24

BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Idolizing - Bunch Oktober membahas tentang perilaku fans, terbentuknya idola, dan popularitas selebritas secara tuntas

Citation preview

Page 1: BUNCH Oktober 2013 Vol:5
Page 2: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

halaman kosong tuhsayang banget gak dimanfaatkan

mending iklankan usahamu disini!!

pemasangan iklan hubungi :

dea :087778538547

Page 3: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

//COVERbymuhammadkautsarramadhansukin

"sehat jiwa" logo bymuhammad edma khairan

DITERBITKAN OLEH BIRO MEDIA BEM PSIKOLOGI UIReporter: Hana Paramytha, Iqbal Maesa , Syazka Kirani, Hervi Utami, Fasya Fauzani, Septiani Khaerunissa, Cut Magf irah, Sospol BEM IKM Psikologi UI 2013. Desain, Tata Letak, dan Percetakan: M. Kautsar R. Sukin, Johan Wahyudi. Fotografer: Anggraini Hapsari, Hanisa Amalina, Dyah Ayu Asmarani Marketing & sirkulasi : Dea Saf irahilda, Annabelle Wenas. ILLUSTRATOR : Fahima Irfani

03

halaman kosong tuhsayang banget gak dimanfaatkan

mending iklankan usahamu disini!!

dea :087778538547

Page 4: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Ada idola ada fans. Ada yang terkenal, itu gak terlepas dari fansnya juga. Menurut kalian fans itu siapa sih?

terlepas dari fans apa atau siapanya. Pernah jadi fans? Atau mungkin masih jadi fans? BUNCH ber tanya pada

teman-teman kita di UI mengenai hal tersebut, dan inilah beberapa jawaban mereka…

04

BUNCH 5TH OKT 2013

BAGIMU?

APA ARTI

fans

“Menurut aku fans itu orang yang ngikutin berita idolanya, ya yang intinya suppor t sama idolanya itu. Aku sendiri juga masih jadi K-Pop fans, dan berhubung temen-temen aku dikit

yang suka kpop aku dianggap aneh awalnya. Tapi lama kelamaan, mereka juga santai-santai aja asal aku gak keseringan ngomongin K-Pop

sama mereka.”

Gissela Clara, Akuntansi ekstensi UI 2011

“Menurut gue, fans itu orang yang bisa mem-beri semangat buat individu yang digemarin-ya. Kalau dari sisi orang yang menggemari sih menurut gue oke-oke aja kalau kita jadi fans terhadap sesuatu atau seseorang, asal gak berlebihan aja. Gue sendiri dari kecil sampe sekarang ngefans sama Jackie Chan, tapi ya gak fanatik juga cuma suka nonton f ilmnya aja.”

Yudis Sekar Prasasti, Psikologi UI 2012

“Kalau menurut aku, fans itu terkadang dijadikan penilaian buat orang atau kelompok yang jadi idolanya itu sendiri. Misalnya ada band yang sebenernya kualitasnya bagus, tapi karena fansnya yang berlebihan suka dipandang sebelah mata. Sebenernya tergantung ngefansnya kayak gimana sih, asal masih realistis dan gak berlebihan.”

Fauziah Isyana, Ilmu Politik UI 2012

“Fans itu menurut gue orang yang tau banget sama sesuatu atau orang yang dia suka itu. Fans itu juga kan identik dengan mendukung, tapi sekarang banyak fans yang cuma namanya aja, padahal ga tau apa-apa. Pernah waktu gue SMA, ada temen ngaku fansnya MU dan bilang kalau dia ga suka pelatih MU diganti, padahal waktu itu pelatih MU udah 25 tahun ngelatih. Terus fans yang fanatic juga kadang ganggu menurut gue. Gue sendiri fans MU, ya gak fanatic tapi ga bias dibilang biasa juga. Kalau mereka kalah tanding kadang paling ga sekitar setengah jam gue ga bisa diajak bercanda haha.”

Danny Dhaneswara, Psikologi UI 2012

Foto : Dyah Ayu Asmarani

Oleh : Septiani Khaerunnisa

Page 5: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

narasumber : Suryananda Barf insya

foto

: dya

h ayu

asm

aran

i

Bagaimana transformasi terjadi? Dalam dunia matematika, transformasi bisa disebabkan oleh penjumlahan, pergeseran posisi, ref leksi, dan lainnya. Tapi bagi Suryananda Barf insya (20), diperlukan kemunculan sebuah grup idola beranggotakan 48 remaja manis dan energik untuk mengalami perubahan. Dulu, ia menggambarkan dirinya sebagai manusia kuper. Lalu kemunculan JKT48 setahun silam seper ti menyediakan ruang baginya di tengah masyarakat.

Apa yang buat lo suka sama JKT?Alasannya banyak, gue bingung. Kalau kesan per tama gue terhadap JKT adalah mereka itu energik, ceria, dan sebagai cowok normal gue akui mereka manis-manis dan cakep-cakep. Perbedaan mereka dengan girlband terletak pada energi mereka, dance mereka lebih energik, lebih luwes, lebih rumit. Gue suka konsep mereka yang unik meskipun itu pun adopsi dari Jepang sana. Walaupun begitu tidak mengurangi keunikannya ketika diterapkan di Indonesia. Belum ada grup musik di Indonesia yang punya teater sendiri dan sangat dekat sekaligus menghargai fans-nya. Lalu perjuangan mereka. Setiap hari mereka harus latihan, tampil di teater sementara mereka masih sekolah.

Lo fans seperti apa, sih?Kalo gue dinilai 1-10, gue rasa gue dapet nilai 8,5. Dibilang fanatik—iya—tapi nggak begitu fanatik karena gue nggak terlalu sering ke teater. Alasannya karena nggak ada uang. Sejak berdirinya teater bulan Mei, gue baru nonton 12 kali, sedangkan ada fans lain yang sudah puluhan bahkan ratusan. Tapi karena JKT48 lah gue kenal ar ti fanatisme. Kalau ada yang bilang cinta tidak butuh alasan ya mungkin inilah bentuknya. Bukan berar ti gue berharap berpacaran dengan salah satu member—tidak! Gue masih tau batasan. Rasanya tidak ada beban sama sekali untuk mendukung

mereka, gue bisa mendukung mereka dengan ikhlas. Sebagai fans gue juga sering memberi masukan untuk mereka lewat Gplus ataupun secara langsung ketika di hand shake event. Itu sedikit hal yang bisa gue lakuin untuk mereka.

Pengaruh JKT48 buat lo?Gue ngerasa hidup gue berubah banget sejak kenal JKT. Tapi gue nggak bilang pengaruhnya positif atau negatif. Gue dulu orangnya agak kuper. Sekarang gue punya banyak temen, karena sering kesana kemari. Itu gara-gara JKT. Gue jadi sedikit lebih gaul lah. Apalagi gue admin di salah satu forum JKT, jadi gue ngerasa temen-temen gue banyak yg menghormati gue, padahal gue merasa gue biasa aja. Mereka menginspirasi gue ketika member yang gue dukung, Gaby salah satunya, nunjukin perkembangan yg bagus. Hal itu menginspirasi gue untuk melakukan hal yang sama.

Misi blog milik lo adalah untuk memperkenalkan JKT. Apa sih, alasannya?Itu udah hasrat normal seorang fans, entah itu fans idola atau fans bola. Mereka ingin orang tau idolanya. Hal ini yang mendorong gue membuat blog dengan misi mengenalkan JKT48.

Hal mengesankan apa yang terjadi sejak kenal JKT48?Yang paling mengesankan itu gue jadi punya banyak temen. Lalu gue tiba-tiba jadi sering diwawancarai seper ti ini. Sebelum ini gue pernah diwawancara sebagai par tisipan skripsi dan tesis mahasiswa dari UGM. Dua-duanya berkenaan dengan fenomena idoling. Ini menarik buat gue.

Arti JKT48 buat lo?Mereka bukan sekadar idola tapi mereka adalah adik-adik gue yang harus gue dukung. Ar ti lainnya, mereka adalah idola yang menginspirasi dan mengubah hidup gue.

