4
Budaya Kerja Bangsa Jepang Apa yang terbesit dalam benak kita jika ditanya “Jepang itu negara seperti apa sih?” pasti diantara kita memilikii jawaban yang berbeda-beda. Mungkin ada yang menjawab “negara yang memiliki teknologi canggih”, atau “negara yang perekonomianya maju”, dan lain sebagainya. Tapi, pernahkah kita berpikir bagaimana mereka bisa seperti itu? Padahal mereka “miskin” sumber daya alam. Jawabannya adalah masyarakatnya sendiri. Sudah sangat kita kenali dan pahami oleh kita semua bahwa bangsa Jepang terkenal dengan sebutan bangsa yang masyarakatnya memiliki etos kerja yang luar biasa dalam hal kerja keras, disiplin tinggi dan tetap memegang teguh budaya leluhurnya seiring dengan kemajuan di berbagai bidang IPTEK. Dalam kesehariannya masyarakat Jepang terutama para pekerja menerapkan falsafah Bushido yaitu etos para Samurai, yang secara harfiah Bushido itu berarti berasal dari Bu berarti senjata, Shi berarti Orang (Bushi: Orang yang dipersenjatai atau dikenal sebagai prajurit), dan Do yang artinya Jalan / The Way of Life. Sehingga makna Bushido dapat diartikan sebagai Jalan Prajurit dan Bushido sendiri akhirnya dikenal sebagai karakter dasar budaya kerja bangsa berjuluk Negeri Matahari Terbit ini. Inilah 7 (tujuh ) prinsip dalam Bushido : (1) Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat. (2) Yu : berani, ksatria. (3) Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama. (4) Re : bersikap santun, bertindak benar. (5) Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih. (6) Meryo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan. (7) Chugo : mengabdi, loyal. Prinsip Bushido ini sekalipun awalnya diterapkan dikalangan para prajurit saja, namun perputaran waktu yang membawa Jepang menjadi bangsa yang maju adalah bukti bahwa bushido dapat diterapkan dalam segala aspek, termasuk para wirausaha, birokrat dan kaum cendekiawan serta seluruh lapisan masyarakat.

Budaya Kerja Bangsa Jepang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

god

Citation preview

Page 1: Budaya Kerja Bangsa Jepang

Budaya Kerja Bangsa Jepang

Apa yang terbesit dalam benak kita jika ditanya “Jepang itu negara seperti apa

sih?” pasti diantara kita memilikii jawaban yang berbeda-beda. Mungkin ada yang

menjawab “negara yang memiliki teknologi canggih”, atau “negara yang

perekonomianya maju”, dan lain sebagainya. Tapi, pernahkah kita berpikir

bagaimana mereka bisa seperti itu? Padahal mereka “miskin” sumber daya alam.

Jawabannya adalah masyarakatnya sendiri. Sudah sangat kita kenali dan pahami

oleh kita semua bahwa bangsa Jepang terkenal dengan sebutan bangsa yang

masyarakatnya memiliki etos kerja yang luar biasa dalam hal kerja keras, disiplin

tinggi dan tetap memegang teguh budaya leluhurnya seiring dengan kemajuan di

berbagai bidang IPTEK. Dalam kesehariannya masyarakat Jepang terutama para

pekerja menerapkan falsafah Bushido yaitu etos para Samurai, yang secara

harfiah Bushido itu berarti berasal dari Bu berarti senjata, Shi  berarti Orang

(Bushi: Orang yang dipersenjatai atau dikenal sebagai prajurit), dan Do yang

artinya Jalan / The Way of Life. Sehingga makna Bushido dapat diartikan sebagai

Jalan Prajurit dan Bushido sendiri akhirnya dikenal sebagai karakter dasar budaya

kerja bangsa berjuluk Negeri Matahari Terbit ini.

Inilah 7 (tujuh ) prinsip dalam Bushido :

(1) Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika

harus mati demi keputusan  itu, matilah dengan gagah, terhormat.

(2) Yu : berani, ksatria.

(3) Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama.

(4) Re : bersikap santun, bertindak benar.

(5) Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa

pamrih.

(6) Meryo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan.

(7) Chugo : mengabdi, loyal.

Prinsip Bushido ini sekalipun awalnya diterapkan dikalangan para prajurit saja,

namun perputaran waktu yang membawa Jepang menjadi bangsa yang maju

adalah bukti bahwa bushido dapat diterapkan dalam segala aspek, termasuk para

wirausaha, birokrat dan kaum cendekiawan serta seluruh lapisan masyarakat.

Karena Bushido adalah karakter budaya kerja asli Jepang.

