C09aaz[1]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

karaginan. susu pasteurisasi

Citation preview

  • HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)

    Oleh Abdul Azis C34103014

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • RINGKASAN

    ABDUL AZIS. C34103014. Hidrokoloid Kappa-Karagenan sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera). Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan JOKO SANTOSO.

    Santan kelapa banyak sekali dimanfaatkan di berbagai bidang. Selain manfaatnya yang banyak, santan juga mudah sekali rusak akibat proses oksidasi dengan udara (ketengikan). Santan kelapa mudah sekali memisah antara fraksi air dan minyak, dan fraksi minyak berada di bagian atas yang memudahkan interaksi dengan udara dan menyebabkan oksidasi. Penambahan karagenan dapat menstabilkan santan sehingga aktivitas oksidasi dapat dikurangi.

    Penelitian ini bertujuan memanfaatkan karagenan sebagai penstabil santan. Mengetahui konsentrasi karagenan yang tepat dalam menstabilkan santan kelapa pada berbagai perlakuan. Mengetahui tingkat kestabilan santan kelapa dihubungkan dengan daya awet setelah penambahan karagenan.

    Penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan konsentrasi karagenan yang tepat. Penelitian utama bertujuan menentukan efektivitas hidrokoloid karagenan sebagai penghambat kerusakan santan dengan menguji parameter viskositas, derajat putih, stabilitas, dan bilangan TBA (thiobarbituric acid).

    Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh konsentrasi santan terpilih berdasarkan uji organoleptik yaitu, santan kelapa tanpa penambahan air sebelum pengepresan (jenis A ) 0,5%, santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) 0,5 %, sedangkan pada santan kelapa sisa (ampas) jenis A dengan penambahan air 2:1 (jenis C ) sebesar 1%. Penambahan karagenan dalam santan kelapa memberikan nilai viskositas paling tingi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 146 cp pada santan jenis A, 74 cp pada jenis santan B, dan 58,6 cp pada santan jenis C. Nilai stabilitas santan jenis A tertinggi adalah penambahan karagenan 0,5% sebesar 81,11%, pada santan jenis B yaitu penambahan karagenan 0,5% sebesar 57,43%, dan stabilitas santan jenis C yaitu penambahan 1% sebesar 46,35%. Derajat putih pada santan kelapa jenis A dan jenis B sebelum penyimpanan paling tinggi sebesar 83,14% dan 81,00%, sedangkan santan jenis C nilai yang paling tinggi adalah penambahan BHT 200 ppt sebelum penyimpanan sebesar 81,59%. Penambahan karagenan dapat mempertahankan nilai TBA lebih baik dibandingkan dengan tanpa penambahan dengan mempertahankan bilangan TBA 0,0022 menjadi 0,0029 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan pada santan jenis A, 0,0013 menjadi 0,0018 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan pada santan jenis B, 0,0022 menjadi 0,0025 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan. Namun masih lebih baik penambahan BHT 200 ppt pada semua jenis santan.

    Karagenan dapat digunakan sebagai penstabil santan kelapa dan dapat mengurangi terjadinya ketengikan walaupun tidak sebaik BHT (Butylated hydroxytoluene).

  • HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    Abdul Azis C34103014

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • Judul Skripsi : HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)

    Nama Mahasiswa : Abdul Azis Nomor Pokok : C34103014 Departemen : Teknologi Hasil Perikanan

    Menyetujui, Komisi Pembimbing

    Pembimbing I

    Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002

    Pembimbing II

    Dr. Ir. Joko Santoso, MSi. NIP.19670922 199203 1 003

    Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002

    Tanggal lulus :

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

    HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)

    adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, September 2009

    Abdul Azis C34103014

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Abdul Azis. Penulis dilahirkan di Pamekasan, 10 Novembember 1983 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Kafrawi dan Halima.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di SDN Waru Barat 4 dan menyelesaikan pendidikan selama 7 tahun (tidak naik kelas satu) dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Waru Pamekasan dan Alhamdulillah lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 pula penulis lulus seleksi masuk SMU Unggulan 3 Pamekasan dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima di program studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

    Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti Briefing IPB SMU se-Madura oleh Keluarga Besar Mahasiswa Madura (Gasisma) periode 2003-2004 sebagai koordinaor, Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi (Infokom) periode 2005-2006, Seminar and Speed Training ESQ oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Perikanan (FKM-C) sebagai Ketua Koordinator bagian Publikasi Dokumentasi dan Multimedia, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai Kepala Bidang Kreasi dan Inofasi Media (BKIMedia) periode 2007-2008. Penulis juga aktif di berbagai kegiatan akademik seperti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang ilmiah (lolos didanai Dikti) dengan judul "Peningkatan Kualitas Sabun Mandi Cair dengan Penambahan Karagenan sebagai ketua tim, asisten pratikum mata kuliah Fisiologi Hewan Air periode 2005-2006, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan periode 2006-2007, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Termal Hasil Perikanan periode 2006-2007.