4805

biro media bem ikm f.psi ui 2013

power!oleh : Permata Dewi Andanti

Page 6: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Oleh : Syazka Kirani N.

Foto ; anggraini hapsari

Hubungan fans dan idola sebenarnya merupakan sebuah attachment tanpa adanya kontak langsung antara kedua belah pihak, lalu apa yang menyebabkan adanya

attachment tinggi yang dirasakan oleh para fans terhadap idolanya? Dapat dilihat contoh pada kasus Cory Monteith yang meninggal pada bulan Juli lalu yang menimbulkan rasa sedih atau bahkan tangisan dari fans-fans yang dimiliki oleh Cory Monteith meski sebenarnya fans tersebut tidak mengenal Cory secara personal.

Penentu Utama Dikagumi : Kualitas Figur Attachment yang dimiliki oleh fans terhadap idolanya dinamakan secondary attachment, biasanya secondary attachment terjadi antara remaja yang memfantasikan adanya sebuah hubungan dengan figur yang jauh dengan dirinya. Kualitas figur idola, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh figur seperti sifat-sifat ideal yang diinginkan oleh remaja, biasanya menentukan attachment yang dimiliki. Terdapat dua jenis secondary attachment yang diinginkan oleh remaja terhadap idolanya yaitu; attachment secara romantis atau keinginan untuk menjadikan idolanya sebagai pacar dan identificatory attachements yang menunjukkan keinginan untuk menjadi atau mirip dengan idola. Sehingga bukanlah suatu hal yang aneh apabila ada fans yang menyatakan bahwa idolanya merupakan kekasihnya, sehingga menimbulkan rasa kesedihan apabila idola yang mereka sukai meninggal dunia atau bahkan pensiun dalam industri entertainment. Sebenarnya bentuk menyukai selebriti sebagai idola atau model merupakan hal yang wajar dalam pembentukan identitas pada tahap anak-anak maupun remaja, namun ketika seseorang memiliki rasa obsesi terhadap idolanya secara virtual maka hal tersebut bisa dinyatakan sebagai suatu hal yang abnormal dan sering dikenal sebagai celebrity worship. Terdapat beberapa level dalam celebrity worship yaitu low, intermediate dan extreme.

Level Celebrity Worship 1. Low celebrity worship biasanya pada level ini fans lebih tertarik kepada idolanya dikarenakan idola tersebut memiliki kemampuan untuk meng-entertain dan ada suatu

hal dari idola yang berhasil menangkap atensi para fans dari aspek apapun. Pada level ini, fans lebih merujuk pada kegiatan membahas idolanya dengan fans lain maupun mencari tahu cerita kehidupan sang idola. 2. Level intermediate fans-fans tersebut sudah mulai merujuk idola sebagai belahan jiwanya dan memiliki perasaan yang lebih intens pada idolanya. 3. Level extreme yang biasanya dinyatakan sebagai borderline pathological dimana para fans akan terus mengikuti apapun yang dilakukan idolanya seperti membeli barang-barang yang pernah dipakai oleh idola mereka, ataupun melakukan hal-hal illegal sekalipun hanya dikarenakan hal tersebut merupakan permintaan dari idola yang mereka sukai. Pada kasus kematian Cory Monteith fans yang ia miliki juga terbagi dalam ketiga level tersebut; contohnya fans yang berada dalam level low memiliki rasa sedih ketika mengetahui idolanya meninggal, namun rasa sedih tersebut tidak sampai menimbulkan efek tangis pada fans dalam level ini dan biasanya rasa sedih tersebut tidak bertahan lama. Pada level intermediate, fans ikut memiliki rasa sedih yang cukup lama dan berusaha untuk melakukan suatu hal yang menunjukkan bahwa dirinya peduli terhadap kematian Cory Monteith seperti memberikan bunga, kado, atau surat didepan tempat kejadian meninggalnya aktor “Glee” tersebut. Sedangkan fans pada level extreme biasanya terhanyut dalam kesedihan sehingga ia bisa menangisi kematian Cory Monteith pada kurun waktu berminggu-minggu serta terus-menerus mengulang kembali episode “Glee” sebelumnya; bahkan ada pula fans pada level extreme yang terus menolak kenyataan bahwa idolanya telah meninggal dunia. Setelah melihat contoh level fans worship pada kasus kematian Cory Monteith bisakah kamu mengenali seberapa tinggi level celebrity worship-mu? Low, intermediate atau bahkan extreme?

Referensi :Greene, A.L. dan Carolyn Adams-Price.(1990).Adolescents’ Secondary Attachments to Celebrity Figures. Sex Roles, Vol. 23, Nos. 7/8.Maltby, John, James Houran dan, Lynn E. McCutcheon.(2003).A Clinical Interpretation of Attitudes and Behaviors Associated with Celebrity Worship. The Journal of Nervous and Mental Disease, Vol. 191, No. 1.

06

BUNCH 5TH OKT 2013

idolaRasa Keterikatan Manusiadari Jarak Jauh

ilustrasi :MUHAMMAD KAUTSAR

Page 7: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

07

biro media bem ikm f.psi ui 2013

idolaRasa Keterikatan Manusiadari Jarak Jauh

ilustrasi :

Oleh : Hervi Utami K.

MUHAMMAD KAUTSAR

Page 8: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

08

Fans merebak seiring menjamurnya idola baru. Pemuja idola ini sering terlihat bergerombol terutama ketika idolanya sedang tampil di atas panggung. Fans pun

biasanya tergabung dalam sebuah wadah yang berisi orang-orang yang memiliki minat yang sama terhadap idolanya. Dari dua kalimat tersebut, timbul sebuah pertanyaan mengenai eksistensi fans, apakah sebagai kelompok atau kerumunan? Forsyth (2010) mendefinisikan kelompok sebagai dua atau lebih individu yang terikat dalam suatu hubungan sosial. Tergabungnya seseorang dalam kelompok dapat membentuk identitas sosial, yaitu konsep diri yang berasal dari kelompok, pada diri individu tersebut. Identitas sosial ini bisa memperkuat, melemahkan, atau bahkan menghilangkan identitas personal individu tersebut. Kelompok dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, antara lain organisasi, perkumpulan tertentu, dan tim proyek. Sebuah kelompok ada karena terjadi interaksi dan saling ketergantungan antarindividu dalam kelompok, memiliki tujuan, memiliki struktur – yang terdiri dari norma dan peran individu dalam kelompok, dan rasa kesatuan sebagai kelompok (Forsyth, 2010). Jenis-jenis kelompok antara lain primary group, social group, collectives, dan categories. Kelompok dapat mempengaruhi anggotanya dan kelompok lain serta dinamis perkembangannya. Tuckman (1965, dalam Forsyth, 2010) mengemukakan proses terbentuknya kelompok, yaitu tahap forming (orientasi pembentukan kelompok), storming (munculnya konflik), norming (kejelasan struktur kelompok), performing (mengerjakan tugas yang diberikan pada kelompok), adjourning (selesai atau bubarnya kelompok).

