Upload
trankhuong
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR TAHUN
PENELITIAN PASCA DOKTOR
BOUNDARY ELEMENT INVERSE ANALYSIS SEBAGAI TEKNIK DETEKSI KOROSI LOKAL PADA BETON
BERTULANG
Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun
DR. SYARIZAL FONNA, S.T, M.Sc (NIDN 0027107801)
PROF. DR.ENG. GUNAWARMAN (NIDN 0019126611)
Dibiayai oleh: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor: 105/SP2H/LT/DPRM/IV/2017 tanggal 3 April 2017
UNIVERSITAS SYIAH KUALA OKTOBER 2017
ii
RINGKASAN
Deteksi dini dari korosi lokal, yaitu korosi dengan rasio anoda-katoda yang kecil, merupakan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian akibat kegagalan infrastruktur beton bertulang seperti jembatan, bangunan publik dan pelabuhan. Oleh karena itu, asesmen atau monitoring korosi, sebagai bagian integral dari perawatan (maintenance) berkala infrastruktur beton bertulang, menjadi sangat penting. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas deteksi korosi beton bertulang menggunakan metode konvensional seperti half-cell potential mapping technique. Namun, deteksi korosi lokal berdasarkan pada metode tersebut dapat menyebabkan interpretasi yang salah terhadap korosi yang terjadi. Hal ini menyebabkan deteksi menjadi tidak akurat. Dengan demikan, diperlukan adanya metode yang lebih handal, inovatif dan teruji dalam deteksi korosi lokal beton bertulang. Tujuan dari penelitian yang diusulkan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan metode inverse berbasis boundary element method (BEM) dan particle swarm optimization (PSO) untuk mendeteksi korosi lokal infrastruktur beton bertulang sebagai lanjutan penelitian pada program doktoral sebelumnya. BEM merupakan salah satu metode numerik yang telah banyak digunakan untuk simulasi korosi. Sedangkan PSO adalah salah satu metode optimasi yang menjanjikan dan telah menarik minat banyak peneliti untuk menerapkannya dalam penyelesaian masalah rekayasa. Pada tahun pertama ini, pengembangan metode inverse difokuskan pada studi parametric terhadap parameter BEM dan PSO untuk mempelajari karakteristik metode yang dikembangkan. Hasil utama yang ditargetkan pada tahun pertama ini adalah pengaruh dari pelbagai parameter numerik dapat dijelaskan. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa nilai W yang semakin kecil dengan bertambahnya iterasi (gradien W semakin negatif) memberikan akurasi solusi menjadi semakin baik. Hal ini berlaku untuk nilai Wup di luar rentang nilai W konstan dari hasil penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, pemilihan nilai W juga perlu diperhatikan dalam penggunaan metode BEIA. Hasil simulasi dengan menggunakan BEIA juga menunjukkan bahwa jumlah partikel yang semakin banyak memberikan akurasi solusi dari permasalahan menjadi semakin baik. Akan tetapi, jumlah partikel yang semakin banyak mengakibatkan beban komputasi yang tinggi. Oleh karenanya, perlu ada kompromi dalam pemilihan jumlah partikel untuk penyelesaian persoalan deteksi korosi. Kemudian, BEIA yang telah dikembangkan tersebut diterapkan dalam deteksi korosi pada salah satu struktur beton bertulang di kawasan Aceh yang pernah terdampak tsunami 2004. Hasil simulasi menunjukkan bahwa BEIA berhasil mendeteksi lokasi dan ukuran korosi pada struktur tersebut dengan error < 5%. Melalui keseluruhan penelitian ini nantinya diharapkan bahwa metode inverse yang dikembangkan dapat menjadi teknik yang handal, inovatif dan teruji untuk mendeteksi korosi lokal infrastruktur beton bertulang dengan ketepatan yang lebih baik.
Kata Kunci: Metode inverse, BEM, PSO, deteksi korosi, beton bertulang
iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya dengan keberhasilan
bagi kami dalam menyelesaikan laporan kemajuan penelitian dengan judul “Boundary
Element Inverse Analysis sebagai Teknik Deteksi Korosi Lokal pada Beton Bertulang”.
Penelitian ini dibiayai melalui skim Penelitian Pasca Doktor dengan nomor kontrak
134/UN11.2/PP/SP3/2017. Ucapan terima kasih kami persembahkan kepada UNSYIAH yang melalui Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) telah mempercayakan kami dengan
memenangkan proposal penelitian yang kami ajukan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Kemudian, kami ucapkan terima kasih kepada pihak Fakultas Teknik dan terutama kepada
Jurusan Teknik Mesin dan Industri yang telah memberikan kerja sama yang sangat baik bagi
kelancaran penelitian ini.
Tidak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada seluruh tim peneliti mulai dari
mahasiswa tugas akhir sampai dengan staf pengajar yang telah mencurahkan seluruh tenaga
dan pikirannya dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada
semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini yang kiranya tidak mungkin
kami sebutkan satu persatu di sini.
