Upload
others
View
51
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
AKUSTIK KELAUTAN
Disusun Oleh:
Tim Asisten Akustik Kelautan
Nama :
NIM :
Kelompok :
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku panduan Praktikum dapat kami
susun dengan baik.
Memahami atas segala kekurangan dan keterbatasan referensi dalam
pelaksanaan Praktikum “Akustik Kelautan”, maka kami menyajikan suatu
pedoman dalam pelaksanaan praktikum yang pada dasarnya merupakan
hasil rangkuman dari berbagai referensi sebagai tuntutan praktikan dalam
melaksanakan praktikum. Dilengkapi dengan metode-metode sederhana
yang nantinya dapat digunakan untuk membantu dan memudahkan dalam
pengambilan data dan proses pengolahan data.
Kami sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak- pihak yang secara langsung telah membantu dalam menyelesaikan
buku ini. Menyadari akan keterbatasan yang kami miliki, maka kami sangat
mengharap masukan-masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif untuk
penyempurnaan buku ini di lain waktu. Besar harapan bahwa buku penuntun
praktikum praktis ini dapat bermanfaat bagi praktikan dan berbagai pihak.
Semoga Tuhan YME senantiasa melancarkan segala usaha kita. Amin.
Malang, November 2020
Tim Penyusun
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Ma’mun et al. (2013), teknologi akustik merupakan teknologi yang
banyak diandalkan dalam pendekteksian bawah air seperti stok sumberdaya
organisme, klasifikasi dasar perairan, migrasi organisme, pengkajian struktur
bangunan, monitoring pipa bawah laut dan estimasi kandungan mineral.
Teknologi ini pada dasarnya memanfaatkan nilai hambur balik suara yang
dipancarkan. Dalam penginterpretasian data akustik meliputi beberapa tahapan
yaitu proses pembentukan suara, pelepasan suara, pemantulan oleh objek,
penangkapan sinyal kembali dan penginterpretasian data. Pemerosesan sinyal
yang kembali merupakan salah satu bagian yang penting dari penginterpretasian
data, karena pada tahapan ini akan menentukan kualitas data yang diharapkan
dapat menggambarkan objek atau lingkungan disekitarnya.
Menurut Lubis et al. (2016), akustik adalah ilmu yang membahas tentang
gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Akustik kelautan
merupakan suatu bidang ilmu kelautan yang berfungsi untuk mendeteksi target
di kolom perairan dan dasar peairan, dengan menggunakan gelombang suara.
Aplikasi ilmu akustik kelautan akan mempermudah seorang. peneliti untuk
mengetahui objck yang ada di kolom perairan dan dasar perairan, baik berupa
plankton, ikan, kandungan substrat dan bahkan adanya kapal kandas.
Keunggulan penggunaan teknologi akustik bawah air antara lain : great
speed measurement atau quick assessment method, direct estimation (dapat
menghitung secara langsung terhadap target yang disurvei). Keunggulan
teknologi akustik bawah laut lainnya yaitu perolehan dan pemrosesan data
secara real time, akurasi dan presisi tinggi. Akustik bawah air juga bersifat tidak
berbahaya/tidak merusak objek bawah air yang diukur serta bisa digunakan di
daerah remote (inaccessible area) (Manik, 2014).
2
Menurut Kusumawati et al. (2015), batimetri yaitu ilmu yang mempelajari
pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya, dan peta
batimetri adalah peta yang menggambarkan perairan serta kedalamannya.
Batimetri berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengukuran dan pemetaan
topografi di bawah laut. Batimetri merupakan proses penggambaran dasar
perairan sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya.
Informasi mengenai batimetri sangat penting untuk dasar penelitian,
seperti pada dinamika pantai, sebagai operasi kelautan seperti kabel komunikasi
bawah laut, atau untuk menyediakan peta navigasi yang akurat untuk
keselamatan pelayaran. Salah satu pengukuran penting yang diperlukan untuk
menentukan batimetri secara akurat adalah rerata muka air laut atau MSL (mean
sea level) yang digunakan sebagai referensi 0 meter dan digunakan juga untuk
topografi. Pemeruman dilakukan dengan membuat profil pengukuran
kedalaman.
Pada praktikum Akustik Kelautan, alat yang digunakan adalah single beam
echosounder Garmin tipe GPSmap 585C Sounder untuk mengukur nilai
kedalaman. Lokasi praktikum dilakukan di Pantai Sendang Biru, Kabupaten
Malang, Jawa Timur.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaaan Praktikum Akustik Kelautan adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara perangkaian dan penggunaan alat
akustik (echosounder).