    Sebagai implementasi mata kuliah Kewirausahaan, penulis juga aktif membangun konsep dan aplikasi usaha di bidang komputer grafis, seperti membangun ANSkillcreative pada tahun 2005-2006. Bergabung dalam anggota Algincomputer sebagai koordinator bagian multimedia pada tahun 2006-2007.

  • Bergabung dalam Salman Media Enterprise (SAME) sebagai desainer grafis dan multimedia pada tahun 2007-2008. Bergabung dalam manajemen PClounge internet caf sebagai desainer grafis dan multimedia pada tahun 2008-sekarang. Membangun situs pribadi full animasi www.nabui.com sebagai salah satu koleksi portofolio dan business networking.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Hidrokoloid Kappa-Karagenan sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocosnucifera) yang dibimbingan oleh Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. dan Dr. Ir. Joko Santoso, MSi.

  • KATA PENGANTAR

    Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan pada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Hidrokoloid Kappa-Karagenan sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera).

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada :

    1) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. dan Dr. Ir. Joko Santoso, MSi. sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

    2) Ibu Ir. Nurjanah, MS. dan Ashadatun Abdullah SPi, MSi. sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.

    3) Kedua orang tua, Ayahanda Kafrawi dan Ibunda Halima atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.

    4) Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MSi. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan, semangat dan perhatiannya serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama menjalani hari-hari di IPB.

    5) Saudara-saudaraku Mbak Leli dan Kak Hasan, adekku Taufik Hidayat dan Lila atas semangat, doa, perhatian, dan segala bantuannya.

    6) Keluarga besar di Jakata Om Hamdan Prayogo, Mbak Iir, si kecil Salman Alkautsar, Zulfi, Juhar, Bibah, Alfin, Ahsan, Kak Zein atas dukungannya.

    7) Rina Khairiani, Lintang, dan Dina atas semua kenangan pahit dan manis yang telah berlalu, terima kasih pula atas doanya Insya Allah aku akan menggapai impianku.

    8) Teman-teman di BKIMIPB, Anggota HIMASILKAN, Tim seminar and speed training ESQ FKM-C, kru ANSkill creative, kru Algin computer, kru SAME (Salman Media Enterprise), kru PClounge, dan teman-teman

  • Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan atas dorongannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    9) Rekan-rekan THP angkatan 39, 40, 41, Sefri, Jno, Gea, Jeng Hilman, Syahrul, Trihadi, Lutfi, Gami, Rama, Dian, Tias, dll yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.

    10) Kakak kelas GASISMA (Keluarga Besar Mahasiswa Madura), Bpk. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS, Bpk Dr. Ir. Aris Munandar, MS, Bpk Burhan, Bpk. Cipto, Mbak Yuyun, Mas Hafi atas doa dan bantuannya.

    11) Bu Ema atas bantuan dan bimbingannya selama di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Hasil Perairan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis.

    Bogor, September 2009

    Abdul Azis

  • DAFTAR ISI Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

    1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2. Tujuan ............................................................................................ 3 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hidrokoloid Karagenan ................................................................. 4 2.1.1 Pembuatan karagenan .......................................................... 4 2.1.2 Struktur dan sifat karagenan ................................................. 6 2.1.3 Standar mutu karagenan ...................................................... 10 2.1.4 Aplikasi karagenan ............................................................... 11

    2.2. Santan Kelapa ............................................................................. 12 2.2.1 Bagian-bagian buah kelapa .................................................. 12 2.2.2 Komposisi buah kelapa ........................................................ 12 2.2.3 Pengolahan kelapa ............................................................... 13

    2.3. Stabilitas ........................................................................................ 14 2.4. Ketengikan .................................................................................... 14

    2.5. Antioksidan ................................................................................... 15

    3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 17 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 17 3.3 Tahap Penelitian ............................................................................. 17

    3.3.1 Penelitian pendahuluan ........................................................ 17 3.3.2 Penelitian utama ................................................................... 20 3.3.3 Prosedur analisis .................................................................. 21

    1) Uji organoleptik (Rahayu 1998) .................................... 21 2) Viskositas (Marine Colloids 1984)) ................................ 21 3) Stabilitas (Sutter 1981) .................................................... 21

  • 4) Derajat putih (Anonim 2001) .......................................... 22 5) Ketengikan (Rancidity) (Tarladgis 1960) ........................ 22

    3.3.4 Rancangan percobaan dan analisis data .............................. 23

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Murni ........................... 26 4.2 Karakteristik Santan Kelapa ....................................................... 27

    4.2.1 Uji organoleptik pada berbagai penambahan konsentrasi karagenan ...................................................... 28 4.2.1.1 Warna ................................................................. 28 4.2.1.2 Penampakan ....................................................... 29 4.2.1.3 Aroma ................................................................. 30 4.2.1.4 Rasa .................................................................... 30 4.2.1.5 Homogenitas ...................................................... 31

    4.3 Viskositas Santan Kelapa ........................................................... 32 4.4 Stabilitas santan kelapa .............................................................. 34

    4.4.1 Stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) 35 4.4.2 Stabilitas santan kelapa dengan

    penambahan air 2:1 (jenis B) .......................................... 36 4.4.3 Stabilitas santan kelapa dari ampas jenis santan A

    dengan penambahan air 2:1 (jenis C) .............................. 37 4.5 Derajat putih santan kelapa ........................................................ 38