Banda Aceh, 31 Oktober 2017 Tim Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ii
PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6
BAB 4. METODE PENELITIAN 7
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 11
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 22
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Kriteria korosi beton bertulang 4
Tabel 2.2. Keterbatasan yang dimiliki half-cell potential mapping 4
Tabel 5.1 Variasi nilai gradient W dengan Wup dalam range W konstan 12
Tabel 5.2 Variasi nilai gradient W dengan Wup di luar range W konstan 15
Tabel 5.3. Luaran yang ditargetkan dan yang telah dicapai 21
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Mekanisme pengukuran potensial dengan half-cell potential mapping 4Gambar 4.1. Fishbone diagram untuk Penelitian Pascadoktor 8Gambar 4.2. Diagram alir BEIA yang dikembangkan 9Gambar 5.1 Model korosi pada beton bertulang untuk keperluan simulasi pengaruh W 11Gambar 5.2 Data potensial pada permukaan beton 12
Gambar 5.3 Pengaruh nilai W konstan terhadap jumlah iterasi dalam mendapatkan solusi
12
Gambar 5.4 Profil penurunan nilai W dengan Wup = 0.5 13
Gambar 5.5 Wup = 0.5 dan grad W = 0 13
Gambar 5.6 Wup = 0.5 dan grad W = -0.015 14
Gambar 5.7 Wup = 0.5 dan grad W = -0.0245 14
Gambar 5.8 Error untuk nilai grad W dengan Wup = 0.5 15
Gambar 5.9 Profil penurunan nilai W dengan Wup = 1 15
Gambar 5.10 Wup = 1 dan grad W = 0 16
Gambar 5.11 Wup = 1 dan grad W = -0.045 16
Gambar 5.12 Error untuk nilai grad W dengan Wup = 1 17
Gambar 5.13 Model korosi beton bertulang untuk keperluan studi pengaruh jumlah partikel
17
Gambar 5.14 Jumlah partikel 5: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4; (c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e) Iterasi 16; (f) Iterasi 20
18
Gambar 5.15 Jumlah partikel 20: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4; (c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e) Iterasi 16; (f) Iterasi 20
18
Gambar 5.16 Pengaruh jumlah partikel terhadap jumlah iterasi dalam penemukan solusi dan error dari solusi aktual
19
Gambar 5.17 (a) Struktur beton bertulang di Peukan Bada yang menjadi objek penelitian; (b) Distribusi potensial pada permukaan beton pada kolom yang dikaji
19
Gambar 5.18 Distribusi nilai potensial (penampang A-A) hasil pengukuran half-cell potential mapping
20
Gambar 5.19 Model beton bertulang untuk deteksi korosi pada struktur terdampak tsunami
20
Gambar 5.20 Hasil simulasi untuk kasus deteksi korosi: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4; (c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e) Iterasi 16; (f) Iterasi 20; (g) Iterasi 38; (h) Iterasi 45.
21
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Bukti paper dalam status reviewer invited pada jurnal internasional– Q2; Scopus index
27
Lampiran B. Bukti telah diterima untuk dipresentasikan pada seminar internasional 28
Lampiran C. Foto acara dan sertifikat sebagai pemakalah pada seminar nasional 29
1
BAB 1. PENDAHULUAN Korosi pada infrastruktur berdampak pada kerugian suatu negara, seperti di Amerika
Serikat yang merugi 276 miliar dolar Amerika pada tahun 2002 - setara dengan 3,1% dari
gross domestic product (GDP) (NACE International, 2002). Pada tahun 2013, angka kerugian
tersebut diperkirakan meningkat sehingga mencapai 1 triliun dolar Amerika (Jackson, 2013).
Secara umum, kerugian akibat korosi pada suatu negara berkisar antara 1-5 % gross national
product (GNP) (Roberge, 2008). Sementara, Indonesia belum memiliki data yang pasti.
Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia (Dewan
Kelautan Indonesia, tanpa tahun). Hal ini menyebabkan Indonesia tidak terlepas dari
ancaman kerugian korosi yang diakibatkan oleh lingkungan air laut. Ancaman tersebut salah
satunya tertuju pada infrastruktur beton bertulang yang berupa jembatan, dermaga, bangunan
publik, dan struktur lainnya. Korosi pada beton bertulang tersebut menyebabkan penurunan
kekuatan infrastruktur sehingga mengakibatkan umur layanan (service life) menjadi lebih
singkat (Moreno et. al., 2014) seperti rubuhnya supermarket di Ontario, Kanada tahun 2012
(Ferguson, 2012) dan wahana Taman Impian Jaya Ancol tahun 2011 (Latief 2011). Ancaman
kerugian ini dapat diperburuk dengan adanya faktor eksternal seperti gempa bumi yang sering
terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, korosi pada beton bertulang ini perlu dideteksi seawal
mungkin supaya tindakan perbaikan segera dapat diambil (Fonna et. al., 2013).
Metode half-cell potential mapping yang merujuk kepada ASTM C876 adalah salah
satu contoh teknik yang umum digunakan dalam mendeteksi korosi beton bertulang (Kelvin,
2012). Hasil yang diberikan oleh teknik ini adalah tingkat kemungkinan terjadinya korosi
berdasarkan nilai potensial permukaan beton (Ridha, et. al., 2013). Untuk kasus korosi yang
merata, teknik tersebut memberikan hasil yang baik dalam mendeteksi korosi karena nilai
potensial permukaan beton hampir sama dengan permukaan tulangan (Marinier & Isgor.
2013). Akan tetapi, permasalahan muncul ketika mendeteksi korosi lokal, yaitu korosi dengan
rasio anoda-katoda yang kecil, karena potensial permukaan beton berbeda jauh dengan
permukaan tulangan (Fonna, 2014). Selain itu, persoalan deteksi korosi beton bertulang juga
termasuk ke dalam ill-posed problem yang tidak bisa diselesaikan dengan direct method
seperti metode half-cell potential mapping (Fonna, et.al. 2016). Akibatnya, metode tersebut
tidak efektif untuk mendeteksi korosi lokal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, metode inverse telah dikembangkan untuk
keperluan deteksi lokal korosi beton bertulang. Marinier & Isgor (2013) telah membangun
metode inverse berdasarkan kepada finite element method (FEM) and conjugate gradient
2
method. Akan tetapi, mengingat korosi terjadi hanya pada permukaan bahan, FEM kurang
sesuai untuk simulasi korosi dan boundary element method (BEM) dikatakan lebih sesuai
(Lan, et.al 2012). Kemudian, investigasi korosi beton bertulang juga telah dilakukan oleh
Sadowski (2013) dengan menggunakan artificial neural network (ANN). Namun, teknik ini
memerlukan banyak data pengukuran lapangan dalam menjalankan ANN untuk mendapatkan
hasil yang baik.