2. Mahasiswa dapat mengetahui metode pengambilan dan pengolahan data
echosounder.
3. Mahasiswa dapat mengenal tentang dasar – dasar ilmu hidrografi yang
berkaitan dengan penerapan metode akustik bawah laut.
.
3
2. MATERI PRAKTIKUM
2.1 Akustik Kelautan
Pada sub-bab ini menjelaskan berbagai teori dari Akustik Kelautan
diantaranya.
2.1.1 Definisi Akustik Kelautan
Akustik kelautan merupakan teori yang membahas tentang gelombang
suara dan perambatannya dalam suatu medium air laut. Akustik kelautan
merupakan satu bidang kelautan yang mendeteksi target di kolom perairan dan
dasar perairan dengan menggunakan suara sebagai mediannya.
Permasalahan- permasalahan yang dibahas dalam akustik kelautan ini yaitu,
kecepatan gelombang suara, waktu (pada saat gelombang dipancarkan hingga
gelombang dipantulkan kembali), dan kedalaman perairan. Hal-hal yang
mendasari kita mempelajari akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan
dalam (dinamis), manusia sudah pernah ke planet terjauh tetapi belum pernah
ke laut terdalam, sehingga dibutuhkannya alat dan metode untuk melakukan
pendeskripsian kolom dan dasar laut, dan saat ini metode yang paling baik
adalah dengan menggunakan akustik.
2.1.2 Sejarah Perkembangan
Sejarah akustik dimulai dari sekitar tahun 1490 (tahun 1452-1519) dimana
penelitian tentang akustik bawah laut berawal dari percobaan yang dilakukan
oleh Leonardo Da Vinci. Dikutip dari catatan harian Leonardo da Vinci bahwa
“Dengan menempatkan ujung pipa dan ujung lainnya di telinga anda, dapat
mendengarkan kapal-kapal laut dari kejauhan”. Percobaan ini mengindikasikan
bahwa suara dapat mampu merambat pada medium air. Fenomena tersebut
biasa dikenal dengan Sonar pasif (Passive Sonar) karena kita hanya mendengar
suara yang ada”. Pada abad ke-18 dan 19, beberapa ilmuwan mulai tertarik
dengan suara yang ditransmisikan dalam air. Para ilmuan mengukur
kecepatan suara di air tawar dan air garam, dimana membandingkan dengan
kecepatan suara di udara. Sumber sumber suara yang digunakan oleh ilmuan
tersebut termasuk lonceng (bells), mesiu (gunpowder), hunting horns, dan
suara manusia (human voices). Setelah kapal pesiar Titanic karam pada tahun
1912, pada tahun berikutnya (1913) fisikawan Jerman mematenkan
“echosounder” pertama dan kemudian disusul eksperimen oleh Canadian
4
Reginald Fressende menggunakan cara kerja sonar untuk mendeteksi arah
pergerakan es pada tahun 1914.
Seiring dengan berkecamuknya perang dunia pertama, yang mana
perkembangan dipicu oleh kebutuhan militer untuk mendeteksi kondisi di
bawah permukaan air terutama setelah ditemukannya kapal selam. Masa
perang dunia pertama kapal selam menjadi pembunuh lautan yang paling
menakutkan, sehingga perkembangan perkembangan dilanjutkan oleh Paul
Langevin yang tahun 1915 menemukan alat sonar pertama untuk mendeteksi
kapal selam dengan menggunakan sifat-sifat piezoelektik kuartz. Meski tak
sempat terlibat lebih jauh dalam upaya perang, karya Langevin berpengaruh
besar dalam desain sonar. Hasil dari perkembangan dari penemuan Paul
Langevin adalah SONAR (Sound Navigation and Ranging).
2.1.3 Aplikasi Akustik Secara Umum
Secara garis besar, kegunaan akustik secara umum dapat dibenakan
dalam segi penerapannya, yaitu kelautan dan perikanan;
A. Aplikasi dalam dunia Kelautan
1. Penentuan kedalaman untuk jalur pelayaran.
2. Penentuan jenis dan komposisi dasar laut (lumpur, pasir, kerikil,
karang dan sebagainya).
3. Penentuan contour dan morfologi dari dasar laut.
4. Penentuan lokasi/ tempat kapal berlabuh atau pemasangan
bangunan laut.
5. Untuk penentuan titik eksplorasi minyak dan mineral di dasar laut.
6. Untuk mempelajari proses sedimentasi.
7. Untuk pertahanan dan keamanan berupa (pendeteksian kapal
selam dengan pemasangan buoy-system).
