51
NO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII NO 115/November - Desember 2008/Tahun XXVIII Pemeriksaan Keuangan : Pemeriksaan yang umum-umum MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154 *Hasil Pemeriksaan atas 275 LKPD Tahun 2007 ?

bpk pemeriksaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bpk pemeriksaan

NO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII

NO 115/November - Desember 2008/Tahun XXVIII

Pemeriksaan Keuangan :Pemeriksaan yang

umum-umum

MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154

*Hasil Pemeriksaan atas 275 LKPD Tahun 2007

?

Page 2: bpk pemeriksaan

1NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Ke

tua

BP

K R

I pa

da

ra

pat

lap

ora

n p

ert

an

gg

un

gja

wa

ba

n k

eu

an

ga

n n

eg

ara

ya

ng

aku

nta

be

l di B

ala

i Sa

mu

de

ra, J

ak

art

a 2

2 O

kto

be

r 2

00

8

Page 3: bpk pemeriksaan

1NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Page 4: bpk pemeriksaan

2 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

DAFTAR ISI

115edisi M A J A L A H P E M E R I K S A

Dalam proses globalisasi, kesulitan perekonomian Amerika Serikat telah menjalar de-ngan cepat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perekonomian semua negara kini terperangkap dalam spiral yang menukik tajam ke bawah yang sangat berbahaya.

SAMBUTAN KETUA BPK-RI PADA PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA BPK-RI DENGAN POLRI JAKARTA, 21 NOVEMBER 2008

“Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggu-nakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”.

KRISIS KEUANGAN GLOBAL DAN INDONESIA oleh Anwar Nasution

Perencanaan Audit Laporan Keuangan di ANAO

CARKeyS: Pendekatan Untuk Mencapai E�siensi Pemeriksaan Laporan Keuangan

informasi yang diperoleh dalam tahap awal audit (preliminary survey) dan menentukan model pendekatan audit sehingga diharapkan dapat mencapai seluruh tujuan audit.

LK WTP Belum Memuaskan

Selama tujuh bulan penulis melakukan program secondment (magang) untuk melakukan audit laporan keua-

Pemeriksaan Laporan Keuangan yang dilakukan oleh BPK sebagai satu-satunya Lembaga Eksternal Pemerintah merupakan “gerbang” tercapainya Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Keuangan Negara.

Pemeriksaan Laporan Keuangan oleh BPK: Sebuah Wewenang dan Tanggung Jawab demi tercapainya Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Keuangan Negara

Apa yang salah dengan keinginan itu? Apakah tidak boleh seorang auditor ber-”impro-visasi” dalam memainkan komposisi prosedur auditnya? Apakah auditor harus selalu patuh pada “conductor” untuk menghasilkan alunan laporan audit yang harmonis?

Suka Duka Audit LKPD

EDITORIAL

Pemeriksaan keuangan: Pemeriksaan yang umum-umum?

LAPORAN UTAMA

TERKINI

4

5

20

24

31

34

42

46

NO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII

NO 115/November - Desember 2008/Tahun XXVIII

Pemeriksaan Keuangan :Pemeriksaan yang

umum-umum

MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154

*Hasil Pemeriksaan atas 275 LKPD Tahun 2007

?

Majalah Pemeriksa 115

PEMERIKSAAN KEUANGAN:

PEMERIKSAAN YANG UMUM-UMUM?

Action Plan untuk Pemerintah Sumbar 47

Page 5: bpk pemeriksaan

3NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

RUBRIK

AGENDA

BPK se-Asia Tingkatkan Kualitas Penjaminan Mutu Audit Keuangan

Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksaan Kinerja pada ANAO

PEMERIKSAAN KINERJA

PEMERIKSAAN INVESTIGATIF

PEMERINTAHAN

TEKNOLOGI

AGAMA: HIJRAH DAN REFORMASI DIRI

KESEHATAN: Cara mengidenti�kasi jenis plastik yang aman

GENDIT: GENDIT & AUDITOR PEREMPUAN

RESENSIANTI-MONEY LAUNDERING:International Law and PracticePenulis: Wouter H. Muller dkkPenerbit: John Wiley & Sons, England,2007

Susunan Dewan Redaksi

Majalah Pemeriksa

Pelindung

Dharma Bhakti

Pemimpin Redaksi

Cris Kuntadi

Anggota Redaksi

Yudhi Ramdan

M. Yusuf Jhon

Ekowati Tyas Rahayu

Dian Desilia

Bestantia Indraswati

R. Edi Susila

Gunawan Wisaksono

Staf Redaksi

Nurmalasari

Barlis Baharuddin

Desain Grafis

Sutriono

Rianto Prawoto

Alamat Redaksi dan Tata Usaha

Gedung BPK-RI Jln. Gatot Subroto

No.31 Jakarta Telp. (021)5704395-6

Pes.214/208 Fax.(021)57950285

Diterbitkan oleh Biro Humas & LN,

Badan Pemeriksa Keuangan,

STT No. 722/SK/Ditjen PPG/STT

Redaksi menerima kiriman artikel (disertai dengan softcopy dan foto penulis) sesuai dengan misi majalah PEMERIKSA. Redaksi berhak mengoreksi/mengubah naskah yang diterima sepanjang tidak mengubah isi naskah.

Isi majalah ini tidaklah berarti sama dengan pendirian Badan Pemeriksa Keuangan.

36

38

48

53

60

70

77

82

84

81

Email: [email protected]

Penghargaan MAPIN kepada BPK

POTRET BPK

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

SEMESTER I TAHUN 2008

OPINI63Mengenal dan Memahami Media Massa64Bagi profesi humas, mengenal dan memahami media ma-ssa adalah satu hal yang penting dilakukan. Media massa ibarat rekan kerja yang sangat dibutuhkan oleh humas un-tuk menyebarkan informasi ke masyarakat luas.

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PADA ENTITAS PEMERINTAHAN

Page 6: bpk pemeriksaan

4 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Pemeriksaan keuangan: Pemeriksaan yang umum-umum?

EDITOR AL

Pemeriksaan menurut amanat UU No. 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara meliputi tiga jenis

yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan

keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan atau

sering disebut sebagai general audit (pemeriksaan umum).

Pemeriksaan keuangan disebut sebagai pemeriksaan

umum karena pemeriksa masih melihat apa yang disajikan

dan diungkapkan oleh terperiksa (auditee). Ini berarti

pemeriksaan tersebut belum sampai melihat hal-hal lain

di balik penyajian dan pengungkapan yang mungkin

mengandung beberapa permasalahan.

Anehnya? Meskipun pemeriksa baru melakukan

pemeriksaan umum, toh laporan hasil pemeriksaannya

telah mengandung berbagai permasalahan yang,

bahkan, sampai pada aspek tindak pidana

korupsi yang mestinya diungkapkan

dalam pemeriksaan

i n v e s t i g a t i f .

Pemeriksa juga tidak

jarang mengungkap

temuan terkait

dan ketidakefektifan yang

mestinya menjadi ’wilayah’

pemeriksaan kinerja.

Siapa yang salah? Apakah terperiksa yang sering

melakukan kesalahan dalam tataran umum penyajian

dan pengungkapan laporan keuangan? Atau sedemikian

primitifnya si pejabat pengelola keuangan negara sehingga

kecurangan dan tindak pidananya dapat dengan mudah

ditemukan oleh pemeriksa laporan keuangan yang nota

bene masih tahap pemeriksaan umum? Atau mungkin

sekali, justru pemeriksa yang tidak mengetahui batasan

dan rambu-rambu tiga jenis pemeriksaan tersebut.

Alasan terakhir ini bisa jadi benar. Apabila

melihat hasil pemeriksaan, sudah tidak jelas lagi temuan

pemeriksaan jika dikaitkan dengan

jenis pemeriksaan yang dilakukan.

Alangkah naifnya kita sebagai

pemeriksa yang mestinya berdiri

paling depan memberikan contoh

(leading by example) ternyata pada

tataran umum saja, belum

bisa memahami tiga jenis

pemeriksaan (CK).

Page 7: bpk pemeriksaan

5NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

KRISIS KEUANGAN GLOBAL DAN INDONESIA

Oleh: Prof. Dr. Anwar Nasution

TERKINI

KRISIS KEUANGAN GLOBAL DAN INDONE-SIA1

1. Pengantar

Dalam proses globalisasi, kesulitan perekonomian Ame-rika Serikat telah menjalar dengan cepat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perekonomian semua negara kini ter-perangkap dalam spiral yang menukik tajam ke bawah yang sangat berbahaya. Kesulitan ekonomi itu adalah berupa penurunan harga aset dan penurunan tingkat laju pertum-buhan ekonomi serta kebangkrutan dunia usaha. Agunan tidak dapat disita jika kredit ternyata tidak dapat dilunasi dan kalaupun dapat disita, harganya jauh di bawah nilai pokok kredit. Sementara itu, tingkat pengangguran tenaga kerja se-makin meningkat sedangkan tingkat harga-harga komoditi primer maupun barang-barang dan jasa-jasa lainnya mero-sot dengan tajam. Menurut perkiraan, pemulihan kembali pertumbuhan ekonomi global memerlukan waktu antara 3 hingga 5 tahun.

Kebijakan moneter menjadi tidak dapat berfungsi karena krisis perbankan. Krisis itu terjadi karena adanya erosi modal perbankan, penurunan nilai buku pinjamannya dan semakin sulitnya memperoleh dana. Hal-hal ini terjadi karena ga-bungan antara penurunan indeks harga saham serta pening-katan kredit bermasalah serta erosi kepercayaan akan surat-surat berharga yang merupakan kolateral pinjam meminjam antara dunia usaha, termasuk pinjaman antarbank. Karena bank tidak lagi percaya akan kelayakan usaha (creditworthiness) mitra usahanya dan tidak yakin bahwa ia dapat memobilisir dana jika memerlukan, bank menjadi takut memberikan kre-dit dan pinjaman antarbank serta mulai mengakumulir uang tunai. Walaupun bank sentral seluruh dunia sudah menurun-kan tingkat suku bunga nominal pinjaman diskonto hampir menjadi nol persen, bank komersil tidak dapat meneruskan kemudahan itu kepada nasabahnya. Pada gilirannya, erosi kepercayaan akan surat-surat berharga seperti ini telah me-nimbulkan kekeringan likuiditas perbankan dan perekono-mian, kontraksi kredit lembaga keuangan serta peningkatan tingkat suku bunga kredit. Padahal, likuiditas dan kredit ada-lah bagaikan darah bagi dunia usaha maupun pengeluaran rumah tangga serta bagi perekonomian secara keseluruhan. Pada gilirannya, kontraksi kredit perbankan akan menimbul-kan resesi perekonomian yang sekaligus menyulitkan indu-

1 Perbaikan makalah yang ditulis untuk mengenang Almarhum Dr. Syahrir,

Penasehat Presiden R.I. Bidang Ekonomi.

stri perbankan itu sendiri. Di lain pihak, kontraksi ekspansi kredit perbankan terjadi karena adanya resesi perekonomian yang mengurangi permintaan kredit oleh dunia usaha mau-pun sektor rumah tangga.

Untuk mengatasi krisis keuangan dan resesi perekonomi-an global tersebut diperlukan koordinasi kebijakan penang-gulangan bersama. Koordinasi mensinerjikan kemampuan individu masing-masing negara dan sekaligus membantu upaya pemulihan kembali kepercayaan masyarakat. Namun, yang terjadi adalah bahwa setiap negara telah menempuh kebijakan ekonominya sendiri-sendiri maupun upaya yang berbeda-beda tanpa koordinasi. Negara-negara anggota Uni Eropa pun bertindak sendiri-sendiri karena Maastricht Treaty1991 dan 1993 maupun Stability Pact hanya memberikan ke-wenangan tunggal dalam kebijakan moneter kepada Bank Sentral Eropa (ECB-European Central Bank). Kebijakan

--

sar 3 persen dari PDB serta menetapkan jumlah maksimum utang negara sebesar 60 persen dari PDB. Kebijakan lain-nya, termasuk pengawasan industri keuangan dan tindakan penyelamatannya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing negara anggota. Juga belum ada koordinasi kebija-

Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Jepang dan China.

Rangkaian kebijakan ekonomi yang diambil secara send-iri-sendiri oleh setiap negara itu, antara lain, menyangkut batas maksimum deposito bank yang diasuransikan, pro-gram penyelamatan bank untuk mengatasi masalah likuidi-tas dan solvabilitasnya, kebijakan moneter, pengaturan in-

struktur pengeluaran negara guna membantu golongan masyarakat miskin yang paling menderita akibat dari krisis itu. Kerja sama dalam kebijakan moneter yang sudah mulai dijalin antara bank sentral Amerika Serikat dengan sekelom-pok bank sentral negara-negara kaya baru dalam penurunan tingkat suku bunga kredit dari bank sentral dan penyediaan fasilitas swap untuk mengatasi likuiditas dalam mata uang US Dollar2. Namun demikian belum ada koordinasi tentang besarnya penurunan tingkat suku bunga maupun harmo-

2 “Central Bank. Dangerous divergence”, the Economist, March 22, 2008, hal

77-79.

1

Page 8: bpk pemeriksaan

6 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

mencegah terus merosotnya kegiatan ekonomi global itu.

Makalah ini, yang selanjutnya dibagi dalam enam bagian,

penyehatan bank yang dilanda oleh krisis global yang tengah berlangsung dewasa ini. Selanjutnya makalah ini akan dibagi dalam lima bagian. Bagian kedua membahas awal pemulaan krisis. Bagian ketiga membahas dampak umum krisis ekono-mi global bagi perekonomian Indonesia: lalu lintas modal, ekspor dan impor serta pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Bagian keempat membahas upaya untuk mencegah kepanikan deposan dengan meningkatkan jumlah deposito yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bagi-an kelima membahas upaya untuk penyelamatan bank, baik untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek maupun untuk menyehatkan modalnya. Bagian keenam membahas

tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan mengurangi beban golongan masyarakat berpendapatan rendah. Bagian ketu-juh membahas pembangunan arsitektur keuangan regional dan internasional.

2. Awal KrisisKrisis perekonomian dunia dewasa ini adalah berawal

dari krisis pemilikan rumah (subprime mortgages) di Amerika Serikat yang mulai merebak pada tanggal 9 Agustus 2007 dengan kolapsnya Bear Stearns karena gagal memenuhi kewajibannya yang telah jatuh waktu. Tanggal 5 dan 16 September 2008, Lehman Brothers menjadi bangkrut dan perusahaan asuransi AIG memperoleh suntikan dana $85 miliar dari Pemerintah untuk dapat bertahan. Bear Stearns dan Lehman Brothers adalah investment bankers terkemuka yang bergerak dalam transaksi derivatif yakni sekuritas yang dijamin oleh kredit pemilikan rumah, tagihan kredit ken-daraan pemilikan bermotor, tagihan kartu kredit (credit cards)ataupun pinjaman beasiswa. Pada umumnya, asset yang terdiri dari semua jenis kredit ini adalah kurang likuid dan berjangka panjang. Sekuritas yang dijamin oleh berbagai tagihan kredit tersebut disebut sebagai ABCP (Asset-Backed Commercial Paper). Sekuritas yang dijamin oleh kredit peru-mahan disebut MSB (Mortgage-Baked Securities). ABCP dan MSB diberi peringkat (rating) yang tinggi oleh perusahaan pemeringkat (rating agencies) sehingga sangat populer sebagai instrumen investasi oleh investment funds yang tersebar ke se-luruh penjuru dunia maupun sebagai agunan atau kolateral bagi pinjaman antarbank. Karena membeli ABCP dan MSB yang bermasalah di Amerika Serikat, berbagai bank komer-sil, perusahaan asuransi maupun lembaga-lembaga keuangan di Eropa Barat telah mengalami kesulitan likuiditas maupun solvabilitas sehingga terpaksa dibantu ataupun diambil alih oleh Pemerintah, dihentikan usahanya ataupun diambil alih oleh perusahaan lain.

Secara tradisional bank komersil pemberi kredit me-nahan kredit dalam pembukuannya sebagai asset hingga masa jatuh tempo pembayarannya. Untuk mengurangi

risiko kredit, bank sangat selektif dalam memilih nasabah kredit dengan memperhatikan kecukupan modal serta agu-nan kredit, kemampuannya melunasi kredit maupun ka-rakter penerima kredit untuk melunasi kembali utangnya. Aturan prudensial perbankan maupun aturan internal bank itu sendiri menetapkan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) pada suatu perusahaan ataupun suatu kelompok

-mantauan risiko, membuat aturan pemotongan pokok mau-pun bunga kredit (haircut), marjin mapun aturan tentang kebijakan mengenai agunan kredit. Bank terus menerus me-mantau penggunaan kredit yang diberikannya berdasarkan aturan prudensial tersebut. Dengan adanya perkembangan teknologi dan munculnya lembaga-lembaga keuangan bu-kan bank (LKBB) baru, bank pemberi kredit dapat meng-geser risiko kredit kepada pihak lain. Pihak lain itu adalah perusahaan asuransi yang menjamin kredit serta LKBB yang mengeluarkan dan mengedarkan ABCP dan MSB tersebut disebut sebagai bank bayangan (shadow banks).

Salah satu bentuk dari LKBB tersebut adalah SPV (Spe-cial Purpose Vehicle) yang tujuannya hanya untuk menarik kembali pokok dan bunga kredit dan meneruskannya ke-pada pemberi kredit, sebagai debt collector. Bentuk lain adalah SIV (Structured Investment Vehicle) yang membeli kredit jangka panjang yang kurang likuid dan merubahnya menjadi surat berharga ABCP atau MSB berjangka pendek. SIV men-gurangi risiko kredit dengan cara menggabungkan berbagai bentuk tagihan kredit dalam satu pool, mengasuransikannya serta mengelompokkannya menurut tingkat risiko (tranch-ing). Shadow banking system tersebut mengandalkan pembel-anjaan usahanya pada utang ( ), tidak tunduk pada pengaturan yang ketat oleh bank sentral dan tidak mendapatkan fasilitas kredit daripadanya3.

Krisis terjadi karena besarnya ekspansi kredit pemilikan rumah selama masa jabatan Gubernur Bank Sentral Green-span selama 10 tahun terakhir. Pada masa itu, tingkat suku bunga bank sangat rendah dan tingkat laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sangat tinggi. Ekspansi ekonomi Amerika Serikat pada masa itu adalah dibelanjai oleh be-sarnya pemasukan modal asing ke negara itu. Pemasukan

persen dari PDB pada tahun 1999 menjadi -6,2 persen pada tahun 2006 dan sedikit menurun menjadi -5,3 persen pada

3 Lihat Brunnermeier, Markus K. 2008. Deciphering the 2007-08 Liqiiidity

and Credit Crunh. akan dimuat dalam Journal of Economic Perspectives. 19

Mei, Stulz, Rene M. 2007. “Hedge Funds: Past, Prersent and Future”. Journal

of Economic Perspectives. 21(2). Spring. Hal. 175-194, John Kambhu, Til

Schuermann, dan Kevin Stiroh, “Hedge Funds, Financial Intermediation, and

Systemic Risk”, Economic Policy Review, Federal Reserve Bank of New York,

13(3), December 2007, hal. 1-18 dan Goldstein, Morris. 2008. The Subprime

and Credit Crisis. Washington, D.C.: Peterson Institute for International Eco-

nomics. April 3.

Page 9: bpk pemeriksaan

7NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

tahun 2007. Dengan adanya pemasukan modal asing yang besar itu sekaligus telah merubah sumber pembelanjaan kredit perumahan dari tadinya hanya berasal dari sumber lokal menjadi mendunia. Karena rendahnya tingkat suku bunga dan dapat digesernya risiko kredit pada shadow bank-ing system, telah menyebabkan pemilihan nasabah kredit oleh bank komersil menjadi kurang berhati-hati. Dalam keadaan ekonomi yang tumbuh tinggi dan tingkat suku bunga yang rendah, nilai agunan maupun kemampuan nasabah untuk melunasi kreditnya kurang mendapatkan perhatian karena diperkirakan bahwa harga rumah akan terus menerus me-ningkat sehingga dapat mengembalikan pokok dan bunga utang.

Krisis kepercayaan atas kemerosotan indeks harga sa-ham dan ABCP dan MSB telah mendorong masyarakat untuk memindahkan kekayaannya ( ) pada bentuk investasi yang dirasakan lebih aman, seperti mata uang dollar Amerika Serikat (US dollar), Yen dan Euro ser-ta obligasi Pemerintah Amerika Serikat. Dewasa ini, mata uang US dollar dianggap sebagai mata uang dunia karena sebahagian besar dari harga-harga komoditi perdagangan dunia adalah dinyatakan dalam satuan mata uang tersebut. Transaksi perdagangan maupun pembayaran utang piutang antar negara juga lebih banyak dilakukan dalam satuan mata uang itu. Sementara itu, sebagian terbesar dari cadangan luar negeri dunia pun ditempatkan dalam bentuk asset dikeluar-kan oleh Pemerintah maupun dunia usaha Amerika Serikat ataupun surat berharga asing yang dinyatakan dalam mata uang US Dollar4.

Pada awalnya, Ketua Federal Reserve Bank (Gubernur Bank Sentral) Amerika Serikat memperkirakan jumlah keru-gian kredit yang terkait dengan subprime mortgages hanya men-capai $50-100 miliar. Studi Greenlaw dan rekan-rekannya memperkirakan penurunan kredit shadow banks sebesar $200 miliar5. Perkiraan itu terus meningkat dan Noriel Roubini memperkirakan setidaknya mencapai $3000 miliar. Menurut beliau kerugian yang terbesar justru terjadi bukan di sektor keuangan sedangkan kerugian akibat dari penurunan nilai kredit perumahan (mortgages) hanya mencapai $300-400 mi-liar sedangkan penurunan nilai asset lainnya sekitar $600-700 miliar6. Kini, tiga perusahaan otomotif raksasa Amerika Serikat, General Motors, Ford dan Chrysler pun telah minta bantuan suntikan dana dari Pemerintah minimum sebesar

4 Lihat Cooper, Richard N. 2008. “Global Imbalances: Globalization, Demog-

raphy, and Sustainability” dan Feldstein, Martin, “Resolving the Global Imbal-

ances: The Dollar and the U.S. Saving Rate”. Kedua artikel itu dimual dalam

The Journal of Economic Perspectives. 22(3), Summer. hal. 93-112 dan 113-

126.

5 David Greenlaw, Jan Hatzius, Anil Kayshyap dan Hyun Song Shin. 2008.

“Leveraged Losses: Lessons from the Mortgage Market Meltdown”. US Mon-

etary Policy Forum Conference Draft. www.chicagogsb.edu/usmp/docs/

usmp/2008confdraft.pdf.

6 Roubini, Noriel. 2006. ‘A Coming The Recession in the US Economy’, RGE

Monitor. Stern School of Business, NYU. July 17 dan 2008 US and Global

Economic Outlook and Implications for Financial Markets. RGE Monitor. Stern

School of Business, NYU. January. www.rgemonitor.com.

$25 miliar untuk dapat mengatasi kesulitan likuiditas mereka dan mencegah kebangkrutan. Ketiga perusahaan mobil rak-sasa itu memiliki 105 pabrik perakitan di Amerika Serikat, menyerap 240 ribu tenaga kerja dan 13 ribu dealer. Oleh karenanya, penghentian kegiatan ketiga perusahaan otomo-tif raksasa tersebut akan menyebabkan banyak pengang-guran tenaga kerja. Kesulitan industri otomotif itu akan juga berdampak pada pemasok komponen dan suku cadangnya maupun pada harga-harga berbagai jenis komoditi primer yang diperlukannya.

3. Dampak umum krisis ekonomi global bagi Indone-sia

Keterkaitan perekonomian suatu negara dengan pere-konomian dunia tercermin dari transaksi neraca pembayaran luar negerinya. Neraca pembayaran luar negeri itu mencatat transaksi barang dan jasa, balas jasa faktor produksi, teruta-ma modal dan tenaga kerja, maupun lalu lintas modal antara suatu negara dengan luar negeri.