    4.5.1 Derajat putih santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) ..................................... 39

    4.5.2 Derajat putih santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) ......................................... 40

    4.5.3 Derajat putih santan kelapa dari ampas jenis santan A dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ............................ 41

    4.6 Bilangan TBA (Thiobarbituric acid) .......................................... 42 4.6.1 Bilangan TBA santan kelapa

    tanpa penambahan air (jenis A) ..................................... 43 4.6.2 Bilangan TBA santan kelapa dengan

    penambahan air 2:1 (jenis B) ......................................... 44 4.6.3 Bilangan TBA santan kelapa dari ampas jenis santan A

    dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ............................. 45

  • 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 47 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 47 5.2 Saran ........................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 48 LAMPIRAN .............................................................................................. 52

  • DAFTAR TABEL

    No Halaman 1. Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karagenan .............................. 9 2. Standar mutu karagenan ....................................................................... 11 3. Komposisi kimia daging buah kelapa

    pada berbagai tingkat kematangan ....................................................... 13 4. Kombinasi jenis santan dan konsentrasi karagenan

    pada penelitian pendahuluan .............................................................. 18 5. Hasil karakterisasi karagenan .............................................................. 26 6. Viskositas santan kelapa pada semua perlakuan ................................. 32

    xiii

  • DAFTAR GAMBAR

    No Halaman 1. Diagram proses pembuatan tepung karagenan .................................... 5 2. Struktur molekul berbagai jenis karagenan ......................................... 8 3. Kelapa dan bagian-bagiannya ............................................................. 12 4. Struktur kimia BHT (Butylated hydroxytoluene) ............................... 15 5. Diagram alir penelitian pendahuluan .................................................. 19 6. Diagram alir penelitian utama ............................................................ 20 7. Hasil santan dari ketiga jenis santan kelapa ....................................... 27 8. Santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding. .......... 33 9. Stabilitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan ............. 34 10. Grafik stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) ........ 35 11. Grafik stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) 36 12. Grafik stabilitas santan kelapa sisa jenis A

    dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ................................................. 37 13. Hasil parutan kelapa yang digunakan sebagai sampel uji coba ......... 38 14. Histogram derajat putih santan tanpa penambahan air (jenis A) ....... 40 15. Histogram derajat putih santan dengan penambahan air 2:1 ............. 40 16. Histogram derajat putih santan kelapa sisa jenis A dengan penambahan air 2:1 ................................................................ 41 17. Perlakuan teknis pada sampel uji TBA .............................................. 42 18. Histogram nilai bilangan TBA pada santan kelapa jenis A ............... 43 19. Histogram nilai TBA pada santan kelapa jenis B .............................. 45 20. Histogram nilai TBA pada santan kelapa jenis C .............................. 46

    xiv

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Halaman 1. Lembar penilaian (Scoresheet ) uji organoleptik ................................. 53 2. Uji Kruskal -Wallis terhadap bau, rasa, warna, penampakan,

    dan homogenitas ................................................................................. 54 3. Uji lanjut Multiple Comparison dengan post hoc Tukey

    dan Dunken pada berbagai jenis santan kelapa. .................................. 56 4. Derajat putih santan kelapa .................................................................. 64 5. Nilai bilangan TBA (Thiobarbituric acid) ........................................... 67

    xv

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Karagenan merupakan komoditif industri yang penggunaannya semakin

    meluas dan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya industri-industri terutama industri dairy product (Fahmitasari 2004). Banyak industri-industri makanan yang sudah menggunakan karagenan sebagai bahan tambahan untuk mendapatkan produk yang bernilai tinggi. Pasta gigi, sabun mandi cair, ice cream adalah contoh produk industri yang menggunakan karagenan sebagai pengentalnya.

    Karagenan adalah kelompok polisakarida linear bersulfat yang dapat dihasilkan dari alga merah (Rhodophyceae). Karagenan mempunyai kemampuan yang unik yaitu dapat membentuk berbagai variasi gel pada temperatur ruang (kaku atau elastic dan keras atau lembut) dengan titik leleh yang tinggi atau rendah. Berdasarkan sifatnya, karagenan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental (thickener) dan bahan pembentuk gel (Food Chemical Codex 1981). Karagenan sebagai penstabil dapat mempertahankan konsistensi larutan yang memisah seperti lipida dan air. Kemampuan inilah yang kemudian bisa digunakan sebagai bahan untuk mempertahankan daya awet larutan yang diakibatkan oksidasi.

    Santan merupakan bahan pangan yang digunakan oleh hampir semua rumah tangga dan beberapa industri pangan. Kegunaan santan untuk berbagai kebutuhan dalam bidang pangan makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Namun tingginya kebutuhan terhadap santan ini tidak diimbangi dengan daya awet santan akibat ketidakstabilan larutan santan.