8. Perencanaan bangunan pinggir pantai atau tengah laut (oil rig).
9. Perencanaan jalur pipa bawa laut (Pipeline).
B. Aplikasi dalam dunia Perikanan
1. Penentuan/pendugaan jumlah ekor atau biornass dari ikan,
2. Untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan.
3. Memantau tingkah laku ikan (dengan acoustic telemetering tags),
baik aktivitas makan (feeding activity) ataupun kesehatan (heart-
beat) dan sebagainya.
4. Untuk menduga ukuran dari individu ikan;
5. Untuk menduga kelimpahan/stok sumberdaya hayati laut.
5
2.1.4 Prinsip Instrumen Akustik
Sistem sonar adalah suatu instrumen yang digunakan untuk memperoleh
informasi tentang obyek-obyek bawah air dengan memancarkan gelombang
suara dan mengamati/menganalisis echo yang dihasilkan. Dalam sistem sonar
ini, sebenarnya yang dimaksud adalah “active sonar system'' yang digunakan
untuk mendeteksi dan meneliti target-target bawah air. Sedangkan “passive
sonar system" adalah instrumen yang hanya untuk menerima suara- suara
yang dihasilkan oleh obyek-obyek bawah air (ikan dan binatang air lainnya).
Gambar 1. Prinsip Penerapan Akustik (Sumber : Patrick Boniface, How Deep is Deep)
6
2.2 Echosounder
Pada sub-bab ini menjelaskan berbagai teori dari Echosounder
diantaranya.
2.2.1 Definisi
Echosounder adalah suatu alat navigasi elektronik yang memiliki fungsi
teknik dalam pendeteksian bawah air. Dalam aplikasinya, Echosounder
menggunakan instrumen yang dapat menghasilkan beam (pancaran gelombang
suara) yang disebut dengan transduser. Echosounder adalah alat untuk
mengukur kedalaman air, mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan
mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal secara vertikal. Prinsip kerja
dari instumen ini, dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke
dasar air dan dicatat waktunya sampai echo (gema) kembali dari dasar air.
Gambar 2. GARMIN GPSMAP 585C Sounder Sumber: http://www.gpscentral.ca/products/garmin/585
2.2.2 Kegunaan
Echosounder memiliki beberapa kegunaan, diataranya adalah sebagai
berikut:
a. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom
Profilers).
b. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping).
c. Pencarian kapal-kapal karam di dalam laut.
d. Penentuan jalur pipa dan kabel dibawah dasar laut.
7
e. Survey daerah potensi kandungan mineral (minyak,batubara,dll)
f. Mendeteksi keberadaan dan kelimpahan ikan
2.2.3 Macam – Macam Echosounder
Echosounder merupakan instumen akustik yang memiliki berbagai
macam tipe. Berikut merupakan macam-macam dari echosounder adalah
sebagai berikut:
a. Singlebeam Echosounder
Singlebeam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pengirim dan penerima sinyal gelombang suara tunggal.
Prinsip kerja singlebeam echosounder yaitu menggunakan prinsip
pengukuran selisih fase pulsa dengan cara menghitung selisih pemancaran
dan penerimaan dari pulsa akustik. Rumus yang digunakan untuk menghitung
kedalamn batimetri menggunakan akustik adalah sebagai berikut :
du = v∆t = ½
Dimana du adalah kedalaman hasil ukuran, v kecepatan gelombang
akustik yang telah diketahui sebelumnya, dan ∆t adalah selang waktu yang
dibutuhkan bagi gelombang akustik yang dipancarkan untuk memantul
kembali ke transduser (Wijornako et al., 2016).
Echosounder tradisional dibuat berdasarkan writing mechanism dimana
merekam waktu tempuh (depth) dan zero depth (mengacu pada pusat akustik
pada transduser atau pun ketinggian muka air tergantung pada pengaturan).
Kelebihan echosounder terletak pada digitalizer board yang berfungsi dalam
digitalisasi sinyal yang diterima dan kemudian mengirim hasilnya pada
communication port atau memori internal untuk prosesing lebih lanjut, selain itu
echosounder dilengkapi dengan perangkat perekam pada kertas (print) yang
hasilnya dapat digunakan untuk prosesing ataupun sebagai bukti perekaman.
Contoh instrumen single beam echosounder yaitu Echotrac MKIII, Echotrac
CV200 & CV300, Echotrac CVM, Hydrotrac II, dsb.
b. Multibeam Echosounder
Multibeam echosounder (MBES) merupakan alat ukur kedalaman yang
meggunakan prinsip sama dengan singlebeam echosounder (SBES).
