Upload
betymelbatobing
View
139
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmakologi
Citation preview
1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Imunologi Dasar
Imunologi : ilmu yg mempelajari tentang sistem imun / kekebalan
tubuh. Pengenalan, memori, serta kespesifikan terhadap benda asing merupakan inti
imunologi. Konsep dasar Respon Imun : Reaksi terhadap sesuatu yang
asing. Pemicunya disebut dengan Antigen, yaitu Substansi yg mampu merangsang
respon imun, berupa bahan infeksiosa biasanya berbentuk protein atau karbohidrat,
atau lemak. Antigen akan berkontak dgn sel tertentu, memacu serangkaian kejadian
yang mengakibatkan destruksi, degradasi atau eliminasi.
Respon imun :
1. Respon imun non spesifik. Terdiri atas : Fagositosis, Reaksi peradangan
2. Respon imun spesifik, terdapat 2 komponen :
o Respon imun humoral, berupa globulin-gama tertentu / imunoglobulin.
Diperankan limfosit B.
o Respon imun selular, menyebabkan reaksi hipersensitif tipe lambat.
Diperankan limfosit T
Imunitas Humoral
2
Diperankan limfosit B yang dapat berdeferensiasi menjadi sel plasma
80-90 % dalam sumsum tulang, 10-20 % dari limfosit darah tepi.
Mensintesis imunoglobulin
Ada 5 imunoglobulin : dari yang terbanyak & peranannya :
1. Ig G : aktivasi komplemen,antibodi heterotropik
2. Ig A : antibodi sekretorik
3. Ig M : aktivasi komplemen
4. Ig D : reseptor permukaan limfosit
5. Ig E : antibodi reagin, pemusnah parasit.
Antibodi berperan pada 4 tipe reaksi imun :
Reaksi tipe I : reaksi anafilaksis.
Alergen + Ig E + sel Basofil è pelepasan mediator ( histamin, serotonin dll)
Contoh klinis : urtikaria
Reaksi tipe II : reaksi sitotoksis
Antigen + Ig G / Ig M + aktivasi komplemen è lisis dan fagositosis virus,
bakteri dll
Contoh klinis : pemfigoid.
Reaksi tipe III : reaksi kompleks imun.
3
Antigen + Antibodi + Komplemen è
Tidak mudah dimusnahkan sistem fagosit è bereaksi dgn pembuluh darah atau
jaringan lain è kerusakan jaringan.
Contoh klinis : vaskulitis nekrotikans.
Reaksi tipe IV Imunitas Selular
Diperankan sel T dgn limfokin-nya.
Sel T 80-90 % jumlah limfosit darah tepi dan 90 % jumlah limfosit timus.
Limfokin : zat yang dikeluarkan sel T yang mampu merangsang dan
mempengaruhi reaksi peradangan selular. Contoh : MIF ( Makrophage
Inhibitory Factor), MAF ( Activating), faktor kemotaktik makrofag, dll.
Antigen spesifik + limfosit T + limfokin è reaksi hipersensitivitas
lambat (Reaksi tipe IV ).
Contoh klinis : Dermatitis Kontak Alergik
Abses Apikalis Kronis (Apikal Supuratif
Kronis)
Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah
infeksi tulang alveolar periradular yang
berjalan lama dan bertingkat rendah.
Sumber infeksi terdapat di dalam saluran
akar.
4
Penyebab. Abses apikalis kronis adalah suatu sekuela alami matinya pulpa
dengan perluasan proses infektif sebelah periapikal, atau dapat juga
disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada.
Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah
asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada
waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula
bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan
drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil
setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi
yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang
fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.
5
Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi melalui
saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri difagositosis oleh
makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah dan limfa.
Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar.
Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan
periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya
sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses
kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal
dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.
1.2 Abses Apikalis Kronis (Apikal Supuratif Kronis)
Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah
infeksi tulang alveolar periradular yang
berjalan lama dan bertingkat rendah.
Sumber infeksi terdapat di dalam saluran
akar.
Penyebab. Abses apikalis kronis adalah
suatu sekuela alami matinya pulpa dengan
perluasan proses infektif sebelah
periapikal, atau dapat juga disebabkan oleh
abses akut yang sebelumnya sudah ada.
6
Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah
asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada
waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula
bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan
drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil
setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi
yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang
fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.
Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi
melalui saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri
difagositosis oleh makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah
dan limfa.
7
Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar.
Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan
periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya
sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses
kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal
dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.
8
BAB II
ANTIBIOTIKA
Antibiotik menurut Vuillemin (1889) adalah sebagai senyawa aktif yang
dihasilkan MO hidup untuk memusnahkan MO lain untuk memperjuangkan
kelangsungan hidupnya. Menurut Turpin dan Velu (1957) antibiotik adalah semua
senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh melalui
sintesis yang memiliki indeks khemoterapi tinggi yang manifestasi aktivitasnya
terjadi pada dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses penting
pada virus, MO atau bernagai organisme bersel majemuk. Pada awalnya antibiotik
diperoleh secara alamiah, kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan semisintesis
dan sintesis. Misalnya struktur dasar penisilin adalah 6-aminopenisilinat (6-APA).
Definisi tersebut menempatkan antibiotik sebagai obat khemoterapi.
Senyawa antibiotik juga dapat berkhasiat sebagai antivirus (Rifampisin),
antiparasit (Paromomisin), anti jamur (Griseofulvin, amfoterisin B).
Penyalahgunaan A.B secara luas mengandung resiko seperti, menimbulkan
efek samping dan reaksi toksik, hipersensitivitas dapat diinduksi, sehingga
memungkinkan terjadi berbagai reaksi ringan atau gawat pada pemakaian berulang
AB tersebut, flora normal usus sering dimodifikasi sehingga meningkatkan
kemungkinan untuk terjadi superinfeksi, mutan mikroba yang resisten sering
9
terseleksi dari populasi bakteri dan merupakan ancaman bahaya individual atau
epidemiologic. Status fisiopatologi pasien seringkali menuntut perhatian khusus pada
disain terapi dengan antibiotic, faktor lingkungan seperti diet, terapi lain yang
dilaksanakan sejajar ataupun bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan hal-
hal yang perlu diperhitungkan pengaruhnya terhadap terapi antibiotik.
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran
penggunaan antibiotik adalah aktivitas antimikroba, efektivitas dan efisiensi proses
farmakokinetik, toksisitas antibiotic, reaksi karena modifikasi flora alamiah tuan
rumah, penggunaan kombinasi antibiotic dan pola penanganan infeksi.
Pemilihan rute pemberian AB harus memperhatikan faktor-faktor seperti
konsentrasi obat dalam darah, lokasi infeksi, kegawatan infeksi, jika infeksi yang
mengancam nyawa ; Lebih baik AB diberikan secara parenteral dari pada peroral, dan
bila absorpsi melalui intra muscular (i.m) meragukan lebih baik pemberian intravena
(i.v).
2.1 ANTIBIOTIK β-LAKTAM
Karena aktivitasnya yang broad spectrum (aktivitas luas) dan relative sedikit
beracun, antibiotic β-lactam tetap menjadi antibiotic yang banyak dipergunakan di
dunia. Penicillin dan cephalosporin sering digunakan untuk infeksi yang serius,
seperti infeksi nosokomial.
2.1.1 Penicillin
10
Merupakan istilah umum untuk kelompok antibiotic yang merupakan bagian
dari cincin β-lactam. Inti penicillin adalah asam 6-aminopenisilanat. Penicillin ini
diperoleh dari Penicillium chrysogenum.
2.1.1.1 Klasifikasi
Penicillin merupakan cyclic dipeptida yang mengandung 2 asam amino (D-valin, L-
lysin). Pada tahun 1958, sintesis struktur dasar penicillin (6-aminopenicillanic acid)
dimanipulasi dengan penambahan rantai tambahan yang berbeda ke β-lactam dan
cincin thiazolidine. Mineral yang berbeda (natrium, kalium, procaine, benzathine)
juga diberikan untuk kebutuhan farmakokinetik.
Penicillin yang stabil terhadap asam resisten terhadap gangguan asam lambung, yang
berarti dapat digunakan sebagai obat oral. Contohnya penicillin V, amoxicillin, dan
cloxacillin.
a. Penicillin alami
1). Penicillin G (benzylpenicillin) efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh
gram negative dan gram positif coccus, gram positif basil, dan spirochetes.
Penicillin G rentan tehadap hidrolisis β-lactamase, memiliki spectrum yang
sempit, dan tidak stabil terhadap asam lambung.
2). Penicillin V (fenoksimetil penicillin) memiliki spectrum yang mirip dengan
penicillin G, tetapi tidak digunakan untuk pengobatan bacteremia karena
11
konsentrasi letal minimumnya yang tinggi (MLC, jumlah minimum obat yang
dibutuhkan untuk menyembuhkan infeksi). Penicillin V stabil terhadap asam.
Lebih sering digunakan untuk pengobatan infeksi oral karena efektif dalam
melawan organisme anaerob.
b. Antistaphilococcal penicillin (penicillin resisten β-lactamase)
Methicillin, nafcillin, oxacillin, cloxacillin, dan dicloxacillin merupakan
contoh golongan ini, dengan spectrum yang sempit. Methicillin sudah jarang
digunakan karena tingkat keracunannya.
Bakteri meningkatkan resistensinya terhadap penicillin dengan memperluas
enzim β-lactamase yang membuat tidak aktifnya penicillin dengan memecah
asam 6-aminopenicillanic untuk menghasilkan derivate asam penicilloic.
Penicillin jenis ini ampuh terhadap stafilokokus dan streptokokus. Namun tidak
bisa membasmi bakteri gram negatif batang, enterokokus, bakteri anaerob.
c. Penicillin spektrum diperluas (penicillin antipseudomonal)
Penicillin jenis ini memiliki spektrum antibakteri serta memiliki aktivitas yang
lebih tinggi terhadap bakteri gram negatif. Selain itu, obat jenis ini juga dapat
membunuh Pseudomonas. Namun, mudah dirusak oleh penisilinase.
Contoh obatnya adalah ampicilin, bacampicilin, amoxicilin, carbenicilin indanyl,
ticarcilin, mezlocilin, piperacilin.
12
d. Penicillin dengan β-lactamase inhibitor
Penisilin jenis ini memiliki agen yang mampu mengikat, secara irreversible,
sisi katalis penisilinase untuk mencegah terjadinya hidrolisis dari cincin -lactam
pada antibiotik.
Contoh obatnya adalah clavulanate + amoxicilin, ampicilin + sulbactam,
piperacilin + tazobactam, ticarcilin +clavulanate.
2.1.1.2 Mekanisme Kerja
1. Obat bergabung dengan Penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transpeptidasi antar
rantai peptidoglikan terganggu
3. Sehingga jembatan pentapeptide menjadi tidak kuat dan dinding sel lisis.
Namun pada beberapa jenis bakteri, cincin -lactam memiliki mekanisme
tambahan, yaitu pengaktifan enzim muramyl sintetase yang bertanggung jawab
terhadap pemisahan dari sel anak pada proses pembelahan. Namun, jika enzim ini
terus diproduksi tanpa adanya proses pembelahan sel bakteri maka akan
menyebabkan autolisis dari dinding sel bakteri.
13
Penicillin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintesis dinding sel bakteri. Terhadap bakteri yang sensitive, penicillin akan
menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba
dalam keadaan metabolic tidak aktif (tidak membelah) tidak dipengaruhi oleh
penicillin, kalaupun ada pengaruhnya maka hanya bakteriostatik.
2.1.1.3 Farmakokinetik
Sepertiga dari Penisilin G diberikan secara oral dan diserap di usus, namun
karena proses penyerapan di usus yang kurang baik maka untuk pemberian dengan
cara oral, dosis harus dilipatgandakan sebanyak empat atau lima kali dibandingkan
dengan dosis pemberian secara parenteral. Pemberian obat ini sebaiknya 30 menit
sebelum makan atau 2 jam sesudahnya. 60% dari penisilin G berada di albumin
setelah terabsorpsi, namun keberadaannya juga ditemukan di hati, empedu, ginjal,
cairan semen, cairan sendi, dan pembuluh limfa. Namun ketika terjadi meningitis,
penisilin jenis ini juga bisa ditemukan di cairan serebrospinal. Ekskresi penisilin
melalui urine. 60-90% pemberian penisilin secara intramuscular akan dieliminasi
dalam bentuk urine. Waktu paruh untuk penisilin berkisar 30 menit.
Meticilin dan nafcilin juga memiliki sifat yang sama dengan penisilin G.
