Upload
ariyanto-amin
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
1/88
PRINSIP I
KEWAJIBAN MENGANGKATSEORANG IMAM (KHALIFAH)
Hukum Mengangkat Seorang Penguasa
Hukum mengangkat seorang imam (pemimpin) adalah wajib. Imam Syaukani, dalam kitab
Nail al-Authar mengatakan:
"Jumhur ulama berpendapat bahwa mengangkat imam hukumnya adalah wajib. Namun,
mereka berbeda pendapat dalam menetapkan, apakah kewajiban itu ditetapkan secara 'aqliy atau
syar'iy. Sebagian menyatakan wajib secara 'aqliy. Menurut al-Jahidz, al-Balkhiy dan Hasan al-
Basriy, kewajiban mengangkat imam itu ditetapkan secara akal dan syar'iy."1
Imam Qurthubiy, dalam Tafsir Qurthubiymenyatakan:
"Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya mengangkat khilafah di kalangan
umat Islam dan juga di kalangan imam madzhab, kecuali pendapat yang dituturkan oleh orang
yang tuli terhadap syariat (al-'asham), dan siapa yang mempropagandakan atau mengikuti
pendapat dari madzabnya.”2
Imam al-Mawardiy, dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaniyyahmenyatakan:
"Menegakkan Imamah di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan
pada ijma' shahabat.."3
Abu Ya'la al-Firaiy dalam kitab al-Ahkaam al-Sulthaaniyyahberkata:
"Hukum mengangkat seorang imam adalah wajib.Imam Ahmad, dalam sebuah riwayat
yang dituturkan oleh Mohammad bin 'Auf bin Sofyan al-Hamashiy, menyatakan, " Fitnah akan
muncul jika tidak ada imam yang mengatur urusan manusia."4
Dalam kitab al-Siyasah al-Syar'iyyah, Imam Ibnu Taimiyyah berpendapat:
"Usaha untuk menjadikan kepemimpinan (khilafah) sebagai bagian dari agama dan
sarana untuk bertaqarrub kepada Allah adalah kewajiban. Taqarrub kepada Allah dalam hal
kepemimpinan yang dilakukan dengan cara mentaati Allah dan RasulNya adalah bagian dari
1 Imam Syaukani, Nail al-Authar , juz 9, hal. 146-1472 Imam Qurthubiy, al-Jaami' li al-Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 2643
Imam al-Mawardiy, al-Ahkaam al-Sulthaaniyyah, hal. 54 Abu Ya'la al-Farra'iy, al-Ahkaam al-Sulthaaniyyah, hal.19
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
2/88
taqarrub yang paling utama…."5 Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab yang sama juga menyatakan:
"Bahkan, agama ini akan tegak tanpa adanya khilafah Islamiyyah.."6
Di dalam kitab Majmu' al-Fatawa, Syaikhul Islam juga berkata:
"Kemashlahatan anak Adam di kehidupan dunia dan akherat tidak akan sempurna,
kecuali jika mereka selalu berkumpul, tolong menolong, dan saling membantu untuk memperoleh
kemanfaatan dan menolak kemudlaratan. Oleh karena itu, menurut watak alamiahnya, manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial. Jika mereka berkumpul, mereka pasti memiliki berbagai urusan
yang harus dikerjakan –untuk memperoleh kemashlahatan—dan mempunyai beberapa urusan
yang harus dihindari, karena di dalamnya mengandung kemafsadatan. Mereka harus mentaati
seseorang (pemimpin) yang mengeluarkan perintah untuk memperoleh kemanfaatan tersebut dan
mencegah mereka dari mafsadat. Untuk itu, setiap anak Adam harus memiliki orang yang berhak
mengeluarkan perintah dan larangan…"7
Imam Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Siyasah al-Syar'iyyahmengatakan:
" Atas dasar itu, Nabi saw memerintahkan umatnya untuk mengangkat para penguasa
(wulaat al-amriy) atas mereka, dan memerintahkan penguasa tersebut untuk menunaikan amanah
kepada yang berhak. Jika mereka menetapkan hukum di tengah-tengah manusia, mereka harus
menetapkannya dengan adil. Allah juga telah memerintahkan umat manusia untuk menaati para
penguasa tersebut dalam ketaatan kepada Allah."8
Imam 'Ali pernah berkata:
"Manusia harus memiliki pemimpin (khalifah) entah yang baik maupun yang buruk." Lalu,
ada yang bertanya kepada beliau, "Amirul mukminin, kalau yang baik kami sudah mengetahuinya,
akan tetapi bagaimana dengan pemimpin yang dzalim? Imam Ali menjawab, "Asalkan dia tetap
menjalankan hudud, mengamankan jalan-jalan umum, berjihad melawan musuh, dan membagikan
harta fai'."9
Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimahberkata:
"Sesungguhnya, mengangkat seorang imam (khalifah) adalah wajib. Kewajibannya dalamsyariat telah diketahui berdasarkan ijma' shahabat dan tabi'in. Tatkala Rasulullah saw wafat, para
shahabat segera membai'at Abu Bakar ra dan menyerahkan pertimbangan berbagai macam
urusan mereka kepadanya. Demikian pula yang dilakukan kaum Muslim pada setiap masa setelah
5 Imam Ibnu Taimiyyah , al-Siyasah al-Syar'iyyah, hal. 161.6 Imam Ibnu Taimiyyah , al-Siyasah al-Syar'iyyah, lihat pada Mauqif Bani al-Marjah, Shahwah al-Rajul al-Maridl, hal. 3757 Syaikhul Islam, Majmuu' al-Fatawa, juz 28, hal. 628
Imam Ibnu Taimiyyah, al-Siyasat al-Syar'iyyah, hal 649 lihat dalam Imam Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, juz 28, hal. 297
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
3/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
4/88
bahwa dosa hanya menimpa dua golongan saja dari kalangan kaum muslim; yakni pertama, ahlu
al-ra'yi (kalangan ulama) hingga mereka mengangkat salah seorang dari kaum muslim sebagai
khalifah; kedua, orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagai khalifah hingga seorang dari
mereka terpilih sebagai khalifah. Pendapat yang benar adalah; dosa tersebut akan menimpa
seluruh kaum muslim. Sebab, seluruh kaum Muslim telah menjadi obyek taklif (khithab) dari
syariat, dan mereka berkewajiban untuk menegakkannya….Jika pemilihan khalifah ini diserahkan
kepada satu golongan dari kalangan kaum muslim, maka kewajiban seluruh umat adalah
mendorong golongan tersebut untuk menunaikan kewajibannya. Jika tidak, umat turut memikul
dosanya…"15
Dr. Mahmud al-Khalidiy, dalam bukunya Qawaa'id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam,
mengatakan:
"Tidak ada kehinaan yang menimpa kaum Muslim –yang menjadikan mereka hidup di
pinggiran dunia--, mengekor berbagai umat, dan terbelakang dalam sejarah, kecuali kelalaian
mereka dalam berjuang untuk mendirikan Khilafah, serta tidak bersegeranya mereka untuk
mengangkat seorang Khalifah bagi mereka. Semua ini dikarenakan adanya kewajiban untuk selalu
terikat dengan hukum syariat yang telah menjadi perkara yang sudah lazim (ma'lum min al-diin wa
al-dlarurah), seperti halnya sholat, puasa, dan haji. Melalaikan tugas untuk melangsungkan
kembali kehidupan Islam adalah kemaksiyatan terbesar. Untuk itu, mengangkat seorang khalifahbagi kaum muslim adalah kewajiban dan merupakan keharusan dalam rangka menerapkan
hukum-hukum syariat atas kaum muslim, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh pelosok
dunia."16
Pendapat-pendapat senada juga diketengahkan oleh 'ulama-'ulama terkemuka, misalnya,
Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Muslim, al-Tirmidziy, al-Thabaraniy, serta ashhaab al-sunan yang
lainnya; Imam al-Zujaj, al-Baghawiy, Imam Zamakhsyariy, Ibnu Katsir, Imam Baidlawiy, Imam Al-
Thabariy, Qalqasyandiy, dan lain-lain. 17
Dalil-dalil Mengenai Wajibnya Mengangkat Seorang Khalifah
Dalil Al-Quran
15 'Abd al-Qadir al-Audah, al-Islaam wa Awdla'unaa al-Siyasiyah,hal. 12416 Dr. Mahmud al-Khalidiy, Qawaa'id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, hal. 24817 Ibnu Mandzur, Lisaan al-'Arab, hal. 26; al-Qalqasyandiy, Maatsir al-Inaafah fi Ma'aalim al-Khilaafah, juz 1,hal. 16; Zamakhsyariy, Tafsir al-Kasysyaf, juz 1, hal. 209;al-Baidlawiy , Anwaar al-Tanziil wa Asraar al-Ta'wiil,hal. 206, al-Thabariy, Tariikh al-Umam wa al-Mulk, juz 3; hal. 277; Ibnu Taimiyyah, Minhaaj al-Sunnah al-
Nabawiyyah, juz 1, hal. 137-138; Ibn 'Abd al-Barr, al-Isti'aab fi Ma'rifah al-Ashhaab, juz 3, hal. 1150, dansebagainya.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
5/88
Al-Quran tidak menyatakan secara eksplisit perintah untuk mengangkat seorang
pemimpin atau khalifah. Al-Quran hanya menyatakan secara implisit mengenai perintah untuk
mengangkat seorang khalifah. Meskipun dinyatakan secara implisit (berdasarkan mafhum), akan
tetapi kekuatan hukumnya tidak kalah kuatnya dengan nash-nash lain yang disebutkan secara
eksplisit. Bahkan, nash-nash yang berbicara tentang wajibnya mengangkat seorang khalifah,
makna kontekstualnya telah melekat dengan makna tekstualnya.
Allah swt berfirman:
ِ و ُ وَ
َل و سُ ل ا
ا و ُ ع ي طِ َ وَ
َ
ا و ُ ع ي طِ َ
ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا ْنَ ِ َ ْم ف كُ ْ ِر مِ مْ َ أل
أ َ
ُن سَ حْ َ وَ
ٌ يْ خَ
َك ِ ذَ
ِر خِ الآل ي وِ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di
antara kalian. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan harikemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”[al-Nisaa’:59]
Imam Qurthubiy dalam Tafsirnya, menyatakan:
"Setelah ayat sebelumnya (surat al-Nisaa':58) memerintahkan para wulaat (penguasa)
untuk menunaikan amanat dan mengatur urusan masyarakat dengan adil, ayat ini diawali dengan
perintah kepada rakyat agar mereka, pertama , mentaati Allah swt dengan cara melaksanakan
seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya; kedua , mentaati RasulNya, yakni dalam semua
hal yang diperintahnya maupun yang dilarangnya; ketiga , mentaati para pemimpin (umaraa')."18
Ibn 'Athiyyah menyatakan, bahwa ayat ini merupakan perintah untuk menaati Allah,RasulNya, dan para penguasa. Pendapat senada juga dipegang oleh jumhur 'ulama; Abu Hurairah,
Ibn 'Abbas, Ibn Zaid, dan lain sebagainya. 19
Secara tekstual ayat ini hanya berisikan perintah untuk mentaati ulil amriy(khalifah). Akan
tetapi, perintah untuk mentaati ulil amriy, sekaligus merupakan perintah untuk mengangkat seorang
ulil amriy(khalifah). Ini bisa dimengerti karena, kewajiban untuk taat kepada ulil amriytidak
mungkin bisa terlaksana jika belum terangkat seorang ulil amriy. Dengan kata lain, perintah untuk
18
Imam Qurthubiy, al-Jaami' li Ahkaam al-Quran, juz 5,hal. 25919 Ibn 'Athiyyah, al-Muharrir al-Wajiz, juz 4, hal. 158
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
6/88
taat kepada ulil amriy, memestikan pula perintah untuk mengangkat seorang ulil amriy. Bahkan,
mengangkat ulil amriyharus dilaksanakan terlebih dahulu, agar perintah taat kepada ulil amriy bisa
ditunaikan 20. Sebab, ketaatan tidak mungkin diberikan kepada ulil amriy yang ghaib atau belum
diangkat secara legal.