Perbedaan utama SBES dengan MBES adalah pada jumlah beam yang
dipancarkan. SBES hanya memancarkan satu beam pada satu titik sepanjang
8
lajur survei, sedangkan MBES memancaran lebih dari satu beam sehingga
mendapatkan banyak titik kedalaman dalam sau kali pancaran gelombang
akustik. Berbeda dengan SBES, pola pancaran MBES melebar dan melintang
terhadap badan kapal. Sehingga saat kapal bergerak menghasilkan sapuan
luasan area permukaan dasar laut (Wijornako et al., 2016).
MBES digunakan pada hampir semua cabang dari survei hidrografi dengan
penggunaannya yang berbeda-beda, dengan menggunakan MBES dimungkinkan
untuk mencapai 100% coverage.
1. Dredging: MBES digunakan untuk mengontrol proyek konstruksi dan proyek
dengan resolusi tinggi yang membutuhkan 100% coverage.
2. Offshore: MBES digunakan untuk menginspeksi jalur pipa, konstruksi rig,
biasanya survey MBES yang dilakukan menggunakan ROV
3. Pre-design surveys associated with pipeline and cable route: MBES
digunakan untuk menentukan rute jalur pipa dan jalur kabel, untuk perairan
yang dalam survey MBES menggunakan ROV.
4. Inspeksi Pemerintah pada Proyek Dermaga:
Contoh instrumen multibeam echosounder yaitu : GPSMap 178 C
Sounder, EM 122 Multibeam echosounder, EM 2040 Multibeam Echosounder,
EM 2040C (Compact) Multibeam Echosounder, GeoSwath Plus - Shallow Water
Multibeam echosounder, dsb
.
Gambar 3. Perbedaan antara Single dan Multibeam echosounder.
(Sumber : Google Images, 2020)
2.2.4 Komponen Echosounder
Secara prinsip, sistem sonar tersebut terdiri dari lima komponen utama yakni
Time Base, Transmitter, Transducer, Receiver dan Display :
9
Gambar 4. Komponen utama dan prinsip dasar echosounder
(Sumber : http://www.fao.org/docrep/X5818E/x5818e04.html)
a. Time Base
Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan
pemancaran pulsa yang dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Suatu
perintah dari time base akan memberikan saat kapan pembentuk pulsa bekerja
pada unit transmitter dan receiver.
Menurut Johannesson dan Mitson (1983), salah satu fungsi dari time
base adalah menghasilkan penentuan waktu yang dipakai untuk menetapkan
akurasi pada pengukuran kedalaman, selain itu juga untuk mengatur tingkat pulsa
dimana transmisi dibuat sehingga time base berperan dalam penentuan kekuatan
pulsa yang dihasilkan transmitter.
b. Transmitter
Gambar 5. Echosounder Liquid Level Transmitter (Sumber : Google Images,2018)
10
Transmitter pada akustik kelautan khususnya pada echosounder
berfungsi sebagai alat atau pesawat yang dapat membangkitkan getaran-
gataran listrik. Transmitter menghasilkan pulsa listrik yang berfrekuensi dan
berlebar tertentu tergantung dari desain transducer (Rccdoc, 2007).
Utami dan Soehartanto (2011) menjelaskan transmitter memiliki peran
sentral dalam kinerja system echosounder. Transmitter memiliki beberapa level
yang dapat disesuaikan. Transmitter adalah sebuah alat yang berfungsi untuk
memproses dan memodifikasi sinyal input agar dapat ditransmisikan sesuai
dengan kanal atau saluran yang diinginkan. Secara sederhana pada
echosounder, transmitter adalah pembangkit tenaga yang ada di echosounder.
Transmitter menghasilkan getaran-getaran listrik yang akan diteruskan ke
transducer.
c. Transducer
Shawne (1998) mengatakan transducer adalah proses selanjutnya setelah
dari transmitter. Transducer memiliki fungsi utama adalah untuk mengubah
energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan dan sebaliknya
mengubah energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima. Dilihat dari
fungsinya, maka secara umum transducer ini dibagi menjadi projector (untuk
transmisi) dan hydrophone (untuk penerimaan).
