Upload
others
View
33
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Perencanaan Embung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, sejak tahun 1900 sampai sekarang telah dibangun lebih
dari dua ribu embung dan lebih dari 90% di antaranya berupa embung tipe
urugan. Embung umumnya berfungsi untuk irigasi desa, air baku sekitarnya,
pertanian, perikanan, dan rekreasi. Hal tersebut merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari bagian infra struktur dengan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Namun, dalam dekade terakhir kerusakan embung cenderung meningkat
karena telah berumur lebih dari 50 tahun. Keadaan ini terjadi karena adanya
perkembangan di bagian hilir dan bertambahnya risiko terhadap proses umur
bembung dan kapasitas pelimpah. Mengingat pentingnya fungsi embung, yang
mempunyai kapasitas volume tampungan air yang lumayan, dengan
mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan faktor keamanan
terhadap kestabilan embung dan ekonomis, sosial-ekonomi dan lingkungan.
Pertimbangan tersebut meliputi pertimbangan umum dan teknis, serta pemilihan
jenis atau tipe embung, termasuk data dan informasi yang menunjang tentang
kondisi tanah fondasi dan bahan urugan baik jenis, jumlah dan karakteristiknya.
Nomen klatur embung dapat disamakan dengan bendungan, Secara
umum yang dimaksud bendungan adalah bangunan berupa urugan tanah,
urugan batu termasuk komposit, beton, dan atau pasangan batu yang dibuat
untuk menahan air, limbah atau bahan cair lainnya sehingga terbentuk waduk
(tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air). Volume air yang dapat ditampung dalam kolam waduk bervariasi
sesuai dengan kriteria bendungan. Kepmen PUPR no 27 tentang Bendungan
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Embung 1
Berarti, dalam pembangunan embung sangat diperlukan persiapan yang
matang untuk desain, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan embung
(SIDLACOM). Dengan demikian, perencanaan embung harus
mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait sehingga pembangunannya
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Perencanaan suatu embung yang menampung air, wajib
memperhitungkan faktor-faktor keamanan, kestabilan dan kekuatan lereng,
rembesan air, daya dukung, penurunan, gempa, hidraulik, sosial ekonomi, dan
lingkungan. Dalam pembangunan embung diperlukan beberapa tahapan
kegiatan utama, yang harus saling berkaitan dan mendukung desain dan
spesifikasi yang ditentukan, agar menghasilkan bangunan yang aman, efektif
dan efisien.
Dalam merancang embung, harus dipertimbangkan risiko keruntuhan akibat
bencana alam gempa, banjir, dan longsoran. Untuk itu, desainer dan kontraktor
yang berpengalaman sesuai dengan bidang keahliannya, perlu dilengkapi pula
dengan standar-standar mutu untuk desain, konstruksi, serta pemantauan
sesuai dengan spesifikasi desain.
Desain suatu bendungan tipe urugan yang menahan air dalam volume
yang besar, harus mempertimbangkan faktor keamanan terhadap pengaruh
kestabilan lereng embung. Dari pengalaman di Amerika Serikat (USBR) dan di
negara-negara lain di dunia kurang lebih 12% dari bendungan tipe urugan yang
mengalami keruntuhan disebabkan karena pengaruh kestabilan lereng bendungan.
Ketidakstabilan lereng adalah salah satu bentuk masalah stabilitas untuk
bendungan urugan. Kondisi lainnya yang membahayakan stabilitas bendungan
urugan adalah deformasi berlebihan, tegangan berlebihan, limpasan (overtopping),
dan erosi internal. Bentuk-bentuk ketidakstabilan bendungan urugan ini dapat
terjadi pada kondisi beban biasa (normal) dan beban luar biasa.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Embung 2
Perencanaan Embung
Dengan demikian, modul ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang persiapan analisis untuk desain embung yang aman dan ekonomis,
bagaimana pengaruh ketidakstabilan statik embung, jenis data geologi dan
geoteknik setempat, serta data material tubuh dan fondasi embung apa saja
yang diperlukan, kondisi pembebanan, prosedur analisis dan penentuan
parameter material untuk analisis, metode analisis stabilitas, dan kegiatan
desain dan analisis stabilitas lereng statik embung. Karena itu, disarankan
untuk mempelajari standar mengenai metode analisis kestabilan lereng statik
untuk embung di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
pendesain bendungan tipe urugan.
B. Deskripsi Singkat
Materi pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan kepada
peserta dasar-dasar pertimbangan, cara dan metode yang dapat digunakan
dalam melakukan persiapan analisis kestabilan statik untuk desain embung,
yang mantap, aman, dan stabil.
Materi pelatihan mengenai analisis stabilitas statik embung ini meliputi:
1) Pemahaman dasar-dasar pertimbangan dan cara analisis stabilitas statik embung.
2) Pemahaman pertimbangan tentang evaluasi data geoteknik dan penentuan parameter tanah desain.
3) Pemahaman pertimbangan pemilihan kondisi pembebanan embung.
4) Pemahaman pertimbangan sifat teknik material, dan tekanan air pori tubuh dan fondasi embung.
5) Pemahaman data dan informasi lain dengan faktor-faktor keamanan minimum yang diperlukan dalam desain stabilitas statik embung.
6) Pemahaman melakukan analisis stabilitas statik embung.
C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami
dasar-dasar, cara dan metode analisis stabilitas statik embung,
Metode Analisis Stabilitas Lereng Embung 3
Perencanaan Embung
sehingga dapat melakukan desain bendungan tipe urugan yang mantap, aman,
stabil sesuai dengan pertimbangan data geoteknik, parameter tanah desain,
geometri desain embung, analisis stabilitas statik, pembebanan dan kriteria
faktor keamanan minimum yang disyaratkan.
D. Pokok Bahasan
Materi pelatihan ini secara lebih rinci dan komprehensif, meliputi faktor-
faktor mengenai pemahaman lereng dan penyebab longsoran; data geoteknik
dan parameter desain; kondisi pembebanan dan faktor keamanan; kuat geser
material; perhitungan tegangan dan tekanan air pori; konsepsi stabilitas lereng;
formulasi matematik dan cara analisis; dan prinsip dasar cara penanggulangan
longsoran. Untuk lebih memahami secara komprehensif, disarankan untuk
mempelajari pula modul-modul penting lainnya yang sangat mendukung materi
ini, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pedoman-pedoman terkait dengan
survei, investigasi, desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan atau unit-unit organisasi di
bawahnya.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Embung 4
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB II
PENGENALAN LERENG DAN LONGSORAN
A. Data dan Informasi
Lereng dapat dijumpai dalam bentuk lereng alam, lereng pada galian,
dan lereng pada tanah timbunan. Lereng alam adalah lereng yang ditemukan
akibat proses alamiah (seperti lereng pada bukit, lembah, dan lain-lain). Lereng
pada galian adalah lereng yang terbentuk akibat proses penggalian, yang
dilakukan oleh manusia (misalnya untuk pembuatan jalan, saluran irigasi, atau
pengambilan material). Lereng pada tanah timbunan adalah lereng yang
terbentuk akibat proses penimbunan, yang dilakukan oleh manusia (misalnya
pada pembuatan jalan, tanggul irigasi, bendungan, dan lain-lain).
Setiap lereng tersebut di atas ada yang berpotensi untuk longsor, ada pula
yang tidak berpotensi untuk longsor. Kemungkinan terjadinya longsoran tanah
tersebut, adalah bilamana terdapat massa tanah yang bergerak ke bawah, atau
menggelincir pada suatu bidang gelincir tertentu.
Longsoran yang terjadi pada suatu lokasi bergantung pada kondisi
topografi dan geoteknik lapisan tanah dan batuan. Sebagai langkah pertama
untuk memahami permasalahan ini sebaiknya dilakukan pengumpulan data
topografi dan geoteknik dari tempat kejadian dan sekitarnya yang mempunyai
karakteristik yang sama. Data tersebut perlu dievaluasi dengan
mempertimbangkan pengaruh faktor-faktor meteorologi, waktu kejadian
aktivitas longsoran, tanda-tanda bahaya dari hasil instrumentasi pemantau (jika
ada), kondisi air tanah, perubahan topografi akibat erosi air sungai, kegempaan
dan faktor lain yang memicu terjadinya longsoran.
B. Penyebab Longsoran Penyebab utama longsoran adalah akibat gaya gravitasi. Selain itu,
dapat pula disebabkan oleh gaya-gaya luar yang bersifat statis, dinamis (getaran-getaran), naik turunnya air waduk, atau akibat gaya dalam terutama
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 5
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
akibat rembesan dan naik turunnya muka air tanah. Ada beberapa faktor
penyebab longsoran, sehingga analisis-analisis kestabilan lereng tidak
selamanya memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dimengerti,
karena analisis yang dilakukan sepenuhnya mengandalkan data dari hasil
penyelidikan tanah. Kegagalan analisis sering kali disebabkan oleh kurangnya
data penyelidikan tanah, adanya lapisan-lapisan tanah berupa lensa tipis yang
dalam analisis biasanya atau mungkin diabaikan, dan sebagainya.
Kini, dengan semakin berkembangnya penggunaan teknologi komputer dalam
rekayasa teknik sipil, analisis-analisis tersebut dapat dilakukan dengan lebih
cermat, sehingga kegagalan yang mungkin terjadi dapat dikurangi.
Berdasarkan bentuk longsorannya, longsoran dapat dibedakan atas:
1. Longsoran rotasi (rotational slip), yaitu longsoran yang bentuk bidang
gelincirnya menyerupai busur lingkaran atau berbentuk lengkung tetapi
bukan lingkaran.
2. Longsoran translasi (translational slip), yaitu longsoran yang bidang gelincirnya hampir lurus dan sejajar muka tanah.
3. Longsoran gabungan (compound slip), yaitu longsoran yang bidang gelincirnya berupa bidang lengkung dan lurus. Lihat Gambar 2.1.
Bilamana terjadi tanah longsor, berarti kekuatan geser tanah telah terlampaui;
yaitu perlawanan geser pada bidang gelincir tidak cukup besar untuk menahan
gaya-gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Karena itu, untuk menentukan
kemantapan suatu lereng harus diketahui kekuatan geser tanah pada lereng
tersebut. Kekuatan geser tanah dan cara mengukurnya secara lengkap tidak
dibahas dalam modul ini.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 6
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 2.1 Beberapa Macam Tanah Longsor
Penyelidikan longsoran untuk perencanaan bangunan terhadap bahaya
longsoran, dilakukan untuk memahami mekanisme longsoran, mengetahui
karakteristik longsoran lereng, dan memprediksi deformasi lereng. Cara
penyelidikan terdiri atas penyelidikan pendahuluan dan penyelidikan rinci.
Penyelidikan pendahuluan meliputi pengumpulan data setempat dan evaluasi,
penyelidikan topografi, dan penyelidikan lapangan, untuk pengenalan ciri-ciri
dan penyebab longsoran serta sifat-sifat fisik tanah (batuan). Program
penyelidikan rinci dapat disusun berdasarkan peta zona longsoran untuk daerah
rawan longsoran, dan prinsip dasar penyelidikan longsoran. Penyelidikan rinci
ini tidak hanya difokuskan pada daerah longsoran saja, tetapi juga harus
mencakup daerah yang lebih luas, dan pemetaan foto udara dari daerah yang
tidak (kurang) jelas dalam foto udara sebelumnya.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 7
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Di dalam modul ini diuraikan analisis kestabilan lereng statik, di mana
penyelidikan yang dilakukan perlu disesuaikan dengan kondisi lapangan, dan
harus memenuhi persyaratan minimum, pemilihan tipe dan analisis stabilitas
lereng yang diperlukan dalam desain bendungan terhadap bahaya longsoran.
B.1. Bentuk bidang longsor
Analisis stabilitas lereng bendungan dilakukan dengan terlebih dahulu
menentukan data teknis bendungan dan geometri bidang longsorannya
(berbentuk lingkaran atau bukan lingkaran) dengan penjelasan sebagai berikut:
Bidang longsor berbentuk lingkaran (circular arc), lebih sering digunakan untuk analisis stabilitas lereng bendungan urugan homogen atau zonal, dengan fondasi dari material berbutir halus.
Bidang longsor bukan lingkaran, yang digambarkan dengan segmen-
segmen linier, pada umumnya digunakan untuk analisis stabilitas lereng
bendungan zonal dengan fondasi yang mengandung satu atau beberapa
perlapisan lemah horisontal atau mendekati horisontal.
Teknik evaluasi bendungan urugan dan fondasi bendungan
membutuhkan seorang engineer yang berpengalaman dan mengetahui banyak
informasi mengenai lokasi setempat, penurunan atau menurunnya keamanan
bendungan di sekitarnya. Tujuan evaluasi informasi kuantitatif ini diperlukan
untuk persiapan desain stabilitas lereng bendungan dan fondasinya, yang
meliputi:
a) Mengidentifikasi luas dan dampak menurunnya keamanan bendungan;
b) Mengidentifikasi sebab-sebab menurunnya keamanan bendungan.
Kedua jawaban penyelesaian itu dapat diketahui dan dipahami, karena
kerap kali terdapat lebih dari satu cara perbaikan atau rehabilitasi bendungan.
Cara-cara perbaikan menurunnya stabilitas atau keamanan bendungan
sebagian bersifat konvensional maupun ada yang benar-benar inovatif, akan
menjadi bahan acuan persiapan desain stabilitas lereng bendungan. Akan
tetapi, kombinasi dari masing-masing alternatif cara itu harus dievaluasi dan
tersedia biaya yang diperlukan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 8
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Pemilihan akhir pola khusus yang diperlukan tergantung pada: gabungan relatif
dari pola solusi yang memungkinkan, pertimbangan ekonomik, referensi
organisasi dan pengalaman pada masa lalu.
B.2. Cara perbaikan lereng
Bentuk-bentuk perbaikan lereng terhadap longsoran yang biasa
digunakan untuk memperbaiki kestabilan statik bendungan urugan (sebagai
informasi penting), antara lain:
1) memperbaiki lereng urugan yang terlalu curam (agar diperlandai);
2) menggali dan menimbun lereng tidak stabil dengan tambahan urugan;
3) menutup rekahan di dalam urugan untuk menghindari infiltrasi air hujan;
4) menutup lereng udik dengan membran atau penghalang rembesan lain;
5) memindahkan dan mengganti material urugan yang lemah;
6) menambah zone-zone drainase;
7) merehabilitasi drainase kaki yang ada;
8) menambah drainase kaki.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 9
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB III
DATA GEOTEKNIK DAN PARAMETER DESAIN
A. Evaluasi Data Investigasi
Pengumpulan data dan informasi baik yang sudah tersedia maupun
yang perlu dilakukan survei dan investigasi di daerah calon bendungan, sangat
diperlukan untuk desain dan konstruksi suatu bendungan. Pada prinsipnya data
terbagi atas dua bagian yaitu: (i) pengumpulan data dasar, dan (ii) pengujian
(kalibrasi) data terkumpul. Data dasar biasanya meliputi peta topografi, peta
geologi, foto udara, dan lain-lain misalnya peta tata guna lahan, kegiatan
konstruksi pada masa lalu. Kalibrasi data terkumpul kadang-kadang diperlukan
untuk membandingkan dan memeriksa kebenaran data atau mencari
persamaan yang logis dari data terkumpul.
