26
Nama Peserta : dr. San Maria Sitompul Nama Wahana: Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu Topik : BPH (Benigna Prostat Hiperplasia ) Tanggal (kasus): 03 JUNI 2012 Nama Pasien : Tn. S/65 tahun No. RM 188/II/2015 Tempat Presentasi : Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu Obyektif Presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Lansia Deskripsi: Tn. S, 65 tahun, tidak dapat berkemih/ kencing sejak 5 jam SMRS, nyeri di perut bawah pusar dan terasa penuh. Os mengaku sejak ± 3 bulan SMRS mengalami nyeri saat berkemih, menetes, mengendan saat berkemih, berkemih tidak puas, dan sering berkemih pada Tujuan: menatalaksana pasien BPH untuk mengurangi terjadinya komplikasi. Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos Data pasien: Nama: Tn. S/65 tahun Nomor Registrasi: 188/II/2015 Nama klinik: Rumkit TK IV Zainul Telp: Terdaftar sejak:

Bph

Embed Size (px)

DESCRIPTION

b vjbv

Citation preview

Page 1: Bph

Nama Peserta : dr. San Maria SitompulNama Wahana: Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu

Topik : BPH (Benigna Prostat Hiperplasia )

Tanggal (kasus): 03 JUNI 2012Nama Pasien : Tn. S/65 tahun No. RM 188/II/2015

Tempat Presentasi : Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Tn. S, 65 tahun, tidak dapat berkemih/ kencing sejak 5 jam SMRS, nyeri di perut bawah pusar dan terasa penuh. Os mengaku sejak ± 3 bulan SMRS mengalami nyeri saat berkemih, menetes, mengendan saat berkemih, berkemih tidak puas, dan sering berkemih pada malam hari

Tujuan: menatalaksana pasien BPH untuk mengurangi terjadinya komplikasi.

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Tn. S/65 tahun Nomor Registrasi: 188/II/2015

Nama klinik: Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu Telp: Terdaftar sejak:

Page 2: Bph

Data utama untuk bahan diskusi:1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Tidak dapat kencing Kencing menetes Kencing tidak lampias Perlu mengejan saat kencing

4. Riwayat keluarga: Tidak ada yang mengalami hal seperti yang dialami oleh pasien

5. Riwayat pekerjaan: Pasien pensiunan PNS

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): -

7. Riwayat Penyakit Terdahulu : -8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS

WAHANA)

Suhu: 37,3 ºC

TD : 140/90

Pemeriksaan Fisik :

Abdomen : datar, bulging +, Nyeri tekan +

RT : musculus spingter ani menjepit, Ampula rekti tidak kolaps, Mucosa licin, nodul –

Prostat : konsistensi kenyal +, permukaan rata +, nodul -, pool atas sulit diraba, sulcus medianus prostas > 4 cm

Page 3: Bph

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)

1. Adel. 2008, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.

2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.

Hasil Pembelajaran:

1. Diagnosa BPH

2. Penatalaksanaan BPH

3. Komplikasi

SUBJEKTIF

Tn. S, 65 tahun datang ke IGD Rumkit TK IV Zainul Arifin dengan keluhan tidak dapat buang air kecil sejak 5 jam SMRS, mucul mendadak, dirasakan nyeri diperut bawah pusar dan terasa penuh. Os mengaku sejak ± 3 bulan SMRS, mengalami buang air kecil menetes, sering mengejan jika buang air kecil, sering buang air kecil saat malam hari, dan tidak lampias saat buang air kecil. Buang air kecil berpasir (-), panas (-). Os sebelumnya sudah berobat namun keluhan tidak berkurang.

OBJEKTIF

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Page 4: Bph

Denyut nadi : 76 kali/menit kualitas nadi : kuat angkat, teratur

Frekuensi nafas : 20 kali/menit kualitas nafas : adekuat, reguler

Suhu : 37,3 C

Berat badan : 70 kg

Pemeriksaan sistematis

Kepala : Normocephal

Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), air mata (+), cekung (-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), discharge (-)

Telinga : Discharge (-)

Mulut : Mukosa kering (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : distensi (+), nyeri tekan (+), bulging (+)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Hepar : Tidak teraba membesar

Page 5: Bph

Lien : Tidak teraba membesar

Extremitas : Akral hangat, akrosianosis (-), capillary refill < 2”

RT : Musculus Spingiter ani menjepit, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul (-), feses (-), darah (-)

Prostat : konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), pool atas sulit diraba, sulcus medianus prostat >4 cm

ASSESMENT

BPH adalah tumor jinak pada prostat akibat sel prostat yang terus mengalami pertumbuhan. Secara mikroskopik, perubahan prostat bisa

dilihat sejak seseorang berusia 35 tahun. Pada usia 60-69 tahun, pembesaran prostat mulai menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria.

