Upload
hestr
View
959
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG
(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF
Oleh
HENDY
F24103098
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG
(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HENDY
F24103098
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG
(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
HENDY
F24103098
Dilahirkan pada tanggal 27 Oktober 1984 di Jakarta
Tanggal Lulus : Bogor, 12 September 2007
Menyetujui,
Ir. C.C. Nurwitri, DAA Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober
1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari
keluarga Bapak Johan Chandra dan Ibu Maryati. Penulis
mengawali jenjang pendidikannya di TK DARMA SATRIA
(1989-1992), dan melanjutkan ke pendidikan dasar di SD
DARMA SATRIA (1991-1997), lalu meneruskan ke jenjang
sekolah lanjutan di SLTP KRISTEN YUSUF (1997-2000), dan
SMU KRISTEN YUSUF (2000-2003).
Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi setelah lulus
seleksi masuk IPB pada tahun 2003 melalui jalur SPMB dan terdaftar di Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini telah menjadi Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA).
Selama masa perkuliahannya, penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non-
akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis turut aktif menjadi asisten dosen Mata
Kuliah Matematika Dasar, Kalkulus, dan asisten praktikum Mikrobiologi Dasar,
Mikrobiologi Pangan, Analisis Pangan, dan menjadi staf pelatihan Yoghurt. Dalam
kegiatan non-akademik, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Masa
Perkenalan Departemen 2005 (BAUR), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII (LCTIP),
dan berbagai kegiatan seminar di wilayah kampus serta aktif dalam kepengurusan
Komisi Pelayanan Anak Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB. Selama perkuliahannya,
penulis juga merangkap sebagai pekerja paruh waktu menjadi tenaga pengajar mata
kuliah Matematika dan Kalkulus serta Kimia.
Dalam penyelesaian tugas akhirnya, penulis melakukan penelitian dengan topik
“Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai
Pangan Pokok Alternatif” di bawah bimbingan Ir. C.C. Nurwitri, DAA.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur selayaknya ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya yang telah dilimpahkan dan atas segala kemurahan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dan penulisan skripsi yang berjudul
“Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai
Pangan Pokok Alternatif”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan,
semangat, dukungan, serta kritik dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Mama, Papa, Cici, Yuni, dan Diana tercinta atas segala kasih sayang, doa,
nasehat, perhatian, jerih payah, dan bantuan secara moril dan materil yang telah
diberikan selama ini.
2. Ir. C.C. Nurwitri, DAA selaku dosen pembimbing akademik atas arahan,
bimbingan, masukan, dan dukungan serta perhatiannya selama kuliah sampai
dengan penyelesaian tugas akhir ini.
3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku dosen penguji yang telah bersedia
menyediakan waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang
sangat berarti.
4. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku dosen penguji yang telah bersedia menyediakan
waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti.
5. Ir. Budi Nurtama, M.Agr yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk
memberikan bantuan, bimbingan, arahan, penjelasan, masukan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
6. Teresia Tandean tersayang atas segala perhatian, dukungan, dorongan, bantuan,
dan keceriaan yang telah diberikan selama ini yang sangatlah berarti bagi
penulis dalam mengisi waktu-waktu di kos.
7. Noy dan Zano selaku teman satu bimbingan yang telah melalui penelitian ini
bersama dari awal hingga akhir, yang telah berbagi keceriaan di laboratorium,
serta untuk bantuan dan dukungannya selama penyelesaian tugas akhir ini.
v
8. Vera dan Hans yang telah berbagi suka saat belajar bersama, untuk keceriaan
dan tawa yang telah diberikan dalam mengisi waktu saat melewati masa-masa
ceria di kos Perwira 45 tercinta.
9. Sahabat-sahabat terbaik saya : Aw, Mario, dan Lisa yang telah memberikan
canda tawa dan keceriaan, berbagi cerita, melewati masa-masa suka selama ini.
10. Teman-teman ITP’40 terutama Bebe, Agus, Eko, Andreas yang telah
memberikan kenangan indah selama perkuliahan di TPG, juga Mona, Pa De,
Rucitz, Lasty, Tilo yang telah memberikan bantuan, canda dan tawa saat di
laboratorium mengisi waktu-waktu selama penelitian berlangsung.
11. Laboran dan Teknisi Laboratorium ITP : Bu Antin, Pak Wachid, Pak Rozak,
Pak Koko, Pak Sidik, Pak Gatot, Mas Yahya, Mas Eddy, Teh Ida, Bu Rub, Pak
Sob, dan Laboran Pilot Plant SEAFAST Center : Pak Nur, Pak Iyas, dan Mba
Sri yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung.
12. Teman-teman dan keluarga besar Perwira 45 yang telah memberikan keceriaan,
kehangatan, bantuannya selama ini, terutama Cecep dan Aji yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Teman-teman panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk
melakukan uji organoleptik terhadap produk pure singkong ini.
14. Pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini.
Penulis menyadari adanya banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini
serta bersedia menerima masukan, kritik, dan saran yang dapat memperbaiki dan
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkannya dan terhadap pengembangan
ilmu dan penerapan teknologi serta khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Darmaga, September 2007
Penulis
Hendy. F24103098. Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif. Di bawah bimbingan C.C. Nurwitri.
RINGKASAN
Singkong merupakan satu dari sekian banyak bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Singkong, biasa disebut juga ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah umbi (akar), batang, dan daunnya.
Tingginya tingkat mobilitas dan kesibukan konsumen, terutama masyarakat perkotaan, menyebabkan adanya suatu tuntutan untuk mengkonsumsi makanan yang siap saji atau cepat saji. Bubur (pure) singkong instan merupakan makanan siap saji berbasis singkong yang diperoleh melalui tahap pengupasan, pencucian, pengukusan, penghancuran, penanakan, dan pengeringan dengan drum dryer. Bubur singkong instan dapat langsung dikonsumsi dengan penambahan air hangat atau cukup dengan air biasa.
Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbandingan air dan singkong yang tepat, pengaruh perendaman terhadap warna pure, waktu (lama) penanakan, dan uji coba bahan pengisi. Penelitian utama meneruskan hasil terbaik yang diperoleh dari tahap pendahuluan. Hasil terbaik dipilih berdasarkan uji fisik (rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba) dan organoleptik (kelengketan). Penelitian utama meliputi produksi produk pure dengan formula yang terbaik, analisis mutu produk (proksimat dan mikrobiologi), dan analisis organoleptik (hedonik).
Perbandingan antara air dengan singkong adalah 1:3. Konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan sebanyak 0-1% bobot singkong untuk CMC dan sebanyak 0-15% bobot singkong untuk dekstrin. Proses penanakan dilakukan dengan skala api sedang sambil diaduk hingga bubur singkong mengental. Pengeringan dilakukan dengan mesin drum dryer dengan kecepatan 5-6 rpm dengan tekanan 3-5 bar (40-60 lbf/in2). Formula terbaik yang terpilih adalah formula dengan komposisi singkong 25%, air 72.25%, CMC 0%, dan dekstrin 2.75% dengan nilai desirability sebesar 0.645.
Hasil uji pembanding antara produk pure singkong instan dengan produk bubur beras instan “X” menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 5% terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur. Pure singkong instan memiliki kadar air 2.70% (bb), abu 1.60% (bb), protein 1.70% (bb), lemak 0.2% (bb), dan karbohidrat 93.80% (bb). Kandungan total mikroba pure singkong instan kering adalah 7.5 x 102 kol/g. Kandungan total kapang dan khamir pure singkong instan kering masing-masing sebesar <1.0x102 kol/g. Kandungan total koliform pure singkong instan kering adalah 3 APM/g.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1
B. TUJUAN ................................................................................................. 3
C. MANFAAT ............................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN .................................................. 4
B. SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) ............................................... 5
C. BAHAN TAMBAHAN ........................................................................... 7
1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ...................................................... 7
2. Dekstrin .............................................................................................. 8
D. PENGERINGAN .................................................................................... 8
1. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer) ............................................... 9
E. PANGAN INSTAN ................................................................................. 10
1. Definisi Pangan Instan ....................................................................... 11
2. Sifat-sifat Pangan Instan .................................................................... 11
3. Bubur Instan ....................................................................................... 11
F. DESIGN EXPERT 7 ................................................................................ 12
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 14
A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 14
B. METODE PENELITIAN ........................................................................ 14
1. PENELITIAN PENDAHULUAN ..................................................... 14
2. PENELITIAN UTAMA ..................................................................... 15
C. METODE ANALISA .............................................................................. 16
1. Analisa Fisik ...................................................................................... 16
vii
a. Rendemen ....................................................................................... 16
b. Densitas Kamba ............................................................................. 16
c. Daya Rehidrasi ............................................................................... 17
2. Analisa Organoleptik ......................................................................... 17
3. Analisa Kimia ..................................................................................... 17
a. Kadar Air ........................................................................................ 17
b. Kadar Abu ...................................................................................... 18
c. Kadar Lemak .................................................................................. 18
d. Kadar Protein ................................................................................. 19
e. Kadar Karbohidrat .......................................................................... 20
4. Analisa Mikrobiologi ......................................................................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 22
A. PENELITIAN PENDAHULUAN .......................................................... 22
B. PENELITIAN UTAMA .......................................................................... 28
1. Tahap Formulasi Pure Singkong Instan ............................................. 28
2. Tahap Optimasi Formula .................................................................... 33
3. Tahap Analisis Formula Optimum ..................................................... 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 40
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 40
B. SARAN ................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 41
LAMPIRAN ...................................................................................................... 44
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 ....................... 1
Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 ......................... 2
Tabel 3. Komposisi kimia singkong ................................................................. 5
Tabel 4. Faktor konversi kadar protein berbagai macam bahan pangan .......... 20
Tabel 5. Hasil percobaan perbandingan singkong dan air ............................... 25
Tabel 6. Hasil pengamatan warna pure singkong hasil perlakuan perendaman ........................................................................................ 27
Tabel 7. Hasil pengukuran respon pada percobaan penambahan CMC dan Dekstrin .............................................................................................. 28
Tabel 8. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon ................ 30
Tabel 9. Analisis ragam (ANOVA) model tiap respon .................................... 30
Tabel 10. Hasil ANOVA untuk respon kelengketan .......................................... 32
Tabel 11. Komposisi kimia pure singkong instan formula optimum ................. 37
Tabel 12. Kandungan mikroba pure singkong instan formula optimum ........... 38
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses pembuatan bubur singkong instan ...................................... 15
Gambar 2. Singkong putih ............................................................................... 22
Gambar 3. Skala api kompor yang digunakan saat penanakan ........................ 23
Gambar 4. Drum dryer ..................................................................................... 24
Gambar 5. Pure singkong hasil percobaan perbandingan air dan singkong .... 26
Gambar 6. Pengaruh perendaman terhadap warna pure singkong ................... 27
Gambar 7. Grafik nilai rataan organoleptik tiap atribut yang diuji dari pure singkong dan bubur beras instan ”X” .................................... 36
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Formulasi Komposisi Bahan Baku Pure Singkong Instan Dengan Piranti Lunak Design Ezpert 7 ...................................... 44
Lampiran 2. Form Kuesioner Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Setelah Direhidrasi ............................................ 45
Lampiran 3a. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 1-6 ....................................................... 46
Lampiran 3b. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 7-12 ..................................................... 47
Lampiran 3c. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 13-18 ................................................... 48
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Respon dari Tiap Formula Pure Singkong Instan Berdasarkan Design Expert 7 .......................................... 49
Lampiran 5. Ringkasan Hasil Formulasi Pure Singkong Instan .................... 50
Lampiran 6a. Penentuan Model Garis untuk Respon Rendemen .................... 51
Lampiran 6b. Hasil ANOVA untuk Respon Rendemen .................................. 52
Lampiran 6c. Persamaan Garis untuk Respon Rendemen ............................... 54
Lampiran 7a. Penentuan Model Garis untuk Respon Daya Rehidrasi ............. 55
Lampiran 7b. Hasil ANOVA untuk Respon Daya Rehidrasi .......................... 56
Lampiran 7c. Persamaan Garis untuk Respon Daya Rehidrasi ........................ 58
Lampiran 8a. Penentuan Model Garis untuk Respon Densitas Kamba ........... 59
Lampiran 8b. Hasil ANOVA untuk Respon Densitas Kamba ......................... 60
Lampiran 8c. Persamaan Garis untuk Respon Densitas Kamba ...................... 62
Lampiran 9a. Penentuan Model Garis untuk Respon Kelengketan ................. 63
Lampiran 9b. Hasil ANOVA untuk Respon Kelengketan ............................... 64
Lampiran 9c. Persamaan Garis untuk Respon Kelengketan ............................ 65
Lampiran 10a. Kriteria Pemilihan Formula Terbaik dan Formula yang Terpilih ....................................................................................... 66
Lampiran 10b. Batasan Nilai Perkiraan Respon dari Formula Terpilih ............. 67
Lampiran 11. Grafik Formula Terbaik yang Terpilih Sesuai Kriteria yang Ditetapkan ......................................................................... 68
Lampiran 12. Form Kuesioner Uji Hedonik Terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur Pure Singkong Dan Produk Bubur Beras Instan “X” .............................................................. 69
xi
Lampiran 13. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur dari Pure Singkong Instan Setelah Direhidrasi .................................................................................. 70
Lampiran 14. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur dari Produk Bubur Beras Instan “X” ......... 71
Lampiran 15. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Rasa ............ 72
Lampiran 16. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Aroma ......... 73
Lampiran 17. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Warna ......... 74
Lampiran 18. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Tekstur ........ 75
Lampiran 19. SNI Sup Instan (SNI 01-4321-1996) .......................................... 76
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi
beras sebagai makanan pokok telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Beras telah menjadi pemasok utama karbohidrat bagi mayoritas bahkan
hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia
terhadap beras telah menjadi sebuah masalah pangan yang berkelanjutan.
Persepsi masyarakat bahwa jika belum mengkonsumsi beras (nasi) maka
dikatakan belum makan meskipun perut telah diisi dengan makanan. Persepsi
yang telah mendarah daging ini menjadi suatu konsep pemikiran yang
menyimpang.
Pemerintah bersama para ilmuwan kini berupaya keras mencari
sumber-sumber bahan pangan baru mengingat besarnya ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap satu macam sumber karbohidrat saja.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat menyebabkan tingkat
konsumsi beras penduduk Indonesia secara signifikan terus meningkat tiap
tahunnya. Masalah yang terjadi adalah peningkatan konsumsi beras ini tidak
diimbangi dengan peningkatan jumlah beras yang diproduksi negara
Indonesia. Pada saat yang bersamaan keberadaan berbagai pangan lokal
sumber karbohidrat sudah terlupakan. Hal ini menjadi penyebab utama
terjadinya impor beras oleh Indonesia setiap tahunnya untuk mencukupi
kebutuhan akan beras dalam negeri.
Tabel 1. Data Produksi dan Konsumsi Beras Tahun 2001-2004 (dalam ton)
Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (Impor) 2001 32.771.264 30.283.326 2.487.920 2002 33.073.152 30.586.159 2.486.993 2003 33.372.463 30.892.021 2.480.442 2004 33.669.384 31.200.941 2.468.443
Sumber : Departemen Pertanian, 2005
Pemerintah Indonesia tengah berupaya agar ketergantungan penduduk
Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Banyaknya sumber daya pangan
lain yang berpotensi namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok
2
memungkinkan upaya diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Komoditi-
komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih
luas antara lain serealia (jagung), umbi-umbian (ubi jalar, singkong, kentang,
talas, garut) serta tanaman pohon (sagu, pisang).
Singkong adalah bahan pangan ke-4 terpenting, setelah beras, jagung,
dan kacang kedelai, di Indonesia. Singkong merupakan makanan pokok ke-3
setelah padi dan jagung (Dewanti-Hariyadi et al., 2002). Singkong termasuk
bahan pangan yang kaya akan karbohidrat. Tanaman ini banyak terdapat di
daerah tropis, khususnya negara Indonesia, khususnya di daerah Jawa,
Sumatra Selatan, dan Kalimantan (Hillocks, et al., 2002). Hingga saat ini,
produksi tanaman singkong di Indonesia cukup besar namun belum
dioptimalkan pemanfaatannya sebagai makanan sumber karbohidrat. Padahal
jika singkong diolah dengan baik, hasilnya tidak kalah dengan bahan pangan
lainnya.
Tabel 2. Data Produksi Singkong Indonesia Tahun 2002-2005 (dalam ton)
Tahun Singkong 2002 16.913.104 2003 18.523.810 2004 19.424.707 2005 19.321.183
2006*) 19.907.304 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2006 *) Ramalan ke 3
Singkong masih dinilai kurang ekonomis oleh sebagian besar orang
sehingga belum banyak yang dikembangkan dalam skala yang besar.