Walhasil, ayat di atas merupakan perintah yang tegas bagi kaum muslim untuk
mengangkat seorang imam ( khalifah).
Selain itu, Allah SWT telah memerintahkan kaum muslim untuk menerapkan hukum-
hukum Allah secara menyeluruh dan sempurna. Allah swt berfirman:
ب ْم كُ حْ ا
ِن َ وَ
َل َ ْ ن َ
ا َ ِ
ْم هُ َ ن اليْ ِضوَ عْ َ ب
ْن عَ
َك و ُ ِ فْ َ ي
ْن َ
ْم هُ رْ ذَ حْ ا وَ
ْم هُ َ ا وَ هْ ْع َ ِ َ ت
َك ْ َ ِ
ُ
َل َ ْ ن َ
ا مَ
"(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang telah
diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah engkau
terhadap fitnah mereka yang hendak memalingkan engkau dari sebagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu."(al-Maidah:49).
Di samping itu, terdapat ratusan ayat yang berhubungan dengan masalah politik
(kenegaraan) secara langsung. Allah swt berfirman:
ْم كُ َ
ال وَ
ِل دْ عَ ْ ا ِ
ٌب ِ ت ا يكَ ذِ ا
ِل ِ مْ ُ ْ وَ
ْب ُ كْ َ لْ َ ف
ُ
ُ ه مَ عَ
ا مَ كَ
َب ُ كْ َ ي
ْن َ
ٌب ِ ت ا كَ
َب ْ أ َ ي20 Kesimpulan semacam ini diderivasikan berdasarkan dalalah al-iltizamyang ditunjukkan oleh nash tersebut.Dalalah iltizam adalah dalalah yang dikandung sebuah lafadz yang menunjukkan hukum tertentu dengan
jalan iltizaam (makna yang lazim).Contohnya, firman Allah swt, “ Hai orang-orang yang beriman taatlahkalian kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul, dan pemimpin diantara kalian.”[al-Baqarah;233].Manthuqayat tersebut menunjukkan pengertian, wajibnya taat kepada Allah, Rasul, dan pemimpin. Kewajiban untuktaat kepada pemimpin mengharuskan seseorang untuk mengangkat seorang pemimpin. Bagaimana mungkinseseorang bisa taat kepada seorang pemimpin sedangkan pemimpinnya belum ada? Oleh karena itu,dalalah iltizamayat di atas adalah, kewajiban mengangkat pemimpin atas kaum muslimin. Dalalah iltizamtermasuk bagian dari mafhum. [Qadliy Taqiyyuddin, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz III,hal. 175.
Bandingkan pula dengan Imam al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal. 44-45]
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
7/88
َ ْ وَ
ق َ اْ
ِه ْ َ عَ
الِق وَ
ُ ه ب قرَ َ اْ
ِه ْ َ عَ
ي ذِ ا
َن ا كَ
ْن ِ َ ف
ا ً ْ شَ
ُ ه ْ مِ
ْس خَ ْ َ ْوي َ
ا هً ي فِ سَ
ال
ْو َ
ا فً ي ِ ع ْنضَ مِ
ِن ْ ي دَ ي َشهِ
ا و دُ ْشهِ َ سْ ا وَ
ِل دْ عَ ْ ا ِ
ُ ه ِ وَ
ْل ِ مْ ُ لْ َ ف
َو هُ
ل ِ ُ
ْن َ
ُع ي طِ َ سْ َ ي
ُج رَ
ا َ ن و كُ َ ي
ْ َ
ْن ِ َ ف
ْم كُ ِ ا جَ لرِ ضِ َ
ْن َ
اِ دَ شهَ ل َن ا َن مِ َضوْ ْ َ ْن ت ِن ِ ا َ َ َ مْ ا ٌل وَ جُ َ َ ِ ف ْ
ا َ ُا دَ حْ ِ ا َ ُا دَ حْ ِ
َ ِ كّ ذَ ُ َ الألف وَ
ى َ شخْ ل ا
َب ْ أ َ الي وَ
ا و ُ ع دُ
ا مَ
ا ذَ ِ
ُ ا دَ ْنهَ ا َ و مُ َ أ سْ َ
ق َ
ْم كُ ِ ذَ
ِه ِ جَ َ
َ ِ
ا ً ِ كَ
ْو َ
ا ً ِ غ صَ
ُ ه و ُ ُ كْ مَ وَ ْ ق َ وَ
ِ
َد ْ عِ
ُط السَ َ
َ دْ َ وَ
ةِ دَ ا شهَ ل ِ
ال ِ
ا و ُ ب ا فَ
ْم كُ َ يْ َ ب
ا هَ َ ن و ُ ي دِ ُ ت
ةً َ ضِ ا حَ
ًة رَ ا َ ِ
َن و كُ َ
ْن الَ َ
ٌح ا َ جُ
ْم كُ ْ َ عَ
َس ْ َ
ش َ وَ
ا هَ و ُ ُ كْ الَ وَ
ٌب ِ ت ا كَ
ر ا ضَ ُ ي
َ ال وَ
ْم ُ عْ َ ي ا َ َ ت
ا ذَ ِ
ا و دُ ٌدهِ ي ٌقَشهِ و سُ ُ ف
ُ ه ن ِ َ ف
ا و ُ عَ فْ َ ت
ْن ِ وَ
م ي ِ عَ
ْيٍ شَ
ِل كُ ِ
ُ وَ
ُ
ُم كُ مُ ِ عَ ُ ي وَ
َ
ا و قُ ت ا وَ
ْم كُ ِ"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, makahendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu),
kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
8/88
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.." (al-Baqarah:282 )
ِد ْ عَ ْ ا ِ
ُد ْ عَ ْ ا وَ
ِ ّ ُ ْا ِ
ُ اْ
ى َ تْ قَ ْ ا
ِ ُص ا صَ قِ ْ ا
ُم كُ ْ َ عَ
َب ِ كُ
ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا َ
اَو ِ
ى َ ْ ن ُ ِفأل و ُ عْ مَ ْ ا ِ
ٌ ع ا َ ِ ا َ ف
ٌ يْ ِه شَ ي خِ ْن َ ُ مِ ه َي َ فِ ُ ْن ع مَ َ ى ف َ ْ ن ُ ِهأل ْ َ ِ ٌ ا دَ َ وَ
م ي ِ َ
ٌب ا ذَ عَ
ُ ه َ َ ف
َك ِ ذَ
َد عْ َ ب
ى دَ َ عْ ا
ِن مَ َ ف
ٌ ة َ رَْ وَ
ْم كُ ِ ب رَ
ْن مِ
ٌف ي فِ ْ َ
َك ِ ذَ
ٍن ا سَ حْ ِ ِ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan
wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampauibatas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (al-Baqarah:178 )
ْم كُ َ
ٌ يْ خَ
َو هُ وَ
ا ً ْ شَ
ا و هُ َ كْ َ
ْن َ
ى سَ عَ وَ
ْم كُ َ
ٌ ه ْ كُ
َو هُ وَ
ُل ا َ قِ ْ ا
ُم كُ ْ َ عَ
َب ِ كُ
ال
ْم ُ ْ ن َ وَ
ُم َ عْ َ ي
ُ وَ
ْم كُ َ
شَ
َو هُ وَ
ا ً ْ شَ
ا و ِ ُ
ْن َ
ى سَ عَ نوَ و مُ َ عْ َ ت
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamubenci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (al-Baqarah:216 )
َن ي ذِ ا
ا هَ ي َ اا و مُ َ عْ ا وَ
ً ة َ ظ لْ غِ
ْم كُ ي ِ ف
ا و دُ جِ َ ْ وَ
ِر فا كُ ْ ا
َن مِ
ْم كُ َ ن و ُ َ ي
َن ي ذِ ا
ا و ُ ِ ت ا َ ق
ا و ُ مَ ا َ
قِ مُ ْ ا
َع مَ
َ
ن َ
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
9/88
"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu,
dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa." (al-Taubah:123 )
الأل ِ
ِ ا عَ ْ ْمن كُ ْ َ عَ
ى َ تْ ُ ي
ا مَ
ْ ن َ وَ
ْصِد ل ا
ي ِ ِ ُ
َ يْ دغَ ي رِ ُ ي
ا مَ
ُم كُ ْ َ
َ
ن ِ
ٌم ُ حُ
ْم
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.." (al-Maidah:1 )
َصال
ن ِ
ْم هِ ْ َ عَ
ِل صَ وَ
ْما ُ َ
ٌن َسكَ
َك َ
م ي ِ عَ
ٌع ي ِ َ
ُ وَ"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (al-
Taubah:103 )
ر سا ل ا موَ هُ َ ي دِ ْ ي َ
ا و ُ ع َ ط ْ ق ا َ ف
ُ ة َ ق رِ سا ل ا وَ
الُق ا كَ َ ن
ا َ سَ كَ
ا َ ِ
ً ا َ ِا جَ َن مِ
"Laki-laki dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah". (al-Maidah:38 )
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
10/88
ُث ْ حَ
ْن مِ
ن هُ و ُ ْسكِ الَ وَ
ْم كُ دِ جْ وُ
ْن مِ
ْم ُ ْ وَسكَ قُ ِ ضَ ُ ِ
ن هُ رو ا ضَ ُ نت كُ
ْن ِ وَ
ن هِ ْ َ عَ
ال و نُ هُ رَ و جُ ُ أ
ن هُ و ُ ت آ َ ف
ْم كُ َ
َن َضعْ رْ َ
ْن ِ َ ف
ن هُ َ ْ َ
َن َضعْ َ ي
حَ
ن هِ ْ َ عَ
ا و قُ فِ ْ ن َ أ َ ف
ٍل ْ َ
ِت
م كُ َ يْ َ ب
ا و ُ ِ َ ْ َوأ ْخ ُ أ
ُ ه َ
ُع ضِ ْ ُ ت سَ َ ف
ْ ُ ْ سَ ا عَ َ ت
ْن ِ وَ
ٍف و ُ عْ َ ِ
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada merekanafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu,
maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya." (al-Thalaq:6 )
ٍد حِ ا وَ
ل كُ
ا و دُ ِ جْ ا َ ف
ِ ا ل ا وَ
ُ ة َ ِ ن الا وَ
ةٍ دَ لْ جَ
َ ة َ ا مِ
ا مَ هُ نْ مِ
ِ مِ ؤْ مُ ْ ا
َن مِ
ٌ ة فَ ِ ئ ا َ ط
ا مَ هُ َ ب ا ذَ عَ
ْد ْشهَ َ ْ وَ
ِر خِ آل
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (al-
Nur:2 )
ال
ا َ ب ِ ّ ل ا
َن و ُ ل كُ ْ أ َ ي
َن ي ذِ الا ِ
َن و مُ و قُ َ ِسي مَ ْ ا
َن مِ
ُن ا َ ط شْ ل ا
ُ ه ُ ط خَ َ َ ي
ي ذِ ا
ُم و قُ َ ي
ا مَ كَ
و مَ
ُ ه َ ا ْن جَ مَ َ ا ف َ ب ِ ّ ل َم ا حَ َع وَ ْ َ ب ْ ُ ا ل حَ َ ا وَ َ ب ِ ّ ل ُل ا ْ ث ُع مِ ْ َ ب ْ ا ا َ ا ِ و ُ ا َ ْم ق هُ ن َ أ َك ِ ِ ٌذَ ة َ ظ عِ
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
11/88
ر
ْن ْممِ هُ
ِر ا ل ا
ُب ا حَ صْ َ
َك ِ َ و ُ أ َ ف
َد ا عَ
ْن مَ وَ
ِ
َ ِ
ُ ه ُ مْ َ وَ
َف َ سَ
ا مَ
ُ ه َ َ ف
ى هَ َ ت ْ ن ا َ ف
ِه ِ ب
ن و دُ ِ ا خَ
ا هَ ي ِ ف
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.." (al-Baqarah:275)
ى مَ ا َ َ ْ ا وَ
َ ْ قُ ْ ا
ي ذِ ِ وَ
ِل و سُ ل ِ وَ
ِه ِ َ ف
ى َ قُ ْ ا
ِل هْ َ
ْن مِ
ِه ِ و سُ رَ
ى َ عَ
ُ
َ ا َ ف ا َ مَ
ك ا سَ مَ ْ ا الوَ
ْي كَ
ِل ي سِ ل ا
ِن ْ ب ا وَ
ِ
َ ْ َ ب
ً ة َ و دُ
َن و كُ َ كي ْ مِ
اِ َ ِ غْ َ ُمأل كُ ا َ ت ا َ ا مَ وَ
ْم ِب ا قَ ِ ع ْ ا
ُد ي دِ شَ
َ
ن ِ
َ
ا و قُ ت ا وَ
ا و هُ َ ت ْ ن ا َ ف
ُ ه ْ عَ
ْم كُ ا هَ َ ن
ا مَ وَ
ُ ه و ذُ خُ َ ف
ُل و سُ ل ا
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya". ( Al-Hasyr:7 )
"Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan
Allah, maka sampaikanlah khabar gembira kepada mereka tentang adzab yang sangat pedih." (al-
Taubah:34 )
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
12/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
13/88
Masih banyak ayat maupun hadits yang mengatur masalah-masalah ekonomi, hukum
pidana atau perdata, hubungan kemasyarakatan, akhlaq, kenegaraan, militer, mu'amalah, dan lain-
lain.