3.1 Ketergantungan pada pemasukan modal asingKarena kecanggihan teknologi komunikasi dan proses-

sing data, dampak negatip yang paling cepat dirasakan akibat dari krisis perekonomian global adalah pada sektor keuan-gan. Pelarian modal asing untuk mengatasi kesulitan keuan-gan kantor pusatnya di negara asalnya langsung menurunkan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Peranan modal asing itu sangat dominan baik di BEI maupun di pasar SBI (Surat Berharga Bank Indonesia)7. Kemerosotan indeks harga saham yang tercepat di BEI, sebesar 22,17 persen ter-jadi selama tiga hari, pada tanggal 6-8 Oktober 2008. Untuk mencegah penurunan harga yang lebih tajam Pemerintah te-lah mengambil tiga tindakan. Pertama, menghentikan kegia-tan bursa selama 5 hari antara tanggal 8 hingga 13 Oktober. Kedua, merubah aturan main di BEJ dengan menerapkan asymmetric auto rejection (batas atas 20 persen dan batas bawah 10 persen). Ketiga, bagaikan “Gebrakan Sumarlin” pada masa Orde Baru, Pemerintah meminta BUMN yang sudah menjual saham di BEJ untuk melakukan buyback atau mem-beli sahamnya kembali.

Dalam masa satu tahun terakhir, nilai tukar Rupiah ter-hadap US Dollar telah merosot tajam sebesar 23 persen. Walaupun telah menjadi semakin menurun, jumlah cadan-gan luar negeri BI dewasa ini dirasakan masih aman karena masih lebih tinggi daripada kewajiban pembayaran pinjaman luar negeri berjangka pendek. Jumlah cadangan luar negeri BI tersebut telah merosot dari $56 miliar pada akhir Desem-ber 2007 menjadi sekitar $50 miliar pada bulan Nopember 2008 atau cukup untuk membelanjai sekitar 4 bulan impor. Penurunan cadangan luar negeri BI terjadi karena adanya intervensi di bursa valuta asing untuk menstabilisir nilai

7 Sewaktu masa krisis tahun 1997-98, secara khusus Indonesia meminta Sin-

gapura untuk membeli SBI guna menambah cadangan devisa BI yang pada

waktu itu tidak mencukupi untuk memenuhi pembayaran kewajiban utang

jangka pendeknya.

Page 10: bpk pemeriksaan

8 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

tukar Rupiah dan membelanjai pelarian modal ke luar ne-geri. Salah satu indikator semakin tingginya pinjaman luar negeri jangka pendek industri perbankan Indonesia adalah dari peningkatan rasio loan-to-deposit (LDR)-nya. LDR yang semakin meningkat itu mencerminkan bahwa industri per-bankan di Indonesia semakin tergantung pada pinjaman di luar negeri untuk membelanjai kredit dalam negerinya. De-wasa ini, kewajiban membayar pinjaman luar negeri men-jadi semakin mahal karena meningkatnya suku bunga di luar negeri dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Sementara itu, penerimaan proyek yang dibiayainya menurun dengan tajam apakah karena adanya kemerosotan tingkat harga komoditi primer ataukah karena penurunan permintaannya. Hal se-perti inilah yang tengah dialami oleh Bumi Resources se-hingga menurunkan harga sahamnya.

Ketergantungan pada dana asing bukan saja dialami oleh dunia usaha dan industri perbankan, tapi juga oleh Pemerin-tah. Oleh karena itu, erosi kepercayaan investor pada Indo-nesia yang tercermin dari kemerosotan indeks harga saham dan pelemahan nilai tukar Rupiah telah sekaligus menimbul-kan dampak negatip pada strategi Pemerintah dalam beru-

-karang ini, SUN (Surat Utang Negara) menjadi tidak laku di pasar uang dan modal komersil di luar negeri dan kalaupun laku, investor menuntut imbal jasa (yield) yang tinggi diatas 15 persen, lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan im-bal jasa tahun 2004 (sedikit diatas 7 persen). Karena IGGI/CGI sudah dibubarkan dan SUN tidak lagi laku dijual di pasar komersil, maka tidak ada pilihan lain bagi Pemerin-tah kecuali minta pinjaman dana dari IMF, Bank Dunia dan ADB maupun dari berbagai negara donor seperti Australia. Di lain pihak, kemampuan keuangan lembaga-lembaga keu-angan multilateral itu sangat rendah dewasa ini.

Penarikan modal jangka pendek dari Indonesia terjadi karena adanya krisis kepercayaan, antara lain, karena belum adanya kemajuan yang berarti akan tata kelola (governance) du-nia usaha maupun transparansi serta akuntabilitas keuangan negara kita sejak krisis ekonomi tahun 1997-1998. Sistem akuntansi maupun sistem hukum kita belum banyak men-galami perubahan yang berarti. Krisis Aliran Dana YPPI, pengakuan Anggota DPR-RI Agus Condro (PDI-P) dalam jual beli jabatan di bank sentral serta skandal NV Indover, bank milik BI di Negeri Belanda, masih terus menerus ter-jadi setelah krisis ekonomi tahun 1997. Opini pemeriksaan Laporan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah masih mendapatkan opini disclaimer sedangkan penerimaan pajak negara dan berbagai jenis penerimaan bukan pajak maupun

koperasi maupun usaha bisnis yang membebani instansi negara. Karena tidak adanya rekening Pemerintah yang ter-padu, Menteri Keuangan tidak mengetahui posisi keuangan negara maupun likuiditasnya setiap saat. Sementara itu, juga tidak ada catatan mengenai kekayaan dan utang negara.

Ketergantungan dunia usaha, perbankan dan Pemerintah Indonesia pada pemasukan modal asing terjadi karena jum-lah tabungan nasional kita tidak cukup untuk membelanjai

-sit anggaran negara. Rendahnya jumlah tabungan nasional itu mencerminkan rendahnya penerimaan negara dari pajak dan belum berkembangnya investor institusional di dalam negeri. Investor institusional itu adalah terdiri dari dana pensiun, Jamsostek, perusahaan asuransi maupun tabungan jangka panjang seperti Bank Tabungan Pos di Jepang.

Walaupun sekiranya IGGI/CGI masih ada, negara-nega-ra yang secara tradisional memberikan pinjaman resmi mau-pun pinjaman komersil untuk Indonesia juga tengah menga-lami krisis keuangan yang sama. Negara-negara yang secara tradisional menjadi kreditur Indonesia itu adalah Amerika Serikat, Jepang, Australia dan negara-negara Eropa. Tadi-nya, negara-negara itu merupakan anggota IGGI/CGI dan kemudian menjadi pembeli utama SUN, baik di pasar global maupun di BEI ataupun pemberi pinjaman komersil bagi keperluan dunia usaha di Indonesia. Sementara itu, negara-negara yang dewasa ini memiliki cadangan luar negeri besar, seperti China dan negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah belum merupakan kreditur Indonesia yang berarti. Tabel 1 memuat daftar negara-negara kaya yang telah meru-pakan kreditur tradisional Indonesia ataupun yang belum.

Dampak krisis global sekarang ini pada pengurasan ca-dangan devisa hanya terbatas pada pelarian modal asing berjangka pendek yang digunakan membeli surat-surat ber-harga yang dijual di pasar uang dan modal Indonesia, seperti SBI, SUN dan saham. Berbeda dengan di Amerika Serikat, baik dilihat dari nilai asset maupun luasnya jaringan kantor cabang, industri keuangan di Indonesia masih didominir oleh industri perbankan. Industri perbankan itu menguasai lebih dari 81 persen nilai asset industri keuangan nasional sedangkan asset LKBB hanya sekitar 19 persen. Industri perbankan Indonesia juga belum melakukan investasi dalam bentuk ABCP ataupun MSB yang dikeluarkan di Amerika Serikat. Kecuali NV Indover, belum ada bank nasional yang memiliki kewajiban luar negeri yang sangat besar seperti bank-bank Islandia yang sangat agresif membuka jaringan kantor cabang operasional di Inggris maupun di negara-ne-gara lain di Eropa. Kegiatan NV Indover bank telah dihenti-kan oleh bank sentral Negeri Belanda pada tanggal 6 Okto-ber 2008 karena tidak dapat melunasi kewajibannya sebesar $92 juta. Kini bank itu berada dibawah Protokol Darurat yang dikelola oleh kurator untuk segera dilikuidasi. Peranan pasar modal maupun industri perbankan bayangan (shadowbanks) masih sangat kecil ataupun belum ada di Indonesia. Beberapa jenis LKBB yang ada di Indonesia baru, seperti perusahaan pembiayaan ( ), menonjol dalam peny-ediaan kredit kendaraan bermotor, terutama sepeda motor. Walaupun bertumbuh dengan cepat, peranan kartu kredit masih sangat terbatas.

Page 11: bpk pemeriksaan

9NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

3.2 Ekspor dan ImporDampak kedua yang juga langsung dirasakan akibat dari

krisis global adalah penurunan ekspor yang sangat tajam akibat dari adanya penurunan harga maupun jumlah per-mintaannya. Harga migas per barrel kini hanya sekitar $50 atau sepertiga dari harganya yang tertinggi sekitar $150 pada tahun yang lalu dan diperkirakan akan terus merosot men-jadi $25 pada tahun 2009. Harga hasil-hasil pertambangan kita (seperti tembaga, nikel, timah, aluminium dan batubara) maupun hasil pertanian (seperti kelapa sawit dan karet) su-dah tinggal seperlima dari harga tertingginya pada satu atau dua tahun yang lalu. Resesi perekonomian dan peningka-tan tingkat pengangguran global akan sekaligus mempen-garuhi permintaan akan ekspor barang-barang hasil industri pengolahan maupun kerajinan kita. Ekspor komponen dan suku cadang kendaraan bermotor, yang berkembang pesat di Indonesia akhir-akhir ini, akan sangat terganggu karena kesulitan yang dialami oleh seluruh industri otomotif secara global. Ekspor Indonesia menjadi lebih sulit dikembangkan karena, berbeda dengan Tata di India ataupun Haier Group di Cina, belum ada di antara konglomerat Indonesia yang telah berkaliber internasional sehingga mampu memasuki pasar dunia. Kegiatan usaha para konglomerat kita dari sejak awal Orde Baru hingga kini masih tetap sebagai pemangsa rente dan belum ada peningkatan nilai tambah komoditi yang mereka hasilkan. Indonesia masih tetap merupakan penghasil komoditi primer penghasil barang tambang dan pertanian serta tenaga kerja kasar bagi dunia. Hanya Mittal yang memulai usahanya di Surabaya dapat menjadi raksasa yang merajai pabrik peleburan besi dunia.

Dalam keadaan resesi seperti sekarang ini, hendaknya dapat diupayakan agar setidaknya pangsa pasar tradisional ekspor kita dapat dipertahankan melalui berbagai kebijakan yang merangsang ekspor. Kebijakan pertama adalah dengan memberikan insentif keuangan kepada produsen dan ek-sportir. Untuk itu perlu diakhiri kebijakan BI yang, di masa sebelum krisis, dengan sengaja menguatkan nilai tukar riil Rupiah (real effective exchange rate) guna membuat harga ko-moditi impor menjadi lebih murah sehingga menyumbang

yang berlangsung dewasa ini, kebijakan yang menguatkan nilai tukar riil Rupiah seperti itu dapat dilakukan oleh BI karena baik ekspor maupun cadangan luar negeri BI dapat meningkat dengan cepat hanya karena adanya peningkatan tingkat harga-harga internasional komoditi primer yang kita ekspor. Sementara itu, pemasukan modal asing yang mem-beli SUN, SBI maupun saham serta surat-surat berharga In-donesia pada waktu itu ikut menyumbang pada pemupukan cadangan devisa. Kebijakan yang menguatkan nilai tukar riil Rupiah seperti itu telah menimbulkan penyakit ekonomi yang disebut sebagai the Dutch disease yang membuat produk-si dalam negeri menjadi kolaps karena tidak dapat bersaing dengan barang impor. The Dutch disease itu sekaligus men-imbulkan ketimpangan ekonomi regional, menguntungkan pada daerah-daerah penambangan sumber daya alam mau-pun perkebunan di luar Jawa, tapi menimbulkan malapetaka

bagi produsen komoditi saingan impor di Pulau Jawa dan Bali.

Kebijakan kedua yang perlu dilakukan untuk mendor-ong ekspor adalah dengan meningkatkan daya saing serta produktivitas perekonomian nasional kita. Daya saing pere-konomian Indonesia adalah lebih rendah dibandingkan den-gan Cina maupun negara-negara tetangga kita seperti Sin-gapura, Malaysia dan Thailand8. Kebijakan yang ketiga adalah untuk memperbaiki prasarana perekonomian kita seperti jalan, listrik maupun pelayanan pelabuhan udara serta laut. Menurut perkiraan, Indonesia memerlukan investasi sebesar $50 miliar untuk dapat meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 40 ribu MWe beserta jaringan trans-misinya pada tahun 20259. Kebijakan yang keempat untuk mendorong ekspor adalah memangkas ekonomi biaya tinggi seperti menyederhanakan perizinan dan meninjau kembali restribusi dan pajak daerah yang distortif serta mengambat kelancaran lalu lintas perdagangan antardaerah.

Gabungan dari berbagai kesulitan di atas akan menu-runkan tingkat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Selu-ruh dunia termasuk IMF, OECD, Bank Dunia dan ADB terus merevisi ke bawah tingkat pertumbuhan perekonomi-an dunia. Pada bulan September 2008 ADB memperkirakan tingkat perumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya (kecuali Jepang) dapat mencapai 7,5 persen untuk tahun 2009. Tiga bulan kemudian proyeksi itu diturunkan men-jadi 5,8 persen. Indonesia pun telah mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan tingkat laju pertumbuhan ekonomin-ya. Asumsi APBN tahun 2009 tentang tingkat laju pertum-buhan ekonomi untuk tahun 2009 telah direvisi dari tadinya sekitar 6,3 persen menjadi sekitar 5,5-6,1 persen dan turun lagi menjadi sekitar 4,5-5,0 persen10. The Economic Intellegence Unit memperkirakan tingkat laju pertumbuhan ekonomi In-donesia tahun 2009 hanya sebesar 3,7 persen. Dalam kead-aan sistem keuangan global yang belum stabil dewasa ini, sangat sulit untuk melakukan prediksi. Krisis itu sekaligus akan menimbulkan disparitas regional maupun kesenjangan antarkelompok pendapatan masyarakat. Berbagai indikator ekonomi lainnya juga sudah mulai menunjukkan tanda-tan-da pelemahan sejak kuartal I tahun 2008 (Tabel-2).

Gabungan antara erosi nilai Rupiah dan penurunan kegiatan ekonomi nasional akan menurunkan impor. Im-por yang akan menurun itu adalah terutama barang modal, bahan baku serta suku cadang keperluan industri pengola-han, maupun alat-alat berat keperluan perkebunan maupun pertambangan. Semakin mahalnya harga barang konsumsi buatan Cina dan buah-buahan impor juga ikut menurunkan impor.

8 Global Competitiveness Report 2007. Geneva: World Economic Forum.

9 Terry, Lacey. 2008. “No Recession in Indonesia”, the Jakarta Post. Thusday,

November 27, 2008. hal. 7.

10 “Target Pertumbuhan Dipangkas”. Jurnal Nasional. Rabu, 26 November

2008. hal. 1.

Page 12: bpk pemeriksaan

10 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

3.3 Pasar Tenaga KerjaPeningkatan pengangguran tenaga kerja dan jumlah

masyarakat miskin merupakan dampak ketiga yang akan segera kita alami. Mengikuti negara-negara lain, sudah mu-lai perkebunan, pertambangan, industri pengolahan dan konstruksi serta industri jasa di Indonesia, termasuk lem-baga-lembaga keuangan, yang mengurangi kegiatan dan penyerapan tenaga kerjanya. Resesi global sekaligus akan memutuskan hubungan kerja Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dan memulangkan mereka ke Indonesia. Pe-mutusan hubungan kerja dan pemulangan TKI seperti ini tidak saja akan menambah berat tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia tapi sekaligus mengurangi pendapatan de-visa kita dari penghasilan mereka di luar negeri (remittances).Pada tahun 2008, sebanyak 196.635 orang TKI bekerja di seluruh dunia, di antaranya sebanyak 105.166 bekerja di

dan Afrika serta 62 orang di Eropa. Sebanyak 66.816 orang dari TKI tersebut bekerja di Malaysia, 60.014 orang di Saudi Arabia, hampir 18 ribu orang bekerja di Taiwan sedangkan Uni Arab Emirates dan Kuwait masing-masing menyerap hampir 11 ribu orang, lebih dari 9 ribu orang bekerja di Hong Kong dan 8.000 orang bekerja di Singapura11.

4. Jaminan atas deposito pada perbankanSetelah terjadinya krisis keuangan global, secara sendiri-

sendiri, semua negara telah meningkatkan batas maksimum jumlah deposito masyarakat pada perbankan yang dijamin oleh perusahaan penjaminan simpanan (deposit insurance).Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya perpin-dahan dana antarlembaga keuangan ataupun antarnegara dalam rangka mencari keselamatan dananya ( -ty). Perpindahan dana seperti ini bukan saja akan menam-bah parahnya krisis keuangan tapi juga akan menimbulkan masalah bagi perekonomian secara keseluruhan. Amerika Serikat meningkatkan jumlah maksimum deposito yang dijamin oleh asuransi dari $100.000 per rekening menjadi US$250.000 dan menjamin seluruh deposito bagi yang tidak memperoleh balas jasa bunga (blanket guarantee for on-interest bearing accounts). Mulai tanggal 30 September 2008 Irlandia juga menjamin seluruh deposito pada 6 bank yang ada di negara itu. Inggris terpaksa mengikuti Irlandia, negara te-tangganya, dan Jerman mengumumkan hal yang sama pada tanggal 5 Oktober dan kemudian disusul oleh negara-negara Eropa lainnya termasuk Austria, Hongaria, Denmark, Slo-vakia dan Slovenia.

Indonesia hanya meningkatkan jumlah deposito yang di-jamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) menjadi Rp2 miliar. Di lain pihak, negara-negara tetangga kita di kawasan

mengintrodusir blanket gurantee. Negara-negara tetangga itu adalah Australia, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Malay-sia dan Singapura.

11 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), http://

www.bnp2tki.go.id.

Ternyata bahwa pengalaman pahit dari krisis 1997-98 belum mengubah kebijakan dan perilaku kita. Ada berbagai pelajaran yang dapat ditarik dari krisis ekonomi tahun 1997-9812. Pelajaran yang pertama adalah bahwa kurs devisa yang relatif stabil dan tingkat suku bunga yang senantiasa lebih tinggi di dalam negeri relatif terhadap luar negeri, sebelum krisis tahun 1997, telah merangsang bank dan dunia usa-ha untuk meminjam dari luar negeri. Pelajaran yang kedua adalah bahwa pinjaman luar negeri berjangka pendek dalam mata uang asing yang digunakan untuk membelanjai kegia-tan ekonomi jangka panjang yang hanya menghasilkan pen-dapatan Rupiah telah menimbulkan “currency mismatch” mau-pun “maturity mismatch” yang memicu krisis ekonomi tahun 1997-98. Sebahagian dari ‘modal asing’ itu adalah cadangan luar negeri BI yang ditempatkan pada anak perusahaannya, NV Indover di Negeri Belanda dan Hong Kong, yang dialir-kan oleh bank itu kembali ke Indonesia dalam bentuk kredit kepada konglomerat milik kroni-kroni Orde Baru. Pelajaran yang ketiga ialah bahwa kualitas pengaturan dan pemeriksaan bank perlu diperbaiki agar dapat dibedakan mana bank yang ”viable” dan mana yang ”non-viable”. Pelajaran yang keem-pat ialah bahwa perusahaan negara, BUMN dan BUMD, hendaknya dapat dibuat menjadi korporatis dan tidak lagi merupakan perpanjangan tangan birokrasi pemerintahan.

Berbagai kelemahan-kelemahan struktural itu belum banyak berubah. Karena kelemahan dalam sistem hukum dan sistem akuntansi kita, implementasi aturan pruden-sial perbankan di Indonesia belum sebaik di negara-nega-ra tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong dan Australia. Stabilitas kurs devisa, stabilitas keuangan maupun stabilitas sosial-politik adalah juga lebih rawan di Indonesia daripada di negara-negara tetangga itu. Sebagaimana telah disebut di atas, sewaktu terjadi kenaikan harga-harga ko-moditi primer sebelum terjadinya krisis, BI juga dengan sen-gaja menguatkan nilai riil kurs devisa guna menekan tingkat

Cina, tetap menggunakan kebijakan kurs untuk mendorong pertumbuhan ekspornya. Gabungan hal-hal ini serta adanya perbedaan yang menyolok antara jumlah deposito yang di-jamin oleh asuransi di Indonesia dengan di negara-negara tetangga, dapat merupakan pemicu pelarian modal dari In-donesia untuk mencari tempat yang lebih aman bagi peny-impanan kekayaan masyarakat di negara-negara tetangga itu.

Adanya asuransi deposito menimbulkan moral hazardyakni akan memberikan insentif bagi bank untuk lebih be-rani memutarkan dana masyarakat pada kegiatan usaha yang mengandung risiko yang lebih besar dengan harapan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar pula. Jika terjadi

12 Lihat, misalnya: Matsumoto, Yasuyuki 2007.Financial Fragility and Insta-

bility in Indonesia. London, Routledge dan Fisher, Stanley. 2004. “Financial

Crises: Review of Eichengreen and Tirole”. Journal of Economic Literature.

XLII(4). December. hal. 1094-1097.

Page 13: bpk pemeriksaan

11NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

kerugian toh ada asuransi yang akan menanggungnya. Un-tuk mengurangi moral hazard diperlukan penerapan aturan perbankan yang lebih ketat. Aturan prudensial perbankan itu, antara lain, meliputi rasio kecukupan modal atau CAR ( ) dan berbagai rasio keuangan lainnya, batas maksimum pemberian kredit, untuk mencegah agar dana masyarakat yang dimobilisir oleh bank han-ya digunakan untuk mem-belanjai kegiatan usaha pemilik dan pengurusnya, maupun aturan tentang ba-tas pinjamannya dari luar negeri untuk menghindar-kan terjadinya ‘currency and maturity mismatches’ seperti di masa krisis 1997-98.

Pembelanjaan asuransi deposito juga berbeda antarnegara. Namun pada umumnya, sebagian dari dana asuransi deposito adalah bersumber dari premi asur-ansi yang dibayar oleh bank dan bagian lainnya ditanggung oleh Pemerintah. Cara pengambilan deposito oleh deposan dari bank yang sudah bankrut juga berbeda antar negara. Nasabah bank Northen Rock yang dibubarkan di Inggris me-merlukan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan kem-bali depositonya13. Cara pengambilan yang birokratis seperti ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga penjamin simpanan sehingga memberikan insentif untuk menarik depositonya dari bank sebelum ada masalah.

5. Upaya penyelamatan bank Untuk memulihkan kegiatan usaha industri perbankan,

Pemerintah berbagai negara, termasuk Indonesia telah mengambil tiga bentuk kebijakan. Kebijakan yang pertama, adakah untuk memulihkan kesulitan likuiditasnya dengan menambah jumlah dan jenis fasilitas diskonto dari bank sen-tral dan sekaligus dengan menurunkan tingkat suku bunga nominalnya, yang dewasa ini hampir mendekati nol persen. Di berbagai negara, tingkat suku bunga riil diskonto dari bank sentral sudah negatif. Kebijakan yang kedua adalah dengan menguatkan modal bank apakah dengan menyun-tikkan modal dari Departemen Keuangan atau menasion-alisirnya ataupun membeli kreditnya yang bermasalah, teru-tama kredit pemilikan rumah. Kebijakan yamg ketiga adalah menambah kepercayaan masyarakat untuk menyimpan deposito pada industri perbankan dengan meningkatkan jumlah deposito bank yang dijamin oleh asuransi deposito. Pemulihan kesulitan likuiditas dan solvabilitas industri per-bankan tersebut dimaksudkan untuk memulihkan fungsi ke-bijakan moneter untuk mempengaruhi permintaan aggregat

13 “Deposit Insurance. A useful �ction”. The Economist. October 4th 2008, hal.