Faktor-faktor yang mempengaruhi desain suatu bendungan yang perlu
dipertimbangkan adalah kondisi daerah bendungan, hidrologi, persyaratan
operasional, kondisi pelapukan, konstruksi, ekologi dan lingkungan. Karena itu
perlu dilakukan survei dan investigasi agar diperoleh desain calon bendungan
yang baik. Kegiatan survei dan investigasi yang diperlukan pada daerah calon
bendungan umumnya meliputi:
1) Pemetaan topografi dan geologi permukaan untuk memperoleh gambaran
yang seksama tentang jenis, perkiraan daerah penyebaran, tebal, sifat fisik
dan teknik batuan, dan lain-lain.
2) Penyelidikan bahan bangunan untuk memperoleh gambaran jenis batuan
dan sedimen di sekitar daerah calon bendungan dan perkiraan kapasitas
dari masing-masing jenis bahan tersebut.
Data dari hasil penyelidikan rinci dan pengujian laboratorium harus
dievaluasi untuk menjadi data masukan dalam analisis stabilitas lereng dan
desain perbaikan lereng terhadap longsoran serta penentuan tipe longsoran
yang tepat. Data tersebut juga diperlukan untuk membuat korelasi antara hasil-
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 10
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
hasil penyelidikan di lapangan, laboratorium dan penyelidikan pendahuluan.
Hasil penyelidikan longsoran kadang-kadang menunjukkan variasi data yang
acak, sehingga diperlukan evaluasi yang lebih teliti dan penyelidikan tambahan.
Analisis desain perbaikan lereng terhadap longsoran yang baik, minimal
diperlukan penentuan bidang longsoran, kondisi geohidrologi dan penampang
geoteknik yang tepat. Karena itu, penentuan kedalaman maksimum bidang
longsor mutlak diperlukan sebagai petunjuk untuk menentukan kedalaman
pengeboran.
B. Penentuan Penampang Geoteknik
Kondisi topografi dan geologi merupakan faktor penting dalam desain
dan konstruksi bendungan dan untuk menentukan kondisi fondasi dan bahan
tubuh bendungan. Dalam hal ini lingkup kegiatan meliputi: pemetaan tampak
geologi untuk memperoleh penampang geologi, pengeboran inti untuk
mengetahui karakteristik material tanah (batuan di bawah permukaan tanah),
terowong uji, parit uji, dan pendugaan.
Pengujian lapangan antara lain untuk memperoleh data daya dukung tanah,
permeabilitas tanah, kuat geser tanah, dan sifat teknis lainnya. Selanjutnya
hasil pengujian akan menjadi masukan untuk analisis dan perhitungan, seperti
stabilitas, penurunan atau deformasi, daya dukung, dan rembesan.
Dalam kegiatan survei untuk desain dan pemilihan bahan bendungan, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Persyaratan stabilitas, kepadatan dan kuat geser tanah.
2) Persyaratan rembesan, gradasi butiran dan permeabilitas tanah.
3) Persyaratan penurunan atau deformasi (uji konsolidasi).
4) Pengujian lapangan dan laboratorium terhadap contoh uji, untuk
memperoleh contoh bahan, sifat-sifat fisik dan teknis tanah dan batuan
serta klasifikasi bahan.
Pada penampang geoteknik diperlihatkan urutan lapisan tanah dan
batuan sepanjang penampang yang ditinjau dari muka tanah sampai batas
kedalaman penyelidikan berdasarkan jenis, sifat fisik dan teknik lapisan tanah
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 11
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
dan batuan. Penampang geoteknik dapat diperoleh dengan cara korelasi lapisan
dari beberapa penyelidikan pengeboran mesin atau pengeboran tangan.
Gambaran dan bentuk lapisan tanah hasil korelasi dari titik-titik pengeboran,
sangat ditentukan oleh kondisi geologi setempat, jarak titik penyelidikan, metode
penyelidikan, cara dan kecermatan pelaksana penyelidikan.
Penampang dibuat di sepanjang as longsoran atau penampang lain yang
dikehendaki dengan menggunakan peta geoteknik, peta topografi dan profil bor.
Dalam mengkorelasi hasil penyelidikan rinci, diperlukan latar belakang geologi
daerah longsoran.
Pembuatan penampang geoteknik daerah longsoran sebagai berikut:
1) Menarik garis penampang pada peta geoteknik atau peta situasi daerah
longsor, terutama garis penampang sepanjang as longsoran yang
memotong titik-titik penyelidikan maupun pengamatan.
2) Mencantumkan profil bor yang telah dikoreksi dengan hasil uji laboratorium pada titik penyelidikan.
3) Dari ke tiga korelasi profil bor akan diperoleh penampang geoteknik daerah longsoran berdasarkan jenis dan sifat fisik tanah.
4) Menggambarkan kedalaman muka air tanah (muka air tanah bebas dan muka air tanah artesis) pada penampang geoteknik tersebut.
5) Menggambarkan struktur batuan (misal kekar) pada penampang geoteknik tersebut.
C. Penentuan Parameter Tanah Desain
Petunjuk umum penentuan elevasi muka air waduk, sifat teknis material
tanah, dan parameter tekanan air pori untuk analisis stabilitas pada berbagai
kondisi pembebanan adalah sebagai berikut:
C.1. Kondisi masa konstruksi
Pada kondisi selesai dan selama konstruksi berlangsung, analisis dapat
dilaksanakan baik dengan konsep tegangan efektif maupun dengan konsep
tegangan total.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 12
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
1) Metode kuat geser efektif
Material tubuh bendungan atau fondasi dapat menimbulkan
peningkatan tekanan air pori berlebih pada waktu pembebanan (pengurugan)
selama konstruksi pelaksanaan berlangsung. Metode tegangan efektif
membutuhkan perhitungan perubahan tekanan air pori selama konstruksi yang
merupakan fungsi dari waktu. Karena itu, tekanan air pori harus diamati selama
konstruksi agar dapat diketahui apakah tidak melebihi batas yang telah
ditentukan.
Metode perhitungan tekanan air pori pada kondisi pembebanan selama konstruksi berlangsung dan selesai konstruksi adalah seperti berikut:
a) Mengadakan uji laboratorium pada contoh uji yang mewakili material tubuh
bendungan dan fondasi untuk mengetahui tekanan udara pori dan tekanan
air pori.
b) Mengadakan uji laboratorium pada setiap contoh uji material untuk
memperkirakan perilaku tekanan air pori terhadap waktu dan pembebanan.
c) Menyusun jadwal konstruksi, menghitung tekanan air pori material sebagai fungsi waktu memeriksa stabilitas lereng udik dan hilir.
d) Jika diperlukan, melakukan penyusunan ulang jadwal berdasarkan pelaksanaan konstruksi yang aktual dan memeriksa ulang stabilitas.
2) Metode kuat geser total
Analisis dengan metode kuat geser total tidak menperhitungkan
tekanan air pori dalam uji laboratorium yang mendekati kondisi di lapangan, dan
dinyatakan sebagai kuat geser material. Uji kuat geser sebaiknya dilakukan
pada contoh uji yang dikompaksi untuk mengantisipasi kadar air dan kepadatan
yang sesuai dengan di lapangan. Kuat geser total yang digunakan dalam
analisis harus berada dalam rentang tegangan normal yang sesuai dengan di
lapangan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 13
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
C.2. Kondisi aliran langgeng
Rencana operasi waduk tahunan harus dievaluasi, untuk
memperkirakan elevasi muka air waduk yang digunakan dalam menentukan
garis freatik pada kondisi aliran langgeng.
Elevasi muka air yang digunakan biasanya elevasi muka air normal, tetapi ada kemungkinan tercapai dalam tenggang waktu yang singkat.
C.3. Kondisi operasional1) Elevasi muka air waduk maksimum
Garis freatik diperkirakan berada pada elevasi muka air waduk maksimum.
Elevasi muka air waduk maksimum dapat juga terjadi pada kolam tambahan
yang mengalir relatif cepat atau pada kolam pengendali banjir yang airnya tidak
dikeluarkan untuk beberapa bulan. Sifat fisik material pada bagian atas
bendungan dan bagian yang mengalami fluktuasi air waduk, harus dievaluasi.
Tujuannya untuk memperkirakan apakah terjadi aliran langgeng atau aliran
transien, agar perhitungan garis freatiknya dapat disesuaikan.
2) Kondisi surut cepat
Selama waduk terisi air pada elevasi muka air normal atau maksimum,
maka bendungan berada dalam kondisi jenuh karena pengaruh rembesan air.
Jika terjadi surut cepat, di mana muka air waduk turun lebih cepat daripada
aliran air pori dari rongga-rongga butiran tanah, maka akan terjadi ketidak-
seimbangan tekanan air pori. Pada umumnya, analisis pada kondisi surut cepat
didasarkan pada asumsi konservatif seperti berikut ini:
a) Disipasi tekanan air pori pada material kedap air tidak terjadi selama surut cepat;
b) Garis freatik dianggap identik dengan garis freatik pada kondisi aliran langgeng.
Untuk analisis stabilitas lereng bendungan, elevasi muka air waduk
kritis pada waktu surut cepat tidak akan sama dengan elevasi muka air waduk
minimum. Oleh karena itu, harus diperhitungkan elevasi muka air waduk antara
muka air waduk normal sampai muka air waduk minimum.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 14
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
C.4. Kondisi darurat1) Pembuntuan pada sistem drainase internal.
Jika desain sistem drainase internal diragukan dapat mengatur garis
freatik pada bendungan, maka harus dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan garis freatik dengan asumsi bahwa sistem drainase internal ini
tidak seluruhnya berfungsi.
2) Surut cepat pada kondisi darurat.
Rencana surut cepat pada muka air waduk dalam upaya pemeliharaan
atau kondisi darurat harus ditinjau ulang. Tujuannya untuk menentukan
parameter material yang tepat bagi analisis stabilitas, dan untuk memodifikasi
asumsi garis freatik pada permukaan lereng udik. Surut cepat pada elevasi
antara muka air waduk normal dan muka air waduk minimum biasanya tidak
perlu diperhitungkan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 15
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB IV
KONDISI PEMBEBANAN DAN FAKTOR KEAMANAN
A. Umum
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam desain bendungan
meliputi: topografi, bahan konstruksi, fondasi, bangunan pelengkap, luas dan
volume tampungan waduk, dan gejala lain yang dapat menimbulkan masalah.
Di samping itu, untuk desain bendungan tipe urugan harus mempertimbangkan
persyaratan keamanan terhadap hal-hal berikut ini.
1) Bahaya erosi permukaan pada waktu terjadi banjir, akibat pelimpahan, air hujan atau gelombang air waduk, dan muka air maksimum.
2) Tekanan air tanpa menimbulkan rembesan atau kerusakan akibat gaya perembesan air.
3) Keruntuhan struktural.
4) Bangunan dan lingkungan di sekitarnya, serta dapat menjaga ekologi dan lingkungan.
Kondisi pembebanan yang diperhitungkan harus berdasarkan pada
pengetahuan tentang program pembangunan, program operasi waduk, program
pemeliharaan dan gawat darurat, serta perilaku material tubuh bendungan dan
fondasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan air pori. Selain itu, juga
disyaratkan faktor keamanan minimum untuk setiap kondisi pembebanan yang
ditinjau.
B. Pemilihan Kondisi Pembebanan
Petunjuk umum pemilihan kondisi pembebanan berhubungan dengan
penentuan elevasi muka air waduk untuk analisis stabilitas, yaitu kondisi masa
konstruksi, kondisi aliran langgeng, kondisi operasional, dan kondisi darurat,
sebagai berikut.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 16
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
1) Kondisi masa konstruksi
Stabilitas lereng statik bendungan harus dianalisis pada kondisi selesai
konstruksi, atau bila diperlukan pada kondisi selesai sebagian pengurugan,
yang tergantung pada jadwal konstruksi dan hubungan antara tekanan air pori
dengan waktu.
2) Kondisi aliran langgeng
Rencana operasi waduk tahunan harus dievaluasi, untuk memperkirakan
elevasi muka air waduk yang digunakan dalam menentukan garis freatik pada
kondisi aliran langgeng. Elevasi muka air yang digunakan biasanya elevasi
muka air normal, tetapi ada kemungkinan tercapai dalam tenggang waktu yang
singkat.
3) Kondisi operasional
Elevasi muka air waduk maksimum pada dasarnya lebih tinggi dari puncak
muka air pada kapasitas konservasi aktif. Oleh karena itu, stabilitas lereng hilir
bendungan dianalisis pada kondisi muka air waduk maksimum. Lereng udik
dianalisis pada kondisi penurunan muka air waduk secara cepat dari puncak
muka air pada kapasitas konservasi aktif (M.A. Normal) ke puncak muka air
pada kapasitas inaktif (M.A. Minimum), dan dari muka air maksimum ke puncak
muka air pada kapasitas konservasi non aktif.
Kondisi-kondisi saat operasi waduk yang perlu diperhitungkan untuk analisis stabilitas statik bendungan urugan adalah :
a) Elevasi air waduk maksimum.
b) Kondisi surut cepat.
4) Kondisi darurat
Kondisi pembebanan lain juga harus diperhitungkan, jika terjadi hal-hal sebagai berikut :
a) Pembuntuan pada sistem drainase internal atau pembuntuan sebagian.
b) Penurunan muka air pada kondisi penggunaan air yang berlebihan.
c) Penurunan muka air untuk pelepasan air darurat dari waduk (emergency release).
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 17
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
C. Kondisi Pembebanan C.1. Kondisi masa konstruksi
Stabilitas lereng statik bendungan harus dianalisis pada kondisi selesai
konstruksi, atau bila diperlukan pada kondisi selesai sebagian pengurugan,
yang tergantung pada jadwal konstruksi dan hubungan antara tekanan air pori
dengan waktu.
C.2. Kondisi aliran langgeng
Stabilitas lereng udik dan hilir bendungan harus dianalisis pada elevasi
muka air waduk normal di udik dan muka air minimum di hilir yang mengatur
garis freatik dalam tubuh bendungan.
Rencana operasi waduk tahunan harus dibuat untuk menentukan elevasi muka
air waduk yang sesuai untuk digunakan dalam estimasi lokasi muka air freatik
aliran langgeng (steady-state phreatic surface). Pada umumnya, elevasi yang
sesuai dapat mewakili elevasi muka air yang berlaku pada setiap waktu yang
diperlukan. Akan tetapi, dalam kondisi pengoperasian waduk tertentu, elevasi
rata-rata hanya dicapai untuk perbedaan waktu yang kecil setiap tahunnya atau
dicapai dalam siklus perubahan elevasi waduk efektif sekitar pertengahan siklus.
