50
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa : Sitti Monica A. Ambon NIM : 030.09.239 Pembimbing : Prof. dr. Muzief Munir, Sp.A Tanda tangan : IDENTITAS PASIEN Nama : An. BAS Umur : 7 Bulan Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 2 September 2013 Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, Jatinegara Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : - Orang tua / Wali Ayah : Ibu : Nama : Tn. AB Nama : Ny. H Umur : 34 tahun Umur : 25 tahun Alamat : Jl. Cipmuara No. 67 , Kel. Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. 1

bronkiolitis

Embed Size (px)

Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Sitti Monica A. Ambon

NIM : 030.09.239

Pembimbing : Prof. dr. Muzief Munir, Sp.A

Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. BAS

Umur : 7 Bulan

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 2 September 2013

Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, Jatinegara

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : -

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama : Tn. AB Nama : Ny. H

Umur : 34 tahun Umur : 25 tahun

Alamat : Jl. Cipmuara No. 67 , Kel. Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel.

Cipinang Muara, Jatinegara Cipinang Muara, Jatinegara

Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Karyawan Swasta

Penghasilan : Rp. 2 juta /bulan Penghasilan : Rp. 1,5 juta/bulan

Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA

Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

1

I. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. H (ibu kandung pasien)

Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 515

Tanggal / waktu : 1 April 2014 pukul 22.00 WIB

Tanggal masuk : 1 April 2014

Keluhan utama : Sesak napas sejak 1 hari Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan tambahan : Batuk, Pilek , Demam

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Os datang ke IGD RSBA diantar oleh ibu os dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak napas muncul tiba-tiba dan berlangsung

terus menerus sepanjang hari. Awalnya sesak napas tampak ringan. Namun, lama

kelamaan terlihat semakin berat. Sesak napas disertai bunyi “ngiik” saat membuang

napas, serta terdengar suara “grok-grok”. Sejak sesak napas timbul os menjadi rewel

dan gelisah. Sebelum sesak napas, ibu os mengaku anaknya mengalami batuk pilek

sejak 3 hari SMRS. Batuk anaknya terdengar seperti batuk berdahak, namun tidak ada

dahak yang keluar, dan di akhir batuk tidak diakhiri dengan muntah. Untuk pileknya,

ibu os mengatakan ingus anaknya bening dan encer, tidak kental dan tidak ada darah.

Selain itu, ibu os juga mengatakan os mengalami demam sejak 3 hari SMRS pula.

Demam terjadi bersamaan dengan batuk pilek. Demam diukur dengan perabaan dan

dirasakan tidak terlalu tinggi. Ibu os kemudian memberi obat sanmol dan panasnya

dirasakan turun. Ibu os mengaku demam anaknya dirasakan mulai tinggi 1 hari

SMRS saat sesak timbul. Demam menetap sepanjang 1 hari tersebut, dan dirasakan

semakin berat. Demam tidak disertai menggigil dan tidak disertai kejang. BAB dan

BAK normal, tidak ada keluhan. Adanya riwayat tersedak sebelumnya disangkal ibu

os. Walaupun sakit, os tetap meminum asi dan susu formula seperti biasa.

2

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke bidan di puskesmas

setempat

KELAHIRAN

Tempat persalinan Puskesmas

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanPer vaginam, spontan

Penyulit : -

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : 3200 gram

Panjang lahir : 47 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran :

Os lahir secara pervaginam, spontan tanpa penyulit, cukup bulan dan BBL SMK.

C. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : - (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : -

Psikomotor

Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Belum bisa (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Belum bisa (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Belum bisa (Normal: 13 bulan)

Bicara : Belum bisa (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : -

3

Payudara : -

Menarche : -

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

Riwayat perkembangan os sesuai usia.

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI + PASI - - -

2 – 4 ASI + PASI - - -

4 – 6 ASI + PASI + + -

6 – 7 ASI + PASI + + -

8 – 10 - - - +

10 -11 - - - +

Kesulitan makan : tidak ada. Walaupun sakit, os tetap makan seperti biasa.

Kesimpulan riwayat makanan :

Sejak lahir os tidak mendapat ASI eksklusif. Pemberian ASI disertai dengan susu

formula. Asupan dari usia 0 bulan – 7 bulan cukup baik.

E. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak Belum - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi PPI cukup lengkap dan sesuai jadwal,

hanya campak yang belum.

4

F. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

No Tanggal lahir (umur)

Jenis kelamin

Hidup Lahir mati

Abortus Mati (sebab)

Keterangan kesehatan

1. 20 Januari 2008 Laki-laki + - - - Sehat (kakak pasien)

2. 3 September 2013

Laki-laki + - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. AB Ny. H

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 27 tahun 18 tahun

Pendidikan terakhir Tamat SLTA Tamat SLTA

Agama Islam Islam

Suku bangsa Betawi Betawi

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama dengan os sebelumnya. Nenek os

(ibu dari bapak os) mempunyai riwayat asma. Adanya riwayat batu-batuk lama dalam

keluarga disangkal.

d. Riwayat Kebiasaan Keluarga

Ayah os mempunyai kebiasaan merokok sejak dulu. Sehari-hari bisa 1-2 bungkus

rokok.

