C-6)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11470
Email: [email protected]
Pendahuluan
Dalam tubuh terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan epitel, ikat atau penyokong, otot,
saraf, dan vaskuler. Dan yang menjadi garis besar pembahasan kali ini adalah jaringan tulang
dan otot. Tulang-tulang kita membentuk kerangka kokoh yang memberi tubuh bentuk dan
kekuatan. Kerangka memungkinkan kita berdiri tegak, bergerak, dan mengangkat benda.
Kerangka juga melindungi organ dalam yang mudah rusak. Jantung dan paru-paru kita
misalnya, dikelilingi oleh jeruji kuat tulang rusuk.
Sementara itu tulang-tulang kita juga diperlengkapi oleh jaringan otot yang membantu
pergerakannya. Jaringan otot yang merupakan spesialis kontraksi menempati proporsi yang
besar dalam jaringan tubuh yang aktif. Otot orang dewasa yang normal menempati dua
perlima berat badannya. Otot juga merupakan jaringan terbesar yang ada dalam tubuh
manusia. Namun, selalu ada resiko ketidaknormalan dalam suatu jaringan yang normal. Lebih
lanjut lagi setelah mempelajari fisiologinya, akan dibahas mengenai beberapa keabnormalan
jaringan dalam tubuh, khususnya atrofi dan hipotonus.
Tulang
Tulang kita adalah jaringan hidup yang terus-menerus diperbarui. Tulang terbuat dari
koleagen dan mineral. Kolagen memberi tulang kemampuan meredam kejut, sementara
mineral seperti misalnya kalsium, fosfor, dan magnesium menjadikan tulang kuat.[1] Tulang
2 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
dibagi menjadi dua, yakni tulang rawan (kartilago) dan tulang keras (yang membentuk
kerangka tubuh).
Jenis-jenis
o Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan (kartilago) adalah tulang yang mengandung sel-sel (fibroblas,
kondroblas, dan kondrosit), serat (kolagen dan elastis), dan substansi dasar
yang amorf (kondroitin sulfat dan hialuronat). Kartilago mempunyai banyak
unsur aselular dan tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Fungsinya
adalah khas membentuk jaringan skelet untuk janin, kebanyakan tulang orang
dewasa sebagai model tulang rawan selama kehidupan fetal.[2] Ada 3 jenis
tulang rawan, yakni:
Tulang rawan hialin, adalah jaringan opak kebiruan dan seperti susu.
Mengandung serat-serat kolagen dan jala-jala elastin yang terpisah-
pisah di dalam substansi intraselular. Tulang rawan hialin ada pada
ujung ventral iga; pada laring, trakea, dan bronki; dan pada permukaan
sendi tulang. Juga terdapat pada lempeng epifisis di tulang janin dan
anak yang sedang tumbuh.
Tulang rawan elastin, sangat berbeda dengan hialin maka kartilago
elastin ini berwarna kuning dan tidak mengandung endapan kalsifikasi.
Substansi interselular ini banyak mengandung serabut-serabut elastin
dan sedikit serat kolagen. Besarnya perbandingan serabut elastis ini
membuat jenis tulang rawan ini lentur dan elastis. Ditemukan pada
telinga, epiglotis, dan sebagian laring.
Tulang rawan fibrokartilago, terdiri atas beberapa serat kolagen yang
tersusun teratur, banyak seperti tendo dan karena itu tampak seperti
sejenis jaringan antara tendo dan tulang rawan (jaringan penyambung).
Lebih banyak mengandung berkas serabut kolagen. Ditemukan
terutama pada bagian diskus intervertebralis dan simfisis pubis. [2-3]
o Tulang Keras3 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Tulang sebagai suatu jaringan terdiri dari sel-sel tulang, osteosit, substansi
dasar, serabut kolagen, substansi semen, dan berbagai macam garam. Substansi
dasar dan serabut-serabut kolagen membentuk substansi interselular, osteoid.
Serabut-serabut merupakan bagian zat organik, sedangkan garam-garam
merupakan unsur organik.[3] Tulang keras dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan bentuknya,[1] yakni:
Tulang panjang, terdapat pada lengan dan kaki. Tulang panjang
bekerja seperti tuas dan bisa digunakan untuk menggerakkan tubuh.
Tulang pendek, yang berbentuk seperti kotak. Terletak pada
pegelangan tangan dan kaki dan memiliki kekuatan lebih besar
dibandingkan tulang panjang. Memungkinkan gerakan-gerakan
terbatas.