Berdasarkan ayat-ayat di atas kita bisa menyimpulkan, bahwa kaum muslimin telah
diwajibkan untuk menerapkan hukum Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Allah swt menegaskan:
ُخ دْ ا
ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا الَ ً وَ ة ف ا ِم كَ ِسلْ ل ِ ا ا ْمو كُ َ ُ ه ن ِن ِ ا َ ط شْ ل ِت ا ا وَ ُ ط ا خُ و ُ ع ِ َ ت
ِ مُ
و دُ عَ
"Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang
nyata bagi kamu."(Al-Baqarah: 208)
Dalammenafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan:
“ Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai
RasulNya agar mengadopsi system keyakinan Islam (‘aqidah) dan syari’at Islam, mengerjakan
seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu."21
Imam Thabariymenyatakan :
“ Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam;
perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun
hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.”22
Pada dasarnya, kewajiban untuk menerapkan seluruh hukum Islam tidak akan mungkin
terwujud dengan sempurna, terutama hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan pengaturan
urusan publik dan negara; misalnya, hudud, jinayat, menarik zakat, seruan jihad, ekonomi,
hubungan sosial, politik luar negeri, dan lain sebagainya, tanpa keberadaan imam (khalifah). Atas
dasar itu, mengangkat seorang khalifah merupakan kemestian bagi terlaksananya hukum-hukum
syariat secara menyeluruh dan sempurna.
Dalil Sunnah
21 Ibnu Katsir , Tafsir Ibnu Katsir I/24722
Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
14/88
Di dalam sunnah, banyak dituturkan riwayat-riwayat yang menjelaskan secara rinci
wajibnya kaum muslim mengangkat seorang pemimpin negara yang akan mengurusi urusan
mereka. Nash-nash ini jumlahnya sangat banyak dan diriwayatkan oleh banyak ahli hadits.
Rasulullah saw bersabda, artinya:
ُ ـ خَ َ ا ـ ْن جَ ِ ـ َ َع ف ا َ ط َ ـ سْ ْن ا ِ ُ ه ـ عْ طِ ُ لْ َ ِه ف ـ ِ لْ َ ةَ ق َ َـ َ هِ وَ دِ َـ َ ي ة قَ فْ ـ ُ صَ ه ا َ ط عْ َ أ َ ا ف مً ا مَ َع ِ َ ي ا َ ْن ب مَ وَ
َق ُ ُ ع
ا و ُ ب رِ ضْ ا َ ف
ُ ه ُ ع زِ ا َ ُ ِري خَ آل
"Siapa saja yang telah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran
tangan dan buah hatinya, hendaknya ia menta'atinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak
merebutnya maka penggallah leher itu".[HR. Muslim]
Diriwayatkandari Nafi'yang berkata: "Abdullah bin 'Umar pernah berkata kepadaku:
ُ
ى صَ
ِ
َل و سُ رَ
ُت عْ ِ َ
َي قِ َ
ٍة عَ ا َ ط
ْن مِ
ا دً َ ي
َع َ خَ
ْن مَ
ُل و قُ َ ي
َم سَ وَ
ِه ْ َ َمعَ وْ َ ي
ال
ِة مَ ا َ قِ ْ ًا ة ِ هِ ا جَ
ً ة َ ي مِ
َت ا مَ
ٌ ة عَ يْ َ ب
ِه قِ ُ ُ ع
ِ َس ْ َ وَ
َت ا مَ
ْن مَ وَ
ُ ه َ
َ جة حُ
"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang melepas tangannya dari
keta'atan kepada Allah, niscaya ia akan berjumpa di hari kiamat tanpa memiliki hujah. Dan siapa
saja yang mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai'at, maka matinya adalah mati jahiliyyah."
Diriwayatkan oleh Imam Muslimdari Abi Hazimyang mengatakan:
َم ـ ـ سَ وَ
ِه ـ ـ ْ َ عَ
ُ
ى ـ صَ
ِ ِ ـ ـ ل ا
ْن ـ عَ
ُث ِ دّ ـ ـ َ ُ
ُ ه ُ عْ مِ ـ ـ سَ َ ف
َ ِ ـ سِ
َس ـ ـ ْ َ
َة َ ـ ْ ي َ هُ
ا ـ َـ ب َ
ُت دْ ـ عَ ا َ ق ْم هُ ـ سُ و سُ َ
َل ي ِ ئ ا َ ـ سْ ِ
و ـ ُ َ ب
ْت َـ ن ا كَ
َل ا َ الق
ُ ه ـن ِ وَ
ِ َـ ن
ُ ه ـ فَ َ خَ
ِ َـ ن
َك ـ َ هَ
ا ـ مَ كُ
ُ ا ـ َ ِ ْ ن َ ِأل َـ ن
ُن و كُ َ ـ ـ ـ سَ وَ
ي دِ ـ ـ ـ عْ َ ب
ِة ـ ـ ـ عَ يْ َ ب ِ
ا و ـ ـ ـ ُ ف
َل ا ـ ـ ـ َ ق
ا ـ ـ ـ َ ن ُ مُ ْ أ َ
ا ـ ـ ـ مَ َ ف
ا و ُ ا ـ ـ ـ َ ق
ُ ـ ـ ـ ُ ث كْ َ
ُ ا ـ ـ ـ فَ َ ألألخُ ْ ا ـ ـ ـ َ وِلوِل ف
ْم هُ ا عَ ْ َ ت سْ ا
ما عَ
ْم هُ ُ ِ ئ ا سَ
َ
ن ِ َ ف
ْم قهُ حَ
ْم هُ و ُ ط عْ َ وَ
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
15/88
"Aku telah mengikuti majelis Abu Hurairah selama 5 tahun, pernah aku mendegarnya
menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW. Yang bersabda: "Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin
dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, digantikan oleh Nabi
yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan ada banyak
khalifah." Para shahabat bertanya, "Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau
menjawab, "Penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama itu saja." Berikanlah kepada mereka
haknya karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat yang
dibebankan urusannya kepada mereka."
َ ف ً ة عِ رَ
ُ
ُ ه ا عَ ْ َ ت سْ ا
ٍد ْ عَ
ْن مِ
ا المَ ِ
ٍة حَ ي صِ َ ِ
ا هَ ْ ط ُ َ
ةْم َ اْ
َ ة حَ ِ ئ ا رَ
ْد ِ َ
ْ َ
“Tidaklah seorang hamba yang Allah telah menyerahkan kepadanya urusan rakyat, tidak
mengaturnya dengan nasehat kecuali ia tidak akan akan mencium bau surga.”(HR. Bukhari)
ْن مَ
ْن كِ َ وَ
َم ِ سَ
َ َك ْ ن َ
ْن مَ وَ
َئ رِ َ ب
َف َ عَ
ْن مَ َ ف
َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ
َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف
ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ
ال َ ف َ
ا و ُ ا َ ق
َع َ ب ا َ ْموَ هُ ُ ِ ت ا قَ ُ الن
َل ا َ ْومق صَ
ا
“ Akan ada pemimpin yang kalian ikuti dan kalian ingkari. Barangsiapa mengikutinya maka
ia celaka, namun barangsiapa mengingkarinya ia selamat, akan tetapi barangsiapa ridlo dan
mengikuti.” Para shahabat bertanya, “Tidakkah kami perangi mereka? Rasul menjawab, “Jangan!
Selama mereka masih sholat.”[HR. Bukhari]
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang sangat jelas, wajibnya kaum muslim
mengangkat seorang kepala negara (khalifah). Lebih dari itu, siapa saja yang di pundaknya tidak
ada bai’at maka matinya adalah mati jahiliyyah23.