Selanjutnya, kerumunan adalah sekumpulan individu yang berada dalam satu tempat yang sama dan memiliki kesamaan tujuan (Forsyth, 2010). Kerumunan terbentuk begitu saja, tanpa perencanaan sebelumnya. Kerumunan hampir mirip seperti collectives dimana memiliki massa yang besar namun durasi interaksi antarindividunya singkat. Struktur yang ada dalam kelompok biasanya tersamar dalam kerumunan sehingga tidak ada pembagian peran atau norma yang jelas dalam kerumunan. Karakteristik kerumunan antara lain adalah anonimitas anggotanya, persebaran perilaku, sikap, dan perasaan yang cepat antar individu, dan kemudahan mempengaruhi anggota kerumunan untuk bertindak atau bersikap tertentu (Hogg & Abrams, 2006). Kerumunan seolah-olah memiliki identitas yang sama. Hogg dan Abrams (2006) berpendapat bahwa kesamaan yang terjadi dalam kerumunan adalah ilusi yang diciptakan oleh kegiatan mencolok dan menarik perhatian yang dilakukan bersama-sama. Contoh kerumunan antara lain penumpang KRL, dan individu yang mengantri tiket bioskop. Secara umum, fans lebih condong ke arah kerumunan dari pada kelompok. Tidak ada aturan mengenai persyaratan dan bagaimana seorang individu menjalani perannya sebagai fans. Antar individu yang mengagumi idola pun belum tentu mengenal satu sama lain. Rumor yang terjadi di ranah fans pun tersebar dengan cepat dan mempengaruhi sikap dan perilaku fans. Keributan yang kerap kali terjadi sesama fans menunjukkan bahwa tidak ada identitas sosial yang mengikat sebagai kelompok. Keributan sesama fans yang memuja idola yang sama lebih mungkin terjadi pada idola yang sifatnya grup (boyband, idol group, tim sepakbola) daripada individu, karena

BUNCH 5TH OKT 2013

FansKelompok atau Kerumunan?

Oleh : Iqbal Maesa Febriawan & Hervi Utami k.

Foto ; DYAH AYU ASMARANI

Page 9: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

09

biro media bem ikm f.psi ui 2013

Fanssesama fans grup tersebut memiliki salah satu anggota yang lebih disukai sehingga pemujaan berlebihan dilakukan pada anggota tersebut daripada anggota lain.

Menurut Turner (1974, dalam Hogg & Abrams, 2006), kontrol kerumunan paling besar dilakukan oleh orang-orang yang dikenal oleh individu dalam kerumunan. Fanbase atau ‘kelompok’ fans memang nyata eksistensinya – terutama dengan akun di media sosial – dalam dunia fans namun survei yang dilakukan Febriawan (2013) pada salah satu fanbase online menunjukkan bahwa tidak ada struktur kelompok, interaksi yang melibatkan unsur afeksi bagi fans, dan figur yang dikenal dekat atau ‘dituakan’ dalam fanbase online. Hal tersebut menyebabkan tidak ada kontrol yang jelas terhadap fans. Tidak adanya struktur kelompok – yang berisi peran dan norma secara eksplisit – dalam kultur fans menjadikan fanbase hanya berpengaruh bagi sebagian kecil fans. Secara spesifik, kerumunan fans dapat masuk dalam dua kategori: penonton (audiences) dan trends. Penonton adalah kerumunan pengamat dari aktivitas atau performans tertentu yang cenderung konvensional dalam berperilaku serta berpencar ketika aktivitas atau performans selesai sedangkan trends adalah bentuk gerakan kolektif (collective movement) berupa ‘kiblat’ atau arah tertentu yang menunjukkan sikap, minat, dan tingkah laku sejumlah besar populasi yang berubah setiap waktu (Forsyth, 2010). Secara umum, fans adalah bentuk trends, yang mana muncul ketika idola sedang booming dan berlangsung seleksi alam: fans karbitan akan menghilang seiring meredupnya sinar sang idola dan menyisakan fans yang sesuai dengan definisi tersebut, penonton banyak ditemukan ketika idola melakukan performans atau ketika aktivitas bersama dengan idola.

Fans dapat dilihat sebagai penonton ketika idola mereka melakukan performans atau pertemuan dengan fansnya.

Fakta Fans Siapa yang tidak kenal dengan Super Junior, Robert Pattinson, atau Michael Jackson - yang karyanya dikagumi lintas generasi? Mereka dielu-elukan dan menjadi idola banyak orang. Idola tidak selalu berupa selebriti, superhero dalam bentuk tiga dimensi ataupun dua dimensi juga memiliki fans. Kita bahkan tidak dapat mengindahkan bahwa naik turunnya idola terkait dengan peningkatan fans dan tren seperti Hallyu atau yang dikenal dengan istilah Korean Wave di budaya negara ginseng tersebut kini sedang menjamur di seluruh dunia. Apa yang sebenarnya terjadi dalam fenomena fans ini? Menurut Ashe dan McCutcheon (2001), hal yang mendasari seseorang tertarik pada selebriti adalah karena mereka kesepian dan pemalu. Giles (2000) menyatakan bahwa orang yang lebih muda memiliki kemungkinan tertarik pada selebriti dibandingkan orang yang lebih tua. Giles dan Maltby (2004) membuktikan adanya kemungkinan hal ini terjadi karena kurang terbentuknya hubungan sosial di kehidupan nyata. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa anak-anak pada rentang usia 11-16 tahun yang paling tertarik pada selebriti memiliki tingkat rasa aman (security) yang rendah sehingga lebih dekat dengan orang lain, sementara itu, kelekatan mereka dengan orang tua juga termasuk rendah.

Page 10: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Menjalin ‘pertemanan’ dengan idolaAlison (2006) mengungkapkan bahwa ‘pertemanan’ dengan idola dapat dibentuk melalui produk budaya popular, yang mendorong hasrat dan ikatan yang kabur antara fantasi dan realita. Hal ini dapat terjadi saat jumpa fans. Fans yang selama ini melihat idolanya di media cetak ataupun media elektronik dapat memenuhi fantasi mereka dengan merasa lebih dekat dengan idolanya.

Bahaya FandomJoli Jansen pada tahun 2002 menulis artikel berjudul Fandom as pathology: The Consequences of characterization yang mengulas penyimpangan dalam fandom. Ciri yang menetap pada fans yakni berpotensi fanatik. Hal ini berarti bahwa fandom dipandang sebagai perilaku yang berlebihan dan mendekati kekacauan. Idola tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya fans, oleh karenanya memiliki banyak fans membuat sang idola mendapatkan keuntungan. Fans inilah yang membeli karya, merchandise, dan hal-hal yang terkait dengan idola mereka, fans bahkan akan rela menunggu karya sang idola dan membelinya. Selain itu, keberadaan fans dapat membuat seorang idola merasa dihargai. Di sisi lain perlunya unsur budaya anak muda menjadi ciri unik bagi remaja yang mengidolakan bintang pop, yaitu dasar dari ekspresi diri, membentuk identitas diri, dan pencapaian kemandirian (Raviv, et.al, 1996). Oleh karena itu mengidolakan bintang bukan selalu suatu hal yang buruk, asalkan kita juga secara bijak menjaga kadarnya.

Referensi: Febriawan, I. M. (n.d.). Kaskus JKT48: Analisis perbandingan dan referen sebuah fanbase. Retrieved Agustus 12, 2013, from Academia. edu: http://www.academia.edu/3627695/Kaskus_JKT48_Analisis_Perbandingan_dan_Referen_Sebuah_FanbaseForsyth, D. R. (2010). Group dynamics (Fourth edition). California: Wadsworth Cengage Learning.Hogg, M. A., & Abrams, D. (2006). Social identifications: A social psychology of inter-group relations and group proccesses. New York: Routledge.Ashe, D. D., & McCutcheon, L. E. (2001). Shyness, loneliness, and attitude toward celebri-ties. Current Research in Social Psychology, 6(9), 124-133. Diunduh dari http://www.psych.armstrong.edu/faculty/scott/research/rrp/celeb1.pdf pada tanggal 16 Agustus 2013Allison, A. (2006). Millennia! Monsters: Japanese Toys and the Global Imagination. Berkeley: University of California Press. Giles, D.C. (2000). Illusions of immortality: A psychology of fame and celebrity. Basing-stoke: Macmillan.Giles, D.C. & Maltby, J. (2004). The role of media in adolescent development: Relations between autonomy, attachment, and interest in celebrities. Personality and Individual Differences, 36, 813-22.Jensen, J. (2002). Characterizing the fan Fans as socially symptomatic Fandom as psychological compensation Aficionados as fans. McQuail’s Reader in Mass Com-munication Theory, 342. Raviv. A., Bar-Tal. D., Raviv. A., & Ben-Horin. A. (1996). Adolescent idolization of pop singers: Causes, expressions, and resilience. Journal of Youth and Adolescence. 25, (5), 631-650, DOI: 10.1007/BF01537358