5

Kesimpulan Riwayat Keluarga :

Riwayat keluarga os cukup baik. Tidak ada yang pernah menderita hal yang sama

seperti os. Kebiasaan merokok ayah os dapat menjadi faktor resiko infeksi saluran

nafas pada anaknya.

G.RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare 6 bulan Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

OS pernah terkena diare saat berusia 6 bulan, dibawa ke dokter dan dirawat jalan.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, nenek serta kakaknya di sebuah rumah yang

dikontrak 1 lantai, dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng,

berdinding tembok. Pencahayaan baik, cahaya matahari masuk ke rumah, saat siang

hari tidak perlu menyalakan lampu. Ventilasi cukup dan ada di setiap kamar. Sumber

air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan

pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Lingkungan

perumahan merupakan pemukiman yang padat penduduk.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan :

Lingkungan rumah cukup baik. Proses pertukaran udara dan penyinaran sinar matahari

cukup baik.

6

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 1 April 2014 pukul 22.30 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan Gizi : Gizi baik

Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (+)

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 7 kg

Tinggi Badan : 68 cm

Lingkar kepala : 44 cm

Status Gizi

- BB / U = 7/8,2 x 100 % = 85 % (Gizi baik)

- TB / U = 68/ 69 x 100 % = 98 % (Tinggi normal)

- BB / TB = 7/8,1 x 100 % = 86 % (Gizi kurang)

- Kehilangan BB = -

Tanda Vital

Nadi : 104 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular.

Napas : 65 x / menit.

Suhu : 38 °C, axilla (diukur dengan termometer air raksa).

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar belum menutup.

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut.

MATA :

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Ptosis : -/-

7

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia

Nyeri tarik aurikula : -/-

Liang telinga : lapang

Nyeri tekan tragus : -/-

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris

Sekret : +/+ kering

NCH : +/+

Deviasi septum : -

BIBIR : Simetris, kering (+), anemis (-), sianosis (-).

MULUT : Oral hygiene baik, gigi geligi belum tumbuh, mukosa gusi dan

pipi berwarna merah muda.

LIDAH : Normoglotia, tremor (-), lidah kotor (-).

TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, uvula di tengah.

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid,

tidak tampak deviasi trakea.

THORAKS :

Pulmo

Inspeksi :

Gerak thoraks terlihat simetris saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang

tertinggal, tampak retraksi interkostal, epigastrium dan suprasternal.

8

Palpasi :

Gerak nafas teraba simetris pada kedua hemithorax, vocal fremitus teraba simetris

pada kedua hemithorax.

Perkusi :

Sonor pada kedua hemithorax.

Auskultasi :

Suara napas vesikuler +/+, ronchi (+/+) basah kasar nyaring, wheezing (+/+),

ekspirasi memanjang.

Cor

Inspeksi :

Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi :

Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra.

Auskultasi :

Bunyi jantung I , II reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN :

Inspeksi :

Perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan.

Palpasi :

Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.

Perkusi :

Timpani pada seluruh kuadran abdomen.

Auskultasi :

Bising usus (+) normal.

GENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, fimosis (-), hipospadi (-), epispadi (-), testis

sudah di dalam skrotum.

KGB :

Tidak teraba pembesaran KGB pada regio colli, axilla maupun inguinal.

9

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-).

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

STATUS NEUROLOGIS

RefleksFisiologis Kanan Kiri

Patella + +

Biceps + +

Triceps + +

Refleks Patologis

Babinski - -

Chaddock - -

KULIT : warna kulit langsat merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

baik, petechie (-).

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-).

10

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

(Lab. Dari bangsal pada tanggal 1 April 2014)

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan

Darah Lengkap

Eritrosit 4.4 jt/uL 3,6 jt – 5, 2 jt Normal

Hemoglobin 10,7 g/dL 10.5 – 12.9 N

Leukosit 19.900 /uL 6000-17.500

Trombosit 513..000/uL 229.000-553.000

Hematokrit 33% 35 - 43

LED 45 mm/jam 0-10

MCV 75.0 fL 74 – 102

MCH 24.3 pg 23-31

MCHC 32.4 g/dL 28-32 Normal

RDW 16.2 % <14 Normal

Basofil 1 % 0-1 Normal

Eosinofil 4 % 1-5 Normal

Neutrofil Batang 2 % 0-8 Normal

Neutrofil Segmen 78 % 17-60

Limfosit 12 % 20-70

Monosit 3 % 1-11 Normal

11

Pemeriksaan Radiologi :

(Dilakukan tanggal 1 April 2014)

Jenis Foto : Thoraks PA

Deskripsi :

CTR < 50 %

Cor dan pulmo normal

Hilus baik, tulang-tulang intak

IV. RESUME

Os seorang anak laki-laki berusia 6 bulan 29 hari diantar ibunya ke IGD RSBA

dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas berlangsung terus

menerus, dan semakin lama semakin berat. Sesak napas disertai bunyi ‘ngik’dan

‘grok’. Sebelumnya 3 hari SMRS os terserang batuk pilek. Batuk terdengar seperti

berdahak, namun dahak tidak dikeluarkan. Pilek dengan ingus bening dan encer.