Ijma' Shahabat
Bukti lain yang menunjukkan bahwa mengangkat seorang khalifah merupakan bagian tak
terpisahkan dari ajaran Islam, adalah perilaku para shahabat radliyallahu 'anhum. Sejarah
mutawatir telah menunjukkan kepada kita, bahwa setelah Rasulullah saw wafat, para shahabat
berbagi tugas menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sibuk mengurusi jenazah Rasulullah
saw. Sebagian kelompok lain pergi ke Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih calon pengganti
23
Yang dimaksud mati jahiliyyah dalam hadits-hadits tersebut bukanlah mati dalam kekufuran, akan tetapimati dalam kemaksiyatan.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
16/88
Rasulullah saw. Kaum Muhajirin dan Anshor saling berargumentasi menunjukkan kelebihan
masing-masing. Akhirnya, pertemuan Saqifah berhasil mengangkat (membai’at) Abu Bakar al-
Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw. Setelah selesai melakukan pemilihan khalifah,
mereka segera kembali ke kediaman Rasulullah dan segera menyelenggarakan jenazah beliau
saw. Waktu itu, jenazah Rasulullah saw baru disemayamkan setelah 2 hari tiga malam, yakni
setelah pemilihan di Saqifah selesai. 24 Ini menunjukkan bahwa para shahabat sangat konsens
dalam mengurusi persoalan ini (kekhilafahan). Al-Haitsamiy dalam al-Shawaa`iq al-Muhriqah
menyatakan:
"Ketahuilah, bahwasanya para shahabat ra telah bersepakat, bahwa hukum mengangkat
imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman nubuwwah (kenabian) adalah wajib. Bahkan, mereka
telah menjadikan hal ini sebagai kewajiban yang terpenting. Buktinya, mereka lebih menyibukkan
diri dengan kewajiban tersebut, dan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw."25
Berdasarkan penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa keberadaan dan
kewajiban mengangkat seorang khalifah merupakan kenyataan hukum, historis, dan obyektive
yang tidak bisa dibantah lagi. 26
24 Qadli Taqiyyuddin, diperluas oleh ‘Abdul Qadim Zallum, Nidzaam al-Hukmi fi Al-Islaam,hal 75-7825 Al-Haitsamiy, al-Shawaa`iq al-Muhriqah,hal. 1726 Hujjah lain mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah adalah sebagai berikut; adanya kewajibanbagi kaum muslim untuk bersatu dalam sebuah institusi dan kepemimpinan (ummah wahidah). Umahwahidah hanya akan terwujud tatkala seluruh kaum muslim terhimpun di dalam sebuah institusi negara dankepemimpinan tunggal. Rasulullah saw bersabda, artinya:“ Siapa saja yang datang kepada kalian –sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (khalifah)—kemudian dia hendak memecah belahkesatuan jama’ah kalian, maka bunuhlah dia.”[HR. Muslim]. Dalam riwayat lain dituturkan, "Siapa saja yangtelah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya iamenta'atinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak merebutnya maka penggallah leher itu".[HR.Muslim]. "Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir". [HR. Bukhari Muslim] Hadits ini
mengisyaratkan dengan jelas tentang wajibnya kaum muslim hidup dalam sebuah institusi negara dankepemimpinan tunggal, sekaligus perintah untuk mengangkat seorangkhalifah.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
17/88
PRINSIP II
MENGENAL ULIL AMRIY
Siapakah Ulil Amriy?
Para ‘ulama tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan kata ulil amriy. Sebagian 'ulama
menafsirkan ulil amriydengan penguasa . 'Ulama yang lain menafsirkan ulil amriy dengan 'ulama.
Ada pula yang menafsirkan ulil amriy denganpenguasa dan 'ulama. Ada juga yang berpendapat
bahwa, yang dimaksud dengan ulil amriyadalah shahabat Rasulullah. Ada pula yang berpendapat
khusus untuk Abu Bakar dan ‘Umar ra.
Menurut Imam Thabariy, sebagian ‘ulama tafsir menafsirkan kata “ ulil amriy” dengan “al-
umaraa’” (penguasa). 27 Mufassir yang memegang pendapat ini adalah, al-A’masy, Abu Shalih, Abu
Hurairah, dan lain-lain.
Imam Thabariy menuturkan sebuah riwayat dari Abu al-Saaib Salam bin Janaadah, dari
Abu Mu’awiyyah dari al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Abu Hurairah
tatkala menafsirkan firman Allah, “ taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan
ulil amriy minkum”, menyatakan bahwa ulil amriy di sini adalah para penguasa. 28
Hasan al-Bazaar meriwayatkan sebuah riwayat dari Hujjaj bin Mohammad, dari Ibnu
Juraij, dari Ya ’ la bin Muslim, dari Sa ’ iid bin Jabiir, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa yang dimaksud
dengan ulil amriy dalam ayat tersebut adalah seorang laki-laki yang diangkat oleh Rasulullah saw
menjadi pemimpin di sebuah ekspedisi perang. 29
Al-Qasim menuturkan sebuah riwayat dari al-Husain dari Hujjaj dari Ibnu Juraij dari
‘Ubaidillah bin Muslim bin Hurmuz dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu ‘Abbas, yang menyatakan bahwaulil amriy dalam ayat tersebut adalah ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais al-Sahmiy yang diutus oleh
Rasulullah saw untuk memimpin sebuah ekspedisi perang (saraya). 30
27 Imam Thabari, Tafsir Thabariy, juz 5, hal.14728 ibid, juz 5, hal. 147. Bandingkan pula dengan al-Hafidz al-Suyuthi, Durr al-Mantsur, surat al-Nisaa’:5929
ibid, juz 5. hal. 14730 ibid. juz 5, hal. 147
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
18/88
Ibnu Hamid meriwayatkan sebuah riwayat dari Hukaam dari ‘ Anbasah, dari Laits, dari
Maslamah Maimun bin Mahran, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amriydalam
surat al-Nisaa’:59 adalah para pemimpin ekspedisi perang di masa Rasulullah saw. 31
Menurut Ibnu Zaid, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Wahhab, ulil amriy adalah para
sulthan (penguasa). 32
Maimun bin Mahran, Muqatil dan Al-Kalabiy menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan
“ulil amriy” adalah pemimpin ekspedisi perang ( ashhaab al-saraya)”. 33
Para ‘ulama lain menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah para
‘ulama.Sofyan bin Wakii’ meriwayatkan sebuah riwayat dari bapaknya, dari ‘Ali bin Shalih dari
‘Abdullah bin Mohammad bin ‘Aqiil, dari Jabir bin ‘Abdullah, dari Jabir bin Nuh dari al-A’masy dari
Mujahid, bahwasanya ia menyatakan bahwa yang dimaksud ulil amriy adalah ahli fiqh. 34
Abu Kuraib mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu Idris dari Laits, dari Mujahid,
bahwasanya ia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ulil amriy adalah ahli fiqh dan ‘ilmu. 35
Mohammad ‘Umar menuturkan, bahwasanya Ibnu Abi Najiih menafsirkan “ulil amriy”
dengan ahli fiqh dalam masalah agama dan akal 36.
Mutsannay berpendapat, sebagaimana penuturan Abu Hudzaifah, dari Syibil dari Ibnu Abi
Najih, dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli fiqh. 37
Ahmad bin Hazim mengisahkan sebuah riwayat dari Abu Nu’aim, dari Sofyan, dari
Hushain, dari Mujahid, bahwasanya yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli al-‘ilmu (ahli
ilmu). 38
Ya’qub bin Ibrahim juga berpendapat, sebagaimana penuturan dari Hasyiim, dari ‘Abdul
Malik, dari ‘Atha’ bin al-Saaib,bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli ilmu dan fiqh. 39
Mutsannay juga mengetengahkan sebuah riwayat dari ‘Amru bin ‘Aun, dari Hasyim, dari
‘Abdul Malik, dari ‘Atha’, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah
fuqaha’ (para ahli fiqh) dan ‘ulama. 40
31 ibid, juz 5, hal. 14732 ibid, juz 5, hal. 14833 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir , surat al-Nisaa’:5934 op cit, juz 5, hal. 14835 ibid, juz 5, hal. 14936 ibid, juz 5, hal. 14937 ibid, juz 5, hal. 14938
ibid. juz 5, hal. 14939 ibid, juz 5, hal. 149
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
19/88
Al-Hasan bin Yahya menuturkan sebuah riwayat, dari ‘Abdur Razaq, dari Ma’mar dari al-
Hasan, bahwasanya ia menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah para
ulama. 41
‘Abdul Razaq meriwayatkan sebuah riwayat dari al-Tsauriy, dari Ibnu Abi Najih dari
Mujahid, yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy” adalah ahli fiqh dan ilmu. 42
Al-Mutsannay mengisahkan sebuah riwayat dari Ishaq, dari Ibnu Abi Ja’far, dari
bapaknya, dari Rabi’, dari Abu al-‘Aliyah, bahwasanya, ia menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan “ulil amriy” adalah ahli ilmu. 43
Masih menurut Imam Thabariy, sebagian ‘ulama menafsirkan “ulil amriy” dengan
shahabat Rasulullah saw. Riwayat-riwayat yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut.
Ya’qub bin Ibrahim meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Aliyyah, dari Ibnu Abi Najih,
dari Mujahid, bahwasanya yang dimaksud “ulil amriy” adalah shahabat Nabi saw. 44
Sedangkan Ahmad bin ‘Amru menyatakan, sebagaimana penuturan dari Hafsh bin ‘Amr
al-‘Adaniy, dari al-Hakam bin al-‘Aban, dari ‘Ikrimah, bahwa yang dimaksud dengan “ulil amriy”
adalah Abu Bakar dan ‘Umar. 45
Menurut Imam Thabariy, pendapat yang paling rajih tentang pengertian “ ulil amriy” adalah
al-umaraa’ (penguasa) dan al-wulaah (para wali). Pendapat ini lebih tepat dan rajih, karena
berkesesuaian dengan sabda-sabda Rasulullah yang memerintahkan kaum muslim untuk mentaatipenguasa dan para wali. 46
Beberapa riwayat telah menguatkan pendapat ini. Abu Hurairah menuturkan, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:
“Setelah aku nanti, akan kalian jumpai para wali yang berbuat baik, dan para wali yang
berbuat fajir (dosa). Dengarkanlah dan taatilah mereka dalam semua perkara yang sejalan dengan
kebenaran. Sholatlah di belakang mereka. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikan itu untuk
kalian dan mereka. Jika mereka berbuat buruk, maka keburukan itu untuk kalian, dan
tanggungannya atas mereka."47Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamahra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
40 ibid, juz 5, hal. 14941 ibid, juz 5, hal. 14942 ibid, juz 5, hal. 14943 ibid, juz 5, hal. 14944 ibid, juz 5, hal. 14945 ibid, juz 5, hal. 14946
ibid, juz 5, hal. 15047 Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, juz 5, hal.150
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
20/88
ْن مَ
ْن كِ َ وَ
َم ِ سَ
َ َك ْ ن َ
ْن مَ وَ
َئ رِ َ ب
َف َ عَ
ْن مَ َ ف
َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ
َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف
ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ
ال
َل ا َ ق
ْم هُ ُ ِ ت ا قَ ُ ن
َ ال َ ف َ
ا و ُ ا َ ق
َع َ ب ا َ ْووَ صَ
ا مَ
"Akan datang para amir, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkaran- nya,
maka siapa saja yang membencinya akan bebas, dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan
selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Mereka bertanya, "Tidaklah
kita akan memerangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan
sholat"Jawab Rasul.