77.

dan menggerakkan sektor riil.

Sebagaimana telah disebut di muka, kesulitan likuiditas dan solvabilitas perbankan yang telah mengganggu keampu-han kebijakan moneter tersebut terjadi karena adanya gang-

guan pada mekanisme transmis-inya sehingga kebijakan bank sentral tidak dapat diteruskan oleh bank-bank komersil kepa-da nasabahnya. Kesulitan likuid-itas maupun solvabilitas industri keuangan termasuk perbankan juga telah melanda di Indone-sia. Kesulitan likuiditas terse-but bukan saja meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman antarbank. Kemerosotan nilai surat-surat berharga sekaligus membuat bank menjadi sangat takut pada risiko (risk-averse).Karena industri perbankan leb-ih suka untuk menahan uang tu-nai dan menempatkan deposito

mereka pada bank sentral daripada meminjamkannya pada bank lain, pinjaman antarbank praktis menjadi terhenti. Se-mentara itu, kemerosotan nilai saham dan surat berharga milik bank serta peningkatan kredit bermasalahnya menu-runkan modal bank sehingga mengganggu rasio kecukupan modal atau CAR-nya.

5.1 Upaya Penanganan Kesulitan LikuiditasSebagai bankir bagi bank-bank komersil (bankers’ bank)

bank sentral merupakan pemasok utama likuiditas bagi in-dustri perbankan jika mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan dana di pasar uang. Bank sentral menciptakan uang primer. Ada dua bentuk penggunaan uang primer yang terpenting. Yang pertama adalah berupa uang yang diedar-kannya pada masyarakat dan yang ditahannya sendiri untuk keperluannnya. Di Indonesia, pengedaran uang merupakan hak monopoli Bank Indonesia. Uang primer juga digunakan dalam bentuk deposito bank-bank komersil pada bank sen-tral. Sebagian dari deposito bank komersil pada bank sentral itu adalah berupa cadangan minimum atau Giro Wajib Mini-mum (GWM) yang ditetapkan oleh bank sentral. Sebagian lainnya merupakan ekstra cadangan (excess reserves) untuk berjaga-jaga bilamana bank memerlukannya. Deposito yang ditempatkan oleh bank-bank komersil di bank sentral hanya mendapatkan balas jasa bunga yang sangat rendah. Bank sentral menetapkan besarnya rasio GWM untuk membatasi kemampuan bank komersil menciptakan uang giral dengan memberikan kredit dan melakukan investasi.

Dilihat dari sumbernya, komponen uang primer yang terpenting adalah, pertama, berupa cadangan luar negeri ne-gara yang ditatausahakannya. Komponen kedua dari uang primer itu adalah berupa kredit dalam negeri bank sentral.

Page 14: bpk pemeriksaan

12 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Sebagai bankir Pemerintah, bank sentral memberikan kre-dit kepada Pemerintah. Sebagai bankir bagi bank-bank ko-mersil, bank sentral juga memberikan berbagai jenis kredit kepada bank-bank komersil. Dalam keadaan darurat, bank sentral dapat memberikan kredit secara langsung kepada dunia usaha.

Krisis likuiditas perekonomian terdiri dari krisis likuidi-tas dalam satuan mata uang nasional dan satuan mata uang atau valuta asing (valas). Krisis likuiditas dalam satuan mata uang nasional dengan mudah dapat diatasi oleh bank sentral tiap negara yang memiliki hak monopoli pengaturan uang primer, termasuk pengedaran uang dan penetapan rasio GMW serta pemberian kredit kepada bank-bank komersil. Di lain pihak, untuk mengatasi krisis likuiditas valas, bank sentral perlu memiliki cadangan devisa yang memadai dan memiliki fasilitas kredit dengan bank sentral asing maupun kreditur luar negeri. Fasilitas kredit dengan bank sentral as-ing termasuk fasiltas swap atau tukar menukar valuta atau-pun mata uang.

Untuk memulihkan kesulitan likuiditas jangka pendek in-dustri perbankan dalam mata uang nasionalnya, bank sentral di seluruh dunia telah melakukan berbagai tindakan. Secara historis, dalam keadaan normal, fasilitas kredit bank sentral dalam satuan mata uang nasional kepada bank-bank yang sehat adalah fasilitas diskonto yang dijamin dengan kolateral bermutu tinggi. Karena adanya erosi kepercayaan terhadap surat-surat berharga, pinjaman antarbank terganggu karena pihak yang melakukan transaksi tidak yakin mengenai kese-hatan (creditworthiness) mitra transaksinya ataupun kemampu-annya untuk memobilisir dana pada saat yang diperlukan. Untuk mengatasi kemandegan pasar uang antarbank seperti itu, bank sentral Amerika Serikat mengintrodusir fasilitas kredit baru berupa the Federal Reserve’s Term Auction Facility(TAF) pada bulan Desember 200714. TAF memperpanjang masa waktu kredit yang lebih lama daripada jangka waktu fasilitas diskonto. Sama dengan kredit diskonto, TAF juga dijamin oleh kolateral yang disediakan oleh debitur. Berbeda dengan fasilitas diskonto biasa, TAF memiliki ciri seperti operasi pasar atau OMO (open market operation). Ciri OMO itu tercermin dari digunakannya cara pelelangan untuk men-galokasikan dana fasilitas TAF yang jumlahnya terbatas dan sekaligus menentukan tingkat suku bunganya.

Di Indonesia, pada tanggal 14 Oktober 2008, Bank In-donesia melonggarkan likuiditas perbankan dalam Rupiah dengan cara menurunkan GWM Rupiah dari 9,08 persen menjadi 7,5 persen dari dana pihak ketiga, dimana sebesar 5 persen daripadanya wajib ditempatkan di BI dan sisanya se-besar 2,5 persen dalam bentuk SBI maupun SUN. Besarnya GWM itu semakin diturunkan lagi menjadi 5 persen dewasa ini. GWM valas diturunkan dari tadinya 3 persen menjadi

14 Olivier Armantier, Sandra Krieger, and James McAndrews. 2008. “ The Fed-

eral Reserve’s Term Auction Facility”. Current Issues in Economics and Finance

14(5). Federal Reserve Bank of New York. December.

1 persen. Penurunan GWM tersebut diharapkan akan me-ningkatkan kemampuan industri perbankan untuk membe-rikan kredit pada dunia usaha. Sebagian dari ekspansi kredit perbankan itu akan menggantikan penurunan dana asing yang membelanjai kegiatan usaha nasional.

Selain menghadapi kesulitan likuiditas dalam mata uang nasional, bank-bank juga menghadapi masalah likuiditas dalam valuta asing (valas). Untuk melonggarkan likuiditas dalam valas, BI telah mengambil enam langkah kebijakan. Pertama, menurunkan GWM dalam valuta asing bagi bank devisa diturunkan dari tadinya 3 persen menjadi 1 persen dari dana pihak ketiga. Penurunan GWM valas dan pening-katan tingkat suku bunga deposito valas di dalam negeri di-maksudkan untuk menarik pemasukan modal asing. Kedua, memperpanjang tenggat waktu maksimum swap valas dari tadinya selama 7 hari menjadi satu bulan. Ketiga, mencabut ketentuan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek. Keempat menyediakan pasokan valas bagi perusa-haan dalam negeri yang memiliki underlying transactions. Ke-lima, membatasi pembelian valas oleh nasabah bank dan pihak asing, maksimum sebesar $100 ribu. Pembelian di atas limit ini hanya dibolehkan bagi yang memiliki underlying trans-actions. Keenam, mengimbau BUMN untuk menjual valuta asing hasil penjualan ekspornya.

Daripada terus menerus melakukan intervensi di bur-sa valuta asing untuk menstabilisir nilai tukar Rupiah, se-baiknya BI melelang devisa kepada perbankan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri ataupun keperluan nasabahnya. Pelelangan seperti itu perlu dilakukan secara

Dewasa ini, BI belum diikutkan oleh the Federal Reserve Bank Amerika Serikat dalam fasilitas currency-swap (pertu-karan valuta) yang telah dijalinnya dengan berbagai bank sentral negara-negara maju maupun bank sentral berbagai negara-negara berkembang seperti Brazil, Mexico, Korea Selatan dan Singapura. Masing-masing negara berkembang itu diberikan fasilitas kredit oleh bank sentral Amerika Se-rikat sebesar $30 miliar tanpa persyaratan apapun. Fasilitas swap ini menyediakan keperluan likuiditas dalam mata uang US dollar. Indonesia baru merupakan anggota dari 8 negara ASEAN+3 (Jepang, Korea Selatan dan Cina). Fasilitas bila-teral swap tersebut diciptakan berdasarkan perjanjian ChiangMai Initiave tahun 2003 untuk mengatasi kesulitan neraca pembayaran luar negeri negara-negara Asia yang dilanda kri-sis ekonomi tahun 1997-98. Selain bersifat bilateral, penggu-naan fasilitas swap itu tetap memerlukan restu IMF dengan persyaratan penggunaan (condiotionality)-nya15.

Karena suksesnya kontrol devisa di Cina dan Malaysia sehingga terhindar dari krisis ekonomi tahun 1997-98, bany-ak orang mengusulkan penggunaan kebijakan yang sama di

15 Nasution, Anwar,. 2005. “Monetary Cooperation in East Asia”, Journal of

Asian Economics 16 (2005) 422-442.

Page 15: bpk pemeriksaan

13NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Indonesia. Karena kurang senang pada program IMF, Alm. Presiden Suharto meminta nasihat Steve Hanke penggagas kebijakan kontrol devisa. Namun, orang lupa bahwa ber-beda dengan Cina dan Malaysia, Indonesia tidak memiliki setidaknya dua persyaratan untuk melaksanakan kebijakan seperti itu, yakni (i) industri perbankan nasional sehat dan (ii) birokrasi pemerintahan yang andal untuk dapat mene-rapkannya16. Zaman Orde Lama juga telah diterapkan kon-trol devisa penuh seperti di Cina sekarang ini dan didirikan BLLD untuk mengadministrasikannya. Kebijakan itu gagal karena hanya menjadi menimbulkan distorsi ekonomi serta menjadi sumber KKN sehingga Pemerintah Orde Baru mengintrodusir kebijakan devisa bebas pada awal tahun 1980-an.

Salah satu hal kelemahan birokrasi kita yang terus me-nerus terjadi sejak dari zaman Orde Lama hingga hari ini adalah tidak mampunya mendeteksi dan mencegah transfer pricing ataupun overvaluation impor dan undervaluation eksporsebagai cara untuk menghindarkan pembayaran pajak mau-pun kontrol devisa. Kegiatan kriminal seperti ini semakin meningkat setelah krisis ekonomi 1997-98 dan tercermin dari pemindahan pusat kegiatan konglomerat Indonesia ke Singapura. Perkebunan, pertambangan dan pabrik serta usahanya tetap ada di Indonesia, tapi operasinya dikenda-likan dari Singapura. Kasus Asian Agri yang tidak pernah diusut tuntas tersebut memberikan indikasi ke arah transfer pricing itu.

5.2 Penyehatan Modal BankUpaya untuk menambah modal bank merupakan porsi

Departemen Keuangan dan bukan bank sentral. Ada dua cara yang telah dilakukan oleh berbagai negara untuk me-nyehatkan modal bank agar dapat memenuhi keperluan rasio kecukupan modal sebesar 8 persen yang disepakati oleh komite dalam kesepakatan Basel (Basel Accord)17. Cara yang pertama adalah dengan menyuntikkan modal kepada bank yang mengalami kesulitan. Cara yang kedua adalah dengan membeli aset yang bermasalah sehingga membersi-hkan buku perbankan. Inggris dan Jerman menempuh cara yang sama sedangkan, awalnya, Amerika Serikat menempuh cara yang kedua dan kini beralih pada dua-duanya. Amerika Serikat telah menyediakan dana sebesar $700 miliar untuk menyehatkan kembali industri keuangannya. Pada tanggal 23 Nopember 2008 yang lalu, bank raksasa Citigroup juga mendapatkan suntikan modal dari Pemerintah Amerika Se-rikat sebesar $300 miliar untuk menyehatkan kondisi keu-

16 Akira Ayoshi, Karl Habermeier, Bernard Laurens, Inci Otker-Robe, Jorge

Ivan Canales-Kriljenko, and Andrei Kirilenko. 2000. Capital Controls: Coun-

try Experiences with Their Use and Liberalization. Occasional Paper No. 190.

Washington, D.C.: IMF.

17 Tarullo, Daniel K. 2000. Banking on Basel. The Future of International Fi-

nancial Regulation. Washington, D.C.: Peterson Institute for International

Economics. August.

angannya18. Kesulitan pokok dalam cara penyehatan yang kedua adalah dalam hal penilaian aset bermasalah yang di-ambil alih itu. Melalui pembelian aset bank dan nasabah-nya tersebut, Pemerintah negara Barat telah melanggar asas kapitalisme perorangan dengan menasionalisir bank serta perusahaan di negaranya. Indonesia pada masa krisis 1997-98 menempuh keduanya. Pemerintah Amerika Seri-kat membentuk the Resolution Trust untuk mengambil alih, mengelola dan menjual kembali aset saving and loans negara itu yang mengalami kesulitan keuangan pada saat itu. TheResolution Trust tersebut yang ditiru oleh Indonesia sebagai BPPN pada saat krisis tahun 1997-98.

Indonesia pun sudah memiliki protokol dalam men-ghadapi bank-bank yang mengalami krisis seperti yang ter-jadi pada PT Bank Century yang ditutup karena kalah kliring pada tanggal 13 Nopember 2008. Untuk masa mendatang hendaknya rekapitalisasi perbankan yang bermasalah perlu mencontoh Amerika Serikat dan jangan lagi mengulangi pengalaman buruk BLBI pada tahun 1997-98. Ada dua per-bedaan yang menonjol antara kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain itu dalam mengatasi krisis keuangannya dewasa ini dengan BLBI di Indonesia tahun 1997-98. Pertama adalah mengenai besarnya biaya pembangunan kembali atau rekapitalisasi industri keuangan itu. Diukur sebagai persentase terhadap PDB-nya masing-masing, besarnya biaya rekapitalisasi di Amerika Serikat ha-nya sekitar 1 persen ($700 miliar) sedangkan di Indonesia mencapai 50 persen.

Perbedaan yang kedua antara rekapitalisasi Amerika Se-rikat dengan BLBI adalah dalam cara pembelanjaan rekapi-talisasi. Pemerintah Amerika Serikat minta agar pemilik lem-baga keuangan yang bermasalah yang bertanggung jawab dan baru kemudian Pemerintah mengulurkan bantuan untuk menyelamatkan lembaga keuangan itu guna menghindarkan risiko sistemik. Artinya, pemilik lembaga keuangan diminta terlebih dahulu untuk mengosongkan isi kantongnya dan di-buat miskin, seperti pembelian saham Bear Stearns dengan tingkat harga yang jauh di bawah tingkat harga pasarnya. Sebaliknya, BLBI di Indonesia bukan saja menyelamatkan lembaga keuangannya. BLBI telah juga dipergunakan oleh pemilik bank yang bermasalah untuk melunasi utangnya, memindahkan kekayaannya ke luar negeri dan membuatnya bertambah kaya. Perbedaan cara ini terjadi, antara lain, ka-rena kualitas pengawasan dan pemeriksaan bank di Amerika Serikat jauh lebih baik daripada di Indonesia. Sementara itu, integritas manusianya pun berbeda antara bumi dengan langit.

Ada tiga hal yang dapat dilakukan dalam masa keti-dakpastian di tengah krisis seperti sekarang ini. Pertama, menunda penerapan akuntansi berdasar mark-to-market. Sis-

18 Mishkin, Frederic S. 2006. “How Big a Problem is Too Big to Fall? A Review

of Gary Stern and Ron Feldman’s Too Big to Fall: The Hazards of Bank Bailouts”.

Journal of Economic Literature. XLIV(4). December. hal. 988-1004.

Page 16: bpk pemeriksaan

14 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

tem penilaian aset bank seperti ini adalah bersifat pro-cyclical,artinya, semakin memerosotkan nilai buku saham dan aset bank yang tengah jatuh harga pasarnya di tengah krisis. Ke-dua, meningkatkan rasio kecukupan modal dari tingkat 8 persen dewasa ini untuk dapat menghadapi risiko kredit, ri-siko pasar maupun risiko operasional yang semakin mening-kat di tengah krisis. Karena peningkatan ketiga bentuk krisis itu, dengan mudah rasio kecukupan modal dapat berubah dari 15 persen menjadi 5 persen. Modal bank-bank nasional tersebut dapat ditingkatkan dengan mempercepat pengga-bungan usaha atau merjer bank bank nasional yang berjum-lah 102 dewasa ini. Yang dimerjer itu bukan saja bank-bank milik swasta yang pada umumnya memiliki modal kecil. Merjer juga diperlukan oleh bank-bank milik negara yang jumlahnya ada 5. Sementara itu, perlu semakin dipikirkan apa peranan dan kontribusi 26 BPD yang masih ada pada perekonomian daerahnya, selain hanya menjadi kasir Pemda dan penyedia kredit serba guna bagi karyawan Pemda. Un-tuk sementara, Pemerintah pun dapat menambah modal bank yang viable.

Hal ketiga yang perlu dilakukan adalah agar bank-bank lebih berhati-hati dalam menempatkan dananya. Di lain pihak, seyogyanya otorita juga jangan lagi menggunakan bank-bank negara maupun bank-bank nasional sebagai ba-gian dari strategi gali lubang, tutup lubang seperti penempa-tan dan berbagai bank nasional pada NV Indover di Negeri Belanda yang beroperasi sebagai hedge funds. Pada akhirnya kerugian seperti itu akan digeser kepada masyarakat melalui anggaran negara.

6. Kebijakan Fiskal-

puh untuk mengatasi krisis dan menggerakkan kembali perekonomian dalam keadaan dimana kebijakan moneter tidak berfungsi untuk mempengaruhi permintaan agregat. Permintaan aggregat itu dapat berupa pengeluaran Pe-merintah Pusat maupun Daerah, pengeluaran invetasi dunia usaha maupun pengeluaran konsumsi rumah tangga. Ber-beda dengan program stabilisasi IMF yang biasa19, dewasa ini semua negara berupaya untuk mencegah terjadinya resesi

-ran negara maupun keringanan pembayaran pajak (tax cut).Dalam hal ini, setiap negara memiliki programnya sendiri sendiri tanpa adanya koordinasi antarnegara. Sebagaimana kita alami pada saat krisis tahun 1997-98 salah satu elemen pokok dari program stabilisasi IMF adalah untuk “mengen-cangkan ikat pinggang” dengan memangkas pengeluaran negara. Struktur “pengencangan ikat pinggang” yang tidak adil telah meningkatkan tingkat pengangguran tenaga kerja dan menimbulkan ketimpangan pendapatan masyarakat se-hingga menyebabkan program IMF menjadi tidak populer.

19 Gosh, Atish, Charis Christo�des, Jun Kim, Laura Papi, Uma Ramakrisnan,

Alun Thomas, and Juan Zalduendo, 2005. The Design of IMF-Supported Pro-

grams. Occasional paper No. 241. Washington, D.C.: IMF.

yang bersifat sementara dan tidak dapat digunakan sebagai kebijakan yang bersifat permanen, terus menerus karena akan mengganggu solvabilitas perekonomian secara keseluruhan.

berbagai faktor, seperti besarnya nilai stimulus, waktu atau timing maupun sasaran yang ditujunya. Untuk mengkoordi-nasikan besarnya stimulus, waktu serta sasaran kebijakan

-

yang memiliki surplus neraca berjalan (current account) dan cadangan luar negeri yang besar tapi pengeluaran konsumsi masyarakatnya relatif rendah. Dewasa ini, negara seperti itu adalah Jerman dan Cina sehingga dunia mengharapkan kerja sama kedua negara raksasa ini untuk dapat menggerakkan kembali perekonomian global. Selain kedua negara ini, ne-gara lain anggota BRIC (Brazil, Rusia, India dan Cina) yang selain berpenduduk padat tapi juga kaya, diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan in-vestasi sektor swastanya untuk mengatasi krisis global itu. Informasi terakhir menggambakan bahwa cadangan devisa Cina sudah mencapai $2 triliun, Rusia, setengah triliun US dollar dan India sebesar $237,52 milliar20.

-

itu hendaknya ditujukan untuk mencapai dua tujuan seka-ligus, yakni: mencegah terjadinya kontraksi ekonomi yang lebih mendalam dan mengurangi beban kelompok masy-

ganda ini. Pertama adalah menciptakan program dan proyek pembangunan yang cepat mempunyai dampak untuk meng-gerakkan kembali perekonomian nasional. Pertumbuhan kembali perekonomian akan mengurangi pesimisme konsu-men maupun dunia usaha akibat dari penurunan nilai aset mereka dan kemerosotan kegiatan perekonomian. Sasaran yang kedua adalah membantu golongan masyarakat yang menderita akibat dari penurunan kegiatan perekonomian. Dalam hal ini termasuk bantuan kepada pengusaha kecil dan menengah yang menimbulkan dampak multiplier yangmaksimum karena selain banyak menyerap tenaga kerja juga mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Ketiga

tingkat laju pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dalam kategori ini termasuk investasi dalam infrastuktur, kesehatan dan pendidikan masyarakat. Infrastruktur perekonomian bukan saja berupa jalan raya dan jembatan serta pelabuhan laut maupun udara. Infrastruktur termasuk perbaikan ling-kungan hidup yang telah tercemar akibat dari perambahan hutan dan pertambangan maupun urbanisasi. Tidak kurang pentingnya adalah pengembangan alternatif untuk meman-

20 “Cadangan devisa China tembus US$2 triliun”, Bisnis Indonesia, Jum’at, 28

Nopember 2008, Ekonomi Global, hal 3.

Page 17: bpk pemeriksaan

15NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

faatkan berbagai sumber daya alam yang kita miliki, seperti panas bumi dan tenaga surya maupun angin.

$585,76 miliar yang setara dengan 1,5 persen dari PDB nya. Sebesar 45 persen dari padanya akan digunakan un-tuk pembangunan infrastruktur perekonomian seperti ke-reta api super cepat, jalan raya, pelabuhan udara maupun pembangunan tenaga listrik dan jaringan distrubusinya. Sebesar 25 persen untuk rekonstruksi wilayah yang ditim-pa bencana alam baru-baru ini. Sebesar 9,25 persen untuk pembangunan wilayah pedesaan, 8,75 persen untuk peles-tarian lingkungan, 7 persen untuk perumahan dan 4 persen untuk kesehatan dan budaya21

untuk mencegah kontraksi lebih lanjut ekonomi kan menca-pai Yuan23.000 miliar ($252 miliar). Diantaranya termasuk Yuan4.000 miliar ($43,8 miliar) berupa ekspansi pengeluaran maupun keringanan pajak, sebesar Yuan3.000 miliar berupa kredit untuk membantu dunia usaha apakah untuk membeli surat-surat berharga yang mereka keluarkan ataukah mem-berikan pinjaman lunak. Bantuan untuk menguatkan modal industri perbankan dinaikkan dari Yuan2.000 miliar menjadi Yuan12.000 miliar. Masing-masing sebesar Yuan1.000 miliar dari ekspansi pengeluaran negara itu akan digunakan sebagai subsidi bagi pengurangan pajak pemilikan rumah maupun investasi dunia usaha serta untuk bantuan kepada Pemerin-tah Daerah dalam rangka penciptaan lapangan kerja atau-pun asuransi kerja (employment insurance)22.