    Saat ini di pasaranpun sudah terdapat santan yang praktis, yaitu santan siap pakai dengan kekentalan yang cukup tinggi dan pengolahan kelapa menjadi tepung santan. Namun harga yang harus dikeluarkan untuk membuatnya cukup besar. Industri pembuatan kelapa parut kering skala kecil membutuhkan alat pengering yang berharga 10 juta rupiah (Mahmud et al. 2007). Santan yang ada di pasaran memiliki kekentalan yang tinggi dan packaging yang kedap sehingga terjadinya oksidasi dapat dihindari. Santan seperti ini memiliki kemampuan

  • menghambat kontak langsung dengan udara, berbeda jika dibandingkan dengan santan yang dibuat langsung oleh ibu-ibu rumah tangga yang biasanya tidak banyak diberi perlakuan setelah proses pemarutan.

    Daya awet santan berhubungan dengan kandungan lipida dalam santan yang mudah teroksidasi sehingga menyebabkan ketengikan. Santan tersusun dari berbagai senyawa asam lemak dan jika terkontaminasi dengan udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Selain kandungan lipida santan juga mengandung air. Air dan lipida memisah, lipida berada pada bagian atas dan air berada pada bagian bawah. Akibat pemisahan partikel tersebut lipida yang berada pada bagian atas tersebut mudah sekali mengalami oksidasi karena kontak langsung dengan udara.

    Pencegahan ketengikan biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan antitengik (antioksidan). Bahan antitengik ada yang alami dan ada juga yang sintetik. Bahan baku dan proses pembuatan antioksidan alami cukup mahal. Rendemen atau hasil produksi juga tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku yang digunakan. Akibatnya harga produknya jauh lebih mahal dibandingkan dengan antioksidan sintetis. Hal ini juga menjadi kelemahan lain dari penggunaan bahan tersebut.

    Salah satu cara lain untuk mempertahankan daya awet santan dapat dilakukan dengan menambahkan penstabil. Penstabil merupakan salah faktor penting untuk menghindari terjadinya pemisahan lipida dan air. Untuk dapat menstabilkan santan diperlukan zat yang dapat mengikat air dan lipida. Zat seperti ini disebut dengan hidrokoloid. Hidrokoloid banyak sekali macamnya ada yang sintetis dan alami. Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid alami dan memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu suatu produk. Hidrokoloid pada umumnya berfungsi mencegah kerusakan lemak dengan meningkatkan viskositas (Obrin 1996). Karagenan memiliki banyak fungsi terutama karena sifatnya yang dapat mengikat air, sehingga banyak digunakan sebagai bahan penstabil makanan.

  • 1.2. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan karagenan

    sebagai penstabil santan kelapa. Tujuan khusus adalah: a) Mengetahui konsentrasi karagenan yang tepat untuk menstabilkan santan

    kelapa pada berbagai perlakuan. b) Mengetahui tingkat kestabilan santan kelapa dihubungkan dengan daya

    awet setelah penambahan karagenan.

    .

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hidrokoloid Karagenan Hidrokoloid atau hidrofilik koloid dikenal juga dengan sebutan gum,

    merupakan polimer yang berukuran koloid, antara 10 sampai dengan 1000 yang menunjukkan sifat koloid dalam suspensinya (Fardiaz 1989). Pembentukan gel merupakan sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang (cross linking) dari rantai-rantai polimer membentuk jala kontinyu tiga dimensi, selanjutnya jala ini dapat menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku. Beberapa koloid memberikan kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah, biasanya di bawah 1 % (Glicksman 1969). Ukuran molekul hidrokoloid yang besar dan adanya kemampuan untuk saling terikat dan tarik menarik antara komponen molekul mengakibatkan proses pengentalan dan pembentukan gel (Sweming 1999).

    Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan baik yang alami maupun sintetik. Agar, karagenan, dan furselaran merupakan hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae), sedangkan alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Secara alami terdapat tiga fraksi karagenan yaitu kappa-karagenan, lamda-karagenan, dan iota-karagenan (Anonim 2006a).

    2.1.1. Pembuatan karagenan Rumput laut yang telah dipanen dilakukan penanganan pascapanen.

    Penanganan pascapanen atau penanganan awal dilakukan untuk pembersihan/ menghilangkan pasir, garam dan kotoran-kotoran lain yang melekat dengan cara mencuci dengan air tawar (pencucian dilakukan dua sampai tiga kali). Hasil pencucian dikeringkan hingga diperoleh rumput laut yang bersih dengan kandungan air 10 25 %. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari atau menggunakan alat pengering. Hasil pengeringan dapat langsung diproses atau dapat juga digunakan untuk kebutuhan ekspor rumput laut kering. Proses ekstraksi karagenan dari rumput laut meliputi: pencucian, pemekatan (evaporasi), pemisahan (filtrasi dengan sentrifus), pengendapan (presipitasi), pengeringan (roll

  • drum dryer), grinder (mill), dan pengepakan (Istini 2007). Diagram alir proses pembuatan karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Proses pembuatan tepung karagenan Okazaki (1971) dalam Istini (2007).