Kondisi aliran langgeng dalam bendungan urugan kemungkinan dapat menjadi
kritis untuk stabilitas lereng hilir.
C.3. Kondisi operasional
Elevasi muka air waduk maksimum pada dasarnya lebih tinggi dari
puncak muka air pada kapasitas konservasi aktif. Oleh karena itu, stabilitas
lereng hilir bendungan dianalisis pada kondisi muka air waduk maksimum.
Lereng udik dianalisis pada kondisi penurunan muka air waduk secara cepat
dari puncak muka air pada kapasitas konservasi aktif (M.A. Normal) ke puncak
muka air pada kapasitas inaktif (M.A. Minimum), dan dari muka air maksimum
ke puncak muka air pada kapasitas konservasi non aktif.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 18
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Jika digunakan berm udik (upstream berms), maka lereng udik juga dianjurkan
dianalisis pada kondisi penurunan muka air secara cepat dari puncak
permukaan air pada kapasitas konservasi aktif ke elevasi antara (intermediate).
Kondisi-kondisi saat operasi waduk berikut ini, perlu diperhitungkan untuk
analisis stabilitas statik bendungan urugan.
1) Elevasi air waduk maksimum Muka air freatik harus diestimasi untuk elevasi air waduk maksimum yang
mungkin terjadi dalam kolam tampungan yang dapat mengalir relatif cepat atau
dalam kolam pengendali banjir yang tidak dapat dialirkan untuk beberapa bulan.
Jika muka air freatik sangat berbeda dari yang diperoleh pada kondisi aliran
langgeng, maka stabilitas lereng hilir pengaruh kondisi ini harus dianalisis.
2) Kondisi surut cepat
Selama kondisi aliran langgeng, tanah timbunan menjadi jenuh karena
rembesan. Secara berurutan, bila waduk mengalami surut lebih cepat daripada
aliran air pori dari pori-pori tanah, maka akan dihasilkan tekanan air pori ekses
dan gaya-gaya rembesan yang tidak seimbang. Pada umumnya, analisis surut
cepat didasarkan atas asumsi konservatif bahwa:
- Disipasi tekanan air pori tidak terjadi dalam material kedap air selama kondisi surut; dan
- Muka air freatik pada lereng udik berimpit dengan (coincides with) lereng
udik dari zona kedap air dan berawal dari puncak elevasi muka air surut
yang terendah. Akan tetapi, elevasi surut kritis berkaitan dengan stabilitas
lereng udik bendungan urugan tidak boleh berhimpitan dengan elevasi
waduk minimum, sehingga harus diperhitungkan elevasi surut antara
(intermediate).
C.4. Kondisi darurat
Kondisi pembebanan lain juga harus diperhitungkan, jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 19
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
a) Pembuntuan pada sistem drainase internal atau pembuntuan sebagian.
b) Penurunan muka air pada kondisi penggunaan air yang berlebihan.
c) Penurunan muka air untuk pelepasan air darurat dari waduk (emergency release).
Estimasi yang sesuai dengan tekanan air pori internal dari material dalam tubuh
bendungan dan fondasi harus dievaluasi untuk menggambarkan besarnya
kondisi luar biasa dan stabilitas bendungan. Jika muncul pertanyaan apakah
drainase internal berfungsi dengan semestinya, maka diperlukan asumsi baik
atau tidaknya drainase beroperasi untuk menentukan analisis.
D. Kriteria Faktor Keamanan Minimum Nilai faktor keamanan minimum untuk setiap kondisi pembebanan
menunjukkan kriteria untuk analisis stabilitas lereng. Jika ditunjang oleh alasan-
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, deviasi untuk kriteria umum dapat
diperkenankan.
Nilai faktor keamanan ini harus diperhitungkan terhadap faktor-faktor:
a) Kondisi desain selama analisis dan risiko keruntuhan;
b) Tingkat ketelitian parameter kuat geser (shear strength) dan prediksi tekanan air pori;
c) Struktur tubuh bendungan;
d) Investigasi di lapangan;
e) Kompatibilitas tegangan-regangan dari material fondasi dan tubuh bendungan;
f) Kualitas pengawasan konstruksi;
g) Tinggi bendungan;
h) Penilaian berdasarkan pengalaman di masa lalu terhadap bendungan tipe urugan.
Faktor keamanan untuk analisis stabilitas lereng, didefinisikan sebagai
rasio dari total tahanan geser tanah yang diperkenankan terhadap tegangan
geser tanah yang bekerja. Dalam hal ini, keamanan bendungan diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan sepanjang permukaan bidang yang
berpotensi untuk longsor atau tergelincir. Faktor keamanan minimum untuk
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 20
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
desain stabilitas lereng terutama ditentukan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor pengawasan terhadap tekanan air pori dan asumsi kuat geser material.
Kriteria faktor keamanan dipertimbangkan terhadap hal-hal berikut:
a) Berdasarkan analisis dari USBR dengan menggunakan cara keseimbangan
batas. Bila cara analisis berbeda, faktor keamanan juga berbeda; sekalipun
untuk bendungan yang sama dengan sifat fisik material dan kondisi
pembebanan yang sama.
b) Untuk kondisi pembebanan pada waktu selesai konstruksi, tekanan air pori
berlebih akan meningkat di dalam zona kedap air dari bendungan atau
fondasi. Hal ini disebabkan karena tanah tidak dapat terkonsolidasi
sepenuhnya selama masa konstruksi berlangsung. Oleh karena itu,
penggunaan parameter kuat geser efektif sangat berpengaruh terhadap
faktor keamanan.
(i) Faktor keamanan minimum sebesar 1,3 cukup memadai, jika tekanan
air pori diawasi selama konstruksi berlangsung atau untuk analisis pada
kondisi kuat geser total.
(ii) Jika digunakan kuat geser efektif tanpa pengawasan tekanan air pori di
lapangan, maka faktor keamanan minimum diambil 1,4 untuk
mengurangi pengaruh tekanan air pori berlebih.
c) Untuk kondisi aliran langgeng pada elevasi muka air waduk normal, harus
diperhitungkan faktor keamanan minimum sebesar 1,5. Hal ini untuk
mengantisipasi pengaruh ketidakpastian kuat geser material, tekanan air
pori di dalam material kedap air, dan pembebanan jangka panjang, serta
keruntuhan lereng hilir dan pelepasan air darurat.
d) Untuk kondisi surut cepat, pembebanan mengalami ketidakseimbangan,
sehingga lereng udik tidak stabil walaupun pembebanan ini berlangsung
singkat. Namun, keruntuhan pada lereng udik tidak menimbulkan pelepasan
air waduk. Karena itu, faktor keamanan minimum dapat diambil sebesar 1,3
atau lebih rendah sesuai dengan kondisi pembebanan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 21
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Ikhtisar faktor keamanan minimum yang disyaratkan untuk analisis stabilitas lereng bendungan tipe urugan, ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Persyaratan faktor keamanan minimum untuk stabilitas bendungantipe urugan
No Kondisi Kuat Tekanan Air Pori FK FK dgGeser Tanpa Gempa
Gempa *1. Selesai konstruksi tergan- 1. Efektif Peningkatan tekanan air 1,30 1,20
tung : pori pada urugan dan1. Jadwal konstruksi. fondasi dihitung menggu-2. Hubungan antara tekanan air nakan data lab. dan
pori dan waktu. pengawasan instru-men.Lereng U/S dan D/S. Idem hanya tanpa penga- 1,40 1,20
wasan instrumen.Dengan gempa tanpa kerusakan Hanya pada urugan tanpa 1,30 1,20digunakan 50% koefisien gempa data laboratorium dandesain. dengan atau tanpa
pengawasan instrumen(taksiran konservatif)
2. Total Tanpa pengawasan instru- 1,30 1,20men.
2. Aliran langgeng tergantung: 1. Efektif Dari analisis rembesan 1,50 1,201. Elevasi muka air normal
sebelah udik.2. Elev. muka air sebelah hilir.Lereng U/S dan D/S. Dg gem-patanpa kerusakan digunakan100% koef.gempa desain.
3. Pengoperasian waduk 1. Efektif Surut cepat dari el. Muka 1,30 1,10tergantung : air normal sampai elev.1. Elev.m.a. maksimum di udik muka air minimum.2. Elev.m.a. minimum di udik Lereng U/S dan D/S.
(dead storage).Lereng U/S harus dianalisis untuk Surut cepat dari elev.ma. 1,30 -kondisi surut cepat. maks. sampai el.m.a. min.
Pengaruh gempa diambil0% dari kf. gempa desain.
4. Kondisi darurat tergantung : 1. Efektif Surut cepat dari elev.ma 1,20 -1. Pembuntuan pada sistem maksimum sp el. terendah
drainase bangunan pengeluaran.2. Surut cepat krena penggunaan Pengaruh gempa diabai-
air melebihi kebutuhan. kan.3.Surut cepat keperluan darurat.
* Catatan: periksa standar tentang Pedoman Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan akibat Beban Gempa, Pd T-14-2004-A,
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 22
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB V
KUAT GESER MATERIAL
A. Kriteria Keruntuhan Geser Analisis stabilitas lereng bendungan dan lereng alami membutuhkan
perhitungan kuat geser material sepanjang permukaan yang berpotensi runtuh.
Berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dengan konsep tegangan
efektif, kuat geser “S” (pada saat runtuh) dapat dirumuskan sebagai berikut:
S‟ = c‟ + ( – u) tan ‟ ............................................................ [5.1]
dengan:
c‟ : kohesi efektif (t/m2);‟ : sudut geser dalam efektif (derajat);
u : tekanan air pori pada bidang runtuh selama pembebanan, pada saat runtuh
(t/m2); : tegangan normal total pada bidang runtuh selama pembebanan pada
saat runtuh (t/m2);
S‟ : kuat geser efektif (t/m2);
Berdasarkan konsep kuat geser total, kuat geser Su dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Su = f (c‟).......................................................................... [5.2]
dengan:
Su : kuat geser tanpa drainase (t/m2),
c‟ : tekanan konsolidasi efektif (t/m2). Lihat Gambar 5.1.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa kuat geser tanpa drainase sebagai fungsi dari c‟, yaitu tekanan konsolidasi efektif sebelum terjadi keruntuhan
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 23
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
geser. Dalam analisis stabilitas lereng, tekanan konsolidasi efektif adalah tegangan efektif normal yang terjadi pada permukaan yang berpotensi runtuh, sebelum mengalami keruntuhan. Pada waktu terjadi keruntuhan, tegangan geser sepanjang bidang keruntuhan akan mencapai kekuatan geser maksimum
(τf). Lihat Gambar 5.2.
Gambar 5.1 Penggambaran selubung kuat geser
Pada waktu runtuh , tegangan geser sepanjang bidang runtuh () mencapai kekuatan geser(f).
Gambar 5.2 Keruntuhan geser (Sumber: Djoko Mudjihardjo, ME., 2010)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 24
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb
Tanah seperti halnya bahan atau material padat lainnya, akan runtuh baik karena kekuatan tarikan maupun geseran. Pengetahuan tentang kekuatan geser diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan stabilitas massa tanah. Bila suatu titik pada sembarang bidang dari massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya,
akan terjadi keruntuhan pada titik tersebut. Kekuatan geser tanah (δf) di suatu
titik pada bidang tertentu dari massa tanah, dikemukakan oleh Coulomb
sebagai suatu fungsi linier terhadap tegangan normal (σf) pada bidang tersebut
di titik yang sama, sebagai berikut:
δf = c + σf tan ø ………………………………………….. (5.3)
dengan: c dan ø adalah parameter kekuatan geser, yang didefinisikan sebagai
kohesi (cohesion intercept atau apparent cohesion), dan sudut tahanan geser
(angle of shearing resistance) tanah. Berdasarkan konsep dasar Terzaghi,
tegangan geser tanah hanya dapat ditahan oleh tegangan dari partikel-partikel
padat tanah. Kekuatan geser efektif tanah dapat juga dinyatakan sebagai fungsi
dari tegangan normal efektif tanah sebagai berikut:
δ'f = c‟ + σ‟f tan ø‟ ………………………………………….. (5.4)
dengan: c‟ dan ø‟ adalah parameter-parameter kekuatan geser tanah pada
tegangan efektif. Dengan demikian, keruntuhan massa tanah akan terjadi pada
titik yang mengalami keadaan kiritis, yang disebabkan oleh kombinasi antara
tegangan geser dan tegangan normal efektif tanah.
Selain itu, kekuatan geser dapat juga dinyatakan dalam tegangan-tegangan
utama σ‟1 (major principle stress) dan σ‟3 (minor principle stress) pada keadaan runtuh di titik yang ditinjau. Garis yang dihasilkan oleh persamaan 8.5 pada keadaan runtuh merupakan garis singgung (envelope) terhadap lingkaran Mohr, yang menunjukkan keadaan tegangan dengan nilai positif untuk tegangan tekan.
Koordinat titik singgung adalah δf dan σ‟f, di mana:
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 25
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
δf = ½ (σ‟1 - σ‟3) sin 2θ ……………………………….. (5.5)
σ‟f = ½ ( σ‟1 - σ‟3) + ½ (σ‟1 - σ‟3) cos 2 θ
dan θ adalah sudut antara bidang utama dan bidang runtuh secara teoritis,
yang besarnya adalah θ = 45○ + Ф´/2 .
Dari hubungan antara tegangan utama efektif pada keadaan runtuh dan parameter-parameter kekuatan geser (lihat Gambar 5.3), dapat dinyatakan:
½ (σ‟1 - σ‟3 )sin Ф‟ =
c‟ cot Ф´ + ½ (σ‟1 - σ‟3)
sehingga:
½ (σ‟1 - σ‟3 ) = ½ (σ‟1 - σ‟3 ) sin Ф´ + 2 cos Ф´
atau
σ‟1 = σ‟3 tan2 (45○ + Ф´/2) + 2 c‟ tan (45○ + Ф´/2)
Gambar 5.3 Kondisi tegangan-tegangan saat terjadi keruntuhan (Sumber: Djoko Mudjihardjo, ME., 2010)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 26
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Persamaan ini disebut sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.
Kriteria tersebut berlaku dengan asumsi bahwa bila sejumlah keadaan
tegangan telah diketahui, yang masing-masing menghasilkan keruntuhan geser
pada tanah, maka dapat digambarkan sebuah garis singgung pada lingkaran
Mohr; yang dinamakan selubung keruntuhan (failure envelope) tanah. Keadaan
tegangan tidak mungkin berada di atas selubung keruntuhannya. Namun,
kriteria ini tidak mempertimbangkan regangan pada saat atau sebelum
terjadinya keruntuhan dan secara tidak langsung menyatakan bahwa tegangan
utama efektif σ‟ tidak mempengaruhi kekuatan geser tanah.