Perkembangan APBN Indonesia dan cara pembelanjaan

harga-harga komoditi primer telah mengalami kenaikan (boom) sebelum masa krisis, penerimaan negara dari pajak be-lum banyak meningkat karena administrasi perpajakan kita yang masih lemah. Salah satu elemen kebijakan stabilisasi IMF tahun 1997-98 yang terus menerus dipertahankan oleh Pemerintah Indonesia hingga saat sekarang ini adalah untuk

Produk Domestik Bruto kita. Bagaimana cara pembelan--

pada masa Orde Lama, UU Bank Indonesia Tahun 1999 melarang pembelian SUN di pasar primer. Pada masa Orde

dengan pencetakan uang atau penjualan langsung surat ut-ang negara pada BI. Karena keterbatasan kemampuannya, Pemerintah Indonesia sangat terbatas untuk menyediakan

-batasan tersebut maka prioritas pengeluaran negara maupun struktur penerimaannya perlu dipertajam untuk mengurangi distorsi ekonomi, mengurangi beban kelompok masyarakat

21 “China o�ers stimulus plan details”. The Wall Street Journal. Friday-Sunday,

November 28-30, 2008. hal. 9 dan “Aso unveils barriers to ‘tsunami; of woe”.

Finacial Times, December 13-14, 2008, hal. 3

22 “Japan announces package of emergency measures”. Financial Times

Weekend. December 13-14, 2008, hal. 1

ekonomi.

Yang berubah dari satu rezim pemerintahan ke rezim

anggaran negara itu. Dalam masa pemerintahan Orde Baru,

negeri berjangka panjang dan bersyarat lunak dari sumber resmi. Untuk memudahkan negosiasi, dibentuklah IGGI/CGI yang merupakan konsorsium semua negara-negara donor. Disamping dilakukan oleh Kedutaan Besarnya mas-ing-masing, pengawasan sehari-hari penggunaan pinjaman dari IGGI/CGI dan penaksiran keperluan utang pada ta-hun berikutnya dilakukan oleh kantor Bank Dunia dan IMF

luar negeri dari sumber resmi itu dinamakan oleh Orde Baru sebagai “anggaran belanja berimbang” yang sering ditam-bah dengan embel-embel “dinamis”. Pada masa Orde Baru, Pemerintah tidak pernah menjual obligasi atau SUN di pasar komersil dan penggunaan kredit ekspor pun hanya terbatas pada proyek petrokimia Chandra Asri milik kroni penguasa politik pada masa itu. Jika Pemerintah mengalami kesulitan pembayaran utang luar negerinya, Pemerintah melakukan diplomasi bilateral dengan negara-negara donor terbesar, seperti Jepang dan Amerika Serikat, untuk memberikan ke-bijakan keringanan pembayaran utang. Keringanan itu da-pat berupa pemberian utang baru dengan syarat-syarat yang lebih ringan sehingga meringankan persyaratan utang secara keseluruhan. Jalan yang terakhir adalah minta keringanan pembayaran utang melalui Paris Club.

Strategi Pemerintah dalam berutang untuk menutup de--

masi. Perubahan strategi berutang itu, antara lain, karena didorong oleh peningkatan rasa nasionalisme yang sempit sehingga tidak mau dikenakan conditionality atau persyaratan penggunaan utang. Kekecewaan terhadap IMF, telah men-dorong pelunasan utang kepada lembaga itu sebelum jatuh tempo. Utang pada IMF yang bunganya sebesar 4 persen se-tahun dibayar dengan penjualan SUN di pasar internasional dengan kupon yang mendekati 8 persen setahun.

7. Pembangunan Arsitektur Keuangan Regional dan Internasional

Indonesia bukanlah negara kaya dalam bentuk materi maupun gagasan pemikiran. Namun demikian, Indonesia telah diundang menjadi anggota negara-negara kaya, G-20 sejak beberapa tahun yang lalu. Dalam kaitan itu, Indone-sia perlu menjalankan diplomasi lebih aktif untuk mengejar sasaran nasionalnya. Salah satu dari tujuan nasional Indo-nesia itu dewasa ini adalah bagaimana caranya ikut masuk daftar pengguna fasilitas currency swap dengan the Federal Re-serve Bank Amerika Serikat untuk dapat mengatasi kesulitan likuiditas valuta asing dan menstabilisir nilai tukar Rupiah.

Hal kedua yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah

Page 18: bpk pemeriksaan

16 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

untuk mendorong negara-negara kaya anggota ASEAN+3 untuk semakin menyempurnakan fasilitas currency swap yang tersedia di kawasan ini, baik mengenai jumlahnya maupun

Chiang Mai Ini-tiatives. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Jepang, Cina dan Korea Selatan di Fukuoka pada tanggal 13 Desember 2008 Ketiga negara ini menguasai lebih dari 75 persen ekonomi Asia Timur dan ekspor mereka terutama ditujukan ke pasar Amerika Serikat. Untuk menstabilisir kurs mata uang Won, dalam KTT tersebut Jepang dan Cina masing-masing men-ingkatkan jumlah fasilitas currency swap kepada Korea Sela-tan dari sebelumnya sebesar $13 miliar menjadi $50 miliar23.Ketiga negara juga sepakat untuk tidak meningkatkan tarif perdagangan antar negara setidaknya dalam masa 12 bulan mendatang. Di lain pihak belum ada kesepakatan mengenai

Dewasa ini, nilai tukar Yen terhadap dollar, sebesar Y88.4

yang terendah selama 13 tahun terakhir, dibandingkan dengan diatas Y140 pada tahun 1998 sehingga menyebab-kan erosi kompetisi ekpor Jepang di pasar dunia. Intervensi kurs yang tidak terkoordinir menyebabkan ’beggar your neigh-bors’ akan saling menyulitkan semua pihak.

Hal ketiga yang dapat diperankan oleh Indonesia adalah menyakinkan negara-negara Asia bahwa sekaranglah waktu-nya bagi mereka untuk menggunakan cadangan luar negeri mereka yang besar itu untuk membangun infrastruktur eko-nomi di Asia bagi kepentingan regional bersama24. Menurut perkiraan ADB, sebesar 90 persen dari cadangan luar negeri

23 “Summit tests response to crisis”. The Wall Street Journal. Fiday-Sunday,

December 12-14, 2008.

24 Nasution, Anwar. “Global Savings-Investment Imbalances: What Role for

East Asia”. Asian Economic Papers 6:2, hal 1-13.

Asia Timur adalah diinvestasikan di luar kawasan itu, teru-tama di Amerika Serikat. Keempat, mengajak negara-negara Asia untuk mengkoordinasikan kebijakan penanggulangan krisis guna mensinerjikan upaya individu tiap negara. Koor-dinasi kebijakan itu termasuk kebijakan moneter, penetapan

Kebijakan penetapan kurs devisa yang saling bersaing (beggar thy neighbors) akan sangat merugikan kepentingan bersama.

Di lingkungan internasional, Indonesia dapat mengajak semua pihak untuk membangun arsitektur keuangan inter-nasional yang menguntungkan bagi semua pihak. Untuk menyediakan modal, Indonesia perlu mengajak negara-ne-gara kaya memberikan kontribusinya. Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 1, negara-negara kaya itu adalah negara-ne-gara penghasil minyak dan gas bumi seperti negara-negara anggota OPEC, Norwegia dan Rusia. Sebagian daripadan-

ya merupakan negara-negara yang menjalankan strategi pengembangan ekspor, seperti Jepang, Korea Selatan dan Cina, Taiwan, Hong Kong dan Singapura. Selain dari mo-dal, juga diperlukan international regulator untuk memoni-tor implementasi perjanjian aturan main internasional dan mendorong lalulintas modal antar negara dan bukan untuk menciptakan regulasi perekonomian dunia seperti 40 tahun yang lalu.25 Usul seperti ini luput dari perhatian KTT G-20 di Washington, D.C., baru-baru ini.

Jakarta, 15 Desember 2008.

25 Carmen Reinhart dan Kenneth Rogo�. 2008. We need an international

regulator. Financial Times. Wednesday, November 19, 2008. hal. 13.

Page 19: bpk pemeriksaan

17NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Page 20: bpk pemeriksaan

18 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Page 21: bpk pemeriksaan

19NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Page 22: bpk pemeriksaan

20 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Yth. Saudara Ketua Mahkamah Agung,Yth. Saudara Jaksa Agung, Yth. Saudara Kapolri,Yth Saudara Ketua KPK,Yth. Saudara Ketua PPATK,Yth. Para Pimpinan Teras POLRI dan BPK-RI,Yth. Para Kapolda dan Kalan BPK-RI,Yth. Saudara-Saudara Para Undangan,Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Mengawali acara ini, marilah kita panjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan RahmatNya kepada kita semua sehingga pada siang hari ini kita dapat berkumpul di Auditorium BPK-RI. Tujuan pokok pertemuan kita siang ini adalah untuk menyak-sikan acara penandatanganan kesepakatan bersama antara Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) tentang Tindak Lanjut Penegakan Hukum terhadap Hasil Pemeriksaan BPK-RI Yang Berindikasi Tindak Pidana.

Kesepakatan yang ditandatangani hari ini memiliki arti

yang sangat penting. Walaupun kerjasama antara BPK-RI dengan POLRI sudah terjalin lama, baru kali ini ada kesepa-katan formal antar kedua instansi. Kesepakatan ini menjadi semakin penting karena sukses tidaknya reformasi sistem sosial yang kita lakukan dewasa ini adalah juga sangat ter-gantung pada kualitas pekerjaan kedua instansi kita, yakni: BPK-RI dan POLRI. Sebagaimana disebut dalam Pasal 23E, UUD 1945 mendirikan BPK-RI hanya untuk satu tu-juan yakni untuk: ”memeriksa pengelolaan dan tanggungja-wab tentang keuangan negara”. Sementara itu, tugas POLRI menurut UU No. 2 Tahun 2002 adalah: ”merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ket-ertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyar-akat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”. Tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas keuangan ne-gara maupun ketertiban hukum tidak mungkin untuk dapat mewujudkan sistem politik yang demokratis, otonomi dae-rah maupun memanfaatkan globalisasi seperti yang dicita citakan oleh reformasi sistem sosial yang telah kita mulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada awal tahun 1998.

Sebagaimana diketahui, baik POLRI maupun BPK-RI telah mengalami reformasi yang sangat mendasar. Refor-

SAMBUTAN KETUA BPK-RIPADA

PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA BPK-RI DENGAN POLRIJAKARTA, 21 NOVEMBER 2008

Page 23: bpk pemeriksaan

21NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

masi POLRI dilakukan berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara R.I. tanggal 8 Januari 2002 se-dangkan reformasi BPK-RI dilakukan berdasarkan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 30 Oktober 2006. Dimasa pergolakan politik-keamanan ser-ta pemerintahan otoriter masa lalu, POLRI adalah merupa-kan bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pada masa itu, POLRI hanya merupakan salah satu komponen alat negara dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat maupun dalam penegakan hukum. Pada masa itu, aparat teritorial ABRI non POLRI, seperti Babinsa, Koramil dan Kodim jauh lebih berperan daripada organisasi POLRI.

Dewasa ini, POLRI telah dijadikan sebagai lembaga yang berdiri sendiri yang langsung berada dibawah Presiden. Kapolri bukan saja memimpin penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dan pembinaan kemampuannya. Ka-polri sekaligus menetapkan, menyelenggarakan dan men-gendalikan kebijakan teknis kepolisian. Kewenangan Kapol-ri itu jauh lebih luas daripada kewenangan Kepala Polisi di negara-negara lain. Di berbagai negara lain itu, pengendalian dan pembinaan kepolisian adalah dilakukan oleh Departe-men Pertahanan ataupun oleh Departemen Dalam Negeri.

Hadirin yang saya muliakan,Seperti halnya dengan POLRI, BPK-RI dalam pemer-

intahan otoriter dimasa lalu adalah berada dibawah kendali Pemerintah dan bukan merupakan lembaga yang bebas dan mandiri sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Pemerintah mengendalikan BPK melalui kendali atas organisasinya, per-sonilnya, anggarannya, objek pemeriksaan maupun laporan pemeriksaannya. Dimasa lalu itu, berbagai instansi pemer-intah (seperti Ditjen Pajak dan Bea Cukai, Bank Indonesia dan bank-bank negara serta sektor perminyakan termasuk Pertamina) bukan merupakan objek pemeriksaan BPK-RI. Demikian juga dengan berbagai jenis pungutan dan PNBP serta kegiatan bisnis berbagai instansi pemerintah adalah juga diluar kewenangan pemeriksaan BPK-RI. BPK-RI pun tidak berwenang untuk memeriksa uang negara yang disimpan dalam ribuan rekening yang tidak terkonsolidir dan, bahkan, disimpan pada rekening pribadi para pejabat negara, termasuk yang sudah lama meninggal dunia. Seka-rang sudah semakin jelas bahwa ternyata bahwa Pemerintah pun tidak punya daftar inventaris kekayaan maupun hutang negara. Sementara itu, dalam pemerintahan otoriter masa lalu, nada laporan pemeriksaan BPK-RI tidak boleh ”meng-ganggu stabilitas nasional”.

Perubahan ketiga UUD 1945 serta UU No. 15 Tahun 2006 telah memulihkan kembali kemandirian dan kebeba-san BPK-RI. Pemulihan kemandirian dan kebebasan BPK-RI itu diharapkan akan dapat membantu untuk mengoreksi berbagai dampak negatip dari buruknya sistem manajemen dan pertanggung jawaban keuangan negara selama ini. Dengan semakin baiknya sistem manajemen keuangan ne-gara itu diharapkan, pertama, Pemerintah akan setiap saat mengetahui posisi keuangan maupun kondisi likuiditasnya.

Kedua, Rakyat akan semakin sadar membayar pajak sete-lah tahu untuk apa pajak dan hutang negara digunakan serta tahu tentang kewajiban kontijensi yang akan dihadapinya. Sementara itu, DPR pun akan dapat menjalankan hak bud-jetnya lebih baik. Ketiga, mengurangi rasa kecurigaan, rasa ketidak adilan maupun kecemburuan antar sesama daerah maupun antara daerah dengan Pusat yang selama ini telah menyebabkan gejolak politik dan pemberontakan. Keempat, meningkatkan peringkat Surat Utang Negara (SUN) dan Su-rat Utang Pemda yang pada gilirannya dapat menurunkan beban pembayaran kuponnya.

Upaya peningkatan peringkat SUN menjadi sangat pent-ing setelah berubahnya strategi pinjaman negara. Dimasa

-man luar negeri dari sumber resmi berjangka panjang dengan persyaratan lunak dari negara-negara donor yang tergabung dalam IGGI/CGI. Setelah reformasi muncul tuntutan poli-tik untuk tidak lagi menerima bantuan dari IGGI/CGI mau-pun pinjaman dari IMF yang dianggap memiliki persyaratan yang terlalu berat dampak politiknya. Mulai tahun 2004 In-

di pasar komersil dalam negeri dan luar negeri. Dewasa ini, peralatan POLRI dan TNI pun adalah dibelanjai dengan menggunakan pembiayaan kredit ekspor yang tingkat suku bunganya sedikit dibawah tingkat suku bunga pasar.

Hadirin yang saya muliakan,Dalam negara kesatuan Republik Indonesia, POLRI

maupun BPK-RI adalah merupakan instansi vertikal. Ar-tinya, POLRI melaksanakan peran dan fungsi kepolisian di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. BPK-RI pun diberikan tugas oleh UUD 1945 serta UU No. 15 Tahun 2006 untuk memeriksa setidaknya tiga lapis pemerintahan di Indonesia, yakni: Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota serta melaporkan hasil pemeriksaannya kepada DPR-RI, DPD-RI dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK-RI adalah me-rupakan salah satu komponen perekat negara kesatuan Re-publik Indonesia dan untuk mencegah terjadinya kembali pengalaman pahit dimasa lalu. Pada tahun 1950an, pimpi-nan PRRI/Permesta melakukan barter yang katanya untuk mencari sumber pembelanjaan bagi pembangunan daerahn-ya. Mereka juga aktip mencari bantuan dari berbagai negara donor di luar negeri. Ternyata bahwa hasil barter dan ban-tuan asing itu mereka gunakan bukan untuk membangun daerah, tapi untuk membeli peralatan perang berontak me-lawan Pemerintah Pusat.

Sebagai lembaga negara yang diharapkan dapat menegakkan transparansi dan akuntabilitas keuangan ne-gara, BPK-RI telah memberikan setidaknya tiga contoh dan teladan (‘lead by example’). Keteladan yang pertama adalah dalam pembelanjaan kegiatannya. Mulai sejak tahun 2005, seluruh pembelanjaan kegiatan BPK-RI hanya bersum-ber dari anggarannya sendiri. Sejak itu, BPK-RI tidak lagi meminta biaya pemeriksaan dari auditees, walaupun di luar negeri lembaga seperti BPK-RI dapat mengenakan biaya

Page 24: bpk pemeriksaan

22 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

pemeriksaan kepada auditees dengan tarip komersil. Bersa-maan dengan itu, BPK-RI pun telah menghentikan kegiatan usaha milik yayasannya sebagai salah satu sumber anggaran non-bujeter.

Dalam masa empat tahun terakhir, DPR-RI dan Pemer-intah telah dapat meningkatkan anggaran BPK-RI lebih dari 5 kali lipat, dari Rp329 miliar pada tahun 2005 men-jadi Rp1.613 miliar pada tahun 2008. Ini hanya dapat ter-jadi setelah mereka melihat adanya peningkatan kualitas pekerjaan BPK-RI dalam menghemat pengeluaran negara dan meningkatkan penerimaannya serta ikut dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan dan pertanggungan jawab keuangan negara. Peningkatan anggaran itu telah mening-katkan penghasilan karyawan BPK-RI, perbaikan fasilitas kerja maupun pendidikan serta pelatihan personilnya.

Keteladanan BPK-RI yang kedua tercermin dalam Pasal 32 UU No. 15 Tahun 2006 yang menetapkan bahwa pemeriksaan dan tanggungjawab keuangan BPK dilaku-kan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). KAP memeriksa BPK-RI itu adalah ditunjuk oleh DPR-RI berdasarkan usul BPK-RI dan Pemerintah. Sejak tahun 2006 KAP yang me-meriksa laporan keuangan BPK adalah KAP Hadori Yunus dan Rekan. KAP tersebut telah memberikan opini tanpa pengecualian atas pemeriksaan laporan keuangan BPK un-tuk tahun 2007.

Keteladanan BPK-RI yang ketiga dalam mewujud-kan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah tercermin dalam Pasal 33 UU No. 15 Tahun 2006. Pasal ini menetapkan bahwa secara periodik, mutu pemeriksaan BPK

wajib di telaah atau reviu oleh BPK negara lain. Reviu terse-but akan menelaah apakah mutu pemeriksaan BPK telah sesuai dengan standar, sistem yang berlaku secara interna-sional. Reviu dimaksud dilakukan oleh BPK New Zealand pada tahun 2004 dan akan dilakukan oleh BPK Negeri Be-landa untuk tahun 2009.

Hadirin yang saya hormati,Penandatanganan kesepakatan bersama antara BPK-RI

dengan POLRI yang dilakukan hari ini adalah merupakan wujud nyata komitmen dari kedua instansi terkait dalam upaya meminimalisir penyimpangan keuangan negara. Kes-epakatan bersama ini bertujuan agar segera dapat dilaku-kan proses penegakan hukum oleh POLRI terhadap hasil pemeriksaan BPK-RI sesuai peraturan perundang-undan-gan yang berlaku. Selain itu, dengan kesepakatan ini akan semakin dapat dicapai kepastian hukum terhadap hasil pemeriksaan BPK-RI.

Perlu diketahui bahwa dalam masa empat tahun pimpi-nan sekarang ini menjabat di BPK-RI, sejak awal Desem-ber 2004, telah banyak hasil pemeriksaan yang berindikasi pidana yang telah dilaporkan kepada POLRI. Dari tahun 2004 hingga Mei 2008 temuan pemeriksaan BPK yang su-dah dilaporkan kepada POLRI adalah sebanyak 17 temuan dengan nilai sebesar Rp19,37 trliliun. Tujuan kesepakatan bersama antara BPK-RI dengan POLRI ini selain untuk memenuhi tuntutan undang-undang adalah juga sebagai upaya untuk menunjukkan kepada masyarakat luas dan dun-ia internasional akan seriusnya lembaga-lembaga negara di

Page 25: bpk pemeriksaan

23NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Indonesia pada upaya pemberantasan korupsi. Dalam kesepakatan bersama tersebut diatur pula bahwa

hasil pemeriksaan BPK-RI yang diserahkan kepada POLRI disyaratkan akan adanya pemaparan. Hal ini merupakan ba-bak baru dalam kerjasama antara BPK-RI dengan POLRI. Apabila pada saat pemaparan dirasa-kan terdapat bukti permulaan yang tidak cukup, BPK-RI dapat segera melengkapinya. Dengan demikian, kedepan, diharapkan tidak lagi akan terjadi kasus dihentikan ditingkat penyidikan maupun ditingkat pe-nuntutan. Demikian juga dengan permohonan perhitungan kerugian negara yang diajukan POLRI harus melalui pemaparan sehingga pada saat itu juga dapat langsung diketa-hui apakah perhitungan kerugian ne-gara yang dimintakan masuk dalam kompetensi BPK-RI. Selain itu, juga diatur bahwa dalam rangka men-

hasil pemeriksaan yang diserahkan kepada POLRI akan memberitahu-kan secara tertulis perkembangan-nya. Khusus untuk kasus-kasus yang menjadi perhatian publik atau per-hatian POLRI dan BPK-RI, pihak POLRI dapat menyampaikan perkembangan penanganan-nya secara lisan melalui pemaparan.

Saya mengharapkan agar tindak lanjut kesepakatan ber-sama antara BPK-RI dengan POLRI tidak hanya berhenti di tingkat pusat saja namun juga harus ditindaklanjuti oleh in-stitusi BPK-RI dan Kepolisian yang berada di tingkat daerah di seluruh Indonesia. Oleh karena itu setelah penandatan-ganan kesepakatan ini diharapkan para Kepala Perwakilan BPK-RI maupun para Kapolda segera memulai kerjasama pemberantasan tindak pidana keuangan negara yang terjadi di daerah. Di era otonomi daerah saat ini, transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah setiap tahun telah menjadi semakin besar. Namun hal tersebut tidak di-imbangi dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang baik oleh pemerintah daerah. Sejak tahun 2004 hingga 2007 transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah justru telah semakin memburuk keadaannya, sehing-ga terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.

Hadirin yang saya muliakan,Perlu diketahui, komitmen BPK-RI untuk mencegah

dan memberantas tindak pidana khususnya terkait dengan korupsi dan pencucian uang (money laundering) tidak hanya terbatas dalam tataran kerjasama dengan institusi di dalam negeri. Dalam tataran internasional, BPK-RI adalah men-jadi anggota International Organization of Supreme Audit In-stitutions (INTOSAI) Working Group on Fights Againts Interna-tional Money Laundering and Corruption (FAIMLAC). Melalui

FAIMLAC, negara-negara anggota bertukar informasi dan pengalaman dalam pemberantasan korupsi dan pencucian uang serta menarik kembali uang hasil korupsi itu melalui (1) pertukaran informasi mengenai strategi pemberantasan, praktek-praktek dan metodologi pemeriksaan (2) kerjasa-

ma yang saling menguntungkan dengan BPK negara lain dalam pemberantasan korupsi di mas-ing-masing negara, serta (3) tukar menukar informasi dan saling membantu penarikan kembali uang hasil korupsi yang telah dipindahkan ke negara lain. Ne-gara-negara yang telah berhasil untuk menarik kembali hasil ko-rupsi mantan Kepala Negaranya adalah Peru, Nigeria dan Phili-pina. Dalam pertemuan di Cairo bulan Juli y.l., disepakati bahwa pertemuan FAIMLAC selanjut-nya akan diselenggarakan di In-donesia pada bulan Juli 2009.