    Proses pengolahan karagenan melalui tahapan sebagai berikut (Okazaki 1971 dalam Istini 2007): 1) Bahan baku pembuatan karagenan adalah rumput laut Rhodophycea yang

    telah mengalami pengolahan awal (pencucian dan pengeringan). 2) Rumput laut yang sudah bersih dan kering sebelum diolah perlu dilakukan

    pencucian lagi. Pencucian dengan air tawar dapat dilakukan dengan drum berputar yang berlubang dan ke dalamnya disemprotkan air sehingga kotoran-kotoran akan lepas.

    3) Rumput laut yang telah mengalami pencucian tadi dibuat alkalis dengan menambahkan suatu basa berupa larutan NaOH, Ca(OH)2 atau KOH, sehingga pH mencapai sekitar 9 9,6.

    4) Setelah dibuat alkalis dilakukan ekstraksi dengan air dalam suatu tangki dengan perbandingan jumlah air 20 kali berat rumput laut yang akan diekstraksi. Ekstraksi dilakukan selama 2 24 jam pada suhu 90 95C. Supaya sempurna, ekstraksi dilakukan selama satu hari (24 jam).

  • 5) Hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dan residu (kotoran-kotoran yang terdiri dari rumput laut yang tidak larut).

    6) Pemisahan dilakukan dengan penyaringan yang menggunakan filter aid. Filtrat yang keluar berupa larutan yang mengandung 1 % karagenan, dan residunya dibuang.

    7) Larutan yang mengandung 1 % karagenan dipekatkan menjadi 3 % dengan jalan menguapkan airnya dalam suatu evaporator pada suhu 100 C pada tekanan 1 atm.

    8) Larutan hasil pemekatan ditambah dengan larutan centrifuge, larutan direcovery dan ditambahkan karbon aktif untuk menghilangkan warna dari larutan. Larutan dan karbon aktif dipisahkan dengan filtrasi. Larutan hasil filtrasi digunakan kembali untuk proses pembentukan endapan karagenan.

    9) Serat karagenan yang terbentuk sebagai endapan kemudian dikeringkan dalam suatu drum dryer pada suhu 250 C. Serat karagenan yang sudah kering dihancurkan dengan alat penghancur (discmill) sehingga diperoleh karagenan powder. Karagenan powder ini siap untuk dikemas dalam drum plastik atau dalam kantong-kantong polyethylene.

    2.1.2. Struktur dan sifat karagenan Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut

    merah dari Jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan mengandung minimal 18 % sulfat, sedangkan agar-agar hanya mengandung sulfat 3- 4 %, (Food Chemical Codex 1974 dalam Anonim 2007b).

    Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karagenan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut merah dibandingkan dengan komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register, polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan. Berat molekul karagenan tersebut cukup tinggi yaitu berkisar 100 800 ribu kDa (deMan 1989).

  • Karagenan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-

    galaktan tersebut terhubung oleh 3--D-galaktopiranosa (G-units) dan 4--D-galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya. Kappa karagenan tersusun dari (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa, sehingga derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996).

    Karagenan komersial memiliki kandungan sulfat 22-38 % (w/w). Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Di pasaran karagenan ditemukan dalam 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Karagenan semi-refined mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined karagenan (2 %) (Fahmitasari 2004). Selain galaktosan dan sulfat, residu karbohidrat lain (seperti xylosa, glukosa, dan asam uronat) dan senyawa penggantinya (seperti metil eter dan golongan piruvat) juga terdapat pada karagenan (Knutsen et al. 1994 dalam van de Velde dan Gerhard 2004). Struktur molekul karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.

  • Gambar 2. Struktur molekul berbagai jenis karagenan (Chaplin 2007)

    Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Proses pembentukan gel tidak memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-thawing yang berulang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental alami menggantikan bahan pengental sintetik golongan alkanolamide (Winarno 1996).

    Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, kappa: 25-30 %, iota: 28-35 %, dan lambda: 32-38 %. Kappa dan iota larut dalam air panas (70 oC), sedangkan lambda bisa larut dalam air dingin. Karagenan bisa larut dalam susu dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman dan makanan. Dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling-agent dan pengental (Suptijah 2002). Sifat-sifat berbagai jenis karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

  • Tabel 1. Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karagenan

    Parameter Kappa Iota Lambda

    Ester sulfat 25- 30 % 28-35 % 32-39 % 3,6-anhidro-galaktosa 28-35 % - 30 %

    Kel

    aru

    tan

    Air panas Larut pada > 70oC Larut pada> 70 oC Larut

    Air dingin Larut Na+ Larut Na+ Larut dalam semua garam

    Susu panas Larut Larut Larut

    Susu dingin + Tetrasodium

    Pyrophosphate Kental Kental Lebih kental

    Larutan gula Larut (Panas) Susah larut Larut (panas) Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas) Pelarut organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut

    Gel

    Pengaruh kation Membentuk gel kuat dengan K+

    Membentuk gel kuat dengan Ca2+

    Tidak membentuk gel

    Tipe gel Rapuh Elastis Tidak

    membentuk gel

    Sta

    bilit

    as pH netral dan basa Stabil Stabil Stabil

    Asam (pH 3,5) Terhidrolisis Terhambat dengan

    panas Terhidrolisis

    Sinergitas dengan locust bean gum

    Tinggi Tinggi Tinggi

    Stabilitas thawing Tidak stabil Stabil Tidak stabil

    Sumber : Glicksman (1983)

    Sifat-sifat kandungan kimia karagenan ditentukan oleh kelarutan, viskositas, kekuatan gel, dan stabilitasnya. Karagenan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan (Fahmitasari 2004). Karagenan tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak. Kelarutan dalam air bergantung pada struktur karagenan, media, dan suhu. Kappa dan iota merupakan jenis karagenan yang dapat membentuk gel. Pembentukan gel terjadi saat rantai dari satu karagenan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk double helix, kemudian double helix ini akan saling bergabung membentuk

  • jaringan tiga dimensi; sedangkan untuk lambda karagenan tidak membentuk gel (Bubnis 2000 dalam Anonim 2008).