Dalam kenyataannya terjadi pada pekerja di perusahaan, orang Jepang sanggup

berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran. Mereka merasa

lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi

mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan

Page 2: Budaya Kerja Bangsa Jepang

besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam

pikiran dan jiwa mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik

mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan.

Pada tahun 1960, rata-rata jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/tahun.

Pada tahun 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja

itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara lain,

misalnya Amerika (1.957 jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870

jam/tahun), dan Prancis (1.680 jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang

didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat

kerja. Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja orang Indonesia

yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang pulang kerja

lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang

tidak penting, malas dan tidak produktif. Bahkan istri-istri orang Jepang lebih

bangga bila suami mereka ”gila kerja” bukan ”kerja gila”. Sebab hal itu juga

menjadi pertanda suatu status sosial yang tinggi.

Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip

tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan

perdagangan. Kedua elemen itu menjadi dasar kemakmuran ekonomi yang

dicapai Jepang sampai saat ini. Seperti pahlawan dalam cerita rakyat Jepang, si

samurai buta Zatoichi, Jepang harus memastikan segala-galanya, termasuk

rakyatnya, senantiasa bergerak cepat menghadapi perubahan disekelilingnya.

Jika semuanya berhenti bergerak, maka ekonomi Jepang akan runtuh seperti

Zatoichi yang luka dan mati karena gagal mempertahankan diri dari serangan

musuh. Karena ia tidak bergerak dan hanya dalam keadaan statis.

Selain dari faktor di atas, ada juga faktor lain yang mempengaruhi etos kerja

mereka. Diantaranya ialah:

1). Masyarakat Jepang tidak peduli pada agama.

Jika dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, perbedaan yang paling besar

antara masyarakat Jepang dengan Indonesia adalah masyarakat Jepang tidak

peduli pada agama.

Dalam undang-undang dasar Jepang, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam

urusan agama. Dilarang keras memakai anggaran negara untuk hal-hal agama.

2). Etika orang Jepang : etika demi komunitas

Etika orang Jepang itu, tujuan utamanya membentuk hubungan baik di dalam

komunitas. Kebesaran komunitas bergantung pada situasi dan zaman. Negara,

desa, keluarga, perusahaan, pabrik, kantor, sekolah, partai, kelompok agama, tim

sepak bola dll, bentuknya apapun, orang Jepang mementingkan komunitas

Page 3: Budaya Kerja Bangsa Jepang

termasuk diri sendiri. Sesudah Restorasi Meiji, pemerintah Meiji sangat

menekankan kesetiaan pada negara. Sesudah perang dunia kedua, objek

kesetiaan orang Jepang beralih pada perusahaan.

Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah:

1. Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang Jepang juga

tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya

lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda

menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda berhenti bekerja ?”, kebanyakan

orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus bekerja.” Bagi orang Jepang

kerja itu seperti permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab.

Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam

permainan ini, dan ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan-

kawan yang saling mempercayai sangat penting. Karena permainan terlalu

menarik, dia kadang-kadang lupa pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work

holic” oleh orang asing.

2. Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang

Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha

kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua orang

Jepang. Kata ini sudah motto bisnis Jepang. Perusahaan Jepang berusaha

mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha

berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.

3. Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis

sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Orang Jepang suka

membaca buku ajaran Sun Tzu, The Art of War untuk belajar strategis bisnis. Sun

Tzu adalah sebuah buku ilmu militer Tiongkok kuno, pada abad 4 sebelum masehi.

Sun Tzu itu suka dibaca oleh baik samurai dulu maupun orang bisnis sekarang.

Untuk menang perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya

bisnis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang

perang seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat.

Semua orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.” (Kalau

lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan pernah

menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus makan dan

mempersiapkan kondisi lengkap. Tentu saja di medang perang, kedisiplinan

paling penting. Dalam buku Sun Tzu untuk mengajar kedisiplinan dilakukan cara

Page 4: Budaya Kerja Bangsa Jepang

yang sangat kejam. Tetapi sekarang disiplin diajarkan di sekolah dasar.

Pendidikan di sekolah sangat penting. Masuk sekolah setiap hari tidak terlambat,

ikut pelajaran secara rajin, hal-hal itu dasar disiplin untuk kerja di dunia bisinis.

Dengan demikian keberhasilan Jepang sebagai negara maju, bukanlah

berdasarkan faktor kekayaan sumber daya alam. Tapi dari faktor sumber daya

manusia yang dapat didaya gunakan demi menutupi kekurangan yang ada pada

negara. Dengan karakteristik masyarakat yang ulet, rajin, gigih dan pantang

menyerah, Jepang akhirnya dapat menjadi negara besar yang maju dan tangguh

yang disegani negara lain di dunia sampai saat ini. (ed)