Dalam riwayat lain: "Barangsiapa membencinya, maka dia akan bebas. Dan barangsiapa
mengingkarinya, maka dia akan selamat. Akan tetapi, barangsiapa ridha dan mengikutinya (dia
akan celaka)" Riwayat ini menafsiri riwayat sebelumnya, yakni, sabdanya yang berbunyi:
barangsiapa yang membencinya, maka dia akan bebas.
Penafsir lain, Imam Qurthubiy, juga mengetengahkan beberapa pendapat ‘ulama tentang
“ulil amriy”.
Jabir bin ‘Abdillah dan Muhajid berkata, “ Ulil Amriy adalah Ahlul Quran dan Ahlul ‘Ilm;
yakni para fuqaha dan ‘ulama. Pendapat ini dipilih oleh Imam Malik dan pengikutnya. Pendapat
senada juga diketengahkan oleh al-Dlahak. Ia menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan ulil
amriy adalah para fuqaha dan ‘ulama yang memahami masalah agama.”
Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan ulil amriyhanyalah khusus
untuk shahabat Rasulullah saw. Dituturkan dari ‘Ikrimah, bahwasanya yang dimaksud ulil amriy
adalah Ab u Bakar dan ‘Umar saja .
‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan ‘ulil
amriy” adalah ahli fiqh dan ahli dalam masalah agama. Pendapat ini juga dipegang oleh Mujahid,
‘Atha’, dan al-Hasan al-Bashriy. 48
Abu ‘Aliyah berpendapat, “ Dhahirnya, hanya Allah swt yang tahu, bahwa yang dimaksud
dengan ‘ulil amri minkum” adalah para penguasa dan para ‘ulama."49
Sufyan bin ‘Uyainah mengisahkan sebuah riwayat dari al-Hakam bin Aban, bahwasanya
ia bertanya kepada ‘Ikrimah tentang ‘ummahaat al-aulaad” (ibu anak-anak)”, ‘Ikrimah menjawab,
“Mereka adalah orang-orang yang mengenakan sutera.” Saya bertanya, “Dengan apa? Ia
menjawab, “Dengan al-Quran.” Saya bertanya, “Dengan ayat al-Quran yang mana? Ia menjawab,
48
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Nisaa’:5949 ibid, surat al-Nisaa’:59
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
21/88
“Allah swt berfirman, “Taatilah Allah dan taatilah rasulullah, dan pemimpin diantara kalian”, dan
‘Umar adalah “pemimpin yang utama.”
Ibnu Kiisan berkata,” Yang dimaksud dengan ulil amriy adalah orang yang berakal (ulul
‘aql) yang mengatur urusan manusia.”
Menurut Imam Qurthubiy, pendapat yang benar adalah pendapat pertama dan kedua
(penguasa dan ulama). Maksudnya, beliau berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan “ ulil amriy”
adalah para penguasa dan ‘ulama. Sebab, penguasa (pemimpin negara) adalah induk dari
kepemimpinan dan hukum. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya ia
berkata,” Firman Allah swt [al-Nisaa’:59] diturunkan berkenaan dengan peristiwa Abdullah bin
Hudafah bin Qais bin ‘Adiy al-Sahmiy, tatkala ia diutus oleh Rasulullah saw dalam sebuah
ekspedisi peperangan (saraya).
Abu ‘Umar berkata, “ Abdullah bin Hudzafah adalah seorang laki-laki yang terkenal suka
berkelakar. Salah satu kelakarnya adalah tatkala Rasulullah saw mengangkatnya menjadi
pemimpin sebuah ekspedisi perang, ia memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan kayu
bakar, dan menyuruh mereka untuk membuat api unggun. Tatkala api telah menyala, ia
memerintahkan pasukannya untuk mencebur ke dalamnya. Ia berkata,”Bukankah Rasulullah saw
telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku? Bukankah Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
mentaati amirku, maka ia telah mentaatiku.” Mereka menjawab, “Tidaklah kami beriman kepada Allah swt dan mentaati Rasulullah, kecuali agar kami selamat dari api! Rasulullah saw
membenarkan tindakan mereka, dan bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
maksiyat kepada Allah.” Allah swt berfirman, “Janganlah kami membunuh dirimu sendiri.”[al-
Nisaa’:29]. Hadits ini sanadnya shahih dan masyhur.
Adapun pendapat kedua, yakni ’ulama. Kebenaran pendapat ini dibuktikan dengan firman
Allah swt, “ Jika terjadi sengketa diantara kalian, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya.”
Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan agar perselisihan dikembalikan kepada Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah saw. Padahal, hanya ‘ulama’lah yang tahu cara kembali kepada Kitabullah dansunnah. Ini menunjukkan bahwa bertanya kepada ‘ulama hukumnya adalah wajib, dan mengikuti
fatwanya adalah sebuah keharusan. Sahal bin ‘Abdullah berkata, “ Manusia tetap berada dalam
kebaikan selama mereka masih memulyakan pemimpin dan ulama. Jika mereka memulyakan
keduanya, Allah akan memperbagus kehidupan dunia dan akherat mereka. Jika mereka
menyepelekan keduanya, rusaklah dunia dan akherat mereka”.
Pendapat semacam ini juga dipilih oleh Imam Nasafiy dan Imam Ibnu Katsir 50
50 Lihat Imam Nasafiy, Tafsir al-Nasafiy,dan Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
22/88
Imam Syaukani, dalam kitab tafsirnya, Fath al-Qadir , berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan “ ulil amriy” adalah para penguasa (imam), para sulthan (penguasa), dan juga para qadliy. 51
51 Imam Syaukani, Fath al-Qadir , surat al-Nisaa’:59
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
23/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
24/88
Secara literal, k haliifah bermakna, “ Orang yang mewakili orang-orang sebelumnya.
Bentuk jama’ dari khaliifah adalah khulafaa’. Seperti halnya kariimah dan karaaim, maka bentuk
jama’ dari khaliifah adalah khulafaa’.Imam Sibawaihberkata , “Khaliifah wa khulafaa’.58
Adapun riwayat yang mengisahkan,” A da seorang ‘Arab bertanya kepada Abu Bakar ra,
“Anda adalah khalifah Rasulullah saw. Abu Bakar menjawab, “Bukan.” Orang ‘Arab itu bertanya
lagi, “Lalu siapakah anda?” Abu Bakar berkata, “Saya adalah Khalifah setelah beliau SAW”,Imam
Ibnu Atsiir berkata,” Ini adalah bentuk ketawadlu’an, dan kerendahan hati dari Abu Bakar ra, saat
ia ditanya, “Kamu Khalifah Rasulullah saw”, yakni, bahwa khalifah adalah orang yang mengganti
posisi orang yang telah pergi (dzaahib), dan menempati kedudukannya. Sedangkan al-khaalifah
juga bisa bermakna, “orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali.”59 Sebab, meskipun
kedudukan orang yang menggantikan Rasulullah saw dalam hal kepemimpinan dalam Daulah
Islamiyyah sangat tinggi, akan tetapi orang tersebut tidak akan pernah mampu menggantikan
kedudukan beliau dalam semua hal. Atas dasar itu, ucapan Abu Bakar tersebut hanya
menunjukkan ketinggian akhlaq – ketawadlu’an-- dari Abu Bakar ra, padahal orang Arab menyebut
kata khalifah dengan arti, “ al-‘umuud min a’madah al-bait fi muakhkhirihi” [pemimpin pengganti
dari pemimpin-pemimpin negara sebelumnya].”60
Pada dasarnya, Abu Bakar mengetahui bahwa ia adalah khalifah Rasulyang menduduki
posisi beliau saw sebagai kepala negara. Akan tetapi ia memahami, bahwa tidak semua aspek iabisa menggantikan kedudukan Nabi –semisal dari sisi kenabian--. Oleh karena itu, begitu
tawadlu’nya Abu Bakar terhadap Rasulullah saw, saat beliau ditanya, “ Anda khalifah Rasulullah
saw”, beliau menjawab, “Bukan. Akan tetapi khalifah setelah Rasul.” Riwayat di atas tidak
menunjukkan, bahwa Abu Bakar ra bukan khalifah Rasulullah saw, akan tetapi sekedar
menunjukkan ketinggian akhlaq– ketawadlu’an-- dari Abu Bakar.
Dr. Mahmud ‘Abd al-Majid al-Khalidiymengomentari riwayat di atas,”… itulah makna
yang dimaksudkan Abu Bakar ra, sebab Rasulullah saw adalah pemimpin pertama bagi Daulah
Islamiyyah, pembangun pilar negara, peletak dasar struktur negara, dan administrasinya, sertapengatur seluruh urusan kaum muslimin. Tidak ragu lagi, Abu Bakar adalah pemimpin kedua bagi
Daulah Islamiyyah. Beliau ra. adalah salah satu pemimpin dari pemimpin-pemimpin Daulah
Islamiyyah. Ucapan Abu Bakar tersebut tidak memiliki makna selain ungkapan ketawadlu’an dan
ketinggian akhlaq Abu Bakar ra, sebab makna-makna yang dipahami oleh orang Arab [berkenaan
dengan lafadz khaalifah] tidak korelatif dengan apa yang dimaksudkan Abu Bakar ra. Al-Khaalifah
58 Dr. Mahmud ‘Abd al-Majid al-Khalidiy,Qawa’id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, 1980, Daar al-Buhuts al-‘Ilmiyyah, ed.I, hal. 225.
59
Imam al-Qalqasyandiy,Maatsir al-Inaafah fi Ma’aalim al-Khilaafah, juz I, hal.14.60 Mu’jam al-Wasiith, bab. Khalafa juz 1. hal. 351.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
25/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
26/88
Ibnu Khaldunmendefinisikan, “ Wakil dari Allah dalam menjaga agama dan urusan
dunia.”70
Syaikh al-Islaam Ibraahim al-Baijuriymendefinisikan, “ Wakil Nabi saw untuk mengatur
kemaslahatan kaum muislimin.”71
Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa Khilafahbermakna “ riyaasah al-Daulah al-
Islamiyyah” [kepemimpinan Daulah Islamiyyah],meskipun mereka berbeda pendapat dalam
menetapkan posisi Khilafah sendiri. Sebagian ‘ulama menyatakan ia adalah wakil Nabi, bukan
wakil manusia. Sebagian yang lain menyatakan bahwa ia wakil Allah. Sedangkan yang lain lebih
memfokuskan kepada aspek ketaatan kepada orang yang diangkat menjadi khalifah.
Dr. ‘Abd al-Majid al-Khalidiymenyatakan, “ Yang tepat, kedudukan (munashib) khilafah
atau khalifah harus didefinisikan sejalan dengan tujuan disyari’atkannya kewajiban menegakkan
Daulah atas kaum muslimin.” Bila kita kaji lebih mendalam mengenai fakta Daulah Islamiyyah,
maka kita akan mendapati dua perkara penting berikut ini,
(1) Daulah Islamiyyah bertugas menegakkan hukum-hukum syara’ atas semua rakyat;
mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, menegakkan hudud, serta mengatur
urusan masyarakat dengan Islam, dan mengatur sistem kehidupan Islam secara
umum.”