Tetapi dalam pemberiannya tidak perlu memerhatikan apakah perut dalam keadaan
kosong atau penuh. Obat ini juga terkonsentrasi di cairan serebrospinal pada terapi
meningitis yang disebabkan oleh stafilokokus.
14
Untuk penisilin V karena obat ini stabil dalam keadaan asam, pemberian
secara oral jauh lebih baik efeknya selain itu penyerapan di usus juga lebih baik.
Untuk dicloxacillin dan ampicillin, pemberian secara oral merupakan cara
pemberian yang aman dan dapat diabsoprsi dengan baik, namun sebaiknya diberikan
saat perut dalam keadaan kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Obat ini
diekskresi secara cepat oleh ginjal. Juga terdapat proses eliminasi hepatik oleh
empedu. Ampisilin juga diekskresi melalui feses dalam jumlah yang sedikit.
Absorpsi amoxicillin di saluran cerna lebih baik dari ampicillin, karena proses
ini tidak terhambat walaupun di lambung terdapat makanan.
Untuk penisilin anti pseudomonas seperti ticarsilin, piperasilin, mezlosilin dan
carbenisilin ekskresinya melalui urine.
2.1.1.4 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi
Penicillin V adalah obat yang paling sering diberikan untuk kemoterapi
infeksi gigi, meski amoxicillin memiliki efek farmakokinetik yang lebih baik.
Parenteral penicillin G banyak digunakan untuk infeksi pada pasien yang tidak dapat
menggunakan obat secara oral (pasien malabsorpsi dan muntah).
Pada beberapa kasus, penicillin G dan V serta amoxicillin tidak cocok untuk
pengobatan infeksi oral. Beberapa infeksi dental disebabkan oleh β-lactamase,
15
antibiotik yang cocok adalah derivat penicillin resisten penicillinase, erythromycin
atau clindamycin.
Infeksi periodontal karena bakteri gram positif dan gram negative aerob dan
anaerob dapat menggunakan obat antimikroba yang spectrumnya lebih luas, seperti
amoxicillin atau β-lactam yang dikombinasikan dengan metronidazol.
2.1.1.5 Kontraindikasi
1. Pada orang-orang yang memiliki riwayat alergi dengan obat tersebut.
2. Pada orang yang menggunakan obat coumarin anticoagulant, karena dapat terjadi
perdarahan. Efek ini akan terjadi setelah 3 hari pemberian penicillin, namun akan
kembali normal setelah 72-96 jam. Perdarahan macam ini biasanya terjadi setelah
pencabutan gigi.
2.1.1.6 Adverse Effect
Pada pasien gagal ginjal, penicillin dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan
seizure. Nafcillin terkait neutropenia, oxacillin dapat mengakibatkan hepatitis.
Ampicillin dihubungkan dengan kolitis psudomembran. Infeksi sekunder seperti
candidiasis vagina juga dapat timbul.
1). Alergi dan non alergi
Terjadinya alergi didahului oleh adanya sensitisasi. Alergi yang paling sering
terjadi adalah maculopapular (biasanya disebabkan oleh ampicillin) atau
16
urticarial. Manifestasi klinik reaksi alergi penicillin yang terberat adalah reaksi
anafilaksis, angioedema (yang ditandai dengan membengkaknya bibir, lidah, dan
area periorbital), dan serum sickness. Asma parah, sakit di bagian perut, mual dan
muntah, lemah, tekanan darah yang berkurang, dan diare dapat dikatakan sebagai
tanda-tanda reaksi anafilaksis.
Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bercak
kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, serta gangguan lain pada mulut,
demam yang kadang disertai menggigil.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa resiko terkena alergi penicillin pada
seseorang lebih tinggi apabila orang tersebut juga alergi dengan obat lainnya.
Reaksi alergi jarang terjadi pada anak-anak, tetapi dapat menyebabkan kematian
pada orang dewasa karena kemampuan cardiopulmonary yang kurang baik.
Untuk reaksi non-alergi melibatkan ticarsilin, mezlosilin dan piperasilin yang
menyebabkan waktu koagulasi yang abnormal. Selain itu, penggunaan penisilin
resisten terhadap penisilinase dapat menyebabkan fungsi hati yang abnormal.
Dosis berlebih pada pemberian intravena dapat menyebabkan hyperexcitability
dan halusinasi.
2). Diare : Penicillin yang diberikan secara oral dalam dosis besar dapat
menimbulkan gangguan gastointestinal, terutama mual, muntah, dan diare.
17
3). Nefritis : semua penicillin, tapi terutama methicillin, berpotensi untuk
menyebabkan nefritis interstitial akut.
4). Neurotoxicity : penicillin mengiritasi jaringan saraf. Hal ini sangat berbahaya bagi
pasien epilepsi.
5). Keracunan : terjadi karena kelebihan kalium dan natrium.
2.1.1.7 Interaksi Obat
Beberapa obat yang akan dijelaskan dari golongalan Pensillin :
1. Penisilin G
Deskripsi
18
Beta-laktam obat antibakteri.
Indikasi
Infeksi tenggorokan, OM, endokarditis, meningitis, pneumonia.
Indikasi dalam Kedokteran Gigi
Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses.
Sediaan
600 mg dan 1.2 g vials berisi bubuk untuk rekonstitusi melalui administrasi
intramuscular atau intravena administration (Penicillin G).
Dosis
Dewasa: 600 mg–1.2 g 4 kali sehari.
Anak-anak: 1–12 tahun 100–300 mg/kg 4–6 dosis sehari.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas.
Precautions
Penyakit Ginjal
19
2. Penisilin V
Deskripsi
Obat antibakteri beta-lactam.
Indikasi
Tonsilitis, OM, demam rematik, profilaksis.
Indikasi dalam Kedokteran Gigi
Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses.
Sediaan
(i) A 250 mg tablet (Penicillin V).
(ii) An oral solution (125 mg/5 mL and 250 mg/5 mL) (Penicillin V).
(iii) A 600 mg vial of powder for reconstitution for intramuscular or
intravenous administration (Penicillin G).
Dosis
Adult: 500 mg four times a day (Penicillin V).
20
Child: under 6 years 25% adult dose.
Child: 6 – 12 years 50% adult dose.
Kontraindikasi
Hypersensitivity.
Precautions
Penyakit Ginjal
Interaksi Obat
Penisillin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan
peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada
khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan
selama terapi antibiotik. Level serum dari Penisillin V sangat berkurang ketika
dibarengi dengan pemberian neomysin dan peningkatan dosis dua kali lipat
diperlukan. Aktivitas penisillin menurun jika dibarengi tetrasiklin. Penisillin G jarang
meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien yang menerima
warfarin.. Probenecid, phenylbutazone, sulphaphenazole, sulphinpyrazone, obat
aspirin anti-inflamasi dan indomethacin secara signifikan meningkatkan paruh hidup
penisillin.
3. Ampisilin
21
Indikasi : ISK, OM, sinusitis, bronkitis kronis, gonore.
Kontraindikasi : hipersensitif.
Efek samping : mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis.
Sediaan : Ampisilin kapsul 250 mg, 500 mg, serbuk injeksi, dry sirup.
Bentuk sediaan kapsul atau tablet dengan kandungan 250 mg, 500 mg atau 1000 mg.
Bentuk sediaan sirup dengan kandungan 125 mg atau 250 mg/5 ml sirup.
Untuk sediaan injeksi biasa dalam bentuk vial dengan kandungan 200 mg, 500 mg
dan 1.000 mg Ampisilin. Dan ada kombinasi 1.000 mg Ampisilin dan 500 mg
Sulbactam atau 500 mg Ampisilin dan 250 mg Sulbactam
4. Amoxicillin
Pendahuluan
Amoxicillin adalah antibiotika β-laktam yang termasuk ke dalam golongan penisilin,
spektrum luas, bakterisid terhadap gram positif dan gram negative. Antibiotik β-
laktam digunakan untuk penyembuhan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
mikroorganisme, dan mempunyi daya absorbsi baik. Amoxicillin sangat efektif untuk
beberapa bakteri seperti H. influenzae, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci,
Streptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci.
22
Formula molecular amoxicillin adalah C16H19N3O5S• 3H2O.
Farmakokinetik
1. Administrasi
Rute Administrasi : Amoxilin yang dikombinasikan dengan asam clavulanic
hanya dapat digunakan sebagai preparasi oral.
2. Absorpsi
Oral: Cepat dan hampir komplit ; makanan tidak berpengaruh
3. Distribusi : Umumnya hampir semua cairan tubuh dan tulang ; penetrasi
yang lemah dalam sel mata, dan melewati meninges.
Cairan pleura, paru-paru dan cairan peritoneal ; mempunyai konsentrasi urin
yang tinggi; juga ke cairan synovial, hati, prostat, otot dan kantung empedu; penetrasi
ke telinga tengah, sekresi sinus maxilary, tonsil, sputum dan sekresi bronchial.
4. Metabolisme: Biasanya signifikan pada host.
5. Ekskresi: Rute primer dari ekskresi melewati proses sekretorik tubuli ginjal,
seperti filtrasi dari glomerolus. Pasien dengan gagal ginjal mempunyai
regimen dosis yang disesuaikan.
rasio level darah: Normal meninges: <1%; Inflamed meninges: 8% to 90%
23
Protein binding: 17% to 20%
Metabolisme : Partially hepatic
Half-life elimination ( T ½ ):
Neonatal: 3.7 hours
Balita and anak-anak : 1-2 hours
Dewasa : Normal renal function: 0.7-1.4 hours
Waktu puncak : kapsul : 2 hours; Suspensi: 1 hour
Ekresi:
- Urine (80% as unchanged drug); lebih sedikit dari neonatal
- Feses: sedikit sekali
Farmakodinamik
Amoxicillin menghambat sintesa dinding sel kuman yang sedang tumbuh sehingga
bersifat bakterisidal. Jadi Amoxicillin lebih efektif pada kuman-kuman yang
membelah diri / berkembang biak dengan cepat. Aktifitasnya meliputi
mikroorganisme gram negatif seperti Haemophilus influensa, E. Coli dan Proteus
24
Mirabilis. Kekurangannya adalah mudah di-hidrolisa oleh β-laktam dengan spektrum
luas yang semakin banyak ditemukan pada kuman gram negatif.
Mekanisme Kerja
Amoxicillin mendegradasi enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri.
Amoxicillin merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti bakteri
spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan ampisilin, efektif
terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen.
Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci,
Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan
P. mirabilis.
Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan bakteri penghasil β-
laktamase. Menghambat sintesis dinding sel bakteri oleh satu atau lebih penicillin –
binding protein (PBPs) yang menghambat tahap terakhir transpeptidase sintesis
peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Selain itu juga menghambat biosintesis
dinding sel bakteri. Bacteria mengalami lisis mengacu pada aktivitas enzymes
autolytic dinding sel yang sedang berlangsung (autolysins and murein hydrolases).
25
Sediaan
(i) Kapsul : 250 mg dan 500 mg.
(ii) 500 mg dispersible tablets.
(iii) Oral suspensi : 125 mg/5 mL dan 250 mg/5 mL.
(iv) Bubuk untuk rekonstitusi melalu oral administrasi : 750 mg and 3 g.
(v) 250 mg dan 500 mg vials untuk rekonstitusi melalui injeksi.
Dosis
(1) Untuk manajemen infeksi dental
250–500 mg secara oral 3 kali sehari untuk perawatan.
500–1000 mg secara intravena 4 kali sehari untuk infeksi yang parah.
Anak-anak di bawah 10 tahun : 50% dari dosis dewasa.
(2) Untuk profilaksis endokarditis infektif
- 3 g secara oral 1 jam sebelum operasi untuk profilaksis ketika
pengobatan dengan bius lokal.
26
- Anestesi umum 1 g secara intravena atau intramuscular pada induksi
diikuti dengan 500 mg 6 jam kemudian atau 3 g secara oral 4 jam
sebelum operasi diikuti dengan 3 g secara oral sesegera mungkin setelah
operasi.
- Anak di bawah 5 tahun : 25% dosis dewasa.
- Anak 5-10 tahun : 50% dosis dewasa.
Adverse Effect
Seperti penicillin lainnya, dapat diharapkan bahwa reaksi yang gagal akan dibatasi
oleh fenomena-fenomena sensitivity. Frekuensi tidak pasti. Onset dari gejala
pseudomembranous colitis mungkin terjadi selama atau sesudah antibiotic treatmen.
System saraf utama : hiperaktif, gelisah, insomnia, bingung, dan pusing
Infeksi : Mucocutaneous candidiasis
Reaksi Hipersensitivitas: Anaphylaxis
Dermatologi: erythematous maculopapular rash, erythema multiforme,
mucocutaneous candidiasis, Stevens-Johnson syndrome, exfoliative
dermatitis, toxic epidermal necrolysis, hypersensitivity vasculitis, urticaria.