Tulang pipih, berbentuk datar pada tengkorak. Berguna untuk
memberikan wadah perlindungan bagi otak. Tulang belikat merupakan
contoh lain dari tulang pipih.
Tulang dengan bentuk tidak beraturan, adalah tulang tertentu yang
memiliki bentuk khas untuk membantunya menopang bagian-bagian
tubuh tertentu. Contohnya tulang belakang, yang tersusun berangkai
melingkari seluruh urat saraf tulang belakang. Tulang dengan bentuk
tidak beraturan juga terdapat di panggul, pinggul, dan wajah.
Pada pembahasan kali ini, akan lebih difokuskan kepada rangka gerak bawah (ekstremitas
inferior yang terdiri atas pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan tulang-tulang
phalangs.[4]
Struktur Makro
o Pelvis
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang
pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium,
pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi
4 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan
pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut
sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan
pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian
pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk
artikulasi dengan tulang femur.
Gambar 1. Tulang Panggul (Os. Sacrum)
o Femur
Femur merupakan tulang paha, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan
pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di
daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan
trochanter minor, dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal
anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan
tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat
fossa intercondylar.
5 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Gambar 2. Tulang Paha (Os. Femoris)
o Tibia
Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding
dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral
di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur.
Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral.
Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal
tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
o Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding
dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan
di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal.
6 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Gambar 3. Tulang Kering dan Tulang Betis (Os. Tibia & Os. Fibula)
o Tarsal
Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia
di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu
calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan
sebagai tulang penyanggah berdiri.
o Metatarsal
Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal
dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari)
terdapat 2 tulang sesamoid.
o Tulang-tulang Phalangs
Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari
dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di
ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.
7 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Gambar 4. Tulang Kaki (Os. Tarsal, Os. Metatarsal, Os. Phalanges)
Struktur Mikro
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi interselular yang
mengapur, yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel: osteosit (terdapat dalam lakuna di
dalam matriks), osteoblas (yang membentuk komponen organik dan matriks), dan
osteoklas (sel raksasa berinti banyak yang berperan pada resorpsi dan pembentukan
kembali jaringan tulang).[5]
8 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Gambar 5. Sel Tulang
o Osteoblas
Osteoblas berfungsi mensintesis komponen organik dari matriks tulang
(kolagen tipe I, proteoglikans, dan glikoprotein). Penambahan unsur anorganik
dari tulang bergantung pada adanya osteoblas yang hidup. Mereka terutama
terletak pada permukaan jaringan tulang, berdampingan, seperti pada epitel
selapis.
o Osteosit
Osteosit, yang asalnya dari osteoblas, terdapat dalam lakuna yang berada di
antara lamel-lamel. Di dalam satu lakuna hanya terdapat satu osteosit. Di
dalam kanalikuli silindris halus terdapat juluran sitoplasma dari osteosit. Bila
dibandingkan dengan osteoblas, osteosit gepeng berbentuk kenari itu memiliki
jauh lebih sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks golgi dan
kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat dalam
mempertahankan matriks tulang. Matinya osteosit ini akan diikuti dengan
resorpi dari matriks ini.9 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
o Osteoklas
Osteoklas adalah sel motil bercabang banyak yang sangat besar. Bagian badan
sel yang melebar mengandung 5 sampai 50 atau lebih inti. Cabang-cabangnya
tidak teratur dan mempunyai berbagai bentuk dan ukuran. Pada daerah
terjadinya resorpsi tulang, osteoklas raksasa tampak terletak dalam lekukan,
yang terbentuk secara enzimatik, dalam matriks yang disebut lakuna Howship.
Osteoklas berasal dari penggabungan beberapa monosit darah, sehingga
termasuk bagian dari sistem fagosit mononukleus. Mikrograf elektron
menampakkan bahwa permukaan osteoklas aktif yang menghadap matriks
tulang ternyata berlipat-lipat tidak beraturan, sering terdapat tonjolan yang
terbagi, membentuk batas tidak beraturan. Daerah ini merupakan tempat
perlekatan osteoklas pada matriks tulang dan membentuk suatu lingkungan
mikro untuk proses resorpsi tulang. Terdapat beberapa retikulum endoplasma
kasar, banyak mitokondria, dan sebuah kompleks Golgi yang berkembang
baik, selain banyak lisosom di dalam sel.
o Matriks Tulang
Materi anorganik merupakan lebih kurang 50% berat kering matriks tulang.