Pengembangan metode inverse untuk keperluan deteksi korosi lokal beton bertulang
juga telah dilakukan sebelumnya dalam jenjang program doktoral (Fonna, 2014; Fonna, et.
al., 2013). Metode tersebut berbasis pada BEM dan particle swarm optimization (PSO) dan
disebut juga boundary element inverse analysis (BEIA). BEIA dijalankan dengan
menggunakan beberapa data pengukuran potensial permukaan beton. Akan tetapi,
kemampuan BEIA tersebut masih sangat terbatas yaitu hanya mendeteksi lokasi dan ukuran
dari korosi tunggal saja (Fonna, 2014). Sementara realita di lapangan, korosi terjadi pada
banyak tempat, berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu, dari sudut pandang numerik, BEIA
yang telah dikembangkan juga masih menggunakan parameter weight inertia (W) konstan
dalam algoritma PSO-nya (Fonna, 2014) yang dapat membuat pencarian solusi menjadi lebih
lambat. Oleh karena itu, pengembangan lebih lanjut dari BEIA tersebut sangat diperlukan.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi pada Beton Bertulang
Korosi didefinisikan sebagai proses kembalinya logam ke keadaan asalnya secara
termodinamik (Schweitzer, 2010). Korosi diartikan juga sebagai serangan yang merusak pada
logam baik secara kimia maupun elektrokimia oleh lingkungannya. Pada kasus beton
bertulang, tulangan baja terkorosi akibat berinteraksi dengan lingkungan beton yang telah
terkontaminasi.
Secara umum, baja dalam beton tahan terhadap korosi karena sifat alkali dari beton yang
tinggi (pH 12-13) sehingga akan terbentuk lapisan pasif di permukaan baja (Broomfield,
2007). Akan tetapi, lapisan pasif tersebut dapat rusak akibat ion klorida (chloride attack), dan
akibat gas karbon dioksida (carbonation). Kedua peristiwa tersebut adalah penyebab utama
inisiasi korosi dari baja tulangan (Hussain, 2011).
Korosi tulangan baja di dalam beton tersebut sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan kegagalan dini (Fonna et. al., 2013) atau mempersingkat umur pakai dari
infrastruktur beton bertulang (Moreno et. al., 2014). Oleh karenanya, korosi ini perlu di
deteksi secara dini. Salah satu teknik deteksi korosi beton bertulang yang umum digunakan
adalah half-cell potential mapping.
2.2 Metode Half-cell Potential Mapping
Metode half-cell potential mapping dijalankan berdasarkan standar ASTM C876.
Mekanisme pengukuran dengan menggunakan metode tersebut seperti diberikan dalam
Gambar 2.1. Berdasarkan nilai potensial permukaan beton yang didapat dari pengukuran,
korosi beton bertulang dianalisa.
Tabel 2.1 memperlihatkan kriteria untuk menilai korosi tulangan yang mungkin terjadi di
dalam beton. Akan tetapi, deteksi korosi menggunakan half-cell potential mapping tersebut
memiliki beberapa keterbatasan seperti yang dirangkumkan dalam Tabel 2.2.
Oleh karena banyak keterbatasan yang dimiliki oleh half-cell potential mapping ini,
maka banyak penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan metode lain yang lebih baik.
Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode numerik
seperti pengembangan metode inverse.
4
Gambar 2.1. Mekanisme pengukuran potensial dengan half-cell potential mapping
Tabel 2.1. Kriteria korosi beton bertulang (Broomfield, 2007)
No Reference electrode (mV)
Risiko korosi Cu/CuSO4 Ag/AgCl
Standard Hidrogen
Calomel
1. > (-200) > (-100) > (+120) > (-80) Rendah (risiko korosi 10%)
2. (-200) – (-350) (-100) – (-250) (+120) – (-30) (-80) – (-230) Pertengahan
3. < (-350) < (-250) < (-30) < (-230) Tinggi (risiko korosi >90%)
4. < (-500) < (-400) < (-180) < (-380) Sangat tinggi
Tabel 2.2. Keterbatasan yang dimiliki half-cell potential mapping No Keterbatasan Rujukan 1. Hanya menunjukkan risiko atau
kemungkinan terjadinya korosi Marinier & Isgor, 2013; Hassan et al., 2009; Babaei, 1986
2. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai potensial, tidak dipertimbangkan
Hassan et al., 2009; Song & Saraswathy, 2007; Elsener, 2001; Babaei, 1986
3. Memerlukan data pengukuran nilai potensial yang banyak
Song & Saraswathy, 2007; Ridha et al., 2005
4. Relatif memerlukan pekerja yang banyak dan waktu yang lama
Ridha et al., 2005
5. Tidak dapat mendeteksi korosi lokal Marinier & Isgor, 2013 6. Hanya bisa dilaksanakan dalam lingkungan
udara terbuka Hussain, 2011
7. Bisa menyebabkan kesalahan interpretasi data potensial akibat ill-posed problem pada kasus beton bertulang
Fonna et. al., 2016
‐170 mV
High Impedance
Volt Meter Reference
Electrode
Spon
Beton Tulangan
Korosi
5
2.3 Metode Inverse dalam Deteksi Korosi Beton Bertulang
Metode inverse telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dengan penggabungan
BEM dan genetic algorithm (GA) untuk keperluan deteksi korosi beton bertulang (Ridha et.
al. 2001; Suga et. al. 2011; Minagawa et. al. 2012). Metode tersebut menujukkan bahwa
metode inverse yang dikembangkan berhasil mendeteksi korosi yang ada dalam beton
bertulang. Akan tetapi, GA memiliki struktur yang rumit (Lee et.al. 2008) karena
memerlukan suatu fungsi untuk menterjemahkan actual variabel menjadi vektor biner atau
sebaliknya (Parsopoulos & Vrahatis 2010) sehingga penyelesaian menjadi lebih lama.
Pendeteksian korosi beton bertulang dengan menggunakan metode inverse juga telah
dikembangkan dengan gabungan finite element method (FEM) dan conjugate gradient
method (Marinier & Isgor 2013). Akan tetapi, FEM kurang sesuai untuk keperluan simulasi
korosi (Lan, et.al 2012). Oleh karena korosi terjadi hanya pada permukaan bahan maka BEM
dianggap lebih sesuai untuk keperluan simulasi korosi.
Investigasi korosi beton bertulang juga telah dilakukan dengan menggunakan
artificial neural network (ANN) (Sadowski 2013). Namun, teknik ini memiliki kelemahan
yaitu memerlukan data pengukuran lapangan yang banyak untuk menjalankan ANN sehingga
diperoleh hasil yang baik.