Selain itu, batuk pilek ini munul disertai demam. Demam dirasakan tidak terlalu

tinggi menurut perabaan ibu os.

12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum TSB, CM dengan dyspneu (+).

Pada hidung tampak napas cuping hidung +/+ dan sekret yang telah mengering. Bibir

tidak sianosis namun kering. Pada pemeriksaan thorax didapatkan retraksi sela iga,

epigastrium dan suprasternal, serta pada auskultasi didengar suara ekspirasi

memanjang disertai ronki dan wheezing pada kedua hemithorax.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit, LED dan neutrofil segmen yang

meningkat dan limfosit yang turun. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan hasil

yang normal.

V. DIAGNOSIS BANDING

- Bronkiolitis

- Bronkopneumonia

- Asma bronkiale

- Pneumonia aspirasi

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Bronkiolitis

- Susp. Infeksi sekunder bakteri

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Analisa gas darah

- Pemeriksaan urin dan feses lengkap

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Non medika Mentosa

1. Observasi tanda – tanda vital.

2. Os dipuasakan hingga sesak berkurang (RR < 60x/m).

3. Pasang NGT.

4. O2 nasal kanul 1 liter / m.

B. Medika Mentosa

1. IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam

13

2. PCT 3 x 70 mg jika suhu > 38°C (D : 5 -10 mg/kgbb/kali)

3. Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg (D: 0,5 -1 mg/kgbb/hari)

4. Ambroxol 3,5 mg (D : 1,5 mg/kgbb/hari)

Salbutamol 0,7 mg (D : 0,1 mg/kgbb/kali)

CTM 0,5 mg ( D: 0,35 mg/kgbb/hari)

1 x 1 puyer

5. Inhalasi Nacl 5 cc + Albuterol sulfat 1 ampul, 2 x sehari

6. Inj. Ampisilin 4 x 200 mg (D : 10-25 mg/kgbb/kali)

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

FOLLOW UP

Tgl S O A P

2/4/2014

jam 06.30

WIB

- Sesak napas

(+)

- Gelisah dan

rewel (+)

- Demam (+)

KU : tampak sakit berat

Kesadaran: CM

Keadaan lain : dyspneu

TTV :

Nadi : 148 x/m

Suhu : 38 0 C

RR : 48 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut : kering (+),

sianosis (–)

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

Bronkiolitis

Susp.

Infeksi

sekunder

bakteri

- IVFD KaEN 1 B

3cc/kgBB/jam

- Inj.

Dexamethasone

3x 1,5mg

- PCT 3 x 70 mg

jks > 38°C

- Inhalasi NS 5 cc +

albuterol sulfat 1

amp 2 x sehari.

- Ambroxol 3,5 mg

Salbutamol 0,7

mg

CTM 0,5 mg

3 x 1 puyer

14

+/+, ekspirasi

memanjang. BJ I-II

reg, m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (-), bu (+), hepar

& lien ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Hasil UL dan AGD

pada tanggal 2 april

2014 terlampir

- Inj. Ampisilin 4 x

200 mg

- O2 nasal kanul 1

l/m

- Minum per NGT

ASI 6 x 30 cc bila

RR , 60 x/m

3/4/2014

jam 06.30

WIB

- Os lebih

tenang

- Sesak (-)

- Batuk (+)

berkurang

- Demam (-)

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 140 x/m

Suhu : 36,5 0 C

RR : 32 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut : kering (-),

sianosis (–)

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, ekspirasi

memanjang (-). BJ I-II

reg, m (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (-), bu (+), hepar

Bronkiolitis

(klinis

perbaikan)

- O2 lepas

- IVFD ganti

asering

3cc/kgBB/jam

- Inj.