(2) Daulah Islamiyyah bertugas mengemban dakwah Islam, di luar batas wilayah DaulahIslamiyyah seluruhnya; melenyapkan hambatan-hambatan serta halangan-halangan
yang menghadang da’wah Islam dengan metode jihad. 72
Walhasil, definisi Khilafah yang paling tepat adalah,” Kepemimpinan Umum bagi seluruh kaum
muslimin di kehidupan dunia, untuk menegakkan hukum-hukum Islam, dan mengemban dakwah
Islamiyyah ke seluruh penjuru alam.”73
Inilah definisi Khilafah Islamiyyah menurut syara’. Berdasarkan definisi ini, seorang
khalifah memiliki tugas utama, yaitu; menegakkan aturan-aturan Allah swt di dalam wilayah Daulah
Islamiyyah atas seluruh umat; serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khalifahharus mandiri, tidak terikat dengan sistem-sistem lain yang bisa memberangus independensinya.
Ia juga harus memiliki kekuatan untuk melaksanakan tugas-tugasnya, terutama tugas untuk
menegakkan syari’at Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Ia harus memiliki
69 Imam Al-Mawardiy, Al-Ahkaam al-Sulthaniyyah, hal.370 Ibnu Khaldun,Muqaddimah, hal.159.71 Imam Ibrahim Al-Baijuriy,Tuhfat al-Muriid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, juz II, hal.45.72
Dr. ‘Abd al-Majid al-Khalidiy,Qawaa’id Nidzaam al-Hukm fi al-Islaam, hal.229.73 Ibid, hal.229-230.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
27/88
wilayah kekuasaan tertentu, tempat ia melakukan ri’ayah su’unil ummah[melayani kepentingan
umat] secara mandiri.
Secara syar’iy, seorang Khalifah tidak boleh dikendalikan oleh kekuatan lain, atau berada
di dalam kungkungan kekuasaan pihak lain. Ia harus memiliki independensi dalam mengatur
urusan umat, mulai mencetak mata uang, menetapkan status kewarganegaraan, membangun
kekuatan militer, menjalankan roda industri dan perekonomian, membentuk dan mengangkat
aparatus negara, membangun sistem pendidikan yang tangguh, hingga menegakkan aturan-aturan
Allah dengan cara menerapkan hukum hudud, jinayat, ta’zir, maupun mukhalafat.
Bila seseorang tidak memenuhi syarat-syarat di atas, ia tidak sah disebut sebagai
khilafah.
Sayangnya, di tengah kondisi kaum muslim yang merosot pemikirannya itu, adasebagian
pihak mengklaim telah menegakkan khilafah, atau telah memiliki seorang khalifah, padahal, pihak
yang mereka klaim sebagai khalifah itu tidak memenuhi syarat-syarat di atas, terbelenggu
independensinya dalam sistem kufur, tidak menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh, tidak
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dan tidak memiliki wilayah yang jelas.
Kenyataan ini menunjukkan, bahwa khalifah atau khilafah yang telah mereka tegakkan itu adalah
khalifah atau khilafah semu dan tigak legal secara syar'iy. Khalifah dan khilafah semacam ini harus
ditolak dan tidak boleh diakui keberadaannya.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
28/88
PRINSIP IV
KEWAJIBAN MENTAATI PENGUASA
Pentingnya Taat Kepada Penguasa
Pada dasarnya, ketaatan adalah sendi utama bagi kelangsungan hidup sebuah
masyarakat dan negara. Lebih dari itu, keteraturan, kedisiplinan, dan ketertiban suatu masyarakat
dan negara bisa diukur dari sejauh mana kadar ketaatan rakyatnya. Tatkala rakyat tidak memiliki
ketaatanlagi, sesungguhnya masyarakat dan negara tersebut tengah berjalan menuju kehancuran.
Roda pemerintahan dan negara tidak berjalan, bahkan terancam oleh anarkhi dan krisis yang
berlarut-larut. Ini disebabkan karena, pondasi negara dan masyarakat tersebut, yakni ketaatan,
telah merapuh. Jika pondasi dasarnya rapuh, tentunya, bangunan yang ada di atasnya akan jatuh
dan hancur berkeping-keping 74. Oleh karena itu, ketaatan merupakan perkara penting yang tidak
bisa diabaikan dan disepelekan oleh setiap umat maupun bangsa.
Untuk mewujudkan ketaatan, Islam telah menyitir masalah ini di banyak ayat. Ini ditujukan
agar ketaatan benar-benar bisa terwujud di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan negara. 75
Ketaatan yang paling penting adalah ketaatan kepada Allah dan Rasulullah saw. Ini bisa
dimengerti karena, ketaatan kepada Allah dan RasulNya merupakan pilar dasar yang membangun
ketaatan-ketaatan yang lain. Dengan kata lain, prinsip ketaatan harus ditegakkan di atas ketaatan
kepada Allah swt dan RasulNya, dan tidak ada ketaatan dalam kemaksiyatan kepada Allah dan
RasulNya.
Untuk mewujudkan ketaatan kepada Rasulullah, Allah swt telah membekali beliau
dengan berbagai macam mukjizat, risalah, dan kepribadian beliau yang luhur. Ketiga unsur ini
benar-benar telah mampu menciptakan ketaatan kepada Rasulullah di dalam sanubari kaum
muslim dan warga negara Daulah Islamiyyah pada saat itu 76.
Tidak cukup hanya itu saja, di banyak ayat, Allah swt telah memerintahkan kaum muslim
untuk taat kepada Allah dan RasulNya. Al-Quran telah mengulang-ulang perintah ini di banyak
tempat, hingga ketaatan menjadi karakter khas seorang muslim. Allah swt berfirman, artinya:
74 Lihat dan bandingkan denganQadliy Al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz II, hal. 13775
ibid. hal. 13776 ibid. hal. 137
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
29/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
30/88
ا و مُ َ عْ ا َ ف
ْم ُ ْ وَ َ ت
ْن ِ َ ف
ا و رُ ذَ حْ ا وَ
َل و سُ ل ا
ا و ُ ع ي طِ َ وَ
َ
ا و ُ ع ي طِ َ الوَ َ ْ ا
ا َ ِ و سُ رَ
ى َ عَ
ا َُ غ
ِ مُ ْ ا
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya), dan berhati-hatilah. Jika
kamu berpaling maka ketahuilah sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan
dengan terang.”[al-Maidah:92]
ِ مِ ؤْ مُ
ْم ُ ْ كُ
ْن ِ
ُ ه َ و سُ رَ وَ
َ
ا و ُ ع ي طِ َ وَ“..dan taatilah Allah dan RasulNya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”[al-Anfaal:1]
ذ ا
ا هَ ي َ ا َ
ا و ُ ع ي طِ َ
ا و ُ مَ ا َ نَ الي ُ وَ ه َ و سُ رَ نوَ و عُ مَ سْ ْم َ ُ ْ ن َ ُ وَ ه ْ ا عَ وْ وَ َ ت
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berpaling
daripadaNya sedangkan kami mendengar (perintah-perintahNya).,”[al-Anfaal:20]
ا و ُ ع ي طِ َ الوَ وَ
ُ ه َ و سُ رَ َعوَ مَ
َ
ن ِ
ا و ُ ِ صْ ا وَ
ْم كُ ُ رِ
َب هَ ذْ َ ت وَ
ا و ُ ل شَ فْ َ ت َ ف
ا و عُ زَ ا َ َ ت
ن ي رِ ِ صا ل ا
“Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.”[al-Anfaal:46]
ا و ُ ع ي طِ َ
ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا الَ َل وَ و سُ ل ا ا و ُ ع ي طِ َ موَ كُ َ ا مَ عْ ا َ و ُ ل طِ ْ ُ ت
“Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu
merusakkan pahala amal-amalmu.”[Mohammad:33]
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
31/88
ن و زُ ِ ئ ا فَ ْ ا
ُم هُ
َك ِ َ و ُ أ َ ف
ِه قْ ت َ ي وَ
َ
َش ْ وََ
ُ ه َ و سُ رَ وَ
َ
ِع طِ ُ ي
ْن مَ وَ
“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa
kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”[al-Nur:52]
ا زً وْ َ ف
َز ا َ ف
ْد قَ َ ف
ُ ه َ و سُ رَ وَ
َ
ِع طِ ُ ي
ْن مَ وَ
ْم كُ َ ب و ُ ن ُ ذ
ْم كُ َ
ْ ِف غْ َ ي وَ
ْم كُ َ ا مَ عْ َ
ْم كُ َ
ْح ِ صْ ُ ي
ا مً ي ظِ عَ
“Dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar.”[al-Ahzab:71]
ا هَ ِ ْ َ
ْن مِ
ي رِ ْ َ
ٍت ا جَ
ُ ه لْ خِ دْ ُ ي
ُ ه َ و سُ رَ وَ
َ
ِع طِ ُ ي
ْن مَ ُوَ ه ْ ب ِ ذّ عَ ُ ي
ل وَ َ ت َ ي
ْن مَ وَ
ُر ا هَ ْ ن َ أل
ا مً ي ِ َ ا ً ب ا ذَ عَ
“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barangsiapa yang berpaling niscaya akan
diadzabNya dengan adzab yang pedih.”[al-Fath:17]
Ketaatan yang diperintahkan Allah pada ayat-ayat di atas ditujukan untuk menciptakan
kedisiplinan, ketertiban, serta keteraturan hidup di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, jika di
dalam diri kaum muslim muncul ketaatan yang akan menyebabkan hancurnya eksistensi Islam dan
kaum muslim, ketidakdisiplinan, serta kekufuran, maka Allah swt melarang dengan tegas ketaatan
semacam ini. Dengan kata lain, jika ketaatan tersebut justru berlawanan dengan Islam, ataumenuju jalan selain Allah, maka syara’ telah melarangnya dengan sangat tegas. Allah swt
berfirman:
ال َوَ لْ فَ غْ َ
ْن مَ
ِطْع ُ ًت ط ُ ُ ف
ُ ه ُ مْ َ
َن ا كَ و
ُ ه ا وَ هَ
َع َ ت ا وَ
ا َ ن رِ كْ ذِ
ْن عَ
ُ ه َ لْ َ ق
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”[al-Kahfi:28]
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
32/88
ال َ طف ُ ًت ِ كَ
ا دً ا هَ جِ
ِه ِ
ْم هُ دْ هِ ا جَ وَ
َن ي رِ ِ ف ا كَ ْ ا
ِع
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-
Quran dengan jihad yang besar.”[al-Furqaan:52]
ِق ا
ِ ل ا
ا هَ ي َ الا ِروَ ِ ف ا كَ ْ ا
ِع طِ ُ ًمت ي كِ حَ
ا مً ي ِ عَ
َن ا كَ
َ
ن ِ
َ قِ ِ ف ا َ مُ ْ ا وَ
َن
“Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang kafir
dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[al-
Ahzab:1]
ال الوَ ي ِ ك و
“Dan janganlah kami menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu. Janganlah kamu
hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukjuplah Allah sebagai
pelindung.”[al-Ahzab:48]
ال َ ِف ِ ذّ كَ مُ ْ ا
ِع طِ ُ ت
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.”[al-Qalam:8]
ال الوَ حَ
ل كُ
ْع طِ ُ هِت مَ
ٍف
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.”[al-Qalam:10]
ال وَ
َك ِ ب رَ
ِم كْ ُ ِ
ْ ِ صْ ا َ ًرف و فُ كَ
ْو َ
ا ً ِ ا َ مْ هُ نْ ْع مِ طِ ُ ت
“Maka bersabarlah kamu untuk melaksanakan ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti
orang-orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.”[al-Insaan:24]
Adapun terhadap penguasa, Al-Quran dan telah mewajibkan kaum muslim untuk
mentaatinya dalam batas-batas ketetapan Islam. Allah swt berfirman:
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
33/88
ِ و ُ أ وَ
َل و سُ ل ا
ا و ُ ع ي طِ َ وَ
َ
ا و ُ ع ي طِ َ
ا و ُ مَ ا َ نَ ي ذِ ا ا هَ ي َ ا رَ مْ َ ِأل ْم ُ عْ زَ ا َ َ ْن ت ِ َ ْم ف كُ ْ مِ
ذَ
ِر خِ ٌآل يْ خَ
َك
ال ي وِ ْ أ َ ت
ُن سَ حْ َ وَ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kalian.
Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”[al-Nisaa’:59]
Ketaatan yang diperintahkan Allah swt dalam ayat ini bersifat mutlak ( muthlaq), tanpa ada
batasan ( taqyiid). Artinya, kewajiban mentaati penguasa muslim harus dilakukan dalam kondisi
apapun, dan dalam urusan apapun, semampang mereka tidak memerintahkan rakyat untuk
berbuat maksiyat. Ketaatan di sini juga mencakup ketaatan kepada penguasa-penguasa dzalim
dan fasik yang masih tetap menjalankan roda pemerintahan berdasarkan hukum-hukum Allah.
Di dalam banyak hadits, Rasulullah saw telah memerintahkan kaum muslim untuk
mentaati penguasa selama mereka menegakkan hukum-hukum Allah swt, dan tidakmemerintahkan mereka berbuat maksiyat.
Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Abi Salamah bin ‘Abdirrahman,
bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah berkata:
ْد قَ َ ف
ي ِ مِ َ
َع ا َ ط َ
ْن مَ وَ
َ
ى صَ عَ
ْد قَ َ ف
ِ ا صَ عَ
ْن مَ وَ
َ
عَ ا َ ط َ
ْد قَ َ ف
ِ عَ ا َ ط َ
ْن مَ
ِ ا صَ عَ
ْد قَ َ ف
ي ِ مِ َ
ى صَ عَ
ْن مَ وَ
ِ عَ ا َ ط َ“Rasulullah saw telah bersabda, “Siapa saja yang mentaati aku, maka dia telah mentaati Allah
swt, dan barang siapa bermaksiyat kepadaku, sungguh dia telah bermaksiyat kepada Allah. Siapa
saja yang mentaati pemimpinku, maka dia telah mentaatiku; dan barangsiapa tidak taat kepada
pemimpinku, maka dia telah berbuat maksiyat kepadaku..”[HR. Bukhari]
Dalam sebuah hadits juga dikisahkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
34/88
دِع َ ُ
ٍد ْ عَ ِ
ْو َ وَ
ْع طِ َ وَ
ْع َ ِفْا ا َ ْ ط َ أل
“Dengar dan taatilah pemimpin yang diangkat untuk memimpin kalian, sekalipun dia
seorang budak hitam yang kepalanya banyak ditumbuhi bisul.”[HR. Bukhari]
Imam Muslimmeriwayatkan dalam kitab sahihnya:
ٌ ـ ـ يْ هَ زُ
َل ا ـ ـ َ ق
و
ا ـ ـ َ ن َ َ ب خْ َ
ُق حَ ـ ـ سْ ِ
َل ا ـ ـ َ ق
َم ي هِ ا َ ـ ـ ْ ب ِ
ُن ـ ـ ْ ب
ُق حَ ـ ـ سْ ِ وَ
ٍب ْ ـ ـ حَ
ُن ـ ـ ْ ب
ُ ـ ـ يْ هَ زُ
ا َ َ دث ـ ـ حَ
ْن ـ ـ عَ
ٌ ـ ـ ي رِ جَ
ا َ َ دث ـ ـ ِبحَ رَ
ِد ـ ـ ْ عَ
ِن ـ ـ ْ ب
ِن َ ْ ـ ـ ل ا
ِد ـ ـ ْ عَ
ْن ـ ـ عَ
ٍب ـ ـ هْ وَ
ِن ـ ـ ْ ب
ِد ـ ـ ْ ي زَ
ْن ـ ـ عَ
ِش ـ ـ مَ عْ َ أل ذ ِ ـ َ ف
َد جِ ـ سْ مَ ْ ا
ُت ـ لْ خَ دَ
َل ا ـ َ ق
ِة َ عْ كَ ْ ِلا ـ ظِ
ِ ٌس ِ ا ـ جَ
ِص ا ـ عَ ْ ا
ِن ـ ْ ب
و رِ ـ مْ عَ
ُن ـ ْ ب
ِ
ُد ـ ْ عَ
ا
ِ
ِل و ـ ـ سُ رَ
َع ـ ـ مَ
ا ـ ـ كُ
َل ا ـ ـ قَ َ ف
ِه ـ ـ ْ َ ِ
ُت ـ ـ سْ َ جَ َ ف
ْم هُ ُ ت ْ َ ت َ أ ـ ـ َ ف
ِه ـ ـ ْ َ عَ
َن و ـ ـ ُ ع مِ َ ْ ُ
ُس ا ـ ـ ول
ِة ـ ـ َ عْ كَ ْ ا
َم سَ وَ
ِه ْ َ عَ
ُ
ى الصَ زِ ْ مَ
ا َ ْ َ َ ن َ ف
ٍر فَ سَ
يِ
ْن مَ
ا مِ َ ُلف ضِ َ ْ َ ي
ْن مَ
ا مِ وَ
ُ ه َ ا َ ُح خِ ِ صْ
ى ـ صَ
ِ
ِل و ـ سُ رَ
ي دِ ا ـ َ مُ
ى دَ ا َـ ن
ْذ ِ
هِ رِ ـ شَ جَ
ِ َو ـ هُ
ْن ـ مَ
ا ـ مِ ـصالوَ ل ا
َم ـ سَ وَ
ِه ـ ْ َ ةَعَ
َ
ُ ه نـ ِ
َل ا ـ قَ َ ف
َم سَ وَ
ِه ْ َ عَ
ُ
ى صَ
ِ
ِل و سُ رَ
َ ِ
ا َ عْ مَ َ جْ ا َ ف
ً ة عَ مِ ا نجَ ـ كُ َ يي ـ ِ ْ َ ق
ِ َـ ن
ال ِ
و َ
ِ ا ـ ـ ـ ـ هَ ُ ت َ ِ ف ا عَ
َل ـ ـ ـ ـ ِ ع جُ
هِ ذِ ـ ـ ـ ـ هَ
ْم كُ َ ـ ـ ـ مـ ُ
ن ِ وَ
ْم ـ ـ ـ ُـ الَ ـ ـ ـ َـ ب
ا ـ ـ ـ ـ هَ َ خِ ُب ي ـ ـ ـ ـ صِ ُ سَ ا وَ ـ ـ ـ َـ ٌِ و ـ ـ ـ ـ مُ ُ ٌ وَ
كِ ْ ُ هِت ذِ ـ ـ هَ ُن مِ ؤْ ـ ـ مُ ْ ا
ُل و ـ ـ قُ َ ي َ ف
ُ ة ـ ـ َ تْ فِ ْ ا
ُ ي ـ ـ ِ ا وََ ـ ـ ضً عْ َ ا ب هَ ـ ـ ضُ عْ َ ُق ب ـ ـ ِ ق َ ُ ي َ ٌ ف ة ـ ـ َ تْ ِ ُ ف ي ـ ـ ِ ا وََ ـ ـ هَ َ ن و
ْن َ
ب ـ ـ ـ حَ َ
ْن ـ ـ ـ مَ َ ف
هِ ذِ ـ ـ ـ هَ
هِ ذِ ـ ـ ـ هَ
ُن مِ ؤْ ـ ـ ـ مُ ْ ا
ُل و ـ ـ ـ قُ َ ي َ ف
ُ ة ـ ـ ـ َ تْ فِ ْ ا
ُ ي ـ ـ ـ ِ ُف وََ ـ ـ ـ شِ كَ ْ َ ِ ُ ت ـ ـ ـ كَ ِ هْ مُ
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
35/88
ْ ا
َل خَ دْ ُـ ي وَ
ِر ا ل ا
ْن عَ
َح َ حْ َ ُ ِتي ْ أ ـ َ ْ وَ
ِر ـ خِ آل
ِه ـ ِ لْ َ ق
ةَ َ َـ َ وَ
هِ دِ َـ ي
َ ة قَ فْ صَ
ُ ه ا َ ط عْ َ أ َ ف
ا مً ا مَ ِ
َع َ ي ا َ ب
ْن مَ وَ
ِه ْ َ ِ
ى َ ؤْ ُ ي
ْن َ
ب ِ ُ
ي ذِ ا
ِس ا ل ا
َ ِ
خ َ ا ْن جَ ِ َ َع ف ا َ ط َ سْ ْن ا ِ ُ ه عْ طِ ُ لْ َ َق ف ُ ُ ا ع و ُ ب رِ ضْ ا َ ُ ف ه ُ ع زِ ا َ ُ ِرُ ي خَ آل
“Zahir bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim telah bercerita kepada kami, Ishaq berkata telah memberi
khabar kepada kami dan Zahir berkata telah bercerita kepada kami Jarir dari A'masy dari Zaid bin
Wahab dari Abdurrahman bin Abdu Rabil Ka'bah berkata: Aku masuk dalam masjid, dan ketika Abdullah bin Amru bin 'Ash duduk di naungan Ka'bah dan manusia mengelilinginya, aku
menghampirinya lalu aku duduk di hadapannya, kemudian dia berkata : Kami pernah bersama
Nabi saw dalam suatu perjalanan, kemudian kami singgah di suatu tempat persinggahan,......ketika
seseorang menyeru untuk shalat berjamaah, kami kemudian berkumpul di sekeliling Rasulullah
saw. Lalu Rasul bersabda : Sesungguhnya tiada seorang Nabi sebelumku kecuali mereka memiliki
tanggung jawab untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan, dan mengingatkan dari keburukan
dari apa diketahuinya bagi mereka. Sampai kemudian Nabi bersabda: Siapa saja yang telah
membai'at seorang Imam lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya, maka hendaknya iamentaatinya. Jika datang orang lain hendak mengambil alih kekuasaannya, maka penggallah leher
orang itu."[HR. Muslim]
Hadits-hadits di atas juga datang dalam bentuk muthlaq tanpa ada batasan. Dengan kata
lain, perintah untuk mentaati penguasa mesti dilakukan dalam kondisi dan perkara apapun, baik
penguasa itu dzalim dan fasik, selama mereka masih menjalankan roda pemerintahan berdasarkan
hukum-hukum Allah swt.