10

BUNCH 5TH OKT 2013

Page 11: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

11

biro media bem ikm f.psi ui 2013

Benci atau kebencian dalam Penguin Dictionary of Psychology dikatakan sebagai emosi yang dalam, intens dalam mengekspresikan rasa benci, marah,

ataupun permusuhan terhadap seseorang, kelompok atau benda. Kebencian yang dimiliki oleh seseorang biasanya bukan merupakan perasaan sesaat karena rasa ketidaksukaannya sudah dalam tahap ekstrim. Bagi orang yang membenci seseorang, perasaanya tergantung oleh orang yang dibencinya itu. Jika orang yang dibencinya itu senang atau sukses, maka orang tersebut akan merasa sedih dan tidak suka. Mereka membangun dirinya dengan menjatuhkan orang lain. Salah satu contoh individu yang mendapatkan kebencian adalah Justin Bieber. Penyanyi asal Kanada yang berumur 19 tahun ini, dikabarkan tidak hanya memiliki banyak fans namun juga banyak haters. Bahkan Desember tahun lalu, dua orang ditangkap polisi karena dituduh telah merencanakan pembunuhan Bieber. Kebencian yang dirasakan ini tidak hanya ingin menjatuhkan ataupun menghilangkan rasa bahagia yang dimiliki orang yang dibencinya, namun hingga ke tahap yang lebih ekstrim yaitu menghilangkan nyawa orang yang dibencinya. Berdasarkan Scholastic Update, Teachers’ Ed karangan Buchsbaum dan Herbert, berapa peneliti mengatakan bahwa kebencian seseorang bukan merupakan sesuatu yang diturunkan melalui garis keluarga melainkan hasil dari proses belajar. Orang belajar untuk membenci dari orang tua, teman, dan lingkungan sosial secara umum. Menurut Kent Koppelman, profesor hubungan manusia di Universitas Wisconsin - La Crosse, kita hidup di dalam prejudiced social yang mengajarkan untuk

tidak percaya pada orang yang berbeda dari diri kita. Prejudiced dan biases yang didapatkan dapat tertanam dengan kuat yang selanjutnya berkembang ke tahap yang lebih ekstrim. Industri entertainment dimana banyak orang terkenal menerima banyak rasa cinta dan sanjungan rentan menerima banyak rasa benci dari publik. Orang yang terkenal biasanya memiliki lebih banyak bagian kehidupannya yang terpapar ke kalangan umum, sehingga perbedaan yang ada antara orang yang terkenal tersebut dengan kita dapat terlihat dengan jelas. Perbedaan tersebut dapat berupa kekayaan atau keadaan fisik ataupun rasa kagum dan cinta yang didapatkan dari banyak orang atau biasa fans. Rasa benci yang muncul juga bisa dikarenakan karena adanya bias yang dimiliki terhadap orang-orang tertentu. Mohr, direktur dari Gonzaga’s Institute for Action Against Hate mengungkapkan bahwa tidak ada jawaban sederhana mengapa seseorang dapat membenci. Rasa benci dapat muncul karena keserakahan, rasa takut ataupun perbedaan dengan yang lainnya. Konklusinya jatuh pada satu pertanyaan retorik, apakah ada orang yang pantas menerima rasa benci karena berbeda ataupun tidak sesuai dengan pandangan kita?

Referensi:Buchsbaum, Herbert. 1992. Why Do People Hate dalam Scholastic Update, Teachers’ Ed. 124.14:8

hatersWhy do people hate?

Oleh : Septiani Khaerunnisa

Foto ; anggraini hapsari

Page 12: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

12

Pemberitaan kehidupan selebritis mengenai bagaimana mereka dielu-elukan atau berbagai kemewahan yang dimiliki adalah hal yang biasa kita temukan di media

massa. Bagi sebagian orang pemberitaan semacam ini turut menjadikan mereka ikut bermimpi seperti apa rasanya menjadi terkenal. Banyak di antara mereka yang lantas tergoda untuk juga mendapatkan popularitas yang sama. Ada yang kemudian berhasil, namun ada pula yang hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang selebriti terkenal. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang menggiurkan, ternyata menjadi seorang selebriti tidak selalu menyenangkan. Sebuah studi yang melibatkan 15 orang selebriti di Amerika Serikat oleh Rockwell dan Giles menunjukkan adanya konsekuensi yang harus diterima saat seseorang menjadi selebritis. Hal paling utama yang sudah pasti terjadi ialah hilangnya privasi. Salah satu kemungkinan alasan awal mengapa seseorang ingin menjadi selebriti ialah karena ingin mencapai kesuksesan. Namun ternyata saat ‘kesuksesan’ ini berhasil ia miliki, ia justru mengalami kebingungan terhadap dirinya sendiri. Ia tidak lagi merasa ‘memiliki’ kehidupannya karena kini publik ingin tahu segala hal mengenai kegiatannya. Media mulai mengekspos siapa dia, siapa keluarganya, dan bagaimana kehidupan asmaranya. Semua pemberitaan tersebut menyisakan hanya sedikit ruang privasi bagi diri sang selebriti. Lebih lanjut, popularitas juga mampu menumbuhkan mistrust atau ketidakpercayaan dalam diri seseorang. Saat seseorang terkenal, ia bisa melihat begitu banyak orang yang menyukai dirinya. Sayangnya yang terjadi kemudian justru ia mulai mempertanyakan apa sebenarnya yang menyebabkan orang-orang ini memperlakukannya dengan baik. Ketika sang selebritis merasa bahwa ia hanya disukai karena apa yang ia lakukan dan bukan karena siapa ia yang sebenarnya, hal ini akan berdampak pada hubungan

interpersonal yang ia miliki. Seorang partisipan mengaku bahwa semenjak ia menjadi populer, sangat sulit baginya untuk percaya pada orang lain. Ketika ada seseorang yang mendekati dirinya, ia akan bertanya-tanya apa motif orang tersebut, apakah orang tersebut memang mau berteman dengannya ataukah hanya ingin sekedar membangun pseudo-intimacy atau kedekatan semu semata. Adanya ketidakpercayaan semacam ini lantas dapat menyebabkan seseorang untuk menarik dirinya sama sekali dari orang lain, baik itu secara fisik maupun emosional. Untuk mempertahankan popularitas yang telah dimiliki, seorang selebriti seringkali harus bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh publik. Demi memenuhi tuntutan yang satu ini, maka ia akan membuat suatu persona baru untuk ditampilkan di hadapan publik. Tidak penting lagi apa pendapat sebenarnya sang selebriti, yang terpenting adalah ia menyatakan pendapatnya sesuai dengan apa yang publik harapkan. Salah seorang partisipan menyatakan bahwa ia merasa dirinya tak ubahnya mainan di dalam sebuah toko. Segala hal yang ia lakukan haruslah memuaskan publik, ia tidak lagi memiliki waktu untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Walaupun harga yang harus dibayar untuk menjadi terkenal bisa dikatakan cukup mahal, para partisipan dalam studi ini mengaku bahwa apa yang mereka korbankan sebanding dengan apa yang didapatkan. Saat seseorang menjadi terkenal maka ia merasakan adanya pengakuan bahwa dirinya berbeda dan spesial dibandingkan dengan orang kebanyakan. Untuk itulah terlepas dari seberapa besar konsekuensi yang harus diterima, para partisipan mengaku mereka tetap menginginkan popularitas itu ada pada diri mereka. Mereka menyatakan bahwa harta-benda, pemujaan, serta koneksi yang kini mereka miliki tidak akan mereka tukar kembali dengan kehidupan lama mereka.

Referensi:Almeida, Mara. (2011). Detecting Deception. http://www.parliament.uk/briefing-papers/POST-PN-375. Diunduh pada hari Senin, 25 Maret 2013.