Di dalam praktek, kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb ini paling sering
digunakan karena cukup sederhana, walaupun bukan merupakan satu-satunya
kriteria keruntuhan tanah. Selubung keruntuhan untuk tanah tertentu tidak
selalu berbentuk garis lurus, tetapi secara perkiraan dapat dibuat garis lurus,
yang diambil dari suatu rentang tegangan serta parameter-parameter kekuatan
geser pada rentang tersebut.
Dengan membuat plotting ½ (σ‟1 - σ‟3) terhadap ½ (σ‟1 - σ‟3), maka setiap
kondisi tegangan dapat dinyatakan dengan suatu titik tegangan (stress point),
yang lebih baik daripada lingkaran Mohr, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.2.
Setelah itu dapat dibuat selubung keruntuhan yang dimodifikasi, dinyatakan
dengan persamaan:
½ (σ‟1 - σ‟3) = a‟ + ½ (σ‟1 - σ‟3) tan α’
di mana: a‟ dan α’ adalah parameter-parameter kekuatan geser yang dimodifikasi. Kemudian parameter-parameter c‟ dan ø´ diperoleh dari:
ø´ = sin-1 (tan α’)c‟= a‟/ cos ø´
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 27
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 5.4 Alternatif penggambaran kondisi tegangan saat terjadi keruntuhan (Sumber: Djoko Mudjihardjo, ME., 2010)
Garis-garis yang digambarkan dari titik tegangan pada sudut 450 terhadap horizontal (lihat Gambar 5.4), berpotongan dengan sumbu horizontal di titik-titik
yang menyatakan nilai-nilai tegangan-tegangan utama σ‟1 dan σ‟3. Gambar 5.4 juga dapat digambarkan untuk kondisi tegangan total, dengan koordinat-
koordinat vertikal dan horizontal berturut-turut ½ (σ‟1 - σ‟3) dan ½ (σ1 - σ3), di mana dinyatakan bahwa:
½(σ‟1 - σ‟3) = ½ (σ1 - σ3)
½(σ‟1 - σ‟3) = ½ (σ1 - σ3) = µ
Dalam keadaan simetris aksial, suatu keadaan tegangan efektif dapat juga
dibuat plotting koordinat-koordinat vertikal dan horizontal berturut-turut q‟ dan p‟,
di mana:
q‟ = ½ (σ‟1 - σ‟3)
p‟ = ½ (σ‟1 - σ‟3)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 28
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Besaran tegangan-tegangan ini (yang merupakan fungsi dari tegangan utama) tidak tergantung pada orientasi sumbu-sumbu koordinat, sehingga tegangan-tegangan semacam itu disebut invarian tegangan, yang dinyatakan sebagai berikut:
q = (σ1 - σ3)
p = ½ (σ1 - σ3)
Dalam hal ini, hubungan antara tegangan efektif dan tegangan total adalah: q‟ = q
p‟ = p - µ
C. Pemilihan Nilai Kuat Geser Pemilihan parameter tanah yang sesuai dan penggunaannya benar
dalam analisis stabilitas pada umumnya sangat penting dibandingkan metode
analisis stabilitas yang digunakan. Bila nilai-nilai kuat geser dipilih dari data hasil
uji kuat geser, perlu dperhitungkan bentuk kurva tegangan-regangan untuk uji
tanah masing-masing.
Bilamana tanah fondasi tak terganggu dan tanah yang dipadatkan tidak
menunjukkan penurunan yang signifikan dalam geser atau perbedaan tegangan
setelah tegangan puncak tercapai, nilai kuat geser dapat dipilih sebagai
tegangan geser puncak dalam uji geser langsung S, tegangan deviator puncak,
atau tegangan deviator pada 15% regangan, di mana perlawanan geser
meningkat dengan regangan.
Untuk setiap tipe tanah, nilai kuat geser harus dipilih sebagai 2/3 dari nilai hasil uji kuat geser yang dipilih.
Kadang-kadang analisis stabilitas bendungan urugan dan fondasinya
dilakukan menggunakan nilai-nilai estimasi untuk properties materialnya.
Estimasi untuk nilai properties material terkait didasarkan pada:
a) Laporan uji laboratorium yang lalu dari studi proyek terkait.
b) Pengalaman lalu dalam pengujian material yang sama pada bendungan yang lain.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 29
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Sementara hal tersebut dapat diterima untuk pekerjaan awal atau preliminary
dalam proses evaluasi keamanan bendungan. Yang terpenting bahwa evaluasi
akhir dan rekomendasi untuk pekerjaan perbaikan (remedial) atau alternatif lain
didasarkan pada nilai properties material yang diperoleh dari hasil uji
laboratorium dan lapangan yang sesuai berdasarkan spesifikasi lapangan.
Pemikiran tersebut merupakan hal yang terbaik untuk membandingkan
nilai-nilai uji dengan data historis material yang sama atau secara empiris, dan
untuk menyimpulkan perbedaan yang terjadi. Tujuan akhirnya adalah untuk
mendapatkan nilai-nilai properties yang terbaik (best representative) untuk
material terkait.
D. Sumber dan Data Kuat Geser D.1. Parameter bahan urugan diperkirakan dari pengalaman
Kuat geser material dapat diperoleh dari uji lapangan dan uji
laboratorium, atau diperkirakan berdasarkan pengalaman yang tergantung pada
tahapan analisis pada waktu desain.
Kuat geser untuk desain pada masa persiapan, diperkirakan berdasarkan data
geologi lokal dan hasil uji laboratorium untuk material yang sama, serta
pengalaman (data empiris).
Bahan urugan bendungan dianjurkan dapat diperoleh dari lokasi
rencana bendungan. Hampir semua bahan urugan dapat digunakan, kecuali
tanah yang mengandung zat organik atau zat yang mudah larut. Pada
umumnya bahan urugan bendungan dibedakan dalam 3 jenis, yaitu batu, pasir
kerikilan dan tanah lempungan (kedap air).
Konstruksi bendungan disesuaikan dengan karakteristik bahan yang terpilih,
kondisi lapangan (topografi, geologi dan meteorologi), dan pola pelaksanaan,
serta peralatan yang digunakan agar biaya konstruksi dapat seefisien mungkin.
Ketiga jenis bahan urugan yang sering digunakan adalah tanah lempungan,
pasir dan kerikil, dan batu.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 30
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
D.2. Uji geser lapangan
Uji kuat geser di lapangan dapat dilakukan pada material fondasi dan
tubuh bendungan dengan uji geser baling sesuai dengan SNI 06-2487-1991.
Tujuannya adalah untuk mengukur langsung kuat geser tanpa drainase dari
tanah lempung lunak yang jenuh air.
D.3. Uji geser laboratorium
Uji kuat geser di laboratorium dilakukan baik pada contoh tanah tak
terganggu maupun yang terganggu dari material fondasi dan tubuh bendungan.
Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh parameter kuat geser yang
diperlukan dalam analisis stabilitas bendungan. Yang termasuk uji kuat geser di
laboratorium adalah uji tekan bebas (SNI 03-3638-1994), uji geser triaxial (SNI
03-2455-1991 dan SNI 03-4813-1998), uji geser langsung (SNI 03-2813-1992),
uji geser torsi atau rotasi, dan uji geser sederhana (simple shear).
Penentuan parameter kuat geser merupakan bagian terpenting dan
tersulit dari analisis stabilitas. Kesulitan itu antara lain dalam memperoleh
contoh uji yang dapat mewakili, menjaga contoh uji agar tetap tak terganggu,
sesuai kondisi pembebanan di lapangan, dan menghindari kesalahan pengujian.
Pada umumnya, contoh uji yang benar-benar mewakili kondisi di lapangan
sangat sulit diperoleh.
Namun, parameter kuat geser dapat ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari
sejumlah hasil pengujian. Pembebanan dan tegangan yang bekerja pada
contoh uji di laboratorium, berbeda dengan yang ada pada elemen tanah di
lokasi bidang runtuh. Oleh karena itu, pengalaman mempunyai peranan penting
dalam evaluasi hasil pengujian, yaitu untuk memastikan apakah parameter
yang dipilih dapat mewakili material di lapangan.
E. Hubungan Antara Kuat Geser Dengan Kondisi Pembebanan Pembebanan yang biasanya dievaluasi untuk analisis stabilitas lereng,
adalah pada kondisi :
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 31
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
selesai dan selama konstruksi berlangsung;
aliran langgeng;
surut cepat.
Parameter kuat geser material yang digunakan di dalam analisis harus memberikan
gambaran tentang perilaku material pada tiap kondisi pembebanan.
E.1. Kuat geser pada kondisi selesai dan selama konstruksi
Pembebanan pada kondisi selesai dan selama konstruksi berlangsung
dapat dianalisis dengan menggunakan konsep kuat geser total dan konsep kuat
geser efektif.
1) Kuat geser total a) Fondasi
Parameter kuat geser tanah lempungan fondasi yang jenuh air dapat
diperoleh dengan uji tekan bebas UC (UC=Unconfined compression test) atau uji triaxial UU (UU=Unconsolidated undrained test) tanpa pengukuran
tekanan air pori pada contoh uji tidak terganggu.
Contoh tanah tak terganggu harus dipilih dan diuji berdasarkan rentang
kedalaman dari material fondasi. Jika digunakan uji geser baling di
lapangan, maka juga harus diuji berdasarkan rentang kedalaman.
Sedangkan untuk tanah fondasi lainnya digunakan uji triaxial UU.
b) Material urugan Contoh uji yang mewakili material urugan harus diuji kompaksi standar
(SNI 03-2832-1992) terlebih dahulu, sehingga diperoleh kurva hubungan antara kadar air (w) dan kepadatan kering (dr). Untuk pengujian
laboratorium disiapkan benda uji dengan menumbuk material dalam
tabung cetak. Benda uji yang diperoleh dapat mempunyai berat volume kering (dr-lap) dan kadar air (wlap) sesuai dengan kondisi lapangan yang
dikehendaki. Kemudian benda uji ini diuji triaxial UU (tanpa drainase dan
tanpa konsolidasi), dengan tekanan keliling sesuai dengan rentang
tegangan normal di lapangan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 32
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Pada umumnya, sudut geser dalam 0 dan kohesi c0 diperoleh untuk
tanah lempung yang jenuh. Sedangkan untuk tanah lempung jenuh
sebagian, selubung keruntuhan Mohr (Mohr envelope) berbentuk kurva
pada rentang tegangan normal rendah. Sudut geser dalam dan kohesi
ditentukan pada rentang tegangan yang sesuai dengan kondisi di
lapangan.
2) Kuat geser efektif Apabila tekanan air pori di dalam tubuh bendungan dan fondasi
meningkat karena adanya proses pengurugan beban, maka harus digunakan
kuat geser efektif dalam analisis stabilitas lereng. Uji triaxial terkonsolidasi tanpa
drainase (CU = Consolidated Undrained test) dengan pengukuran tekanan air
pori harus dilakukan pada contoh tanah lempung dan lanau karena
permeabilitasnya rendah. Tujuannya agar contoh tanah dapat diasumsi
mengalami keruntuhan pada kondisi tanpa drainase.
Uji triaxial terkonsolidasi dengan drainase (CD = Consolidated Drained
test) atau uji geser langsung (CD) dapat digunakan untuk material fondasi dan
tubuh bendungan. Baik untuk material berbutir kasar maupun untuk material
kedap air dan kedap sebagian pada pembebanan jangka panjang dengan
kecepatan pembebanan sama atau lebih rendah dari kecepatan konsolidasi.
Dalam hal ini, tekanan air pori berlebih dijaga tetap nol.
Kuat geser material fondasi lempung overkonsolidasi (overconsolidated clay) dan serpih lempungan (clay-shale) dapat diperoleh dari uji triaxial CD atau CU.
E.2. Kuat geser pada kondisi aliran langgeng
Stabilitas lereng bendungan pada kondisi aliran langgeng harus
dianalisis dengan menggunakan parameter kuat geser efektif dari material
tubuh dan fondasi bendungan. Uji triaxial CU atau CD harus dilakukan dengan
pengukuran tekanan air pori. Pemberian tekanan balik (backpressure) yang
cukup untuk mencapai derajat kejenuhan 95%, harus dilakukan baik untuk
benda uji material terkompaksi maupun material fondasi takterganggu. Uji geser
langsung digunakan untuk pasir, lempung berpasir atau lempung kelanauan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 33
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Uji ini dapat digunakan juga untuk lempung dengan plastisitas rendah
sampai tinggi. Namun pelaksanaannya membutuhkan kecepatan geser lambat,
sehingga menjadi kurang praktis. Stabilitas lereng udik umumnya tidak bersifat
kritis pada kondisi pembebanan ini, sehingga hanya lereng bagian hilir yang
harus dianalisis.
E.3. Kuat geser pada kondisi surut cepat
Stabilitas lereng bendungan pada kondisi surut cepat harus dianalisis
dengan menggunakan parameter kuat geser efektif dari material tubuh dan
fondasi bendungan. Uji triaxial CU dengan penjenuhan sebelumnya dan
pengukuran tekanan air pori harus dilakukan untuk tanah, baik yang kedap air
maupun kedap air sebagian. Uji triaxial (CD) atau uji geser langsung (CD) dapat
digunakan untuk material dengan permeabilitas yang tinggi (> 10-4 cm/s).
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan untuk pengujian tanah
lempung overkonsolidasi atau serpih lempungan, antara lain keadaan geologi
sekitar bendungan, keberadaan bidang perlapisan, dan daerah yang pernah
mengalami longsoran. Pengujian yang harus dilakukan untuk material ini adalah
uji triaxial CU dengan pengukuran tekanan air pori, uji triaxial CD, atau uji geser
langsung (CD).
Pada daerah yang permukaannya berpotensi runtuh dan ada tanda-tanda
bidang longsor, maka harus dilakukan analisis stabilitas menggunakan
parameter kuat geser sisa (residual) dengan uji geser langsung (CD).