27
Gastrointestinal: Black hairy tongue, mual, diare, hemoragi colitis,
pseudomembranous colitis, tooth discoloration (brown, yellow, or gray).
Hematologic: Anemia, hemolytic anemia, thrombocytopenia,
thrombocytopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulocytosis.
Hepatic: AST (SGOT) and ALT (SGPT) increased, cholestatic jaundice,
hepatic cholestasis, acute cytolytic hepatitis. Pada pasien yang hipersensitif
dapat terjadi reaksi alergi.
Renal: Crystalluria
Hemic and Lymphatic Systems: Anemia, termasuk hemolytic anemia,
thrombocytopenia, thrombocytopenic purpura, eosinophilia, leukopenia, and
agranulocytosis telah dilaporkan selama terapi dengan penicillins. Reaksi ini
biasanya reversible pada penghentian therapi dan dipercaya menjadi
phenomena hypersensitivity.
Reaksi hypersensitivitas ini dapat dikontrol dengan antihistamines dan jika perlu,
corticosteroids systemic. Kapanpun reaksi ini terjadi, amoxicillin tidak dapat
dilanjutkan, menurut opini seseorang physician.
Indikasi
Amoksisilina efektif terhadap penyakit:
28
Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut:
pneumonia, faringitis (tidak untuk faringitis gonore), bronkitis, langritis.
Infeksi sluran cerna:
disentri basiler
Infeksi saluran kemih:
gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis, pielonefritis
Infeksi lain:
septikemia, endokarditis
Kontraindikasi
Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilin.
Peringatan
Berhubungan dengan Adverse Effect :
1. Reaksi anaphylactoid/hypersensitivitas: serius dan kadang-kadang
hipersensitivitas fatal pada pasien yang menjalani terapi ini, khususnya
mempunyai sejarah mempunyai hipersensitivitas terhadap β-laktam, sejarah
mempunyai sensitivitas terhadap multiple alergi atau reaksi Ig-E-mediated
(contoh: anafilaxis, urtikaria). Pemakaian hati-hati terhadap penderita asma.
29
2. Superinfeksi : Perpanjangan pemakaian dapat menghasilkan superinfeksi
fungal atau bacterial, termasuk C. difficile-associated diarrhea (CDAD) and
pseudomembranous colitis; CDAD telah diobservasi selama >2 bulan.
Berhubungan dengan Penyakit:
1. Infeksi Mononukleosis : Persentase tinggi dari pasien yang mengalami
perkembangan rash selama terapi.
2. Gagal ginjal : Penggunaan hati-hati pada pasien yang mempunyai gagal ginjal;
dosis disesuaikan
Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi
Beberapa infeksi periodontal dihubungkan dengan gram-positive dan gram-negative,
mikroorganisme aerob dan anaerob dimana suatu agen anti-mikroba dengan
memperbesar spektrum antibakteri seperti amoxicilin atau lebih umumnya suatu agen
β-laktam / β-laktamase dikombinasikan dengan metronidazole dapat menjadi pilihan.
Antibiotik standar regimen prophylaksis untuk pasien yang terinfeksi endocarditis.
Digunakan juga untuk infeksi orofacial.
Interaksi Obat
Amoksisilin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan
peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada
khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan
30
selama terapi antibiotik. Aktivitas amoksisilin menurun jika dibarengi tetrasiklin.
Amoksisilin jarang meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien
yang menerima warfarin. Probenesid secara signifikan meningkatkan paruh hidup
amoksisilin. Nifedipin meningkatkan penyerapan amoksisilin tapi ini adalah sedikit
dari klinis penting. Amiloride mengurangi penyerapan amoksisilin tapi ini mungkin
signifikansi kecil. Produksi ruam meningkat selama pengobatan bersamaan dengan
allopurinol.
2.2 Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik
Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi
spektrum masing-masing derivat bervariasi.
2.2.1 Penggolongan Sefalosporin
Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,
pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang
secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.
31
Berikut merupakan penggolongan generasi Sefalosporin
Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalakmase,
sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut :
1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin,
sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram
positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan
Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih
aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella,
gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak
kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep)
lebih kurang sama
32
3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam,
sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif
lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya
seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya
terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten
terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.
2.2.2 Struktur
2.2.3 Sumber dan Sejarah
Antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering
diresepkan oleh dokter, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama
yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk
golongan antibiotika Betalaktam.
33
Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa sefalosporin,
diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran pembuangan air
dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan
s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid
pada manusia. Cairan kultur tempat jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga
antibiotik berbeda yang dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti
akti sefalosporin C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan
rantai samping. Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas
antibakteri yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.
2.2.4 Pembuatan Antibiotik Sefalosporin
Cendawan C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari,
koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan petri
steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang telah
dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml dilakukan tepat
pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0 menit) sampai 50
menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit. Contoh dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok, dan didiamkan selama 30 menit
dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat kurva matinya untuk mengetahui
jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu juga dicoba kombinasi mutasi
menggunakan sinar UV dan metode kimia menggunakan etil metana sulfonat (EMS).
34
Mutan terpilih diseleksi lagi untuk mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan
antibiotik sefaloporin C.
Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29 menit
dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil mutasi I dan
149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat ditingkatkan dengan
mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan dengan cara kimia
menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 µl/ml selama 45 menit, yakni
menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar 198.8% pada mutan GBKI-
17.
2.2.5 Penggunaannya
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama
digunakan di rumah sakit.
1. Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat
pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila
terdapat alergi untuk penisilin.
2. Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap
amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu
pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan
sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok
35
yang membentuk laktamase.
3. Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan
pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa
fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4. Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi
dengan kuman Gram-positif.
2.2.6 Mekanisme kerja
Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan
sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan
tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi
antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim
(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma
bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa
berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai
mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum
aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti
antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap
pertumbuhan bakteri aktif.
2.2.7 Farmakokinetik
36
Sampai saat ini, hanya beberapa sefalosporin generasi pertama lumayan
diserap setelah pemberian oral, tetapi ini telah berubah dengan ketersediaan aksetil
(generasi kedua) dan cefixime (generasi ketiga). Tergantung pada obat, penyerapan
mungkin tertunda, berubah, atau meningkat jika diberikan dengan makanan.
Sefalosporin secara luas didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan,
termasuk tulang, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan sinovial. tingkat yang
lebih tinggi ditemukan meradang ditulang normal. Sangat tinggi ditemukan dalam
urin, tetapi mereka menembus buruk menjadi jaringan prostat dan aqueous humor.
Tingkat Empedu dapat mencapai konsentrasi terapi dengan beberapa agen selama
obstruksi empedu tidak ada. Dengan pengecualian aksetil, tidak ada sefalosporin
generasi kedua atau yang pertama memasuki CSS (bahkan dengan meninges
meradang) di tingkat terapi efektif dalam terapi. Konsentrasi cefotaxime,
moxalactam, aksetil, ceftizoxime, seftazidim dan ceftriaxone dapat ditemukan dalam
CSF parenteral setelah dosis pasien dengan meninges meradang. Sefalosporin
menyeberangi plasenta dan konsentrasi serum janin dapat 10% atau lebih dari yang
ditemukan dalam serum ibu. Protein mengikat obat secara luas.
Sefalosporin dan metabolitnya (jika ada) diekskresikan oleh ginjal, melalui
sekresi tubular dan / atau filtrasi glomerulus. Beberapa sefalosporin (misalnya,
cefotaxime, cefazolin, dan cephapirin) sebagian dimetabolisme oleh hati untuk
senyawa desacetyl yang mungkin memiliki beberapa aktivitas antibakteri.
37
2.2.8 Farmakodinamik
Sefalosporin bekerja dengan cara mengganggu langkah akhir dalam
pembentukan dinding sel bakteri (penghambatan biosintesis mucopeptide), sehingga
membran sel tidak stabil dan akan mengalami lisis (mekanisme yang sama tindakan
seperti penisilin).
2.2.9 Indikasi Klinik
Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi
berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum
antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi
antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.
2.2.10 Kontra Indikasi
Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam
lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin
test.
Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka.
Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien
yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya,
penisilin, cefamycins, carbapenems).
38
Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia,
syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan
mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus
digunakan untuk kasus ini.
2.2.11 Efek Samping
• Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis,
udema,
• Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi :
pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik
• Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri
lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.
• Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.
• Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan
toksik nefropati.
2.2.12 Kegunaan dalam Kedokteran Gigi
Sangat aktif terhadap bakteri anaerob yang ditemukan di rongga mulut.
Berguna untuk infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Streptococcus, tetapi
tidak untuk Hemophilus influenzae dan catarrhalis Moraxella.
39
2.3 Moksolid dan Ketolid
2.3.1 Eritromisin
Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan
makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam
rumus molekulnya.
2.3.1.1 Struktur
2.3.1.2 Sumber
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini
berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin
larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam
suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah.
Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang
disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila
disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu.
2.3.1.3 Penggunaan
40
Infeksi Mycoplasma pneumoniae Eritromisin yang diberikan 4 kali 500 mg
sehari per oral mempercepat turunnya panas dan mempercepat penyembuhan
sakit.
Penyakit Legionnaire Eritromisin merupakan obat yang dianjurkan untuk
pneumonia yang disebabakan oleh Legionella pneumophila. Dosis oral ialah 4
kali 0,5-1 g sehari atau secara intravena 1-4 g sehari.
Infeksi Klamidia Eritromisin merupakan alternatif tetrasiklin untuk infeksi
klamidia tanpa komplikasi yang menyerang uretra, endoserviks, rektum atau
epididimis. Dosisnya ialah 4 kali sehari 500 mg per oral yang diberikan
selama 7 hari. Eritromisin merupakan obat terpilih untu wanita hamil dan
anak-anak dengan infeksi klamidia.
Difteri Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman difteri baik pada
infeksi akut maupun pada carrier state. Perlu dicatat bahwa eritromisin
maupun antibiotika lain tidak mempengaruhi perjalanan penyakit pada infeksi
akut dan komplikasinya. Dalam hal ini yang penting antitoksin.
Infeksi streptokokus Faringitis, scarlet fever dan erisipelas oleh Str. Pyogenes
dapat diatasi dengan pemberian eritromisin per oral dengan dosis 30 mg/kg
BB/hari selama 10 hari. Pneumonia oleh pneumokokus juga dapat diobati
secara memuaskan dengan dosis 4 kali sehari 250-500 mg.
Infeksi stapilokokus Eritromisin merupakan alternatif penisilin untuk infeksi
ringan oleh S. Aureus (termasuk strain yang resisten terhadap penisilin).
Tetapi munculnya strain-strain yang resisten telah mengurangi manfaat obat
ini. Untuk infeksi berat oleh stafilokokus yang resisten terhadap penisilin
lebih efektif bila digunakan penisilin yang tahan penisilinase (misalnya
dikloksasilin atau flkloksasilin) atau sefalosporin. Dosis eritromisin untuk
infeksi stafilokokus pada kulit atau luka ialah 4 kali 500 mg sehar yang
diberikan selama 7-10 hari per oral.
41
Infeksi Campylobacter Gastroenteritis oleh Campylobacter jejuni dapat
diobati dengan eritromisin per oral 4 kali 250 mg sehari. Dewasa ini
fluorokuinolon telah menggantikan peran eritromisin untuk infeksi ini.
Tetanus Eritromisin per oral 4 kali 500 mg sehari selama 10 hari dapat
membasmi Cl. tetani pada penderita tetanus yan alergi terhadap penisilin.
Antitoksin, obat kejang dan pembersih luka merupakan tindakan lain yang
sangat penting.
Sifilis Untuk penderita sifilis stadium diniyang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan eritromisin per oral dengan dosis 2-4 g sehari selama 10-15 hari.
Gonore Eritromisin mungkin bermanfaat untuk gonore diseminata pada
wanita hamil yang alergi tehadap penisilin. Dosis yang diberikan ialah 4 kali
500 mg sehari yang diberika selama 5 hari per oral. Angka relaps hampir
mencapai 25 %.
Penggunaan profilaksis Obat terbaik untuk mencegah kambuhnya demam
reumatik ialah penisilin. Sulfonamid dan eritromisin dapat dipakai bila
penderita alergi terhadap penisilin. Eritromisin juga dapat dipakai sebagai
pengganti penisilin untuk penderita endokarditis bakterial yang akan dicabut
giginya. Dosis eritromisin untuk keperluan ini ialah 1 g per oral yang
diberikan 1 jam sebelum dilakukan tindakan, dilanjutkan dengan dosis tunggal
500 mg yang diberikan 6 jam kemudian.