Pengembangan metode inverse untuk keperluan deteksi korosi lokal beton bertulang juga
telah dilakukan peneliti yang lain dengan penggabungan BEM dan particle swarm
optimization (PSO) yang disebut boundary element inverse analysis (BEIA) (Fonna, 2014;
Fonna, et. al., 2013). BEIA dijalankan dengan berdasarkan pada beberapa data pengukuran
potensial permukaan beton dan telah menunjukkan kemampuan yang baik dalam deteksi
korosi dengan error < 5%. Namun, BEIA tersebut masih terbatas hanya untuk mendeteksi
lokasi dan ukuran dari korosi tunggal saja (Fonna, 2014). Sementara realita di lapangan,
korosi dapat terjadi pada banyak tempat, berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu, dari sudut
pandang numerik, BEIA yang telah dikembangkan tersebut juga masih menggunakan
parameter weight inertia (W) konstan dalam algoritma PSO-nya (Fonna, 2014) sehingga
dapat membuat pencarian solusi menjadi lebih lambat. Dengan demikian, BEIA perlu
dikembangan lebih lanjut.
6
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemampuan metode
inverse atau BEIA yang telah dibangun sebelumnya dan melakukan studi parametrik untuk
memperbaiki kecepatan dan akurasi BEIA yang ada dalam menyelesaikan permasalahan.
3.2. Manfaat Penelitian
Seperti yang telah dikemukakan, korosi pada beton bertulang dapat menyebabkan
kegagalan tiba-tiba sebelum mencapai umur layanannya (service life). Kegagalan ini dapat
menyebabkan kerugian yang sangat besar termasuk menimbulkan korban jiwa yang tidak
diinginkan. Oleh karena itu, selain usaha pencegahan, korosi yang telah terjadi juga perlu
dideteksi sedini mungkin sehingga tindakan perbaikan dapat segera diambil sebelum
kegagalan terjadi.
Seterusnya, korosi yang dideteksi sedini mungkin, juga dapat menghemat biaya
perbaikan dibandingkan dengan ketika korosi yang sudah parah terjadi. Biaya perbaikan akan
semakin tinggi apabila korosi sudah mengakibatkan keretakan pada beton. Selain itu,
perbaikan pada korosi lokal juga bisa dilakukan secara tidak merusak (non-destructive) yang
lebih hemat biaya. Dengan demikian, pendeteksian korosi secara dini menjadi semakin
penting dilakukan.
7
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu dua tahun yaitu tahun 2017 dan
2018. Pekerjaan persiapan, formulasi dan pengembangan metode BEIA pengukuran kurva
polarisasi dan parameter beton, dan pengujian BEIA dengan eksperimen serta segala sesuatu
yang menyangkut pekerjaan administrasi akan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik,
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas dan Laboratorium Rekayasa Material, Prodi
Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Unsyiah.
4.2. Perangkat yang Digunakan
Perangkat yang akan digunakan pada penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu
perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan adalah Personal
Computer (PC), potensiostat/galvanostat, half-cell elektrode, high impedance multimeter, dan
profometer. Sementara perangkat lunak yang digunakan adalah Operating System (OS)
Windows 8 dan Ubuntu, g-fortran compiler, notepad++, salome mecha dan visit/paraview.
Untuk tahun pertama ini, perangkat yang digunakan terfokus pada PC dan software
pendukungnya.
4.3. Tahapan Penelitian
Penelitian Pasca Doktor ini akan dilaksanakan dalam dua tahun seperti yang
diperlihatkan dalam fishbone diagram penelitian pada Gambar 4.1. Fokus utama untuk
tahun ke-1 adalah pada peningkatan/improvement dari BEIA yang telah dikembangkan oleh
peneliti pengusul sebelumnya. Peningkatan ini dilakukan dengan mengubah parameter W
dalam algoritma PSO, dan menguji pengaruh dari parameter BEIA terhadap kemampuannya
dalam mencari solusi. Pada tahun pertama ini juga diuji kemampuan BEIA dalam mendeteksi
korosi pada satu kasus sederhana di lapangan.
Sementara, fokus untuk tahun ke-2 adalah pada kajian kapasitas BEIA dalam mendeteksi
korosi dengan berbagai parameter dalam suatu studi kasus di laboratorium sehingga diperoleh
BEIA yang handal dan teruji. Selain itu, tahun ke-2 juga dilakukan eksperimen di
laboratorium berupa pengukuran kurva polarisasi tulangan dalam lingkungan beton dan
pengukuran parameter beton. Kurva polarisasi dan parameter beton ini penting sebagai
keadaan batas dalam simulasi.
8
Gambar 4.1. Fishbone diagram untuk Penelitian Pascadoktor
Pada tahun pertama ini, improvement BEIA diawali dengan mengkaji pengaruh jumlah
partikel terhadap kinerja BEIA dan membangun formulasi PSO dengan variable weight
inertia (W) tidak konstan. Nilai W akan semakin kecil sejalan dengan penambahan iterasi.
Hal ini akan menyebabkan area pecarian menjadi lebih sempit pada penambahan iterasi
Hasil Improvement dari BEIA untuk kasus beton bertulang
BEIA yang handal, inovatif dan teruji untuk deteksi korosi lokal
beton bertulang
Tahun ke‐1
Tahun ke‐2
Formulasi dan coding BEIA
*Pre‐processor
* Input keadaan batas
Kurva polarisasi
Aruskonstan
PSO
BEM
Salome mecha
Notepad++
MS Exel
Solver dan post‐processor
Paraview/ VisIt
*g‐fortran
Pengukuran kurva polarisasi
Simulasi pengaruh parameter beton bertulang
Jumlah sengkang
Jumlah data pengukuran
Jumlah tulangan
Konduktivitasbeton
Pengukuran parameter beton
Tebal selimut
Peralatan
Peralatan
Material
betonBaja tulangan
PotensiostatMultimeter
Reference electrode
* Persamaan Laplace
* Matrik H dan G
Weight inertia
* pbest & gbest
Catatan: * Telah dikerjakan pada penelitian sebelumnya
Un‐constant W
Lokasi korosi
Ukuran korosi
Simulasi BEIA
Parameter PSO
Pengembangan parameter korosi
pada BEIA
Tebal selimut
Profometer
Simulasi parameter
BEIA
Parameter BEM
Parameter PSO
Element ratio
Element type
Pengembangan parameter korosi
pada BEIA
Neighborhood model
Multi korosi
Aplikasi pada satu kasus sederhana di
lapangan
Kasus yang lebih komplek
9
sehingga solusi dapat diperoleh lebih baik. Gambar 4.1 menunjukkan diagram alir dari BEIA
dengan modifikasi W.