Dexamethasone

3x 1,5mg

- PCT 3 x 70 mg

jks > 38°C

- Inhalasi stop

- Ambroxol 3,5 mg

Salbutamol 0,7

mg

CTM 0,5 mg

3 x 1 puyer

- Inj. Ampisilin 4 x

200 mg

15

& lien ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Hasil FL terlampir

4/4/2014

jam 06.45

WIB

- Demam (-)

- Batuk (+)

berkurang

- Sesak (-)

- Os tidak

rewel lagi

KU : tampak sakit

ringan

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 132 x/m

Suhu : 36,7 0 C

RR : 34 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut : kering (-),

sianosis (–)

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+

berkurang, wh -/-,

ekspirasi memanjang

(-). BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (-), bu (+), hepar

& lien ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Lab darah tgl 4 April

terlampir

Perbaikan

klinis

bronkiolitis

- Oral feeding test

lepas NGT

- Cek H2TL ulang

- Aff infus

- PCT 3 x 70 mg

jks > 38°C

- Ambroxol 3,5 mg

Salbutamol 0,7

mg

CTM 0,5 mg

3 x 1 puyer

- Metil prednisolon

oral 3 x 1 mg (d:

0,5-1 mg/kg/hari)

- Amoxicilin oral 3

x 100 mg (d: 7,5-

25 mg/kg/kali)

5 /4/2014 - Demam (-) KU : tampak sakit Perbaikan Boleh pulang

16

Jam

06.35

WIB

- Sesak (-)

- Batuk (+)

ringan

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 130 x/m

Suhu : 36,1 0 C

RR : 38 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut : kering (-),

sianosis (–)

Thorax :

sn vesikuler, rh -/-

berkurang, wh -/-,

ekspirasi memanjang

(-). BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri

tekan (-), bu (+), hepar

& lien ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

klinis

bronkiolitis

Obat pulang :

- Ambroxol 3,5 mg

Salbutamol 0,7

mg

CTM 0,5 mg

3 x 1 puyer

- Metil prednisolon

oral 3 x 1 mg

- Amoxicilin oral 3

x 100 mg

- Kontrol di poli

anak

17

Lampiran

Tanggal 2 April 2014

Urine Lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Keruh Jernih

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Keton 3+ Negatif

pH 6,5 4,6 - 8

Berat Jenis >=1.030 1.005 – 1.030

Albumin Urine 2+ Negatif

Urobilinogen 1.0 E.U. / dL 0,1 – 1

Nitrit Negatif Negatif

Darah Negatif Negatif

Esterase Leukosit Negatif Negatif

Sedimen Urine :

Leukosit 1 – 2 / LPB < 5

Eritrosit 0 - 1 / LPB < 2

Epitel Positif / LPB Positif

Silinder Negatif / LPK Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Jamur Negatif / LPB Negatif

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Analisa Gas Darah

pH 7,54 7.35 – 7.45

pCO2 16 mmHg 26 – 41

pO2 175 mmHg 80 – 100

18

Bikarbonat (HCO3) 13 mmol/L 21 – 28

Total CO2 14 mmol/L 23 – 27

Saturasi O2 99 % 95 – 100

Kelebihan Basa (BE) -7.2 mEq/L -2.5 – 2.5

Tanggal 3 April 2014

Makroskopik Hasil Nilai Normal

Warna Coklat Coklat

Konsistensi Lunak Normal

Lendir Negatif Negatif

Darah Negatif Normal

Mikroskopik

Leukosit Negatif Negatif

Eritrosit Negatif Negatif

Amoeba Coli Negatif Normal

Amoeba Histolitika Negatif Negatif

Telur Cacing Negatif Negatif

Pencernaan

Lemak Negatif Negatif

Amilum Negatif Negatif

Serat Positif Negatif

Sel Ragi Negatif Negatif

Tanggal 4 April 2014

19

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 11.8 g/ dL Normal

Hematokrit 36 % Normal

Leukosit 7.600/μL Normal

Trombosit 678.000/ μL Meningkat

Eritrosit 4.8 juta/ μL Normal

MCV 74 fL Normal

MCH 24.6 pg Normal

MCHC 33.1 g/dL Normal

RDW 19.2 mg/dL Meningkat

TINJAUAN PUSTAKA

20

BRONKIOLITIS

I. Latar Belakang

Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari

obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2

tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada

banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah

sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini

terjadi secara sporadik dan endemik.1

II. Definisi

Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai

dengan pilek, batuk, distress pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada

saat ekspirasi).1

III. Etiologi

Penyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh virus parainfluenza

3, dan adenovirus. Adenovirus dapat dihubungkan dengan komplikasi jangka

lama, termasuk bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral

(sindrom Swyer-James). Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan

ibu perokok lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak

merokok.1 Terdapat pembuktian bahwa kompleks imunologis yang memainkan

peranan penting dari patogenesis dari bronkiolitis dengan RSV. Reaksi alergi tipe

1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal ini dapat dihitung untuk signifikansi dari

bronkiolitis. Bayi yang meminum ASI dengan colustrum tinggi yang didalamnya

terdapat Ig A tampaknya lebih relaktif terproteksi dari bronkiolitis. 2

IV. Klasifikasi

21

Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi :

Bronkiolitis akut

Bronkiolitis obliteran.

Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada bronkhiolus dan

saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya perbaikan

menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan obstruksi

jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi dan

fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada

transplantasi paru.1

V. Epidemiologi

Epidemi dari RSV berkembang pada iklim dengan musim hujan dan menjelang

kemarau, dan biasanya juga muncul pada musim yang bersamaan dengan

menjangkitnya para-influenza. Terdapat bukti bahwa RSV endemik di daerah sub

tropis dari Asia Tenggara sepanjang tahun , dan memuncak antara bulan Oktober

sampai Februari dan berkurang pada bulan Maret sampai Juli. 2 dari sub tipe RSV

telah di ketahui, yaitu tipe A dan tipe B, dengan tipe yang paling sering

menyebabkan infeksi yang berat. Tipe B biasanya mendominasi apabila tipe A

tidak dalam musim endemi. Penyakit ini sangat menular, penularan disebarkan

melalui sekresi hidung yang keluar dan sangat menular pada hari ke 6 sampai hari

ke 21 setelah gejala muncul. Waktu inkubasi antara 2 - 5 hari. Infeksi terjadi pada

anggota keluarga sebanyak 46 %, 98 % pada anak yang dititipkan pada perawatan

harian, 42 % pada staff rumah sakit dan sebanyak 45 % pada bayi yang dirawat di

RS tetapi tidak terinfeksi. Infeksi menyebar melalui muntahan dan penggunaan

sarung tangan, sedangkan baju khusus dapat mengurangi penyebaran infeksi

nosokomial. 25 % anak umur dibawah 1 tahun dan 13 % anak umur antara 1

sampai 2 tahun akan mendapatkan infeksi saluran nafas. Separuh dari angka

tersebut didapatkan gejala bersin yang diasosiasikan dengan infeksi saluran nafas.

RSV dapat ditemukan pada kultur pasien yang dirawat di RS yang menderita

infeksi tersebut dan 80 % nya berumur kurang dari 6 bulan. Diantaranya bayi

yang sehat 80 % dirawat di RS pada tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50

22

% perawatan di rumah sakit adalah bayi antara umur 1-3 bulan. Kurang dari 5 %

perawatan di RS pada neonatus, kemungkinan dengan adanya antibodi yang

masih terdapat dari transplasental-maternal. Faktor resiko untuk onset yang dini

dari penyakit ini dan kemungkinan perawatan intensif dihubungkan dengan berat

badan lahir rendah, prematuritas, sosio-ekonomi rendah, hidup didaerah padat,

orang tua perokok, tidak diberikannya ASI ekslusif, dan perawatan harian. 1

VI. Patofisiologi

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut,

ditandai dengan obstruksi bronkioulus akibat edema, sekresi mucus, timbunan

debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi

limfosit peribronkialdan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara

berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit

saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar,

terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi

pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena

radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan

air trapping dan hiperinflasi. Atelectasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi

total dan udara yang terjebak diabsorbsi. 3

Proses patologis ini akan mengganggu proses pertukaran gas normal di paru.

Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-

perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian

terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu

terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju respiratori, maka

semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama

end-expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.

Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 x/menit. 3

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3 – 4 hari, tetapi silia akan diganti

setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.3

Disamping pengruh destruktif virus dan respons hospes yang menyertai, belum

jelas peran apa yang dimainkan oleh bakteri yang menumpanginya. Pada

23

kebanyakan bayi dengan bronkiolitis, dengan atau tanpa pneumonia interstitial,

pengalaman klinis memberi kesan bahwa bakteri memainkan peran yang tidak

berarti.1 Berbeda antara bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi

udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan

orang dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus.

VII. Manifestasi Klinis

Bronkiolitis Akut

Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer,

batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung

beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk

paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi

karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap.

Pada kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya

dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang,

bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan

dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,

24

penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.

Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena

terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada

akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-

kadang terdengar dengan jelas. Gambaran radiologik biasanya normal atau

hiperinflasi paru, diameter anteroposterior meningkat pada foto lateral.

Kadang-kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis

sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis

biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi

virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis. Pada keadaan yang berat,

gambaran analisis gas darah akan menunjukkan hiperkapnia, karena

karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan hipersekresi

bronkiolus.3

Bronkiolitis Obliterans

Bronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada bronkiolitis

dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus.Pada mulanya dapat terjadi

batuk, kegawatan pernafasan dan sianosis dan disertai dengan periode

perbaikan nyata yang singkat. Penyakit yang progresif terlihat dengan

bertambahnya dispnea, batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat

menyerupai bronkitis, bronkiolitis atau pneumonia.1 Temuan rontgenografi

dada berkisar dari normal sampai pola yang memberi kesan tuberkulosis

milier. Sindrom Swyer James dapat berkembang dengan dijumpainya

hiperlusensi unilateral dan pengurangan corak pembuluh darah paru pada

sekitar 10% kasus. Bronkografi menunjukan obstruksi bronkiolus, dengan

sedikit atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer paru. Tomografi

terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia yang terjadi pada banyak

penderita. Temuan-temuan uji fungsi paru bervarisasi, yang paling sering

adalah obstruksi berat, namun demikian retreksi atau kombinasi obstruksi dan

retraksi dapat ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi

paru.1

25

VIII. Faktor Risiko

Salah satu faktor resiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis pada umur

kurang dari 6 bulan, sebab paru-paru dan sistem kekebalan tidak secara penuh

berkembang dengan baik. Anak laki-laki cenderung untuk mendapatkan

bronkiolitis lebih sering dibanding anak-anak perempuan. faktor lain yang telah

dihubungkan dengan peningkatan resiko bronkiolitis pada anak-anak meliputi:4

a. Tidak pernah diberi air susu ibu sehingga tidak menerima perlindungan

kekebalan dari ibu.