Singkong biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan
ringan, bukan sebagai makanan pokok. Singkong biasanya diolah dengan cara
direbus, digoreng, atau dikukus. Perlunya dikembangkan suatu produk pangan
baru berbasis singkong untuk meningkatkan nilai ekonomis dari singkong
sendiri mengingat potensi singkong sebagai salah satu alternatif pengganti
beras.
Salah satu bentuk olahan makanan yang mudah dikonsumsi adalah
bubur (puree). Bubur memiliki tekstur yang lunak dan agak encer (tidak
padat) sehingga mudah bagi konsumen untuk menikmatinya. Pengembangan
3
produk baru berupa bubur (puree) instan dengan bahan dasar singkong
dilakukan sebagai salah satu bentuk alternatif pengolahan singkong menjadi
makanan cepat saji.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengembangkan produk pangan baru berbasis singkong yakni bubur
(puree) instan sebagai alternatif pangan pokok.
2. Mengetahui formulasi bubur (pure) singkong instan yang optimum.
3. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap bubur (pure) singkong instan.
C. MANFAAT
Hasil penelitian bermanfaat untuk :
1. Mengedepankan singkong sebagai bahan pangan yang berpotensi
menggantikan beras.
2. Memberikan alternatif pengolahan singkong dalam bentuk yang lebih
mudah dikonsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan nilai
ekonomis singkong.
3. Menyediakan alternatif pangan pokok yang kering dan praktis sehingga
mudah dalam pendistribusian, penyimpanan, maupun penyediaannya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN
Diversifikasi pangan diartikan sebagai upaya untuk
menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan
meningkatkan status gizi penduduk (Almatsier, 2001). Penganekaragaman
pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis
makanan, misalnya beras. Pemanfaatkan sumber daya alam yang beraneka
ragam jenisnya turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Adanya diversifikasi pangan mendorong munculnya pemikiran untuk
mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan lainnya yang juga dapat
berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Beberapa produk makanan yang
mungkin dapat menggantikan beras adalah singkong, ubi, talas, dan umbi-
umbian lainnya. Bahan-bahan pangan ini masih belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk dikonsumsi masyarakat. Adapun kendala yang dihadapi
adalah bahan pangan tersebut tidak tahan lama sehingga harus diolah lebih
lanjut dengan tujuan memperpanjang umur simpannya. Selain itu, adanya
persepsi masyarakat yang menyebutkan jika mengkonsumsi bahan pangan lain
selain beras dianggap kurang bergengsi bahkan menyedihkan dibandingkan
jika mengkonsumsi nasi.
Soenardi (2002) menyebutkan bahwa mengubah kebiasaan
mengkonsumsi nasi dengan makanan lain tidaklah mudah. Terlebih lagi jika
hanya nasi diganti dengan bahan lain sementara lauk-pauknya tetap seperti
untuk menemani nasi. Hal tersebut tentulah akan ditolak masyarakat karena
berdasarkan kebiasaan lauk-pauk tersebut lebih enak rasanya jika dikonsumsi
bersama dengan nasi. Namun bila bahan pangan tersebut diolah dalam bentuk
lain meskipun campuran lauknya menggunakan selera tradisional atau yang
telah mengena di lidah tentulah akan lebih mudah diterima karena merupakan
resep baru dengan selera baru.
Penilaian terhadap kebiasaan konsumsi masyarakat ataupun
penerimaan konsumen terhadap produk pangan baru dapat dilakukan dengan
5
wawancara ataupun dengan kuisioner. Pengumpulan hasil survei terhadap
kebiasaan konsumsi masyarakat melalui kuisioner lebih efektif karena bisa
menjangkau banyak responden dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan
dengan cara wawancara satu per satu.
B. SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)
Ubi kayu biasa disebut juga ketela pohon atau singkong. Singkong
memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dikenal dengan
nama lain Manihot utilissima. Ubi kayu termasuk ke dalam kingdom Plantae,
divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili
Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan
berbagai varietas (Rukmana, 1997). Komposisi kimia singkong disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Singkong (per 100 gram bahan)
No. Komponen Singkong Singkong kuning
1. Kalori (kkal) 146.00 157.00
2. Protein (gram) 0.80 0.80
3. Lemak (gram) 0.30 0.30
4. Karbohidrat (gram) 34.70 37.90
5. Air (gram) 62.50 60.00
6. Kalsium (mg) 33.00 33.00
7. Fosfor (mg) 40.00 40.00
8. Zat besi (mg) 0.70 0.70
9. Asam askorbat (mg) 30.00 30.00
10. Thiamin (mg) 0.06 0.06
11. Vitamin A (IU) 0.00 385
12. Bagian yang dapat dimakan (%) 75.00 75.00 Sumber : Departemen Kesehatan (1992)
Ciri-ciri fisik tanaman singkong mudah diamati yakni batangnya
berkayu, beruas, dan berbuku-buku. Tanaman singkong tumbuh tegak dan
ketinggiannya dapat mencapai 3 meter. Tanaman ini berasal dari Brazil,
6
kemudian menyebar ke benua Afrika, Madagaskar, India, dan akhirnya ke
Indonesia. Umbi tanaman singkong yang terbentuk merupakan akar yang
berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan cadangan
makanan (Hillocks et al., 2002). Umbi singkong memiliki bentuk bulat
memanjang dan daging umbi mengandung zat pati.
Tanaman singkong dapat dimanfaatkan umbi dan daunnya untuk
dikonsumsi masyarakat. Pada umumnya umbi singkong direbus, dikukus atau
digoreng untuk dikonsumsi. Umbi singkong dapat pula digunakan sebagai
bahan baku industri pangan, kimia, farmasi, dan tekstil. Selain umbi, batang,
dan daun singkong juga dapat dimanfaatkan. Daunnya yang masih muda
banyak mengandung vitamin A sehingga baik untuk hidangan sayur,
sedangkan daunnya yang tua dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Singkong memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat tumbuh di lahan
kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, daun dan
umbi dapat diolah menjadi aneka makanan (Lingga, 1989). Umbi singkong
dapat diolah menjadi gula cair (high fructose) dan makanan ternak serta dapat
pula sebagai bahan bakar yang disebut etanol.
Hampir seluruh bagian dari tanaman singkong dapat dimanfaatkan
namun hingga saat ini tanaman ini masih jarang dikonsumsi masyarakat.
Kelemahan utama yang menyebabkan singkong kurang diterima secara
menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah
pedesaan disebabkan karena kandungan racun glikosida sianogenik
(linamarin). Glikosida tersebut tidak bersifat racun, tetapi asam sianida (HCN)
yang dibebaskan oleh enzim linamerase secara hidrolisis yang bersifat racun
(Tjokroadikoesoemo, 1985).
Balagopalan dan kawan-kawan, yang dikutip oleh Martini (2002)
mengatakan meskipun ubi kayu mengandung racun yang membahayakan,
namun ubi kayu telah dikonsumsi secara umum tanpa adanya efek keracunan
yang berarti. Hal ini dikarenakan metode pengolahan secara tradisional
mampu mengurangi kandungan sianida umbi hingga batas yang tidak
membahayakan kesehatan. Proses pengolahan yang mampu mereduksi
7
kandungan sianida dalam ubi kayu adalah perendaman, pengeringan,
perebusan, fermentasi, dan kombinasi dari proses-proses tersebut.
C. BAHAN TAMBAHAN
1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Bentuk Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang banyak digunakan
sebagai bahan pengisi pada industri pangan adalah garam Na-CMC. CMC
memiliki warna putih, tidak berbau, tidak memberikan rasa dan tidak
beracun (Kirk dan Othmer, 1952).
CMC dapat dibuat dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa
murni disertai dengan penambahan Na-Khloroasetat. CMC mempunyai
gugus karboksil sehingga viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH
larutan. CMC memiliki pH optimum sekitar 5 dan bila pH kurang dari 3
maka CMC akan mengendap (Winarno, 1997).
CMC merupakan satu dari sekian banyak bahan pengisi yang
digunakan dalam pembuatan produk pangan. CMC sebagai bahan pengisi,
ditambahkan dalam produk pangan dengan tujuan meningkatkan total
padatan terlarut (TPT) dan meningkatkan viskositas produk. Glicksman
(1968) menyatakan bahwa CMC juga sudah digunakan pada beberapa
produk minuman ringan, dan telah dibuktikan efektif sebagai penstabil
koloid di dalam emulsi flavor minuman ringan.
Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai
komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan, bertindak
sebagai pengikat air, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk
pangan. Contohnya adalah Na-karboksi metil selulosa yang dalam bentuk
murninya disebut gum selulosa. Gum selulosa secara fisik bersifat inert dan
tidak mengandung kalori karena tidak dapat dimetabolisme oleh sistem
pencernaan manusia. Pada industri ekstrusi, CMC bertindak sebagai
pengikat (binder), membantu menstabilkan emulsi, dan menghambat
pengkristalan gula.
Beberapa jenis produk pangan yang menggunakan CMC
diantaranya produk dehidrasi, makanan kaleng, freeze dried products, dan
8
processed meats. Pada produk kering seperti bubuk sayuran dan buah atau
sup instan CMC berfungsi mempermudah proses rekonstitusi dan
memperbaiki tekstur selama rekonstitusi.
2. Dekstrin
Dekstrin merupakan komponen yang dihasilkan dari proses
modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun
pemanasan pati kering (Caesar, 1968). Pati termodifikasi adalah pati yang
diberi perlakuan tertentu yang bertujuan menghasilkan sifat yang lebih baik
untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat
lainnya. Menurut Fleche (1985), pati termodifikasi merupakan pati yang
gugus hidroksilnya telah diubah melalui suatu reaksi kimia (esterifikasi atau
oksidasi) atau dengan mengganggu struktur asalnya.
Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur
molekul yang lebih bercabang dibanding dengan pati. Struktur yang lebih
pendek ini mengakibatkan dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air.
Dekstrin secara alami terbentuk dalam jagung, garut, singkong, dan
sebagainya. Secara umum, dekstrin dihasilkan dengan memanaskan pati
kering bersama-sama sejumlah katalis. Menurut Granner et al. (1979),
dekstrin merupakan produk yang terbentuk dalam proses pemecahan
hidrolisis pati. Dekstrin juga merupakan substansi yang terbentuk pertama
kali ketika proses hidrolisis mencapai suatu derajat percabangan tertentu.
Dekstrin banyak diaplikasikan pada industri kemasan dan kertas
terutama sebagai bahan perekat. Pada industri pangan, dekstrin dapat
digunakan untuk memperbaiki tekstur bahan pangan. Berdasarkan
penelitian Bahrie (2005), penambahan dekstrin sebesar 15 % terhadap
produk bubur jagung instan menghasilkan karakteristik mutu (tekstur)
produk yang paling diterima oleh konsumen secara organoleptik.
D. PENGERINGAN
Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan
yang paling sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993)
9
pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan.
Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk
menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari
bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.
Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air
bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan memberikan beberapa
keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-
bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil dan
meringankan volume produk, sehingga memudahkan penanganan,
penyimpanan, dan transportasi (Henderson and Perry, 1982).
Klasifikasi pengeringan terdiri atas pengeringan dengan menggunakan
udara yang kontak langsung dengan bahan, pengeringan dengan sistem
konduksi, pengeringan dengan menggunakan energi radiasi, dan pengeringan
beku (freeze drying). Selain itu, proses pengeringan juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumber energi panasnya, yakni pengeringan
alami dengan bantuan sinar matahari, pengeringan buatan dengan bantuan
udara atau energi listrik (Brennan et al.,1974).
Proses pengeringan bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat
pengering. Ada beberapa jenis alat pengering yang diklasifikasikan
berdasarkan prinsip pengeringannya. Alat pengering yang banyak ditemui
antara lain drum dryer, spray dryer, freeze dryer, tray dryer, dan fluidized bed
dryer.
1. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer)
Pengering silinder adalah salah satu alat pengering dengan sistem
konduksi. Alat pengering drum atau silinder bekerja berdasarkan prinsip
pengeringan produk yang bersentuhan langsung dengan permukaan drum
(silinder) yang berputar dengan kecepatan yang telah diatur. Drum berputar
pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau
medium pemanas lain. Bahan yang menempel pada drum (silinder) secara
perlahan-lahan akan diubah menjadi produk kering. Setelah ¾ putaran,
10
produk kering akan dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah
menjadi bentuk lembaran kasar (Brennan et al., 1974).
Produk yang dikeringkan dengan alat pengering silinder bervariasi
mutunya. Ada empat variabel yang mempengaruhi mutu produk kering
hasil pengeringan dengan drum dryer yaitu tekanan uap dan suhu medium
pemanas, kecepatan putaran silinder, jarak antara drum (silinder), dan
kondisi bahan pangan. Tekanan uap dan suhu medium menentukan suhu
drum atau silinder yang akan kontak dengan produk. Kecepatan putaran
drum menentukan waktu kontak antara produk dengan perumukaan drum
panas. Jarak antara drum akan menentuan ketebalan lapisan produk akhir
yang terbentuk. Kondisi bahan pangan akan menentukan kecepatan putar
dan jarak antara drum yang akan digunakan (Moore, 1995).
Ada beberapa keuntungan pengeringan dengan alat pengering drum
adalah dapat menghemat pemakaian panas (bersifat ekonomis) karena
kecepatan pengeringan yang tinggi, dapat meningkatan daya cerna, dan
dapat mengawetkan produk yang dihasilkan. Namun ada pula
kelemahannya yakni adanya keterbatasan jenis produk yang dapat
dikeringkan. Penggunaan alat pengering drum terbatas pada produk yang
berbentuk bubur atau pasta (produk dengan viskositas tinggi atau kental)
dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan et
al., 1974).
E. PANGAN INSTAN
Dewasa ini, banyak produk-produk pangan yang dipasarkan dalam
bentuk makanan instan. Pengembangan produk pangan instan bertujuan
memudahkan masyarakat saat mengkonsumsinya. Produk pangan instan
sangat mudah disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan
terdapat dalam bentuk kering atau konsentrat, mudah larut sehingga mudah
untuk disajikan yaitu hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin.
Produk pangan instan berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan
jaman dimana masyarakat menuntut produk pangan yang mudah dikonsumsi,
bergizi, dan mudah dalam penyajiannya.
11
1. Definisi Pangan Instan
Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989) berarti langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat
diminum. Istilah instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia
maupun fisik yang akan memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk
pangan dalam bentuk bubuk (Johnson dan Peterson, 1971). Menurut
Hartomo dan Widiatmoko (1992), pangan instan merupakan bahan makanan
yang mengalami proses pengeringan air, sehingga mudah larut dan mudah
disajikan hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin. Australian
Academy Of Technological Sciences and Engineering (2000) memberikan
definisi pangan instan sebagai produk pangan yang di dalam penyajiannya
melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai
proses pemasakan.
2. Sifat-sifat Pangan Instan
Ada beberapa kriteria bahan pangan yang harus dipenuhi dalam
pembuatan produk pangan instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992)
kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk produk
pangan instan antara lain a) memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah
mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum
digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan c) rehidrasi produk
akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.
3. Bubur Instan
Istilah bubur instan lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari
bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1989) adalah pangan atau bahan pangan yang
dilembutkan. Bubur termasuk salah satu bentuk olahan pangan yang mudah
dikonsumsi masyarakat. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah
dicerna.
Bubur tidak hanya terbuat dari beras saja namun dapat pula dibuat
dari kacang hijau, beras merah, ataupun dari beberapa campuran
12
penyusunnya. Dalam pengolahannya, bubur dibuat dengan memasak bahan
penyusun dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan seperti bubur
kacang hijau, ataupun dengan mencampurkan susu, yang dikenal dengan
bubur susu.
Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala
sesuatu yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan,
masyarakat cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan.
Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan
lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses
pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilakukan hanya dengan
menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan selera (Fellows dan
Ellis, 1992).
Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur.
Bubur yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi
dilakukan dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang
telah berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Adonan ini
dikeringkan dengan menggunakan drum dryer lalu dihancurkan hingga
berbentuk tepung halus berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh
telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana, 2003).