Gambar 6. Hummingbird Fishfinder Transducer
(Sumber : Google Images,2018)
d. Receiver
Receiver berfungsi untuk menerima sinyal echo yang dikirimkan transducer
setelah dipantulkan dari dasar laut. Sinyal echo (energi listrik) yang lemah yang
dihasilkan oleh transducer harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan
ke Recorder. Penguatan echo ini dilakukan oleh Receiver Amplifier dan besarnya
penguatan dapat diatur oleh sensitivitas (sensitivity control) ataupun pengatur
11
volume. Dalam mengurangi atau menghilangkan echo (gema) dari target yang
terlalu dekat dengan transducer sensitivitas receiver secara otomatis dapat diatur
(dikurangi).
e. Display/Recorder
Gambar 7. Garmin Aquamap 80XS (Sumber : Google Images,2018)
Display berfungsi untuk menampilkan data dan hasil dari penerimaan
gelombang dari transducer. Gambar yang nampak pada display bukan berupa
gambar yang bisa langsung dibaca, akan tetapi hanya berupa grafik dengan warna
yang berbeda-beda yang menunjukkan selang waktu antara pemancaran
gelombang dan penerimaan. Sehingga informasi pada display perlu
diinterpretasikan kembali.
12
3. HIDROGRAFI
3.1 Pengertian Hidrografi
Hidrografi adalah cabang ilmu pengetahuan yang diaplikasikan untuk
melaksanakan pengukuran dan pencitraan ciri-ciri alamiah bagian permukaan
bumi yang dapat dilayari dan daerah-daerah pantai yang berdekatan, untuk tujuan
navigasi (dhi. publikasi navigasi dan peta laut).
Teknologi pengukuran dalam survei hidrografi saat ini sedang mengalami
perubahan secara mendasar. Sistim akustik multi beam dan Air Borne Laser
hampir mampu memberikan gambaran dan pengukuran dasar laut secara penuh,
dibandingkan profil batimetri yang sebelumnya dengan cara sampling.
Kemampuan memposisikan data dalam bidang horizontal secara akurat telah
berkembang pesat dengan adanya sistim posisi satelite, khususnya jika
dilaksanakan dengan teknik deferensial. Perkembangan teknologi yang signifikan
ini telah membuat para navigator mampu memposisikan dirinya dalam ketelitian
yang lebih tinggi dari data diatas peta itu sendiri. Perlu ditekankan disini bahwa
ketelitian dan kelengkapan suatu survei hidrografi tidak akan pernah menyamai
ketelitian sebagaimana pemetaan didarat.
Meningkatnya penggunaan sistim satelite oleh para pelaut, dikombinasikan
tingkat efektifitas dan ketelitian yang dihasilkan dari sistim ini (melebihi sistim
navigasi tradisional pada daratan), telah membuat instansi hidrografi untuk
menggunakan sistem yang dapat memberikan ketelitian posisi yang sama atau
lebih baik (sebagaimana yang bisa diperoleh oleh pelaut saat ini) bagi kegiatan
survei dimasa mendatang dalam bentuk Spesial Order dan Order 1.
3.2 Klasifikasi Survei Hidrografi
Menurut IHO (2008), dalam survei hidrografi dibagi menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya.
Tabel 1. Klasifikasi daerah survei hidrografi
No Kelas Contoh daerah survei
1 Orde
Khusus
Daerah-daerah kritis dimana kedalaman didasar laut
sangat kritis dan dimana karakteristik dasar airnya
berpotensi membahayakan kapal, misalnya :
Pelabuhan,
13
Area kritis tempat pengiriman,
Alur pelabuhan
2 Orde 1a
Berlaku terbatas di daerah dengan kedalaman kurang dari
100 m, tetapi lebih dari 40 m, misalnya :
Pelabuhan,
Alur pendekat pelabuhan,
Haluan yang dianjurkan,
Alur Navigasi Pedalaman,
Ordo 1a survei hidrografi diperuntukan bagi pelabuhan-
pelabuhan, alur pendekat daratan , alur navigasi
pedalaman dan daerah pantai dengan lalu lintas komersial
yang padat dan kondisi geofisik dasar lautnya tidak begitu
membahayakan kapal (misalnya lumpur atau pasir).
3 Orde 1b
Ordo 1b survei Hydrografi diperuntukan di daerah
dengan kedalaman kurang dari 100 m yang tidak
termasuk dalam ordo khusus maupun ordo 1a, dimana
gambaran batimetri atau dasar laut dianggap tidak
terdapat rintangan di dasar laut yang akan
membahayakan tipe kapal yang lewat atau bekerja di
daerah tersebut.
4 Orde 2
Ordo 2 survei hidrografi diperuntukan untuk semua
area yang tidak tercakup oleh ordo khusus, ordo 1a dan
1b pada kedalaman lebih besar dari 100 m, dimana
gambaran dasar laut dianggap memadai dan tidak
pengaruh besar dalam navigasi kapal.