Pertusis Bila diberikan pada awal infeksi, eritromisin dapat mempercepat
penyembuhan.
2.3.1.4 Mekanisme Kerja
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada sub unit
ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. Terdapat bukti
yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit sebagian menempati
suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan klindamisin.
42
1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram
positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga.
Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.
2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih tinggi
dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat bakteriosid.
3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada
pH netral atau asam.
4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :
a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.
b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.
c. Metilasi adenin.
2.3.1.5 Interaksi Obat
Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin) Efek obat asma dapat
meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan
untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek
samping merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dlaporkan :
mual, salit kepala, pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia
jantung, takhikardia, dan kemungkinan kejang.
Eritromisin dengan Karbamazepin Efek karbamazepin dapat meningkat.
Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan
kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang
dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan nanar.
Eritromisin dengan Digoksin Efek digoksin meningkat. Digoksin digunakan
untuk layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak
teratur. Akibatnya : terjadi fek samping merugikan karena terlalu banyak
43
digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, kehilangan nafsu makan, aritmia
jantung, takhikardia atau bradikardia.
Erirtromisin dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika
klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing antibiotika
dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan,
sebaiknya kombinasi ini dihindari.
2.3.1.6 Farmakokinetik
Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan
dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah plebitis atau
rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat
dan efek pengikatnya pada proteinnya sedang. Obat ini diekstresikan ke dalam
empedu, feses dan sebagian kecil dalam urine. Karenanya jumlah yang diekskresikan
ke dalam urine sedikit, maka insufisiensi ginjal bahkan merupakan kontra indikasi
bagi pemakaian eritromisin.
2.3.1.7 Farmakodinamik
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral
adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya adalah
6 jam. Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub unit
ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.
2.3.1.8 Indikasi Klinik
Indikasi Eritromisin adalah :
44
Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, seperti : tonsilitis, abses peritonsiler, faringitis, laringitis,
sinusitis, bronkitis akut dan kronis, pneumonia, dan bronkiektasis.
Infeksi telinga seperti otitis media dan eksternal, dan mastoiditis.
Infeksi pada mulut
Infeksi mata
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Infeksi saluran pencernaan
Infeksi lainnya : osteomielitis, uretritis, GO, sifilis, limfogranuloma venerum,
difteri, dan prostatitis.
2.3.1.9 Kontra Indikasi
Eritromisin kontraindikasi bagi pasien yang yang hipersensitif atau alergi
terhadap eritromisin.
2.3.1.10 Efek Samping
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan
gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen. Reaksi alergi
terhadap eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika
obat dipakai bersama obat-obatan hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis
tinggi), fonotiazin dan sulfonamid. Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih
mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan eritromisin lainnya.
Kerusakan hati biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan. Eritromisin
tidak boleh dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing
untuk mendapatkan reseptor. Eritromisin salah satu antibiotika terlama yang
digunakan saat ini. Yang berikut ini harus diperhatikan :
45
Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki
gejala-gejala ini.
Alergi.
Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat.
Peningkatan SGOT positif palsu.
Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi.
Super infeksi kolon dan vagina.
2.3.1.11 Sediaan:
Sediaan dari Eritromisin berupa kapsul/ tablet, sirup/sspensi, tablet kunyah
dan obat tetes oral.
2.3.1.12 Dosis:
1. Eritromisin basa (E-mycin, ilotycin) D : PO : 250-500 mg/6 jam A : PO : 30-
50 mg/kg/hr dalam dosis terbagi (setiap 6 jam) Tablet enterik-coated untuk
mencegah asam lambung merusak obat. Dosis > tinggi diperlukan untuk
infeksi yang berat.
2. Eritromisin stearat (Erythromicin) Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam.
Tidak boleh dipakai bersama makanan. Dalam bentuk tablet salut
3. Eritromisin etilsuksimat (E.E.S., E-mycin E, pediamycin) Sama seperti E-
mycin Tidak terpengaruh oleh makanan. Tersedia dalam bentuk cair, tablet
kunyah dan tablet salut.
4. Eritromisin estolat (ilosone) Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk
cair, tablet kunyah, tablet dan kapsul. Ada kaitan antara hepatotoksistas
dengan garam estolat.
5. Eritromisin laktoblonat (Erythrocin lactobionate-I.V) D : IV : 1-49/hr dalam
dosis terbagi 4 (setiap 6 jam) A : IV : 15-20 mg/kg/hr dalam dosis terbagi 4
Untuk pemberian intravena. D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral
46
2.3.1.13 Kegunaan Dalam Kedokteran Gigi
Eritromisin digunakan untuk melawan infeksi orofacial akut, khususnya
pasien dengan alergi β-laktam. Aktivitas spektrumnya melawan bakteri gram positif
aerob/fakultatif cocci (streptococci, beberapa staphylococci). Spektrumnya umumnya
tidak cocok untuk bakteri gram negatif anaerob yang diikuti dengan infeksi orofacial:
prevotella, porphyromonas, fusobacterium, dan veilonella. Sediaan berupa
kapsul/tablet, sirup/suspensi, tablet kunyah dan obat tetes oral.
2.3.2 Clarithromycin
Clarithromycin diturunkan dari erythromycin dengan penambahan satu
kelompok methyl, serta memiliki stabilitas asam adan absorbsi oral yang lebih baik
dibandingkan dengan erythromycin. Makanisme kerjanya sama dengan erythromycin.
Clarithromycin dan erythromycin sebenarnya identik dalam aktivitas antibakteri
mereka, kecuali bahwa clarithromycin lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium
avium. Clarithromycin juga mempunyai aktivitas terhadap M leprae dan toxoplasma
gondii. Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten
terhadap clarithromycin.
47
2.3.2.1 Farmakokinetik
Clarithromycin diserap secara cepat dari GI tract setelah oral administration.
Bioavailability absolute dari 250 mg tablet clarithromycin adalah sekitar 50%. Untuk
dosis tunggal 500 mg clarithromycin, makanan sedikit menunda onset dari absorpsi
dari clarithromycin, meningkatkan waktu maksimum dari 2 jam menjadi 2,5 jam.
Makanan juga meningkatkan konsentrasi plasma puncak dari clarithromycin
(clarithromycin peak plasma concentration) menjadi sekitar 24% tetapi tidak
mempengaruhi taraf bioavailability clarithromycin. Makanan tidak mempengaruhi
onset dari formasi dari antimicrobial aktif metabolit, 14-OH clarithromycin atau
consentrasi plasma puncak tetapi sedikit menurunkan taraf dari formasi metabolit,
diindikasikan oleh penurunan 11% pada area dibawah konsentrasi plasma-time curve
(AUC). Jadi, tablet clarithromycin dapat diberikan tanpa makan.
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu
paruh clarithromycin (6jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan erythromycin
48
memungkinkan pemberian dosis dua kali sehari. Dosis yang dianjurkan adalah 250-
500mg dua kali sehari. Penetrasi clarithromycin baik pada sebagian besar jaringan,
dengan konsentrasi yang setara dengan atau lebih besar dari konsentrasi serum.
Clarithromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14-
hydroxyclarithromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari
obat aktif dan metabolit utama ini dieliminasi dalam urin, dan pengurangan dosis
(misalnya dosis bermuatan 500mg, kemudian menjadi 250 mg sekali atau dua kali
sehari) dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin di bawah 30 mL/menit.
Interaksi obat clarithromycin sama dengan erythromycin.
Keuntungan penggunaan clarithromycin dibandingkan dengan erythromycin
adalah lebih rendahnya frekuensi intoleransi gastrointestinal dan lebih dari jarangnya
frekuensi pemberian dosis. Kecuali untuk organisme-organisme tertentu yang telah
disebutkan di atas, kedua obat ini satu sama lain sangat mirip secara terapeutik.
Pemilihan salah satu diantara keduanya biasanya dipertimbangkan dengan alasan
biaya (harga clarithromycin jauh lebih mahal) dan kemampuan tolerabilitas obat.
2.3.2.2 Farmakodinamik
Mekanisme kerjanya adalah sama dengan bahwa eritromisin. Klaritromisin
dan eritromisin hampir identik sehubungan dengan aktivitas antibakteri kecuali
klaritromisin yang lebih aktif terhadap Mycobacterium avium kompleks.
Klaritromisin juga memiliki aktivitas terhadap M.leprae dan Toxoplasma gondii.
Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten terhadap
clarithromycin.
49
2.3.2.3 Dosis
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum 2-3 g / mL. Lama waktu
paruh lebih lama klaritromisin (6 jam) dibandingkan dengan eritromisin
memungkinkan dosis dua kali sehari. Dosis yang disarankan adalah 250-500 mg dua
kali sehari. Klaritromisin menembus jaringan yang paling baik, dengan konsentrasi
sama dengan atau melebihi konsentrasi serum.
2.3.2.4 Indikasi
Tablet clarithromycin diindikasikan untuk penanganan dari infeksi ringan sampai
infeksi sedang yang disebabkan oleh mikroorganisme pada kondisi seperti dibawah
ini:
Dewasa
o Pharyngitis/tonsillitis disebabkan oleh streptococcus pyogenes (obat yang
biasanya dipilih pada infeksi streptococcal adalah penicillin yang dilakukan melalui
intramuscular atau oral route. Clarithromycin umumnya efektif dalam pembasmian S
pyogenes dari nasopharynx).
o Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis
atau streptococcus pneumoniae.
o Acute bacterial exacerbation dari chronic bronchitis oleh haemophilus
influenzae, hemophilus parainfluenzae, moraxella catarrhalis, atau streptococcus
pneumoniae.
50
o Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh streptococcus aureus atau
streptococcus pyogenes (abses biasanya memerlukan surgical drainage).
o Infeksi disseminated mycobacterial oleh mycobacterium avium, atau
mycobacterium intracellulare.
Tablet clarithromycin dikombinasikan dengan omeprazole atau ranitidine bismuth
citrate tablets juga biasanya diindikasikan untuk penanganan pasien dengan active
duodenal ulcer yang berhubungan dengan infeksi H. pylori.
Anak - anak
o Pharyngitis/tonsillitis oleh streptococcus pyogenes.
o Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis
atau streptococcus pneumoniae.
o Acute otitis media oleh H. influenzae, moraxella catarrhalis atau streptococcus
pneumoniae.
o Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh staphylococcus aureus atau
streptococcus pyogenes
2.3.2.5 Prophylaxis (pencegahan penyakit)
Clarithromycin diindikasikan untuk pencegahan penyakit disseminated
mycobacterium avium complex (MAC) pada pasien dengan infeksi HIV lanjut.
51
Untuk mengurangi perkembangan drug-resisten bakteri dan menjaga keefektifan dari
clarithromycin dan obat antibakteri lainnya, clarithromycin harus digunakan hanya
untuk mengobati atau pencegahan penyakit yang telah terdiagnosa oleh bakteri
tertentu.
2.3.2.5 Kontraindikasi
Clarithromycin kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitif terhadap
clarithromycin, erythromycin atau antibiotic macrolide lainnya.
2.3.3 Azithromycin
Azitrhmonycin merupakan senyawa dengan cincin macrolide lactone 15-atom
yang diturunkan dari erythromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang
dimetilasi ke dalam cincin lactone erythromycin. Spectrum aktivitas dan penggunaan
klinisnya sesungguhnya identik dengan clarythromycin. Azitrhmonycin aktif terhadap
komples M avium dan T gondii. Azitrhmonycin sedikit kurang aktif dibandingkan
erythromycin dan clarithromycin terhadap stafilokokkus dan streptokokkus, namun
sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitrhmonycin sangat aktif terhadap
Chlamydia.
Azitrhmonycin berbeda dengan erythromycin dan clarithromycin terutama
dalam sifat farmakokinetika. Satu dosis azitrhmonycin 500 mg dapat menghasilkan
konsentrasi serum yang relative rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. akan tetapi
azitrhmonycin dapat melakukan penetrasi kesebagian besar jaringan (kecuali cairan
52
cerebrospinal) dan sel-sel fagosit dengan sangat baik. Konsentrasi jaringan dapat
melebihi konsentrasi serum 10 hingga 100x lipat. Obat di release secara perlahan
dari jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan
waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan
pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak
kasus. Sebagai contoh: satu dosis tunggal azitrhmonycin sebesar 1 gram sama
efektifnya dengan pengobatan jangka 7 hari dengan doxycycline pada uretritis dan
seviksitas Chlamydia. Pneumonia yang didapat dari komunitas dapat diobati dengan
azitrhmonycin yang diberikan sebagai dosis awal 500 mg dan diikuti dengan dosis
tunggal harian sebesar 250 mg untuk 4 hari selanjutnya.
Azitrhmonycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara
oral. Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
53
Antasida alumunium dan magnesium tidak mengubah bioavabilitas, namun
memperlama absorbsi dan menurunkan konsentrasi serum puncak. Oleh karena agen
ini memiliki cincin lactone dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka azitrhmonycin
tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450, dan karena itu ia tidak
mempunyai efek terhadap interaksi-interaksi obat yang timbul pada erythromycin dan
clarithromycin.
Azithromycin dan clarithromycin adalah turunan semisintetik dari
erythromycin.
2.3.3.1 Mekanisme Kerja
Azithromycin bekerja dengan mengikat ke 50s ribosomal subunit dari
microorganisme dan kemudian mengganggu sintesis protein dari mikroba tersebut.
Sintesis asam nukleat tidak dapat dipengaruhi oleh azithromycin.
Azithromycin terkonsentrasi pada fagosit dan fibroblast yang ditunjukkan
oleh teknik inkubasi in vitro. Dengan menggunakan methodology, rasio dari
konsentrasi intracellular terhadap extracellular adalah >30 setelah inkubasi selama 1
jam. Ilmu in vivo menyarankan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat berperan
dalam distribusi obat ke jaringan yang mengalami inflamasi.
2.3.3.2 Indikasi
Azithromycin diindikasikan untuk pengobatan pasien dengan infeksi ringan
dan sedang (pneumonia) yang disebabkan oleh microorganisme pada kondisi:
54
Sexually transmitted diseases
Non-gonococcal urethritis dan cervicitis oleh Chlamydia trachomatis
Azithromycin, pada dosis yang direkomendasikan, tidak dapat diandalkan
untuk mengobati penyakit gonorrhea atau syphilis. Agents amtimikrobial digunakan
dalam dosis tinggi untuk periode pendek untuk menangani non-gonococcal urethritis.
Mycobacerial infection
Pencegahan untuk penyakit disseminated mycobacterium avium complex
(MAC)
Azithromycin, digunakan dalam dosis tunggal atau kombinasi dengan rifabutin pada
dosis yang ditingkatkan, diindikasikan untuk pencegahan dari penyakit MAC pada
pasien penderita infeksi HIV.
Penanganan untuk pengakit disseminated mycobacterium avium complex
(MAC)
Azithromycin, kombinasi dengan ethambutol, diindikasikan untuk penanganan dari
infeksi disseminated MAC pada pasien penderita infeksi HIV lanjut.
2.3.3.3 Kontraindikasi
Azithromycin kontraindikasi pada pasien yang diketahui hipersensitif
terhadap azithromycin, erythromycin, obat macrolide atau obat antibiotic ketolide
lainnya.
2.4 LINCOSAMIDE
55
Jenis Obat
Yang termasuk dalam lincosamide :
1. Clindamycin (7-chloro-7-deoxy lincomycin)
2. Lincomycin (diisolasi dari Streptomyces lincolnensis)
2.4.1 Clindamycin
Clindamycin merupakan turunan dari lincomycin semisintetik dan
diklasifikasikan sebagai antibiotik lincosamide. Clindamycin beraktivitas dengan
mengikat subunit ribosom 50s yang menghambat sintesis protein mikroba pada
inisiasi rantai peptida.
Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten
terhadap β-lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut.
2.4.1.1 Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan
dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian
dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1
jam, dengan masa paruh kira-kira 2,7 jam. Klindamisin didistribusi dengan baik ke
berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke CSS. Kira-kira 90%
klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Klindamisin berakumulasi dalam
leukosit polimorfonuklear dan makrofag alveolar tetapi makna klinik dari fenomena
ini belum jelas. Obat ini berpenetrasi baik ke dalam tulang, tapi tidak ke cairan
56
cerebrospinal, bermetabolisme sebagian besar dalam hati (lebih dari 90%), dan
berkonsentrasi tinggi di dalam empedu, dimana ini dapat mengubah flora usus sampai
2 minggu setelaj penggunaan dihentikan. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi
dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses.
Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin
sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu. Masa paruh
eliminasi dapat memanjang pada penderita gagal ginjal sehingga diperlukan
penyesuaian dosis berdasarkan pengukuran kadar obat dalam plasma. Hal ini dapat
pula terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.
2.4.1.2 Farmakodinamik
Clindamycin dapat meningkatkan kemampuan neutrofil untuk memfagosit
dan menghancurkan kuman terutama penyebab periodontitis. Clindamycin dapat
terkonsentrasi dalam neutrofil sehingga dapat membunuh kuman yang berada dalam
neutrofil. Clindamycin juga dapat meningkatkan kemampuan chemotaxis dari
neutrofil.
2.4.1.3 Mekanisme Kerja Obat
Reseptor obat : 23s subunit dari 50s ribosom bakteri. Obat bekerja pada
reseptor dan menghasilkan hambatan bakteriostatik dengan sintesis protein mikroba.
57
Clindamycin dapat melawan banyak bakteri gram positif dan negative baik
yang anaerob maupun yang fakultatif anaerob, seperti :
- Bacteroides,
- Prevotella,
- Porphyromonas,
- Veillonella,
- Peptostreptococcus,
- microaerophilic streptococci,
- Actinomyces,
- Eubacteria,
- Clostridium (kecuali Clostridium difficile),dan
- Propionibacteria.
Organisme gram positif pada umumnya rentan terhadap Clindamycin, seperti :
- Streptococcus pneumonia
- VGS
- Corynebacterium
- Group A, B, C, dan G streptococci
- Streptococcus bovis
Organisme lain yang juga rentan terhadap Clindamycin :
- Leptotrichia buccalis
58
- Bacillus cereus
- Bacillus subtilis
- Capnocytophaga canimorsus
- Beberapa β laktamase – menghasilkan staphylococci
Mikroorganisme dengan resistensi intrinsic terhadap Lincosamide :
- Enterococcus
- Enterobacteriae
- Haemophilus pneumoniae
- Neisseria meningitides
- Mycoplasma pneumoniae
- Hampir semua MRSA
- Streptococcus pneumoniae (dengan resistensi yang lebih tinggi)
- Streptococcus pyogenes (dengan resistensi yang lebih tinggi)
- Prevotella (resistensi rata-rata 12-20%)
- Porphyromonas (resistensi rata-rata 12-20%)
- Fusobacteria (resistensi rata-rata 12-20%)
- Peptostreptococcus (resistensi rata-rata 12-20%)
2.4.1.4 Efek yang tidak iinginkan
- mual dan muntah
59
- sakit perut
- esofagitis
- glossitis
- stomatitis
- alergi
- reversible peningkatan level erum transaminase
- reversible myelosupression
- metallic taste / rasa logam
- bercak maculopapular (3-10%)
- diare (2-20% ; rata-rata 8%)
- jika diberikan dalam dosis tinggi secara intravena maka akan
menghasilkan blockade neuromuscular ( sama seperti
Aminoglycoside, Tetracyclin, dan Polimyxin B)
-
2.4.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi
» Indikasi
Clindamycin digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap beberapa infeksi
yang dikarenakan oleh :
a. bakteri Streptococcus
b. bakteri Staphylococcus
c. bakteri Pneumoniae
60
d. bakteri yang anaerob seperti Bacteroides
Clindamycin diindikasikan untuk infeksi fraktur tulang, dan juga berguna
untuk perawatan beberapa kondisi yang anaerob, seperti infeksi saluran genital
wanita, infeksi pelvis, penetrasi jaringan ikat pada perut setelah operasi. Pemakaian
Clindamycin dapat dikombinasikan untuk pengobatan Pneumocystis carinii dan
Toxoplasmosis.
Infeksi serius saluran nafas bawah, Infeksi serius kulit dan jaringan lunak,
Osteomilitis, Infeksi serius intra-abdominal, dan Penicilin resistant
Infeksi gigi, termasuk abses gigi berat, saluran akar dengan sensitivitas yang
berkepanjangan dan orang yang terinfeksi kembali. infeksi gigi pada pasien yang
alergi atau tidak menanggapi Penisilin
» Kontraindikasi
Clindamycin kontraindikasi pada pasien yang alergi terhadap obat dan dalam
kombinasi obat neuromuscular blok. Semua antibiotic harus dihindari, jika
memungkinkan untuk 2 bulan.
2.4.1.6 Interaksi Obat
Klindamisin bekerja sinergis dengan obat nondepolarisasi (curarelike)
neuromuscular blok dalam neuro-transmisi blok pada otot skeletal. Klindamisin oral
absorbsinya lambat oleh obat kaolin-pectin antidiare.
61
2.4.1.7 Sediaan dan dosis
Clindamysin tersedia dalam bentuk kapsul berisi HCl hidrat yang setara
dengan 75 dan 150 mg clindamysin basa. Selain itu terdapat granul klindamisin
palmitat HCl untuk suspensi oral dengan konsentrasi 75 mg/5 ml.
Dosis oral untuk dewasa adalah 150-300 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat
dapat diberikan 450 mg tiap jam. Dosis oral untuk anak-anak adalah 8-12 mg/kgBB
sehari yang dibagi dalam beberapa dosis. Untuk infeksi berat dapat diberikan sampai
25mg/kgBB sehari.
Untuk anak-anak atau bayi berumur lebih dari 1 bulan diberikan 15-25
mg/kgBB sehari; untuk infeksi berat dosisnya 25-40 mg/kgBB sehari yang dibagi
dalam beberapa dosis pemberian.
2.4.1.8 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi
Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten
terhadap β-lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut.
2.5 METRONIDAZOLE
Metronidazole merupakan sintetik nitroimidazole yang diisolasi dari
Streptomyces. Merupakan obat pilihan untuk berbagai infeksi protozoal. Digunakan
untuk pengobatan / terapi ulkus nekrotic gingivitis akut, vaginal trichomoniasis,
62
terapi infeksi bakteri anaerob dan mikroorganisme mikroaerophilik (termasuk infeksi
orofacial akut, periodontitis, dan ulkus nekrotic gingivitis akut.
2.5.1 Farmakokinetik
Metronidazole diserap sepenuhnya dari saluran pencernaan (bioavaibilitas oral
mencapai 100%). Tingkat serum yang dicapai adalah sama untuk pemberian secara
oral dan intravena. Adanya makanan dalam saluran mencernaan menunda tingkat
serum mencapai puncaknya. Metronidazole mencapai puncaknya pada darah dengan
pemerian secara oral yaitu dalam waktu 1-2jam dan mempunyai volume distribusi
yang luas, penetrasi CNS yang sangat baik, dan waktu paruh 8 jam. Efek
farmakokinetik ini tidaklah membahayakan untuk wanita hamil, malahan
metabolisme obat ini mengurangi presentasi disfungsi hati dan tidak menyebabkan
kerusakan ginjal.
Absorpsi, absorpsi metronidazole per oral sangat efektif, dengan bioavalabilitas
sebesar lebih dari 90% dengan konsentrasi maksimum pada plasma untuk
metronidazole dosis 500 mg antara 8-13 mg/L dengan Tmax 0.25–4.0 jam.
Distribusi, metronidazole memasuki membran sel dan didistribusikan ke dalam
jaringan dan cairan.
Metabolisme, metronidazole merupakan antibiotik yang dimetabolisme pada
hepar.
63
Ekskresi, metronidazole diekskresikan pada empedu sebagai obat parental dan
pada urin sebagai metabolit- metabolit hasil metabolismenya
2.5.2 Farmakodinamik
Metronidazole merupakan antibiotik yang dapat membunuh bakteri anaerob secara
cepat.
2.5.3 Mekanisme Kerja Obat
Antimikroba (Metronidazole) penetrasi melalui dinding sel (masuk ke sel)
kemudian mengalami reduksi gugus N untuk menghasilkan metabolit yang merusak
DNA (mengganggu replikasi DNA, memotong-motong DNA yang terbentuk, dan
pada dosis rendah akan menyebabkan mutasi genom bakteri) sehingga
mengakibatkan kematian sel.
Metronidazole bersifat bakterisid yang aktif melawan bakteri anaerob.