BUNCH 5TH OKT 2013

Oleh : fAsya fauzani

Foto ; anggraini hapsari

Di Balik

popularitas

“Popularities is the easiest thing in the world to gain and it is the

hardest thing to hold” –Will Rogers

Page 13: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

13

biro media bem ikm f.psi ui 2013

popularitasilustrasi :

Oleh : HANA PARAMYTHA

MUHAMMAD KAUTSAR

Page 14: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

14

Pernahkah Anda menghabiskan pulsa hingga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk mendukung idola Anda di reality show semacam Indonesian Idol atau X-Factor?

Atau pernahkah Anda merasa ‘patah hati’ yang menusuk ketika mendengar artis Korea favorit Anda mendapatkan pacar? Jika iya, ada baiknya Anda mulai berhati-hati dan membatasi diri, karena bisa jadi Anda terkena wabah fanatisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme adalah keyakinan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran. Orang-orang yang memiliki kepercayaan semacam ini sering kali mendapatkan embel-embel ‘fanatik’ di belakang statusnya. Fanatisme seringkali lahir tanpa sandaran teori atau pijakan kenyataan, akan tetapi di anut secara mendalam sehingga sulit untuk diluruskan atau diubah (www.psikoterapis.com). Fans fanatik seringkali melibatkan pikiran yang tidak rasional menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan idolanya. Hal ini lah yang membuat para extreme voters tidak merasa rugi menghabiskan rupiah yang tidak sedikit untuk mendukung kontestan favoritnya di sebuah ajang. Padahal jika ditelusuri secara lebih rasional, tidak ada manfaat yang secara nyata didapatkan oleh para voters dengan menghabiskan pulsa sebanyak itu. Sisi tidak rasional dari para fans fanatik inilah yang sering dimanfaatkan oleh para penggerak dunia hiburan untuk meraup keuntungan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa para fans pastinya merasa ‘ikhlas’ dan ‘bahagia’ untuk mendukung idolanya. Para fans fanatik juga biasanya memiliki ‘ikatan’ yang kuat satu sama lain karena kesamaan hobi dan kecintaan, sehingga tak jarang mereka membentuk

komunitas-komunitas tersendiri. Mendapatkan teman-teman baru melalui komunitas tersebut tentunya merupakan sesuatu yang bersifat positif. Akan tetapi, sebenarnya hal ini juga merupakan sesuatu yang perlu diwaspadai, karena dengan berada di dalam suatu komunitas yang mempunyai tingkat fanatisme yang sama, maka kemungkinan besar tingkat fanatisme terhadap seorang entertainer juga dapat menguat. Hal ini dapat menjadi semakin parah karena di antara sesama fans fanatik tersebut bisa jadi tidak terdapat orang yang bersifat sebagai ‘penetral’ alias orang yang berusaha meluruskan pikiran-pikiran yang kurang rasional dari para fans fanatik tersebut. Setelah mengupas realita yang kerap terjadi saat ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa para fans yang mengidolakan seseorang haruslah berusaha meningkatkan sisi rasionalitas dirinya ketika hendak mengambil suatu sikap atau tingkah laku yang berhubungan dengan idolanya. Tidak ada salahnya mengidolakan seseorang, akan tetapi terlalu mengidolakan hingga menjurus ke sebuah fanatisme yang tidak rasional juga dapat menjadi sebuah ideologi yang tidak sehat. Setelah mengupas realita yang kerap terjadi saat ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa para fans yang mengidolakan seseorang haruslah berusaha meningkatkan sisi rasionalitas dirinya ketika hendak mengambil suatu sikap atau tingkah laku yang berhubungan dengan idolanya. Tidak ada salahnya mengidolakan seseorang, akan tetapi terlalu mengidolakan hingga menjurus ke sebuah fanatisme yang tidak rasional juga dapat menjadi sebuah ideologi yang tidak sehat.

BUNCH 5TH OKT 2013

Oleh : cut magfirah f.

Foto : HANISA AMALINA

fanatismeSehatkah?

-KOREAN DRAMA-

Page 15: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

15

Tidak jarang kita melihat fans (atau bahkan kita sendiri) yang berteriak-teriak saat idolanya mengadakan konser atau sekadar menonton idolanya di televisi. Hal ini

bahkan menjadi rutinitas si fans untuk mencari tahu informasi hingga menguntit idolanya. Sineas dari Korea, dimana ladang subur “penghasil” idola kini berkembang, mengangkat tema ini dalam drama mereka yang berjudul Reply 1997. Drama yang mengambil setting pada tahun 1997-1999 ini mengisahkan seorang siswi SMA bernama Shi Won, yang menjadi penggemar berat boyband H.O.T pada masa itu. Menjadi fans seorang idola mempengaruhi sikap Shi Won terhadap hal-hal di sekitarnya. Shi Won tidak hanya memajang poster-poster H.O.T di kamarnya, ia juga kerap kali mendapatkan nilai yang buruk bahkan bolos dari sekolah demi menonton konser idolanya itu. Tidak berhenti sampai di situ, Shi Won pun rela menunggu Tony, salah satu personel H.O.T selama berjam-jam demi mendapatkan tanda tangan di kaos yang dibawanya. Hal paling ekstrem yang Shi Won lakukan demi idolanya yaitu menulis pesan dengan darahnya. Ya, darahnya! Namun berkat caranya itu, ia diterima sebagai pengurus fansclub H.O.T. Meski cara ini dianggap menjijikan oleh idola mereka, fans akan merasa dirinya lebih diingat meski dengan cara yang tidak menyenangkan. Perkumpulan fans merupakan hal yang kompleks. Perpindahan dari fans idola tertentu menjadi fans idola yang lain dapat menimbulkan masalah tersendiri terutama yang menjadi saingan bagi idola mereka. Ini terlihat dari bagaimana persahabatan Shi Won yang terguncang, akibat temannya yang bernama Yo Jung berpindah dari fans H.O.T menjadi fans artis lain. Begitu fanatiknya Shi Won dengan

idolanya, Shi Won sampai memutuskan persahabatannya secara sepihak dengan Yo Jung karena tidak bisa menerima Yo Jung yang “mendua” dari H.O.T. Reply 1997 menggambarkan fenomena yang seringkali disebut sebagai fans fanatik yang termasuk dalam celebrity worship. Menjadi fans fanatik sebenarnya bukan hal yang buruk. Membaca majalah gossip, browsing internet, hingga mem-follow twitter idola merupakan sesuatu yang sah-sah saja. Fandom dapat menjadi tempat para fans membahas idola mereka bahkan seringkali menjadi sarana interaksi sosial para fans untuk saling kenal mengenal. Namun tidak jarang dari fandom sendiri, fans dapat secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan pribadi idola. Ini yang dianggap suatu bentuk patologi dalam celebrity worship. Para fans yang menjadi adiktif terhadap idola mulai tidak mempedulikan sekolah dan mulai menguntit kemanapun idola mereka pergi. Sekilas, menjadi fans bukan masalah besar, namun bila terlalu terbawa hingga melupakan hal paling penting untuk masa depan kita dapat membawa dampak buruk bagi diri sendiri dan juga orang lain. So, always choose smart decision guys!

biro media bem ikm f.psi ui 2013

Oleh : Hervi Utami K. D.

Foto : istimewa

fanatismeSehatkah? Penampakan ‘Gilanya’ Fans

terhadap Idola Mereka

-KOREAN DRAMA-REPLY 1997

Page 16: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

16

Play Your Part!piastro 2013

BUNCH 5TH OKT 2013

Piastro merupakan kompetisi olahraga dan seni yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Untuk para mahasiswa Psikologi di Indonedia,

mungkin sudah akrab dengan kompetisi tahunan yang satu ini, tapi tau gak? Ada yang baru loh di Piastro 2013! Jika biasanya Piastro punya 5 cabang kompetisi yang dilombakan, tahun ini ada cabang kompetisi baru, yaitu kompetisi film pendek. Dengan mengangkat tema “Play Your Part”, keenam cabang kompetisi tersebut meliputi kompetisi basket, futsal, moderndance, tari tradisional, fotografi dan film pendek. Kompetisi ini dibuka untuk kategori Pelajar, mahasiswa dan umum. Sebagai acara yang melibatkan para generasi muda, Piastro setiap tahunnya menjadi salah satu wadah kreativitas dan ajang kompetisi antar pelajar se-Jabodetabek dan mahasiswa psikologi se-Indonesia. Piastro diselenggarakan di GOR Bulungan, Jakarta Selatan, mulai dari 28 September hingga 6 Oktober 2013. Come check out www.piastro2013.com and play your part, now!