    Sifat-sifat kappa karagenan menurut FMC Biopolymer (2007) adalah: a. Larut dalam air panas. b. Penambahan kalium dapat meningkatkan pembentukan gel yang rapuh dan

    tahan lama; dan meningkatkan suhu pelelehan dan pembentukan gel. c. Menghasilkan gel yang kuat dan kaku, membentuk heliks dengan ion K+.

    Kandungan ion Ca++ dalam karagenan menyebabkan heliks membesar, sehingga gel berkontraksi dan menjadi rapuh.

    d. Membentuk gel yang opaque, dan semakin jernih dengan penambahan gula.

    e. Mengandung sekitar 25 % ester sulfat dan 34 % 3,6-anhidrogalaktosa. f. Larut dalam pelarut yang larut dalam air, seperti alkohol dan asam asetat. g. Tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik.

    2.1.3. Standar mutu karagenan Berdasarkan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry)

    dalam van de Velde dan Gerhard (2004), nama kode untuk kappa, iota dan lambda karagenan adalah, Carrageenose 4-sulphate (G4S-DA) (kappa-karagenan), Carrageenose 2,4-sulphate (G4S-DA2S) (Iota-karagenan), dan Carrageenose 2,6,2-trisulphate (G2S-D2S,6S) (lambda-karagenan) (Anonim 2006b).

    Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO/ WHO Specification. Tepung karagenan mempunyai standar 99 % lolos saringan 60 mesh, tepung yang terendah alkohol 0,7 % dan kadar air 15 % pada RH 50 % dan 25 % pada RH 7 % (Anonim 2006b). Standar mutu karagenan menurut Food Chemical Codex (FCC), Food and Drugs Administration (FDA) dan Food and Agriculture Organization (FAO) disajikan pada Tabel 2.

  • Tabel 2. Standar mutu karagenan

    Spesifikasi FCC FDA FAO Kadar air (%) Maks. 12 - Maks.12 Sulfat (%) 18-40 20-40 15-40 Abu (%) Maks. 35 - 15-40 Abu tak larut asam (%) Maks.1 - Maks. 1 Bahan tak larut asam (%) - - Maks. 2 Timbal (ppm) Maks.4 - Maks. 10 Viskositas 1,5 % sol (cP) Min.5 Min.5 Min. 5 Sumber : Purnama (2003)

    2.1.4. Aplikasi karagenan Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk seperti pembentuk gel

    atau penstabil, pensuspensi, dan pembentuk tekstur emulsi. Karagenan dapat diaplikasikan terutama dalam produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, dan produk susu. Saat ini karagenan bahkan diaplikasikan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, pakan ternak dan lain sebagainya (Suptijah 2002). Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan (Anonim 2006a).

    Sifat karagenan sebagai pembentuk gel yang fleksibel juga dapat dipakai sebagai penstabil dan pengental. Karagenan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi dan emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karagenan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk), dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini karagenan dapat digunakan pula sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel. Sifat karagenan yang seperti itu dimanfaatkan dalam industri daging atau ikan kaleng, susu, dan pasta gigi. Dalam produk gel dari susu seperti flan, kappa karagenan merupakan bahan pembentuk gel paling ekonomis (Skensved 2004).

  • 2.2. Santan Kelapa Buah kelapa muda merupakan salah satu produk yang bernilai ekonomi

    dan bergizi tinggi. Air kelapa di samping sebagai minuman segar, juga mengandung bermacam-macam mineral, vitamin dan gula sehingga dapat dikategorikan sebagai minuman ringan yang bergizi (Koswara 2007).

    2.2.1. Bagian-bagian buah kelapa Buah kelapa terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung

    (endocarp), daging buah (endosperm), dan air buah. Santan kelapa di peroleh dari daging buah kelapa. Komposisi daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah (Ketaren 2005). Bagian-bagian kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Kelapa dan bagian-bagiannya (Ketaren 2005)

    Daging buah kelapa adalah bagian yang paling banyak digunakan untuk produk pangan. Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber minyak dan protein yang penting, dan dapat diolah menjadi kopra, minyak dan santan (Koswara 2007).