F. DESIGN EXPERT 7
Design Expert 7 yang biasa dikenal dengan sebutan DX7 merupakan
salah satu piranti lunak komputer yang dapat digunakan untuk mendapatkan
optimasi dari sebuah proses ataupun formulasi suatu produk. Program ini
dapat mengolah 4 jenis rancangan percobaan antara lain : Factorial Design,
Combined Design, Mixture Design, dan Response Surface Methods (RSM)
Design. Masing-masing jenis desain ini memiliki fungsi yang berbeda-beda
sehingga dalam pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Factorial Design digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang penting dan
berpengaruh terhadap suatu produk atau proses. Combined Design digunakan
untuk menggabungkan variabel-variabel proses dan campuran komponen-
komponen penyusun suatu produk dalam satu proses. Mixture Design
digunakan untuk menentukan optimasi formula dari serangkaian campuran
13
komponen yang ditetapkan. Response Surface Methods (RSM) Design
digunakan untuk pengaturan proses yang ideal untuk mendapatkan performa
optimum (Anonim, 2005).
Secara garis besar, dalam aplikasinya program DX7 dibagi menjadi 4
tahap utama. Tahap-tahap tersebut antara lain : (1) Perancangan komposisi
formula dan penentuan respon yang ingin diuji; (2) Pembuatan formula yang
telah diberikan dan pengukuran respon masing-masing formula; (3)
Pemasukkan semua data-data respon yang telah diukur pada lembar kerja
DX7; (4) Analisis Signifikansi (ANOVA) dan model matematika yang
berlaku untuk masing-masing respon serta penentuan formula optimal sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Keluaran (output) dari rancangan percobaan program ini adalah sederet
formula yang harus dibuat dan diukur tiap responnya. Penentuan formula
optimal pada tahap analisis ditentukan berdasarkan hasil respon yang didapat
sesuai dengan keinginan dengan pilihan maksimum, minimum, dalam kisaran
(in range) atau dengan target tertentu. Hasil akhir dari tahap analisis berupa
formula baru yang ditetapkan berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Program akan menetapkan beberapa solusi dengan nilai kesukaan
(desirability) yang berbeda. Semakin tinggi nilai kesukaan (mendekati 1)
berarti semakin optimal formula tersebut.
Keunggulan dari program DX7 ini adalah dapat mengolah tidak hanya
persamaan polinomial berordo 1 yakni tipe mean dan tipe linear tetapi juga
dapat mengolah model matematika yang lebih rumit dengan ordo lebih tinggi
yakni persamaan pangkat (ordo) 2 yakni tipe quadratic dan persamaan
pangkat (ordo) 3 yakni tipe cubic dan tipe special cubic. Semakin tinggi
pangkat persamaan polinomialnya, maka semakin rumit persamaan
polinomialnya serta semakin kompleks korelasi (hubungan) antara masing-
masing komponen penyusunnya (Anonim, 2005).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku utama yang digunakan adalah singkong putih. Bahan-
bahan lain yang digunakan antara lain air, CMC, dekstrin, garam, dan Na2S2O5.
Bahan-bahan untuk analisis kimia antara lain pelarut heksan, K2SO4, CuSO4,
H2SO4, H3BO3, indikator (campuran Metil Merah 0.1% dalam alkohol dan
Metilen Biru 0.1% dalam alkohol 1:1), larutan NaOH, air destilasi, dan HCl
0.02N. Bahan untuk analisis mikrobiologi antara lain PCA (Plate Count Agar)
”Oxoid”, PDA (Potato Dextrose Agar) ”Oxoid”, asam tartarat, BGLBB
(Brilliant Green Lactose Bile Broth) ”Oxoid”, kapas, dan larutan pengencer.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk
pembuatan puree instan, antara lain : drum dryer, kompor, blender, neraca,
termometer, stopwatch, panci, pisau, gelas ukur, dan wadah penampung dan
alat analisis, antara lain : sentrifus, neraca, oven, tanur, inkubator, alat Soxhlet,
desikator, labu Kjeldahl, cawan porselen, cawan alumunium, pipet mohr,
mikropipet, tabung durham, buret, erlenmeyer, bunsen, cawan petri, botol
semprot, tabung reaksi, gelas piala, dan gelas ukur.
B. METODE PENELITIAN
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan meliputi penetapan prosedur pembuatan
puree instan, perbandingan singkong dengan air, pengaruh perendaman
dalam air, air garam, dan larutan metabisulfit terhadap warna pure, waktu
(lama) penanakan, pengkondisian drum dryer (kecepatan putar dan
tekanan), penetapan suhu air untuk rehidrasi, serta konsentrasi dekstrin dan
CMC yang ditambahkan. Diagram alir pembuatan puree instan dapat dilihat
pada Gambar 1.
15
↓ Dikupas kulitnya
↓ Dicuci ↓
Direndam selama 15 menit
Tanpa direndam air air garam 1000 ppm Na2S2O5 500 ppm
Dicuci ↓
Dikukus selama 15 menit ↓
Dihancurkan ↓
Ditanak hingga kental (gelatinisasi) ↓
Didinginkan ↓
Dikeringkan dengan drum dryer ↓
Gambar 1. Proses Pembuatan Bubur Singkong Instan
2. PENELITIAN UTAMA
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap
komponen penyusun pure singkong instan terhadap mutu produk akhir.
Kombinasi formula produk yang akan diproduksi merupakan hasil
rancangan dari piranti lunak DX7 (Design Expert 7). Formula terbaik
dipilih berdasarkan rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan tekstur
mouthfeel yang terbaik.
Hasil formula terbaik akan kembali diproduksi untuk dianalisis
secara kimiawi, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisis kimia mencakup
analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat). Analisis
mikrobiologi mencakup perhitungan total plate count (TPC), total kapang
Air : singkong 3:1 4:1 5:1
CMC 0; 0.5; 1 %
Dekstrin 0; 7.5; 15 %
Pure singkong instan
Singkong
16
khamir, dan total koliform dengan metode Angka Paling Mungkin (APM).
Analisis organoleptik mencakup pengujian tingkat penerimaan panelis
(hedonik) terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur dari pure
singkong dibanding dengan produk yang ada di pasaran.
C. METODE ANALISIS
1. Analisis Fisik
a. Rendemen (SNI, 1992)
Perhitungan rendemen mengguanakan metode gravimetri
Keterangan :
A = bobot produk puree instan (g)
B = bobot singkong utuh (g)
*Berdasarkan basis bobot mentah, dapat juga dihitung berdasarkan basis
bobot setelah dikupas, atau basis bobot yang dapat dimakan.
b. Densitas kamba (Bulk) (Wirakartakusumah et al., 1992)
Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit
volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang
diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian berat bubuk dengan
volume wadah.
Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Isi hingga
volumenya mencapai tepat 100 ml lalu ditimbang bobotnya. Densitas
kamba dihitung dengan rumus :
A *Rendemen = x 100 % B
Bobot sampel (g) Densitas kamba = Volume (ml)
17
c. Daya rehidrasi (Beuchat, 1977)
Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 ml air dan diaduk. Diamkan
30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifus
dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung
dengan rumus :
Keterangan :
A = volume air mula-mula (ml)
B = volume supernatan (ml)
C = bobot sampel (g)
2. Analisis Organoleptik
Pengujian organoleptik bertujuan untuk membandingkan tingkat
kesukaan panelis terhadap produk pure singkong instan dibandingkan dengan
produk yang sudah ada di pasaran. Sampel yang dijadikan sebagai
pembanding adalah produk bubur beras instan komersil bermerk X. Uji
organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap atribut
rasa, warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan adalah skala
garis sepanjang 15 cm (unstructured scaling) untuk nilai tidak suka (0)
hingga sangat suka (15). Jumlah panelis yang digunakan sebanyak minimal
30 orang. Data yang diperoleh dari uji hedonik akan diolah menggunakan
program SPSS uji t.(uji dua sampel).
3. Analisis Kimia
a. Kadar air, metode oven (SNI, 1992)
Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu
dimasukkan pada sebuah wadah yang sudah dikeringkan dan telah
diketahui bobotnya. Wadah yang telah diisi sampel dikeringkan pada oven
suhu 105°C selama 3 jam. Wadah dikeluarkan dari oven lalu didinginkan
pada desikator. Wadah berisi sampel kering ditimbang lalu diulang
A - B Daya rehidrasi (ml/g) = C
18
kembali hingga didapatkan bobot yang tetap. Kadar air dhitung dengan
rumus :
Keterangan :
Wb = wet based (basis basah)
X = Kehilangan bobot setelah dikeringkan (g)
Y = Bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
b. Kadar abu, metode pengabuan kering (SNI, 1992)
Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu
dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan telah
diketahui bobotnya. Cawan berisi sampel diarangkan di atas nyala
pembakar lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550°C
sampai pengabuan sempurna (berwarna putih dan tidak mengeluarkan asap
lagi). Cawan berisi abu sampel dikeluarkan lalu didinginkan dalam
desikator. Cawan berisi abu sampel kemudian ditimbang bobotnya. Kadar
abu sampel diukur :
Keterangan :
X = bobot cawan + sampel sesudah diabukan (g)
Y = bobot sampel sebelum diabukan (g)
Z = bobot cawan kosong (g)
c. Kadar lemak, metode Ekstraksi Langsung dengan Soxhlet (SNI, 1992)
Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu
dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas.
Bagian atas selongsong kertas yang telah diisi sampel juga disumbat
X Kadar air (wb) = x 100 % Y
(X – Z) Kadar abu (wb) = x 100 % Y
19
dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C
selama lebih kurang satu jam. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam
alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih
yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak
dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam.
Pelarut kemudian disuling kembali dan hasil ekstraksi lemak dikeringkan
dalam oven pengering pada suhu 105°C. Labu berisi lemak sampel
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang bobotnya.
Pengeringan diulangi hingga didapat bobot yang tetap. Kadar lemak dapat
dihitung dengan rumus :
Keterangan :
X = bobot labu lemak setelah ekstraksi (g)
Y = bobot labu lemak sebelum ekstraksi (g)
W = bobot sampel awal (g)
d. Kadar Protein, metode makro-Kjeldahl (SNI, 1992)
Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl lalu
tambahkan 1.9 g K2SO4, 1 g CuSO4 dan 2 ml H2SO4. Sampel dididihkan di
atas pemanas di ruang asap selama 60-90 menit hingga cairan jernih.
Sampel didinginkan dan ditambahkan sedikit air secara perlahan-lahan lalu
didinginkan.
Cairan dalam labu Kjeldahl dipindahkan ke alat destilasi dan bilas
labu dengan air. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3
diteteskan indikator dan diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung
kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH
sebanyak 8-10 ml ditambahkan lalu destilasi dilakukan hingga tertampung
kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Kondensor dibilas dan air
bilasan dimasukkan dalam erlenmeyer yang sama.
X - Y Kadar lemak (wb) = x 100 % W
20
Isi erlenmeyer diencerkan hingga volume mencapai 50 ml dan
dititrasi dengan HCl 0.02N. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan
warna dari hijau menjadi ungu keabu-abuan, catat volume HCl yang
terpakai (X ml). Lakukan juga terhadap blanko dan catat volume HCl yang
terpakai (Y ml). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
% Protein = % N x Faktor konversi*
Keterangan :
X = Volume HCl yang terpakai saat titrasi sampel (ml)
Y = Volume HCl yang terpakai saat titrasi blanko (ml)
* Faktor konversi berbeda-beda, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Faktor konversi kadar protein berbagai macam bahan pangan.
No. Bahan Faktor konversi 1. Beras 5.95 2. Gandum 5.83 3. Tepung Terigu 5.78 4. Kacang Kedelai 5.71 5. Kacang Tanah 5.46 6. Biji-bijian 5.30 7. Susu 5.38 8. Lainnya 6.25
Sumber : Atmawikarta (2001)
e. Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat diukur dengan rumus by difference yaitu :
% karbohidrat = (100 % - % air - % abu - % lemak - % protein)
(X – Y) x N HCl x 14.007 % N = x 100 % Bobot sampel
21
Σ koloni* N =
(n1 + 0.1. n2) . d
4. Analisis Mikrobiologi
Uji mikrobiologi yang dilakukan adalah menghitung total plate count
(TPC) dan total kapang khamir dengan metode tuang dan jumlah koliform
dengan metode Angka Paling Mungkin (APM). Sebanyak 25 gram bubuk
puree instan dicampurkan ke dalam 225 ml larutan pengencer steril dan
dikocok. Contoh tersebut diencerkan lagi hingga pengenceran 10-4.
Kemudian dilakukan pemupukan pada pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4
dalam 2 cawan (duplo) untuk masing-masing pengenceran. Selanjutnya 15
ml media PCA dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi contoh. Untuk
perhitungan jumlah kapang khamir, pemupukan hanya dilakukan hingga 10-2.
Lalu dituang 15 ml media PDA pada cawan yang telah berisi sampel lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 hari. Pengujian dilakukan terhadap dua
ulangan sampel. Jumlah koloni/ml dihitung dengan metode Harrigan :
Keterangan :
N = Jumlah koloni per ml
n = Jumlah cawan setiap pengenceran yang masuk dalam hitungan
d = pengenceran terkecil yang masuk dalam hitungan
* Jumlah koloni total mikroba yang masuk dalam hitungan adalah 25 – 250
per cawan sedangkan untuk kapang adalah 15 – 150 per cawan
Untuk perhitungan total koliform, dilakukan dengan metode Angka
Paling Mungkin (APM) 3 seri tabung. Sebanyak 25 gram sampel
dimasukkan dalam 225 ml larutan pengencer sehingga diperoleh
pengenceran 10-1. Pengenceran kemudian dilanjutkan hingga diperoleh
pengenceran 10-4. Untuk masing-masing tingkat pengenceran diambil 1 ml
lalu dimasukkan dalam tabung yang telah berisi media BGLBB dan tabung
durham, masing-masing 3 tabung. Media yang telah diisi sampel lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 hari. Hasil diamati ada tidaknya
kekeruhan dan ada tidaknya gelembung udara pada tabung durham.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui parameter-
parameter yang mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan.
Penelitian pendahuluan diawali dengan ujicoba pembuatan bubur singkong
instan. Jenis singkong yang digunakan adalah singkong putih (Gambar 2).
Pada tahap ujicoba awal, bubur singkong instan dibuat dengan berbagai
perbandingan air dan singkong dengan perbandingan 3:1, 4:1, dan 5:1. Produk
dibuat tanpa penambahan CMC maupun dekstrin. Pemilihan tingkat
perbandingan antara air dan singkong berdasarkan hasil Trial and Error
dimana jika pure dibuat dengan perbandingan 2:1 dianggap terlalu kental
sehingga tidak dimungkinkan sedangkan jika perbandingan lebih dari 6:1
dianggap terlalu encer sehingga tidak dilakukan.
Gambar 2. Singkong Putih
Pada proses pembuatan pure singkong dilakukan pengaturan skala api
saat penanakan. Besar kecilnya api yang digunakan saat penanakan
mempengaruhi kecepatan penguapan air. Semakin besar api yang digunakan
maka semakin cepat suhu meningkat dan tercapai suhu penguapan air
sehingga pure cepat mengental. Hal ini harus dihindari karena diharapkan
dengan adanya proses penanakan yang cukup maka semua pati akan
mengalami gelatinisasi secara sempurna sebelum semua air yang ditambahkan
menguap. Suhu gelatinisasi pati singkong berkisar antara 52-64°C (Knight,
1989). Skala api yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.
23
Gelatinisasi adalah proses penyerapan air oleh granula pati yang
mengakibatkan pembengkakan yang bersifat irreversible yang diikuti oleh
peningkatan viskositas akibat pemberian panas pada suspensi pati (Winarno,
1997). Oleh sebab inilah, ditentukan skala api yang sedang (medium) sehingga
proses penanakan tidak terlalu lama namun juga pure tidak terlalu cepat
mengental. Saat penanakan dilakukan proses pengadukan terus-menerus untuk
menghindari terjadinya penempelan dan pengerakan (hardening) pada dasar
wajan penanak.
(a) Api besar (b) Api sedang (c) Api kecil
Gambar 3. Skala Api Kompor yang Digunakan Saat Penanakan
Proses pengeringan pure singkong yang telah ditanak dilakukan
dengan drum dryer. Drum dryer yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Alasan digunakan alat pengering silinder (drum dryer) dibanding alat
pengering lainnya adalah kesesuaian tingkat kekentalan produk yang akan
dikeringkan dan bentuk hasil akhir yang diinginkan. Alat pengering silinder
cocok untuk mengeringkan produk yang memiliki kekentalan seperti bubur
atau pasta (Brennan et al., 1974). Hasil akhir (output) dari alat pengering ini
adalah campuran antara serbuk dan lembaran-lembaran halus yang bersifat
instan (mudah dilarutkan).