Hadirin yang saya muliakan,Dalam tiga tahun terakhir,

didalam negeri, BPK-RI telah mengadakan kesepakatan bersa-ma dengan sejumlah institusi ne-

gara yang terkait dengan pemberantasan korupsi seperti Ke-jaksaan Agung, KPK, dan PPATK. Tujuan dari kerjasama antara BPK-RI dengan sejumlah lembaga penegak hukum tersebut adalah untuk mensinergikan tugas, kewenangan, dan kemampuan masing-masing. Kewenangan dan kemam-puan BPK-RI adalah dalam bidang pemeriksaan keuangan negara. Dilain pihak, penegak hukum, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK memiliki mandat dan kompetensi se-bagai penyidik.

Desain kesepakatan antara BPK-RI dengan POLRI di-harapkan tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi tugas dan kewenangannya masing-masing. Mengacu pada pengalaman yang baik dengan KPK, BPK-RI pun mengajak POLRI untuk dapat melakukan audit investigasi bersama guna mensinerjikan kewenangan dan kompetensinya mas-ing-masing untuk dapat mempercepat penanganan kasus tindak pidana tertentu.

Demikian sambutan saya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIAKetua,

Prof. Dr. Anwar Nasution

Penandatanganan kesepakatan

bersama antara BPK-RI dengan

POLRI yang dilakukan hari ini

adalah merupakan wujud nyata

komitmen dari kedua instansi

terkait dalam upaya meminimalisir

penyimpangan keuangan negara.

Kesepakatan bersama ini bertujuan

agar segera dapat dilakukan proses

penegakan hukum oleh POLRI ter-

hadap hasil pemeriksaan BPK-RI

sesuai peraturan perundang-unda-

ngan yang berlaku.

Page 26: bpk pemeriksaan

24 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Perencanaan Audit Laporan Keuangan di ANAO

Oleh: Firdaus Amyar, SE, MA, Ak Kasubag Pelaksanaan Balai Diklat BPK-RI di Makssar

LAPORAN UTAMA

Selama tu-juh bulan pe-nulis melaku-kan program s e c o n d m e n t(magang) un-tuk melaku-kan audit lapo-ran keuangan di Australian

National Audit Office. Penulis berkesempatan untuk melakukan satu siklus audit laporan keuangan penuh (perencanaan, in-terim, hard close/pre-final, dan final/year-end) pada tiga entitas di Australia (Department of Education Science and Training, Health Services Austra-lia Ltd, dan House of Representatives). Seluruh auditor dalam tim penugasan merupakan pegawai ANAO dan pe-nulis diikutsertakan sebagai salah satu anggota tim.

Tulisan berikut merupakan hasil pengalaman penulis saat melakukan perencanaan audit (audit planning) di ANAO. Sebelum menjelaskan peren-canaan audit, penulis sedikit mengu-raikan struktur organisasi ANAO.

Struktur Organisasi ANAOStruktur Organisasi pemeriksaan

ANAO dipecah menjadi dua kelom-pok, yaitu AASG (Assurance Audit Services Group) dan PASG (Perform-ance Audit Services Group). Berdasar-kan pembagian tersebut, ANAO hanya mengenal dua macam audit utama yaitu Audit Laporan Keuangan yang dikelola oleh AASG dan Audit Kinerja yang dikelola oleh PASG. Ada audit pendukung yaitu IT audit yang bias-anya dilaksanakan pada entitas yang laporan keuangannya akan diaudit oleh ANAO. Masing-masing branch/group diketuai oleh beberapa Executive

Director yang juga merupakan Signing Officer (penanda tangan opini laporan keuangan). Di atas Executive Directorterdapat Group Executive Director yang langsung bertanggung jawab kepada Auditor-General (Ketua ANAO).

Auditor General merupakan pe-megang jabatan tertinggi di ANAO. Auditor General merupakan pembuat keputusan akhir dari seluruh majorissues. Auditor General mendapatkan saran dan pendapat dari para Group Executive Director, Signing Officer, dan Qualification Committee (yang diketuai oleh Deputy Auditor General).

Qualification Committee (QC) terdiri dari Group Executive Director(dua orang), Kepala Professional Services Branch (PSB) dan seluruh Signing Offi-cer. Tugas utama komite ini adalah un-tuk memberikan nasihat atau pendapat kepada Signing Officer terhadap ma-salah-masalah yang mempengaruhi kualifikasi laporan keuangan ataupun pelanggaran terhadap peraturan perun-dang-undangan yang akan dilaporkan dalam laporan audit (opini audit).

Professional Services Branch (PSB) mempunyai tugas utama untuk mengembangkan dan memantau met-odologi audit dan melaksanakan pro-gram quality assurance untuk penyelek-sian objek-objek audit setiap tahunnya. PSB punya peranan penting untuk mengidentifikasi inkonsistensi praktik akuntansi di lembaga pemerintahan terhadap standar akuntansi dan menca-ri solusi yang tepat untuk masalah yang sama (konsistensi). PSB diketuai oleh senior executive yang sudah berpengala-man dan didukung oleh National Tech-nical Director (NTD). Minimal setiap bulan, PSB juga melakukan technicalupdate kepada seluruh auditor untuk berbagai masalah dan issue kebijakan akuntansi atupun audit yang muncul.

Kita juga dapat bekonsultasi secara langsung dengan PSB bila di lapangan mengalami kendala teknis pemeriksaan seperti prosedur audit, penentuan uji petik, materialitas, kebijakan akuntansi dan lain-lain. Penulis pernah berkon-sultasi secara on-line dengan PSB keti-ka mengalami kesulitan dalam penen-tuan materialitas di salah satu entitas. PSB merespon dan memberikan solusi secara tepat dan cepat.

Signing Officer beranggotakan senior executive yang berpengalaman. Untuk auditee yang memiliki risiko rendah dapat diemban oleh senior ma-nager (supervisor) yang berpengalaman. Peran dari signing officer adalah untuk memastikan bahwa perencanaan audit berada pada arah yang tepat, mereviu hasilnya, mengeluarkan managemenletter dengan rekomendasi yang sesuai dan melakukan komunikasi dengan auditee. Komunikasi ini meliputi ha-dir dalam rapat audit bersama Komite Audite dimana strategi audit disampai-kan, penyampaian hasil ineterim audit dan penyampaian hasil audit terakhir. Signing Officer merupakan penanda-tangan opini audit.

Perencanaan Audit Laporan Keuan-gan (Audit Planning)

Selama melaksanakan program se-condment, penulis ikut terlibat dalam satu siklus audit penuh, termasuk per-encanaan. Satu tim penugasan umum-nya terdiri dari: seorang signing officer, seorang manajer audit (supervisor),seorang ketua tim, tiga orang anggota tim (jumlahnya tergantung besar/kecil-nya entitas yang diperiksa)

Tujuan dari Perencanaan Audit adalah untuk: (1) mendapatkan pema-haman terhadap entitas yang diperiksa; (2) mengidentifikasi dan menga-nalisa risiko-risiko yang terjadi; dan

Page 27: bpk pemeriksaan

25NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

(3) mengembangkan pendekatan audit untuk menjawab risiko-risiko yang te-lah teridentifikasi.

Lama dan luasnya perencanaan audit tergantung dari material atau tidaknya entitas yang diperiksa (audi-tee). Semakin material entitas, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk perencanaan audit. Tingkat meteri-alitas entitas ditentukan dari berbagai faktor, diantaranya adalah jumlah ang-garan yang dikelola, risiko entitas dan risiko audit. Untuk entitas yang mate-rial, perencanaan audit umunya mulai dilakukan pada Oktober (tanggal per-laporan keuangan di Australia berakhir pada 30 Juni) sampai dengan Januari. Jadi sekitar 5 bulan ketika tahun angga-ran yang akan diperiksa telah berjalan, mulai dilakukan perencanaan audit. Rata-rata memakan waktu satu sampai empat minggu (tergantung tingkat me-terialitasnya).

Kertas kerja pemeriksaan untuk mendokumentasikan Perencanaan Au-dit tersedia secara elektronik (ANAO memakai aplikasi software TeamMatebuatan Price WaterhouseCoopers). Temp-lates, standard, dan panduan untuk perencanaan audit yang dikeluarkan ANAO maupun institusi lainnya juga tersedia secara elektronik sehingga: ter-jadinya konsistensi perencanaan audit untuk semua tim; perubahan, reviu dan feedback dapat secara cepat dilaku-kan oleh manajer audit/supervisor.

Langkah-langkah yang dilakukan penulis selama melaksananakan peren-canaan audit pada tiga entitas tersebut di atas adalah sebagai berikut:1. Tim Penugasan Audit

1.1 Menentukan Tim Penugasan Audit

Pertama-tama adalah mengidenti-fikasi tim penugasan audit (termasuk IT audit dan tim spesialist jika diperlu-kan). Independensi profesional semua anggota tim harus dipertimbangkan dengan kewajiban ditandatanganinya Deklarasi Independensi oleh setiap anggota tim. Salah satu isinya adalah menyatakan bahwa anggota tim tidak punya keterkaitan dan konflik kepent-ingan (conflict of interest) dengan enti-tas yang diperiksa.

Dalam menyusun tim, ANAO mengevaluasi tingkat kompetensi, pen-galaman dari setiap anggota tim, peran dan tanggung jawab serta perbedaan kemampuan dan kecakapannya. Kes-emuanya dievaluasi dan dituangkan dalam formulir (template) yang sudah disediakan oleh ANAO dan dapat di-akses seluruh anggota tim.

Untuk entitas yang memerlukan pengetahuan teknis khusus, ANAO memastikan semua anggota tim memi-liki pengetahuan yang diperlukan. Jika anggota tim tidak memiliki pengeta-huan khusus yang diperlukan, ANAO harus memastikan seluruh anggota tim pernah mengikuti pelatihan/kursus teknis yang sesuai (contohnya adalah pengetahuan tentang asuransi, pensiun dan lain-lain).

Manajer Audit (Supervisor) harus mengadakan rapat perencanaan audit yang harus dihadiri oleh Signing Offic-er dan Second Signing Officer (jika ada), IT Audit dan tenaga ahli yang diperlu-kan (jika ada). Rapat tersebut umum-nya dilaksanakan setelah diadakannya rapat Perencanaan dengan entitas yang diperiksa. Rapat harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

(a) mereviu hal-hal yang muncul selama pelaksanaan audit sebel-umnya, termasuk efektivitas dan efisiensi audit sebelumnya.

(b) menyepakati dan mendoku-mentasikan peran dan tujuan tim penugasan audit.

(c) Sikap kecurigaan kita atas salah saji material laporan keuan-gan entitas, termasuk salah saji karena kecurangan (fraud) atau error.

(d) Mengidentifikasi dan mencari strategi untuk merespon risiko yang teridentifikasi.

(e) Mengidentifikasi perubahan signifikan dari tahun lalu dan mengevaluasi dampaknya pada entitas dan laporan keuangan entitas.

(f ) Menentukan apakah ada risiko tertentu yang signifikan terse-but memerlukan pertimbangan audit khusus.

Risalah hasil rapat harus dido-kumentasikan dalam kertas kerja

pemeriksaan.1.2 Menentukan perlu atau tid-

aknya menunjuk Second Signing Of-ficer (SSO).

Perlu tidaknya menunjuk SSO ditentukan oleh Eksekutif AASG.

1.3 Menggunakan IT Audit se-bagai bagian dari Tim Penugasan

Dalam rangka menentukan apa-kah diperlukannya bantuan IT Audit, ANAO harus melaksanakan penilaian terhadap dampak keseluruhan IT ter-hadap entitas dan/atau laporan keuan-gan.

Untuk entitas yang material, um-umnya dilakukan dahulu IT Audit sebagai bagian dari tim audit laporan keuangan sebelum dilakukannya audit laporan keuangan. Karena semua enti-tas telah terkomputerisasi dan meng-gunakan program aplikasi komputer dalam proses akuntansinya, tim IT au-dit melakukan test terhadap lingkun-gan pengendalian sistem secara umum dan pengendalian aplikasi khusus.

Dengan mempertimbangkan fak-tor-faktor di bawah ini dilakukan pe-nilaian pendahuluan atas lingkungan IT (diklasifikasikan sebagai MINOR,MODERATE, atau MAJOR):

(a) Tingkat ketergantungan proses kegiatan utama entitas kepada IT;

(b) Kompleksitas proses komputer (contohnya perhitungan, pros-es otomatis jumlah transaksi, konektivitas dengan pihak luar); dan

(c) Kompleksitas struktur IT enti-tas (misalnya tanggung jawab tersentralisasi pada satu grup atau terdesentralisasi dengan banyak grup)

Tim IT Audit harus membuat do-kumentasi hasil penilaian IT untuk MAJOR dan MODERATE yang di-laksanakan oleh Manajer Audit IT.

1.4 Menentukan kebutuhan akan tenaga ahli dalam penugasan audit

Selama perencanaan, tentukan apa-kah diperlukan tenaga spesialist dari ANAO atau tenaga ahli lainnya yang masuk dalam tim penugasan audit se-perti tenaga ahli perpajakan, penilai dan sebagainya.

Page 28: bpk pemeriksaan

26 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Jika memang memerlukan tenaga ahli dari luar ANAO, diperlukan per-setujuan dari Signing Officer. Perjan-jian kesepakatan perlu dibuat antara ANAO dan tenaga ahli tersebut.

Tim harus mendokumentasikan secara detail sifat pekerjaan yang akan dilaksanakan, informasi yang akan di-berikan dan siapa yang akan memberi-kan kepada tanaga ahli.

Auditor harus mempertimbangkan dan mendokumentasikan materialitas dan risiko bawaan (inherent risk) dari pekerjaan yang dilakukan oleh expert.

1.5 Memenuhi persyaratan inde-pendensi dan conflict of interest selu-ruh anggota penugasan audit

ANAO mempertimbangkan inde-pendensi, kode etik dan conflict of in-terest seluruh anggota tim penugasan audit dengan memakai panduan yang disediakan ANAO. Hasil pertimban-gan tersebut akan didokumentasikan.

Jika sudah yakin dengan independ-ensi semua anggota tim penugasan, ANAO memastikan setiap anggota tim sadar akan tanggung jawabnya untuk melaporkan setiap adanya perubahan keindependensiannya atau potensi con-flict of interest selama penugasan audit kepada Manajer Audit dan/atau Sign-ing Officer.

Setiap anggota tim wajib menan-datangani pernyataan Deklarasi Inde-pendensi sebelum melakukan penu-gasan audit.

Manajer Audit (Supervisor) bertang-gung jawab untuk menkoordinasikan prosedur dan langkah penyelesaian masalah independensi dari seluruh anggota tim penugasan audit.

6.6 Menentukan persyaratan se-curity level

ANAO menentukan dan mendo-kumentasikan tingkat security clearanceuntuk masing-masing anggota tim pe-nugasan sebelum memulai audit.

Di ANAO setiap auditor yang akan melakukan tugas audit harus mem-punyai tingkat security (security level)terhadap entitas yang diperiksa. Serti-fikat tersebut dikeluarkan oleh Bagian Security di ANAO dengan memper-timbangkan dokumen-dokumen se-perti keterangan kepolisian dan juga

posisi atau jabatan di ANAO. Entitas dapat menolak diperiksa oleh Auditor dari ANAO kalau auditor tersebut ti-dak memiliki security clearance. Contoh tingkat security yang dikeluarkan oleh ANAO adalah TOP SECRET untuk Signing Officer. Artinya Signing Of-ficer dapat mengakses semua data dari entitas yang diperiksa sampai dengan yang berstatus top secret.

2. Persiapan1.1 Menyiapkan biaya audit dan

mengembangkan rencana untuk mem-onitor biaya tersebut.

Biaya pemeriksaan audit berdasar-kan beban kerja. Anggaran (biaya) pemeriksaan yang dibagi dalam tugas pokok berdasarkan jam dan aktivitas perorangan. Anggaran yang telah disu-sun harus disetujui oleh Signing Officerdan Manajer Audit dan dikomunikasi-kan ke setiap anggota tim sehingga se-tiap anggota bertanggung jawab untuk mengikuti anggaran yang telah dialo-kasikan oleh masing-masing individu. Manajer audit dan pemimpin tim ber-tanggung jawab untuk memonitor ang-garan tersebut dengan pekerjaan aktual di lapangan karena penambahan atau pengurangan jumlah jam kerja audit akan mempengaruhi anggaran (biaya) pemeriksaan.

1.2 Menyiapkan dan melaksana-kan Rapat Perencanaan Audit dengan entitas

Tim penugasan audit harus menyiapkan dan melaksanakan rapat Perencanaan Audit dengan entitas. Ra-pat tersebut harus dihadiri oleh Sign-ing Officer dan Manajer Audit (Super-visor).

Hasil rapat tersebut haru dido-kumentasikan dalam Risalah Rapat dan dimasukkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.

2.3 Menghitung risiko audit ter-hadap entitas yang telah dinilai oleh eksekutif ANAO.

Risiko audit harus ditentukan dan didokumentasikan dalam Audit Pro-file. Tim harus menentukan apakah risiko audit entitas low, moderate atau high dan memberikan alasan penilaian tersebut. Hasil penilainnya harus ditu-angkan dalam Audit Strategy.

Tim harus memastikan bahwa hasil risiko audit yang kita nilai telah direviu oleh Eksekutif di ANAO dan ditandatangani oleh Signing Officer.Tim juga harus memastikan faktor-faktor risiko tersebut telah termuat dalam Analysis of Business Risks (ABR)dan Bridge (Bridge merupakan tem-plate yang digunakan sebagai jem-batan antara risiko salah saji materi-al dengan prosedur audit yang akan dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat yang dapat di-terima).

2.4 Menentukan materialitasMaterialitas audit ditentukan

pada saat perencanaan. ANAO punya panduan yang lengkap untuk men-ghitung tingkat materialitas. Juga disediakan template dalam program Microsoft Excel yang dapat dengan mudah kita gunakan. Berikut hal-hal yang dilakukan ketika menentu-kan tingkat materialitas:

(a) Tim harus menentukan ting-kat overall materiality untuk laporan keuangan secara ke-seluruhan berdasarkan pro-sedur analitis pendahuluan, perhitungan Analysis of Busi-ness Risks (ABR) dan juga pe-nilaian profesional (profesional judgement) dengan memper-timbangkan kondisi entitas yang diperiksa. Overall mate-riality digunakan dalam penen-tuan batas koreksi audit (auditadjustment) apakah material atau tidak. Semua koreksi audit yang bernilai dibawah overall materiality dikategorikan tidak material dan sebaliknya.

(b) Tim harus menentukan plan-ning materiality berdasarkan overall materiality.

Untuk mengurangi risiko keseluru-han salah saji yang terdeteksi ataupun tidak pada laporan keuangan melebihi tingkat materialitas yang telah ditentu-kan (overall materiality), kita membuat “planning materiality”. Contohnya adalah, ketika kita menentukan over-all materiality sebesar Rp50juta kita beranggapan nilai di bawah Rp50juta tidak material. Tetapi dalam peker-jaan lapangan ditemukan nilai sebesar

Page 29: bpk pemeriksaan

27NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Rp30juta yang ternyata material bagi pengguna laporan keuangan. Untuk itulah diperlukan planning materiality untuk pekerjaan lapangan yang nilain-ya dibawah overall materiality untuk mengantisipasi hal tersebut. Planning materiality adalah jumlah yang lebih kecil dari tingkat overall materiality(atau jumlah yang lebih rendah dari tingkat materialitas untuk item tert-entu), dan juga digunakan untuk me-nentukan risiko salah saji material dan untuk mendisain prosedur audit lanju-tan untuk merespon risiko yang telah ditentukan.

(c) Tim harus menentukan mate-rialitas spesifik untuk akun ter-tentu jika memang diperlukan. Artinya berdasarkan pertim-bangan tertentu akun tertentu bisa saja tingkat materialitasnya berbeda dengan overall maupunplanning materiality.

(d) Materialitas harus didiskusikan dengan seluruh anggota tim penugasan pada saat rapat pe-rencanaan audit. Seluruh tim penugasan dan Signing Officerharus menyetujuinya dan ha-rus didokumentasikan hasilnya. Dokumentasi tersebut men-cakup dasar penilaian dan ala-san-alasannya.

(e) Tingkat materialitas harus di-revisi jika selama audit terdapat informasi-informasi yang meny-ebabkan tingkat materialitas ha-rus berubah. Perubahan tersebut harus selalu didokumentasikan dan disetujui oleh Signing Of-ficer.

2.5 Lakukan prosedur analitis pen-dahuluan

Template dan tabel disediakan oleh ANAO untuk menjawab prosedur tersebut. Prosedur analitis pendahu-luan diperlukan untuk melihat perger-akan atau posisi nilai akun secara kom-paratif antara posisi laporan keuangan saat diperiksa dengan posisi tahun-ta-hun sebelumnya. Penjelasan harus di-berikan bila terjadi perubahan secara significant (material) atas akun-akun tertentu.

2.6 Konsultasi dengan PASG (Per-

formance Audit Services Group)Tim audit laporan keuangan

harus mendiskusikan dengan bagian yang melaksanakan audit kinerja pada entitias yang sama atas kemungkinan pengaruh laporan hasil audit kinerja terhadap audit laporan keuangan yang dilaksanakan. Diskusi tersebut mem-bahas masalah-masalah sebagai berikut: (a) temuan-temuan yang berpotensi menjadikan laporan kauangan enitas salah saji secara material; (b) risiko bisnis entitas yang telah teridentifikasi yang berpotensi mempunyai dampak pada laporan keuangan; (c) kelema-han-kelemahan internal kontrol yang relevan dengan audit laporan keuan-gan.

Tim harus memastikan hal-hal di atas didokumentasikan dalam ABR dan Bridge.

2.7 Mereviu risalah rapat dan kon-trak-kontrak serta perjanjian entitas yang signifikan.

Tim harus mendapatkan hasil risalah rapat dari manajemen serta komite dan kontrak serta perjanjian yang signifikan yang punya pen-garuh ke laporan kuangan.

Tim harus mereviu dan men-ganalisa kontrak-kontrak tersebut dengan diantaranya mempertim-bangkan tanggal-tanggal penting, pihak yang mengadakan perjanjian dan hak serta kewajibannya, defaultclauses (klausul kontrak), durasi, dampak akuntansinya, amandemen, dan lampiran kontrak.

Tim harus memastikan fotoko-pi kontrak signifikan dimasukkan daam permanent file.

Fotokopi kontrak signifikan ha-rus disimpan dalam permanent file,lebih lagi jika kontrak tersebut san-gat releven dengan temuan audit. Jika fotokopi kontrak signifikan tidak disimpan dalam permanent file,catat syarat dan kondisi yang ada dalam kontrak dalam kertas kerja audit.

2.8 Menentukan apakah kegiatan operasi entitas akan berlanjut (goingconcern) atau berubah

Untuk membuat penilaian pen-dahuluan apakah entitas memiliki risiko entitas akan berubah secara

signifikan sehingga berpotensi tidak going concern, pertimbangkan apakah ada:

(a) kejadian atau kondisi yang dapat meragukan keberlang-sungan operasi entitas (con-tohnya Parlemen telah setuju pembubarannya atau ada re-view Parlemen yang punya dampak signifikan atas sum-ber dana entitas pada masa mendatang).

(b) akan ada restrukturisasi se-lama tahun berjalan sebagai hasil dari Administrative Ar-rangement Order, Parliament Review dan lain-lain.

2.9 Identifikasi dan nilai risiko atas transaksi pihak ketiga yang material.

Tim harus mendapatkan dari ma-najemen daftar nama pihak ketiga terkait dan:

(a) Reviu kertas kerja sebelumnya terhadap nama-nama pihak ketiga yang diketahui;

(b) Reviu prosedur entitas untuk mengidentifikasi pihak keti-ga;

(c) Selidiki hubungan manajemen dengan pihak-pihak lain;

(d) Reviu risalah rapat manaje-men terhadap pihak ketiga yang terkait;

(e) Reviu korespondensi dan fak-tur dari perusahan/konsultan hukum; dan

(f ) Reviu kontrak dan perjanjian sebagai bukti hubungan den-gan pihak ketiga.

Tim harus mengevaluasi aktivitas kontrol entitas untuk identifikasi, otorisasi dan perlakuan akuntansi yang tepat terhadap transaksi pihak ketiga.