Kalsium dan fosfor sangat banyak, namun bikarbonat, sitrat, magnesium,
kalsium dan natrium juga ada. Kajian difraksi sinar-X telah menunjukkan
bahwa kalsium dan fosfor membentuk kristal hidroksi apatit dengan komposisi
Ca10(PO4)6(OH)2. Juga terdapat cukup banyak kalsium fosfat amorf (non-
kristal). Mereka terletak sepanjang serat kolagen namun dikelilingi oleh
substansi dasar amorf. Ion permukaan hidroksiapatit berhidrasi, dan selapis air
dan ion-ion terbentuk di sekeliling kristal. Lapisan ini, yaitu kerang hidrasi,
memudahkan pertukaran ion-ion antara kristal dan cairan tubuh.
Materi organik adalah 95% kolagen tipe I dan substansi dasar amorf,
yang mengandung proteoglikan. Sialoprotein tulang (kaya akan asam sialat)
dan osteokalsin mengandung beberapa residu asam γ-karboksiglutamat;
10 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
keadaan inilah yang membuat ia suka sekali bergabung dengan kalsium dan
bertanggung jawab untuk memudahkan perkapuran matriks tulang.
Otot
Spesialis kontraksi pada sel-sel tubuh adalah otot. Jaringan otot terdiri dari sel-sel yang
berbeda-beda, mengandung protein kontraktil. Struktur biologi dari protein ini
membangkitkan tekanan yang dibutuhkan untuk kontraksi selular, yang menimbulkan gerakan
di antara organ tertentu dan tubuh sebagai satu kesatuan. Kebanyakan sel otot berasal dari
mesoderm, dan diferensiasinya terutama terjadi melalui proses pemanjangan secara
berangsur-angsur, disertai pembuatan protein miofibril.[5]
Jenis-jenis
Tiga jenis jaringan otot dapat dibedakan pada mamalia berdasarkan ciri morfologis
dan fungsional, dan setiap jaringan otot mempunyai struktur yang sesuai dengan
peranan fisiologisnya.
o Otot polos, terdiri atas kumpulan sel-sel fusiformis yang tidak memperlihatkan
garis-garis lurik dengan mikroskop cahaya. Proses kontraksi otot polos lambat
dan tidak di bawah kontrol kemauan.
o Otot jantung, mempunyai garis-garis melintang dan terdiri atas sel-sel yang
panjang, bercabang tunggal yang terletak pararel satu sama lain. Pada tempat
kontak ujung-ke-ujung terdapat diskus interkalaris, yaitu struktur yang hanya
terdapat pada otot jantung. Kontraksi otot jantung bersifat involunter, kuat, dan
berirama.
o Otot rangka, terdiri atas berkas-berkas sel yang sangat panjang, berbentuk
silindris, berinti banyak, yang memperlihatkan garis-garis melintang.
Kontraksinya cepat, kuat, dan biasanya di bawah kemauan kita. Kontraksi ini
disebabkan interaksi dari filamen tipis aktin dan filamen tebal miosin yang
susunan molekulnya membuat molekul tersebut dapat bergeser satu sama lain.
11 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Otot rangka terdiri atas serat-serat otot, berkas-berkas sel yang sangat panjang
(sampai 30 cm), silindris, dan berinti banyak dengan garis tengah 10-100 μm.
Inti yang banyak itu terjadi akibat peleburan mioblas (prekursor) sel otot
mononukleus embrional. Inti lonjong umumnya terletak pada tepi sel di bawah
membran sel. Lokasi inti yang khas ini membantu dalam membedakan otot
rangka dari otot jantung dan otot polos, yang keduanya memiliki inti di tengah.
Pada pembahasan kali ini memang lebih difokuskan pada otot-otot rangka yang terdapat
pada ekstremitas bawah.
Struktur Makro
o Otot-otot Pangkal Paha & Tungkai Atas
Gambar 6. Otot-otot Pangkal Paha dan Tungkai Atas12 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k
5
o Otot-otot Tungkai Bawah
Gambar 7. Otot-otot Tungkai Bawah
13 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
o Otot Kaki
Gambar 8. Otot Kaki
Struktur Mikro (Otot Rangka) [6]
Semua otot rangka dibentuk dari sejumlah serabut-serabut otot yang diameternya
berkisar antara 10-80 mikron. Setiap serabut otot tersebut terbuat dari rangkaian sub
unit yang lebih kecil. Pada sebagian besar otot, serabut-serabutnya membentang di
seluruh panjang otot kecuali untuk sekitar 2 persen serabut-serabut tersebut. Masing-
14 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
masing serabut hanya dipersarafi hanya oleh satu ujung saraf yang terletak di tengah
serabutnya.