Gambar 4.2. Diagram alir BEIA yang dikembangkan
Sementara, formulasi BEM dengan menggunakan Persamaan Laplace, seperti dalam
Persamaan (4.1), sebagai governing equation bagi domain beton bertulang telah selesai
dilakukan pada penelitian sebelumnya (Fonna, 2014; Fonna, et. al, 2013).
0, pada Ω (4.1)
Yang mana ϕ adalah potensial listrik pada domain beton bertulang. Keseluruhan formulasi
BEM dapat dilihat dalam rujukan Fonna (2014) dan Fonna, et. al. (2013).
Kemudian, formulasi tersebut dibangun algoritmanya. Algoritma tersebut akan
dijabarkan dalam suatu code bahasa Fortran menggunakan notepad++ dan nantinya akan
dicompile menggunakan g-fortan compiler.
‐ Update ‐ Update ‐ Update ‐ Tetapkan 1
‐ Tetapkan parameter konstan , , , dan ‐ Tentukan profil korosi secara random, ‐ Tentukan kecepatan partikel secara random, ‐ Tentukan ‐ Tetapkan 1
Evaluasi cost function ( ) untuk setiap partikel: ‐ Jika , maka ,
‐ Jika , maka ,
? atau ?
Selesai
ya
tidak
Hitung nilai potential listrik pada permukaan beton dari setiap partikel dengan menggunakan BEM
data potensial listrik hasil pengukuran pada
permukaan beton
Mulai
10
Geometri dari beton bertulang dibangun dan dimesh dengan perangkat lunak salome
mecha yang merupakan open source. Hasilnya berupa koordinat, node, dan elemen diatur
kembali susunannya menggunakan MS exel dan diintegasikan ke dalam code BEIA.
Selanjutnya BEIA dijalankan untuk mendeteksi korosi yang terjadi dalam beton
bertulang. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2, parameter konstan BEIA ditentukan
terlebih dahulu. Kemudian, tentukan profil korosi (jumlah, ukuran dan lokasi korosi) secara
random. Kecepatan partikel juga ditentukan secara random pada tahap ini. Berdasarkan nilai-
nilai tersebut, BEM dijalankan untuk mendapatkan nilai potensial elektrik pada permukaan
beton bagi setiap partikel. Selanjutnya, masukkan N data potensial listrik pada permukaan
beton hasil pengukuran lapangan. Nilai cost function ( ) untuk setiap partikel dihitung
dengan mengikuti Persamaan (4.2).
∑ (4.2)
Nilai tersebut dievaluasi mengikuti aturan dalam Gambar 4.2. Kemudian, bila stoping
criterion sudah terpenuhi, maka solusi (korosi) yang dicari sudah diperoleh yaitu semua
partikel telah menumpu pada kondisi yang sama. Namun, bila tidak terpenuhi, maka iterasi
berlanjut dengan melakukan update pada profil korosi ( ), kecepatan partikel ( ) dan inertia
wight (W) dengan mengikuti Persamaan (4.3), (4.4) dan (4.5).
(4.3)
(4.4)
(4.5)
Prosedur tersebut diulangi sehingga stoping criterion terpenuhi atau solusi telah
diperoleh. Kemudian, hasil pencarian korosi tersebut divisualisasikan menggunakan
paraview/visit. Pergerakan setiap partikel dalam mencari korosi dapat dianalisa. selanjutnya,
parametric study dilakukan terhadap BEIA yang telah dibangun. Kajian ini dilakukan untuk
melihat kestabilan dari BEIA tersebut. Hasil yang ditargetkan adalah BEIA dapat secara
akurat mendeteksi korosi lokal beton bertulang melalui simulasi numerik.
11
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Hasil penelitian yang telah dicapai pada tahun pertama ini dapat dirangkum seperti
berikut ini:
5.1. Persiapan peralatan utama
Peralatan utama yang dipersiapkan untuk digunakan dalam penelitian tahun pertama ini
adalah Personal Computer (PC) dengan spesifikasi Processor Pentium core 2 duo
2.6 GHz, Memory RAM menggunakan DDR2 2048 MB, dan Strorage 250 GB. PC yang
digunakan tersebut menggunakan operating system (OS) Ubuntu 10.04. Selain itu, PC
tersebut juga telah dilengkapi dengan software Salome, compiler gfortran dan software
Paraview. Dengan menggunakan PC tersebut, simulasi dijalankan.
Kemudian, sebagai pendukung pengolahan data, satu unit notebook juga digunakan pada
penelitian ini. Spesifikasi notebook tersebut adalah Processor Intel i5 2.5 GHz, Memory
RAM 4GB, Strorage 900 GB, dan OS Windows 8.1.
5.2. Simulasi pengaruh W terhadap kinerja BEIA
Satu model beton bertulang dengan single korosi digunakan untuk simulasi pengaruh W
terhadap kinerja BEIA. Model tersebut seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.1.
Gambar 5.2 memberikan nilai potensial permukaan beton sebagai reference bagi BEIA.
Gambar 5.1 Model korosi pada beton bertulang untuk keperluan simulasi pengaruh W
concreterebar
?
cathode
anode
70 cm
2 cm10 cm
x (cm)
(a) 3D model
(b) 2D model
12
Gambar 5.2 Data potensial pada permukaan beton
Pada penelitian sebelumnya, nilai W konstan yang memberikan kinerja optimum bagi
BEIA untuk mendapatkan solusi telah diperoleh yaitu 0.2≤W≤0.5 seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 5.3 (Fonna et.al 2013). Improvement yang dilakukan adalah
dengan menggunakan nilai W seperti dalam Persamaan (4.5).
Gambar 5.3 Pengaruh nilai W konstan terhadap jumlah iterasi dalam mendapatkan solusi
(Fonna et.al 2013)
Tabel 5.1 Variasi nilai gradient W dengan Wup dalam range W konstan
0.260.270.280.29
0.30.310.32
0 10 20 30 40 50 60 70
Pot
enti
al (
V)
x (cm)
13
Pada studi kasus pertama, nilai Wup yang digunakan adalah masih dalam rentang nilai W
konstan hasil dari penelitian sebelumnya. Dalam hal ini, nilai Wup = 0.5 dipilih. Tabel 5.1
dan Gambar 5.4 memberikan gambaran perubahan nilai W dengan bertambahnya iterasi
untuk masing-masing gradien W.