Proses instanisasi pure singkong disebabkan karena adanya proses
gelatinisasi yang diikuti oleh proses pengeringan. Pada proses gelatinisasi,
granula pati menyerap air. Air yang sebelumnya berada di luar granula dan
bebas bergerak kini berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak
dengan bebas lagi karena telah membentuk matriks yang irreversible (tidak
dapat kembali ke bentuk semula). Pada saat dikeringkan komponen air
24
menguap meninggalkan matriks sehingga bersifat porous dan dengan mudah
dapat kembali menyerap air (Winarno, 1997).
Gambar 4. Drum Dryer
Sebelum proses pengeringan dilakukan, diatur parameter proses yang
berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Pengaturan
ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang dikeringkan sehingga tidak
banyak yang terbuang dan pure kering yang dihasilkan optimal. Parameter
yang diatur adalah suhu (tekanan) boiler dan kecepatan putaran silinder
(drum) pengering.
Suhu silinder drum dryer dipengaruhi oleh tekanan boiler. Semakin
tinggi tekanan boiler maka semakin tinggi suhu silinder. Kondisi ini
menyebabkan produk menjadi semakin cepat menjadi kering dan gosong.
Berdasarkan hasil Trial and Error pada tahap ujicoba, didapatkan bahwa
produk yang kering dihasilkan pada kisaran tekanan 3-5 bar, setara dengan 40-
60 lbf/in2. Adanya hubungan antara tekanan dengan suhu uap dimana semakin
tinggi tekanan maka semakin tinggi suhu uap. Tekanan 3-5 bar setara dengan
suhu 130-145°C. Jika tekanan yang digunakan <3 bar maka produk akan
basah dan tidak kering sempurna sehingga hasilnya kurang optimal.
Sebaliknya, jika tekanan >5 bar maka produk akan menjadi gosong
(kecoklatan).
Selain suhu, kecepatan putaran silinder juga turut mempengaruhi hasil
akhir yang didapatkan. Semakin pelan putaran silinder berarti semakin lama
kontak antara produk dengan silinder. Lamanya kontak produk dengan panas
mengakibatkan produk cepat menjadi kering dan gosong (kecoklatan).
25
Sebaliknya, jika putaran silinder terlalu cepat maka kontak antara produk
dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering sempurna (basah).
Kecepatan putaran silinder yang tepat untuk tekanan 3-5 bar (40-60 lbf/in2)
adalah 5-6 putaran per menit (rpm).
Bubur singkong yang telah dibuat dengan berbagai perbandingan air
dikeringkan dengan drum dryer yang telah diatur tekanan dan kecepatannya.
Produk kering akhir yang dihasilkan diuji daya rehidrasinya. Pengukuran
waktu rehidrasi dilakukan dengan penambahan 50 ml air terhadap 5 g pure
kering hingga semua pure kering terendam sempurna (membentuk bubur). Air
yang digunakan adalah air panas (60-70°C). Hasil pengukuran waktu rehidrasi
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Percobaan Perbandingan Air dan Singkong.
Bobot singkong Perbandingan air dan singkong
3:1 4:1 5:1 Awal (g) 357.4 312.3 247.8
Setelah dikupas (g) 270.7 207.3 164.6 Setelah dikukus (g) 273.8 205.6 159.8
Volume air yang ditambahkan (ml) 821.4 822.4 799 Waktu penanakan (menit) 20 36 45
Waktu rehidrasi (s) 1’4” 1’13” 1’
Berdasarkan hasil pengukuran waktu rehidrasi dan konsistensi produk
akhir dapat dilihat bahwa tidak adanya perbedaan yang mencolok diantara
ketiganya. Ketiga produk yang dibuat dengan perbandingan air yang berbeda
ternyata memiliki daya serap air yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada
lama waktu yang dibutuhkan saat penanakan hingga kental (tergelatinisasi).
Semakin banyak air yang ditambahkan maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk menanak pure. Oleh sebab itu, dalam proses pembuatan
selanjutnya digunakan perbandingan antara air dan singkong sebesar 3:1. Pure
hasil percobaan perbandingan air dan singkong dapat dilihat pada Gambar 5.
Setelah didapatkan perbandingan air dan singkong yang digunakan
maka dilakukan uji coba pembuatan pure singkong yang sebelumnya diberi
perlakuan perendaman. Perendaman ini bertujuan untuk mengurangi reaksi
26
pencoklatan singkong sebelum diproses lebih lanjut. Perlakuan perendaman
yang dilakukan adalah perendaman dengan air, larutan garam 1000 ppm,
Na2S205 (Natrium Metabisulfit) 500 ppm, dan tidak direndam (sebagai
pembanding). Perlakuan yang diberikan akan dilihat pengaruhnya terhadap
warna pure yang dihasilkan, baik kering maupun setelah direhidrasi.
Perendaman singkong dengan larutan Na2S2O5 500 ppm masih
termasuk dalam ambang batas aman. FDA (Food and Drugs Administration)
menggolongkan SO2 dan garam narium atau kalium sulfit, bisulfit, atau
metabisulfit ke dalam kelompok bahan tambahan GRAS (Generally
Recognized As Safe). Batas maksimum NaHSO3 yang diperbolehkan dalam
makanan kering adalah sebesar 500 ppm.
(a) Pure Kering (b) Pure Setelah Direhidrasi
Gambar 5. Pure Singkong Hasil Percobaan Perbandingan Air dan Singkong
Pure singkong kering yang dihasilkan memiliki warna kuning
keputihan sedangkan pure yang telah direhidrasi berwarna kuning kecoklatan
(agak gelap). Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa
perendaman tidak berpengaruh terhadap warna pure kering namun
berpengaruh terhadap warna pure setelah direhidrasi. Urutan warna pure yang
paling cerah hingga yang paling tidak cerah (gelap) adalah yang direndam
dengan air biasa, yang direndam Na2S205, direndam dengan larutan garam, dan
terakhir adalah yang tidak direndam (pembanding). Pengaruh perendaman
terhadap warna pure singkong dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6.
27
Tabel 6. Hasil Pengamatan Warna Pure Singkong Hasil Perlakuan Perendaman.
Keterangan Direndam dengan
Tidak direndam Air Garam
1000 ppm Na2S2O5 500 ppm
Waktu rehidrasi 1' 8” 1' 21” 1' 25” 1' 19” Warna pure
kering kuning
kecoklatan (+) kuning agak gelap (++)
kuning cerah (+++)
kuning cerah (+++)
Warna pure setelah
direhidrasi
kuning kecoklatan,
agak gelap (+)
kuning cerah, mendekati
putih (++++)
kuning agak gelap (++)
kuning agak gelap (+++)
Ket : Pengujian warna pure kering dan pure setelah direhidrasi dilakukan secara visual.
(a) Pure Kering (b) Pure Setelah
Direhidrasi
Gambar 6. Pengaruh Perendaman terhadap Warna Pure Singkong
Pure singkong instan yang diinginkan adalah yang berwarna cerah
sehingga dalam proses pembuatan selanjutnya, singkong akan direndam air
terlebih dahulu selama 15 menit sebelum dikukus. Selanjutnya dilakukan
ujicoba pembuatan pure singkong dengan penambahan CMC dan dekstrin.
Ujicoba ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi maksimum CMC dan
dekstrin yang memungkinkan dalam pembuatan pure singkong instan.
Penggunaan dekstrin sebesar 15% mengacu kepada hasil peneliti terdahulu.
Menurut Bahrie (2005) konsentrasi dekstrin sebesar 15% merupakan
konsentrasi yang menghasilkan bubur jagung instan yang paling optimum.
Penggunaan CMC biasanya dalam jumlah sedikit (<1%). Berdasarkan hasil
Trial and Error didapatkan bahwa penggunaan CMC sebesar 2% tidak dapat
larut sempurna dalam pembuatan bubur singkong. Adanya gumpalan-
28
gumpalan CMC yang terbentuk akibat CMC yang tidak larut sempurna. Pada
proses selanjutnya penggunaan CMC >1% dan dekstrin sebesar >15% tidak
memungkinkan dalam proses pembuatan bubur singkong sehingga konsentrasi
maksimum yang digunakan adalah 1% untuk CMC dan 15% untuk dekstrin.
Penambahan CMC dan dekstrin dilakukan pada saat penghancuran
(blending) sedikit demi sedikit agar tidak terjadi penggumpalan dan dapat
bercampur merata. Pure akhir yang didapatkan akan diukur rendemen, daya
rehidrasi, dan densitas kambanya serta diuji organoleptik awal untuk menguji
(tahap awal) ada tidaknya pengaruh penambahan CMC dan dekstrin terhadap
respon yang diukur tersebut. Hasil pengukuran pencobaan pembuatan pure
dengan penambahan CMC dan dekstrin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengukuran Respon pada Percobaan Penambahan CMC dan
Dekstrin.
Keterangan Tanpa Penambahan CMC 1% Dekstrin 15%
Persentase pure kering terhadap bobot awal (%) 12.65 10.49 17.71
Persentase pure kering terhadap bobot kukus (%) 17.08 13.98 22.15
Daya rehidrasi (ml/g) 4.5 6.5 5.5 Densitas kamba (g/ml) 0.079 0.063 0.056 Mouthfeel (rata-rata) 4.08 4.08 4.75
Ket : Penilaian mutu mouthfeel dilakukan secara organoleptik menggunakan rating terstruktur skala 7, dengan jumlah panelis sebanyak 12 orang.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Tahap Formulasi Pure Singkong Instan
Penelitian utama bertujuan untuk menentukan pengaruh CMC dan
dekstrin yang ditambahkan terhadap karakteristik pure singkong akhir.
Penelitian utama dibagi menjadi dua tahap yakni tahap pembuatan formula
pure singkong dan tahap analisis. Pembuatan formula pure singkong
dilakukan untuk menentukan formula terbaik yang kemudian akan
dianalisis proksimat, mikrobiologi, dan organoleptiknya.
Pembuatan formula pure singkong dilakukan dengan menggunakan
piranti lunak Design Expert (DX) 7. Dalam pemanfaatannya dipilih jenis
29
rancangan Mixture Design yang kemudian ditentukan komponen-komponen
yang mempengaruhi respon yang akan diukur serta ditentukan batas
maksimum dan minimumnya. Program akan mengeluarkan sejumlah
formula yang harus diuji coba pembuatannya dan diukur masing-masing
responnya. Setelah semua respon dari tiap formula telah didapatkan maka
hasil kemudian dianalisis lebih lanjut.
Masing-masing variabel respon akan dianalisis oleh DX7 untuk
mengetahui kecendrungan dari model persamaan polinomial dengan ordo
yang cocok sesuai dengan hasil yang didapatkan pada masing-masing
respon. Ada beberapa model persamaan polinomial yang berbeda-beda
yakni linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik. Ada tiga proses untuk
mendapatkan persamaan polinomial untuk masing-masing respon, yaitu
berdasarkan sequential model sum of squares [Type I], lack of fit tests, dan
model summary statistics.
Proses pemilihan model persamaan polinomial yang pertama adalah
berdasarkan sequential sum of squares [Tipe I] yakni dengan
membandingkan nilai “prob>f”. Model persamaan matematika yang
dianggap cocok adalah yang memiliki nilai ”prob>f” lebih kecil dari 0.05.
Model persamaan polinomial yang dipilih adalah model persamaan dengan
ordo (pangkat) tertinggi dengan nilai ”prob>f” di bawah 0.05 (Anonim,
2005).
Proses pemilihan model persamaan polinomial yang kedua
berdasarkan lack of fit tests juga berdasarkan nilai ”prob>f”. Model
persamaan matematika yang dianggap cocok adalah yang memiliki nilai
”prob>f” lebih besar dari 0.05. Proses pemilihan yang selanjutnya adalah
berdasarkan model summary statistics yakni mengacu pada nilai ”Adjusted
R-squared” dan ”Predicted R-squared”. Model persamaan yang dipilih
adalah yang memiliki nilai ”Adjusted R-squared” dan ”Predicted R-
squared” tertinggi (Anonim, 2005).
Berdasarkan ketiga proses tersebut, program DX7 akan memberikan
saran model persamaan matematika yang tepat untuk masing-masing
variabel respon. Model persamaan matematika dari tiap respon ini akan
30
dianalisis signifikansinya dengan analisis ragam (ANOVA). Masing-masing
respon dapat mempunyai jenis model dan tingkat signifikansi yang berbeda.
Model persamaan dengan nilai ”prob>f” lebih kecil dari 0.05 akan
memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon (Anonim,
2005).
Pada proses pembuatan formula pure singkong, ditentukan
komponen-komponen penyusunnya adalah singkong, air, CMC, dan
dekstrin. Batas minimum dan maksimum singkong adalah 24,04 hingga
25,00 % dari keseluruhan. Air sebesar 72,11 hingga 75,00 %, CMC sebesar
0 hingga 0,24 %, dan dekstrin sebesar 0 hingga 3,61 %. Respon yang akan
diukur adalah rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan tingkat
kelengketan saat dikonsumsi (organoleptik). Program DX7 memberikan 18
formula berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Semua formula
kemudian dibuat dan diukur masing-masing responnya. Hasil pengukuran
tiap variabel respon untuk masing-masing formula dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Tabel 8. Model Ordo Terpilih dan Persamaan Polinomial Tiap
Respon. Respon Model Persamaan Polinomial
Rendemen Linier Y = 3.1807A -0.6552B -10.8829C +1.2555D Daya rehidrasi Linier Y = 0.0087A -0.0024B -0.0128C +0.0086D Densitas kamba Linier Y = 0.2713A +0.0063B +0.4774C -0.3249D
Kelengketan Spesial kubik
Y= -23130.416A -2440.3514B -3835600.8C -143447.31D +406.0234AB +154955.615AC
+6270.581AD +49474.7273BC +1955. 2533BD +46257.5405CD -1994.8194ABC -
81.3201ABD -3082.4001ACD +416.4575BCD Ket : Y adalah rendemen (%), A adalah bobot singkong (%), B adalah volume air
(%), C adalah bobot CMC (%), dan D adalah bobot dekstrin (%).
Tabel 9. Analisis Ragam (ANOVA) Model Tiap Respon.
Respon Jumlah kuadrat db Kuadrat
tengah F
hitung Prob>f Keterangan
Rendemen 123.5445 3 41.1815 1.0233 0.4121 Tidak signifikan
Daya rehidrasi 3.9128 3 1.3043 5.1800 0.0129 Signifikan
Densitas Kamba 0.0030 3 0.0010 2.3012 0.1218 Tidak signifikan
Kelengketan 24.5375 13 1.8875 8.8724 0.0242 Signifikan
31
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa variabel respon
rendemen memiliki model persamaan yang linear dan rata-rata (mean) dan
memiliki tingkat signifikansi yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti tiap
komponen penyusun pure singkong instan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap rendemen akhir pure instan. Hal yang sama terjadi juga pada
respon densitas kamba. Respon densitas kamba memiliki model persamaan
linear dan rata-rata serta tidak signifikan. Hal ini berarti perubahan pada
komponen penyusun pure singkong instan tidak memberikan perubahan
yang nyata pada densitas kamba pure singkong instan.
Sebaliknya, hasil yang berlawanan terjadi pada respon daya
rehidrasi. Variabel respon daya rehidrasi memiliki model persamaan linier
dan mempunyai tingkat signifikansi yang berbeda nyata. Hasil ANOVA
untuk respon daya rehidrasi dapat dilihat pada Lampiran 7b. Berdasarkan
hasil analisis dapat disimpulkan bahwa masing-masing komponen penyusun
pure singkong instan (singkong, air, CMC, dan dekstrin) secara terpisah
memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini berarti tidak adanya korelasi
antara masing-masing komponen penyusun yang berpengaruh terhadap
respon daya rehidrasi pure singkong instan.
Variabel respon kelengketan juga mempunyai tingkat signifikansi
yang nyata. Variabel respon ini mengikuti model persamaan kubik spesial
(special cubic). Hasil ANOVA untuk respon kelengketan dapat dilihat pada
Tabel 10. Suatu perlakuan dinyatakan berpengaruh jika memiliki nilai
”prob>f” lebih kecil dari 0.05 (Anonim, 2005).
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tiap komponen
(Linear Mixture) secara terpisah tidak mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap kelengketan. Namun adanya korelasi antara komponen yang satu
terhadap yang lainnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
respon kelengketan.Adapun korelasi-korelasi tersebut antara lain : korelasi
singkong dan air (AB); singkong dan CMC (AC); singkong dan dekstrin
(AD); air dan CMC (BC); CMC dan dekstrin (CD); singkong, air, dan CMC
(ABC); singkong, air, dan dekstrin (ABD); singkong, CMC, dan dekstrin
32
(ACD); serta korelasi air, CMC, dan dekstrin (BCD). Berdasarkan hasil
analisis dapat disimpulkan juga bahwa korelasi antara air dan dekstrin tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap respon kelengketan.