Tim harus memastikan semua risiko yang teridentifikasi telah dipertimbangkan dalam persiapan rapat dengan auditee.

2.10 Mempertimbangkan dan Mendokumentasikan isu khusus

Pertimbangkan dan dokumenta-sikan isu khusus dalam audit yang diangkat oleh PSB yang mempunyai dampak dalam laporan keuangan. Pastikan juga pertimbangan atas isu-isu tersebut telah direfleksikan

Page 30: bpk pemeriksaan

28 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

dalam ABR dan relevan Bridges. Au-dit manajer bertanggung jawab un-tuk menjamin masalah ini ditangani dengan tepat.

2.11 Mempertimbangkan damp-ak dari audit yang dilakukan oleh pihak lain, auditor lain, internal au-dit atau tenaga ahli.

Jika entitas menggunakan orga-nisasi jasa untuk proses bisnis atau akuntansi yang signifikan, kita harus menilai dan mereviu hasil kerjanya. Begitu juga untuk hasil kerja dari internal audit, auditor lain, dan te-naga ahli. ANAO menyediakan pan-duan, template dan tabel yang disertai langkah-langkah untuk menilai hasil kerja pihak-pihak tersebut. Yang ter-penting adalah kita mendokumen-tasikan dan membuat kesimpulan atas dampak dari penggunaan hasil kerja pihak-pihak tersebut terhadap audit kita. Kita juga harus mereflek-sikannya dalam Bridge yang direfer-ensi ke kertas kerja.

2.12 Menyelesaikan Profil Audit (Audit Profile)

Dalam profil audit, minimum yang harus diidentifikasi adalah: (1) Portofolio dimana audit ter-hubung. Portofolio disini maksud-nya adalah entitas termasuk dalam bagian dari depertemen atau organ-isasi pemerintah mana; (2) Apakah entitas termasuk auditee yang ma-terial; (3) Peraturan perundang-un-dangan yang berhubungan dengan entitas; (4) Tipe pegawai/karya-wan (in house, co-sourced); (5) Seluruh anggota tim dan peranannnya mas-ing-masing; (6) Jadwal untuk audit; (7) Tingkat risiko, ditentukan oleh Eksekutif ANAO; (8) Contact personpenting dari entitas. Maksudnya adalah nomor telepon, e-mail dari orang-orang penting seperti misalnya ketua audit komite, kepala bagian keuangan dll; (9) Opini audit; (10) Nama dari second signing officer (jikaada); (11) Hard copy dari file reference number (korespondensi file dengan entitas tentang masalah audit)

·3. Memperoleh Pemahaman Terha-dap Entitas

3.1 Memperoleh dan memper-

baharui pemahaman terhadap enti-tas dan lingkungannya - Analysis of Business Risks (ABR)

ABR adalah sarana dimana auditor mendapatkan pemahaman lingkungan bisnis entitas dan risiko-risiko terkait. ABR meliputi: (1) Kekuatan pasar dan risiko lingkungan entitas; (2) Stake-holder kunci dan pengaruhnya terha-dap operasi bisnis entitas; (3) Tujuan bisnis, strategi dan risiko bisnis; (4) Risiko kinerja keuangan.

ANAO telah menyediakan template,tabel, prosedur dan panduan yang ha-rus diikuti oleh setiap tim penugasan ketika akan melakukan Analisa Risiko Bisnis (ABR)

3.2 Identifikasi Unit Manajemen, Proses Bisnis dan Proses Akuntansi

Setelah menyelesaikan ABR, tim harus mengidentifikasi unit-unit manajemen (bagian-bagian bisnis), proses bisnis dan akuntansi enti-tas. ANAO menyediakan template,tabel, prosedur dan panduan untuk melakukan hal-hal tersebut diatas. Hal-hal yang dilakukan adalah:

(1) Tentukan proses bisnis kunci dari entitas;

(2) Tentukan unit manajemen kun-ci (bagian unit);

(3) Identifikasi proses bisnis mana yang berhubungan dengan ma-sing-masing unit manajemen;

(4) Identifikasi proses akuntansi kunci;

(5) Identifikasi siklus akuntansi dan akun-akunnya yang berhu-bungan dengan proses bisnis. Identifikasi pula system IT/apli-kasi yang digunakan.

Tentukan unit manjemen, atau bagiannya yang akan dibuatkan prose-dur audit. Dalam melakukan hal terse-but perlu dipertimbangkan antara lain kepentingan keuangannya (financialsignificance), risiko salah saji material, peraturan perundangan yang meng-atur unit manajemen terkait, risiko spesifik.

Tentukan proses bisnis mana yang merukapakan kunci dari kegiatan ope-rasional entitas, dan bagaimana proses bisnis kunci ini dicatat dalam proses akuntansi entitas. Ini akan membantu dalam menentukan proses akuntansi

dan system IT mana yang perlu dieve-luasi, dimengerti dan divalidasi sebagai bagian dari perencanaan audit.

3.3 Mendapatkan, mendokumen-tasikan, dan menilai peraturan perun-dang-undangan yang terkait dengan dan dikeluarkan oleh entitas

Tim harus mengidentifikasi dan mendokumentasikan peraturan pe-rundang-undangan yang mana entitas harus patuh dan nilai risiko dari keti-daktaatannya dan dampaknya terha-dap laporan keuangan. Termasuk juga peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dan dikelola oleh enti-tas dan dampaknya terhadap laporan keuangan.

Buat link terhadap risiko yang teri-dentifikasi ke ABR atau Brdige yang relevan.

4. Pengendalian Lingkungan – Ting-kat Entitas

4.1 Mendapatkan pemahaman dan mengevaluasi lima komponen internal control pada tingkat enti-tas.

ANAO telah menyediakan template, tabel dan prosuder untuk me-nilai pengendalian lingkungan dalam Internal Control Assessment.

Kita harus menyimpulkan dan memberi peringkat terhadap lima komponen internal control pada ting-kat entitas. Kelima kontrol tersebut adalah: (1) Monitoring Kontrol (Moni-toring of Controls); (2) Aktivitas Kon-trol (Control Activities); (3) Komuni-kasi dan Sistem Informasi (Information System and Communication); (4) Proses Penilaian Risiko (Risk Assesment Proc-ess); (5) Lingkungan Kontrol (Control Environment)

Kelima komponen internal controltersebut harus dirating dan hasil rat-ingnya harus didokumentasikan. Con-toh rating yang diberikan adalah “Dept ABC’s internal control environtment was assessed as effective with a moderate in-ternal control risk assessment (lingkun-gan internal control Departemen ABC dininali efektif dengan penilaian risiko kontrol moderat).

4.2 Memberikan penilaian dan tanggapan atas Risiko Kecurangan

Page 31: bpk pemeriksaan

29NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

(Fraud Risks)Pada saat rapat tim perencanaan

audit, tim harus memastikan diskusi dihadiri oleh seluruh anggota tim pe-nugasan termasuk Signing Officer men-genai potensi salah saji material karena kecurangan (fraud) pada entitas. Tim harus mendokumentasikan risalah ra-pat.

Selama rapat perencanaan audit dengan entitas, diskusi harus dilak-sanakan dengan entitas mengenai iden-tifikasi risiko salah saji material karena kecurangan. Tim harus mendokumen-tasikan risalah rapat.

Untuk menilai risiko salah saji material karena kecurangan, penting untuk mengidentifikasi faktor risiko yang ada di entitas. Tim harus menye-lesaikan Fraud Work Program yang telah disediakan ANAO. Fraud Work Program tersedia untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko yang da-pat mengindikasikan risiko salah saji material karena kecurangan pelaporan keuangan dan salah saji asset.

Saat menilai internal control pada tingkat entitas, tim harus mempertim-bangkan kekuatan dari internal controluntuk mencegah dan mendeteksi ke-curangan terhadap faktor risiko yang telah diidentifikasi di atas.

Tim harus menyimpulkan risiko salah saji material apakah tinggi (high),sedang (medium), atau rendah (low)dan dokumentasikan alasan penilaian tersebut.

Jika kecurangan teridentifikasi atau terdapat informasi yang menindi-kasikan terdapat kecurangan, signingofficer harus mengkomunikasikan ma-salah tersebut secepat mungkin pada tingkatan manajemen yang berwenang di entitas yang diperiksa.

Jika auditor menidentifikasi ke-curangan yang melibatkan manage-ment, pegawai yang mempunyai per-anan signifikan dalam internal control, atau pihak lainnya yan mana kecuran-gan tersebut mengakibatkan salah saji material pada laporan keuangan, audi-tor harus mengkomunikasikan masalah tersebut pada pihak yang bertanggung-jawab atas pengelolaan entitas (dalam hal ini manajemen yang lebih tinngi).

Semua hasil diskusi dan penilaian

kecurangan harus didokumentasikan dalam kertas kerja.

5. Komunikasi dengan Entitas5.1 Menyiapkan Engagement Let-

ter (Surat Perikatan) entitasEngagement letter merupakan per-

janjian tertulis antara auditor dengan auditee. Engagement letter harus di-tandatangani dan disetujui oleh ke-dua belah pihak baik auditor maupun auditee. Engagement letter diterbitkan sebelum memulai audit. Di ANAO template (format baku) engagement let-ter disediakan oleh bagian PSB.

Jika situasi berubah selama audit yang mana situasi baru tersebut ber-dampak pada isi/kondisi (terms of) dari engagement letter, Signing Officer harus mempertimbangkan untuk menerbit-kan engagement letter lanjutan (further engagement letter).

Kita juga harus memastikan enti-tas menerima secara formal (tertulis) isi dari engagement letter. Penerimaan secara formal dari entitas harus dima-sukkan dalam kertas kerja di file kor-espondensi.

Engagement letter harus dibaca oleh auditee secara bersamaan dengan Audit Strategy yang memuat pendekatan au-dit yang akan dilakukan auditor.

Isi yang termuat dalam engagementletter yang disyaratkan oleh Australian Auditing Standard (AUS 204) adalah:

(1) Tujuan audit;(2) Tanggung jawab management

atas laporan keuangan;(3) Lingkup (scope) audit, termas-

uk referensi terhadap peraturan perundangan yang terkait dan standard audit;

(4) Betuk dan jenis laporan audit yang akan dihasilkan;

(5) Penjelasan sejauh mana audit menggunakan pendekatan un-tuk mendeteksi salah saji mate-rial;

(6) Akses yang tidak terbatas untuk semua catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diper-lukan untuk kepentingan audit;

(7) harapan untuk mendapatkan representasi manajemen secara tertulis;

(8) Permintaan kepada entitas un-

tuk mengkonfirmasi isi dari en-gagement letter; dan

(9) dasar dan jumlah perhitungan biaya audit.

5.2 Siapkan Audit Strategy (Cli-ent Service Strategy/CSS)

Audit Strategy (CSS) merupakan output dari Perencanaan Audit yang nantinya akan disampaikan kepada en-titas. CSS disampaikan kepada manaje-men entitas dan Komite Audit. Tem-plate (format baku) sudah disediakan oleh PSB.

Jika untuk alasan tertentu CSS ti-dak dibuat, rubahlah engagement letteruntuk memasukkan keterangan yang diperlukan untuk dikomunikasikan ke entitas. Perubahan engagement letter tersebut harus melalui persetujuan Sig-ning Officer.

Isi dari Audit Strategy adalah:(1) Executive Summary.Dalam executive summary di-jelaskan tentang pendekatan audit dan biaya audit.(2) Laporan Keuangan EntitasDi bagian ini dijelaskan Kerangka Laporan Keuangan dan tugas dan kewajiban ANAO melakukan audit sesuai dengan peratura perundan-gan yang berlaku.(3) Proses Audit Laporan Keuan-

gan, yang menjelaskan antara lain:

(a) Materalitas(b) Risiko yang Signifikan(c) Internal Kontrol(d) Fraud and Error(e) Internal Audit(f ) Keperluan audit yang lainnya(4) Kualitas Audit.Dalam bagian ini dijelaskan semua

nama-nama anggota tim yang terlibat dalam audit, peranan dan tanggung ja-wabnya serta kontak detailnya (nomor telepon kantor, e-mail dinas, dll)

(5) Jangka waktu penyelesaian au-dit.

Dalam bagian ini dijelaskan jangka waktu penyelesaian satu siklus pe-nuh audit (planning, interim, pre-final, dan final), tujuan dari setiap sikus dan output apa saja yang akan dihasilkan, kepada siapa laporan setiap siklus ditujukan, dan waktu penyelesaian setiap siklus audit.

Page 32: bpk pemeriksaan

30 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

(6) Biaya audit(7) Tanggung jawab entitas untuk

menyelesaiakan laporan keuan-gan dan membantu penyelesa-ian audit supaya lebih efektif dan efisien.

(8) Program Kerja Audit ANAO untuk tahun berjalan yang menjelaskan entitas merupakan bagian dari Program Kerja Audit ANAO dan tingkatan pejabat penanggung jawab audit.

Lampiran-lampiran yang di-masukkan diantaranya yaitu ringkasan Perubahan Kebijkan Akuntansi dan better practice guidance yang dikeluar-kan ANAO.

6. Program Audit6.1 Tentukan tingkat risiko keselu-

ruhan entitasDari penilaian Analisa Risiko Bisnis

(ABR) dan internal kontrol pada level entitas, tentukan dan dokumentasikan tingkat risiko keseluruhan (overall risks) apakah rendah (minimum), se-dang (moderate), atau tinggi (high). Hal ini berhubungan dengan langkah pada poin 3.1.

6.2 Mendokumentasikan dan men-gevaluasi proses bisnis dan akuntansi yang signifikan

Berdasarkan langkah 3.2 tentang pemahaman unit manajemen yang ada di entitas, tim harus menindakla-jutinya dengan mendokumentasikan dan mengevaluasi proses bisnis dan

akuntansi yang signifikan. Contohnya adalah proses bisnis dan akuntansi pendapatan dan piutang, aset tetap dan lain-lain. Pekerjaan ini kadang disebut juga Process Documentaion yang artinya pendukumentasian atas proses bisnis dan akuntansi yang beraku di enti-tas. Pemahaman proses tersebut dapat dibuat dalam bentuk flow-chart, narasi, atau gabungan flow-chart dan narasi.

Setelah dilakukan process documen-tation, tim melakukan walkthrough un-tuk masing-masing proses bisnis dan akuntansi yang signifikan.

Walkthrough adalah proses penga-matan dan pemahaman proses akuntansi (bisnis) secara langsung di entitas. Misalkan kita ingin melihat se-cara langsung bagaimana proses pem-belian barang dari dimulainya Purchase Order sampai diterimanya barang.

6.3 Selesaikan Bridge untuk se-tiap siklus bisnis (akuntansi)

Auditor berkewajiban untuk mengi-dentifikasi dan menilai risiko salah saji material. Bridge diperlukan untuk mendokumentasikan risiko salah saji material yang telah teridentifikasi un-tuk kemudian dibuatkan prosedur au-dit sebagai upaya untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkatan yang dapat diterima.

Setelah dievaluasi dan didokumen-tasikannya proses bisnis dan akuntansi entitas, auditor harus menyelesaikan

Brdige.Bridge harus diperbaharui selama

pelaksanaan audit untuk merefleksikan risiko yang teridentifikasi lebih lanjut, perubahan audit dan informasi yang relevan lainnya.

7. Pastikan seluruh langkah peren-canaan audit telah dijalankan

ANAO menyediakan check list yang menerangkan bahwa seluruh prosedur dan langkah dalam perencanaan audit telah selesai dilakukan. Jika semua telah selesai dilaksanakan harus di signed-offoleh Manajer Audit dan Signing Officerdan ditempatkan di TeamMate File se-hingga dapat diakses dengan mudah secara on-line oleh seluruh anggota tim penugasan selama berlangsungnya pelaksanaan audit.

KesimpulanANAO memandang Perencanaan

Audit merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan siklus au-dit. Perencanaan merupakan tempat kita mengenal entitas baik lingkungan dan kegiatannya, mengevaluasi risiko yang terjadi dan akan dihadapi, serta mengembangkan prosedur audit yang tepat untuk mengatasi risiko-risiko tersebut. Perencanaan audit yang ma-tang akan memudahkan auditor untuk melaksanakan pekerjaan interim mau-pun final (substantive test) secara efektif dan efisien.

Hasil Pemeriksaan BPK yang telah dilaporkan kepada Kepolisian

Page 33: bpk pemeriksaan

31NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Untuk mencapai efisiensi audit, auditor perlu mengintegrasikan dan menerjemahkan informasi yang diper-oleh dalam tahap awal audit (prelimi-nary survey) dan menentukan model pendekatan audit sehingga diharapkan dapat mencapai seluruh tujuan audit. Rencana pendekatan audit meng-gambarkan sifat umum, waktu, dan luasnya pendekatan prosedur audit yang dilakukan dan rasionalitas un-tuk memilihnya. Ini merupakan “jem-batan” antara seluruh keputusan audit dengan informasi rencana lainnya yang ada dalam program audit. Kemudian, pendekatan audit dibuat secara detail sehingga reviewer dapat menilai keaku-ratan dan menyediakan instruksi yang jelas kepada auditor pelaksana rencana audit. Salah satu pendekatan yang dira-sa cukup memadai untuk dapat menca-pai tujuan audit adalah CARKeyS yang telah diterapkan oleh Audit New Zea-land denga susunan sebagai berikut:

C Controls (pengendalian) Pengujian atas pengendalian (compliance tests)

AR Analytical Review Prosedur review analitis

Key Key items Pemilihan masa-lah/perkiraan tertentu untuk diaudit, biasanya saldo yang lebih besar dari tolerable error (kesalahan yang dapat ditol-erir).

S Sampling Pemilihan sampel yang representative (substan-tive procedures)

CONTROL (C)Manajemen berkepentingan terha-

dap informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan usaha secara relevan dan dapat dipercaya (reliable).Pengendalian merupakan mekanisme utama di mana manajemen dapat mem-

peroleh keyakinan tentang integritas in-formasi. Auditor juga berkepentingan terhadap integritas informasi dan efek-tivitas pengendalian yang dilakukan oleh manajemen. Dalam mengevaluasi efektivitas pengendalian, auditor tidak hanya menekankan pada bagaimana pengendalian tersebut disusun, tetapi juga penerapan atas pengendalian dalam praktiknya untuk mencapai tu-juan pengendalian yang ditetapkan.

Dalam mendokumentasikan dan mengevaluasi pengendalian, auditor harus memperhatikan keterbatasan pengendalian untuk dapat menjamin administrasi yang efisien dan keleng-kapan dan kewajaran pembukuan. Auditot harus tetap memperhatikan faktor-faktor yang dapat menurunkan efektivitas pengendalian. Penelitian berikut perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi efektivitas pengendalian:

Pengendalian otorisasi dapat dis-alahgunakan oleh pejabat untuk kepentingan pribadi.Manajemen sering membuat pengecualian atas pengendalian yang diterapkan.Karena pengendalian tergantung pada faktor manusia, biasanya menimbulkan kesalahan karena judgment (pertimbangan) atau interpretasi dan kesalahan dalam pemahaman, kecerobohan, kel-elahan, atau kebingungan.Jika kemampuan dan integri-tas pegawai dapat dikendalikan dalam penyaringan dan pen-didikan, kualitas ini mungkin berubah karena tekanan baik dari dalam maupun luar organisasi.Tanpa memperhatikan seberapa kompeten pegawai, pengendal-ian dapat menjadi jauh dari efek-tif jika pegawai tidak memahami fungsi mereka.

Tujuan dalam pengujian atas pen-gendalian adalah untuk mengarahkan auditor menentukan apakah untuk periode pengendalian yang diuji berja-lan seperti yang diharapkan, diterapkan selama periode yang diuji, dilaksanakan dari waktu ke waktu, meliputi seluruh transaksi atau kejadian yang berkaitan, didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya, dan berakibat pada koreksi atas kesalahan yang ditemukan.

Jika auditor percaya bahwa tujuan pengendalian yang tertentu dapat dica-pai dengan lebih dari satu pengendal-ian, auditor tidak perlu menguji selu-ruh pengendalian tapi hanya terhadap pengendalian yang dapat dipercaya. Pengujian atas pengendalian dapat di-lakukan dengan mengajukan pertan-yaan, observasi, dan inspeksi terhadap bukti fisik yang dihasilkan dari kinerja pengendalian. Mengajukan pertanyaan (inquiry) dapat dilakukan terhadap pe-gawai yang membuat rekonsiliasi ba-gaimana reconcile item (perkiraan yang harus disamakan, misalnya saldo bank harus sama dengan saldo buku) dapat diidentifikasi, alasan penyamaan terse-but dan prosedur yang dipakai untuk meyakinkan bahwa catatan akuntansi segera dikoreksi ketika ada hal yang ti-dak sama. Auditor juga perlu menguji rekonsiliasi dilaksanakan secara benar dan tepat waktu.

Auditor juga bisa melakukan ob-servasi bagaimana rekonsiliasi dibuat. Tetapi mungkin pegawai yang melaku-kan rekonsiliasi akan lebih hati-hati ketika diperhatikan cara membuat re-konsiliasi oleh auditor.

Ketika melakukan pengujian pen-gendalian, auditor perlu menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan luasnya pengujian terse-but. Beberapa faktor yang perlu diper-timbangkan dalam menentukan luas-

CARKeyS: Pendekatan Untuk Mencapai Efisiensi

Pemeriksaan Laporan Keuangan

Oleh: Cris Kuntadi, M.M., C.P.A.

LAPORAN UTAMA

Page 34: bpk pemeriksaan

32 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

nya pengujian antara lain:a. Seberapa sering pengendalian di-

lakukan.b. Tingkat keyakinan auditor terha-

dap pengendalian sebagai dasar untuk membatasi pengujian sub-stantif.

c. Tingkat keyakinan atas bukti/do-kumentasi yang dihasilkan oleh pengendalian.

d. Kebutuhan atas keyakinan bah-wa pengendalian berjalan secara efektif.

e. Keberadaan perpaduan pengen-dalian yang mungkin menguran-gi tingkat keyakinan

ANALYTICAL REVIEW (AR)“Effective analytical review is impor-

tant.” Itulah kalimat utama tentang pentingnya prosedur audit ini. Analyti-cal review merupakan suatu alat uji yang manfaatnya tergantung pada keadaan dan kondisi obyek yang diperiksa. An-alytical review merupakan kemampuan dasar yang digunakan bukan hanya dalam konteks auditing tetapi juga dalam hubungannya dengan kegiatan operasional maupun keuangan di sek-tor publik maupun swasta.

Analytical review adalah alat yang dipakai untuk mempelajari dan mem-bandingkan hubungan antara data (keuangan dan non-keuangan) baik dalam proses perencanaan audit, se-bagai teknik review akhir, maupun sebagai tes substantive (alternatif atau tambahan untuk sampling atau tes-tes yang lain). Analytical review juga dis-ebutb sebagai suatu perbandingan ten-tang apa yang telah diperoleh dengan apa yang diharapkan: suatu tes kelay-akan (test of reasonableness). Perband-ingan tersebut dapat dilakukan secara bulanan, tahunan atau apapun dalam mencapai tujuan audit.

FluktuasiJika analytical review menghasil-

kan perbedaan nilai yang signifikan, mungkin ada suatu hasil dari perband-ingan yang tidak dapat ditolerir dan berpengaruh terhadap tujuan audit. Dalam melaksanakan, auditor mung-kin menghadapi hasil atau fluktuasi yang material atas tren. Kecuali dalam

keadaan yang tidak biasa, ada beberapa fluktuasi atas hubungan dimana au-ditor perlu melihat lebih mendalam sebelum memutuskan kesesuaiannya dnegan tujuan audit.

Hal yang paling penting adalah bahwa fluktuasi dapat diterima dan yang tidak normal ditindaklanjuti se-cara mendalam untuk melihat apakan hal tersebut dalat mengganggu tujuan audit karena tidak dapat ditolerir (in-tolerable). Tindak lanjut dapat dilaku-kan dengan:

Diskusi masalah dengan mana-jemen klien. Keterangan dari mana-jemen harus diverifikasi kecuali ket-erangan tersebut beralasan dan auditor harus lebih berhati-hati dengan ket-erangan yang dipaksakan (glib explana-tions).