Sarkolema, adalah membran sel serabut otot. Meskipun demikian, sarkolema
terdiri dari membran sel yang sebenarnya, yang disebut membran plasma, dan sebuah
lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis polisakarida yang mengandung
beberapa serabut kolagen. Pada ujung serabut otot, lapisan luar sarkolema ini bersatu
dengan serabut tendo, dan serabut-serabut tendo akan berkumpul dalam berkas yang
membentuk tendo otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang.
Aktin/monomer globuler G-aktin, merupakan protein globuler dengan berat
molekul 43000 dijumpai dan sebanyak 25% berat protein otot. Aktin globuler ini
dikenal sebagai aktin-G, di mana aktin-G ini dalam suasana tertentu akan
berpolimerisasi membentuk aktin-F. Baik aktin-G maupun aktin-F, keduanya tidak
menunjukkan aktivitas katalitik.
Miofibril; Filamen yang mengandung aktin dan miosin. Setiap serabut otot
mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu miofibril yang berupa titik-titik
kecil pada potongan melintang. Tiap miofibril yang terletak berdampingan
mempunyai kira-kira 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan
molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk terjadinya kontraksi
otot. Filamen yang tebal mengandung miosin dan filamen yang tipis mengandung
aktin. Perhatikan bahwa filamen miosin dan aktin sebagian akan saling bertautan
sehingga menyebabkan miofibril selang-seling mempunyai pita terang dan gelap. Pita-
pita yang terang, yang hanya mengandung filamen aktin disebut pita I karena
mereka terutama bersifat isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan. Pita-pita
gelap yang mengandung filamen miosin, disebut pita A karena mereka bersifat
anisotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan. Perhatikan juga penonjolan-
penonjolan kecil disamping filamen miosin. Ini disebut jembatan penyeberang.
Mereka menonjol dari permukaan sepanjang filamen miosin, kecuali pada bagian
tengahnya. Interaksi antara jembatan penyeberang dan filamen aktin menyebabkan
terjadinya kontraksi.
15 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Filamen aktin melekat pada cakram Z (diskus Z), dan filamen-filamen aktin
tersebut memanjang di salah satu sisi diskus Z untuk bertautan dengan filamen miosin.
Diskus Z yang terdiri dari beberapa filamen protein yang berbeda dari filamen aktin ke
miosin, juga berjalan dari miofibril ke miofibril, melekatkan miofibril satu sama
lainnya melalui serabut otot. Bagian miofibril (atau seluruh serabut otot) yang terletak
diantara dua diskus Z yang berurutan dinamakan sarkomer.
Bila sebuah serabut otot diregangkan melebihi panjang istirahatnya, ujung-
ujung filamen aktin akan tertarik saling menjauh menyebabkan daerah terang pada
pusat pita A. Daerah terang ini disebut juga zona H, yang jarang terdapat pada otot
yang sedang berfungsi normal.
Tropomiosin, merupakan molekul fibrosa, terdiri dari rantai alfa dan rantai
beta, yang terikat pada aktinF dicelah antara dua polimer. Tropomiosin dijumpai pada
semua otot, dan semua struktur yang menyerupai otot.
Sistem Troponin, adalah suatu unit otot lurik, terdiri dari tiga jenis protein
yang terpisah, masing-masing dikenal sebagai troponin-T (TpT); troponin-I (TpI); dan
troponin-C (Tp-C). TpT terikat pada tropomiosin seperti kedua troponin lainnya; TpI
menghambat interaksi aktin-F dengan miosin, juga terikat pada komponen troponin
yang lainnya; dan TpC merupakan protein pengikat kalsium, mempunyai struktur
primer dan sekunder, serta mempunyai fungsi mirip kalmodulin, yaitu suatu protein
yang tersebar luas di alam. 4 ion Ca2+ terikat pada 1 mol TpC/kalmodulin, keduanya
mempunyai berat molekul 17000. Jadi, filamen tipis otot lutik terdiri dari aktinF;
tropomiosin dan ketiga komponen troponin TpT; TpI; dan TpC.[7]
Sarkoplasma, adalah miofibril yang terpendam di dalam serabut otot di dalam
suatu matriks yang terdiri dari unsur-unsur yang biasanya terdapat di dalam
intraselular. Cairan sarkoplasma mengandung kalsium, magnesium, fosfat, dan enzim
protein dalam jumlah besar. Juga terdapat mitokondria dalam jumlah banyak yang
terletak di antara dan sejajar dengan miofibril-miofibril tersebut, suatu keadaan yang
menunjukkan bahwa miofibril-miofibril yang berkontraksi membutuhkan sejumlah
besar ATP yang dibentuk oleh mitokondria.