Page 17: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

17biro media bem ikm f.psi ui 2013biro media bem ikm f.psi ui 2013

Setelah sempat vakum selama setahun, ajang Psychology Festival (Psyfest) 2013 kembali diselenggarakan dengan menyatukan acara SNAP, ITP, dan Transformer dalam satu

rangkaian acara. Apa itu SNAP, ITP, dan Transformer?

SNAP : Bermain dan Bermusik dengan Psikologi Siapa bilang ilmu psikologi tidak berperan dalam kegiatan bermain dan bermusik? Acara “Psychology in Application (SNAP)” mengupas tuntas kaitan antara bermain dan bermusik dengan ilmu psikologi melalui dua talkshow. Talkshow pertama mengangkat topik “Through Play, We Learn.” Dengan narasumber Ida Ahdiah (redaksi majalah AyahBunda), Pak Raden (pendongeng dan pencetus boneka Unyil) dan Surastuti Hadiwinoto Nurdadi, M.Si. (dosen Fakultas Psikologi UI). Talkshow ini membahas mengenai cara bermain dengan anak dan peran permainan sebagai penunjang pertumbuhan anak. Tak kalah menarik, talkshow kedua SNAP mengangkat topik “What Music Does To You” yang menghadirkan Jack Simanjuntak (music designer) dan Linda Primana, M.Si. (dosen Fakultas Psikologi UI dan mantan pengajar di Yayasan Musik Indonesia) serta Piyu (pencipta lagu dan komposer musik) sebagai sharer. Talkshow ini membahas mengenai pengaruh musik dalam aspek psikologis dan perilaku manusia . SNAP dilaksanakan di Margo City, Depok pada tanggal 31 Agustus 2013

ITP : Sehari Jadi Mahasiswa Jurusan Psikologi Melalui “Introduction to Psychology (ITP)”, kita dapat mencicipi langsung perkuliahan di jurusan psikologi. Acara ITP dilaksanakan pada dua hari dan berisi simulasi kuliah, tes psikologi, tur fakultas dan talkshow. Selain itu, acara ITP

juga dimeriahkan dengan dua talkshow dengan talkshow pertama yang dipandu oleh Tika Bisono, M.Psi. dengan tema “Know Yourself Better”. Tujuannya, agar peserta talkshow bisa mengenali diri sendiri mulai dari minat, bakat, sampai tipe belajar. Sedangkan talkshow kedua dipandu oleh Zoya Amirin, M.Psi. yang membawakan materi mengenai segala macam percintaan di masa remaja dalam topik “I’m Young and I’m in Love”. Khusus di hari pertama, acara ITP juga diisi dengan sharing akademis, tur fakultas dan sharing S-1. Sedangkan di hari kedua, ada sharing S-2 dan penampilan dari Bilik Musik serta Alika. ITP dilaksanakan di Fakultas Psikologi UI pada tanggal 7-8 September 2013.

TRANSFORMER : Fresh Graduate, Let’s Suit Yourself! Psyfest juga mengundang para fresh graduate untuk mengetahui aplikasi ilmu psikologi dalam dunia kerja melalui “Transformer”. Transformer adalah seminar yang ditujukan untuk fresh graduate dalam menghadapi dunia kerja. Untuk mendukung langkah para fresh graduate di dunia kerja, Transformer juga menyediakan job fair yang berjalan beriringan dengan seminar. Seminar dengan topik “Suit Yourself” menghadirkan Rizkie Arthasari, Dr. Ongko Purba D. SM, MM., dan Fessy Alwi. Dari talkshow, diharapkan agar para fresh graduate bisa menyesuaikan diri di tempat kerja sesuai dengan potensi yang dimiliki. Transformer dilaksanakan di Ex Marketing Office Gandaria City pada tanggal 14 September 2013. Selain acara diatas, Psyfest juga menyelenggarakan lomba fashion dan poster design serta band. Rangkaian Psyfest ditutup dengan Grand Closing di Piazza Gandaria City dengan The Groove dan Alika sebagai bintang tamunya. Psyfest : See wider, get brighter!

17

Psikologi A-Z di

psyfest 2013

Page 18: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Sering melamun? Kamu tak sendiri karena manusia rata-rata menghabiskan 46,9 persen dari waktu mereka terjaga untuk melamun memikirkan hal lain dibanding memikirkan apa yang saat ini sedang mereka kerjakan. Hasil penelitian psikologi oleh Killingsworth dan Gilber t juga mensinyalir melamun menyebabkan pikiran menjadi tidak bahagia.

1.

18

2.3.4.

Oleh : HANA PARAMYTHA

INGIN TAHU LEBIH BANYAK MENGENAI IDOLIZING? AKSES ARTIKEL BUNCH LAINNYA DI

BEMPSIKOLOGI.UI.AC.ID

komik

Jangan membuat keputusan f inansial ketika sedang merasa sendiri atau ditolak oleh lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Hongkong, individu dengan social exclusion (merasa sendirian, dikucilkan dsb) cenderung membuat keputusan f inansial yang berisiko namun hal ini juga memunculkan adanya kesempatan f inansial yang bisa jadi menguntungkan.

Sering merasa bingung ketika dihadapkan pada banyak pilihan? Besar kemungkinan kita malah tidak akan memilih sama sekali. Ketika dihadapkan dengan banyak pilihan, kita justru menjadi cenderung untuk tidak memilih sama sekali.

Ingin mempercepat perilaku seseorang? Dekatkan ia dengan tujuan perilakunya. Berdasarkan goal gradient effect, sebuah perilaku akan semakin cepat jika kita semakin dekatnya dengan tujuan yang ingin dicapai.

Referensi: http://www.apa.org/news/press/releases/2013/08/social-exclusion.pdfhttp://www.columbia.edu/~rk566/research/Goal-Gradient_Illusionary_Goal_Progress.pdfhttp://www.businessinsider.com/100-things-you-should-know-about-people-2010-11?op=1http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/KILLINGSWORTH%20&%20GILBERT%20(2010).pdf

Page 19: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

Referensi: http://www.apa.org/news/press/releases/2013/08/social-exclusion.pdfhttp://www.columbia.edu/~rk566/research/Goal-Gradient_Illusionary_Goal_Progress.pdfhttp://www.businessinsider.com/100-things-you-should-know-about-people-2010-11?op=1http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/KILLINGSWORTH%20&%20GILBERT%20(2010).pdf

19

AKTIF:Mengajar lewat CoHSetiap hari Minggu, Departemen Pengabdian Masyarakat melalui proker Children of Heaven melakukan aksi mengajar anak-anak yang memiliki keterbatasan finansial di daerah Pancoran Mas. Tidak hanya mengajar, CoH juga memiliki aksi intervensi lingkungan di sekitar daerah mengajar. Tertarik un-tuk bergabung? CoH akan membuka pendaftaran di paruh kedua ini.

Tanggap Bencana melalui ACCESSProker ACCESS bertujuan untuk menggerakkan sivitas agar lebih peduli dan aktif dengan isu-isu kebencanaan seperti mengumpulkan dana atau barang bantuan untuk korban bencana. Jadi, tidak usah bingung untuk mencari fasilitator dalam menyalurkan bantuan ke korban bencana.