Tabel 10. Hasil ANOVA untuk Respon Kelengketan
Komponen Prob>f Linear Mixture 0.2220
AB 0.0084 AC 0.0093 AD 0.0086 BC 0.0079 BD 0.8708 CD 0.0084
ABC 0.0102 ABD 0.0064 ACD 0.0099 BCD 0.0081
Berdasarkan persamaan polinomial yang didapat untuk masing-
masing respon, dapat diketahui pengaruh dari CMC dan dekstrin.
Pemberian CMC maupun dekstrin tidak memberikan pengaruh (pengaruh
kecil) terhadap rendemen dari pure kering akhir. Rendemen lebih banyak
dipengaruhi oleh efisiensi dari alat pengering yang digunakan. Berdasarkan
hasil pengamatan, diketahui bahwa efisiensi dari mesin pengering yang
digunakan meningkat seiring dengan waktu pemakaian alat. Kondisi alat
pengering yang sudah kurang baik menyebabkan banyaknya produk yang
terbuang maupun yang berkerak pada sisi silinder pengering pada awal
proses pengeringan. Seiring penggunaan alat, produk yang terbuang
semakin menurun.
Pure singkong instan memiliki rendemen rata-rata sebesar 31,12%
(berdasarkan bobot kukus). Alasan digunakan bobot kukus dan bukan bobot
awal karena mempertimbangkan faktor kerusakan singkong sebelum kupas,
besar atau kecilnya singkong awal yang digunakan (semakin kecil maka
kulit akan semakin banyak, rendemen rendah).
Tiap komponen penyusun pure singkong tidak memberikan
pengaruh yang signifikan pada densitas kamba produk akhir. Pure singkong
instan memiliki densitas kamba yang sangat kecil, rata-rata hanya sekitar
33
0,046 g/ml atau 4,6 g/100ml. Hal ini berarti pure singkong instan sangat
porous dan ringan (mengembang).
Derajat pengembangan produk berbasis umbi-umbian dipengaruhi
oleh kandungan amilopektinnya. Semakin tinggi kandungan amilopektinnya
maka produk akhir tersebut akan semakin mengembang. Menurut Winarno
(1997), semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan maka produk yang
dihasilkan akan memiliki porositas yang rendah, sehingga densitas
kambanya akan tinggi (padat). Singkong memiliki kandungan amilosa
sebesar 17-20% dan sisanya adalah amilopektin. Perbandingan antara
amilosa dan amilopektin adalah 17 : 83 (Knight, 1989). Hal inilah yang
menyebabkan pure singkong instan memiliki densitas kamba yang rendah.
Pure singkong instan yang memiliki densitas kamba rendah ini
berdampak pada daya rehidrasi dari produk ini. Pure singkong instan yang
sangat porous memiliki daya rehidrasi yang sangat tinggi. Daya rehidrasi
pure singkong instan rata-rata sebesar 6,589 ml/g. Hal ini berarti pure
singkong instan dapat menyerap air sebanyak 6,6 ml untuk 1 g produk
kering. Kemampuan penyerapan air pure singkong instan dipengaruhi oleh
pemberian CMC dan dekstrin yang diketahui berpengaruh nyata terhadap
daya serap air pure singkong instan. Pada produk pangan CMC dapat
meningkatkan daya serap air. Pada produk terdehirasi, khususnya, CMC
dapat mempermudah proses rekonstitusi (Keller, 1986).
Tiap komponen penyusun pure singkong instan berpengaruh
terhadap tingkat kelengketan di mulut dari produk setelah direhidrasi.
Menurut Warsiki (1993) dekstrin dapat memperbaiki tekstur
(kelembutan/kehalusan) produk saat dikonsumsi. Hasil yang diharapkan
dari pemberian dekstrin adalah berkurangnya tingkat kelengketan produk
saat di mulut sehingga lebih mudah dalam pengkonsumsiannya.
2. Tahap Optimasi Formula
Optimasi formula dilakukan berdasarkan kriteria yang diinginkan.
Program DX7 memberikan kebebasan kepada penggunanya untuk
menentukan kriteria dari tiap komponen penyusunnya maupun dari tiap
34
variabel respon yang sesuai dengan harapan kita. Adapun kriteria yang
disediakan dapat berupa target (titik atau target yang hendak dicapai), in
range (dalam batasan atau limit tertentu), maximize (maksimal atau batas
atas dari limit), atau minimize (minimum atau batas bawah dari limit).
Selain pengaturan kriteria dari tiap komponen penyusun dan respon ini,
pengguna program DX7 juga diperkenankan menentukan tinggi rendahnya
nilai kepentingan atau prioritas (importance) dari tiap respon yang telah
ditentukan kriterianya. Nilai kepentingan berkisar antara satu (+) hingga
lima (+++++), yang berarti semakin tinggi nilai kepentingan dari suatu
respon berarti semakin tinggi prioritas respon tersebut dalam pemenuhan
kriteria yang akan dicapai (Anonim, 2005).
Pure singkong instan diharapkan memiliki rendemen yang tinggi,
daya serap air yang tinggi, densitas kamba yang tinggi (padat, tidak porous),
dan tekstur mouthfeel yang disukai konsumen (tidak lengket di mulut).
Berdasarkan kriteria yang diinginkan tersebut maka dalam penentuan
formula optimum dilakukan pengaturan target dari tiap respon. Untuk
respon rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba dipilih target
maksimum (maximize) sedangkan untuk respon kelengketan dipilih yang
minimum (minimize).
Penentuan urutan prioritas tiap variabel respon turut mempengaruhi
formula optimum yang dihasilkan. Urutan prioritas respon dari yang
tertinggi hingga yang terendah adalah kelengketan, densitas kamba, daya
rehidrasi dan rendemen. Respon kelengketan memiliki nilai kepentingan
lima (+++++) yang berarti menempati prioritas terutama, densitas kamba
menempati prioritas kedua dengan nilai empat (++++), sedangkan daya
rehidrasi dan rendemen menempati prioritas terakhir dengan nilai tiga
(+++).
Program DX7 akan mengolah data sesuai dengan kriteria yang telah
diberikan. Program DX7 akan memberikan beberapa solusi dengan
komposisi bahan penyusun yang berbeda-beda dengan tingkat desirability
yang berbeda juga. Pemilihan formula yang paling optimal adalah
berdasarkan nilai desirability yang tertinggi. Nilai desirability menunjukkan
35
kemungkinan atau kecendrungan hasil atau respon yang akan dicapai sesuai
dengan target optimasi yang diinginkan. Semakin tinggi nilai desirability
menandakan bahwa formula yang terpilih dapat mencapai variabel respon
sesuai dengan yang dikehendaki.
Meskipun demikian, variabel respon yang didapatkan tidak dapat
sepenuhnya sesuai dengan yang ditetapkan. Adapun program DX7 telah
memberikan kisaran (range) nilai perkiraan (point prediction) untuk
masing-masing respon. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi
ketidaktepatan hasil untuk setiap variabel respon.
Formula terbaik yang terpilih pertama adalah formula dengan
komposisi singkong 25%, air 72.25%, CMC 0%, dan dekstrin 2.75%
dengan nilai desirability sebesar 0.645. Grafik desain formula terbaik yang
terpilih dapat dilihat pada Lampiran 11. Grafik ini merupakan bentuk tiga
dimensi yang dibentuk dari kombinasi komponen penyusun pure singkong
yang turut menampilkan tingkat desirability yang dicapai. Grafik yang
terbentuk memiliki bentuk yang unik dan berbeda-beda untuk masing-
masing solusi yang diberikan pada tahap optimasi formula.
Adapun variabel respon rendemen dan densitas kamba tidak
dipengaruhi oleh perubahan komponen penyusun pure singkong instan
(tidak signifikan) maka tidak akan dimasukkan dalam kriteria penentuan
formula terbaik. Jika hal ini dilakukan maka solusi yang didapat adalah
formula (kedua) dengan komposisi singkong 24.76%, air 75%, CMC
0.24%, dan dekstrin 0% dengan nilai desirability 0.866.
Formula terpilih ini (pertama) diuji tingkat kesukaan konsumen
terhadap atribut rasa, warna, aroma, dan tekstur dibandingkan dengan salah
satu produk yang telah ada di pasaran. Uji pembanding dengan produk yang
telah ada di pasaran ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang
seberapa besar tingkat penerimaan konsumen terhadap produk pure
singkong dan terhadap produk bubur instan komersil. Adapun beberapa
produk makanan pokok instan yang beredar di pasaran antara lain : bubur
beras instan ”X”; pure kentang instan ”Y”; dan bubur beras instan ”Z”.
Adapun tujuan dari produk ini adalah sebagai pangan pokok alternatif
36
(pengganti nasi) maka dipilih produk berbasis beras (nasi) yang telah
dikenal. Oleh sebab itu produk yang dipilih adalah bubur beras instan ”X”.
Pengujian dilakukan dengan uji sampel berpasangan (paired
samples test) berdasarkan nilai sig. 2-tailed pada taraf kepercayaan 5%. Jika
nilai sig. 2-tailed lebih besar dari 0.05 berarti kedua sampel uji tidak
berbeda nyata. Sebaliknya, jika nilai sig. 2-tailed lebih kecil dari 0.05
berarti kedua sampel uji berbeda nyata. Hasil pengujian untuk atribut rasa,
aroma, warna, dan tekstur masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 15,
16, 17, dan 18.
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan adanya perbedaan yang
signifikan terhadap atribut rasa, warna, aroma, maupun tekstur pada taraf
kepercayaan 5%. Perbedaan bahan baku, bumbu (seasoning), flavor, dan
tekstur dari kedua produk menyebabkan adanya perbedaan yang mencolok
antara kedua produk tersebut. Oleh karena itu, uji pembanding ini dapat
dijadikan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan produk pure
singkong instan.
Gambar 7. Grafik Nilai Rataan Organoleptik Tiap Atribut yang Diuji dari
Pure Singkong Instan dan Bubur Beras Instan ”X”
Skor rataan atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur dari pure
singkong secara berurutan adalah 5.7; 7.3; 7.6; dan 7.3 sedangkan untuk
produk bubur beras instan ”X” secara berurutan adalah 11.9; 11.9; 11.9; dan
9.7. Berdasarkan saran yang diberikan panelis dapat diketahui bahwa masih
banyak faktor yang harus diperbaiki, terutama dari atribut rasa. Panelis
0
3
6
9
12
15
Skor Rata-rata
Rasa Aroma Warna Tekstur
Atribut
PureSingkong
Bubur berasinstan "X"
37
menyatakan pure singkong rasanya terlalu asin, masih ada gumpalan
(kurang halus homogen), lebih nikmat jika dikonsumsi dengan lauk, terlalu
encer (kurang kental), dan lebih nikmat jika rasanya agak manis. Namun
produk bubur beras instan ”X” juga belum dapat dikatakan sempurna
karena masih ada kekurangan-kekurangan yang dapat dijadikan acuan.
Panelis menyatakan produk bubur beras instan ”X” terlalu asin dan terlalu
banyak mengandung MSG (gurih), bumbu yang digunakan serupa dengan
bumbu mie instan, dan kurang kental.
3. Tahap Analisis Formula Optimum
Pure singkong instan formula optimum dianalisis kimia untuk
diketahui kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidratnya. Hasil analisis
kimia pure singkong instan formula optimum dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Komposisi Kimia Produk Pure Singkong Instan Formula Optimum
Karakteristik Rata-rata (%bb) Rata-rata (%bk) Kadar Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
2.70 1.60 1.70 0.20 93.80
- 1.60 1.80 0.20 96.40
Ket : Hasil rata-rata dari tiga kali pengukuran
Kandungan terbesar dari pure singkong instan adalah karbohidrat.
Kadar air pure singkong instan yang sangat rendah (sekitar 2-3%)
menyebabkan peningkatan kadar karbohidrat yang sangat drastis dibanding
dengan kandungan karbohidrat pada singkong. Oleh karena itu, pure
singkong instan dapat dijadikan sebagai makanan pokok (sumber
karbohidrat) alternatif. Berdasarkan SNI sup instan (SNI 01-4321-1996)
diketahui persyaratan kadar air maksimal 2-7%, kadar protein minimal 2%,
dan kadar lemak maksimal 10%.
Nilai energi suatu bahan pangan diperoleh dengan menghitung total
energi dari karbohidrat, lemak dan protein. Faktor pengali umum untuk
menghitung total energi makanan adalah 4 kkal/g karbohidrat, 4 kkal/g
protein, dan 9 kkal/g lemak (Atmawikarta, 2001). Kandungan total kalori
38
pure singkong instan formula optimum adalah 384 kkal/100 g produk
kering atau 190 kkal per takaran saji. Sebagai perbandingan, total kalori
beras adalah sebesar 357 kkal/100 g (Atmawikarta, 2001).
Analisis mikrobiologi pure singkong dilakukan untuk mengetahui
kandungan mikroba, yakni kandungan total mikroba, kandungan kapang
dan khamir, serta kandungan koliform dalam produk. Pengujian kandungan
mikroba pada produk pure singkong instan mengacu pada SNI untuk
produk sup instan. Hal ini dikarenakan belum adanya standar untuk produk
pure singkong instan. SNI untuk produk sup instan dapat dilihat pada
Lampiran 19.
Pure singkong instan memiliki kadar air yang sangat rendah. Hal ini
dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan mikroba yang mungkin
mengkontaminasi produk. Adapun mikroba yang mungkin terdapat pada
produk adalah kapang, yang dapat hidup pada kondisi kering. Kandungan
karbohidrat yang tinggi juga memungkinkan adanya bakteri pengurai gula,
seperti bakteri asam laktat (BAL). Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
dengan media BGLBB, yang dapat menghambat bakteri gram positif
(termasuk BAL).
Tabel 12. Kandungan Mikroba Pure Singkong Instan Formula Optimum
Kandungan Jumlah ALT 7.5 x 102 kol/g
Total Kapang 1.0 x 102 kol/g Total Khamir 1.0 x 102 kol/g
Total Koliform 3 APM/g
ALT (Angka Lempeng Total) biasa disebut juga TPC (Total Plate
Count). Angka ini menunjukkan total kandungan mikroba secara
keseluruhan (bakteri, kapang, dan khamir) yang terdapat pada produk.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan kandungan total mikroba produk pure
singkong instan masih dalam kisaran batas aman dengan acuan adalah SNI
untuk produk sup instan (SNI 01-4321-1996).
Pengujian total kapang dan total khamir menggunakan media
spesifik APDA (Acidified Potato Dextrose Agar). APDA merupakan PDA
39
yang telah diasamkan dengan penambahan asam tartarat. Penambahan asam
ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga mikroba
yang tumbuh diharapkan hanya kapang dan khamir. Berdasarkan hasil
analisis didapatkan total kapang dan khamir produk pure singkong instan
masih dalam kisaran batas maksimum dengan acuan adalah SNI untuk
produk sup instan (SNI 01-4321-1996).
Pengujian bakteri koliform terdiri dari 3 tahap utama yakni tahap
penduga, tahap penguat, dan tahap identifikasi. Tahap penduga dilakukan
untuk menduga ada tidaknya bakteri koliform pada suatu produk (hanya
angka perkiraan jumlah koliform). Media yang digunakan adalah LB
(Lactose Broth) atau BGLBB. Tahap penguat dilakukan untuk memperkuat
hasil pada tahap penduga. Pada tahap ini akan dapat diketahui jenis
koliform yang dikandung, baik koliform fekal atau non fekal. Media yang
digunakan merupakan media spesifik untuk bakteri koliform yakni EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar). Bakteri koliform fekal akan membentuk
koloni berwarna hijau metalik sedangkan koliform non fekal berwarna
merah muda dengan titik hitam di tengah (seperti mata ikan). Tahap
identifikasi untuk mengetahui dengan tepat jenis koliform yang terkandung.
Pengujian dilakukan dengan uji IMViC (Indole Methyl Red Voges
Proskauer Citrate). Berdasarkan hasil analisis didapatkan total koliform
pada pure singkong instan juga masih dalam kisaran batas syarat maksimum
dengan acuan adalah SNI untuk produk sup instan (SNI 01-4321-1996)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pure singkong instan adalah makanan berbentuk serbuk atau tepung
berbasis singkong yang siap saji hanya dengan penambahan air hangat atau air
suhu ruang. Pure singkong instan dibuat dengan komposisi singkong, air,
CMC, dan dekstrin. Proses pembuatan pure singkong meliputi pengupasan
kulit, pencucian, perendaman, pengukusan, penghancuran dan pencampuran
(blending), penanakan, pendinginan, dan pengeringan.