16 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Retikulum sarkoplasma, adalah banyak retikulum sarkoplasma yang terdapat
dalam serabut otot. Retikulum ini mempunyai organisasi yang khusus yang sangat
penting dalam pengaturan kontraksi otot. Tipe otot yang berkontraksi dengan cepat
mempunyai banyak retikulum sarkoplasma.
Gambar 9. Struktur Mikro Otot Rangka
17 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Mekanisme Kontraksi Otot[5]
Sarkomer yang beristirahat terdiri atas sebagian filamen tebal dan filamen tipis yang saling
bertumpuk. Selama kontraksi, keduanya filamen tebal dan filamen tipis mempertahankan
panjang yang sesungguhnya. Karena kontraksi tidak disebabkan oleh pemendekan filamen
secara tersendiri, pemendekan harus merupakan hasil dari peningkatan jumlah penumpukan di
antara filamen. Hipotesa filamen yang bergeser dari kontraksi otot telah diterima paling luas.
Pada saat istirahat, ATP terikat pada sisi ATP-ase pada kepala miosin, tetapi
kecepatan hidrolisis sangat lambat. Miosin membutuhkan aktin sebagai kofaktor untuk
memecahkan ATP dengan cepat dan melepaskan energi. Pada otot yang sedang beristirahat,
miosin tidak dapat berhubungan dengan aktin, karena tempat pengikatan untuk kepala miosin
pada molekul aktin akan ditutupi oleh kompleks-kompleks troponin-tropomiosin pada filamen
aktin-F. Akan tetapi, bila tersedia konsentrasi ion kalsium yang cukup tinggi, ion kalsium
akan terikat pada subunit TnC dari troponin. Konfigurasi sebagian dari ketiga subunit
troponin merubah dan membawa molekul tropomiosin lebih jauh ke dalam untai ganda aktin.
Hal ini akan memaparkan sisi pengikatan miosin pada komponen aktin globular, sehingga
aktin bebas berinteraksi dengan kepala molekul miosin.
Pengikatan ion kalsium ke unit TnC berhubungan dengan tahap di mana ATP-miosin
diubah menjadi kompleks yang aktif. Sebagai akibat dari menjembatani kepala miosin dan
subunit aktif-G dari filamen yang halu, ATP dipecahkan menjadi ADP dan Pi, dan energi
dilepaskan. Aktivitas ini mengarah kepada pembentukan, atau pelekukan, dari kepala dan satu
bagian gugus miosin yang mirip dengan batang (daerah engsel). Karena aktin berikatan
dengan miosin, pergerakan kepala miosin akan menarik aktin melewati filamen miosin.
Hasilnya adalah filamen tipis ditarik lebih jauh ke pita A.
Walaupun sejumlah besar kepala miosin meluas dari filamen tebal, pada satu waktu
selama kontraksi hanya sejumlah kecil kepala yang bersambung dengan sisi pengikatan-aktin
yang tersedia. Akan tetapi, sewaktu kepala miosin yang terikat menggerakkan aktin, kepala
miosin tersebut menyediakan suatu pembentukan jembatan aktin-miosin yang baru; kerja ini
juga mengembalikan kepala miosin dan mempersiapkannnya untuk siklus kontraksi yang lain.
Bila ATP tidak tersedia, kompleks aktin-miosin menjadi stabil; keadaan ini berperan dalam
18 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
kekakuan otot yang berlebihan (rigor mortis) yang terjadi setelah kematian. Satu kontraksi
otot tunggal merupakan hasil dari beratus-ratus siklus pembentukan-jembatan dan siklus
penghancuran-jembatan. Aktivitas kontraksi yang mengarah kepada satu tumpukan antara
filamen tipis dan tebal yang menyeluruh sampai ion Ca2+ dipindahkan dan kompleks troponin-
tropomiosin sekali lagi menutupi sisi pengikatan miosin.