(IHO Standards For Hydrographic Surveys S-44 5th Edition)
Catatan :
- Situasi yang ditemukan di lapangan oleh surveyor mungkin cukup berbeda
dari apa yang diharapkan. Misalnya, di daerah yang dilalui oleh Very Large
Crude Carriers (VLCCs) dan diperkirakan lebih dalam dari 40 meter, survei
Order 1a mungkin telah ditentukan; namun jika surveyor menemukan
kedalaman kurang dari 40 meter maka akan lebih tepat untuk mengganti ke
Orde Khusus.
14
3.3 Jalur Survei Hidrografi
Acoustic Unpacked (2019), menyatakan bahwa distribusi populasi pada
daerah yang berbeda mengharuskan peneliti menentukan desain sampling yang
sesuai. Survei akustik biasanya menggunakan desain sampling seperti:
Simple random with parallel transects.
Systematic with parallel transects.
Stratified systematic with parallel transects.
Zig-zag with parallel zigs and parallel zags.
3.3.1 Simple Random with Parallel Transects
Gambar 4. Simple Random with Parallel Transects.
Lokasi transek paralel ditentukan secara acak dengan memilih titik awal
yang berdekatan dengan pantai seperti yang terlihat pada gambar 4. Jumlah
transek ditentukan berdasarkan variasi perhitungan, waktu yang dibutuhkan, dan
cakupan wilayah untuk studi. Tipe ini tidak memiliki efisiensi seperti tipe yang lain,
hal ini dikarenakan tipe ini bergantung pada beberapa pertimbangan. Kelebihan
dari tipe ini yaitu tergolong sangat sederhana untuk di implementasikan.
15
3.3.2 Systematic with Parallel Transects
Gambar 5. Systematic with Parallel Transects.
Transek paralel memiliki spasi yang sama setiap garisnya. Jumlah
transeknya ditentukan berdasarkan variasi perhitungan, waktu yang dibutuhkan,
dan cakupan wilayah untuk studi. Tipe ini cocok jika kita ingin mengantisipasi
adanya pengulangan distribusi selama melakukan survei. Kelebihan dari tipe ini
adalah membagi jarak antar transek dengan nilai yang sama, sehingga memiliki
cakupan yang lebih baik dibandingkan dengan pembagian jarak secara acak.
3.3.3 Stratified Systematic with Parallel Transects
Gambar 6. Stratified Systematic with Parallel Transects.
Transek paralel diletakkan secara acak atau sistematik pada wilayah yang
diinginkan. Hal ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang lebih beragam.
Stratifikasi dilakukan berdasarkan kriteria kedalaman (perairan dangkal atau
dalam), atau wilayah survei (timur dengan barat dan pantai dengan perairan
terbuka). . Jumlah transeknya ditentukan berdasarkan variasi perhitungan, waktu
yang dibutuhkan, dan cakupan wilayah untuk studi. Tipe ini akan mengurangi
perbedaan karena menstratifikasi wilayah menjadi suatu wilayah yang homogen.
16
3.3.4 Zig-Zag with Parallel Zigs and Parallel Zags
Gambar 7. Zig-zag.
Garis paralel zig-zag terdistribusi sepanjang lokasi sampling. Penempatan
garis biasanya dilakukan secara sistematis (jarak yang sama). Tipe survei ini
tampaknhya memaksimalkan waktu relatif sampling transek menjadi waktu
perjalanan.
17
4. SKEMA KERJA PRAKTIKUM
4.1 Pengenalan Alat
Pada praktikum akustik kelautan kegiatan yang akan dilakukan adalah
pengenalan alat dan pengolahan data batimetri. Alat yang akan digunakan pada
praktikum akustik kelautan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar Alat Praktikum
No Nama Alat Fungsi Alat
1 Echosounder
Untuk pengukuran bawah air dan
mengetahui kondisi topografi bawah air dan
mengetahui kondisi topografi bawah laut
dengan menggunakan gelombang akustik
2 Display Unit
Fungsi display sebagai Layar baca untuk
hasil yang dimunculkan dari rekaman
transducer dari bawah air
3 Transducer Komponen Penting untuk mengubah energi
listrik menjadi energi suara dan sebaliknya
4 Kabel Penghubung Digunakan untuk menghubungkan
transducer dan Accu dengan display.
5 Antena Digunakan untuk menangkap sinyal satelit.
6 Besi Siku Alat untuk memasang transducer dan
antenna pada kapal
7 Tide Staff Digunakan untuk mengukur pasang surut
18
4.2 Prosedur Pelaksanaan Survei
Sebelum dilaksanakannya survei batimetri ataupun survei hidrografi lainnya
diperlukan persiapan dalam pelaksanaannya yang dijelaskan pada Gambar 8.