Ada beberapa riwayat yang memerintahkan kaum muslim untuk mentaati penguasa-
penguasa dzalim dan fasik. Hisyam bin ‘Urwan meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra, bahwasanya ia menyatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Setelahku akan ada para penguasa, maka yang baik akan memimpin kalian dengan
kebaikannya, sedangkan yang jelek akan memimpin kalian dengan kejelekannya. Untuk itu, dengar
dan taatilah mereka dalam segala urusan bila sesuai dengan yang haq. Apabila mereka berbuat
baik, maka kebaikan itu adalah hak bagi kalian. Apabila mereka berbuat jelek maka kejelekan itu
hak bagi kalian untuk mengingatkan mereka, serta kewajiban mereka untuk melaksanakannya.”
Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits dari ‘Abdullah, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda kepada kami:
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
36/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
37/88
yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada (ketaatan) kepada imam suatu jama’ah, maka
matinya adalah seperti mati jahiliyyah.”[HR. Hakim]
Hadits-hadits ini merupakan penegasan dari Rasulullah saw mengenai wajibnya seorang
muslim mentaati penguasa dalam kondisi dan perkara apapun. Bahkan, hadits-hadits ini adalah
dalil yang paling sharih atas haramnya melepaskan ketaatan kepada penguasa. Ketidaktaatan
kepada penguasa, meskipun penguasa itu fasik dan dzalim adalah tindak keharaman. Imam
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda:
“Siapa saja yang mengangkat senjata (untuk memerangi kami), bukanlah tergolong umat
kami.”[HR. Bukhari]
Nash ini menunjukkan bahwa, seorang muslim diharamkan merebut kekuasaan dari
seorang penguasa, kecuali jika telah tampak kekufuran yang nyata.
Di dalam riwayat-riwayat lain dituturkan tentang haramnya seorang muslim merebut
kekuasaan dari penguasa, sekalipun mereka melakukan kemungkaran. Imam Muslim menuturkan
sebuah riwayat dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda:
ْن مَ
ْن كِ َ وَ
َم ِ سَ
َ َك ْ ن َ
ْن مَ وَ
َئ رِ َ ب
َف َ عَ
ْن مَ َ ف
َن و ُ كِ ْ ُ ت وَ
َن و ُ ف رِ عْ َ ت َ ف
ُ ا َ مَ ُن ُ و كُ َ َيسَ ضِ رَ
ال َ ف َ
ا و ُ ا َ ق
َع َ ب ا َ الوَ
َل ا َ ق
ْم هُ ُ ِ ت ا قَ ُ ْون صَ
ا مَ
"Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya,
maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya
dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Para shahabat
bertanya, "Tidaklah kita perangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih
menegakkan sholat"Jawab Rasul.” [HR. Imam Muslim]
Dalam hadits 'Auf bin Malik yang diriwayatkan Imam Muslim diceritakan: "Ditanyakan,”Ya
Rasulullah, mengapa kita tidak memerangi mereka dengan pedang?!' Lalu dijawab, 'Jangan,
selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.” [HR. Imam Muslim]
Dalam riwayat lain, mereka berkata:
"Kami bertanya, 'Ya Rasulullah, mengapa kita tidak mengumumkan perang terhadap mereka
ketika itu?!' Beliau menjawab, 'Tidak, selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.”
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari 'Ubadah bin Shamit, bahwasanya dia berkata:
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
38/88
"Nabi SAW mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segala
sesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untu selalu
mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian
kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak
mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan]
memiliki bukti yang kuat dari Allah."[HR. Bukhari]
Hadits-hadits di atas telah melarang kaum muslim untuk memisahkan diri dari penguasa,
merebut kekuasaan, dan memerangi mereka. Hadits-hadits ini juga merupakan penegasan atas
wajibnya seorang muslim mentaati penguasa, sekalipun mereka fasik, dzalim dan melakukan
kemungkaran.
Akan tetapi, banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kaum muslim untuk hanya taat
kepada kemakrufan, dan menjauhkan diri dari kemungkaran. Dalam banyak hadits juga disebutkan
tentang bolehnya seorang muslim merebut dan memerangi penguasa, jika mereka telah
menampakkan kekufuran yang nyata. Nash-nash semacam ini merupakan takhshish atas ketaatan
kepada penguasa. Walhasil, ketaatan seorang muslim kepada penguasa bersifat mutlak, kecuali
dalam hal-hal yang dikecualikan
Tidak Ada Ketaatan Dalam KemaksiyatanMeskipun ketaatan kepada penguasa bersifat mutlak, akan tetapi dalam keadaan tertentu,
seorang muslim justru diperintahkan untuk mengingkari dan melepaskan ketaatan kepadanya.
Keadaan yang mengharuskan seorang muslim untuk melepaskan ketaatan kepada penguasa
adalah tatkala ia diperintahkan untuk berbuat maksiyat. Apabila seorang penguasa memerintahkan
rakyatnya untuk berbuat maksiyat, maka ia tidak boleh ditaati pada kemaksiyatan itu saja. Sebab,
perintah berbuat maksiyat merupakan pengecualian atas ketaatan kepada penguasa.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:“Mendengarkan dan mentaati seorang muslim adalah wajib, baik dalam hal yang disukai
maupun dibenci, selama mereka tidak diperintahkan untuk berbuat maksiyat. Apabila ia berbuat
maksiyat, maka ia tidak boleh didengarkan dan ditaati.”[HR. Muslim]
Maksud dari hadits ini adalah, jika seorang penguasa memerintah anda untuk berbuat
maksiyat, bukan ia sendiri yang mengerjakan maksiyat. Bila seorang penguasa berbuat maksiyat di
depan anda, sementara ia tidak memerintahkan anda untuk berbuat maksiyat, maka ia tetap harus
ditaati.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
39/88
Dalam riwayat Imam Muslim dituturkan, bahwa Auf bin Malik berkata: “ Saya mendengar
Rasulullah saw bersabda:
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah para pemimpin yang kalian cintai dan merekapun
mencintai kalian, mereka mendoakan kalian dan kalian juga mendoakan mereka. Sedangkan
seburuk-buruk para pemimpin adalah mereka yang kalian benci, dan merekapun membenci kalian,
kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian. Lantas, ditanyakan kepada Rasulullah
saw, “Wahai Rasulullah tidakkah kita perangi saja mereka itu? Beliau menjawab, “Jangan, selama
mereka masih menegakkan sholat (hukum Islam) di tengah-tengah kalian.”[HR. Muslim]
Dalam hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan Imam Muslim dituturkan: " Para sahabat
bertanya, 'Mengapa kita tidak memerangi mereka dengan pedang?' Beliau menjawab, 'Jangan,
selama mereka masih shalat."
Dalam riwayat lain, hadits itu berbunyi:
“Mengapa kita tidak memerangi mereka, Ya Rasulullah?!' Beliau menjawab, 'Jangan, selama
mereka masih menegakkan shalat.'" Dalam riwayat lain, mereka berkata, "Kami bertanya, 'Ya
Rasulullah, mengapa kita tidak mengumumkan perang terhadap mereka ketika itu?!' Beliau
menjawab, 'Tidak, selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.'"
Dalam riwayat Bukhari dari 'Ubadah bin Shamit diceritakan bahwa dia berkata:
"Nabi SAW mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segalasesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untuk selalu
mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian
kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak
mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan]
memiliki bukti yang kuat dari Allah."
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Akan datang para amir, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkaran- nya,
maka siapa saja yang membencinya akan bebas, dan siapa saja yang mengingkarinya dia akanselamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Mereka bertanya, "Tidaklah
kita akan memerangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan
sholat"Jawab Rasul.
Dalam riwayat lain: "Barangsiapa membencinya, maka dia akan bebas. Dan barangsiapa
mengingkarinya, maka dia akan selamat. Akan tetapi, barangsiapa ridha dan mengikutinya (dia
akan celaka)" Riwayat ini menafsiri riwayat sebelumnya, yakni, sabdanya yang berbunyi:
barangsiapa yang membencinya, maka dia akan bebas.
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
40/88
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
41/88
berfatwa, maka ia tidak boleh berfatwa. Jika, sang alim tetap saja memberikan fatwa, maka ia telah
berbuat maksiyat, meskipun kepala negara itu fajir (suka berbuat dosa)..”79
Ibnu Khuwaiz Mindad berkata, “ Ketaatan kepada pemimpin negara hanyalah wajib pada
perkara-perkara yang di dalamnya mengandung ketaatan. Tidak ada ketaatan dalam maksiyat
kepada Allah swt. Atas dasar itu, kami menyatakan, “Para wali (penguasa daerah) di masa kami
tidak boleh ditaati, dibantu, dan dimulyakan (jika mereka melakukan maksiyat). Akan tetapi wajib
berperang bersamanya, tatkala mereka memerintahkan perang. Keputusannya harus dijalankan,
termasuk penunjukkannya terhadap imam sholat dan urusan hisbah (pengaturan urusan
masyarakat). Ini adalah sikap yang telah ditetapkan oleh syariat. Jika pemimpin-pemimpin fasik –
karena banyak berbuat maksiyat-- shalat bersama kita, maka kita boleh sholat bersama mereka.
Akan tetapi, jika ia fasik karena banyak berbuat bid’ah, maka tidak boleh sholat bersama mereka.
Namun, jika mereka mengancam, maka sholat bersama mereka diperbolehkan untuk taqiyyah
(pengelabuan), tapi sholatnya harus diulangi lagi. ”80
‘Ali bin Abi Thalib berkata, “ Seorang imam wajib memerintah dengan adil dan
menunaikan amanat. Jika ia mengerjakannya, maka kaum muslim wajib mentaatinya. Sebab, Allah
swt memerintahkan kita untuk menunaikan amanah dan berlaku adil, kemudian Ia memerintahkan
untuk mentaati pemimpin. “81
Ketika menafsirkan surat al-Nisa’:59, Imam Nasafiy, dalam kitab tafsirnya (Tafsir Nasafiy)menyatakan:
“ Ayat menunjukkan bahwa taat kepada para pemimpin adalah wajib, jika mereka sejalan
dengan kebenaran. Apabila ia berpaling dari kebenaran, maka tidak ada ketaatan bagi mereka.
Ketetapan semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw, “Tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam kemaksiyatan kepada Allah.”[HR. Ahmad]. Dituturkan bahwa, Maslamah bin Abdul
Malik bin Marwan berkata kepada Abu Hazim,” Bukankah engkau diperintahkan untuk mentaati
kami, sebagaimana firman Allah, “dan taatlah kepada ulil amri diantara kalian..” Ibnu Hazim
menjawab, “Bukankah ketaatan akan tercabut dari anda, jika anda menyelisihi kebenaran,berdasarkan firman Allah, “jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah, yakni kepada dan kepada Rasul pada saat beliau masih hidup, dan kepada hadits-
hadits Rasul setelah beliau saw wafat..”82
Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Hafidz al-Suyuthi dalam kitab Tafsirnya, Durr
al-Mantsuur,Imam Syaukani dalam Fath al-Qadir , dan serta kalangan mufassir lainnya.
79 Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy,surat al-Nisaa’:5980 Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat al-Nisaa’:5981
Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy,surat al-Nisaa’:5982 Imam Nasafiy, Tafsir Nasafiy, surat al-Nisaa’:59
8/17/2019 Buku Penguasa Arab
42/88
Ibnu al-