Selama kontraksi, pita I berkurang dalam ukuran sewaktu filamen tipis masuk ke
dalam pita A. Pita H – bagian dari pita A, yang hanya mengandung filamen tebal – berkurang
dalam lebar sewaktu filamen tipis secara menyeluruh menumpuki filamen tebal. Hasil akhir
adalah bahwa setiap sarkomer, dan akibatnya seluruh sel (serat) sangat memendek.
Pada proses relaksasi, ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya
menjadi ADP. Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke
miosin yang berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi ini
kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin membentuk jembatan
silang. Kemudian simpanan energi miosin dilepaskan, dan ujung miosin lalu beristirahat
dengan energi rendah, pada saat inilah terjadi relaksasi. Relaksasi ini mengubah sudut
perlekatan ujung myosin menjadi miosin ekor. Ikatan antara miosin energi rendah dan aktin
terpecah ketika molekul baru ATP bergabung dengan ujung miosin. Kemudian siklus tadi
berulang lagi.
Setelah proses kontraksi selesai ion kalsium akan lepas atau masuk kembali ke plasma
sel sehingga ikatan troponin pun lepas yang menyebabkan ikatan aktomiosin lepas.
Aktomiosin yang lepas menjadi aktin dan miosin menyebabkan otot kembali lagi memanjang
dan otot pun relaksasi. Terdapat tiga langkah berbeda pada proses kontraksi dan relaksasi
memerlukan ATP yaitu:
1. Penguraian ATP dan ATPase miosin menghasilkan energi bagi jembatan silang untuk
melakukan gerakan mengayun yang kuat
2. Pengikatan (bukan penguraian) molekul ATP segar ke miosin memungkinkan
terlepasnya jembatan silang dari filamen aktin pada akhir gerakan mengayun, sehingga
19 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
siklus dapat diulang. ATP ini kemungkinan diuraikan untuk menghasilkan energi bagi
ayunan jembatan silang berikutnya,
3. Transportasi aktif Ca2+ kembali ke retikum sarkoplasma selama relaksasi bergantung
pada energi yang berasal dari penguraian.[8]
Sistem Produksi Energi (Mekanisme Keja Enzim Otot)[5]
Sel otot rangka telah sangat disesuaikan untuk melaksanakan kerja mekanik yang tidak terus-
menerus melalui pelepasan energi kimia dan harus memiliki cadangan energi untuk dapat
mengatasi ledakan aktivitas. Energi yang paling siap pakai disimpan dalam bentuk ATP dan
fosfokreatin, yang keduanya merupakan senyawa fosfat yang kaya energi. Energi kimiawi
juga terdapat dalam gudang glikogen, yang membentuk kurang lebih 0,5-1 % dari berat otot.
Jaringan otot memperoleh energi yang ditimbun dalam bentuk ATP dan fosfokreatin yang
dihasilkan dari perombakan asam lemak dan glukosa. Pada otot yang beristirahat selama
pemulihan sehabis berkontraksi, substrat utama ialah asam lemak. Asam lemak dipecah
menjadi asetat oleh enzim βoksidasi, yang terletak dalam matriks mitokondria. Asetat
kemudian dioksidasi lebih lanjut lagi oleh siklus asam sitrat, dengan energi yang dihasilkan
disimpan dalam bentuk ATP. Asam lemak merupakan sumber energi utama dalam otot rangka
pada atlet lomba ketahanan, seperti pelari jarak jauh. Bila otot rangka diberi latihan jangka-
pendek (sprint), otot rangka dengan cepat memetabolisme glukosa (terutama berasal dari
cadangan glikogen otot) menjadi laktat, menyebabkan terjadinya hutang oksigen yang akan
diganti selama masa pemulihan. Laktat yang dibentuk selama latihan ini yang menyebabkan
kejang dan nyeri pada otot rangka.
Berdasarkan morfologi, histokimia, dan biokimia, serat otot dapat dibagi menjadi tipe
I, serat lambat, dan tipe II, serat cepat. Serat tipe I kaya akan sarkoplasma yang mengandung
mioglobulin (bertanggung jawab pada warna merah gelap). Serat tipe I berhubungan dengan
kontraksi yang terus-menerus, dan energi serat diperoleh dari fosforilasi oksidasi asam lemak.