2.5.4 Efek yang tidak diinginkan
- Reversible neutropenia
- Metallic taste / rasa logam
- Urin berwarna gelap atau merah colkat
- Bercak pada kulit
- Rasa perih (seperti terbakar pada uretra atau vagina)
- Gynecomastia
64
- Mual dan muntah
- Pancreatitis (jarang terjadi)
- Pseudomembranous colitis (jarang terjadi)
- Peripheral neorophaty (jarang terjadi)
- Reaksi disulfiram jika dikombinasikan dengan etanol
- CNS toxic (seizure, encephalopathy, disfungsi cerebellar, parethesias,
mental confusion, dan depresi)
- Bersifat karsinogenik
2.5.5 Indikasi dan Kontraindikasi
» Indikasi
Metronidazole digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap :
- Infeksi anaerobic abdominal
- Infeksi CNS
- Bacterial vaginosis
- Infeksi protozoa
- Infeksi Helicobacter pylori
- Infeksi Clostridium difficile (berhubungan dengan diare dan coltis)
- Infeksi bakteri anaerob obligat (Bacteroides, Porphyromonas,
Prevotella, Fusobacterium, Peptostreptococcus, Clostridium)
65
- Infeksi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis
( Trichomonas vaginalis, Gardnerella vaginalis, Entamoeba histolytica,
Balantidium coli)
- Perlawanan terhadap bakteri Mycobacterium hominis, Campylobacter
fetus, Treponema palidum, Helicobacter pylori, dan Capnocytophaga
canimorsus.
Bakteri yang resisten terhadap Metronidazole :
- Actinobacillus
- Actinomycetemcomitans
- Eikenella corrodens
- Actinomyces
- Propionibacterium
Kombinasi Metronidazole dengan Amoxicillin meningkatkan aktivitas
melawan Actinobacillus actinomycetemcomitans dengan meningkatkan kecepatan
selular untuk menyerap Metronidazole.
2.5.6 Sediaan
Bentuk sediaan dari metronidazole ada beberapa macam tablet 200mg dan
500mg, suspensi 125 mg/5 mg, supositoria 500 mg dan 1 g
2.5.7 Efek therapeutic di Kedokteran Gigi
66
Metronidazole sangat efektif untuk melawan bakteri gram negative anaerob
yang pathogen. Digunakan untuk terpi pada infeksi orofacial akut dan periodontitis
kronis. Metronidazole + antibiotic β lactam →terapi infeksi orofacial akut yang serius
dan juga untuk perbaikan progresif periodontitis.
2.6 TETRASIKLIN
2.6.1 KLASIFIKASI ANTIBIOTIK
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin
merupakan kelompok antibiotic yang memiliki spectrum luas, bersifat bacteriostatic,
dan baik digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam infeksi. Tetrasiklin
adalah kelompok antibiotic dengan spectrum antibakteri yang sama tetapi memiliki
perbedaan dalam sifat farmakokinetiknya yang disebabkan oleh perbedaan susunan
kimia pada cincin hydronaphthacene. Tetrasiklin dibagi kedalam 3 generasi :
1. Generasi pertama (tetrasiklin alami)
- Chlortetracycline (aureomycin), diisolasi dari Streptomyces aureofaciens,
diperkenalkan tahun 1948
- Oxytetracycline (terramycin), berasal dari Streptomyces rimosus ,
diperkenalkan pada tahun 1950
- Tetracycline, diperoleh dari dehalogenasi katalik klortetrasiklin, tersedia sejak
tahun 1953
67
- Demeclocycline, diperoleh dengan demetilasi klortetrasiklin
2. Generasi kedua,muncul pada tahun 1965-1972 ( semisintetik tetrasiklin )
- Minocycline
- Methacycline
- Doxycycline
3. Generasi ketiga,yaitu glycylcycline,yang merupakan turunan dari minocycline
Mikroorganisme pertama yang secara klinis terdeteksi resisten terhadap tetrasiklin
adalah Shigella dysentriae pada tahun 1953.
Tetracycline juga dapat digolongkan dari masa kerjanya, yaitu :
1. Masa kerja singkat (6-8 jam)
- Chlortetracycline
- Tetracycline
- Oxytetracycline
2. Masa kerja sedang (12 jam )
- Demeclocycline
- Methacycline
3. Masa kerja lama ( 16-18 jam )
- Doxycycline
- Minocycline
Oleh karena itu doxycycline dan minocycline hampir seluruhnya diabsorpsi dan
diekskresi secara perlahan, maka dapat diberikan dalam dosis sekali sehari.
68
2.6.2 FARMAKOKINETIK
Tetracycline diserap di gastrointestinal dengan perbedaan bioavibilitas yang
signifikan,yaitu chlortetracycline 30%, 60%-80% untuk tetracylin, oxytetracyclin,
dan democlocyclin, 95%-100% untuk doxycyclin dan minocycline. Absorpsi
terutama terjadi didalam usus halus bagian atas dan terbaik diabsorpsi bila tidak ada
makanan. Absorpsi tetrasiklin ( kecuali doxycycline dan minocycline ) dipengaruhi
oleh adanya makanan dalam lambung, pembentukan kelat; kompleks tetrasilklin
dengan zat lain yang sukar diserap seperti ion-ion bermuatan positif yang bervalensi
dua ( Ca2+, Mg2+, Fe2+ )atau Al3+, produk susu dan antasid, serta PH tinggi. Larutan
tetrasiklin dengan buffer khusus diracik untuk pemberian parenteral ( biasanya
intravena ) pada orang yang tidak mampu minum obat peroral. Umumnya dosis
parenteral sama dengan dosis peroral.
Didalam darah, 40-80% tetrasiklin terikat dengan protein. Dosis oral sebesar 500mg
setiap 6 jam tetrasiklin hidroklorid dan oksitetrasiklin akan mencapai kadar puncak 4-
6µg/mL, doksisiklin dan minosiklin sebesar 200 gr akan mencapai kadar puncak 2-
4µg/mL. Tetrasiklin yang diberikan secara intravena dapat menimbulkan kadar yang
lebih tinggi untuk sementara waktu. Obat ini didistribusikan luas ke jaringan dan
cairan tubuh, kecuali cairan cerebrospinal, dimana konsentrasinya rendah. Minosiklin
memiliki sifat khusus yaitu dapat mencapai konsentrasi yang sangat tinggi dalam air
mata dan ludah. Hal ini berguna untuk pemberantasan karier meningokokus.
Tetrasiklin melintasi plasenta hinnga mencapai janin dan diekskresi juga kedalam air
69
susu. Sebagai dampak khelasi dengan kalsium, tetrasiklin akan berikatan ( dan
merusak ) tulang dan gigi yang sedang berkembang.
Tetrasiklin dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan terutama dalam empedu
dan urine. Konsentrasi didalam empedu 10 kali lebih tinggi dari serum. Sebagian obat
yang diekskresikan ke dalam empedu di reabsorpsi oleh usus yang mempertahankan
kadar serum.Sekitar 10-50 % obat dalam tubuh diekskresikan dalam urine, terutama
melalui filtrasi glomerolus. Sekitar 10-40 % obat dalam tubuh diekskresikan melalui
feses. Berbeda dengan tetrasiklin lain, doxycycline dan minocycline dieliminasi oleh
mekanisme-mekanisme non ginjal dan tidak terakumulasi secara signifikan dalam
kondisi ginjal yang rusak. Semua ini menjadikan doxycycline dan minocycline
merupakan tetrasiklin pilihan dalam kondisi menurunnya fungsi ginjal. Tetrasiklin
lain dapat terakumulasi dalam kondisi ginjal yang rusak, menghasilkan level darah
tinggi dan mungkin nekrosis hati dan kematian.
2.6.3 MEKANISME KERJA
Tetrasiklin merupakan antibiotic berspektrum luas yang menghambat sintesis protein.
Agen ini bersifat bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram positif dan negative,
termasuk anaerob, klamidia, mikoplasma, dan bentuk L, serta aktif pula terhadap
beberapa protozoa, misalnya amoeba. Aktivitas antibakteri kebanyakan tetrasiklin
sama. Perbedaan efikasi klinis terutama berhubungan dengan sifat absorpsi, distribusi
dan ekskresi masing-masing obat.
70
Tetrasiklin memasuki mikroorganisme sebagian melalui difusi pasif dan sebagian
melalui transport aktif yang tergantung pada energy. Begitu berada di dalam sel,
tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom bakteri dan menghalangi ikatan
tRNA-aminoacyl ke situs aseptor pada kompleks ribosom mRNA. Hal ini
menghambat penambahan asam amino ke peptide yang sedang terbentuk, sehingga
bakteri tidak dapat berkembang biak.
2.6.4 INTERAKSI OBAT
- Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja penisilin, antikoagulan, dan
sefalosporin
- Korbamazepin dan fenitoin : menurunkan efektivitas tetrasiklin secara oral
- Tetrasiklin dapat memperpanjang kerja antikoagulan, sehingga proses
pembekuan akan tertunda.
- Na+ mangubah PH lambung dan menurunkan absorpsi tetracycline
- Tetrasiklin dapat menurunkan kebutuhan insulin dan mengubah lithium dalam
darah
2.6.5 INDIKASI
Tetrasiklin ditujukan untuk penderita bruselosis, trakoma, batuk rejan, pneumonia,
demam yang disebabkan oleh Rickettsia, infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna,
bronkitis kronik, lymphogranuloma inguinale, acne vulgaris, penyakit paru menahun,
71
infeksi intraabdominal(yang disebabkan oleh E.coli, E. faecalis, B.fragilis ) Juga
untuk pengobatan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan
Streptococcus pada penderita yang peka terhadap penisilin, disentri amuba, gonore
dan sifilis.
2.6.6 KONTRAINDIKASI
- Penderita yang alergi terhadap obat-obatan golongan tetrasiklin
- Penderita gangguan fungsi ginjal
- Anak-anak dibawah umur 8 tahun
- Selama kehamilan
- Selama menyusui
2.6.7 EFEK SAMPING
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin dapat
dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif, dan
reaksi yang timbul akibat perubahan biologic.
1. Reaksi kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin adalah
urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah edema
angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat pula terjadi pada
waktu terapi berlangsung.
2. Reaksi toksik dan iritatif
72
- Efek yang tidak diinginkan pada saluran cerna
Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin peroral, terutama
dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang diberikan, makin
sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk
sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama dengan makanan ,
tetapi jangan dengan susu atau antasid yang mengandung alumunium, magnesium,
atau kalsium. Diare sering kali terjadi akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare
akibat superinfeksi staphylococcus atau Clostridium difficiale yang sangat berbahaya
(dapat diobati dengan Metronidazole).
- Toksisitas jaringan setempat
Pemberian intaravena dapat mengakibatkan tromboflebitis vena dan rasa nyeri
setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan intramuscular tanpa anastesi local.
Terapi dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah seperti leukositosis,
limfotik atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia
- Reaksi fototoksik
Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan tetrasiklin, tapi paling sering timbul
pada pemberian dimetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitivitas,
kadang-kadang disertai demam dan eosinofilia. Pigmentasi kuku dan onikolisis, yaitu
lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
- Toksisitas hati
73
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin dosis tinggi (lebih
dari 2gr sehari) dan paling sering terjadi setelah pemberian intravena. Sifat
hepatotoksik oksitetrasiklin dan tetrasiklin lemah dibandingkan dengan golongan
tetrasiklin lain. Wanita hamil atau masa nifas dengan pielonefritis atau gangguan
fungsi ginjal lain cenderung menderita kerusakan hati akibat pemberian golongan
tetrasiklin. Karena itu tetrasiklin jangan diberikan pada wanita hamil kecuali bila
tidak ada terapi pilihan. Kecuali doksisiklin, golongan tetrasiklin bersifat kumulatif
dalam tubuh, karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal. Efek samping yang
paling sering timbul biasanya berupa azotemia, hiperfosfatemia, dan penurunan berat
badan.
- Struktur tulang dan gigi
Tetrasiklin terikat sebagai kompleks pada kalsium yang tersimpan dalam tulang yang
sedang tumbuh. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada fetus dan anak.
Bahaya ini terjadi mulai pertengahan masa hamil dan sering berlanjut sampai umur 7
tahun atau lebih. Timbulnya kelainan ini lebih ditentukan oleh jumlah daripada
lamanya penggunaan tetrasiklin.
Pada gigi susu maupun gigi tetap, tetrasiklin dapat menimbulkan perubahan warna
permanen dan kecenderungan terjadinya karies. Perubahan warna bervarias dari
kuning coklat sampai kelabu tua. Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai
pertengahan kedua kehamilan, masa amenyusui, dan anak sampai berumur 8 tahun.
Efek ini terjadi lebih sedikit pada oksitetrasiklin dan doksisiklin.
Reaksi vestibuler
74
Minosiklin sering bersifat vestibulostatik dan dapat menimbulkan
vertigo, ataksia, muntah yang bersifat reversible
Pemberian golongan tetrasiklin pada neonatus dapat mengakibatkan
peninggian tekanan intracranial dan mengakibatkan fontanel menonjol,
sekalipun obat-obat ini diberikan dalam dosis terapi. Bila terapi
dihentikan maka tekanannya akan menurun kembali dengan cepat.