    2.2.2. Komposisi buah kelapa Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam

    minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Asam lemak jenuh pada minyak kelapa lebih kurang 90 %. Minyak kelapa mengandung 84 % trigliserida dengan

  • tige molekul asam lemak jenuh, 12 % trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4 % trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Koswara- 2006). Komposisi kelapa berdasarkan umur buah dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan

    Analisis (dalam 100g) Buah muda Buah

    setengah tua

    Buah tua

    Kalori 68,0 kkal. 180,0 kkal. 359,0 kkal. Protein 1,0 g 4,0 g 3,4 g Lemak 0,9 g 13,09 g 34,7 g Karbohidrat 14,0 g 10,0 g 14,0 g Kalsium 17,0 mg 8,0 mg 21,0 mg

    Fosfor 30,0 mg 35,0 mg 21,0 mg Besi 1,0 mg 1,3 mg 2,0 mg

    thiamin 0,0 mg 0,5 mg 0,1 mg Asam askorbat 4,0 mg 4,0 mg 2,0 mg Air 83,3 mg 70,09 mg 46,9 mg Sumber: Thiem (1986) dalam Ketaren (2005)

    Rasa gurih santan disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk mendapatkan rasa yang gurih pembuatan santan kelapa dalam pangan biasanya dengan menambah air sebanyak setengah dari volume parutan kelapa. Hampir semua masakan khas Indonesia selalu menggunakan santan, misalnya rendang, sayur lodeh, kolak, kari, opor, kue-kue, dan nasi uduk (Koswara 2006).

    2.2.3. Pengolahan kelapa Santan cair adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging

    buah kelapa (Cocos nucifora) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01-3816-1995). Pemanfaatan buah kelapa harus diikuti dengan penanganan pascapanennya, seperti pengawetan, pengemasan, dan penyimpanan, karena buah mudah rusak. Teknologi pengolahan buah kelapa muda yang dapat mempertahankan daya simpannya sebenarnya telah tersedia, baik untuk yang masih utuh maupun yang sudah diolah menjadi produk baru.

  • Teknologi ini memberi peluang bisnis kelapa muda terutama di kota-kota besar (Anonim 2007b).

    2.3. Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata.

    Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif. Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil (hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim 2008).

    Sifat stabilitas ini terkait dengan sifat kelarutan karagenan. Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus estersulfatnya. Jenis sodium pada umumnya lebih mudah larut, sedangkan jenis potasium lebih sukar larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan (Purnama 2003). 2.4. Ketengikan (Rancidity)

    Minyak atau lemak merupakan trigliserida yang terdiri dari satu gliserol dan tiga gugus asam lemak. Jenis asam lemak ini bermacam-macam tergantung dari jumlah karbon (C) yang dimiliki (panjang pendeknya rantai) dan jenis ikatan antar karbon. Asam lemak ini mudah mengalami perubahan oleh adanya reaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan ketengikan yang tidak dikehendaki (Wahid 2007).

    Tipe ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu: 1). ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity); 2). ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity); dan 3). ketengikan oleh proses hidrolisis (hidrolitic rancidity). Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh pada asam lemak. Pada suhu kamar sampai pada suhu 100 oC, Setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi dua atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting adalah disebabkan oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam mineral, oksidasi oleh oksigen udara terjadi spontan jika bahan yang mengandung

  • lemak dibiarkan kontak dengan udara (Ketaren 2005). Batas maksimum kadar TBA untuk hasil pertanian adalah 1-2 mg malonaldehida/kg (Chen et al. 1996).

    2.5. Antioksidan Antioksidan ada yang sintetis dan ada yang alami. Salah satu contoh dari

    antioksidan sintetis adalah BHT (Butylated hydroxytoluene) (Wahid 2007). Antioksidan yang berasal dari bahan sintetis memiliki sifat pencegahan ketengikan yang lebih tahan lama dan stabil, terutama pada suhu dan cahaya yang ekstrim. Namun dari sudut kesehatan, bahan tersebut bisa mendatangkan efek negatif, seperti munculnya penyakit kanker dan gangguan liver, terutama untuk penggunaan di atas ambang batas. Berdasarkan FDA (Food Drugs Administration) batas maksimum penggunaan BHT sebesar 200 ppt (Helmenstine 2001). Struktur kimia BHT dapat dlihat pada Gambar 4.

    Gambar 4 Struktur kimia BHT (Butylated hydroxytoluene) (http://chemistry.about.com)

    Karakteristik BHT secara kimia dikenal sebagai 3,5-di-tert-butyl-4-hydroxytoluene, methyl-di-tert-butylphenol, atau 2,6-di-tert-butyl-para-cresol dengan susunan rantai karbon C15H24O dan berbentuk serbuk putih. BHT dapat menghambat reaksi oksigen dengan lemak, biasanya digunakan sebagai zat aditif. BHT biasanya digunakan pada lemak dan minyak, bahan kosmetik, dan obat-obatan (Helmenstine 2001).

    Komponen lain yang juga sering digunakan sebagai antioksidan adalah hasil ekstraksi dari bahan alami. Karena berasal dari bahan alami, maka antioksidan ini jauh lebih aman dan bersahabat. Relatif tidak ada efek negatif yang muncul dari bahan tersebut yang bisa mengganggu kesehatan manusia.