F. Penentuan Parameter Bahan Timbunan Untuk Analisis Stabilitas Lereng Penentuan parameter bahan timbunan untuk analisis stabilitas lereng
dapat dilakukan dengan pengujian sifat fisik dan sifat teknik tanah timbunan,
pasir dan kerikil, seperti diperlihatkan dalam Tabel 5.1a dan 5.1b. Pengujian-
pengujian tersebut dapat mengikuti standar-standar uji (atau SNI) yang berlaku,
dan perolehan parameter terkait serta manfaatnya.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 34
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Tabel 5.1a Ikhtisar pengujian bahan urugan tanah untuk penentuan parameter desain untuk analisis stabilitas lereng
No Material Jenis uji Standar Parameter Kegunaan1 Timbunan
tanah Sifat fisik :Kadar air asli SNI 03-1965-1990 wn (%) Menghitung dr
n = dr (1+wn/100)Berat jenis SNI 03-1964-1990 Gs atau Menghitung e, n dan sat
s = w x Gs e = dr / sn /100 = 1- dr / s
sat = dr + w (n/100)
Berat volume SNI 03-3637-1994 n Menghitung dr(tak terganggu)Gradasi ASTM D 2217 % butir < no.200 Klasifikasi dan dapat digunakan
SNI 03-3423-1994 % butir < 2 untuk menghitung koef.D10 , D15 , D30 , D50 , permeabilitas, desain bahanD85 saringan dan menghitung
Uc = D60 / D10 (Koef. uniformiti)Cc = (D30)2/(D10xD60) (Koef.kurvatur)
Batas cair SNI 03-1967-1990 wl (%) Klassifikasi, korelasiBatas plastis SNI 03-1966-1990 wp (%) Klassifikasi dan korelasi,
menhitungIp = wl-wp (indeks plastisitas)LI = (wn – wp) / Ip (indekslikuiditas)Ic = (wl – wn) / Ip (indekskonsisitensi)A = Ip/(% < 2 ) (rasio aktivitas)
Batas susut SNI 03-3422-1994 ws (%) Untuk menghitungpengembangan
KarakteristikMekanis.Pemadatan SNI 03-1742-1989 Hubungan w- dr Menentukan dr-lap dan wlapstandar diperoleh OMC dan dengan
MDD D 90-100 % danOMC-2 wlap OMC + 3%D =dr-lap / MDD = 0.95dr-lap = 0.95 MDDwlap = OMC + 3%lap =dr-lap (1+ wlap /100)n /100 = 1- dr-lap / s
sat = dr-lap + w (n/100)
Uji triaxial SNI 03-4813-1998 Pengujian dilakukan Analisis stabilitas dan dapatstandar UU, CU SNI 03-2455-1991 pada wlap dan lap dihitung modulus elastisitas yaitu
hasil perhitungan hubungan antara E50 denganpada hasil 3 .Dapat digunakan untukpemadatan standar analisis dengan cara elemenHasil berupa hingga.u , cu , ‟cu , c‟cu
Uji SNI 03-2435-1991 Pengujian dilakukan Analisis rembesan airpermeabilitas pada wlap dan lapstandar hasil berupa nilai K
(koefisienpermeabilitas)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 35
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Tabel 5.1b Ikhtisar pengujian bahan urugan tanah untuk penentuan parameter desain untuk analisis stabilitas lereng (lanjutan)
No Material Jenis uji Standar Parameter KegunaanUji konsolidasi SNI 03-2812-1992 Pengujian dilakukan Analiisis penurunan.
pada wlap dan lap hasilberupa nilai Cc , Es ,Cv
Uji dispersif SNI 03-3405-1994 Penentuan tingkat Bila dispersif sebaiknya tidakdispersi tanah. digunakan . Namun bila tetap
digunakan harus di stabilisasiatau filter harus baik
2 PasirKerikil Sifat fisik :
Kadar air asli SNI 03-1965-1990 wn (%) Menghitung dr
dr = n (1+wn/100)Berat jenis SNI 03-1964-1990 Gs atau Menghitung e , n dan sat
s = w x Gs e = dr / sn /100 = 1- dr / s
sat = dr + w (n/100)
Berat volume SNI 03-3637-1994 n Menghitung dr(tak terganggu)Gradasi ASTM D 2217 % butir < no.200 Klasifikasi dan dapat
SNI 03-3423-1994 % butir < 2 digunakan untuk menghitungD10 , D15 , D30 , D50 , koef. permeabilitas , desainD85 bahan saringan dan
menghitungUc = D60 / D10 (Koef. uniformiti)Cc = (D30)2/(D10xD60) (Koef.kurvatur)
KarakteristikMekanisKepadatan ASTM D-4253 d-min dan d-maks Menentukan dr-lap dan wlaprelatif ASTM D-4254 Dr kepadatan relatif dengan D 70 % danmaksimum dan harus ditentukan wlap = wn
minimum harus 70% Dr = [d-maks (dlap-d-min)] / [d-
lap(d-maks - d-min)] = 0.70Dari persamaan diatasdiperolehdr-lap
lap =dr-lap (1+ wlap /100)n /100 = 1- dr-lap / s
sat = dr-lap + w (n/100)
Uji triaxial SNI 03-4813-1998 Pengujian dilakukan Analisis stabilitas dan dapatstandar UU, CU SNI 03-2455-1991 pada wlap dan lap menghitung modulus
hasil perhitungan pada elastisitas yaitu hubunganAtau uji geser SNI 03-3420-1994 hasil pemadatan antara E50 dengan 3 .Dapatlangsung UU , SNI 03-2813-1992 standar Hasil berupa digunakan untuk analisisCD u , cu , ‟cu , c‟cu dengan cara elemen hingga.
Uji SNI 03-2435-1991 Pengujian dilakukan Analisis rembesan airpermeabilitas pada wlap dan lap hasilstandar berupa nilai K
(koefisienpermeabilitas)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 36
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB VI
PERHITUNGAN TEGANGAN DAN TEKANAN AIR PORI
A. Analisis Tegangan Efektif versus Analisis Tegangan Total
Pada umumnya, ada dua pendekatan analisis yang berbeda, yang
berlaku untuk menentukan stabilitas bendungan urugan (K. Terzaghi and R. B.
Peck, 1967), yaitu: Analisis tegangan efektif,
Analisis tegangan total.
Dalam analisis tegangan efektif, kuat geser tanah dievaluasi berdasarkan
tegangan normal efektif, dan perhitungan dilakukan secara eksplisit terhadap
tekanan air pori dalam perhitungan analisis stabilitas. Dalam analisis tegangan
total, kuat geser tanah meliputi pengaruh tekanan air pori.
Dua pendekatan yang diperkirakan terhadap hasil lapangan, faktor keamanan
yang identik untuk bidang longsor akan menghasilkan kuat geser yang
memadai dan data tekanan air pori terkait yang digunakan dalam perhitungan.
Jadi, pemilihan pendekatan analisis dapat didasarkan pada:
Manfaat penggunaan
Manfaat pengujian dan pengumpulan data
Ketersediaan prosedur penghitungan
Akan tetapi dalam teknik rekayasa bendungan urugan, biasanya digunakan
analisis tegangan efektif sebab dapat membantu/memfasilitasi pemahaman yang
memadai dari respons relatif dari setiap elemen dalam matriks lapisan tanah.
Jadi, untuk melakukan analisis stabilitas tegangan efektif secara memadai dari bendungan urugan, perlu diketahui:
Tekanan air pori dalam material tubuh bendungan dan fondasinya.
Gaya-gaya yang dihasilkan oleh air seperti rembesan melalui material tubuh dan fondasi bendungan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 37
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B. Metode Garis Freatik
Tekanan air pori dapat dihitung dengan beberapa metode di bawah ini.
Perhitungan tekanan air pori untuk kondisi aliran langgeng dapat diperkirakan
sebagai tekanan hidrostatik di bawah garis freatik.
Permukaan garis freatik diperoleh berdasarkan prosedur yang dikembangkan
oleh Casagrande, Pavlovsky, Cedergren, dan yang lainnya (periksa RSNI M-02-
2002, Metode Analisis dan Cara Pengendalian Rembesan Air Untuk Bendungan Tipe Urugan).
Pada umumnya, metode ini agak konservatif untuk bendungan tipe zonal, dan
tidak dapat digunakan untuk kasus-kasus khusus. Sebagai contoh, pengaruh
anisotropi, pengaruh infiltrasi air hujan dan tekanan artesis dalam fondasi,
sehingga perlu digunakan metode lain.
Metode garis freatik juga dapat digunakan untuk menghitung tekanan
air pori pada kondisi surut cepat, dengan memodifikasi garis freatik pada
kondisi aliran langgeng dengan asumsi kondisi aman sebagai berikut.
1) Selama terjadi surut cepat, tidak terjadi disipasi tekanan air pori pada material kedap air, sehingga garis freatik tidak mengalami perubahan.
2) Elevasi muka air normal atau elevasi muka air maksimum diturunkan
secara cepat sampai elevasi muka air minimum.
Namun, metode garis freatik tidak dapat digunakan untuk menghitung tekanan air pori pada kondisi selesai dan selama konstruksi berlangsung.
C. Metode Grafis Menggunakan Jaring Alir dan Model Analog Analisis dengan metode jaringalir pada kondisi aliran langgeng dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan air pori, penyebaran tekanan air pori
dan garis freatik pada tubuh dan fondasi bendungan. Pengaruh sifat anisotropi
terhadap permeabilitas dapat diperhitungkan, walaupun kurang teliti.
Metode analog listrik dapat juga digunakan untuk menghitung tekanan air pori
secara akurat dalam media isotropik dan anisotropik pada kondisi aliran
langgeng.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 38
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
D. Metode Numerik Metode numerik adalah cara analisis yang terbaik untuk menentukan
penyebaran tekanan air pori di dalam tubuh dan fondasi bendungan yang
kompleks, baik pada kondisi aliran langgeng maupun surut cepat. Metode ini
biasanya dikerjakan secara numerik dengan menggunakan cara elemen hingga,
beda hingga dan elemen batas.
Permeabilitas material tubuh dan fondasi bendungan harus diketahui secara
teliti, untuk menghitung tekanan pori secara akurat. Jika diperlukan, metode
numerik dapat digunakan pada desain akhir. Semua penjelasan mengenai
metode analisis rembesan air dapat diperiksa secara rinci pada standar analisis
rembesan air.
E. Metode Pengukuran Lapangan Dengan Instrumen Piezometer Peningkatan tekanan air pori selama konstruksi berlangsung di dalam
tubuh dan fondasi bendungan, tergantung pada sifat fisik material dan
kecepatan pengurugan. Hasil pengamatan tekanan air pori dengan piezometer
sistem tertutup selama konstruksi berlangsung, harus dibandingkan dengan
perkiraan tekanan air pori dari hasil analisis desain. Jika diperlukan untuk
memperkuat analisis stabilitas bendungan pada kondisi selama konstruksi
berlangsung, sebaiknya dilakukan pengawasan terhadap pergerakan dan
tekanan air pori di dalam bagian kritis tubuh dan fondasi bendungan.
Tekanan air pori yang terukur dari pisometer dengan baik dapat langsung
digunakan untuk analisis stabilitas lereng bendungan atau lereng alami, pada
kondisi aliran langgeng atau surut cepat.
Untuk mengetahui tekanan air pori dalam fondasi dan bendungan urugan diperlukan data piezometrik yang ditunjang oleh:
a. Sejumlah besar piezometer yang cukup terpasang pada lokasi-lokasi yang sesuai di dalam fondasi dan tubuh bendungan.
b. Pencatatan yang terpercaya dari pembacaan piezometer dan elevasi muka
air waduk yang bersangkutan, yang memudahkan adalah dalam bentuk
plotting, sehubungan dengan periode waktu.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 39
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
c. Alat-alat yang terpercaya perlu tersedia untuk menghitung tekanan air pori
pada lokasi-lokasi yang memerlukan data sebaran (discrete) tekanan air
pori (A. K. Chugh, 1981).
Bila data piezometrik tidak ada, dapat dilakukan analisis rembesan
(seepage) dengan menggunakan model numerik untuk masalah tersebut (A.K.
Chugh and H.T. Falvey, 1984). Tekanan air pori dapat ditentukan dengan garis
freatik yang dihitung, atau dengan nilai tekanan air pori terhitung pada lokasi-
lokasi sebaran dalam fondasi dan tubuh bendungan.
Dalam analisis rembesan, gaya rembesan pada elemen tanah dihitung dengan
mengalikan volume elemen tanah, berat isi air, dan gradien hidraulik. Gaya-
gaya rembesan dalam material bendungan urugan dan fondasinya dapat
dihitung, baik dari data piezometrik atau hasil analisis rembesan.
Kadang-kadang untuk menyingkat waktu perhitungan gaya rembesan,
tidak dilakukan dengan analisis rembesan. Sebagai gantinya, garis freatik yang
tinggi digambarkan pada penampang melintang bendungan dari hasil studi, dan
tekanan air pori sepanjang bidang longsor dihitung berdasarkan distribusi
tekanan hidrostatik. Akan tetapi, hal ini tidak disarankan untuk menentukan
tekanan air pori yang diperlukan dalam analisis stabilitas bendungan. Demikian
juga secara eksplisit gaya rembesan pada massa longsoran umumnya tidak
dilakukan dalam analisis stabilitas lereng.
F. Metode Hilf Prosedur rinci untuk memperkirakan kurva tegangan total dengan
tekanan air pori dari hasil uji konsolidasi di laboratorium dapat dilakukan dengan
metode J.W Hilf. Prosedur ini dapat digunakan untuk menghitung tekanan air
pori selama masa konstruksi berlangsung.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 40
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB VII
KONSEPSI STABILITAS LERENG
A. Teori Dasar
Beberapa hal yang perlu dibahas meliputi konsep kestabilan lereng dan metode analisisnya berdasarkan pengalaman, komputasi, dan grafik.
a) Parameter penting yang digunakan dalam analisis kestabilan lereng adalah
kuat geser tanah (batuan). Keruntuhan geser pada tanah (batuan) terjadi
akibat gerak relatif antarbutiran, sehingga kekuatannya bergantung pada
gaya yang bekerja antarbutiran.
b) Kuat geser tanah (batuan) terdiri atas :
1) bagian yang bersifat kohesif yang bergantung pada jenis tanah (batuan) dan ikatan butir tanah.
2) bagian yang bersifat gesekan yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser.
c) Kekuatan geser tanah jenuh air dinyatakan dalam rumus:
S‟ = c‟ + ( - u ) tan ‟ .................................................. (7.1)
dengan:
S‟ : kekuatan geser efektif,
: tegangan total pada bidang geser,
u : tekanan air pori,
c‟ : kohesi efektif,
‟ : sudut geser dalam efektif.
d) Analisis kestabilan lereng didasarkan pada mekanisme longsor suatu benda
yang terletak pada bidang longsor, seperti diperlihatkan pada Gambar 7.1
dan 7.2.
R/T < 1 benda akan bergerak
R/T = 1 benda dalam keadaan seimbang R/T > 1 benda akan diam.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 41
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 7.1 Kekuatan geser tanah dan batuan
Gambar 7.2 Keseimbangan benda pada bidang miring
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 42
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B. Analisis Stabilitas Lereng Analisis kestabilan lereng dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang
pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:pengamatan visual,
penggunaan komputasi, dan
penggunaan grafik.
Cara analisis yang umum dilakukan dalam penyelidikan longsoran diperlihatkan dalam Tabel 7.1.
Metode analisis stabilitas lereng bendungan urugan dapat dilakukan dengan 2 cara sebagai berikut:
1) Metode analisis dengan cara keseimbangan batas, dan
2) Metode analisis dengan cara elemen hingga yang memenuhi keseimbangan statis dalam setiap elemen.