Kegiatan analytical review leb-ih mendalam atau pengujian alternatif seperti sampling, melihat file, dan lain-lain.

Beberapa Inti Masalah yang Perlu Diingat

1. Ingat tujuanAnalytical review harus disesuaikan

dengan keadaan klien dalam hal:Penting untuk memahami

secara jelas tentang tujuan dimana analytical review digunakan untuk membantu dan apakah perkiraan me-nampilkan kesalahan (overstatementatau understatement).

Hanya melakukan analytical re-view jika hal tersebut dapat membantu dalam mencapai tujuan audit. Analyti-cal review atas gaji, misalnya, biasanya relatif kurang informatif dan meng-habiskan banyak waktu dan mungkin akan lebih baik langsung pada pengu-jian substantif atas file pegawai yang disampel untuk melihat keberadaan-nya (existence), tingkat upah, otorisasi lembur dan lain-lain.

2. Bedakan antara tahap persiapan dan interpretasi.

Hanya melihat perbedaan di dalam daftar tidak berarti apapun. Meng-interpretasikan dan menindaklanjuti hal-hal yang luar biasa merupakan inti dari analytical review, di mana auditor menetapkan keyakinannya atas bukti-bukti.

Jangan mengasumsikan analisa yang kompleks akan lebih baik dari pada yang sederhana. Meskipun audi-tor telah mencurahkan kamampuan-nya dalam persiapan pengujian, jangan lantas mengasumsikan bahwa inter-pretasi yang diberikan telah dapat di-gunakan untuk menarik kesimpulan yang kuat.

3. Gunakan analisa yang dilakukan klien jika memungkinkan

4. Usahakan analytical review yang sederhana

Pertimbangkan kelayakan pengu-jian sebelum melakukannya. Jangan sampai pada keadaan dimana auditor ingin memperoleh data yang banyak karena tidak mudah untuk mendap-atkannya dari klien. Buatlah pengu-jian sederhana. Tidak ada nilai lebih dalam kompleksitas dan hanya pen-gujian yang dapat membantu menca-pai tujuan audit. Tetapi jangan pula terlalu menganggap mudah analytical review karena tujuannya adalah un-tuk memperoleh bukti yang cukup dengan risiko yang kecil sehingga au-ditor memberikan opini wajar tanpa pengecualian padahal ada kesalahan material di dalamnya. Risiko mungkin ditimbulkan ketika auditor mengambil kesimpulan yang salah dari data yang salah atau kekurangan pengetahuan mungkin lebih besar dalam menerap-kan analytical review dibandingkan dalam masalah sampling: pertimban-gan dalam analytical review membu-tuhkan pengalaman yang cukup.

5. Auditor harus mempunyai data yang reliable

Auditor harus dapat menetapkan analytical review sebagai suatu persa-maan dan harus puas dengan reliability hubungan fungsional sebelum auditor dapat mencapaiu tujuan audit.

6. Tidak adanya fluktuasi yang di-harapkan perlu ditelusuri sebagaimana adanya fluktuasi yang tidak diharap-kan.

Ini umumnya berhubungan dengan mendefinisikan di muka, fluktuasi sig-nifikan apa yang perlu dijelaskan dan ditindaklanjuti. Auditor hanya dapat melakukan ini jika mengetahui apa tujuannya dan jenis fluktuasi yang bisa ditolerir.

Page 35: bpk pemeriksaan

33NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

7. Auditor harus memvalidasi ket-erangan dari manajemen

Analytical review tidak dapat dis-elesaikan tanpa validasi dengan pen-jelasan manajemen. Luasnya validasi atas penjelasan manajemen tergantung pada keadaan, kelayakan penjelasan, konsistensinya dengan informasi yang lain dan lain-lain.

8. Jangan hanya berfikir bahwa analytical review merupakan pengujian substantif.

Terpisah dari kegunaannya dalam perencanaan dan review, analytical re-view dapat mengarahkan auditor se-lama pekerjaan lapangan untuk:

Lebih memahami bisnis klienMengembangkan pemaha-

man atas pengendalian lingkungan yang lebih mendalam dan keyakinan atas efektifnya pengendalian tersebut. Dalam hal ini, analytical review hampir mendekati pengujian ketaatan (compli-ance test).

Key items (Key)Menentukan unsur kunci perkiraan

yang diaudit mungkin merupakan pen-dekatan yang paling efektif dan efisien karena cakupan jumlah uang yang be-sar dapat dicapai. Ketika pemilihan da-pat menghasilkan cakupan yang cukup sehingga hanya ada sedikit risiko yang tertinggal dari perkiraan yang mung-kin mengandung kesalahan, pengujian lebih mendalam mungkin tidak diper-lukan lagi.

Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah melakukan prosedur review analitis, menerapkan pendekatan agar audit dapat lebih efektif dan efisien, mengidentifikasikan transaksi dan sal-

do yang secara individual penting, dan mengurangi atau meniadakan pengu-jian lebih mendalam. Karena perkiraan individu dalam neraca saldo atau kelas transaksi yang melebihi tolerable error dipentingkan, maka gunakan tolerable error (TE) sebagai langkah pertama dalam mendefinisikan key items. Au-ditor mungkin juga menyimpulkan bahwa perkiraan tertentu yang lebih kecil dari TE perlu dijadikan key itemsdan diuji karena, sebagai contoh, au-ditor percaya perkiraan tersebut men-gandung kesalahan audit yang pent-ing.

Key items dapat meliputi:a. Transaksi yang membutuhkan

pertimbangan subyektif (seperti penyesuaian penilaian persedi-aan)

b. Transaksi yang besar atau tid-ak biasa dicatat pada saat atau mendekati tutup buku atau tang-gal penilaian interim (seperti penjualan yang besar sebelum atau setelah tutup tahun pada tanggal persediaan fisik).

c. Saldo yang sudah lama seperti piutang yang berumur lama.

d. Transaksi yang memerlukan campur tangan manajemen ting-kat tinggi, seperti transaksi pihak yang berkepentingan.

e. Transaksi yang besar dan tidak umum lainnya.

SAMPLINGPengujian substantif (substantive

test) merupakan alternatif terakhir dalam melakukan pemeriksaan. Pen-gujian substantif dilakukan setelah ketiga prosedur sebelumnya dilakukan.

Pengujian substantif mungkin tidak diperlukan manakala ketiga pengujian sebelumnya telah memberikan keyaki-nan yang memadai untuk memberi-kan keyakinan atas kewajaran laporan keuangan.

Dalam menentukan perlu tidaknya melakukan sampling, auditor dapat menggunakan Statistical Sampling Worksheet. Dalam Statistical Sampling Worksheet, informasi yang diperlukan dibagi dalam beberapa tahap yaitu:

a. Sifat pengujian substantif1) Tolerable error yang telah diten-

tukan sebelumnya2) Total nilai populasi, seperti total

biaya3) Risk assessmentRisk assessment didasarkan pada

keyakinan atas efektivitas pengendal-ian dan risiko kesalahan yang terjadi. Semakin rendah risiko, semakin kecil jumlah sample (berkaitan dengan hasil pengujian atas pengendalian).

b. Kombinasi prosedur1) Total nilai key items yang telah

diaudit2) Total cakupan key items.3) Nilai populasi dikurangi key

items4) Dasar ukuran sample5) Tabel Faktor Risiko Auditc. Menentukan jumlah sampel.Sampel yang diambil merupakan

perkalian antara Dasar Ukuran Sampel dengan Tabel Faktor Risiko Audit. Jika hasil perkalian tersebut lebih rendah dari 10, maka auditor tidak perlu lagi melakukan pengujian substantif kare-na prosedur sebelumnya sudah dapat memberikan keyakinan atas kewajaran laporan keuangan.

Inti pengambilan sample ini adalah dengan mengurangkan populasi yang akan diperiksa dengan key items yang telah diperiksa. Selanjutnya dilihat berapa cakupan populasi yang telah diperiksa. Jika cakupan tersebut belum dapat memberikan keyakinan yang me-madai, maka auditor perlu menambah sample yang diperlukan berdasarkan hasil statistical sampling worksheet.

Page 36: bpk pemeriksaan

34 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

LK WTP

Belum Memuaskan Oleh: Hasan Bakri Sinaga (Perwakilan BPK RI di Kendari)

LAPORAN UTAMA

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2008 yang memuat informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan BPK RI dalam periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2008 telah disampaikan kepada Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, serta para Ketua DPRD Provinsi/Ka-bupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dengan penyerahan IHPS I TA 2008 dan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI kepada lembaga Perwakilan, maka IHPS I TA 2008 dan LHP tersebut dinyatakan terbuka untuk umum sebagaima-na ditentukan Pasal 19 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004.

Dari 468 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2007 yang seharusnya diterima untuk diperiksa oleh BPK RI pada Semester I Tahun 2008, Pemerintah daerah baru menyerahkan 436 LKPD dan sebanyak 275 LKPD telah selesai diperiksa, sedangkan sebanyak 32 LKPD be-lum diterima dan sisanya masih dalam proses penyelesaian pemeriksaan. Dari 275 LKPD yang telah selesai diperiksa dengan opini sebagai berikut:

Tabel 1: Opini LKPD 2007 yang telah selesai diperiksa BPK RI Semester I Tahun 2008No. Opini Jumlah

Entitas

1 Wajar Tanpa Pengecualian 3

2 Wajar Dengan Pengecualian 173

3 Tidak Memberikan

Pendapat

48

4 Tidak Wajar 51

Jumlah 275

Sumber: IHPS I TA 2008

Dari tabel di atas, yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI hanya diperoleh tiga enti-tas yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kota Tangerang dan Pemerintah Kota Banjar. Artinya, ketiga Laporan Keuangan tersebut telah disusun dan disajikan sesuai dengan SAP yang merupakan dasar me-madai untuk menyatakan pendapat.

Apakah Laporan Keuangan tersebut sudah dapat me-menuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan?

Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 01 Penyajian Laporan Keuangan paragraf 13 menyatakan bahwa tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas. Tanggung jawab ini dituangkan dalam bentuk Surat Representasi Manajemen kepada BPK RI.

Tanggung jawab BPK RI adalah pada pernyataan pen-dapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan. Pemeriksaan meliputi atas Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh entitas, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.

Pengguna Laporan KeuanganInformasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertu-

juan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi dari se-mua kelompok pengguna. Dengan demikian, LKPD tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari mas-ing-masing kelompok pengguna. Terdapat beberapa kelom-pok utama pengguna laporan keuangan pemerintah, namun tidak terbatas pada:

a) masyarakat;b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga

pemeriksa;c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses do-

nasi, investasi, dan pinjaman;d) pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

PSAP & Kerangka Konseptual yang Belum Diterap-kan dalam Laporan Keuangan

Dari hasil reviu terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan LKPD 2007 dengan opini WTP tersebut, diketahui bahwa terdapat beberapa PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntan-si Pemerintah yang tidak diterapkan antara lain:

1. PSAP No. 01 Penyajian Laporan Keuangan paragraf 26 menyatakan bahwa: Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Disamping itu, informasi berikut harus dikemukan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemaha-man yang memadai atas informasi yang disajikan:

a) Nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lain-nya;

b) Cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tung-gal atau konsolidasian dari beberapa entitas pelapo-ran;

c) Tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;

Page 37: bpk pemeriksaan

35NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

d) Mata uang pelaporan; dane) Tingkat ketetapan yang digunakan dalam penyajiana

angka-angka pada laporan keuangan.2. PSAP No. 01 Penyajian Laporan Keungan

paragraf 98 dan PSAP No. 04 Catatan Atas Laporan Keuangan paragraf 11 menyatakan bahwa: Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

3. PSAP No. 02 Laporan Realisasi Anggaran Para-graf 18 menyatakan bahwa: Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis belanja dalam Laporan Re-alisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi disa-jikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disa-jikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dan Paragraf 34 menyatakan bahwa Belanja diklasifikasikan menurut klasifi-kasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi.

4. Satu di antara karakteristik kualitatif laporan keuangan yang terdapat dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah adalah laporan keuangan da-pat dibandingkan. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan den-gan laporan keuanga periode sebelumnya atau laporan keuan-gan entitas pelaporan lainya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan ekternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Perbandingan secara eksternal dapat di-lakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebi-jakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik dari kebija-kan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.

Untuk lebih jelasnya disajikan sebagai berikut:

Tabel 2 Ringkasan PSAP dan Kerangka Konseptual yang Tidak Diterapkapkan

No. Entitas a*) b*) c*) d*)

1 Provinsi

Gorontalo

- -

2 Kota Tangerang - -

3 Kota Banjar -

*) Keterangan :a) Informasi mata uang pelaporan tidak dikemukakan

secara jelas pada halaman muka (on the face) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) & Laporan Arus Kas.

b) Halaman muka LRA, Neraca, dan Laporan Arus Kas tidak mempunyai referensi silang dengan infor-masi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

c) Belanja tidak diklasifikasikan menurut klasifikasi or-ganisasi dan fungsi dalam CaLK.

d) Halaman muka (on the face) LRA dan Laporan Arus Kas tidak diperbandingkan dengan tahun sebelum-nya.

KesimpulanTidak diterapkannya beberapa PSAP dan kerangka kon-

septual tersebut di atas dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan maka:

1) Pengguna laporan keuangan tidak memperoleh pema-haman yang memadai atas informasi mata uang pelaporan yang digunakan. (tidak diterapkan PSAP No. 01 paragraf 26 huruf d)

2) Pengguna laporan keuangan kesulitan mencari infor-masi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan halaman muka (on the face) laporan keuangan, karena tidak adanya referensi silang. (tidak diterapkan PSAP No. 01 para-graf 98 & PSAP No. 4 paragraf 11)

3) Laporan keuangan belum menyajikan secara wajar atas informasi tambahan yang diperlukan oleh pengguna laporan. Klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan un-tuk analisis historis dan formulasi kebijakan. Klasifikasi menurut organisasi untuk kepentingan akuntabilitas. (tidakditerapkan PSAP No. 02 paragraf 18 & paragraf 34)

4) Pengungkapan atas laporan keuangan tidak berdasar-kan Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah yaitu pengungkapan penuh (full disclousure). (tidak diterap-kan PSAP No. 02 paragraf 18 & paragraf 34)

5) Laporan keuangan tidak dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (tidak diterapkan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan point c)

Pemeriksa seharusnya mengajukan usulan koreksi atas penyajian dan pengungkapan laporan keuangan kepada en-titas yang diperiksa apabila ditemukan ketidaksesuaian den-gan SAP. Jika entitas tidak bersedia menerima usulan koreksi yang diajukan oleh pemeriksa, maka akan menjadi pertim-bangan dalam memberikan pendapat. Hal ini tidak sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Pernyataan Standar Pemeriksa No. 01 Standar Umum yang ketiga adalah “Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta peny-usunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib meng-gunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan sek-sama”.

Daftar Pustaka Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah, Jakarta, 2005.Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Peraturan BPK RI No. 01

Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Jakarta, 2007.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2008, Jakarta, 2008.

Komite Standar Akuntansi Pemerintah, Buletin Teknis Nomor 04 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah, Jakarta, 2006.

Page 38: bpk pemeriksaan

36 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

-

kian dikatakan oleh Wakil ketua BPK RI, Abdullah Zainie da-

Quality

di Auditorium Gedung Umar Wira-

hadikusumah BPK RI, Rabu (3/12).

da-

Quality

Selasa (25/11), Abdullah Zainie

juga mengatakan bahwa kualitas penjaminan mutu audit seha-

-

audit, cara kerja, produk dan servis untuk memenuhi mandat

-

Quality Assurance tree

Pertemuan ini merupakan pertemuan tahap ke-5 dari tu-

merupakan pertemuan lanjutan dari rangkaian pertemuan IDI-

-

tan bersama oleh sepuluh anggota SAI tentang Peningkatan

Kualitas Penjaminan Mutu Audit Keuangan., pada Desember

2007 di Phnom penh, Cambodia.

-

(IDI), salah satu organisasi di Bawah organisasi BPK se-dunia

Quality

Assurance System Handbook di Lingkungan BPK se-Asia.

Pertemuan ini dihadiri oleh Mrs. Else Karin Kristensen

(Program Manager IDI),

of the ASOSAI Training Administrator, BPK Jepang),

O’Brien

-

tan, Cambodia, China, Indonesia, Laos PDR, Mongolia, Nepal,

Philippines, dan Vietnam.

-

gatakan bahwa kegiatan ini menjadi kesempatan untuk bertu-

kar pengalaman antar sembilan anggota SAI dalam mengim-

dan kondisi keuangan global saat ini. Selain itu UU Keuangan

Negara Tahun 2004 dan UU BPK RI Tahun 2006 memperkuat

wewenang sekaligus tanggung jawab BPK dalam mendorong

transparansi dan akuntabilitas. Selain itu dengan menerapkan

sistem penjaminan mutu audit secara konsisten dan berke-

lanjutan diharapkan menjadi salah satu cara untuk menjamin

mempersiapkan diri menghadapi peer review pada Januari

2009 oleh BPK Belanda.

-

tel. Tim Quality Assurance

mengenai hasil pilot review dari masing-masing SAI sekaligus

Quality Assurance Handbook.

Selain membahas tentang Penjaminan Mutu Audit Keuan-

dengan melakukan perjalanan di beberapa tempat wisata di

Jakarta dan Bandung. Di Jakarta mereka mengunjungi museum

Fatahillah dan Ancol, sedangkan di Bandung peserta diajak un-

tuk mengunjungi Gedung Sate, Museum Konfrensi Asia Afrika,

dan saung Angklung Mang Udjo. Di Saung Anglung Mang Udjo

mereka diajak untuk memainkan salah satu alat musik asli Jawa

Barat, angklung.

Agatha Arvi F

BPK se-Asia Tingkatkan Kualitas

Penjaminan Mutu Audit Keuangan

AGENDA

Page 39: bpk pemeriksaan

37NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

AGENDA

korupsi dan pencucian uang (money laundering

bekerja sama dengan POLRI menandatangani suatu kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama ini bertujuan agar segera dapat

diberlakukan proses penegakan hukum oleh POLRI terhadap hasil pemeriksaan BPK RI sesuai peraturan perundang-undangan

dan Kapolri -

pada tanggal 21 Oktober 2008 di Auditorium BPK RI Gedung Umar Wirahadikusumah Jl Gatot Subroto 31

Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri oleh Wakil Ketua BPK RI, para Anggota BPK RI, Pejabat Eselon I dan Eselon II terkait, para Kepala

Perwakilan, Wakapolri, Pejabat Mabes POLRI, serta para Kapolda.

-

-

manajemen dan pertanggungjawaban keuangan negara selama ini.

(money laundering

BPK RI menjadi anggota -

. Sedangkan di dalam negeri, BPK RI telah mengadakan kesepakatan ber-

oleh Ketua BPK RI dan Kapolri serta dihadiri oleh beberapa media massa baik cetak maupun elektronik.

luas dan dunia internasional tentang keseriusan lembaga-lembaga negara di Indonesia dalam memberantas korupsi. Sejak 2004

tersebut berjumlah 17 temuan dengan nilai Rp19,37 triliun.

Kesepakatan ini merupakan babak baru dalam kerja sama antara BPK dengan POLRI. Kesepakatan ini mengatur bahwa hasil

Pertama

-

dapat dilakukan oleh Kepala Perwakilan BPK RI kepada Kepala Kepolisian Daerah.

Kedua

-

Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara BPK RI dengan POLRI

Page 40: bpk pemeriksaan

38 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

0

Foto bersama setelah penandatangan MoU antara BPK RI dan BPK

Polandia pada 28 Oktober 2008

Foto bersama setelah penyerahan gambar karikatur dari ketua BPK

RI kepada keluarga Soerasno di Yogyakarta 19 Desember 2008.

Dialog publik “ Mendukung Terciptanya Transparasi dan Akuntabili-

tas Pengelolahan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara/Daerah di

Semarang 18 Desember 2008.

Pemukulan gong oleh Ketua BPK RI dengan didampingi oleh Sekjen BPK RI pada acara pembukaan Rapat Kerja BPK 22 Desember 2008

POTRET BPK

Warga Kristiani BPK berfoto bersama Ketua BPK RI dan Ibu pada

acara peringatan Natal bersama 20 Desember 2008.

Peresmian pembukaan kantor perwakilan BPK RI provinsi Jawa Te-

ngah, Semarang 18 Desember 2008.

Page 41: bpk pemeriksaan

39NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Rapat Kerja Pelaksana BPK RI yang berlangsung pada 22 dan 23

Desember 2008.

Penandatanganan kesepakatan bersama SIMAK BPK RI yang disak-

sikan oleh Kaditama revbang di auditorium BPK.

Ketua BPK RI, Prof. Dr. Anwar Nasution memberikan sambutan pada

acara MoU BPK RI dengan BPK Norwegia 4 November 2008.

Paduan Suara Dharmawanita Persatuan BPK RI berfoto pada acara

Rapat Kerja Pelaksana BPK RI, 23 Desember 2008.

Penandatanganan MoU antara Ketua BPK RI dan BPK Norwegia di

Oslo, 4 November 2008.

Sekretaris Jenderal BPK RI Dharma Bhakti menadatangani berita

acara serah terima jabatan pada acara pelantikan di auditorium

BPK.

Page 42: bpk pemeriksaan

40 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Pertemuan Pejabat di Lingkungan Lembaga Negara

dan Bank Indonesia

AGENDA

Menteri Setneg Bidang Hubungan Lembaga,

tugas dan fungsi masing-masing lembaga.

-

Pola Gd. Arsip BPK RI Pusat Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 31 Jakarta Pusat. Pertemuan ini dihadiri oleh Abdullah Zainie (Wakil

Ketua BPK RI), (Anggota III BPK RI), (Sekretaris Jenderal BPK RI ), dan (Tortama

III BPK RI).

Peran BPK RI Menuju Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara dalam Sistem Keta-

tanegaraan Negara Kesatuan

Forum Sekjen di Lingkungan Lembaga Negara, Sumarwoto.

Dalam pemaparan, dijelaskan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

rencana aksi ( ) perbaikan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara. Rencana aksi tersebut minimal melipu-

quality assurance -

-

pada lembaga perwakilan. Langkah-langkah BPK dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertang-

gungjawaban keuangan negara telah disusun dalam Rencana Strategis (Renstra) BPK Tahun 2005 - 2010. Langkah-langkah terse-

(3) membantu Pemerintah mengimplementasikan paket UU di bidang keuangan negara, dan (4) membantu Pemerintah untuk

-

-

problem solving.

BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Riau kembali mengge-

lar pemaparan kasus (expose) dengan Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan

Negeri Bengkalis pada hari Rabu, 17 Desember 2008 bertempat di Ruang

Tindak Pidana Korupsi Pelaksanaan Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Rak-

oleh Kejaksaan Tinggi Riau serta Kegiatan Pembebasan Tanah Pelabuhan

Bandar Sri Laksamana Bengkalis Tahun Anggaran 2007 oleh Kejaksaan Neg-

eri Bengkalis.

Expose dibuka langsung oleh Kepala Kantor Perwakilan, Dr. H. Eko Sem-

bodo. Kepala Kantor Perwakilan berharap para pemeriksa dapat menggali

expose

Negeri Bengkalis juga dihadiri oleh Personil dari Sub Bagian Hukum dan Humas serta delapan orang pemeriksa pada BPK RI Kan-

pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.

Page 43: bpk pemeriksaan

41NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

BPK RI Raih Penghargaan

Pengembangan GIS dan Remote

Sensing untuk Audit

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

(BPK RI) meraih penghargaan dari Masyarakat Penginderaan

Jauh Indonesia (MAPIN) kategori instansi pemerintah/lembaga

dengan pengembangan Geographic Information System (GIS)

dan Remote Sensing (Penginderaan Jauh/RS). Penghargaan

ini diberikan oleh Ketua MAPIN, Ketut Wikantika, kepada

Sekretaris Jenderal BPK RI, Dharma Bhakti, di Aula Timur,

Kampus ITB, Bandung, pada 10 Desember 2008. Acara ini

menjadi bagian dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan XVII (PIT XVII)

dengan tema “Kebijakan dan Trend Teknologi Penginderaan

Jauh dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan”.