b. Kelahiran prematur.

c. Pajanan ke asap rokok.

d. Sering dititipkan pada tempat banyak bayi-bayi contoh tempat penitipan anak,

panti asuhan.

e. Saudara kandung lebih tua dengan kontak infeksi dari sekolah/tempat bermain.

IX. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari hasil anamnesis

didapatkan gejala-gejala yang telah dijabarkan pada bagian manifestasi klinis

diatas. Untuk pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis

bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C. Selain itu dapat ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.3

Obstruksi saluran respiratorik bawah akibat respons inflamasi akut akan

menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha

pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan

napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan

ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala

menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu. 3

Masalah terbesar dalam diagnostik bronkiolitis adalah adanya kemungkinan

keterlibatan infeksi bersama dengan bakteri atau klamidia. Bila bronkiolitis ringan

atau infiltrat tidak tampak pada roentgen, ada kemungkinan infeksi komponen

26

dengan bakteri. Pada bayi usia 1-4 bulan, pneumonitis interstisial dapat

disebabkan oleh chlamydia trakhomatis. Pada keadaan ini mungkin riwayat

konjungtivitis, dan penyakit cenderung subakut. Terdapat keluhan batuk sering

tetapi tidak ada mengi dan tanpa demam.5

Diagnosis pasti infeksi VSR didasarkan pada deteksi virus atau antigen virus

dalam sekresi pernafasan. Spesimen harus diletakkan diatas es, dan langsung

dibawa ke laboratorium untuk diproses dengan deteksi antigen atau ditanamkan

pada suatu sel yang rentan. Aspirat mukus dari lubang hidung posterior ( nasal

washing ) merupakan spesimen yang optimal. Pulasan nasofaring atau tenggorok

juga dapat diterima. Aspirat trakea tidak perlu.

X. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel darah

putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung jenis

mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri

Urin

Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai balance

cairan dan kemungkinan dehidrasi.

Serum darah

Kimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh

infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat dehidrasi.

Analisa gas darah

Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat,

terutama yang menuntut ventilasi mekanik atau buatan.

Radiologi

Foto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan

lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit)

oHiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah nonspesifik dan

mungkin juga dapat pada gambaran pasien dengan sakit asma, pneumonia

yang tidak lazim atau karena virus, dan aspirasi cairan.

27

oAteletaksis fokal

oGambaran udara yang terperangkap

oGambaran sekat diafragma yang rata

oPeningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior

oPeribronchial Cuffing

oFoto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk diagnosa

banding, seperti pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif, atau aspirasi

benda asing.

Pemeriksaan lainnya:

oAntigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat ( pada

umumnya di dalam 30 min) dan akurat ( kepekaan 87-91%, ketegasan 96-

100%) dalam pendeteksian RSV.

oKultur positif dengan direct fluorescent antibody, test hasil percobaan

dapat mengkonfirmasikan infeksi karena RSV .

oNasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan opname

dan anak-anak yang berhadapan dengan resiko berat.

oKultur RSV lebih sedikit sensitip ( 60%) tetapi spesifitas mencapai 100%.

oPanel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur untuk RSV

atau lain virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent antibody atau

dengan polymerase chain reaction mungkin bermanfaat untuk pertimbangan

yang berikut:

Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya

Untuk mencari agen lain infeksius yang lain

Karena tujuan epidemiologik.

XI. Penatalaksanaan dan Pengobatan

28

Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus

terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotic

pada bronkiolitis.1 Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau

bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan

pemeriksaan CRP. Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum

rutin dikerjakan sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia

bakteri.6

Bayi umur kurang dari 6 bulan dengan bronkiolitis akut dan distress pernafasan

sebaiknya dirawat di rumah sakit bila ditemukan :

Kadar SpO2 kurang dari 92 %

Tidak dapat mempertahankan hidrasi oral

Respirasi meningkat, atau

Mempunyai riwayat penyakit kardio-respiratori yang kronik.