Formula terbaik pure singkong instan memiliki komposisi singkong
25%, air 72.25%, CMC 0%, dan dekstrin 2.75%. Hasil uji pembanding antara
produk pure singkong instan dengan produk bubur beras instan “X”
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 5%
terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur. Pure singkong instan
memiliki kadar air 2.70% (bb), abu 1.60% (bb), protein 1.70% (bb), lemak
0.2% (bb), dan karbohidrat 93.80% (bb). Kandungan mikroba pure singkong
instan masih dalam batas aman dengan acuan SNI produk sup instan (SNI 01-
4321-1996). Kandungan kalori pure singkong instan adalah 190 kkal/50 g
yang direhidrasi menjadi 300 g produk saji, setara dengan kalori 100 g nasi..
B. SARAN
Beberapa saran dari penulis dan pihak-pihak lain yang diharapkan dapat
menjadi masukan ataupun pertimbangan guna meningkatkan kualitas maupun
menyempurnakan produk pure singkong instan ini, antara lain :
1. Adanya kemungkinan terjadinya bias saat penilaian respon
kelengketan oleh panelis sehingga perlu dilakukan pengukuran respon
secara objektif dengan alat texture analyzer.
2. Adapun kekurangan dari produk pure singkong instan ini adalah kadar
protein yang rendah sehingga perlunya penambahan bahan-bahan lain
sebagai sumber protein, seperti kacang hijau atau kacang merah.
3. Perlu dilakukan penambahan flavor dan seasoning tambahan untuk
meningkatkan kesukaan konsumen terhadap pure singkong instan.
41
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anonim, 2005. Design Expert 7 Tutorial. Stat-Ease, Inc. Atmawikarta, A. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Gizi. Bogor. Australian Academy of Technological Sciences And Engineering, 2000. Instant
And Convenience Foods. Australia Sciences And Technology Heritage Centre. Publ. http://www.austech.unimelb.edu.au/tia/135.html.
Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI Sup Instan (SNI 01-4321-1996). Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. Bahrie, S. 2005. Optimasi proses pengolahan bubur jagung menggunakan alat
pengering drum (drum dryer). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Balagopalan, C., G. Padmaja, S.K. Nanda dan S.N. Morthy. 1988. Cassava in
Food, Feed and Industry. CRC Press. Boca Raton, Florida. Beuchat, L. R. 1977. Functional and electrophoretic Characteristic of
Succynylated Peanut Flour Protein. J. Agricultural Food Chemistry. 25:258-261
Biro Pusat Statistik. 2006. Production of Secondary Food Crops in Indonesia.
(http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table2.shtml). 19 Desember 2006
Brennan, J.G., J.R. Buthers, N.D. Cowel and A.V.E. Lily. 1974. Food
Engineering Operations. Applied Science Publisher Ltd. London. Caesar, G.V. 1968. Dextrins and Dextrinization. Di dalam : J. A Radley (ed.)
Starch and Its Derivatives. Chapman & Hall Ltd., London. Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Bharata. Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan beras
untuk Konsumsi, 2001 – 2004. http://www.deptan.go.id. 19 Desember 2006.
Dewanti-Hariyadi, R., N. Andarwulan, N.S. Palupi. 2002. Pangan Lokal Sumber
Karbohidrat. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
42
Fellows, P.J. and Ellis. 1992. Food Processing Technology : Principles and Practice. Ellis Horwood. England.
Fleche, G. 1985. Chemical Modification and Degradation of Starch. Di dalam:
G.M.A Beinum Van and J.A Rolles (eds.). Starch Convertion Technology. Marcell Dekker Inc., New York, Basel.
Glicksman, M. 1968. Gum Technology of Food Industry. Academic Press. New
York. Granner, D.K., V.W. Rodwell, R.K. Murray, and P.A. Mayes. 1979. Biokimia
Harper. Penerjemah : A. Hartono. Penerbit Buku Kedokteran E.G.C, Jakarta.
Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko. 1992. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.
Andi Offset. Yogyakarta. Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering. The
AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Hillocks, R.J., J.M. Thresh, A. Belloti. 2002. Cassava Biology, Production and
Utilization. CABI Publishing. New York, USA. Johnson, A.H. and M.S. Peterson. 1971. Encyclopedi of Food Technology. The
AVI Publ. Co., Westport, Connecticut. Keller, J. D. 1986. Sodiumcarboxymethylcellulose (CMC). Di dalam : M.
Glicksman (ed.). Food Hydrocolloids Vol. III. CRC Press, Boca Raton. Florida.
Kirk and Othmer. 1952. Cellulose. Encyclopedia of Chemical Technology (4) :
613. Knight, J. W. 1989. The Starch Industry. Pergamon Press, Oxford. Lingga, P. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta. Martini, T. 2002. Kajian Pembuatan Tepung Cake Tape Singkong (Manihot
esculenta Crantz) Instan dan Penerimaan Konsumen Terhadap Mutu Organoleptik Cake. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Moore, J.G. 1995. Drum Dryer. Di dalam : Mujumdar, A.S. (ed). Handbook of
Industrial Drying. Marcel Dekker, Inc. New York. Perdana, D. 2003. Dampak Penerapan ISO 9001 Terhadap Peningkatan Mutu
Berkesinambungan Pada Proses Produksi Bubur Bayi Instan Di PT.
43
Gizindo Prima Nusantara. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pramono, L. 1993. Mempelajari Karakteristik Pengeringan Teh Hitam CTC
(Curling Tearing Crushing) Tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmana, R.H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta. Soenardi, T. 2002. Makanan Alternatif untuk Ketahanan Pangan Nasional.
Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Tjokroadikoesoemo, P.S. 1985. HFS dan Industri Kayu Lainnya. Gramedia.
Jakarta. Warsiki, E. 1993. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi terhadap Desain
Produk Tepung Instan Sari Buah Nenas. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.
PAU Pangan Gizi IPB, Bogor.
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Formulasi Komposisi Bahan Baku Pure Singkong Instan dengan Piranti Lunak Design Ezpert 7.
Std Run Block Componen 1 Component 2 Component 3 Component 4
A : Singkong (%) B : Air (%) C : CMC (%) D : Dekstrin (%) 6 1 Block 1 25 73.495 0.12 1.385 11 2 Block 1 24.7 74.2775 0.12 0.9025 16 3 Block 1 24.04 72.35 0 3.61 5 4 Block 1 25 72.11 0 2.89 14 5 Block 1 24.76 72.8325 0.18 2.2275 1 6 Block 1 24.04 72.35 0 3.61 18 7 Block 1 25 72.11 0 2.89 4 8 Block 1 24.76 75 0.24 0 3 9 Block 1 25 75 0 0 9 10 Block 1 24.58 72.11 0.12 3.19 15 11 Block 1 25 75 0 0 13 12 Block 1 24.28 74.2775 0.06 1.3825 17 13 Block 1 24.76 75 0.24 0 8 14 Block 1 24.04 75 0 0.96 7 15 Block 1 24.472 73.314 0 2.214 10 16 Block 1 24.04 73.555 0.24 2.165 2 17 Block 1 25 72.11 0.24 2.65 12 18 Block 1 24.28 72.8325 0.18 2.7075
45
Lampiran 2. Form Kuesioner Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Setelah Direhidrasi.
UJI RATING
Nama : Tanggal : No. HP : Produk : Pure Instan Singkong Karakteristik yang dipelajari : Kelengketan di mulut Petunjuk :
1. Cicipi sampel dari kiri ke kanan dan netralkan dengan air putih sebelum mencoba sampel berikutnya.
2. Berikan penilaian Anda terhadap atribut kelengketan di mulut dengan memberikan garis vertikal dan kode sampel pada garis horizontal yang tersedia.
3. Jangan membandingkan antar sampel.
Penilaian 0 15 | | |
Sangat Sangat tidak lengket lengket
Komentar : --------------------------------------------------------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
46
Lampiran 3a. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 1-6.
Panelis Sampel
712 824 636 543 451 169 Panelis 1 5.3 7.3 6 10.4 9.7 8.55 Panelis 2 6.4 12.5 5.7 11.7 7.2 11.1 Panelis 3 1.6 8.1 2.3 2.9 2.3 1.1 Panelis 4 6.7 10.4 5.5 11.3 9 8.7 Panelis 5 2.9 8.6 9.3 9.9 3.3 3.9 Panelis 6 3.7 9 8.2 9.7 10.8 2.7 Panelis 7 1.7 13.2 3.4 11.3 9.8 4.6 Panelis 8 7.5 12.2 8.4 13.4 9.8 9.1 Panelis 9 4.3 7.1 7.6 8.9 8.6 3.9 Panelis 10 10.2 10.2 8.4 10.7 8.1 9.2 Panelis 11 8.6 9.9 6.6 10.4 9.5 9 Panelis 12 3 7.5 1.2 14 9.8 4.1 Panelis 13 5.5 9.9 9 12.2 11 11.5 Panelis 14 0.1 8.4 0.4 2.1 0.7 1.2 Panelis 15 4.5 12.1 11.4 8.4 6.6 9.9 Panelis 16 4.1 10.8 6.6 9.1 8 3.1 Panelis 17 7.1 10.2 4.8 9.4 9.8 5.9 Panelis 18 4.4 7.6 2.8 10.8 9.7 7.6 Panelis 19 4.6 10 11.7 5.3 8 6.8 Panelis 20 11.5 14.2 9.8 8.4 6.9 6.1 Panelis 21 0.4 13.5 9.9 4.5 6.9 8.6 Panelis 22 7.1 9.6 8.5 7.9 8.9 7.3 Panelis 23 1.3 11.8 10.8 9.8 13.2 7 Panelis 24 5.5 3.5 1.1 7.1 4.4 1.1 Panelis 25 7.3 6.4 1.9 3.6 0.4 4.3 Panelis 26 8.1 8.4 7.9 11.2 12.9 9.8 Panelis 27 6.4 7.9 5.3 8.8 7.2 4.1 Panelis 28 8.1 9.9 7.3 10.9 7.9 6.8 Panelis 29 5 12.5 10.1 11.4 5.8 6.7 Panelis 30 12.5 14.1 8.3 14.8 12.2 10.6
Jumlah 165.4 296.8 200.2 280.3 238.4 194.35 Rata-rata 5.51 9.89 6.67 9.34 7.95 6.48
SD 3.06 2.50 3.23 3.12 3.20 3.04
47
Lampiran 3b. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 7-12.
Panelis Sampel
277 983 898 310 511 112 Panelis 1 10.5 8.19 9.2 6.6 8.7 9.6 Panelis 2 9.1 9.7 5.8 8.2 12.2 11.1 Panelis 3 8.7 4.8 6.8 3 12.5 10.1 Panelis 4 4.2 3.7 1.2 3.1 12.5 11.5 Panelis 5 9.6 12.5 3.2 6.6 14.1 13.3 Panelis 6 10.1 5.3 6.4 7.5 10.7 9.5 Panelis 7 5.6 13.1 4.7 13.7 10.6 11.1 Panelis 8 4.3 2.8 3.3 3.8 5.8 4.8 Panelis 9 11.1 6.6 9.2 5.8 11.5 8.4 Panelis 10 1.4 2.7 1.1 0.9 8.2 1.7 Panelis 11 4.7 2 11.8 5.5 9.7 7.5 Panelis 12 4.5 9.2 6.4 5.6 8.6 7.1 Panelis 13 7.1 7.9 8.6 6.7 8.9 9.2 Panelis 14 6.7 13.7 2.3 2.9 12.6 13.1 Panelis 15 9.1 8.5 8 7 7.6 7.3 Panelis 16 13.1 8 11.2 6.2 8.7 9.7 Panelis 17 12 11 9.2 1.4 8.2 13.1 Panelis 18 11.1 8.9 8 7.1 12.1 12.9 Panelis 19 13.2 9.9 6.4 3.8 12.5 11.2 Panelis 20 4.2 11.1 10.8 3.2 12.1 7 Panelis 21 10.2 8.1 7 6 9 10.8 Panelis 22 6.9 8.8 3.4 5 9.4 11.1 Panelis 23 5.4 2.8 10.3 1.8 13 12.3 Panelis 24 13.9 12 9.1 7.5 13.9 10.8 Panelis 25 11.9 12.3 8.1 7.5 10.7 11.2 Panelis 26 6.2 4.8 8.8 4.1 10.7 9.8 Panelis 27 5.8 14 4.1 2 10.4 13.2 Panelis 28 8.1 7.5 7.1 7.3 9 7.8 Panelis 29 8.2 8.8 8 6.9 8.6 8.4 Panelis 30 11.5 10.8 12.5 10.2 14.8 14.1 Panelis 31 5.8 2.7 8.4 3.5 9.4 4.3 Panelis 32 5.2 3.8 2.5 6.6 11 9.1 Panelis 33 7.7 8.7 5.8 4.7 9.7 6.9
Jumlah 267.1 264.69 228.7 181.7 347.4 319 Rata-rata 8.09 8.02 6.93 5.51 10.53 9.67
SD 3.15 3.53 3.04 2.65 2.10 2.84
48
Lampiran 3c. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan Pure Singkong Formula 13-18.
Panelis Sampel
311 313 514 115 216 717 918 Panelis 1 10.6 12.1 8.2 11.2 11.8 9.2 13.3 Panelis 2 9.6 11 8.2 7.8 6.9 8.8 9.1 Panelis 3 1.5 1.2 0.5 0.2 0.8 1.8 2.3 Panelis 4 1.5 2.4 1.7 1 5.8 2.2 1.2 Panelis 5 14.1 9.5 6.1 10.7 14.7 13.1 11.9 Panelis 6 5.7 5.7 4.2 4.3 3.9 6.4 6.6 Panelis 7 7.5 11.5 7.1 9.9 7.8 8.4 5 Panelis 8 6.2 7.8 5.6 8.1 3.2 6.7 7.2 Panelis 9 6 11.2 9.9 8.5 6.7 5 4.4 Panelis 10 5.6 10 6.5 4.8 8.3 9.2 7.7 Panelis 11 9.4 2 12.3 14.3 5.7 10.4 8.3 Panelis 12 5.8 11.2 5.5 6.1 9.8 5.1 6.4 Panelis 13 7.7 8.1 7.6 7.6 7.7 8.3 7.8 Panelis 14 8.14 10.6 9.6 6.7 11.6 12.7 11.2 Panelis 15 11.7 4.2 10.1 3 6.8 5.5 10.1 Panelis 16 4.3 3 8 6.7 2.6 1.3 2.2 Panelis 17 7.3 8.3 6.8 7 7.9 8.6 6.4 Panelis 18 5.2 4.7 9.1 7.8 7.2 8.2 5.7 Panelis 19 3.3 4.2 10.9 9.7 3.3 13.6 12 Panelis 20 7.3 6.8 7.9 5.8 4.7 8.4 9.1 Panelis 21 6.4 6.7 7.1 6.2 8.1 9.4 6.1 Panelis 22 14.1 12.9 11.8 14.7 11.3 12.4 11 Panelis 23 10.1 9.2 12.9 8.8 6.3 8.2 5.2 Panelis 24 8.1 10.5 5.6 2.5 11.2 4 7.5 Panelis 25 5.5 8.3 8.9 6.7 7.7 6 5.7 Panelis 26 9.5 5.7 0.6 8.4 13.4 11.7 1.9 Panelis 27 11.6 10.9 8.4 12.4 3.3 10.2 9.1 Panelis 28 2.3 13 1.7 3.3 6.3 4.8 10.3 Panelis 29 4.1 11.1 2.7 1.6 11.9 9.5 8.3 Panelis 30 7.5 5.9 8.6 4.7 2.2 1 3.7
Jumlah 217.64 239.7 214.1 210.5 218.9 230.1 216.7 Rata-rata 7.25 7.99 7.14 7.02 7.30 7.67 7.22
SD 3.28 3.44 3.30 3.62 3.51 3.49 3.18
49
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Respon dari Tiap Formula Pure Singkong Instan Berdasarkan Design Expert 7
Std Run Block
Component 1 Component 2 Component 3 Component 4 Response 1 Response 2 Response 3 Response 4
A : Singkong (%)
B : Air (%)
C : CMC (%)
D : Dekstrin (%)
Rendemen (%)
Daya rehidrasi (ml/g)
Densitas kamba (g/ml)
Kelengketan (cm)
6 1 Block 1 25 73.495 0.12 1.385 33.34 6.3 0.063 5.51 11 2 Block 1 24.7 74.2775 0.12 0.9025 32.87 6.3 0.058 9.89 16 3 Block 1 24.04 72.35 0 3.61 41.74 5.6 0.073 6.67 5 4 Block 1 25 72.11 0 2.89 36.92 6.2 0.093 9.34 14 5 Block 1 24.76 72.8325 0.18 2.2275 31.34 6.5 0.09 7.95 1 6 Block 1 24.04 72.35 0 3.61 31.29 5.7 0.075 6.38 18 7 Block 1 25 72.11 0 2.89 32.72 7.1 0.034 8.09 4 8 Block 1 24.76 75 0.24 0 37.32 8.1 0.02 8.02 3 9 Block 1 25 75 0 0 30.5 7.5 0.025 6.9 9 10 Block 1 24.58 72.11 0.12 3.19 41.45 6.5 0.03 5.67 15 11 Block 1 25 75 0 0 30.27 7 0.023 7.25 13 12 Block 1 24.28 74.2775 0.06 1.3825 37.89 7.1 0.03 9.67 17 13 Block 1 24.76 75 0.24 0 18.77 6.9 0.04 7.99 8 14 Block 1 24.04 75 0 0.96 22.71 7.1 0.027 7.14 7 15 Block 1 24.472 73.314 0 2.214 23.97 5.6 0.064 9.35 10 16 Block 1 24.04 73.555 0.24 2.165 26.87 6.2 0.043 5.26 2 17 Block 1 25 72.11 0.24 2.65 29.25 6.5 0.048 7.56 12 18 Block 1 24.28 72.8325 0.18 2.7075 24.59 6.4 0.036 8.56
50
Lampiran 5. Ringkasan Hasil Formulasi Pure Singkong Instan. Design Summary Study Type Mixture Runs 18 Initial Design D-optimal Point Exchange Blocks No Blocks Design Model Quadratic
Component Name Units Type Low Actual
High Actual
Low Coded
High Coded Mean Std.