Tabel 7.1 Cara analisis kestabilan lerengNo. Analisis Cara Bid.longsoran Tanah Batu Keterbatasan
*) **) **)I Berdasarkan Membandingkan L, P, B O O 1. Kurang teliti
pengamatan kestabilan 2. Bergantungvisual lereng yang ada pada
pengalamanseseorang
3. Disarankanuntukdigunakanjika tidak adarisiko.
II Menggunakan Fellenius L O X Felleniuskomputasi Bishop L, P, B O O kurang teliti,
Janbu L, P, B O O hanya dapatmenghitungfaktorkeamanantetapi tidakdapatmenghitungdeformasi.
III Menggunakan Cousins L O X 1. Materialgrafik Janbu L O O homogen
Duncan P O O 2. PadaHoek & Bray P, B X O umumnya
struktursederhana.
Keterangan : *) L : lingkaran **) O : digunakanP : planar X : tidak digunakanB : baji
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 43
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Sebenarnya tidak ada perbedaan dasar dalam metodologi antara
analisis stabilitas statik untuk bendungan baru dan bendungan existing. Akan
tetapi, dalam melakukan analisis stabilitas lereng harus mempertimbangkan
kualitas dan kuantitas data masukan yang tersedia. Metode analisis stabilitas
statik yang biasa digunakan adalah:
Metode keseimbangan batas,
Metode elemen hingga .
Metode keseimbangan batas biasanya digunakan untuk melaksanakan analisis
stabilitas lereng. Metode elemen hingga lebih fleksibel dan rinci serta digunakan
untuk analisis yang lebih lengkap dari tegangan dan regangan dalam
bendungan urugan dalam kondisi statik. Pada umumnya, kedua metode
tersebut memberikan nilai faktor keamanan rata-rata yang sama untuk bidang
longsor yang ditinjau.
B.1. Analisis berdasarkan pengamatan visual
Kestabilan lereng dapat diperkirakan dengan melakukan pengamatan
secara visual di lapangan tanpa melakukan penyelidikan baik di lapangan
maupun di laboratorium. Analisis ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Membandingkan lereng stabil dan lereng longsor, serta keadaan geologi lereng.
b) Mula-mula lereng dikelompokkan menurut keadaan geologinya yang sama atau dapat disamakan.
c) Membuat grafik hubungan antara tinggi dan kemiringan lereng yang
menggambarkan keadaan lereng longsor pada ketinggian, dan kemiringan
yang berlainan (Gambar 7.3).
d) Lereng yang paling tinggi dan paling tegak dapat digunakan sebagai
patokan untuk menentukan lereng stabil, dan batas antara lereng stabil
dan lereng longsor.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 44
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 7.3 Contoh hubungan antara kemiringan, tinggi dan ketidakstabilan lereng (Sumber: Duncan, JM. and Buchighani)
B.2. Analisis berdasarkan komputasi
B.2.1. Metode Fellenius
a) Metode ini dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis,
non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang longsor dianggap terdiri
atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama,
sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.
b) Berat total tanah (batuan) pada suatu elemen (Wt) termasuk beban luar
yang bekerja pada permukaan lereng. Faktor Wt diuraikan dalam komponen
tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Pengaruh gaya T dan E yang bekerja di samping elemen dianggap nol atau diabaikan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 45
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
c) Faktor keamanan adalah perbandingan antara momen penahan longsoran
dengan momen penyebab longsor. Momen tahanan geser pada bidang
longsor adalah (lihat Gambar 7.4):
Mpenahan = R.r...................................................................... (7.2)
R = S.l = l (c‟ + tan‟) ; = Wt cos / l .................................. (7.3)
Mpenahan = r (c‟ l + Wt cos tan‟) ......................................... (7.4)
Mpenyebab = (Wt sin ). r.................................................... (7.5)
FK(1) = (c‟ l + Wt cos tan‟ ) / Wt sin .......................... (7.6)
FK(2) = {c‟ l + (Wt cos - l) tan‟ } / Wt sin .................. (7.7)
dengan:
R : gaya geser;
r : jari-jari bidang longsor;
Wt : komponen tangensial yang bekerja pada waktu longsoran;
Mpenahan : momen yang menahan longsoran;
Mpenyebab : momen yang menyebabkan longsoran;
FK(1) : faktor keamanan lereng;
FK(2) : faktor keamanan lereng yang terendam air; : tekanan air pori di dasar bidang longsoran.
d) Jika lereng terendam air atau muka air tanah berada di atas kaki lereng,
tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang berada di bawah air
tersebut. Tahanan geser yang bekerja diperhitungkan efektif, sedangkan
gaya penyebab tetap diperhitungkan dari tegangan total sehingga rumus faktor keamanan adalah FK(2).
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 46
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 7.4 Sistem gaya pada cara Fellinius
B.2.2. Metode Bishop
a) Analisis A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dan gaya yang
bekerja pada tiap elemen diperlihatkan pada Gambar 7.5. Persyaratan
keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut.
b) Faktor keamanan (FK) terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum tanah di bidang longsor (S tersedia)
dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).
FK = Stersedia/ Sperlu
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 47
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Stersedia = c‟ + ( - ) tan ‟ = c‟ + ‟ tan ‟
Sperlu = { c‟ + ( - ) tan ‟ } / FK.......................................... (7.8)
FK = [ (1/m) {c‟ l + (W - l) tan‟] / W sin ........................ (7.9)
c) Nilai m bisa ditentukan dari Gambar 7.6. Untuk mempercepat perhitungan,
cara penyelesaiannya dilakukan dengan coba ulang (trial and errors) nilai-
nilai faktor keamanan menggunakan gambar tersebut.
d) Faktor keamanan yang diperoleh akan terlalu besar, jika sudut negatif di
lereng paling bawah mendekati 300. Hal ini terjadi jika lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi diasumsi berada dekat puncak lereng.
Selain itu, nilai FK cara Bishop lebih besar daripada nilai FK cara Fellinius.
Gambar 7.5 Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 48
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 7.6 Nilai m untuk persamaan Bishop
B.2.3. Metode Janbu
Cara Janbu (1954) merupakan cara analisis kemantapan lereng yang
dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor (Gambar 7.7). Besaran
yang akan dicari adalah F, yang berhubungan dengan T, N, E dan S.
Berdasarkan keseimbangan gaya vertikal, diperoleh persamaan:
N cos = W + S – T sin ;
N = (W + S) sec – T tan .................................... (7.10)
Jumlah gaya-gaya tegak lurus maupun tangensial terhadap bidang dasar irisan adalah nol, sehingga persamaannya adalah sebagai berikut:
S = y (dE/dx) - d (Eyt) /dx.............................................. (7.11)
N = (W – S) cos + E sin .................................... (7.12)
T = (W + S) sin - E cos ......................................... (7.13)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 49
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Menurut kriteria longsoran Mohr – Coulomb:
T = {c x sec + N tan } /F ....................................... (7.14)
Dengan menggabungkan persamaan-persamaan di atas dan mengasumsi x = 0, diperoleh:
(dE/dx) {(1 + (tan /F) (dy/dx)} + (dS/dx) { (tan /F) - (dy/dx)} =
- c/F {1 + (dy/dx)2} + (dW/dx) { (tan /F) + (dy/dx)}.................. (7.15)
Dua persamaan diferensial di atas dapat digunakan untuk menentukan E, S, yt.
Sistem persamaan ini dapat dilengkapi dengan S = f (x) E.
dengan:
f(x) : fungsi dari x, yang diasumsi linier untuk menentukan nilai yang memenuhi persamaan tersebut di atas,
: konstanta,
dan F dapat dicari dari persamaan di atas.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 50
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 7.7 Sistem gaya pada irisan dengan metode Janbu
C. Cara Keseimbangan Batas C.1. Prosedur metode keseimbangan batas
Dalam metode ini, estimasi kualitatif untuk faktor keamanan dapat
diperoleh dengan memeriksa kondisi keseimbangan bila pola longsoran atau
keruntuhan telah ditentukan, dan membandingkan kuat geser tersedia dengan
gaya geser tanah yang bekerja. Jadi faktor keamanan ditentukan sebagai rasio
dari kuat geser total tersedia pada bidang longsor atau keruntuhan terhadap
gaya geser total yang bekerja sepanjang bidang longsor atau keruntuhan yang
diperlukan untuk mencapai kondisi keseimbangan batas.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 51
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Ada beberapa prosedur analisis stabilitas lereng yang dikembangkan
berdasarkan metode keseimbangan batas (Limit Equilibrium Method). Masing-
masing prosedur mengikuti serangkaian asumsi yang berbeda untuk
menentukan masalah stabilitas lereng statik, karena tidak semua prosedur
dapat memenuhi semua kondisi keseimbangan.
Prosedur yang diterima untuk analisis stabilitas lereng bendungan
urugan harus memenuhi semua kondisi statik, yaitu keseimbangan gaya dan
momen. Penggunaan yang baik dari metode-metode ini memerlukan informasi
tentang denah (layout) tanah yang berbeda dalam zona tubuh bendungan dan
fondasinya, properties tanah berkaitan dengan berat isi dan kuat geser, tekanan
air pori, dan bidang longsor. Massa longsor dibagi atas potongan atau segmen
(slices) untuk memperhitungkan dengan memadai pada kondisi properties
tanah yang berbeda dan kondisi tekanan air pori yang terkait.
Hal yang harus diperhatikan adalah menggunakan data sifat properties tanah yang memadai.
Bila tekanan air pori diperhitungkan secara eksplisit, maka:
Berat isi tanah harus merupakan berat isi total,
Kuat geser tanah harus berkaitan dengan parameter kekuatan tegangan efektif, dan
Informasi tekanan air pori harus tersedia.
Bila tekanan air pori diperhitungkan secara implisit, maka:
Berat isi tanah harus merupakan berat isi total,
Kekuatan geser tanah harus berkaitan dengan parameter kekuatan tegangan total, dan
Informasi tekanan air pori tidak digunakan.
C.2. Pemilihan bidang longsor
Pemilihan bidang longsor berkaitan dengan bentuk dan lokasinya akan diuraikan berikut ini.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 52
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
1) Bentuk bidang longsor Tiga bentuk bidang longsor yang biasa digunakan adalah:
Bentuk lingkaran
Bentuk bukan lingkaran atau bentuk baji ( wedge )
Bentuk log-spiral.
Keruntuhan longsor bentuk lingkaran telah diamati dalam deposit tanah
homogen. Bidang keruntuhan longsor bukan lingkaran atau baji telah diamati
dalam deposit tanah non homogen. Secara analitik, bidang longsor bentuk log-
spiral dalam deposit tanah homogen diperhitungkan dengan memberikan faktor
keamanan lebih rendah daripada bidang longsor lingkaran.
Oleh karena itu, dalam analisis bendungan urugan, semua bentuk
bidang longsor harus dicoba untuk menempatkan pola sepanjang keruntuhan
longsoran yang mungkin terjadi.
Pemilihan geometri bidang longsor yang potensial dalam analisis stabilitas
lereng dengan metode keseimbangan batas, harus dilakukan dengan
pertimbangan yang hati-hati.
2) Lokasi bidang longsor Keruntuhan lereng diamati pada:
Lereng hilir bendungan
Lereng udik bendungan selama kondisi surut air waduk
Perkembangan berbagai ketidakstabilan lereng dari keruntuhan
setempat pada kaki bendungan sampai keruntuhan besar meliputi material
puncak bendungan dan fondasinya. Oleh karena itu, yang terpenting adalah
menganalisis bidang longsor setempat sampai ke kaki bendungan, bidang
longsor berukuran sedang yang meliputi 1/2 sampai 3/4 bagian dari lereng
bendungan, dan bidang longsor besar yang meliputi satu lereng, puncak
bendungan, dan lereng berlawanan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 53
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
C.3. Analisis keseimbangan batas
Metode analisis dengan cara keseimbangan batas adalah cara analisis
yang paling praktis dalam desain bendungan. Beberapa cara yang sering
digunakan dapat diperiksa pada Tabel 7.2. Hasil analisis biasanya dinyatakan
dalam faktor keamanan FK, yang dinyatakan sebagai berikut:
FK = Kuat geser (shear strength) ……………………….. [7.16]Tegangan geser (shear stress)
dengan: FK = S 1 aman ; atau
S , aman
S < , tidak stabil
Tabel 7.2 Analisis stabilitas dengan cara keseimbangan batasMetode Program Karakteristik
Bishop termodifikasi Mstabl, Mstab, Hanya bidang runtuh lingkaran,
(1955) Slope-w, Stabl-g , memenuhi keseimbangan momen, tidak
memenuhi keseimbangan gaya-gayaSb-slope, Stablgm horisontal dan vertikal.
Force Equilibrium Utexas2, Utexas3, Segala bentuk bidang runtuh, tidak
(Lowe dan Karafiat, Slope-w memenuhi keseimbangan momen,
1960 dan US Corps memenuhi keseimbangan gaya-gaya
Of Engineers 1970) horisontal dan vertikal.
Janbu‟s Generalized Stabl-g, Segala bentuk bidang runtuh, memenuhi
Procedure (Janbu, segala kondisi keseimbangan, lokasi
1968) gaya samping dapat divariasi.
Morgenstern and Slope-w Segala bentuk bidang runtuh, memenuhi
Price‟s, (1965) segala kondisi keseimbangan, lokasi
gaya samping dapat divariasi.
Spencer‟s (1967) Mstab, Slope-w, Segala bentuk bidang runtuh, memenuhi
Sb-slope, Sstab2 segala kondisi keseimbangan, lokasi
gaya samping dapat divariasi.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 54
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
C.4. Strategi analisis stabilitas lereng
Program komputer telah tersedia untuk berbagai prosedur analisis
termasuk metode-metode yang disederhanakan, di mana gaya-gaya lateral
pada sisi potongan atau segmen (slices) diabaikan (A. W. Bishop, 1955).
Metode simplifikasi lebih menguntungkan bila terdapat banyak bidang longsor
yang harus dianalisis untuk menempatkan bidang yang paling kritis. Akan
tetapi, setelah bidang longsor kritis ditentukan, maka yang paling baik adalah
melakukan analisis stabilitas menggunakan arah gaya-gaya yang memadai
pada sisi-sisi potongan dan membuat plotting poligon gaya untuk setiap
potongan. Plotting seperti itu sangat diperlukan bagi para engineer untuk
mengkaji ulang solusi dengan alasan tertentu. Pemeriksaan secara grafik ini
dapat menggantikan pemeriksaan secara numerik pada keseimbangan statik
gaya-gaya pada setiap potongan atau segmen.
Untuk material non kohesif, bidang longsor kritis adalah bidang pada
kedalaman dangkal sejajar dengan bidang permukaan bendungan. Untuk
material kohesif, bidang longsor kritis adalah bidang lingkaran pada kedalaman
dalam. Bila lapisan material lunak berada dalam tubuh dan fondasi bendungan,
maka bidang longsor kritis adalah berbentuk baji dengan bagian bidang
longsor yang besar terletak di lapisan lemah pada kedalaman dangkal.