Persiapan
Persiapan Administrasi Persiapan Teknis
- Pembentukan tim
- Perencanaan biaya
survei
- Perijinan pihak
berwenang
- Perencanaan teknis
kerja
- Pembagian tugas dan
pengarahan teknis
personel
- Persiapan alat survei
Gambar 8. Persiapan Pelaksanaan Survei
19
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z. 2007.GPS dan Survei Hidro-Oseanografi. Institut Teknologi Bandung: Bandung.
Acoustic Unpacked. 2019. acousticunpacked.org. diakses pada 7 Agustus 2019. Pukul 09:22 WIB.
Al Kautsar, Muhammad, Bandi Sasmito, S.T., M.T., Ir. Hani’ah. 2013. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal (Studi Kasus : Perairan Semarang). Jurnal Geodesi Undip. Vol. II No.4 Hal : 222-239.
Badan Standarisasi Nasional. 2010. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 7646:2010. Survei Hidrografi Menggunakan Singlebeam Echosounder. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.
Fachrurrozi, M., Sugeng Widada, Muhammad Helmi.2013. Studi Pemetaan Batimetri Untuk Keselamatan Pelayaran Di Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.Jurnal Oseanografi. Volume II No. 3 Hal : 310-317.
Fahrulian, Henry Manik, dan Djoko Hartoyo. Dimensi Gunung Bawah Laut Dengan Menggunakan Multibeam Echosounder Di Perairan Bengkulu.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. V No. 1 Hal : 93-102.
IHO. 2008. IHO Standards for Hydrographics Surveys 5th Edition Special Publication No. 44. Monaco: International Hidrographic Bureau.
Johannesson, K.A., and R.B. Mitson. 1983. Fisheries acoustics. A practical manual for aquatic biomass estimation. FAO Fish. Tech. Pap., (240) : 249 pp.
Lubis, Muhammad Zainuddin., Sri Pujiyanti, Pratiwi Dwi Wulandari. 2016. Akustik Pasif Untuk Penerapan Di Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan. Oseana. Vol. 41 (2) : 41-50. ISSN 0216-1877.
Ma’mun, Asep., Henry M. Manik, Totok Hestirianoto. 2013. Rancang Bangun Algoritma Dan Aplikasinya Pada Akustik Single Beam Untuk Pendeteksian Bawah Air. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 2. Hal : 173-183. ISSN 2087-4871.
Manik, Henry M. 2014. Teknologi Akustik Bawah Air: Solusi Data Perikanan Laut
Indonesia. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. Vol. 1 (3) : 181-
186. ISSN : 2355 – 6226.
20
Ningsih, Ellis N., Freddy Supriyadi, dan Syarifah Nurdawati.2013. Pengukuran Dan Analisis Nilai Hambur Balik Akustik Untuk Klasifikasi Dasar Perairan Delta Mahakam.J. Lit. Perikan. Ind. Vol.19 Hal :139-146
Rangkuti, Diva Yudha Utama, Ahmad Perwira Mulia Tarigan.2014. Studi Karakteristik Fisik Muara Sungai Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal.Unsu. Medan
Rccdoc. 2007. Transmitter and Receiver Systems. Chattered: Telemetry RCC.
Saputra, Lufti Rangga, Moehammad Awaluddin, L.M Sabri. Sathishkumar R, T.V.S Prasad Gupta, M.Ajay Babu. 2013. Echo Sounder for Seafloor Object Detection and Classification. Journal of Engineering, Computers & Applied Sciences (JEC&AS). Volume II No.1 Hal : 32-37
Shawne A. K., 1998, Mechanical Measurement and Instrumentation, Dhanpat Rai
and Co. (P) Ltd.
Siswanto. 2005. Pengantar Sistem Informasi Geografik. UPN Press.Surabaya.
Suvei Hidrografi menggunakan Single Beam Echosounder. 2010. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional
Utami dan Soehartanto. 2011. Perancangan Sistem Koreksi Level Transmitter pada Sistem Pengendalian Level Soda Water di Net Gas Wash Column C-5-05, Pt Pertamina (Persero) Ru V. Surabaya: ITS.
Wijornako, Wisnu Wahyu., Bandi Sasmito, Arief L. N. 2016. Kajian Pemodelan Dasar Laut Menggunakan Side Scan Sonar Dan Singlebeam Echosounder. Jurnal Geodesi Undip. Vol 5 (2). ISSN : 2337-845X.
21
Istilah dan Definisi
1. Titik kontrol horisontal : titik kontrol yang koordinatnya dinyatakan
dalam sistem koordinat horisontal yang sifatnya dua dimensi.