Gambar. 5.4 Profil penurunan nilai W dengan Wup = 0.5
Gambar 5.5 Wup = 0.5 dan grad W = 0
Gambar 5.5, 5.6, dan 5.7 menunjukkan pergerakan setiap partikel dalam mencari solusi
lokasi korosi untuk gradien W bernilai 0, -0.015, dan -0.0245. Secara umum dapat dilihat
bahwa pergerakan partikel secara konsisten menjadi semakin dekat dengan solusi aktual
seiring bertambahnya iterasi.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0 5 10 15 20
W
Iteration
Grad=0
Grad=‐0.0025
Grad=‐0.005
Grad=‐0.01
Grad=‐0.015
Grad=‐0.02
Grad=‐0.0245
Grad=‐0.0248
Grad=‐0.025
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
W
Corrosion Location (cm
)
Iteration
Particle 1
Particle 2
Particle 3
Particle 4
Particle 5
W
14
Gambar 5.6 Wup = 0.5 dan grad W = -0.015
Gambar 5.7 Wup = 0.5 dan grad W = -0.0245
Gambar 5.8 menunjukkan besarnya error dari solusi actual untuk setiap simulasi dengan
menggunakan gradien W yang berbeda dan dengan Wup yang masih dalam rentang W
konstan hasil penelitian sebelumnya. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai error
tersebut masih dalam rentang < 5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan W konstan
atau pun yang W yang tidak konstan (dengan Wup masih dalam rentang W konstan yang
direkomendasi), tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja BEIA. Penggunaan nilai
W tersebut tetap memberikan solusi dengan akurasi yang baik (error < 5%).
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
W
Corrosion Location (cm
)
Iteration
Particle 1
Particle 2
Particle 3
Particle 4
Particle 5
W
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
W
Corrosion Location (cm
)
Iteration
Particle 1
Particle 2
Particle 3
Particle 4
Particle 5
W
15
Gambar 5.8 Error untuk nilai grad W dengan Wup = 0.5
Selanjutnya, nilai Wup yang di luar rentang W konstan rekomendasi penelitian
sebelumnya digunakan dalam simulasi yaitu Wup = 1. Tabel 5.2 dan Gambar 5.9
memperlihatkan profil penurunan nilai W sepanjang iterasi untuk masing-masing
gradien.
Tabel 5.2 Variasi nilai gradient W dengan Wup di luar range W konstan
Gambar 5.9 Profil penurunan nilai W dengan Wup = 1
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
‐0.03 ‐0.02 ‐0.01 0
Error (%
)
Gradient of W over iteration
Ave Error
Min Error
Max Error
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 5 10 15 20 25
W
Iteration
Grad=0
Grad=‐0.025
Grad=‐0.045
Grad=‐0.05
16
Gambar 5.10 Wup = 1 dan grad W = 0
Gambar 5.11 Wup = 1 dan grad W = -0.045
Gambar 5.10 dan 5.11 memberikan pergerakan partikel untuk setiap iterasi dalam
pencarian solusi untuk kasus yang diteliti dengan menggunakan gradien W bernilai 0 dan
-0.045 (Wup = 1). Pada Gambar 5.10 terlihat bahwa sampai dengan iterasi ke-20, solusi
belum ditemukan. Pergerakan partikel masih belum menumpu pada satu lokasi. Namun,
pada Gambar 5.11 terlihat solusi yang dicari dapat ditemukan oleh semua partikel
walaupun pada awal percarian, pergerakannya kurang stabil ke arah solusi.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
W
Corrosion Location (cm
)
Iteration
Particle 1
Particle 2
Particle 3
Particle 4
Particle 5
W
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20
W
Corrosion Location (cm
)
Iteration
Particle 1
Particle 2
Particle 3
Particle 4
Particle 5
W
17
Gambar 5.12 Error untuk nilai grad W dengan Wup = 1
Gambar 5.12 menunjukkan error dari solusi aktual untuk setiap nilai gradien W yang
digunakan dalam simulasi untuk Wup = 1. Gambar ini memperlihatkan bahwa semakin
negatif nilai gradien W memberikan nilai error yang semakin kecil. Gradien < -0.02
mampu memberikan error < 5%.
5.3. Simulasi pengaruh jumlah partikel terhadap kinerja BEIA
Kemudian, simulasi dijalankan untuk mempelajari pengaruh parameter jumlah partikel
terhadap BEIA. Model korosi pada beton bertulang yang digunakan untuk simulasi ini
diberikan dalam Gambar 5.13. Dua parameter akan dicari oleh BEIA yaitu lokasi (CL)
dan ukuran korosi (CS).
Gambar 5.13 Model korosi beton bertulang untuk keperluan studi pengaruh jumlah partikel
0
5
10
15
20
25
30
35
40
‐0.06 ‐0.04 ‐0.02 0
Error (%
)
Gradient of W over iteration
Ave Error
Min Error
Max Error
concreterebar
CL=?
cathode
anode
70 cm
CS=?10 cm
x (cm)
(a) 3D model
(b) 2D model
18
Gambar 5.14 Jumlah partikel 5: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4; (c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e)
Iterasi 16; (f) Iterasi 20
Gambar 5.15 Jumlah partikel 20: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4; (c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e)
Iterasi 16; (f) Iterasi 20
Gambar 5.14 dan 5.15 menunjukkan hasil simulasi pendeteksian korosi dengan
menggunakan 5 partikel dan 20 partikel. Secara konsisten dapat dilihat bahwa semua
partikel menuju ke satu kedudukan tertentu seiring bertambahnya iterasi. Namun, pada
Gambar 5.14 (f) dapat dilihat bahwa solusi yang didapat oleh BEIA tidak tepat pada
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
0
2468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
024
68
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
0
2
4
6
8
10
12
14
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
0
2
4
6
8
10
12
14
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
02468
101214
0 10 20 30 40 50 60 70
Cor
rosi
on s
ize
(cm
)
Corrosion location (cm)
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
19
solusi aktual. Sementara pada Gambar 5.15 (f), solusi yang didapat semakin mendekati
solusi aktual.