Saturasi di 40 % biasanya muncul sianosis, gejala extra pulmonal, apnea dan

asidosis merupakan tanda bayi di rawat di ruang rawat intensif. Hipoksemia

merupakan tanda kelainan laboratorium yang tampak untuk itu diperlukan

tambahan oksigen bagi pasien. Arah utama untuk pengobatan pasien dengan

bronkiolitis adalah dengan penggantian cairan dan suplemen cairan. Pada pasien

tersebut biasanya mengalami dehidrasi ringan dikarenakan berkurangnya asupan

cairan dan banyak kehilangan cairan melalui demam dan takipnea. Pengguanan

cairan tambahan agar diawasi agar tidak terbentuknya formasi edema paru. Terapi

supportive adalah mendeteksi cepat bila ada apnea dan memberikan perhatian

khusus terhadap demam pada neonatus.6

Pengobatan

Bronkodilator

Peran bronkodilator masih kontroversial. Penggunaan bronkodilator untuk

bronkiolitis menunjukkan perbaikan skor klinis untuk jangka pendek, tetapi

tidak terdapat perbaikan pada oksigenasi atau angka perawatan di RS. Alasan

yang kurang mendukung pemberian bronkodilator adalah karena pada usia bayi

peran bronkodilator kurang jelas. Pada keadaan bronkiolitis yang ominan

29

adalan inflamasinya bukan bronkokonstriksinya sehingga yang harus diberikan

adalah pemberian antiinflamasi bukan bronkodilator.6

Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang

berkepanjangan. Salah satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan

peran kortikosteroid sistemik pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal

perbaikan klinis, lama rawat, dan lamanya gejala menghilang. Pada penelitian

tersebut dianjurkan pemberian kortikosteroid pada awal penyakit.7 Penelitian

lain menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid pada kasus infeksi

respiratorik bawah akut yang memerlukan ventilator kurang bermanfaat.8

Kortikosteroid yang digunakan adalah prednisone, prednisolon,

metilprednison, hidrokortison dan deksametason. Untuk penyamaan dilakukan

konversi rata-rata dosis per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut

dalam ekuivalen mg/KgBB prednisone. Rata-rata dosis perhari berkisar antara

0,6-6,3 mg/KgBB, dan rata-rata total paparan antara 3,0-18,9 mg/KgBB. Cara

pemberian adalah secara oral, intramuscular, dan intravena. Tidak ada efek

merugikan yang dilaporkan. 3

Antibiotik

Virus adalah etiologi utama pada bronkiolitis untuk itu penggunaan rutin dari

antibiotik sebaiknya dihindari untuk penyakit ini. Apabila bayi mengarah ke

arah lebih buruk dan menunjukkan kenaikan dari hitung sel darah putih

kedepannya menunjukkan tanda-tanda sepsis, selanjutnya kultur bakteri dari

darah, urine, dan cairan LCS sebaiknya diambil dan di follow up segera

dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Penelitian yang dilakukan oleh

Kupperman dkk, dari 156 bayi dibawah umur 24 bulan yang sebelumnya sehat

dengan sedikit demam dan menderita bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayi-

bayi ini mau tidak mau menderita bakteremia dan menderita infeksi saluran

kemih. Penggunaan rutin dari antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari

bronkiolitis.

Antivirus (Ribavirin)

30

Ribavirin (1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide) adalah

analog nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan inosin

tampaknya di buat untuk mempengaruhi RNA massenger dan menghambat

sintesis protein virus. Ribavirin mempunyai spektrum luas aktivitas antiviral

invitro. Terapi ribavirin untuk infeksi RSV masih kontroversial dikarenakan

masih ada penggunaan aerosol, harga yang relatif mahal, toxisitas dan efek

samping.

Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin aerosol sedang

dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita penyakit

karena RSV :

a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital termasuk

didalamnya hipertensi portal dan juga mereka yang menderita displasie

bronkopulmonar, kistik fibrosis dan penyakit paru kronik lainnya.

b. Mereka yang menderita penyakit yang didasari oleh penyakit imun.

c. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan umur kurang dari 6 minggu

dengan penyakit penyerta seperti anomali kongenital multipel atau penyakit

neurologi metabolik.

Kesimpulannya ribavirin merupakan terapi yang aman tapi mahal, efisiensi dan

keefektifannya tidak tampak jelas menunjukan dalam penelitian. Penggunaan

ribavirin secara rutin pada saat ini kurang direkomendasikan.

Heliox

Heliox (campuran antara helium dengan oxygen) telah digunakan pada pasien

asma akut. telah ada laporan kasus yang menyatakan dan menjelaskan tentang

penggunaan heliox pada bayi laki-laki umur 4 bulan dengan bronkiolitis positif

RSV. Heliox mungkin bermanfaat sebagai tambahan untuk terapi konvensional

pada pasien bronkiolitis dalam keadaan kritis. Bagaimanapun studi klinis dari

terapi ini sangat diperlukan untuk mengetahui keefektifan terapi ini. Hal ini

dimungkinkan bahwa heliox dengan terapi nebulalisasi dapat sangat berguna

pada bayi dengan bronkiolitis berat atau pasien terpasang intubasi dan tidak

merespon dengan terapi konvensional.