Efek samping akibat perubahan biologic
Seperti antibiotic lain yang berspektrum luas, pemberian golongan
tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman
resisten dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi dalam rongga
mulut, faring, bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Factor
yang memudahkan terjadinya superinfeksi adalah diabetes mellitus,
leukemia, daya tahan tubuh yang lemah.
Salah satu manifestasi superinfeksi baru ialah diare akibat terganggunya
keseimbangan flora normal dalam usus. Dikenal 3 jenis diare akibat
superinfeksi dalam saluran cerna sehubungan dengan pemberian tetrasiklin.
1. Enterokolitis stafilokokus
Dapat timbul setiap saat selama terapi berlangsung. Tinja cair sering
mengandung darah serta leukosit polimorfonuklear. Diagnosis harus
dilakukan dengan cepat, karena keadaan ini sering menyebabkan kematian.
75
2. Kanidiasis intestinal
Bila terjadi kanidiasis intestinal perlu diberikan nistatin atau amfoterisin B
peroral.
3. Colitis pseudomembranosa
Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada saluran cerna. Diare yang terjadi
sangat hebat, disertai demam dan terdapat jaringan mukosa yang nekrotik
dalam tinja.
Untuk memperkecil kemungkinan timbulnya efek samping golongan
tetrasiklin maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam memberikan terapi
dengan antibiotic ini, yaitu :
1. Hendaknya tidak diberikan pada wanita hamil
2. Bila tidak ada indikasi yang kuat, jangan diberikan pada anak-anak.
3. Hanya doksisiklin yang boleh diberikan kepada pasien gagal ginjal
4. Sisa obat yang tidak terpakai sebaiknya dibuang
5. Jangan diberikan kepada pasien yang hypersensitive terhadap obat ini.
2.6.8 KEGUNAAN DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI
Penggunaan tetracycline dalam manajemen infeksi orofacial akut dianggap
kurang tepat karena aktivitas bakteriostatiknya dan resistensi mikrobial yang
ekstensif. Tetapi dengan adanya oral microbial pathogens yang bertambah resisten
terhadap –lactam, macrolides, dan clindamycin, maka hal ini perlu dipertimbangkan
kembali
76
Tetracycline sistemik dalam manajemen periodontits kronik pada orang dewasa
harus hati-hati dalam menilai keuntungan dan kerugiannya berdasarkan batas efikasi
dan kecenderungan untuk menyebabkan ekspresi gen resisten pada mikroba, serta
stimulasi mekanisme efflux obat.
Tetracycline efektif dalam menangani localized juvenile periodontitis ( LPJ ) dan
organism asosiasinya Actinobacillus actinomycetemcomitans. Tetracycline dapat
menghambat peradangan aktivitas matriks metalloproteinase. Tetracycline juga dapat
digunakan pada subgingival.
77
BAB III
ANTIHISTAMIN
Histamin
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan
sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis
yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks
heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada
rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah,
sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat
makanan dan beberapa turunan amina. Histamin merupakan produk dekarboksilasi
dari asam amino histidin.
Pelepasan histamine terjadi akibat :
Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau
sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka
Senyawa kimia
78
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan melepaskan histamine
dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan
tripsin.
Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin
oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada
penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-
enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.
Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama
sel mast yang akan melepaskan histamin.
Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target.
Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2).
Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan
rasio reseptor H-1 : H-2. stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :
Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar
Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus
Kontraksi sel-sel otot polos
Kenaikan aliran limfe
79
Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :
¨ Dilatasi pembuluh paru-paru
¨ Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung
¨ Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin
dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan
H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat
menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada
umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama
dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang
dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen
IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada
pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut
belum diketahui hingga saat ini.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu :
v Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat
reaksi alergi
v Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita pada tukak lambung
80
v Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih
dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental.
3.1 Antihhistamin I
3.1.1 Klasifikasi
Menurut Delmar dental drug reference, antihistamin H1 dibagi menjadi 2 generasi
generasi 1 :
1. Ethylenediamine Derivatives, contoh : Tripelennamine.
2. Ethanolamine Derivatives, contoh : Clemastine, diphenhydramine
3. Alkylamines, contoh : Brompheniramine, chlorpheniramine, dexchlorpheniramine.
4. Phenothiazines, contoh : Promethazine
5. Piperidines, contoh : Azatadine, cyproheptadine, phenindamine.
Generasi 2 :
Modifikasi dari generasi pertama untuk mengurangi efek samping menghasilkan antihistamin
generasi kedua dan lebih selektif terhadap reseptor H1 perifer. Terdiri dari :
1. Piperazines, contoh : Cetirizine.
2. Piperidines, contoh : Astemizole, fexofenadine, loratidine, terfenadine.
81
3.1.2 Mekanisme Kerja Antihistamin H1
Mengantagonis H1 secara kompetitif dan reversibel, tetapi tidak memblok pelepasan
histamin
3.1.3 Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas,
reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor,
alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi
anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi
lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep
aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-
medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau
prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness,
pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
3.1.4 Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus
atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-
angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck
obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk
82
asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien
tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural. Pada pasien dengan hipersensitifitas dengan
fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi menyebabkan
angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan anafilaksis. Terdapat obat-obat
generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic seperti astemizole. Obat
astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator
potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi
potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome
merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara
otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia
akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan
aliran darah (heart block).
3.1.5 Efek Samping
Antihistamin Generasi Pertama:
a. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
b. Kardiovaskular – hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis
vena pada sisi injeksi (IV prometazin)
83
c. Sistem Saraf Pusat - drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue,
bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
d. Gastrointestinal - epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
e. Genitourinari – urinary frequency, dysuria, urinary retention
f. Respiratori – dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning
(nasal spray)
Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga:
a. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
b. SSP – mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
c. Respiratori* - mulut kering
d. Gastrointestinal** - nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine)
3.1.6 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1
setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12
jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam
darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam
berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
84
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi
dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan
konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1
diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
3.1.7 Dosis
Penggunaan topikal terbatas karena antihistamin sering menyebabkan reaksi
hipersensitivitas. Untuk penderita motion sickness, antihistamin diberikan 30 menit
sebelum perjalanan. Perhatikan masing-masing obat.
3.1.8 Etilenediamin
Struktur dasar dari H1 antihistamin generasi pertama terdiri dari dua lingkaran
aromatic yang terhubung pada ethylamine yang tersubstitusi. Obat ini terbagi menjadi
6 berdasarkan rantainya, yaitu: Ehanolamine, ethylenediamine, alkylamine,
piperazine, phenothiazine, dan piperidine.
85
Antihistamine dengan struktur ethylenediamine merupakan kompon alkalin
yang kuat. Kepolaritasannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan derivate
aminoethyl ether dan alkylamino.
Dari sisi kimiawi, derivate dari ethylenediamine mempunyai sifat sedative
tingkat menengah, hamper tidak ada aktivitas anticholinergic atau antiemetic.
Ethylenediamine juga sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal.
Ethylenediamine merupakan H1 antihistamin yang termasuk paling awal
ditemukan. Informasi mengenai farmakokinetik dan disposisi metabolic sangat
terbatas karena grup kompon ini tidak dipelajari secara mendalam. Hanya pada
perkembangan generasi kedua H1 antihistamin yang terdapat potensi toksisitas yang
menyangkut sebagian kompon awal, yang dipelajar disposisi metabolic dan
farmakokinetiknya.
Ethylenediamine merupakan salah satu grup structural dari antihistamine yang
terdiri dari beberapa macam, yaitu:
Menurut Richard C. Dart :
Antazoline, Mepyramine/ pyrilamine
Menurut Summer :
Antazoline, Mepyramine /pyrilamine, tripelennamine.
Indikasi:
86
Insomnia, batuk, demam, pruritic skin disorder
Kontraindikasi :
Penyakit liver, eczema, bayi prematur
Efek samping :
Sedasi, efek antimuskarinik, depresi CNS, gangguan psikomotor, sakit kepala,
palpitasi dan arrhythmias, konvulsi, berkeringat, myalgia, tremor, gangguan
gastrointestinal, gangguan tidur, reaksi hipersensitivitas, hypotensi.
Dosis :
Untuk dosis ethylenediamine menurut Richard C. Dart, antazoline memiliki dosis
dewasa 100-200 mg, 2-4 kali perhari. Sedangkan Mepytamine/Pyrilamine) memiliki
dosis 25 mg, 3-4 kali perhari, dengan dosis anak-anak 12,5-25 mg setiap 8 jam (lebih
dari 6 tahun). Untuk gatal kulit menggunakan sediaan krim 2%.
3.2 Antihistamin 2
Penggunaan klinis golongan antihisatmin reseptor H2 antagonis analog
dengan histamine yang menghambat interaksi histamine dengan reseptor H2 dan
sangat selektif. Obat golongan ini menghambat sekresi asan lambung yang diransang
oleh histamn dan H2 antagonis. Antagonis H2 menghambat sekresi asam lambung
karena makanan, distensi fundus, dan mengurangi konsetrasi ion H+ pada cairan
lambung
87
Simetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan
reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam
lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan,
histamin, pentagastrin, kafein dan insulin
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2
(antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta
dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks
gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina,
roxatidina, dan lafutidina.
Farmakokinetik
Antagonis H2 diserap baik secara oral (60-80%) dan absorbsi ini tidak akan
terganggu oleh adanya makanan dalam lambung. Golongan antihistamin ini dieksresi
dalam urin kebanyakan dalam bentuk yang tidak berubah
Penggunaan Terapeutik
Ulser duodenal
Gastric ulser
Zollinger-Ellison Syndrome (ZES).
Gastroesophageal reflux.
NSAID’s induced ulcers.
88
Prophylaxis of aspiration pneumonia
Efek Samping
Obat ini dapat menyebabkan sakit kepala, pusing atau pening, mulut kering,
ruam pada kulit, pengaruh pada system saraf pusat menyebabkan kegelisahan,
delirium, halusinasi, konfulsi, dan koma. Injeksi bolus i.v menyebabkan bradycardia,
arhytmia dan penghentian jantung karena pelepasan hstamin. Pada simetidin dapat
menyebabkan gynaecosmastia bila diberikan dosis tinggi dalam jangka waktu yang
panjang, menurunnya libido dan impotensi
3.2.1 Simetidine
Simetidin memiliki potensi yang rendah, uration of action yang pendek.
Bioavailability 60% dan 2/3nya dieksresi di urin dan empedu. Insidensi efek samping
sekitar 5%.
Obat ini menghambat menghambat sitokrom P450 dikatalis oleh hidroxilasi
dari estradiol pada laki-laki dan juga melambatkan metabolism beberapa obat serta
administrasi simetidin bersama-sama obat lan akan memperpanjang setengah umur
dari beberpa obat seperti (warfarin, phenytoin, theophylline,phenobarbital,
benzodiazepines, propranolol, nifedipine, digitoxin,quinidine, mexiletine, tricyclic
antidepressants).
3.2.1.1 Cara Kerja Obat :
Cimetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan
89
reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam
lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan,
histamin, pentagastrin, kafein dan insulin. Cimetidine dengan cepat diabsorbsi setelah
pemberian oral dan konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 45-90
menit setelah pemberian. Cimetidine diekskresikan melalui urin.
3.2.1.2 Indikasi :
- Pengobatan jangka pendek untuk tukak aktif usus 12 jari
- Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari pada pengurangan dosis setelah
penyembuhan tukak aktif.
- Pengobatan jangka pendek tukak lambung aktif yang jinak.
- Pengobatan refluks gastroesofagus erosif.
- Pencegahan pendarahan saluran pencernaan bagian alas pada penderitayang
kritis.
- Pengobatan keadaan hipersekresi patologis misalnya: sindroma Zollinger-
Ellson, mastositosis sistemik dan adenoma endokhn multiple.
3.2.1.3 Kontra Indikasi :
Pasien yang hipersensitif terhadap cimetidine
3.2.1.4 Interaksi Obat
Cimetidine dapat mengurangi metabolisme anlikoagulan kumarin, feniioin,
ptopanotol, nifedipin, klordiazepoksk), diazepam, antkfepresan trisiklik, lidokain,
90
teoflin dan metonidazol, akibatnya akan menghambat eliminasi dan meningkatkan
konsentrasi obat-obatan ini dalam darah.
3.2.1.5 Efek Samping
- Pada saluran pencernaan diare ringan
- Pada susunan saral pusat: sakit kepala, pusing, mengantuk, mental
kebingungan, agitasi, psikosis, depresl, cemas, halusinasi.