Pengaruh jumlah partikel terhadap kinerja BEIA terlihat jelas pada hasil yang diberikan
dalam Gambar 5.16. Jumlah partikel yang banyak memberikan akurasi solusi yang baik,
namun, memperbesar beban komputasi sehingga perlu ada optimasi.
Gambar 5.16 Pengaruh jumlah partikel terhadap jumlah iterasi dalam penemukan solusi dan
error dari solusi aktual
5.4. Deteksi korosi beton bertulang pada bangunan terdampak tsunami 2004
Selanjutnya, BEIA yang dikembangkan diaplikasikan untuk deteksi korosi pada
bangunan dalam kawasan landaan tsunami. Gambar 5.17(a) menunjukkan bangunan
tersebut. Gambar 5.17(b) adalah distribusi potensial sebagai referensi bagi BEIA.
Gambar 5.17 (a) Struktur beton bertulang di Peukan Bada yang menjadi objek penelitian;
(b) Distribusi potensial pada permukaan beton pada kolom yang dikaji (Ridha et.al 2013)
0
20
40
60
80
100
120
140
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30 40 50 60
Err
or r
ata-
rata
(%
)
Iter
asi
Jumlah partikel / kandidat solusi
Iteration in finding solution
Average error from actual solution (%)
20
Distribusi potensial yang digunakan sebagai referensi BEIA dalam deteksi korosi, hanya
pada penampang A-A yang ditunjukkan dalam Gambar 5.18. Kemudian, model 3D dari
satu kolom beton bertulang pada bangunan objek penelitian disederhanakan menjadi
model 2D sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5.19. BEIA digunakan untuk deteksi
lokasi dan ukuran korosi pada kolom bangunan tersebut.
Gambar 5.18 Distribusi nilai potensial (penampang A-A) hasil pengukuran half-cell potential
mapping
Gambar 5.19 Model beton bertulang untuk deteksi korosi pada struktur terdampak tsunami
Pergerakan setiap partikel dalam proses deteksi lokasi dan ukuran korosi untuk kasus
yang dikaji ini dapat dilihat dalam Gambar 5.20. Pada awal iterasi, partikel secara
random tersebar pada area pencarian. Seiring bertambahnya iterasi, seluruh partikel
menumpu pada kedudukan tertentu pada iterasi ke-45. Kedudukan ini adalah solusi yang
diberikan oleh BEIA. Dengan membandingkan solusi ini dengan kondisi actual
dilapangan, diperoleh bahwa error dari solusi tersebut masih dapat diterima yaitu < 5%.
0
50
100
150
200
250
300
350
0 50 100 150 200 250 300 350 400
-ϕ
(mV
)
z (cm)
4 cm
z
y
y
x
z
400 cm
30 cm
30 cm
Anode / corrosion Cathode
Concrete cover
CS = ?
CL = ?
A A
21
Gambar 5.20 Hasil simulasi untuk kasus deteksi korosi: (a) Iterasi 1; (b) Iterasi 4;
(c) Iterasi 8; (d) Iterasi 12; (e) Iterasi 16; (f) Iterasi 20; (g) Iterasi 38; (h) Iterasi 45.
5.5. Luaran yang Dicapai
Luaran yang ditargetkan untuk diperoleh melalui penelitian ini dan yang telah dicapai
sampai dengan penyusunan laporan akhir penelitian ini adalah seperti yang diberikan dalam
Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Luaran yang ditargetkan dan yang telah dicapai
No Jenis Luaran 2017
Target Capaian Capaian 1. Publikasi ilmiah Internasional published Reviewer invited (Case
Studies in Construction Materials) – Q2; Scopus index 1
Nasional terakreditasi Tidak ada Tidak ada 2. Pemakalah dalam
temu ilmiah Internasional sudah dilaksanakan Telah diterima 2 Nasional sudah dilaksanakan Sudah dilaksanakan 3
1 Lampiran A; 2 Lampiran B; 3 Lampiran C
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200 250 300 350 400
corr
osio
n s
ize
(cm
)
corrosion location (cm)
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
22
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan berikutnya pada tahun kedua adalah seperti
yang telah diperlihatkan dalam Gambar 4.1 di atas. Fokus utama yang akan dilakukan pada
tahun kedua penelitian adalah mendapatkan database kondisi batas bagi BEIA yaitu
pengukuran kurva polarisasi bagi baja tulangan di dalam beton dan pengukuran parameter
beton bertulang yang meliputi konduktivitas, tebal selimut dan posisi tulangan. Selain itu,
pengembangan BEIA tetap dilanjutkan untuk meningkatkan kinerja pendeteksian korosi.
Pengembangan ini melingkupi pedeteksian multi-korosi, improvement sistem pencarian, dan
studi parametric BEM.
Seterusnya, pada tahun kedua tersebut juga dijalankan beberapa simulasi lain seperti
yang telah ditunjukkan dalam Gambar 4.1, yaitu:
Melanjutkan simulasi pengaruh beberapa parameter yang lain terhadap kinerja BEIA
dalam mendeteksi korosi seperti tebal selimut, jumlah data pengukuran dan jumlah
sengkang/tulangan.
Menguji efektivitas BEIA pada kasus yang lebih komplek seperti deteksi korosi pada
tiang panjang dermaga dan struktur yang terbenam dalam tanah.
23
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diperoleh melalui hasil simulasi yang telah dilakukan adalah:
Jumlah partikel memberikan pengaruh terhadap kinerja BEIA dalam mendapatkan
solusi yang dicari
Penggunaan W yang tidak konstan (gradient negatif seiring bertambahnya iterasi)
memberikan kinerja BEIA yang lebih baik dengan batasan nilai Wup diluar nilai W
konstan hasil penelitian sebelumnya.
Aplikasi BEIA pada deteksi korosi struktur beton bertulang dalam kawasan
terdampak tsunami menunjukkan tingkat akurasi yang cukup baik dengan error < 5%
Kemudian, saran yang perlu dilakukan adalah:
Data kurva polarisasi sebagai kondisi batas bagi anoda dan katoda perlu diperoleh dari
pengujian yang sesuai dengan lingkungan kerja struktur beton bertulang yang dikaji
guna memberikan hasil yang lebih baik.