Menurut Ketut, penghargaan ini diberikan kepada lembaga-

lembaga yang mendorong pemasyarakatan penggunaan dan

pengembangan teknologi penginderaan

jauh dalam pelaksanaan tugasnya.

Selain kategori instansi pemerintah/

lembaga, penghargaan ini juga

diberikan untuk dua kategori lain, yaitu:

instansi pendidikan kepada Universitas

Diponegoro dan perusahaan swasta

kepada Barista Geoinformatik. BPK RI

dinilai telah berhasil memperkenalkan

dan mengembangkan penggunaan GIS

dan RS dalam pemeriksaannya. Hal ini

dimulai dengan keterlibatan BPK RI dalam

program pilot study on the use of GIS for

audit of disaster-related aid dalam rangka

International Organization of Supreme

Audit Institutions (INTOSAI) Task Force on

The Accountability and Audit of Disaster

Related Aid (AADRA) dan pemanfaatan/

pengembangan di bidang pemeriksaan

kehutanan. Saat ini teknologi tersebut

digunakan untuk pemeriksaan di bidang

kehutanan dan diharapkan ke depannya

dapat digunakan di bidang lain, seperti

pertambangan, dan sebagainya.

“Manfaat penginderaan jauh

cukup tinggi untuk membantu para

auditor BPK RI dalam melakukan tugas

pemeriksaan,” tegas Sekjen BPK RI

dalam sambutannya usai menerima

penghargaan. GIS adalah salah satu

teknologi yang dapat digunakan oleh

auditor untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. GIS

ini menggunakan aplikasi komputer dan peta citra satelit

sebagai data yang akan diolah. Penggunaan teknologi GIS

dapat memperkaya metodologi dan teknik pemeriksaan dalam

beberapa hal, antara lain: (1) Penentuan Sampel Pemeriksaan.

Penggunaan teknologi GIS dapat memperluas cakupan areal

yang akan diuji dengan menggunakan peta citra satelit. (2)

Alat Mengolah Data/Bukti Pemeriksaan. Teknologi GIS dan RS

dapat dimanfaatkan untuk membantu auditor dalam mengolah

data terkait dengan penggundulan hutan, penebangan di luar

areal yang diijinkan, tumpang tindih lahan (perkebunan dan

hutan), dan lain-lain.

Bestantia

AGENDA

Page 44: bpk pemeriksaan

42 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Pemeriksaan Laporan Keuangan oleh BPK:

Sebuah Wewenang dan Tanggung Jawab demi tercapainya Transparansi

dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Keuangan Negara

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

merupakan lembaga negara Indonesia yang memiliki

wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung

jawab keuangan Negara. Pasal 23 ayat (5) UUD

Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa

tanggung jawab tentang Keuangan Negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang

peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang.

Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat.

BPK sejak awal dibentuknya berdasarkan

UUD 1945, mengalami beberapa perubahan seiring

dengan berubahnya konstitusi dan UUD Pemerintahan

Negara Indonesia. BPK pertama kali berkedudukan

di kota Magelang dan hanya mempunyai 9 orang

pegawai Pada saat itu, BPK menggunakan peraturan

perundang-undangan yang dulu berlaku bagi

pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan

Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW

dan IAR.

Dengan dibentuknya Negara Kesatuan

Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan

Piagam Konstitusi RIS maka dibentuk Dewan

Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang

merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS.

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka

Dewan Pengawas Keuangan RIS digabung dengan

Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS

1950. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden RI

maka Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD

1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan

berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945. Meskipun

Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi

Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan

konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI

(UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan

Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945,

namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih

tetap menggunakan ICW dan IAR.

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu

Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta,

telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk

menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan,

sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif.

Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12

Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.

7 Tahun 1963 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Gaya Baru. Untuk mengganti PERPU tersebut,

dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara

lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin

Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan

penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan

Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK

RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri

Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS

dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan

BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula

sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang

mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya

baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No.

5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan

Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan

konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan

Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK

RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang

Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya

TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain

menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa

Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa

Oleh: Romi Suryana, SE Seksi Jawa Barat II.B Perwakilan BPK RI di Bandung

LAPORAN UTAMA

Page 45: bpk pemeriksaan

43NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

eksternal keuangan negara dan peranannya perlu

lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen

dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI,

ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun

1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen

BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat

5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945

dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab

VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan

tujuh ayat. Untuk menunjang tugasnya, BPK RI

didukung dengan seperangkat Undang-Undang di

bidang Keuangan Negara, yaitu; UU No.17 Tahun

2003 Tentang keuangan Negara UU No.1 Tahun

2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU No. 15

Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa

semenjak BPK berdiri 60 tahun yang lalu BPK

telah melakukan tugas mulia berupa pemeriksaan

atas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

Negara. Pemeriksaan yang dilakukan BPK meliputi

pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan

Pemeriksaan Khusus dengan Tujuan Tertentu diluar

pemeriksaan keuangan dan kinerja. Tetapi apa lacur,

hingga 60 tahun BPK berdiri, hampir 400 Pemda

belum bisa tuntas membuat laporan keuangan

bahkan boleh dikatakan laporan keuangan

tersebut tidak layak audit. Ketidaksiapan

dalam pembuatan laporan keuangan yang

sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan

memang diakui oleh Menteri Keuangan.

Penyebabnya, belum ada perhatian penuh

seluruh lembaga pemerintah yang besar

terhadap laporan keuangan pemerintah tersebut.

Instansi pemerintah sampai saat ini masih

mengutamakan pelayanan publik, sementara

persoalan laporan keuangan menjadi urusan

belakangan. Laporan keuangan pemerintah

secara umum masih di bawah standar akuntasi

keuangan karena masih dipengaruhi kebiasaan

pengelolaan uang negara yang tidak disertai

dengan pelaporan dan hal ini terkait dengan

budaya dan kebiasaan di birokrasi yang sudah

berlangsung sejak puluhan tahun. Kondisi

inilah yang berpengaruh terhadap pemberian

opini oleh BPK terhadap Laporan Keuangan

Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah.

Pemeriksaan Keuangan diartikan sebagai istilah

yang menggambarkan sifat Financial Audit

yaitu yang mencakup sasaran menyeluruh

meliputi aktvia, hutang, dan modal. Untuk

menghindari kerancuan maka istilah audit

keuangan lebih baik jika digantikan dengan

audit atas laporan keuangan. Audit atas

Laporan Keuangan (Financial Audit) adalah

audit yang dilakukan untuk memberikan

pernyataan pendapat akuntan/auditor yang

independent mengenai kewajaran penyajian

Page 46: bpk pemeriksaan

44 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

laporan keuangan auditan atas penggunaan dana

APBN/D (rutin/proyek) ataupun suatu entitas

organisasi perusahaan. Sedangkan Audit kinerja

secara substansial tidak berbeda dengan Audit

Operasional yang didalamnya mencakup pengertian

Audit Manajemen dan Audit atas Program (sifatnya

lebih kecil dan khusus lingkupnya), dalam hal

ini sama-sama mengandung unsur evaluasi atas

efektivitas. Audit kinerja dapat didefinisikan sebagai

penilaian terhadap operasi suatu organisasi apakah

dapat berjalan dengan efisien ekonomis, dan efektif.

BPK sampai dengan Tahun 2007 belum dapat

melakukan Pemeriksaan atas seluruh Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah jika berdasarkan

kuantitas Pemerintah Daerah akan berjumlah 473

Laporan yang terdiri dari 33 Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi, 349 LKPD

Kabupaten dan 91 LKPD Kota. Salah satu faktor

penyebabnya adalah ketidaksiapan Pemerintah

Daerah dalam menyusun Laporan Keuangan sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan seperti yang

disebutkan pada bagian sebelumnya. Bagaimana

mungkin akan dilakukan pemeriksaan, jika Laporan

Keuangan saja belum dibuat, padahal auditor BPK

telah siap melakukan pemeriksaan keuangan. Hal ini

mencerminkan betapa jauhnya ketertinggalan kita

dengan Negara lain yang telah sampai pada tahap

pemeriksaan kinerja.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

dilakukan oleh BPK Pusat pada tahun 2007 terhadap

87 laporan keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL).

Sedangkan di daerah BPK melakukan pemeriksaan

keuangan atas 275 Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD). Dari pemeriksaan tersebut, BPK

menyimpulkan kondisi laporan keuangan di pusat

dan daerah mengalami penurunan kualitas dari

tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan belum ada

kemajuan berarti dalam peningkatan transparansi

serta akuntabilitas keuangan negara. Sebagian besar

permasalahan terkait dengan kelemahan sistem

pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan. Bukan hal yang

aneh jika temuan yang berulang dari tahun ke tahun

tersebut mencerminkan kelambanan pemerintah

memperbaiki administrasi keuangan

Negara. BPK memberikan opini penilaian baik

(Dalam kategori WTP atau Wajar Tanpa

Pengecualian) kepada hanya 16 K/L atau sekitar

19% dari 87 K/L yang diperiksa. Sedangkan 16 K/

L yang laporannya dinilai baik itu hanya menguasai

anggaran 12% dari APBN. Kementerian/lembaga

Negara yang laporan keuangannya mendapat WTP

antara lain Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang

dua tahun berturut-turut mendapat penilaian opini

WTP, Lembaga Administrasi Negara (LAN),

Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi dan berapa

kementerian dan lembaga negara lainnya. Pada

pemerintah daerah, hasil pemeriksaan dengan opini

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada LKPD 2004

ada 17 laporan, hal ini berbeda jauh pada LKPD

2007 yang hanya menjadi 3 laporan saja. Opini

hasil pemeriksaan LKPD pada 2004 dengan opini

Disclaimer hanya 7 laporan, meningkat tajam pada

2007 menjadi 50 laporan atau kurang lebih meningkat

lima kali lipat.

Dari hasil pemeriksaan laporan keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

hampir tidak ada kaitan dan keterpaduan antara

APBN pemerintah pusat dan APBD provinsi dan

kabupaten/kota. Sebagian dari masalah daerah

tersebut terjadi karena seringnya pemerintah pusat

menerbitkan peraturan yang saling bertentangan,

sering berubah dan diinterpretasikan berbeda-beda

antara satu pemerintah daerah dengan pemerintah

daerah yang lain.

BPK memberikan opini disclaimer (tidak

menyatakan pendapat) pada hasil pemeriksaan BPK

atas laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2007.

Dengan demikian selama empat tahun berturut-

turut BPK memberikan opini “Tidak Menyatakan

Pendapat” atas LKPP pemerintah pusat. Alasan BPK

memberi opini disclaimer pada LKPP Tahun 2004-

2007, adalah :

1. Terbatasnya akses BPK atas informasi tentang

penerimaan dan piutang pajak dan biaya perkara

yang dipungut oleh Mahkamah Agung;

2. Kelemahan sistem akuntansi dan pelaporan

keuangan negara, serta belum tertibnya penempatan

uang negara dan belum adanya single treasury

account pemerintah;

3. Tidak adanya inventarisasi aset serta utang maupun

piutang Negara;

4. Belum handal dan terintegrasinya sistem teknologi

Page 47: bpk pemeriksaan

45NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

informasi Negara.

Kualifikasi atas opini Disclaimer tersebut

menunjukkan kelemahan sistem pengendalian internal

pemerintah dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan

paraturan perundang-undangan. Sebagaimana

kita ketahui Pengendalian Intern oleh Pemerintah

dilaksanakan berdasarkan PP 60 Tahun 2008.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP)

adalah suatu sistem yang dapat memberi keyakinan

memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada

suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya

secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan

keuangan negara secara andal, mengamankan aset

negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan

perundang undangan.

Sistem ini dalam penerapannya harus

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta

mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat

dari tugas dan fungsi InstansiPemerintah. Sehingga

seiring dengan pemberian Opini Disclaimer oleh

BPK yang disebabkan lemahnya Pengendalian Intern

maka akan membuka peluang yang sangat besar

bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan

anggaran (APBN/APBD).

Pemberian opini Disclaimer atas LKPP selama

reformasi, sangat kontradiktif dengan pengharapan

masyarakat untuk pencapaian kehidupan yang lebih

baik dalam pengelolaan dana publik yang terpercaya

dan transparan yang menunjang tata kelola

pemerintahan yang bersih.

Sepuluh tahun reformasi, upaya pemerintah

untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

keuangan negara masih sangat lamban. Untuk

mempercepat perbaikan opini dalam pemeriksaan

LKPP dan LKPD, Badan Pemeriksa Keuangan

mengambil 3 inisiatif tindakan kebijakan,yaitu:

1. Mewajibkan seluruh entitas pemerintah membuat

management representative letter (MLR). Surat

ini berisi pernyataan kebenaran isi laporan

keuangan yang diserahkan kepada BPK;

2. Mewajibkan semua entitas pemerintah membuat

rencana kerja terperinci dan terjadwal;

3. Menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah membentuk panitia

akuntabilitas publik yang bertugas

mendorong tindak lanjut rekomendasi serta saran

hasil pemeriksaan BPK.

Sebagai penutup, Pemeriksaan Laporan

Keuangan yang dilakukan oleh BPK sebagai satu-

satunya Lembaga Eksternal Pemerintah merupakan

“gerbang” tercapainya Transparansi dan Akuntabilitas

Penyelenggaraan Keuangan Negara. BPK adalah

satu-satunya lembaga pemerintah yang berhak untuk

melakukan pemeriksaan atas Pengelolaan Keuangan

Negara. Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan

Laporan Keuangan Pemerintah inilah yang dijadikan

dasar penentuan akan dilaksanakannya tahapan

pemeriksaan selanjutnya, berupa pemeriksaan kinerja

ataupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu, ataupun

digunakan oleh badan/lembaga yang berwenang untuk

dilakukan penyidikan jika berkaitan dengan tindak

pidana korupsi. Dengan demikian, transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan Keuangan Negara ini

merupakan misi bersama, antara Pemerintah sebagai

pengelola keuangan Negara dan BPK sebagai

pemeriksa yang berwenang atas pengelola keuangan

Negara. Pemerintah harus bertanggungjawab atas

pengelolaan keuangan Negara secara formal dan

material, demikian juga BPK harus menjunjung tinggi

asas professional dan mandiri dalam melakukan

pemeriksaan. Jika hal tersebut dilakukan dengan

komitmen yang dijunjung tinggi, maka Transparansi

dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara

bukanlah wacana lagi, tetapi menjadi bukti

tercapainya amanat Reformasi di Republik Indonesia

tercinta ini.

Referensi penulis :

Keuangan

Konferensi Sektor Publik "

di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (23/7)

“Dialog publik dengan pejabat pemerintahan Jawa Barat Banten

Rapat Paripurna DPRD

Jawa Barat, Kamis (21/8).

Page 48: bpk pemeriksaan

46 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Suka Duka Audit LKPDOleh: Muhammad Hammam, Staf Seksi Sulteng IA

Baru-baru ini penulis membuka dan membaca surat elektronik dari Kasubag Publikasi tentang permintaan tulisan untuk dimuat pada Ma-

karena surat elektronik tersebut dikirimkan kepada everyone

surat elektronik tersebut.Tertarik dengan ajakan tersebut, penulis berniat untuk

bau kencurkemarin sore

mencoba melihat sisi lain dari pemeriksaan laporan keuangan -

lis sajikan.

Capek

Capek secara pikiran penulis rasakan karena untuk dapat

-si Tengah, membutuhkan pemahaman ekstra. Hal ini terjadi

-

tentu saja membuat pemeriksa membutuhkan pemikiran ek-

Capek secara pikiran juga terjadi karena perkembangan

akuntansi berubah dengan cepat. Belum sempat Pemda ber-

belum sempat peraturan tersebut dijalankan, peraturan baru sudah terbit.

karena memang begitulah pekerjaan seorang pemeriksa.

melelahkan daripada saat berada di lapangan. Tenggat wak-

laporan keuangan disampaikan) menjadi tekanan tersendiri

drop adalah saat dima-

benar-benar bekerja.-

-

dari Jakarta menuju Jepara.-

-

terbatas. Selain itu, perkembangan organisasi pada pemer-

-

-

waktu maupun personel untuk pemeriksaan LKPD Kabupat-en/Kota menjadi momok tersendiri bagi penulis pribadi. Pen-gurangan personel dan waktu pemeriksaan dari 30 hari dan

-

mengerikan. Menggelikan karena dengan standar lama saja

bila standar baru tersebut benar-benar dilaksanakan, peker-

pemikat tersendiri.Capek terakhir, capek mental. Capek mental terjadi saat

rasa kangen kepada keluarga mulai muncul. 30 hari pergi cukup -

biasa dirasakan, orang tua di Jepara dan penulis di Palu, se-makin terasa saat harus 30 hari jauh juga dari teman-teman

menjadi rasa kangen ini.Terakhir dari curhat penulis ini, penghasilan tambahan

benar-benar dirasakan saat memeriksa. Sistem at cost-

-tor (sebagai penunjang ataupun pendukung) daripada harus

seberapa.bau

kencur -bijakan diambil.

LAPORAN UTAMA

Page 49: bpk pemeriksaan

47NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Ketua BPK RI, Anwar Nasution, menjadi pembicara dalam Dialog Publik bertajuk Mendorong Terciptanya Transparansi dan

Akuntabilitas Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara/Daerah tanggal 26 Agustus di Kantor Gubernur Sumatera Barat (Sumbar). Acara ini dihadiri oleh para pejabat eksekutif dan legislatif pemda-pemda se-Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi. Setelah kegiatan selesai, Ketua BPK menginstruksikan Kepala Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar agar menindaklanjutinya dengan melakukan upaya intensif untuk mendorong Pemerintah Daerah di Provinsi Sumbar segera menciptakan action plan menuju transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Selanjutnya, para pejabat dari BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar dan para pejabat dari Pemerintah Provinsi Sumbar melaksanakan serangkaian pertemuan, yang diakhiri dengan pertemuan antara Kepala Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar dan Gubernur Sumbar beserta beberapa pejabat dari kedua pihak pada tanggal 25 September 2008, untuk membicarakan upaya-upaya maksimal yang dapat dilakukan oleh kedua pihak dalam koridor fungsinya masing-masing. Hal ini dalam rangka mendorong Pemerintah Provinsi Sumbar melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah secara transparan dan akuntabel.

BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar berpandangan, dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, hal prioritas yang perlu dicapai saat ini adalah Pemerintah Provinsi Sumbar mampu menyusun laporan keuangan pemerintah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga akan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Pemikiran prioritas ini disambut oleh Pemerintah Provinsi Sumbar, sehingga pada tanggal 3 November 2008 Kepala Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar memberikan pemaparan di hadapan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Ketua DRPD dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, para Kepala SKPD di lingkungan Provinsi Sumbar tentang: (1) Kondisi ideal, dengan opini WTP, (2) Kondisi yang terjadi di Provinsi Sumbar, yang mengakibatkan opini WDP, (3) Hal-hal yang perlu dibenahi oleh Provinsi Sumbar untuk mendapatkan opini WTP, dan (4) Imbauan kepada Provinsi Sumbar membuat Action Plan dalam rangka pembenahan untuk mendapatkan opini WTP.

Pada saat itu juga diadakan forum tanya-jawab tentang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah. Acara

pemaparan ditutup dengan penyerahan Dokumen Action Plan Provinsi Sumbar oleh Gubernur Sumbar kepada Kepala Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar. Dokumen Action Plantersebut berisi Rencana Aksi menuju Laporan Keuangan dengan Opini WTP, yang mana rencana aksinya dibagi kedalam tiga kelompok yaitu:

1) Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK, 2) Penyempurnaan Kelemahan Kebijakan, Prosedur, Sistem

dan Mekanisme yang menjadi penyebab Temuan Audit, dan

3) Upaya pemenuhan ketentuan peraturan pengelolaan dam pertanggungjawaban keuangan daerah.

Langkah selanjutnya yang sekarang sedang dilaksanakan oleh BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar adalah memberikan masukan untuk penyempurnaan Action PlanProvinsi Sumbar, sehingga kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan Pemerintah Provinsi Sumbar diharapkan berjalan secara efisien dan efektif menuju ke arah yang dikehendaki.

Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, menyerahkan Dokumen Action Plan Provinsi Sumbar kepada Kepala Perwakilan BPK RI di Padang, Maulana Ginting.

Oleh: BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Sumbar

LAPORAN UTAMA

Page 50: bpk pemeriksaan

48 NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

Di Indonesia, istilah money laundering diterjemahkan dengan “pencucian

uang” dimana money laundering telah dikategorikan sebagai kejahatan,

baik yang dilakukan perseorangan maupun korporasi.

Istilah Anti-money laundering (AML) dalam en.wikipedia.org : “is a

term mainly used in the �nancial and legal industries to describe the legal

controls that require �nancial institutions and other regulated entities to

prevent or report money laundering activities”.

Dapat dipahami, money laundering merupakan suatu praktik menyamarkan

atau menyembunyikan asal usul pendapatan atau kekayaan, sehingga

dapat digunakan tanpa diketahui bahwa pendapatan atau kekayaan

tersebut pada mulanya berasal dari praktik illegal. Landasan hukum

yang digunakan

dalam upaya pemberantasan money laundering dengan cukup jelas

diatur dalam UU No. 25/2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Buku ini memetakan secara global mengenai praktik money laundering di semua belahan negara (dari benua

Amerika hingga Asia) melalui para politisi atau pengambil kebijakan negaranya masing-masing, baik konsep

hukum dan upaya pemberantasannya. Sebagai ilustrasi singkat, America dalam upaya memerangi praktik

money laundering membuat suatu aturan yang mengikat semua elemen-elemen yang ada, sehingga

upaya money laundering bisa segera diketahui. Elemen-elemen atau badan usaha yang menjadi perhatian

Pemerintah America, diantaranya Private Banker, Thrift Institution, Broker or Dealer in Securities or Commodities,

Insurance Company, Travel Agency, Commercial Bank or Trust Company, and etc. Badan Pemerintahan yang

mengatur upaya pemberantasan money laundering ditangani oleh OFAC (O�ce of Foreign Assets Control).

Job description OFAC, diantaranya: mendata SDN (Specially Designated National and Blocked Persons), SDT

(Specially Designated Terrorists), dan SDNT (Specially Designated Narcotics Tra�ckers), memeriksa transaksi

keuangan antara personal/korporasi dengan Bank, melakukan peng-update-an data terbaru dari personal/

korporasi yang ada, dsb.

OFAC ini bekerja sama juga dengan badan-badan yang telah ditunjuk yaitu SEC Headquarters, Board

of Governors of the Federal, Federal Reserve Bank of New York.

Praktik money laundering mulai dirasakan mencuat kembali dekade 2001 akhir pasca peristiwa World

Trade Center (WTC) di New York.

Kelebihan buku ini adalah kita bisa mengetahui upaya atau konsep penanganan praktik money laundering

dari semua negara, sembari kita bisa membuat perbandingan dengan landasan hukum atau Undang Undang

yang telah kita miliki. Bila di America memiliki OFAC, di Indonesia memiliki PPATK

(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) yang berwenang menangani pelaporan kasus money

laundering dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai transaksi yang mencurigakan dari lembaga-

lembaga keuangan seperti bank, pasar modal, dan asuransi untuk mencari aliran dana yang pada akhirnya

akan menuju pada aktor intelektual pemilik dana money laundering.

ANTI-MONEY LAUNDERING:

International Law and Practice

Penulis: Wouter H. Muller dkk

Penerbit: John Wiley & Sons, England,

2007,

xx + 813 hlm

/de

sign

: trie//p

icture

: ww

wf.o

r.id/

Page 51: bpk pemeriksaan

49NO 115/ November - Desember 2008 /Tahun XXVIII

/de

sign

: trie//p

icture

: ww

wf.o

r.id/