Sementara pada usia 80 tahun, BPH terjadi pada hampir 100% pria. Pada tahun 2000, WHO mencatat ada sekitar 800 juta orang yang

mengalami BPH di seluruh dunia. Selama hidupnya, seorang pria memiliki dua periode pertumbuhan prostat, yakni saat pubertas dan setelah

usia 25 tahun. Saat pubertas, prostat membesar dua kali lipat ukuran aslinya, sementara di usia 25 prostat tumbuh secara perlahan dan bisa

berlangsung seumur hidup. Pembesaran inilah yang kemudian menjadi cikal BPH. Ketika prostat membesar, jaringan yang melapisinya di luar

tidak ikut berekspansi, hal ini menyebabkan uretra terjepit. Dinding kandung kemih pun menebal dan mudah terangsang, ditandai dengan

gampangnya kandung kemih berkontraksi meskipun hanya berisi sedikit urin. Lama kelamaan kandung kemih akan kehilangan kemampuannya

berkontraksi sehingga tak mampu mengeluarkan urin. Hal-hal inilah yang menyebabkan keluhan klinis pada pasien dengan pembesaran

prostat. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan

bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori

atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Page 6: Bph

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen.

Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan

bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan

stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol

pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan

menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang

produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang

bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic

transforming growth factor, transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Page 7: Bph

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady

state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat

yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga

terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel

epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98%

akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas

inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,

testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma

menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear

receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan

sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat

PLANNING

1. Penegakan diagnosis BPH

Page 8: Bph

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena

penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat

dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar

dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi

otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna

Page 9: Bph

pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,

sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.

Gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri

atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.

Page 10: Bph

Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas

hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

- Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

terakhir

Tidak

sekali<20% <50% 50% >50% Hampir selalu

a. Adakah anda merasa

buli-buli tidak kosong

setelah berkemih

0 1 2 3 4 5

b. Berapa kali anda

berkemih lagi dalam

0 1 2 3 4 5

Page 11: Bph

waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi

arus urin berhenti

sewaktu berkemih

0 1 2 3 4 5

d. Berapa kali anda

tidak dapat menahan

untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi

arus lemah sewaktu

memulai kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi

bangun tidur anda

kesulitan memulai

untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

g. Berapa kali anda

bangun untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

Page 12: Bph

di malam hari

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang

1 = baik 4 = buruk

2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:

o Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau

minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

o Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut

o Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria,

antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya

kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

Page 13: Bph

2. Adakah asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,

permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia

prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan

diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin

dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

Pemeriksaan Penunjang berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Page 14: Bph

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

3. Foto polos abdomen (BNO)

4. Pielografi Intravena (IVP)

5. Sistogram retrograd

6. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

7. Pemeriksaan Sistografi

8. MRI atau CT jarang dilakukan

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Page 15: Bph

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

Stage 0 : prostat teraba < 1cm, berat < 10 gram

Stage 1 : prostat teraba 1 – 2 cm, berat 10 -25 gram

Stage 2 : prostat teraba 2 -3 cm, berat 25- 60 gram

Stage 3 : prostat teraba 3- 4 cm, berat 60 – 100 gram

Stage 4 : prostat teraba >4 cm, berat >100 gram

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : <>

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :

Page 16: Bph

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm

2. Penatalaksanaan BPH

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala

klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa

urin kurang dari 50 ml.

- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan

sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml

- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Page 17: Bph

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate

Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS

tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas

atau bila timbul obstruksi.

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai

cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam

keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat

sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka

sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan

memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik,

kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi

yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian

pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi

Page 18: Bph

bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas

leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara

medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa OperasiInvasif

Minimal

Watchfull

waiting

Penghambat

adrenergik αProstatektomi terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat

reduktase α

Fitoterapi

Endourologi

1. TUR P

Strent uretra

dengan

prostacath

Page 19: Bph

Hormonal 2. TUIP

3. TULP (laser)

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurang minum setelah makan malam untuk

mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman

alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa adrenergik)

2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik

Page 20: Bph

Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-

0,4 mg/hari.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih,

hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah

menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

1. Prostatektomi terbuka : Retropubic infravesica (Terence Millin), Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer), Transperineal

2. Prostatektomi Endourologi : Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP), Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP), Trans Urethral

Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

3. Invasif Minimal : Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT), Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD), Trans Urethral Needle

Ablation (TUNA), Stent Urethra

3. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

Page 21: Bph

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10.Gagal Ginjal