2. Titik kontrol vertikal : titik kontrol elevasi yang tingginya diketahui
terhadap suatu titik referensi (datum) yang digunakan untuk
pengamatan pasut atau sebagai titik referensi untuk pengukuran
sipat datar.
3. Batimetri : metode atau teknik penentuan kedalaman laut atau profil
dasar laut dari hasil analisa data kedalaman.
4. Datum vertikal : permukaan ekuipotensial yang mendekati kedudukan
permukaan air laut rerata (geoid) yang digunakan sebagai bidang acuan
dalam penentuan posisi vertikal
5. Tidal height : tinggi muka air laut pada waktu tertentu
6. Garis Pantai : garis yang menggambarkan pertemuan antara perairan
dan daratan di wilayah pantai pada saat kedudukan muka air pasang
7. Heading : gerakan haluan kapal searah dengan sumbu panjang kapal
terhadap arah utara geografis atau utara magnetis
8. Heave : gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh gaya
pengaruh air laut
9. International Hydrograhic Organisation (IHO) : badan internasional
yang mengoordinir kegiatan-kegiatan dari kantor hidrografi nasional
yang mempromosikan standar dan menyiapkan saran-saran kepada
negara berkembang dalam bidang survei hidrografi, publikasi dan
produksi peta laut (nautical chart).
10. Kecepatan suara (sound velocity) : cepat rambat gelombang suara
melalui media tertentu dalam waktu tertentu
11. Lajur perum : garis yang menggambarkan alur kegiatan kapal dalam
pemeruman.
12. Lajur utama : lajur perum yang digunakan sebagai alur utama dalam
pemeruman
22
13. Lajur silang : lajur perum yang berfungsi sebagai alur cek silang dalam
validasi data perum
14. Lowest low water (LLW) : kedudukan permukaan laut pada saat rendah
terendah.
15. Lowest Astronomical Tide (LAT) : kedudukan permukaan air laut
terendah karena pengaruh faktor astronomis dalam selang waktu
tertentu
16. Muka surutan (chart datum) : kedudukan permukaan air laut dimana
air tidak akan pernah jatuh dibawahnya
17. Muka laut rata-rata (mean sea level) : permukaan laut dimana tidak
ada pengaruh pasut atau muka air laut rata-rata yang diperoleh dari
pengamatan pasut selama kurun waktu tertentu.
18. Pasang Surut (pasut) : perubahan vertikal muka air laut akibat adanya
interaksi gaya tarik menarik benda-benda angkasa terutama bulan,
matahari dan masa air laut
19. Pemeruman (sounding) : kegiatan untuk menentukan kedalaman
permukaan dasar laut atau benda-benda di atasnya terhadap permukaan
laut
20. Tidal time : waktu pada saat muka-air air mencapai ketinggian tertentu
u.
21. Pitch : gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik
tengah kapal
22. Roll : gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal)
23. Real time kinematic-differential global positioning system (RTK-
DGPS) : sistem atau metode penentuan posisi secara teliti dengan
memberikan koreksi pada saat pengukuran dari stasiun referensi
24. Setting draught transducer : pemasangan (setting) transduser pada
badan kapal agar alat bekerja optimal.
25. titik fix perum : titik yang menyatakan posisi saat pemeruman dilakukan
26. Bench mark (BM) : pilar yang dibuat sebagai tanda bahwa sebuah titik
tetap di darat merupakan titik kontrol
27. Perum gema (echo sounder): peralatan yang digunakan untuk
menentukan kedalaman air dengan cara mengukur interval waktu
23
antara pemancaran gelombang suara dengan penerimaan
pantulannya (gema) dari dasar air.
28. Singlebeam echo sounder alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima
sinyal gelombang suara.
29. Co-tidal chart peta yang menggambarkan garis yang
menghubungkan titik-titik air tinggi (high water) terjadi pada waktu
yang sama.
24
DAFTAR NAMA ASISTEN
AKUSTIK KELAUTAN DAN AKUSTIK KELAUTAN LANJUTAN
No Nama Asisten NIM No. HP Email
1 Muhammad Rizki Saleh 175080607111002 081234981675 [email protected]
2 Keumala Cahaya 175080607111009 081290623050 [email protected]
3 Lucia Astuti 175080600111002 087888253010 [email protected]
4 Rizky Maulana Ayub 175080607111008 081380720764 [email protected]
5 Muchamad Fairuz Haykal 175080600111015 08970462263 [email protected]
6 Lutfi Oktasyah 175080607111007 085215322410 [email protected]
7 Abrar Arya Adiguna 175080600111013 087721406576 [email protected]
8 Fikrisayyida Bunga 175080601111003 085156545804 [email protected]
25