- Pada sistem endokrin: ginekomastia.
- Pada sistem hematologi: penurunan jumlah sel darah putjh, agtanukisitosis,
Irombosilopenia, anemia aplasik atau pansitopenia yang jarang.
- Hipersensif I: demam dan reaksi alergi termasuk anafriaksis.
- Pada sistem kardiovaskuler:bradikardia dan takikardia (jarang terjadi).
- Ginjal: peningkatan krealinin plasma, net itis interstitial, retensi urin.
3.2.1.6 Dosis
- Untuk tukak usus 12 jari yang aktif
800 mg, 1 kali sehari pada malam hari atau 300mg 4 kali sehari pada saat
makan dan malam sebelum tidur. Atau 400 mg 2 kali sehari pagi hari dan
malam sebelum tidur. Lama pengobatan 4 hingga 6 minggu. Pemberian
dengan antasida sebaiknya diberikan sesuai Kebutuhan untuk mengurangi
rasa sakit, akan tetapi pemberian bersamaan dengan antasid tidak dianjurkan
karena antasid dapat mempengaruhi absorbi cimetidine.
91
- Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari: 400 mg, 1 kali sehari malam sebelum
tidur.
- Pengobatan tukak lambung aktif yang jinak 800 mg, 1 kali sehari malam hari
sebelum tidur atau 300 mg 4 kali sehari pada saat makan dan sebelum tidur
selama 6-8 minggu.
- Pengobatan refluks gastroesofagus erosif. 1600 mg sehari dalam dosis terbagi.
(800 mg 2 kali sehari atau 400 mg 4 kai sehari) selama 12 minggu.
- Pengobatan pada keadaan hipersekresi patologis 300 mg 4 kali sehari pada
saat makan dan sebelum tidur. Pada beberapa penderita bila diperlukan dapat
diberikan dosis lebih besar lebih sering, sesuai dengan kebutuhan tetapi tjdak
boleh melebihi 2,4 g sehari
3.2.1.7 Over Dosis
Studi pada hewan menunjukkan dosis toksik ditandai dengan kegagalan sistem
pemafasan dan takikardia. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan pemberian
- i-Moker dan bantuan pernapasan.
3.2.1.8 Peringatan Dan Perhatian
- Cimetidine tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah 16 tahun kecuali
alas pertimbangan dokter.
- Pemberian cimetidine pada ibu hamil dan menyusui hanya bila sangat
92
dibutuhkan.
- Cimetidine tidak dapat digunakan untuk pengobatan simptomatis pada
keganasan lambung.
3.2.2 Famotidin
Famotidine adalah anatgonis H2-reseptor histamin turunan thiazole yang
bekerja dengan cara menghambat sekresi asam lambung basal dan noktural melalui
penghambatan kompetitif terhadap kerja histamin pada H2 reseptor histamin di sel-
sel parietal.
3.2.2.1 INDIKASI :
- Pengobatan jangka pendek pada duodenal ulcer aktif.
- Terapi pemeliharaan pada penderita duodenal ulcer yang baru sembuh dari ulcer
aktif.
- Pengobatan pada kondisi hipersekresi patologis seperti sindroma Zollinger Ellison
dan adenoma endokrin multipel.
3.2.2.2 DOSIS :
- Tukak usus 12 jari.
Terapi akut : 40 mg sekali sehari, sebelum tidur; atau 20 mg dua kali
sehari.
93
Terapi pemerliharaan : 20 mg sekali sehari, sebelum tidur.
- Kondisi hipersekresi patologis.
Dosis yang dianjurkan adalah 20 mg setiap 6 jam, dosis dapat ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan individu.
3.2.2.3 PERINGATAN DAN PERHATIAN :
- Hati-hati pemberian pada wanita hamil, menyusui maupun anak-anak.
- Pada penderita dengan gangguan ginjal yang berat, dosis Famotidine perlu
dikurangi.
3.2.2.4 EFEK SAMPING :
Kadang-kadang dapat terjadi demam, erupsi kulit, pembengkakan pada kelopak mata
akibat reaksi alergi. Hipersensitivitas, pendarahan atau memar, denyut jantung
menjadi lebih cepat, thrombocytopenia, arthralgia. Efek samping lain yang pernah
dilaporkan adalah sakit kepala, pusing, konstipasi, diare dan mual.
3.2.2.5 KONTRA INDIKASI :
Penderita yang hipersensif terhadap Famotidine.
3.2.2.6 INTERAKSI OBAT :
- Obat-obat antasida dapat menurunkan absorpsi Famotidine.
94
- Famotidine dapat menurunkan absorpsi Ketoconazole.
- Obat-obat yang dimetabolisme melalui sistem enzim mikrosomal hati seperti :
Sitokrom P450 (Teofilin, Warfarin, Diazepam, dan lain-lain).
3.2.3 Nizatidin
3.2.3.1 Farmakodinamik
Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine.
3.2.3.2 Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan
atau antikolinergik. Kadar puncak serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam,
masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin
diesksresi terutama melalui ginjal, 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di urin
dalam 16 jam.
3.2.3.3 Mekanisme Kerja
Menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine.
3.2.3.4 Indikasi
Benign gastric and duodenal ulceration : 300 mg sebelum tidur selama 4 minggu.
Dyspepsia : 75rg per hari, max 150mg/hari. GERD : 150-300mg dua kali/hari selama
≤12minggu
95
3.2.3.5 Efek Samping
Sakit kepala, anxiety,dizziness, somnolence, nervousness, pruritus, rash, sakit pada
abdomen, anorexia, constipation, diarrhea, dry mouth, flatulence, heartburn, nausea,
muntah-muntah, anaemia. Potentially fatal : anaphylaxis
3.2.4 Ranitidin
3.2.4.1 Farmakodinamik
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2
akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pemberian simetidin dan ranitidine
akan mengahambatnya. Simetidin dan ranitidine juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung.
3.2.4.2 Farmakokinetik
Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada
pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1-3 jam pada orang dewasa, dan
memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin dan metabolitnya
dieksresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin
yang diberikan interavena dan 30% dari yang diberikan secara oral dieksresikan
dalam bentuk asal. Meskipun dari penelitian tidak didapatkan efek yang merugikan
fetus, namun karena melalui plasenta maka penggunaannya hanya bila sangat
diperlukan.
96
3.2.4.3 Mekanisme Kerja
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%
perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan
selama 6–8 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak
dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada
pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.
3.2.4.4 Indikasi
Ulkus duodenum aktif, ulkus lambung patologikal, refluks esofagitis, mencegah
ulkus peptikum kambuh, kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma
Zollinger
3.2.4.5 Kontra indikasi
Keganasan lambung, gangguan fungsi ginjal, disfungsi hati.
Hamil, menyusui, anak-anak.
3.2.4.6 Efek Samping
97
Sakit kepala, pusing, mual, diare, atau nyeri perut karena sulit buang
air besar, ruam kulit.
3.2.4.7 Dosis
Ulkus duodenum aktif : 2 kali sehari 150 mg (pada pagi dan sore hari) atau 300 mg
sekali sehari pada malam hari sebelum tidur selama 4-8 minggu.
Ulkus lambung patologikal : 2 kali sehari 150 mg selama 4-8 minggu.
Refluks esofagitis : 2 kali sehari 150 mg sampai selama 8 minggu.
Mencegah ulkus peptikum kambuh : 150 mg pada malam hari sebelum tidur (sampai
12 bulan).
Kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma Zollinger-Ellison : dimulai
dengan 150 mg 3 kali sehari dan bisa ditingkatkan tergantung pada kebutuhan
masing-masing pasien (sampai dengan 6 gram/hari dalam dosis terbagi).
98
99
BAB IV
Penulisan Resep
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter
penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam
praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya
sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang
diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
100
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan
(dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang
digunakan.
Contoh:
- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
- m.f.l.a. sol
- m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi,
jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan)
7. Identitas pasien
101
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur).
Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan
pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
TATA CARA PENULISAN RESEP
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk
Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III,
pasal 10) memuat:
102
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah
melebihi dosis
maksimum
LANGKAH PRESKRIPSI
1. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis.
Setelah itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan
penyakit dan manifestasinya), maka tujuan terapi dengan obat akan
103
ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara tepat, agar
menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan
paten) yang
dipilih
d. Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat
manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita. Untuk mewujudkan terapi
obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya,
maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan
obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan merupakan
bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau
bahan jadi/paten
104
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope
Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten
perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung
di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di
apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat
dikategorikan:
a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)
b. Golongan obat Keras atau G atau K
Dibedakan menajadi 3:
- Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)
- Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)
- Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin
topical)
c. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
105
d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup
hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X
(decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter. Hal ini dilakukan
untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical,
dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
106
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik
yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat
Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat
parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan
pemberian per rectal.
b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat
DOSIS
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa
respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu
mempertimbangkan:
1) kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ
tubuh)
2) kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
3) Indeks terapi obat (lebar/sempit)
4) variasi kinetik obat
107
5) cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat
badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan
perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan
dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari
rumus yang dipakai.
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan
saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada
pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan
tujuan terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk
menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x
sehari (t.d.d).
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
108
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek
optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang absorbsinya
terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2 – 1 jam
sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah
makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .
LAMA PEMBERIAN
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan
pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian
antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk
menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom
muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan
pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)
3. Pemilihan BSO yang tepat
Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal
dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan
factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO
4. Pemilihan formula resep yang tepat
109
Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk menyusunan preskripsi
dokter (Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula tersebut
perlu mempertimbangkan:
- Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
- Yang dapat menajaga stabilitas obat
- Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
- Biaya/harga terjangkau
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar
Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur
yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta
menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12
cm, panjang 15-18 cm)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga
masih harus menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau
110
peringatan yang perlu disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal
apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek samping, dl . Hal ini
dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan
PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER
1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia
atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan
lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
111
c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
- Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar:
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga
karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh.
Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan
dalam sediaaan cair paten.
112
f. Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di
pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus
ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
113
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan
tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan
spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar
Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis
pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup
(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan
pada setiap R/.
114
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan
tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di
sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep,
maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang,
dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak
boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang
diulang.
10. Penulisan tanda Cito atau PIM
Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat
diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus
ditulis di sebelah kanan atas resep.
DOSIS OBAT DAN PENENTUAN RESEP DALAM PRESKRIPSI
115
Dosis tepat sangat dibutuhkan supaya efek dari obat optimal dan resiko efek samping
sekecil
mungkin. Besaran dosis terapi obat biasanya dicantumkan dalam rentangan/kisaran
dosis, misalkan 250-500 mg. Rentangan dosis ini menunjukkan kadar obat yang aman
yang dapat diberikan dalam praktek pengobatan. Bila dokter memberikan dosis di
bawah/ di atas dosis rentangan, maka dapat memberikan efek yang merugikan bagi
pasien dan dapat menimbulkan pertanyaan bagi apotek yang menerima resep tersebut.
Dosis obat dalam preskripsi adalah besarnya dosisi per kali untuk pasien dan
mungkin dalam
sehari dapat diberikan beberapa kali sesuai dengan frekuensi pemberian yang tertulis
di dalam resep.
Penentuan dosis tersebut didapatkan darai dosis terapi (dosis lazim) yang tercantum
dalam literatur.
Untuk dosis anak biasanya dicantumkan dengan misalnya 20-40 mg/kg BB/hari.
Sehingga perlu ad anya penentuan dosis yang cermat bagi anak. Ada beberapa obat
yang mencantumkan dosis hanya untuk orang dewasa, sehingga bila obat itu
akan diberikan kepada anak maka perlu perhituanan dengan membandingkan
dengan dosis dewasa, dengan menggunakan rumus ( misalkan R. Clark, R. Young,
dl)
116
117
DAFTAR PUSTAKA
Yagiela, John A, Dowd, Frank J and Neidle, Enid A (2004) Pharmacology and
Therapeutics for Dentistry, Mosby
Brunton, Laurence, Lazo, John and Parker, Keith (2005) Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, Eleventh Edition), McGraw-Hill
Professional.
Meechan J. G, Seymour R. A (2002) Drug dictionary for dentistry, Oxford University
Press, 2002
Akbar, Nurul. 2006. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi Vol. 19. Halaman
97.
Goodman and Gillman. 2005. Basic Principles Pharmacology
Katzung, Bertram G. 2004. Basic and Clinical Pharmacology 9th
Bagian Farmasi FKUI. 2001. Farmakologi dan Terapi edisi4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Indonesia
www.medicastore.com
www.dechacare.com
118