C.5. Langkah-langkah dasar dalam analisis keseimbangan batas
Langkah-langkah dasar dalam analisis keseimbangan batas adalah sebagai berikut:
a. Pilih potongan melintang bendungan urugan untuk analisis stabilitas lereng statik. Potongan itu umumnya merupakan potongan maksimum.
b. Gambarkan potongan melintang bendungan dan termasuk batas-batas material tubuh bendungan dan fondasinya.
c. Beri tanda data tekanan air pori dan/atau estimasi garis freatik. Termasuk
data kuat geser untuk setiap material pada kondisi pembebanan yang
bersangkutan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 55
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
d. Gambarkan bidang longsor sepanjang mana analisis stabilitas lereng statik perlu dilakukan.
e. Persiapkan data input yang diperlukan dalam program komputer sesuai dengan instruksi penggunaan.
f. Masukkan data input dari langkah 5 untuk proses analisis komputer.
C.6. Hasil analisis
Hasil analisis stabilitas lereng dengan menggunakan metode
keseimbangan batas adalah faktor keamanan, tegangan normal dan tegangan
geser yang bekerja sepanjang bidang longsor, dan tegangan normal dan
tegangan geser yang bekerja sepanjang batas antara potongan elemen
(interslice boundaries). Sebelum memperoleh faktor keamanan terhitung, hasil
analisis harus diperiksa beserta alasannya, yaitu tegangan normal tidak
menunjukkan tarikan melintang atau memotong bidang longsor, arah-arah
tegangan geser konsisten dengan arah dari pergerakan longsor yang mungkin
terjadi, dan resultante gaya-gaya interslice berada di dalam massa longsor.
Akan tetapi, magnitudo atau besaran tegangan-tegangan ini tidak sama,
seperti yang diperoleh dalam analisis elemen hingga, sebab pergerakan alami
tanah diabaikan dalam metode keseimbangan batas.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 56
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
BAB VIII
FORMULASI MATEMATIK DAN CARA ANALISIS
A. Umum
Untuk memperkirakan bidang longsoran kritis dari suatu lereng
dibutuhkan suatu analisis stabilitas. Pelaksanaanya dilakukan dengan
menghitung faktor keamanannya, yang merupakan rasio antara momen
tahanan terhadap geser dengan momen pelongsoran. Dalam pelaksanaan
perhitungan ini dibutuhkan waktu yang cukup lama, karena dilakukan dengan
cara coba-coba sampai diperoleh bidang longsoran dengan faktor keamanan
terkecil.
Ketelitian suatu analisis biasanya ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu data
kekuatan geser yang diperoleh dari laboratorium dan cara yang digunakan
dalam analisis stabilitas. Pembahasan mengenai data kekuatan geser
merupakan bagian yang cukup penting telah dibahas di atas. Selain itu,
dianjurkan untuk membaca buku Geoteknik seperti LAMB & WHITMAN 1968
dan lain-lain.
Cara analisis stabilitas dalam MSTABL2 dikerjakan menggunakan
metoda Keseimbangan Batas (Limit Equilibrium method) menurut cara-cara
berikut:
I. Fellenius
II. Modified Bishop 1, dengan bidang longsoran berupa lingkaran. III. Modified Bishop 2, dengan bidang longsoran berupa baji (wedge).
Formulasi matematis dari setiap cara dibahas berikut ini.
B. Cara Fellinius B.1. Analisis stabilitas lereng dengan cara Fellinius
Pada Gambar 8.1, diperhatikan suatu lereng dengan bidang longsoran
kritisnya. Untuk menghitung faktor keamanannya maka perlu diturunkan
persamaan-persamaan umumnya. Untuk keperluan ini, maka bidang longsoran
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 57
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
kritis dibagi atas beberapa potongan kecil-kecil dengan lebar b. Salah satu dari
potongan ini yaitu potongan no.6 dengan skala diperbesar diperlihatkan pada
Gambar 8.2 dengan mencantumkan semua sistem gaya-gaya yang bekerja.
Kekuatan geser tanah seperti telah dibuktikan oleh TERZAGHI dapat dinyatakan dengan suatu persamaan,
s c'' tan ' ........................................................................................... (8.1)
' u............................................................................................... (8.2)
dengan:
s = kekuatan geser;
c‟ = kohesi efektif;
Ф‟ = sudut geser efektif;
σ, σ‟ = tegangan total, efektif;
u = tekanan pori;
FK = faktor keamanan.
S
s.l
l(c'.l P' tan ' )...................................................... (8.3)
FK FK
Sistem gaya-gaya dalam potongan no. 6, harus berada dalam keadaan seimbang. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk ini adalah:
a) Σ Momen terhadap titik pusat lingkaran O = 0;
b) Σ Gaya-gaya sejajar dan tegak lurus garis BC = 0.
Untuk memenuhi persyaratan a), gaya-gaya yang bekerja harus memenuhi persamaan (8.4) yang mempunyai bentuk seperti berikut:
TWI UB2 QW2 S 0.................................................................. (8.4)
TWI W(I Kv)sin W.Kh(cos hq/ R) ............................................ (8.5)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 58
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
TWI U (sincos cossin) h.sin/ R .......................................... (8.6)
QW2 Q(sincos cossin) h.sin/ R....................................... (8.7)
Untuk memenuhi persyaratan ii) maka gaya yang bekerja harus memenuhi persamaan (8.8) yang mempunyai bentuk,
P'U TWR UB1 QW1 (En En1 )sin (Xn Xn1 )cos 0 ............. (8.8)
TWR W(1Kv)cos W.Khsin................................................. (8.9)
UB1 U (coscos sinsin)...................................................... (8.10)
QW1 Q(coscos sinsin)...................................................... (8.11)
Substitusikan persamaan (8.3) dan (8.8) kedalam persamaan (8.4) dan dengan
anggap bahwa, (En – En+1) sin α – (Xn – Xn+1) cos α = 0 sehingga dengan demikian dihasilkan persamaan,
FK c'l tan (TWR U UB1 QW1) Mp ................................... (8.12)TW1 UB2 QW 2 MI
dengan:
Mp = momen perlawanan terhadap geser,
MI = momen pelongsoran.
Dengan menjumlahkan semua momen perlawanan terhadap geser dan momen
longsoran pada setiap potongan diperoleh persamaan faktor keamanan dengan
cara Fellenius yaitu:
FK (c'b / cos tan '(TWR U UB1 QW1))
Mp................... (8.13)
(TW1 UB2 QW 2) Ml
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 59
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 8.1 Bidang longsor kritis yang terbagi atas 10 potongan
Gambar 8.2 Sistem gaya-gaya pada potongan 6
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 60
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Analisis stabilitas lereng dengan cara Fellinius, tidak mempertimbangkan gaya
interslice (satu dengan yang lainnya), tetapi hanya diperhitungkan gaya yang
bekerja di dasar slice (dalam free body: W = berat slice; S = tahanan geser
pada dasar slice; dan N = gaya normal pada dasar slice). Lereng dengan
bidang longsoran kritisnya dibagi atas beberapa potongan kecil-kecil dengan
lebar tertentu. Metode ini memenuhi persyaratan keseimbangan momen, tetapi
tidak memenuhi keseimbangan gaya. Hasilnya memberikan faktor keamanan
yang tidak realistik, sehingga disarankan tidak digunakan dalam praktek. Dalam
hal ini, hanya sebagai ilmu pengetahuan saja, dan pembelajaran pola pikir
analisis stabilitas lereng statik.
Analisis stabilitas lereng statik cara Fellinius harus dilakukan untuk sejumlah
bidang gelincir (variabel R), sehingga diperoleh faktor keamanan minimum. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam cara Fellinius adalah:
a. Gaya-gaya yang bekerja di antara setiap irisan diabaikan.
b. Gaya normal pada dasar irisan diperoleh dengan memproyeksikan semua gaya tegak lurus terhadap dasar irisan.
c. FK yang diperoleh bisa „underestimate’ (tidak realistik).
d. Kurang teliti untuk bidang longsoran dalam dengan tekanan air pori tinggi (on the safe side).
e. Besaran gaya-gaya normal efektif pada beberapa irisan dapat menjadi negatif.
f. Perhitungan cukup sederhana dan hanya untuk bidang longsor berbentuk busur lingkaran.
g. Hanya memadai untuk tanah atau batuan lunak.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 61
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B.2. Contoh perhitungan stabilitas lereng statik menurut Fellenius
B.2.1. Contoh soal
Lereng terdiri dari tanah homogen dengan sifat-sifat tanah sebagai berikut:
γ = 20 kN/m3 ; c‟ = 10 kN/m2 ; Φ‟ = 29o.
Dalam lereng terdapat air yang merembes ke arah kaki lereng dengan flow net seperti diperlihatkan pada Gambar 8.3. Hitung faktor keamanan stabilitas lereng
dengan menggunakan tegangan efektif !
Cara perhitungan dilakukan pada satu lingkaran menurut Fellenius sesuai rumus berikut:
F c' La tan' (W cos ul) ............. (8a)W sin
Gambar 8.3 Gambar pembagian segmen dari satu lingkaran longsor pada penampang melintang bendungan (cara Fellinius)
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 62
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B.2.2. Sistematika prosedur perhitunganSistematika prosedur perhitungan adalah sebagai berikut:
1) Tentukan titik pusat lingkaran gelincir/longsor (O), dan bidang gelincirnya.
2) Lereng dibagi menjadi sejumlah segmen, dengan batas-batas vertikal (contoh dibagi atas 8 segmen yang sama).
3) Mengukur lebar b, tinggi h, dan sudut kemiringan dasar α pada setiap
segmen, dan nilai-nilainya dimasukkan ke dalam kolom-kolom perhitungan
(Tabel 8.1).
4) Menentukan besarnya tegangan air pori (u) pada dasar setiap segmen, dengan cara u = γwh pada titik B dari garis ekipotensial sampai titik A pada
permukaan air (garis aliran atau flow line).
5) Menghitung berat masing-masing segmen W = γbh. Setiap segmen
dianggap mempunyai tebal satuan pada arah melintang terhadap lereng. Nilai-nilai sin α, W sin α, W cos α, c‟La, ul dihitung, supaya c‟La + tan Φ‟
Σ(Wcos α - ul) pada setiap segmen dapat ditentukan, serta nilai ΣWsin α
untuk setiap segmen bisa dihitung pula. Kemudian perbandingan kedua
bagian rumus dapat dihitung untuk mendapatkan faktor keamanan F.
B.2.3. Analisis secara tabelarisAnalisis setiap segmen secara tabelaris dengan mengisi Tabel 8.1 berikut:
Tabel 8.1 Daftar isian perhitungan stabilitas lereng statik (cara Fellinius)
Seg- h B α (0) γ W Wcosα Wsinα u l ul Wcosα-ulmen (m) (m) (kN/m3) =γhb
12345678
Σ …. Σ …. Σ …. Σ.. Σ .. Σ ….
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 63
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
B.2.4. Contoh hitunganSebagai bahan pelatihan contoh hitungan dapat diikuti sebagai berikut.
Faktor keamanan diberikan pada persamaan 8a. Massa tanah dibagi atas 8
segmen dengan lebar 1,50 m. Berat dari masing-masing segmen, W = γbh = 20
x 1,5 x h = 30 h kN/m. Tinggi (h) dari masing-masing segmen diukur dari bawah
ditengah dasar segmen dan komponen normal dan tangensialnya adalah hcosα
dan hsinα (Gambar 8.3). Berarti, W cosα = 30 h cosα dan W sinα = 30 h sinα.
Tekanan air pori di tengah dasar setiap segmen dihitung = γw zw, di mana zw
adalah jarak vertikal dari titik pusat dasar segmen di bawah muka air tanah (Gambar 8.3). Walaupun cukup aman, namun tekanan air pori yang lebih tepat
sebenarnya dihitung = γw ze, di mana ze adalah jarak vertikal di bawah titik
perpotongan antara muka air tanah dan garis ekipotensial melalui tengah-tengah dasar segmen.
C. Cara Modified Bishop Persamaan yang diturunkan ini disebut cara Bishop, yang dilakukan
hampir sama dengan cara Fellinius, dan persyaratan keseimbangan juga sama
dengan cara Fellinius. Perbedaannya hanya terletak pada keseimbangan gaya-
gaya yang diambil terhadap horisontal dan vertikal. Jadi tidak sejajar dan tegak
lurus garis BC (lihat Gambar 8.2). Keseimbangan gaya-gaya terhadap garis
vertikal harus memenuhi persamaan (8.14) berikut:
(P'U)cos TWB UB3 (Xn Xn1 ) Ssin 0............................ (8.14)
Persamaan keseimbangan momen terhadap titik pusat lingkaran sama dengan
persamaan (8.14) cara Fellinius. Selanjutnya, dengan menjumlahkan semua
momen perlawanan terhadap geser dan momen longsoran pada setiap
potongan, maka persamaan umum untuk menentukan FK terhadap longsoran
dengan cara modified Bishop 1 diperoleh dengan persamaan,
FK (c'b tan '(TWB UB3 QW3 bu) CONST)
Mp ............. (8.15)
(TW1 UB2 QW 2) Ml
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 64
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
D. Cara Modified Bishop Untuk Longsoran Bentuk Baji (Wedge)
Persamaan untuk cara modified Bishop dengan bidang longsoran
bentuk baji (wedge) yang disebut juga sebagai cara Bishop2, dikerjakan
dengan cara yang sama seperti pada cara Bishop1. Perbedaannya hanya
terletak pada keseimbangan momen, yang diambil bukan terhadap titik pusat
lingkaran, tetapi terhadap sembarang koordinat O (X,Y).
Agar persyaratan keseimbangan momen terhadap titik O (X,Y) terpenuhi, persamaannya harus memenuhi persamaan (8.16) dengan bentuk,
(P'U)(y.sin x.cos) U (x.cos a.sin) Q(x.cos a.sin) ........
(8.16) W(l Kv)x w.Kh(y hq) S(x.sin y.cos) 0
Faktor keamanan terhadap longsoran diperoleh dengan persamaan,
FK FK SUMT / SUMB .......................................................................... (8.17)
SUMT A1
FK.A2
.................................................................................. (8.18)FK.A3
SUMB
A1 A2.A3
.................................................................................(8.19)
(FK.A3)2
Nilai ru pada suatu lereng tidak sama pada setiap titik. Untuk keperluan
perencanaan diambil nilai rata-rata ru untuk seluruh lereng. Pada persamaan FK di atas terlihat bahwa faktor FK ada pada kedua sisi persamaan, dengan demikian nilai FK diperoleh dengan cara coba-coba (trial and error).
Nilai FK yang diperoleh dengan mempergunakan cara Bishop ini lebih besar dari nilai FK yang diperoleh dengan cara Fellenius.