Dev.
A Singkong % Mixture 24.04 25 0 0.249 24.597 0.374 B Air % Mixture 72.11 75 0 0.751 73.485 1.149 C CMC % Mixture 0 0.24 0 0.062 0.097 0.098 D Dekstrin % Mixture 0 3.61 0 0.938 1.821 1.241
L_Pseudo Coding
Total = 100
Response Name Units Obs Analysis Minimum Maximum Mean Std. Dev. Ratio Trans Model
Y1 Rendemen % 18 Polynomial 18.77 41.45 31.117 5.980 2.208 None Linear Y2 Daya Rehidrasi ml / g 18 Polynomial 5.6 8.1 6.589 0.643 1.446 None Linear Y3 Densitas Kamba g / ml 18 Polynomial 0.02 0.077 0.046 0.019 3.850 None Linear
Y4 Mouthfeel cm 18 Polynomial 5.51 9.89 7.536 1.188 1.795 None Special Cubic
51
Lampiran 6a. Penentuan Model Garis untuk Respon Rendemen. Response 1 : Rendemen Transform : None *** WARNING : The Cubic Model is Aliased! *** *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Source Sum of df Mean F Value p-value Squares Square Prob > F
Mean vs Total 17660.0953 1 17660.095 Suggested
Linear vs Mean 123.5445 3 41.1815 1.0233 0.4121 Suggested
Quadratic vs Linear 185.0513 6 30.8419 0.6521 0.6900
Sp Cubic vs Quadratic 142.8798 4 35.7200 0.6067 0.6799
Cubic vs Sp Cubic 0 0 Aliased
Residual 235.4990 4 58.8747 Total 18347.0699 18 1019.2817
”Sequential Model Sum of Squares [Tipe I]” : Select the highest order polynomial where the additional terms are significant and the model is not aliased. Lack of Fit Tests
Source Sum of df Mean F Value p-value Squares Square Prob > F
Linear 327.9311 10 32.7931 0.5570 0.7936 Suggested Quadratic 142.8798 4 35.7200 0.6067 0.6799 Special Cubic 0 0
Cubic 0 0 Aliased Pure Error 235.4990 4 58.8747
“Lack of Fit Tests” : Want the selected model to have insignificant lack-of-fit. Model Summary Statistics
Source Std. Dev. R-Squared Adjusted Predicted PRESS R-Squared R-Squared
Linear 6.3439 0.1798 0.0041 -0.3432 922.7469 SuggestedQuadratic 6.8773 0.4492 -0.1704 -2.8327 2632.948 Special Cubic 7.6730 0.6572 -0.4569 +
Cubic + Aliased Case(s) with leverage of 1.000 : PRESS statistic not defined “Model Summary Statistics” : Focus on the model maximizing the “Adjusted R-Squared” and the “Predicted R-Squared”.
52
Lampiran 6b. Hasil ANOVA untuk Respon Rendemen. Response 1 : Rendemen ANOVA for Mixture Linear Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of Variance table [Partial Sum of Squares – Type III]
Source Sum of df Mean F Value p-value Squares Square Prob > F Model 123.5445 3 41.1815 1.0233 0.4121 not significant Linear
Mixture 123.5445 3 41.1815 1.0233 0.4121
Residual 563.4301 14 40.2450 Lack of Fit 327.9311 10 32.7931 0.5570 0.7936 not significant Pure Error 235.499 4 58.8747 Cor Total 686.9746 17
The “Model F-Value” of 1.02 implies the model is not significant relative to the noise. There is a 41.21% chance that a “Model F-Value” this large could occur due to noise. Value of “Prob>F” less than 0.05 indicate model terms are significant. In this case there are no significant model terms. Values greater than 0.100 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model. The “Lack of Fit F-value” of 0.56 implies the Lack of Fit is not significant relative to the pure error. There is 79.36% chance that a “Lack of Fit F-value” this large could occur due to noise. Non-significant lack of fit is good – we want the model to fit. Std. Dev. 6.3439 R-Squared 0.1798Mean 31.3228 Adj R-Squared 0.0041C.V. % 20.2533 Pred R-Squared -0.3432PRESS 922.7469 Adeq Precision 2.9752
A negative “Pred R-Squared” implies that the overall mean is a better predictor of your response than the current model. “Adeq Precision” measures the signal to noise ratio. A ratio of 2.98 indicates an inadequate signal and we should not use this model to navigate the design space.
53
Lampiran 6b. Lanjutan Constraint Region Bounded Component Effect for Piepel Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error Approx t for H0 Gradient
in Pseudo Gradient=0 Prob>|t| A-Singkong 309.7068 2.9732 1 412.4694 0.7509 0.4652 11.9237
B-Air -198.859 -5.6158 1 177.7393 -1.1188 0.2820 -7.6561 C-CMC -1169.22 -2.8061 1 1541.452 -0.7585 0.4607 -45.0149
D-Dekstrin 122.5611 3.9514 1 144.7214 0.8469 0.4113 4.7186 Constraint Region Bounded Component Effect for Cox Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error Approx t for H0
Gradient=0 Prob > |t| A-Singkong 380.4105 3.6519 1 426.7835 0.8913 0.3878
B-Air -367.051 -3.7761 1 402.1239 -0.9128 0.3768 C-CMC -1120.58 -2.6894 1 1551.158 -0.7224 0.4819
D-Dekstrin 95.7710 3.2193 1 136.7795 0.7002 0.4953 Constraint Region Bounded Component Effect for Orthogonal Direction
Component Adjusted Effect df Adjusted
Std Error Approx t for H0
Effect=0 Prob > |t| A-Singkong 6.3439 1 6.4578 0.9824 0.3426
B-Air 4.3166 1 15.7376 0.2743 0.7879 C-CMC -2.9144 1 3.7206 -0.7833 0.4465
D-Dekstrin 14.5892 1 18.6172 0.7836 0.4463
54
Lampiran 6c. Persamaan Garis untuk Respon Rendemen. Final equation in Terms of L_Pseudo Components : Rendemen =
41.46187707 * A 26.69338992 * B
-12.68315596 * C 34.0498536 * D
Final equation in Terms of Real Components : Rendemen =
318.0737 * Singkong -65.5233 * Air -1088.29 * CMC 125.5536 * Dekstrin
Final equation in Terms of Actual Components : Rendemen =
3.180737 * Singkong -0.65523 * Air -10.8829 * CMC 1.255536 * Dekstrin
55
Lampiran 7a. Penentuan Model Garis untuk Respon Daya Rehidrasi. Response 2 : Daya Rehidrasi Transform : None *** WARNING : The Cubic Model is Aliased! *** *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Source Sum of df Mean F Value p-value Squares Square Prob > F
Mean vs Total 781.4422 1 781.4422 Linear vs Mean 3.9128 3 1.3043 5.1800 0.0129 Suggested
Quadratic vs Linear 1.6516 6 0.2753 1.1755 0.4044
Sp Cubic vs Quadratic 0.6184 4 0.1546 0.4927 0.7451
Cubic vs Sp Cubic 0 0 Aliased
Residual 1.255 4 0.3138 Total 788.88 18 43.8267
”Sequential Model Sum of Squares [Tipe I]” : Select the highest order polynomial where the additional terms are significant and the model is not aliased. Lack of Fit Tests
Source Sum of df Mean F Value p-value Squares Square Prob > F
Linear 2.2700 10 0.2270 0.7235 0.6921 Suggested Quadratic 0.6184 4 0.1546 0.4927 0.7451
Special Cubic 0 0 Cubic 0 0 Aliased
Pure Error 1.255 4 0.3138 “Lack of Fit Tests” : Want the selected model to have insignificant lack-of-fit. Model Summary Statistics
Source Std. Dev.
R-Squared
Adjusted R-Squared
Predicted R-Squared PRESS
Linear 0.5018 0.5261 0.4245 0.2444 5.6201 Suggested Quadratic 0.4839 0.7481 0.4648 -0.3046 9.7036
Special Cubic 0.5601 0.8313 0.2829 +
Cubic + Aliased Case(s) with leverage of 1.000 : PRESS statistic not defined “Model Summary Statistics” : Focus on the model maximizing the “Adjusted R-Squared” and the “Predicted R-Squared”.
56
Lampiran 7b. Hasil ANOVA untuk Respon Daya Rehidrasi. Response 2 : Daya Rehidrasi ANOVA for Mixture Linear Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of Variance table [Partial Sum of Squares – Type III]
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Model 3.9128 3 1.3043 5.1800 0.0129 significant Linear
Mixture 3.9128 3 1.3043 5.1800 0.0129
Residual 3.5250 14 0.2518 Lack of Fit 2.2700 10 0.2270 0.7235 0.6921 not significant Pure Error 1.255 4 0.3138 Cor Total 7.4378 17
The “Model F-Value” of 5.18 implies the model is significant. There is only a 1.29% chance that a “Model F-Value” this large could occur due to noise. Value of “Prob>F” less than 0.05 indicate model terms are significant. In this case Linear Mixture Components are significant model terms. Values greater than 0.100 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model. The “Lack of Fit F-value” of 0.72 implies the Lack of Fit is not significant relative to the pure error. There is 69.21% chance that a “Lack of Fit F-value” this large could occur due to noise. Non-significant lack of fit is good – we want the model to fit. Std. Dev. 0.5018 R-Squared 0.5261Mean 6.5889 Adj R-Squared 0.4245C.V. % 7.6156 Pred R-Squared 0.2444PRESS 5.6201 Adeq Precision 6.3394
The “Pred R-Squared” of 0.2444 is in reasonable agreement with the “Adj R-Squared” of 0.4245 “Adeq Precision” measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable . Your ratio of 6.339 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
57
Lampiran 7b. Lanjutan Constraint Region Bounded Component Effect for Piepel Direction
Component Gradient in Reals
ComponentEffect
df
Gradient Std Error
Approx t for H0 Gradient in
Pseudo Gradient=0 Prob > |t|
A-Singkong 42.5186 0.4082 1 32.6251 1.3032 0.2135 1.6370 B-Air 15.2786 0.4315 1 14.0586 1.0868 0.2955 0.5882
C-CMC 57.6952 0.1385 1 121.9242 0.4732 0.6434 2.2213 D-Dekstrin -42.2066 -1.3607 1 11.4470 -3.6871 0.0024 -1.6250
Constraint Region Bounded Component Effect for Cox Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error Approx t for H0
Gradient=0 Prob > |t| A-Singkong 27.1974 0.2611 1 33.7573 0.8057 0.4339
B-Air -22.7643 -0.2342 1 31.8068 -0.7157 0.4859 C-CMC 41.1330 0.0987 1 122.6920 0.3353 0.7424
D-Dekstrin -39.8014 -1.3379 1 10.8188 -3.6789 0.0025 Constraint Region Bounded Component Effect for Orthogonal Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error Approx t for H0
Gradient=0 Prob > |t| A-Singkong 21.8432 0.1573 1 53.2075 0.4105 0.6876
B-Air -13.4994 -0.0972 1 43.0725 -0.3134 0.7586 C-CMC 49.3153 0.1184 1 122.6201 0.4022 0.6936
D-Dekstrin -57.6591 -0.4151 1 40.7912 -1.4135 0.1794
58
Lampiran 7c. Persamaan Garis untuk Respon Daya Rehidrasi. Final equation in Terms of L_Pseudo Components : Daya Rehidrasi =
8.019354102 * A 6.998837941 * B 8.812610817 * C 5.723726538 * D
Final equation in Terms of Real Components : Daya Rehidrasi =
27.13348926 * Singkong 0.626575992 * Air 47.73755978 * CMC
-32.49320071 * Dekstrin Final equation in Terms of Actual Components : Daya Rehidrasi =
0.271334893 * Singkong 0.00626576 * Air
0.477375598 * CMC -0.324932007 * Dekstrin
59
Lampiran 8a. Penentuan Model Garis untuk Respon Densitas Kamba. Response 3 : Densitas Kamba Transform : None *** WARNING : The Cubic Model is Aliased! *** *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Mean vs Total 0.0422 1 0.0422 Suggested Linear vs Mean 0.0030 3 0.0010 2.3012 0.1218 Suggested
Quadratic vs Linear 0.0026 6 0.0004 0.9740 0.4985
Sp Cubic vs Quadratic 0.0016 4 0.0004 0.8264 0.5711
Cubic vs Sp Cubic 0 0 Aliased
Residual 0.0019 4 0.0005 Total 0.0514 18 0.0029
”Sequential Model Sum of Squares [Tipe I]” : Select the highest order polynomial where the additional terms are significant and the model is not aliased. Lack of Fit Tests
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Linear 0.0042 10 0.0004 0.8643 0.6145 Suggested Quadratic 0.0016 4 0.0004 0.8264 0.5711
Special Cubic 0 0 Cubic 0 0 Aliased
Pure Error 0.0019 4 0.0005 “Lack of Fit Tests” : Want the selected model to have insignificant lack-of-fit. Model Summary Statistics
Source Std. Dev. R-Squared
Adjusted R-
Squared
Predicted R-Squared PRESS
Linear 0.0210 0.3303 0.1867 -0.0412 0.0096 Suggested Quadratic 0.0211 0.6130 0.1776 -1.3151 0.0212
Special Cubic 0.0220 0.7881 0.0994 +
Cubic + Aliased Case(s) with leverage of 1.000 : PRESS statistic not defined “Model Summary Statistics” : Focus on the model maximizing the “Adjusted R-Squared” and the “Predicted R-Squared”.
60
Lampiran 8b. Hasil ANOVA untuk Respon Densitas Kamba. Response 3 : Densitas Kamba ANOVA for Mixture Linear Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of Variance table [Partial Sum of Squares – Type III]
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Model 0.0030 3 0.0010 2.3012 0.1218 not significant
Linear Mixture 0.0030 3 0.0010 2.3012 0.1218
Residual 0.0061 14 0.0004 Lack of
Fit 0.0042 10 0.0004 0.8643 0.6145 not significant
Pure Error 0.0019 4 0.0005
Cor Total 0.0092 17 The “Model F-Value” of 2.30 implies the model is not significant relative to the noise. There is a 12.18% chance that a “Model F-Value” this large could occur due to noise. Value of “Prob>F” less than 0.05 indicate model terms are significant. In this case there are no significant model terms. Values greater than 0.100 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model. The “Lack of Fit F-value” of 0.86 implies the Lack of Fit is not significant relative to the pure error. There is 61.45% chance that a “Lack of Fit F-value” this large could occur due to noise. Non-significant lack of fit is good – we want the model to fit. Std. Dev. 0.0210 R-Squared 0.3303 Mean 0.0484 Adj R-Squared 0.1867 C.V. % 43.2496 Pred R-Squared -0.0412 PRESS 0.0096 Adeq Precision 3.7415
A negative “Pred R-Squared” implies that the overall mean is a better predictor of your response than the current model. “Adeq Precision” measures the signal to noise ratio. A ratio of 3.74 indicates an inadequate signal and we should not use this model to navigate the design space.