Barter buku lewat Kakak Adik BukuMemiliki buku kuliah yang tidak terpakai? Daripada dibiar-kan begitu saja di lemari, Departemen Kesejahteraan Ma-hasiswa melalui proker Kakak Adik Buku mencetuskan ide sis-tem peminjaman buku kuliah yang sudah tidak terpakai dari kakak kelas ke adik kelas. Kakak Adik Buku sudah berjalan di semester genap kemarin dan rencananya akan dilanjutkan pada semester ganjil ini

BERPRESTASI:Menaklukkan Keilmuan Nasional melalui P-Science P-Science merupakan wadah bagi mahasiswa Fakultas Psikologi untuk mempersiapkan diri dalam ajang keilmuan. Selain untuk persiapan OIM UI, P-Science akan memfasili-tasi mahasiswa yang tertarik untuk berlaga di ajang Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) melalui Program Kreativitas Ma-hasiswa (PKM).

Persiapan Mapres melalui Sekolah Mapres IIMasih ingat dengan kebanggaan ketika Mahasiswa Ber-prestasi (Mapres) Psikologi tahun ini berhasil menembus tiga besar Mapres UI? Kamu juga bisa seperti itu tentunya dengan persiapan yang matang. Sekolah Mapres akan dibuka kembali pada semester ini dengan kegiatan berupa seminar, workshop dan pelatihan untuk mempersiapkan ka-lian menjadi Mapres. Info Sekolah Mapres dapat diakses di @SMPsikoUI

Kontingen UI Art War, Olimpiade UI, dan OIM UIPunya kemampuan di bidang seni, olahraga atau keilmuan? Yuk bergabung dalam kontingen Fakultas Psikologi UI! Kon-tingen adalah kesempatan kalian untuk mengharumkan nama Fakultas Psikologi dalam kompetisi tingkat UI yaitu UI Art War untuk bidang seni, Olimpiade UI untuk bidang olahraga dan Olimpiade Ilmiah Mahasiswa (OIM) UI untuk bidang keilmuan.

Ingin berprestasi di tingkat kampus? Atau ingin berkontribusi langsung di ten-gah-tengah masyarakat? Sesuai dengan visi BEM yaitu berprestasi, sinergis dan aktif, BEM bisa menjadi fasilitator untuk berprestasi dan aktif di lingkun-gan kampus maupun terjun langsung ke masyarakat melalui beragam program kerja (proker) BEM. Apa saja proker berprestasi dan aktif yang bisa kalian ikuti di semester baru ini?

Agar persiapan kalian di kompetisi tingkat UI semakin baik, sebelumnya kalian akan mendapatkan pembekalan terlebih dahulu melalui prorgram pelatihan kontingen. Info mengenai kontingen dapat diikuti di linimasa @pejuangbirumuda

PROKERBERPRESTASI AKTIF

Page 20: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

BUNCH 5TH oktober 2013

Tahun ini BEM IKM Fakultas Psikologi UI melakukan terobosan terbaru yang belum pernah dilakukan sebelumnya yaitu diangkatnya satu isu bersama

oleh bidang sosial politik seperti Departemen Pengabdian Masyarakat, Departemen Kajian Strategis, dan Departemen Kesejahteraan Mahasiswa. Isu yang dibawa bersama pada tahun ini adalah kesehatan jiwa. Berangkat dari fenomena di kehidupan sehari-hari bahwa masalah kesehatan jiwa adalah penting tidak hanya bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tetapi juga bagi orang yang normal. Kesehatan jiwa tidak kalah pentingnya dari kesehatan fisik, karena juga berkaitan dengan kesejahteraan seseorang dalam berbagai aspek kehidupannya. Melihat fenomena ini, kemudian muncul keprihatinan kala kita melihat kurang bergaungnya isu mengenai kesehatan jiwa di masyarakat. Salah satu buktinya adalah Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa (RUU Keswa) yang luput dari atensi publik. Maka dari itu, pada paruh pertama kepengurusan BEM, bidang sosial-politik memutuskan untuk mengangkat isu ini. Konsep mengenai kesehatan jiwa kemudian diformulasikan dan dimasukkan ke dalam program kerja departemen masing-masing. Pada paruh pertama, Departemen Pengabdian Masyarakat melaksanakan proker We Care yang bertujuan untuk memperhatikan kesehatan jiwa para veteran pejuang kemerdekaan republik Indonesia. Kemudian, Departemen Kajian

Strategis yang melakukan fokus pada penyusunan RUU Keswa di DPR RI dengan mengadakan Simposium Kesehatan Jiwa yang melibatkan akademisi dan delegasi dari fakultas Psikologi dari universitas-universitas untuk duduk bersama mendiskusikan aspek promotif dan preventif dari RUU Keswa. Serta, Departemen Kesejahteraan Mahasiswa yang membawa isu kesehatan jiwa dalam prokernya Peer Counselor yang melatih mahasiswa untuk memiliki keterampilan seorang konselor bagi teman-temannya.Pada paruh kedua ini, masih akan ada kelanjutan dari isu bersama kesehatan jiwa. Selain itu, untuk memasifkan kesadaran mengenai pentingnya kesehatan jiwa, secara keseluruhan bidang-bidang di BEM IKM F.Psi UI akan membawa isu Kesehatan Jiwa dalam pelaksanaan program kerja selanjutnya. Penasaran akan seperti apa? Tunggu tanggal mainnya!

PENGANTAR

20

Page 21: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

biro media bem ikm f.psi ui 2013

Simposium Kesehatan Jiwa merupakan program kerja Departemen Kajian Strategis BEM IKM Fakultas Psikologi UI dan menjadi simposium pertama

yang diadakan oleh BEM IKM Fakultas Psikologi UI. Simposium ini mengangkat isu kesehatan jiwa dengan serangkaian kegiatan yang berlangsung selama empat hari, yaitu pada tanggal 13-16 Juni 2013. Tema dalam simposium ini adalah “RUU Kesehatan Jiwa: Membangun Perspektif Kesehatan Jiwa dengan Pendekatan Preventif dan Promotif”. Tujuan simposium Kesehatan Jiwa adalah menghasilkan draf rekomendasi untuk diserahkan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan pembuatan RUU Kesehatan Jiwa; menambah dan memperkaya pengetahuan peserta mengenai kesehatan jiwa; serta menjalin hubungan kerjasama dengan stakeholder dalam bidang kesehatan jiwa. Simposium Kesehatan Jiwa dihadiri oleh 43 peserta melalui mekanisme undangan dan call for essay. Terdapat sepuluh universitas, melalui BEM mengirimkan perwakilannya pada Simposium Kesehatan Jiwa, seperti Universitas Andalas, Universitas Padjajaran, dan Universitas Gajah Mada. Dari 43 peserta, 14 diantaranya merupakan individu yang lolos mekanisme call for essay. Selama empat hari, Simposium Kesehatan jiwa dilaksanakan di Fakultas Psikologi UI dan Aula Terapung Perpusat. Selain itu kedua tempat tersebut, Asrama Mahasiswa UI menjadi tempat menginap bagi para peserta.Berikut adalah gambaran umum pelaksanaan Simposium Kesehatan Jiwa:

Hari Pertama, 13 Juni 2013 (Gedung D dan Gedung H F.Psikologi UI) Pada hari pertama acara berlangsung dari pukul 13.20-19.00 WIB. Acaradibuka dengan sambutan oleh Mahalum, Ketua BEM IKM Psikologi UI, dan Ketua Pelaksana Simposium Kesehatan Jiwa. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan tata tertib Simposium Kesehatan Jiwa dan pemilihan presidium tetap. Presidium tetap terpilih berasal dari tiga universitas berbeda, yaitu UIN jakarta, UIN Bandung, dan Universitas Andalas. Acara diakhiri dengan makan bersama dan hiburan. • Hari Kedua, 14

Juni 2013 (Gedung H F.Psikologi UI)Agenda yang dilaksanakan di hari kedua adalah Seminar dan Focus Group Discussion (FGD). Seminar menghadirkan tiga pembicara, yaitu dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ. (DPR RI), dr. Pandu Setiawan, SpKJ. (Ketua Jejaring Komunikasi Kesehatan Jiwa) dan Dr. Nani Nurrachman Sutojo (anggota Majelis HIMPSI DKI Jaya). Seminar ini juga terbuka untuk masyarakat umum non peserta Simposium Kesehatan Jiwa. FGD dilaksanakan dengan membagi peserta menjadi tiga komisi, yaitu komisi perkotaan, pendidikan, dan industri. Peserta pada msing-masing komisi membahas persoalan kesehatan jiwa sesuai bidang yang telah ditentukan tersebut.