XII. Pencegahan

31

Penyebaran dari RSV kemungkinan terjadi karena kontak langsung dengan sekret

pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada staf rumah sakit seperti perhatian

khusus terhadap kebersihan sekret pasien dan kebersihan badan petugas rumah

sakit tampaknya dapat mengurangi penyebaran RSV di rumah sakit. Saat ini

menggunaan RSV imunoglobulin intra vena pada dosis tinggi (500 - 750 mg/Kg

BB) tampaknya dapat mencegah RSV pada pasien resiko tinggi, sebagai

tambahan RSV imunoglobulin intra venus dalam bentuk aerosol dapat

memberikan keuntungan pada pasien dengan bronkiolitis karena RSV. Dalam

penelitian baru oleh Rimensberger, dkk., menyimpulkan bahwa dosis tunggal

RSV imunodlobulin intra vena (0,1 gr/Kg BB) tidak menunjukan keuntungan

untuk bronkiolitis akut karena RSV.Saat ini tampaknya ada kerugian yang

ditimbulkan oleh penggunaan human polyclonal RSV- Imunoglobulin antibodi

spesifik pada bayi. Hal ini meliputi penggunaan bulanan secara intra vena antara

2-4 jam.

Insidensi tertinggi di rumah sakit pada kasus bronkiolitis karena RSV terjadi pada

bayi umur 2-5 bulan untuk itu vaksinasi dapat menstimulasi keefektifan setelah

bayi berumur 2 bulan.

XIII. Prognosis

Bronkiolitis Akut

Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk

dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan apneu

terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada.

Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara

drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah

1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis

respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan

penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang

memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia

bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka

morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas.

32

Angka mortalitasnya tidak sebesar pada bayi yang “beresiko tinggi” seperti di

masa yang silam. Perkiraan mortalitas pada bayi beresiko tinggi yang menderita

bronkiolitis. VSR ini telah menurun dari 37% pada tahun 1982 menjadi 3,5%

pada tahun 1988. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia atau otitis media,

tidak lazim terjadi. Kegagalan jantung selama bronkiolitis jarang, kecuali pada

anak yang memiliki dasar penyakit jantung. Ada proporsi yang bermakna bahwa

bayi-bayi yang menderita bronkiolitis mengalami hiperreaktivitas saluran

pernafasan selama akhir masa anak-anak, tetapi hubungan antara kedua hal ini,

jika ada belum dimengerti. Kesan bahwa satu episode bronkiolitis dapat

mengakibatkan kelainan saluran pernafasan kecil yang jangkanya sangat lama

memerlukan pengamatan lebih lanjut. Kelainan ini sebagian dapat dijelaskan

melalui penemuan bahwa bayi yang memiliki hantaran pernafasan total rendah

lebih mungkin mengalami bronkiolitis dalam responnya terhadap infeksi virus

pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis yang padanya berkembang saluran

pernafasan reaktif kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga asma dan

alergi, episode bronkiolitis akut lama, dan terpajan asap rokok.6

Bronkiolitis Obliterans

Beberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan

umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup,

beberapa anak menderita kecacatan kronis.6

Daftar Pustaka

33

1. Orenstein DM. Bronchiolitis. In : Behrman RE, Kliegen RM, Arvin AM, editors.

Nelson Texbook of Pediatrics. 15th . Toronto : WB Saunders Company; 1987.p .

1211-2.

2. Krilov RL. Respiratory Syncytial Virus Infection. In : Medscape. Steele RW,

Kumar A, Lutwick LI, et al, editors. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/971488-overview#aw2aab6b2b2aa.

Accessed on April 28th, 2014.

3. Zain MS. Bronkiolitis. In : Buku Ajar Respirologi Anak. Rahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, editors. 1st ed. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2010.p. 333-47.

4. Mayo Clinic Staff. Bronchiolitis. Available at :

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bronchiolitis/basics/risk-factors/

con-20019488. Accessed on April 28th, 2014.

5. McIntosh K, Respiratory Syncytial Virus. In : Nelson Textbook of Pediatrics.

Vaughan VC, et al, editors. 13th ed. Toronto : WB Saunders Company; 1987.p .

1112 - 1114.

6. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, Kimpen JLL. Viral lower respiratory

tract infection in infants and young children. BMJ 2003; 327:36-40.

7. Garrison MM, Christakis DA, Harvey A, Cummings P, Davis RL. Stemic

corticosteroids in infant bronchiolitis: A meta-analysis. Pediatrics 2000; 105:44-

55.

8. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, de Weerd W, Jansen NJG, van Gestel

JPJ, Markhost DG, et al. Dexamethasone for treatment of patients mechanically

ventilated for lower respiratory tract infection caused by respiratory syncytial

virus. Thorax 2003; 58:383-7.

34