61
Lampiran 8b. Lanjutan Constraint Region Bounded Component Effect for Piepel Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error
Approx t for H0 Gradient in
Pseudo Gradient=0 Prob > |t|
A-Singkong 0.5639 0.0054 1 1.3623 0.4139 0.6852 0.0217 B-Air -1.0305 -0.0291 1 0.5870 -1.7554 0.1010 -0.0397
C-CMC -1.7042 -0.0041 1 5.0910 -0.3347 0.7428 -0.0656 D-Dekstrin 0.8315 0.0268 1 0.4780 1.7397 0.1038 0.0320
Constraint Region Bounded Component Effect for Cox Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error
Approx t for H0
Gradient=0 Prob > |t|
A-Singkong 1.0855 0.0104 1 1.4095 0.7701 0.4540 B-Air -1.1020 -0.0113 1 1.3281 -0.8297 0.4206
C-CMC -1.3278 -0.0032 1 5.1230 -0.2592 0.7993 D-Dekstrin 0.8235 0.0277 1 0.4517 1.8229 0.0897
Constraint Region Bounded Component Effect for Orthogonal Direction
Component Gradient in Reals
Component Effect df Gradient
Std Error
Approx t for H0
Gradient=0 Prob > |t|
A-Singkong 1.0874 0.0078 1 2.2217 0.4894 0.6321 B-Air -0.3913 -0.0028 1 1.7985 -0.2176 0.8309
C-CMC -1.7723 -0.0043 1 5.1200 -0.3462 0.7344 D-Dekstrin 1.0762 0.0077 1 1.7032 0.6318 0.5377
62
Lampiran 8c. Persamaan Garis untuk Respon Densitas Kamba. Final equation in Terms of L_Pseudo Components : Densitas Kamba =
0.06591626 * A 0.02321941 * B -0.0166579 * C 0.06559211 * D
Final equation in Terms of Real Components : Densitas Kamba =
0.86562278 * Singkong -0.2433864 * Air -1.2791609 * CMC 0.85720319 * Dekstrin
Final equation in Terms of Actual Components : Densitas Kamba =
0.00865623 * Singkong -0.0024339 * Air -0.0127916 * CMC 0.00857203 * Dekstrin
63
Lampiran 9a. Penentuan Model Garis untuk Respon Kelengketan. Response 4 : Kelengketan Transform : None *** WARNING : The Cubic Model is Aliased! *** *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Sequential Model Sum of Squares [Type I]
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Mean vs Total 1022.273 1 1022.2735 Suggested Linear vs Mean 1.4516 3 0.4839 0.2830 0.8368
Quadratic vs Linear 6.9665 6 1.1611 0.5473 0.7607
Sp Cubic vs Quadratic 16.1194 4 4.0299 18.9428 0.0073 Suggested
Cubic vs Sp Cubic 0 0 Aliased
Residual 0.8510 4 0.2127 Total 1047.662 18 58.2034
”Sequential Model Sum of Squares [Tipe I]” : Select the highest order polynomial where the additional terms are significant and the model is not aliased. Lack of Fit Tests
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Linear 23.0859 10 2.3086 10.8518 0.0172 Quadratic 16.1194 4 4.0299 18.9428 0.0073
Special Cubic 0 0 Suggested Cubic 0 0 Aliased
Pure Error 0.8510 4 0.2127 “Lack of Fit Tests” : Want the selected model to have insignificant lack-of-fit. Model Summary Statistics
Source Std. Dev.
R-Squared
Adjusted R-
Squared
Predicted R-
Squared PRESS
Linear 1.3076 0.0572 -0.1449 -0.3591 34.5066 Quadratic 1.4565 0.3316 -0.4204 -10.0136 279.6169
Special Cubic 0.4612 0.9665 0.8576 + Suggested
Cubic + Aliased Case(s) with leverage of 1.000 : PRESS statistic not defined “Model Summary Statistics” : Focus on the model maximizing the “Adjusted R-Squared” and the “Predicted R-Squared”.
64
Lampiran 9b. Hasil ANOVA untuk Respon Kelengketan. Response 4 : Kelengketan ANOVA for Mixture Linear Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of Variance table [Partial Sum of Squares – Type III]
Source Sum of Squares df Mean
Square F Value p-value Prob > F
Model 24.5375 13 1.8875 8.8724 0.0242 significant Linear
Mixture 1.4516 3 0.4839 2.2745 0.2220
AB 4.9990 1 4.9990 23.4983 0.0084 AC 4.7158 1 4.7158 22.1674 0.0093 AD 4.9332 1 4.9332 23.1891 0.0086 BC 5.1587 1 5.1587 24.2491 0.0079 BD 0.0064 1 0.0064 0.0301 0.8708 CD 4.9715 1 4.9715 23.3690 0.0084
ABC 4.4565 1 4.4565 20.9485 0.0102 ABD 5.8128 1 5.8128 27.3238 0.0064 ACD 4.5233 1 4.5233 21.2621 0.0099 BCD 5.0868 1 5.0868 23.9111 0.0081
Pure Error 0.8510 4 0.2127 Cor Total 25.3884 17
The “Model F-Value” of 8.87 implies the model is significant. There is only a 2.42% chance that a “Model F-Value” this large could occur due to noise. Value of “Prob>F” less than 0.05 indicate model terms are significant. In this case AB, AC, AD, BC, CD, ABC, ABD, ACD, BCD are significant model terms. Values greater than 0.100 indicate the model terms are not significant. If there are many insignificant model terms (not counting those required to support hierarchy), model reduction may improve your model. Std. Dev. 0.4612 R-Squared 0.9665Mean 7.5361 Adj R-Squared 0.8576C.V. % 6.1203 Pred R-Squared N/A PRESS N/A Adeq Precision 10.7677
Case(s) with leverage of 1.000 : Pred R-Squared and PRESS statistic not defined. “Adeq Precision” measures the signal to noise ratio. A ratio greater than 4 is desirable . Your ratio of 10.768 indicates an adequate signal. This model can be used to navigate the design space.
65
Lampiran 9c. Persamaan Garis untuk Respon Kelengketan. Final equation in Terms of L_Pseudo Components : Kelengketan = -4507.966269 * A
6.238629816 * B -31693.82287 * C 6.30246711 * D 6018.281697 * A * B 164665.9308 * A * C 6026.707402 * A * D 22519.3617 * B * C 4.730614516 * B * D 32422.56202 * C * D -113837.611 * A * B * C -4640.661076 * A * B * D -175902.1732 * A * C * D 23765.8215 * B * C * D
Final equation in Terms of Real Components : Kelengketan = -2313041.649 * Singkong
-244035.1384 * Air -383560078.5 * CMC -14344731.34 * Dekstrin 4060233.899 * Singkong * Air 1549556148 * Singkong * CMC 62705809.86 * Singkong * Dekstrin 494747273.3 * Air * CMC 19552532.7 * Air * Dekstrin 462575405.4 * CMC * Dekstrin -1994819406 * Singkong * Air * CMC -81320054.86 * Singkong * Air * Dekstrin -3082400145 * Singkong * CMC * Dekstrin 416457456.5 * Air * CMC * Dekstrin
Final equation in Terms of Actual Components : Kelengketan = -23130.41649 * Singkong
-2440.351384 * Air -3835600.785 * CMC -143447.3134 * Dekstrin 406.0233899 * Singkong * Air 154955.6148 * Singkong * CMC 6270.580986 * Singkong * Dekstrin 49474.72733 * Air * CMC 1955.25327 * Air * Dekstrin 46257.54054 * CMC * Dekstrin -1994.819406 * Singkong * Air * CMC -81.32005486 * Singkong * Air * Dekstrin -3082.400145 * Singkong * CMC * Dekstrin 416.4574565 * Air * CMC * Dekstrin
66
Lampiran 10a. Kriteria Pemilihan Formula Terbaik dan Formula yang Terpilih.
Constraints
Name Goal Lower Upper Lower Upper Importance Limit Limit Weight Weight
Singkong is in range 24.04 25 1 1 3 Air is in range 72.11 75 1 1 3
CMC is in range 0 0.24 1 1 3 Dekstrin is in range 0 3.61 1 1 3
Rendemen maximize 18.77 41.74 1 1 3 Daya Rehidrasi maximize 5.6 8.1 1 1 3 Densitas Kamba maximize 0.02 0.093 1 1 4
Kelengketan minimize 5.51 9.89 1 1 5
Solutions
Number Singkong Air CMC Dekstrin Rendemen Daya Rehidrasi
Densitas Kamba Kelengketan Desirability
1 25.000 72.253 0.000 2.747 35.626 6.343 0.064 -21.820 0.645 Selected 2 25.000 72.110 0.018 2.872 35.676 6.311 0.065 5.509 0.644 3 24.995 72.110 0.240 2.655 32.975 6.486 0.061 5.509 0.631 4 24.040 73.575 0.240 2.145 28.338 6.401 0.044 5.509 0.499 5 24.04 72.77 0 3.19 32.7890 5.9423 0.05833 6.9633 0.4481
67
Lampiran 10b. Batasan Nilai Perkiraan Respon dari Formula Terpilih. Component Name Level Low Level High Level Std. Dev. Coding A sgkg 25.000 24.040 25.000 0 Actual B air 72.253 72.110 75.000 0 Actual C cmc 0.000 0.000 0.240 0 Actual D dxtrin 2.747 0.000 3.610 0 Actual Total = 100.000 Response Prediction SE Mean 95% CI low 95% CI high SE Pred 95% PI low 95% PI high rendemen 35.626 3.144 28.883 42.368 7.080 20.440 50.811daya rehidrasi 6.343 0.249 5.810 6.877 0.560 5.142 7.544densitas kamba 0.064 0.010 0.042 0.086 0.023 0.014 0.114mouthfeel -30.956 6.225 -48.240 -13.673 6.243 -48.289 -13.624
68
Lampiran 11. Grafik Formula Terbaik yang Terpilih Sesuai Kriteria yang Ditetapkan.
69
UJI HEDONIK
Produk : Bubur/Pure Instan Kode :______ Nama : Tanggal : Instruksi : Cicipi sampel yang tersedia dan nyatakan tingkat kesukaan Anda terhadap atribut yang telah ditentukan dengan cara memberikan garis vertikal pada garis yang tersedia. Jangan lupa untuk menuliskan kode sampel pada sudut kanan atas. Rasa | | Sangat tidak suka Sangat suka Aroma | | Sangat tidak suka Sangat suka Warna | | Sangat tidak suka Sangat suka Tekstur | | Sangat tidak suka Sangat suka Saran dan Komentar :
Lampiran 12. Form Kuesioner Uji Hedonik Terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur Pure Singkong Dan Produk Bubur Beras Instan “X”
70
Lampiran 13. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur dari Pure Singkong Instan Setelah Direhidrasi.
Panelis SkorRasa Aroma Warna Tekstur
Panelis 1 3.5 10.8 7.7 9.3 Panelis 2 3.6 3.6 5.1 5.1 Panelis 3 2.2 8.2 3.2 11.5 Panelis 4 4.9 8.5 8.3 9.1 Panelis 5 9.6 7.1 9.2 3.2 Panelis 6 9.3 4.9 8.8 6.6 Panelis 7 2 8 11.3 6.4 Panelis 8 6.1 8.1 9.2 9.5 Panelis 9 6.7 7.4 4.9 4.5 Panelis 10 5 7 4.5 6 Panelis 11 10.5 12.1 11.2 12 Panelis 12 8.5 8.3 7.8 6.7 Panelis 13 5.5 2 9.5 8.4 Panelis 14 5.2 5.2 4.7 3.9 Panelis 15 2.5 3.3 3.4 3.5 Panelis 16 5.3 5.5 6 1.1 Panelis 17 5.8 7.5 7.6 10.5 Panelis 18 4.9 6.3 11.2 6.7 Panelis 19 0.8 7.2 2.7 2.7 Panelis 20 11.5 5.8 6.7 13 Panelis 21 5.5 9.8 12.2 8.3 Panelis 22 4.6 6.1 9.1 7.2 Panelis 23 10 8.5 3.3 3.2 Panelis 24 1.2 6.2 8.7 12.3 Panelis 25 4.5 7.4 3.8 8.1 Panelis 26 8.9 9.5 10.4 10.2 Panelis 27 9.2 7.8 11.6 11.9 Panelis 28 7.3 10.5 9.4 11.1 Panelis 29 3 8.7 8.9 4.1 Panelis 30 5.5 6.7 7.7 5.6 Panelis 31 3.9 7.4 6.2 4.6 Rata-rata 5.7 7.3 7.6 7.3
71
Lampiran 14. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur dari Produk Bubur Beras Instan “X”
Panelis Skor
Rasa Aroma Warna Tekstur Panelis 1 14.7 14.5 13.7 10.2 Panelis 2 10.4 12.3 12.1 12.2 Panelis 3 8.8 12.7 12.9 6.6 Panelis 4 13.6 14 13.9 5 Panelis 5 12 12.3 11.7 12.4 Panelis 6 12.5 11 9.9 4.3 Panelis 7 13.3 13.4 14 14.2 Panelis 8 13.1 12.6 11.9 11.2 Panelis 9 9.9 9 9.2 7.2 Panelis 10 11.6 12.3 13 10.9 Panelis 11 11.5 11.6 11.5 10.3 Panelis 12 10.4 9.9 8.7 6.7 Panelis 13 13.6 13.5 13.9 12.9 Panelis 14 13.4 12 11.7 12 Panelis 15 8.9 8.1 9.9 9.8 Panelis 16 11.3 12.1 12.3 12.3 Panelis 17 13.6 12.4 13.5 10.5 Panelis 18 12.2 8.9 12.3 7.5 Panelis 19 14.5 14.6 14.7 14.3 Panelis 20 14.4 14 14.4 5.6 Panelis 21 12.9 12.2 12.3 12.9 Panelis 22 11 10.8 9.3 8 Panelis 23 10.8 10.8 11 9.6 Panelis 24 9 10.9 11.2 11.3 Panelis 25 10.2 11.2 9.7 5.2 Panelis 26 14 13.5 13 12 Panelis 27 12.7 13.9 13 12.5 Panelis 28 11.1 13 13.2 9.9 Panelis 29 11.5 11.2 9.7 4.4 Panelis 30 9.1 8.3 8.4 6 Panelis 31 12.7 12.1 12.2 11.7 Rata-rata 11.9 11.9 11.9 9.7
72
Lampiran 15. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Rasa. T-Test
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pure Singkong 5.7097 31 2.84351 .51071 Bubur beras instan “X” 11.8935 31 1.75118 .31452
Paired Samples Correlations N Correlation Sig.
Pair 1 Pure Singkong & Bubur beras instan “X” 31 .177 .341
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 Pure
Singkong - Bubur beras instan “X”
-6.18387 3.06410 .55033 -7.30779 -5.05995 -11.237 30 .000
73
Lampiran 16. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Aroma.
T-Test
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pure Singkong 7.2710 31 2.17780 .39114 Bubur beras instan “X” 11.9065 31 1.74737 .31384
Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Pure Singkong & Bubur beras instan “X” 31 .241 .191
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 Pure
Singkong - Bubur beras instan “X”
-4.63548 2.44111 .43844 -5.53089 -3.74008 -10.573 30 .000
74
Lampiran 17. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Warna.
T-Test
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pure Singkong 7.5581 31 2.79580 .50214 Bubur beras instan “X” 11.8774 31 1.77927 .31957
Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Pure Singkong & Bubur beras instan “X” 31 .112 .549
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 Pure
Singkong - Bubur beras instan “X”
-4.31935 3.14149 .56423 -5.47166 -3.16705 -7.655 30 .000
75
Lampiran 18. Rekapitulasi Hasil Uji t (T-Test) terhadap Atribut Tekstur.
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Pure Singkong 7.3000 31 3.27841 .58882 Bubur beras instan “X” 9.6645 31 3.02661 .54360
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Pure Singkong & Bubur beras instan “X” 31 -.131 .482
Paired Samples Test
Paired Differences t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 Pure
Singkong – Bubur beras instan “X”
-2.36452 4.74479 .85219 -4.10492 -.62411 -2.775 30 .009
76
Lampiran 19. SNI Sup Instan (SNI 01-4321-1996) Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan : Warna
Bau Rasa Air
Protein Lemak
Bahan Tambahan Makanan : - Pewarna tambahan
Cemaran Logam : Timbal (Pb)
Tembaga (Cu) Seng (Zn)
Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen (As)
Cemaran Mikroba : Angka Lempeng Total
Koliform E. coli
Salmonella / 25 g Kapang Khamir
- - -
% b/b % b/b % b/b
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
koloni/g APM/g APM/g
koloni/g koloni/g
khas/normal khas/normal khas/normal
2-7 min. 2.0 maks. 10
sesuai SNI 01-0222-1995
maks. 2.0 maks. 5.0 maks. 40.0 maks. 40.0 maks. 0.03 maks. 1.0
maks. 104 maks. 20
<3 negatif
maks. 102 maks. 102