D.1. Analisis stabilitas lereng statik dengan Cara Bishop
Persamaan yang diturunkan hampir sama dengan cara Fellinius. Dalam metode
ini gaya normal interslice diperhitungkan, tetapi mengabaikan gaya geser
interslice. (dalam free body: W = berat slice; S = tahanan geser pada dasar
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 65
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
slice; N = gaya normal pada dasar slice), dan Ni = gaya normal interslice).
Metode ini memenuhi persyaratan keseimbangan momen dan keseimbangan
gaya arah X, tetapi tidak memenuhi keseimbangan gaya arah Y. Dalam
menyelesaikan perhitungan faktor keamanan cara Bishop, perlu dimulai dengan
memilih FK awal untuk menghitung Mα, lalu dihitung FK baru. Prosedur
perhitungan diulangi sampai FK awal dengan FK yang dihitung selisihnya
berada dalam rentang yang ditoleransi.
Ketelitian Metode Fellinius dan Bishop:
Dari Rumus: S = c‟ + (σ cos2α – u) tan υ
Untuk tekanan air pori (u) dan sudut α yang besar akan memberikan hasil yang tidak masuk akal.
Ketidaktelitian juga akibat u yang diproyeksikan ke arah sumbu y dan (σ-u) yang diproyeksikan tegak lurus bidang longsor.
Sedangkan Bishop memproyeksikan gaya-gaya yang bekerja pada irisan secara vertikal, jadi tidak terpengaruh.
D.2. Contoh perhitungan stabilitas lereng statik menurut Bishop
D.2.1. Contoh soalLereng terdiri dari tanah homogen dengan sifat-sifat tanah sebagai berikut:
γ = 1, 7 gm/cm3 ; c‟ = 0,15 kg/cm2 ; Φ‟ = 36o.
Dalam lereng terdapat air yang merembes ke arah kaki lereng dengan flow net seperti diperlihatkan pada Gambar 8.4.
Hitung faktor keamanan stabilitas lereng bendungan terhadap longsoran !
Cara perhitungan dilakukan pada satu lingkaran menurut Bishop sesuai rumus berikut:
1 sec
F {c'b (W ub) tan'} ............. (8b)W sin tan tan' 1 F
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 66
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 8.4 Contoh analisis perhitungan stabilitas lereng (cara Bishop)
D.2.2. Sistematika prosedur perhitunganSistematika prosedur perhitungan adalah sebagai berikut:
1) Lereng dibagi menjadi sejumlah segmen, dengan batas-batas vertikal (contoh dibagi atas 6 segmen).
2) Mengukur lebar b, tinggi h, dan sudut kemiringan dasar α pada setiap
segmen, dan nilai-nilainya dimasukkan ke dalam kolom-kolom perhitungan
(tabel 8.3).
3) Menentukan besarnya tegangan air pori (u) pada dasar setiap segmen, dengan cara u = γw h pada titik B dari garis ekipotensial sampai titik A pada
permukaan air (garis aliran atau flow line).
4) Menghitung berat masing-masing segmen W = γbh. Setiap segmen
dianggap mempunyai tebal satuan pada arah melintang terhadap lereng.
Nilai sin α, W sin α, c‟ b, ub, dihitung supaya c‟ b + (W - ub) tan Φ‟ pada
setiap segmen dapat ditentukan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 67
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
5) Mengambil suatu nilai F sebagai percobaan dan menghitung nilai berikut :
[sec α / (1 + { (tan Φ‟ tan α) / F})] pada setiap segmen. Dalam hal ini,
dicoba nilai F = 1,60.
6) Angka-angka pada kolom 13 dan 14 dikalikan, dan dimasukkan pada kolom 15.
7) Nilai-nilai (W sin α) dijumlahkan untuk mendapatkan Σ (W sin α). Demikian
juga angka pada kolom 15 dijumlahkan untuk mendapatkan : [Σ {c‟b + (W -
ub) tan Φ‟ }] x [sec α / (1 + { (tan Φ‟ tan α) / F})] .
8) Perbandingan kedua jumlah ini akan menghasilkan nilai F yang kita cari, yaitu F = 1,49.
9) Kemudian nilai F = 1,49 digunakan untuk mengulangi perhitungan tadi,
yaitu pada kolom 14 dan 15 saja. Setelah perhitungan ulangan ini,
diperoleh nilai F = 1,47. Nilai ini dapat dianggap sudah cukup tepat dan
tidak perlu diulangi lagi karena selisihnya kecil.
Untuk menyelesaikan perhitungan menyeluruh, harus dilakukan perhitungan
dengan cara tadi pada lingkaran-lingkaran lain, sehingga akhirnya diperoleh
lingkaran dengan nilai F yang terkecil. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
a. Ketelitian perhitungan dapat diperoleh dengan mengatur segmen lebih banyak, misalnya 8 sampai 10 segmen.
b. Menggunakan skala gambar yang cukup besar untuk mendapatkan nilai F yang tepat.
c. Apabila lereng tidak terdiri dari tanah homogen, maka berat segmen W
harus dihitung dengan menjumlahkan berat dari masing-masing bagian
yang berbeda. Nilai kuat geser (c‟ dan Φ‟) yang digunakan adalah nilai-
nilai pada bidang gelincir yaitu pada dasar segmen.
d. Hasil perhitungan ini terutama tergantung pada nilai-nilai γ, c‟, Φ‟ dan u,
yang didapat dari hasil pengujian di lapangan dan di laboratorium.
Kesalahan kecil dalam menentukan nilai-nilai tersebut dapat
mempengaruhi banyak nilai F (faktor keamanan).
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 68
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
D.2.3. Analisis secara tabelaris
Analisis setiap segmen secara tabelaris dilakukan dengan mengisi Tabel 8.3 berikut:
Tabel 8.3 Daftar isian perhitungan stabilitas lereng (cara Bishop)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Seg- b h W α sin α Wsin c'b u Ub W- (W- 8 + sec α 13x14men m m ton α ton kg/cm ton ub ub) 12 1+(tanΦtan
ton 2 ton tanΦ α)/FF=1,6 1,49 F=1,6 1,49
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 151 .. .. ..2 .. .. ..3 .. .. ..4 .. .. ..5 .. .. ..6 .. .. ..
Jumlah : Σ ... Jumlah Σ ...... Σ ....F=1,49 1,47
D.2.4. Contoh hitungan
Sebagai bahan pelatihan contoh hitungan analisis stabilitas lereng statik dengan cara Bishop, dilakukan secara tabelaris seperti tabel di atas.
E. Analisis Stabilitas Lereng Bidang Longsoran Translasi
Dalam analisis stabilitas lereng statik bidang longsoran translasi, diasumsi
bahwa bidang yang berpotensi longsor sejajar dengan permukaan lereng dan
tebal lapisan cukup kecil dibandingkan dengan panjang lereng. Kemudian,
lereng dapat diperhitungkan sebagai bidang dengan panjang tak terhingga,
dengan pengaruh ujungnya diabaikan. Lereng tersebut membentuk sudut β
terhadap horisontal dan tebal bidang longsor adalah z, seperti diperlihatkan
pada Gambar 8.5. Muka air tanah diambil sejajar dengan lereng dengan
ketinggian mz (0 < m < 1) di atas bidang longsor. Kondisi aliran (rembesan)
langgeng diasumsi berada dalam arah sejajar lereng. Gaya-gaya yang bekerja
pada setiap bagian irisan vertikal adalah sama dan berlawanan serta kondisi
tegangannya adalah sama pada setiap titik pada bidang longsor (Gambar 8.5).
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 69
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
Gambar 8.5 Bidang longsoran translasi
Contoh perhitungan stabilitas lereng dengan bidang longsor translasi
Sistematika prosedur perhitungan stabilitas dengan bentuk bidang longsor translasi sebagai berikut:
1) Hitung tegangan tanah ( σ ) : σ = γsat z cos2 β
2) Hitung tegangan geser tanah ( δ ) : δ = γsat z sin β cos β.
3) Hitung tekanan air pori tanah ( u ) : u = γw z cos2 β
4) Hitung tahanan geser tanah ( δf ) : δf = c‟ + (σ - u ) tan Φ‟.
5) Hitung faktor keamanan (FK) : FK = δf / δ .
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 70
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
RANGKUMAN
Materi pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan kepada
peserta dasar-dasar pertimbangan, cara dan metode yang dapat digunakan
dalam melakukan persiapan analisis kestabilan statik untuk desain bendungan
urugan, yang mantap, aman, dan stabil.
Materi pelatihan ini membahas mengenai pengenalan lereng dan
longsoran, agar memahami tentang bentuk atau tipe bidang longsor dan
penyebabnya; data tentang geoteknik dan parameter desain, yang diperlukan
untuk menentukan geometri dan parameter material tubuh dan fondasi
bendungan untuk analisis stabilitas lereng statik. Selain itu, diperlukan juga
pemilihan kondisi pembebanan dan faktor keamanan dalam analisis stabilitas
ini; demikian juga penentuan elevasi muka air waduk apakah dalam kondisi
normal, maksimum, surut cepat, dan kondisi operasional.
Parameter desain material timbunan dan fondasi yang diperlukan dan
ditentukan dengan uji laboratorium dan uji lapangan meliputi berat volume
(natural dan jenuh), kuat geser (kohesi, sudut geser dalam), serta tegangan dan
tekanan air pori material tanah untuk mendapatkan tegangan total dan
tegangan efektif tanah (bisa diperoleh dengan metode garis freatik, grafis,
numerik, atau pengukuran dengan pisometer).
Kemudian, tentang analisis stabilitas lereng yang dapat dilakukan berdasarkan
pengamatan visual, komputasi (cara Fellenius, Bishop, Janbu), dan
keseimbangan batas, serta analisis untuk bidang longsor translasi. Analisis
stabilitas ini dilengkapi dengan rumus-rumus matematik dan cara analisisnya
serta contoh-contoh perhitungan.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 71
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
DAFTAR PUSTAKA
1. Bharat Singh & HD Sharma, 1982. Earth and Rockfill Dams. Sarita Prakashan, Meerut, India, 1982.
2. Bureau of Reclamation, 1987. Static Stability Analysis. Design Standards Embankment Dams No.13, United States Dept. of The Interior, Bureau of Reclamation, Engineering and Research Center, Denver Colorado, August 1987.
3. Carlina Soetjiono dan Najoan, T.F., 2002. Pengkajian Pengendalian Rembesan Air untuk Persiapan Desain Fondasi dan Ebatmen Bendungan Tipe Urugan. Jurnal Sipil Politeknik POTENSI Vol.4 No.2 Sept 2002,ISSN:1411-2949.
4. Chugh, A.K., 1986. Variable factor of safety in slope stability analysis. Geotechnique, Vol.36, pp 57-64, 1986.
5. Departemen Kimpraswil, 2002. Pedoman Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan. RSNI T-01-2002.
6. Departemen Kimpraswil, 2002a. Pedoman Metode Analisis dan Cara Pengendalian Rembesan Air untuk Bendungan Tipe Urugan. RSNI M-02-2002.
7. Departemen Kimpraswil, 2002b. Pedoman Metode Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan. RSNI M-03-2002.
8. Departemen Pekerjaan Umum, 1997. Peraturan Menteri PU No.72/PRT/1997 tentang Keamanan Bendungan. Dep. PU, 1 Juli 1997, 16 halaman.
9. Departemen Pekerjaan Umum, 2005. Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Fondasi Bangunan Air,Vol.1: Penyusunan Program Penyelidikan, Metode Pengeboran dan Deskripsi Log Bor. PdT-03.1-2005-A Kep.Men PU No: 498/KPTS/M/2005, Jakarta, tgl. 22 Nov 2005.
10. Departemen Pekerjaan Umum, 2005a. Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Fondasi Bangunan Air,Vol.2: Pengujian Lapangan dan Laboratorium . PdT-03.2-2005-A Kep.Men PU No:498/KPTS/M/2005,Jakarta,22-11-2005.
11. Departemen Pekerjaan Umum, 2005b. Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Fondasi Bangunan Air,Vol.3: Interpretasi Hasil Uji dan Penyusunan Laporan Penyelidikan Geoteknik. PdT-03.3-2005-A Kep.Men PU No: 498/KPTS/M/2005, Jakarta, tgl. 22 Nov 2005.
12. Departemen Pekerjaan Umum, 2006. Pedoman Perencanaan Penanggulangan Bahaya Longsoran. Pd-Longsor RPT3, KepMen PU No: /KPTS/T/2008, Jakarta, 2008.
13. Djoko Mudjihardjo, ME., 2010. Pengenalan Bendungan. Pelatihan Peningkatan SDM di bidang Perencanaan dan Konstruksi Bendungan, Puslitbang SDA, Bandung Februari 2010.
14. Geosoft (1992), “Stabl/G -Slope Stability Analysis Simplified Janbu, Simplified Bishop or Spencer’s Method of Slices“, An Engineering Analysis Program for Geotechnical Engineers, 1442 Lincoln Avenue Suite 146. Orange, Ca 92665. USA (714) 496-8861, Copyright 1992 Geosoft.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 72
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
15. Hilf, J.W. (1961), “Estimating Pore Water Pressure in Earth Embankments -Construction Stage“, Design Notes on Earth Dams, Bo.2 Bureau of Reclamation, Denver, May 1961.
16. Ibnu Kasiro, 1998. Ragam Kerusakan dan Keruntuhan Bendungan di Indonesia. bahan Kursus Dam Safety (O&P) di Udiklat PLN, Semarang, 26 Okt - 5 Nov 1998.
17. Najoan, T.F., 1991. Ragam Kerusakan dan Cara Pengamanan Bendungan Tipe Urugan di Indonesia. JICA, Training on Safety Evaluation of Dams, Research Institute for Water Resources Development Bandung January 8-18, 1991.
18. Najoan, T.F., 1993. Sifat-sifat teknis bahan timbunan tanah di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan No.29-TH KWIII, 1993.
19. Najoan,T.F. dan Carlina Soetjiono, 2002. Pedoman Metode Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan. RSNI M-03-2002 Dep. Kimpraswil 2002.
20. Najoan,Th.F. dan Carlina Soetjiono, 2002. Pedoman Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan. RSNI T-01-2002 Balitbang Dep.Kimpraswil 2002.
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan (Lembaran Negara RI Tahun 2010 No. 45, Tambahan Lembaran Negara RI No. 5117). Presiden Republik Indonesia, ditetapkan di Jakarta, tanggal 18 Februari 2010, 172 halaman.
22. Suyono Sosrodarsono and Kansaku Takeda, Editor (1977), ”Bendungan Type Urugan“, PT Pradnya Paramita Jakarta, 1977.
23. TERZAGHI, K and R.B. PECK (1967), Soil Mechanics in Engineering Practice, second edition, John Wiley and sons, New York NY.
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 32, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4377). Presiden Republik Indonesia, disahkan dan diundangkan di Jakarta, tanggal 18 Maret 2004, 105 halaman.
25. Vermeer, P.A. and Brinkgreve, R.B.J., 1995. Plaxis Finite Element Code For Soil and Rock Analysis. A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield, 1995.
Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Urugan 73