Serat tipe II berhubungan dengan kontraksi cepat yang tidak terus-menerus. Serat tipe II
mengandung lebih sedikit mioglobulin (yang menghasilkan warna merah terang). Serat tipe II
lebih lanjut dapat dibedakan menjadi tipe IIA, IIB, dan IIC, berdasarkan aktivitas dan
20 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
karakteristik kimiawi serat (terutama stabilitas dari aktomiosin-ATPase yang dikandung oleh
serat tipe II). Dari serat-serat ini, serat tipe IIB mempunyai kerja yang paling cepat dan
bergantung lebih banyak terhadap glikolisis sebagai suatu seumber energi dibandingkan serat
yang lain. Pembagian serat otot mempunyai makna klinis dalam mendiagnosis penyakit otot,
atau miopati. Pada manusia, otot rangka sering terdiri atas campuran-campuran serat-serat
otot yang berbeda.
Diferensiasi otot menjadi serat jenis merah, putih, dan intermedia dikendalikan oleh
persarafannya. Dalam eksperimen, di mana saraf yang meuju ke serat merah dan putih
dipotong, disilangkan dan dibiarkan beregenerasi, maka serat otot akan berubah morfologi
dan fisiologinya menyerupai yang seharusnya disarafi. Denervasi otot yang sederhana akan
mengakibatkan atrofi serat dan paralisis.
Atrofi & Hipotonus
Atrofi dan hipotonus merupakan kelainan pada jaringan otot. Atrofi adalah berkurangnya
ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu respons adptif yang timbul sewaktu
terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban kerja, maka
kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini menyebabkan sebagian besar
struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan protein
kontraktil, menyusut.
Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan yang tidak digunakan dalam jangka waktu
tertentu, misalnya otot individu yang mengalami imobilisasi atau keadaan tanpa berat
(gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau saraf
terhadap sel atau jaringan. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi
nutrisi dan dijumpai pada orang yang menhalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga
terjadi akibat insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan oksigen
terhambat.[9]
Sementara, tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat.
Jadi hipotonus adalah kondisi dimana kualitas tonus otot lebih rendah dari normal. [10]
21 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
Dikelompokkan sebagai kelumpuhan. Dalam kontraksi otot yang diperlukan untuk stabilisasi
dan menggerakkan tulang pada hipotonus tidak mencukupi. Biasanya merupakan salah satu
gambaran dari fungsi CNS: Cerebral Palsy (CP), Down Syndrome (DS), atau kterlambatan
perkembangan non-spesifik. Atau bisa saja merupakan gangguan atau penyakit pada jaringan
ikat dan metabolik, nutrisi dan gangguan endokrin serta hangguan sindrom lain.
Kesimpulan
Tulang dan otot adalah jaringan dalam tubuh yang saling berkaitan dan saling menopang.
Tulang dan otot sama-sama saling mendukung dalam melakukan berbagai macam aktivitas.
Namun, apabila tidak digunakan (disfungsi) dalam jangka waktu tertentu atau terjadi berbagai
kemungkinan ketidaknormalan dalam jaringan, maka kemungkinan besar dapat terjadi atrofi
dan hipotonus, di mana apabila kondisinya makin memburuk, hal tersebut dapat digolongkan
sebagai kelumpuhan.
Daftar Pustaka
1. Davies Kim. Buku pintar nyeri tulang dan otot. Jakarta: Erlangga; 2007. h. 8-9.
2. Johnson Kurt. Seri kapita selekta: histologi dan biologi sel. Jakarta: Binarupa Aksara;
2001. h. 119-48.
3. Kahle W, Leonhardt H, Platzer W. Atlas berwarna dan teks anotomi manusia: sistem
muskuloskeletal dan topografi. Jakarta: Hipokrates; 2001. h. 12-20.
4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis
Company; 2007. h. 104-34.
5. Junqueira, Carneiro Jose, Kelley Robert. Histologi dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. h. 136-97.
6. Guyton Arthur. Buku ajar fisika kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2001. h. 154-6.
22 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5
7. Hardjasasmita Pantjita. Ikhtisar biokimia dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. h.
8-15.
8. Murray Robert. Biokimia harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. h.
683.
9. Corwin. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h.
23-24.
10. Pudjiastuti Sri, Utomo Budi. Fisioterapi pada lansia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003. h. 35-36.
23 | Ekstremitas Inferior serta Hubungannya dengan Atrofi & Hipotonus – M a k a l a h B l o k 5