Hari Ketiga, 15 juni 2013Pada hari ketiga, agenda yang dilaksanakan adalah FGD sesi dua dan sidang pleno bersama peserta ahli. Hasil yang sudah didapat di FGD sesi pertama dan kedua dipresentasikan di depan peserta ahli yang telah diundang. Peserta ahli t memberikan kritik dan saran atas hasil FGD. Setelah itu peserta simposium akan merumuskannya kembali menjadi draf rekomendasi untuk diserahkan kepada DPR.

Hari Keempat, 16 Juni 2013Pada hari keempat agenda yang dilaksanakan adalah deklarasi bersama dan pernyataan pandangan terkait follow up Simposium Kesehatan Jiwa. Peserta menandatangani deklarasi yang secara umum berisi dukungan terhadap RUU Kesehatan Jiwa dan kesediaan untuk mengawal RUU ini. Setelah selesai semua perwakilan peserta dari tiap universitas menyampaikan pandangan terkait apa saja yang harus dilakukan setelah Simposium Kesehatan Jiwa.

SIMPOSIUM KESEHATAN JIWA

21

Page 22: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

22

BUNCH 5TH oktober 2013

Pada tahun 2013, We Care membawa isu baru yaitu kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa atau kesehatan mental merupakan salah satu isu utama dalam

rumpun ilmu psikologi. Berbeda dengan anggapan umum yang menggambarkan kesehatan jiwa sebagai keadaan bebas gangguan kejiwaan saja, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya, dapat mengatasi masalah yang dialami, dan bekerja secara produktif (WHO, 2001). Alasan mengapa kami memilih para lansia berdasarkan pada fakta yang menyatakan bahwa sekitar 1-5% populasi lansia mengalami depresi. Angka ini bertambah besar sampai 13.5% pada lansia yang mengalami gangguan medis dan harus mendapatkan perawatan di rawat inap (Dr. Andri, Sp.KJ, 2012). Kami memilih para veteran agar harapannya para mahasiswa juga dapat mengetahui bagaimana perjuangan yang telah dilakukan oleh para veteran. Oleh karena itulah, We Care 2013 diselenggarakan agar menjadi wadah bagi para veteran beraktivitas dalam kegiatan yang menyenangkan dan memotivasi mereka untuk tetap aktif sehingga semakin dekat dengan kondisi jiwa yang sehat. We Care 2013 yang mengangkat tema “Happiness begins with a single smile” diwujudkan dalam dua rangkaian acara yang diadakan pada hari Rabu dan Sabtu, 12 dan 15 Juni 2013. Pada Rabu, 12 Juni 2013, We Care melangsungkan kunjungan ke rumah-rumah veteran bersama dengan para volunteer yang telah menunjukkan kepeduliannya dengan bergabung dalam We Care. Dari kunjungan tersebut, para volunteer dapat lebih dekat dengan para veteran. Mereka pun mengetahui bagaimana kondisi beberapa veteran di Depok dan bagaimana mereka menjalani hidup di masa tua. Para veteran dengan senang hati menyambut kedatangan para volunteer dan bercerita mengenai pengalamannya

sewaktu berperang membela negara. Di akhir kunjungan, para veteran mengatkan bahwa saat itu adalah pertama kalinya mereka dikunjungi oleh para mahasiswa, mereka sangat senang karena merasa diperhatikan oleh para mahasiswa. Sedangkan pada Sabtu, 15 Juni 2013, We Care melangsungkan acara puncak di Kodim LVRI Depok. Acara puncak We Care ini berisi beberapa rangkaian kegiatan, yaitu pemeriksaan kesehatan, talkshow mengenai “Bahagia dan Produktif di Usia Emas” yang dibawakan oleh dosen Fakultas Psikologi UI, yaitu Dra. Cicilia Yeti Prawasti, M.Si. (Mbak Yeti), makan siang bersama, pembagian bingkisan, dan bernyanyi bersama para veteran. Veteran begitu ceria dan aktif berpartisipasi dalam seluruh rangkaian acara, khususnya dalam talkshow di mana mereka terus menggali informasi sambil menggunakan kesempatan untuk sedikit membagi cerita. Mahasiswa dan veteran juga berinteraksi satu sama lain dalam suasana yang hangat di sela-sela acara. Keakraban semakin tampak saat mahasiswa bernyanyi bergantian dan bersama-sama dengan veteran. Di akhir acara, mereka menampakkan wajah bahagia. Hal ini juga terbukti dengan banyaknya koin bergambar “senyum” yang dipilih oleh hampir seluruh veteran dibandingkan koin bergambar “sedih”. Melalui We Care 2013, diharapkan terjalin relasi berkelanjutan antara mahasiswa dan veteran serta saling memberi manfaat. I Care. You Care. We Care. <3

ReferensiDr. Andri, Sp.KJ.Kesehatan Jiwa Lansia http://nasional.kompas.com/

read/2012/04/09/07010040/Kesehatan.Jiwa.LansiaWHO. The World Health Report (2001). Mental Health: New Hope, New

Understanding.

we care

Page 23: BUNCH Oktober 2013 Vol:5

biro media bem ikm f.psi ui 2013

Apakah ada teman yang pernah bercerita kepada kamu bahwa Ia ingin melakukan tindakan bunuh diri setelah diputuskan oleh pacarnya? Atau apakah

kamu pernah mengetahui bahwa teman kamu berniat untuk pergi dari rumah karena memiliki masalah dalam hal akademiknya? Beberapa contoh tersebut adalah sebagian kecil dari permasalahan yang dimiliki oleh remaja, yang seringkali hanya diungkapkan untuk teman terdekatnya saja. Interaksi dalam peer group dapat menjadi hal yang penting untuk membantu permasalahan pribadi yang dimiliki seseorang. Hal ini menjadi penting karena interaksi dalam peer group dapat memberikan dukungan moral atau umpan balik yang berguna terhadap masalah yang sedang dimiliki. Atas dasar itulah Program Peer Counselor dibentuk. Peer Counselor adalah seseorang yang telah diberikan pelatihan mengenai konseling untuk membantu teman-teman dalam peer groupnya yang memiliki masalah pribadi. Namun berbeda dengan konselor pada umunya, Konselor Sebaya mempunyai peran untuk mendeteksi dini dan melakukan perujukan jika teman tersebut memiliki permasalahan yang berada di luar kapasitas Peer Couselor. Dalam menangani permasalah tersebut, Peer Counselor telah diberikan beberapa bekal keterampilan. Bidang kesma bekerjasama dengan Klinik Terpadu

Psikologi UI dalam memberikan berbagai pelatihan yang dibutuhkan bagi para konselor sebaya. Materi yang diberikan antara lain, communication skill, active listening, emphaty, dsb. Program Peer Counselor ini telah melakukan dua kali pelatihan, yaitu Pelatihan Utama di tanggal 4 Mei 2013 dan Pelatihan bersama bidang Mentor Kamaba 2013 pada tanggal 18 Agustus 2013. Selain pelatihan, pada paruh kedua ini, para Peer Counselor ini akan mendapatkan sesi-sesi diskusi selama menjadi Peer Counselor. Dalam sesi diskusi ini, bersama fasilitator dari klinik terpadu akan dibahas pengalaman dan informasi tambahan yang diperlukan untuk mengasah ketrampilan yang dibutuhkan dalam menjadi seorang Peer Counselor. Hal yang diharapkan dari program ini adalah agar terbentuk kepekaan terhadap masalah-masalah yang dimiliki oleh teman-teman di lingkungan pergaulannya.

konselor sebaya

23

Page 24: BUNCH Oktober 2013 Vol:5