Pada tahapan kedepan, pengembangan sistem terintegrasi antara pre-prosesor
(Salome), solver (BEM 3D) dan post-prosesor perlu dilaksanakan untuk kemudahan
dalam menjalankan simulasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Babaei, K. 1986. Evaluation of Half-Cell Corrosion Detection Test for Concrete Bridge
Decks. Final Report. Washington State Department of Transportation (WSDOT).
Broomfield, J. P. 2007. Corrosion of Steel in Concrete - Understanding, Investigation and
Repair. 2nd edition. London: Taylor & Francis.
Dewan Kelautan Indonesia, tanpa tahun, Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat,
http://www.dekin.kkp.go.id/viewt.php?id=20111106210310652339567237753972939
794806095 [diakses pada 8 April 2015[.
Elsener, B. 2001. Half-Cell Potential Mapping to Assess Repair Work on RC Structures.
Construction and Building Materials. 15:133-139.
Ferguson. E., 2012. Corrosion likely culprit in roof collapse: Expert.
http://www.thewhig.com/2012/06/25/corrosion-likely-culprit-in-roof-collapse-expert
[diakses pada 18 August 2013].
Fonna, S., 2014, Boundary Element Method and Particle Swarm Optimization for Inverse
Analysis to Identify Reinforced Concrete Corrosion, Doctoral dissertation, Universiti
Kebangsaan Malaysia (UKM) (in Malay).
Fonna, S., Huzni, S., Ridha, M. and Ariffin, A.K., 2013, Inverse analysis using particle
swarm optimization for detecting corrosion profile of rebar in concrete structure,
Engineering Analysis with Boundary Elements, 37 : 585–593
Fonna, S., Ibrahim, I.M., Ridha, M., Huzni, S. and Ariffin, A. K. 2016, Simulation of the ill-
posed problem of reinforced concrete corrosion detection using boundary element
method, International Journal of Corrosion, Vol. 2016, article id 6392702
Hassan, A.A.A., Hossain, K.M.A. & Lachemi, M. 2009. Corrosion resistance of self-
consolidating concrete in full-scale reinforced beams. Cement & Concrete
Composites. 31 : 29–38.
Hussain, R.R. 2011. Underwater half-cell corrosion potential bench mark measurements of
corroding steel in concrete influenced by a variety ff material science and
environmental engineering variables. Measurement. 44 : 274–280.
Jackson, J.E., 2013, Cost of Corrosion Annually in the US Over $1 Trillion, termuat di:
http://www.g2mtlabs.com/cost-of-corrosion [diakses pada 14 Juli 2014].
25
Kelvin. 2012. Probe electrode for contactless potential measurement on concrete – Properties
and corrosion profiling application. Corrosion Science. 56:26–35.
Lan, Z., Wang, X., Hou, B., Wang, Z., Song, J. and Shengli Chen, S. 2012. Simulation of
sacrificial anode protection for steel platform using boundary element method.
Engineering Analysis with Boundary Elements. 36 : 903–906.
Latief. 2011. Struktur Wahana Atlantis Dikaji Ulang. (atas talian)
http://megapolitan.kompas.com/read/2011/09/28/12185069/Struktur.Wahana.Atlantis.
Dikaji.Ulang [diakses pada 28 April 2016].
Lee, K.H., Baek, S.W. & Kim, K.W. 2008. Inverse radiation analysis using repulsive particle
swarm optimization algorithm. International Journal of Heat and Mass Transfer. 51:
2772-2783.
Marinier, P. & Isgor, O.B.. 2013. Model-Assisted Non-destructive Monitoring of
Reinforcement Corrosion in Concrete Structures. Nondestructive Testing of Materials
and Structure. Editors: Büyüköztürk, O. et al. RILEM Bookseries. Springer-Verlag :
719-724.
Minagawa, K., Suga, K., Kikuchi, M. & Aoki, S. 2012. An efficient inverse analysis
considering observation error to detect corrosion in concrete structures containing
multilayered rebar. International Journal of Mechanics and Materials in Design. 8 (1)
: 81-87.
Moreno, E., Cobo, A., Palomo,G., González, M.N., 2014, Mathematical models to predict the
mechanical behaviour of reinforcements depending on their degree of corrosion and
the diameter of the rebars, Construction and Building Materials, 61:156–163.
NACE International, 2002, International Corrosion Cost and Preventive Strategies in the
United States, New York.
Parsopoulos, K.E. & Vrahatis, M.N. 2010. Particle Swarm Optimization and Intelligence:
Advances and Applications. New York: Information Science Reference.
Ridha, M., Amaya K. & Aoki, S. 2001. A multistep genetic algorithm for detecting corrosion
of reinforcing steels in concrete. Corrosion. 57 (9) : 794-801.
Ridha, M., Amaya, K. & Aoki, S. 2005. Boundary element simulation for identification of
steel corrosion in concrete by magnetic field measurement. Corrosion. 61 (8) : 784-
791.
26
Ridha, M., Fonna, S., Huzni, S. and Ariffin. A.K. 2013. Corrosion risk assessment of public
buildings affected by the 2004 tsunami in banda aceh. Journal of Earthquake and
Tsunami. 7 (1) : 1-22.
Roberge, P.R. 2008. Corrosion Engineering: Principles and Practices. McGraw-Hill. New
York.
Sadowski. L. 2013. Non-destructive investigation of corrosion current density in steel
reinforced concrete by artificial neural networks. Archives of Civil and Mechanical
Engineering. 13 (1) : 104-111.
Schweitzer, P.A. 2010. Fundamentals of Corrosion: Mechanisms, Causes, and Preventative
Methods. CRC Press. New York: Taylor & Francis Group.
Song, H.W. & Saraswathy, V. 2007. Corrosion monitoring of reinforced concrete structures –
a review. Int. J. Electrochem. Sci. 2: 1- 28.
Suga, K., Minagawa, K., Kikuchi, M. & Aoki, S. 2011. Corrosion detection in concrete
structure including layered rebar. Key Engineering Materials. 462-463 : 1255-1260.
27
LAMPIRAN
Lampiran A. Bukti paper dalam status reviewer invited pada jurnal internasional – Q2; Scopus index