  • Namun demikian, efektivitas dan stabilitas bahan alami ini masih kalah dibandingkan dengan antioksidan yang berasal dari bahan sintetis. Biasanya ia tidak tahan terhadap suhu tinggi dan pencahayaan langsung. Oleh karena itu daya tahan simpan minyak dan makanan berlemak yang menggunakan antioksidan tersebut biasanya lebih rendah dan tidak boleh terkena sinar langsung (Wahid 2007).

  • 3. METODOLOGI

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksankan pada bulan November Desember 2007.

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan di Laboratorium Fisika-Kimia Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Penelitian utama dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

    3.2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung refined kappa karagenan, antioksidan BHT, buah kelapa, air, HCl 4M, pereaksi TBA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain parutan kelapa, golok, mesin parut kelapa, waring blender, alat destilasi (destilation apparatus), dan spektrofotometer, minolta chroma meter, heater, gelas kimia, gelas ukur, pipet, timbangan meja, viskometer Brookfield LV. 3.3. Tahapan Penelitian

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi karagenan yang tepat sebagai penambah santan kelapa. Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kemampuan kappa-karagenan sebagai penstabil kemudian dibandingkan dengan pengawet (antioksidan sintetis), santan kelapa tanpa penambahan, dan produk komersil sebagai pembanding.

    3.3.1. Penelitian pendahuluan Pertama-tama empat buah kelapa dibersihkan dari kulit dan serabut kelapa. Kemudian daging buah kelapa tersebut diparut. Sebanyak 3 kg parutan kelapa yang dihasilkan dibagi dua bagian, bagian pertama 2 kg dan bagian kedua 1 kg. Bagian yang pertama parutan kelapa langsung dilakukan pengepresan, dari sini didapatkan sampel yang pertama yang kemudian disebut santan jenis A.

  • Bagian yang kedua, santan kelapa ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 yang kemudian disebut sebagai santan jenis B. Sisa ampas santan jenis A ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 kemudian dilakukan pengepresan, hasil santan kelapa ini yang kemudian disebut sebagai santan kelapa jenis C. Langkah selanjutnya adalah mencampur kombinasi karagenan yang akan digunakan sesuai takaran konsentrasi yang telah ditentukan, yaitu 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % tepung karagenan. Kombinasi perlakuan santan kelapa dengan penambahan konsentrasi karagenan dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Kombinasi jenis santan dan konsentrasi karagenan pada penelitian pendahuluan

    Keterangan : A = Santan kelapa jenis A. B = Santan kelapa jenis B. C = Santan kelapa Jenis C. A* = Santan kelapa jenis A yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik B* = Santan kelapa jenis B yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik C* = Santan kelapa jenis C yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik

    Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 70 oC, hal ini dilakukan untuk melarutkan tepung karagenan sehingga karagenan dengan santan

    Perlakuan

    santan

    Konsentrasi karagenan (%)

    - Uji Organoleptik

    Percobaan terpilih

    A

    0,5

    A* 0,75

    1

    B

    0,5

    B* 0,75

    1

    C

    0,5

    C* 0,75

    1

  • bercampur (Glicksman 1983). Setelah dipanaskan dalam waktu 1-3 menit dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji organoleptik pada parameter bau, rasa, warna, penampakan, dan homogenitasnya. Nilai terbaik pemilihan panelis pada berbagai konsentrasi karagenan pada masing-masing jenis santan kelapa akan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir penelitian pendahuluan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Diagram alir penelitian pendahuluan.

  • 3.3.2. Penelitian utama Langkah selanjutnya dilakukan komparasi dengan menambahkan

    karagenan sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian pendahuluan, menambahkan 200 ppt BHT (Butylated hidroxytoluene), dan santan kelapa yang tidak diberikan perlakuan pada masing-masing jenis santan.

    Besarnya konsentrasi karagenan yang digunakan disesuaikan dengan konsentrasi terpilih pada uji organoleptik di penelitian pendahuluan pada masing-masing jenis santan. Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 70 0C selama 1-3 menit. Setelah dipanaskan dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji viskositas, stabilitas, dan ketengikan (bilangan TBA). Uji yang dilakukan melibatkan juga penggunaan santan komersil sebagai pembanding. Uji dilakukan dua kali yaitu uji yang dilakukan langsung setelah pendinginan dan uji yang dilakukan setelah penyimpanan pada suhu ruang. Diagram alir proses penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Diagram alir penelitian utama

  • 3.3.3. Prosedur analisis

    1) Uji organoleptik (Rahayu 1998) Sampel sebanyak 80 ml dimasukkan ke dalam tabung 100 ml transparan kemudian sampel diberi label dari a-j, pelabelan dilakukan secara acak pada perlakuan sampel. Kemudian sampel diletakkan di atas meja tes organoleptik. Sebanyak dua puluh panelis semiterlatih akan menilai secara subyektif sampel yang ada. Panelis secara bergiliran akan menilai bau, rasa, warna, penampakan dan homogenitas dari sampel yang ada. Uji subyektif skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Parameter yang diuji pada penelitian pendahuluan adalah santan dengan konsentrasi karagenan 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % pada ketiga jenis santan kelapa. 2) Viskositas (Marine Colloids 1984)

    Sampel yang diuji disiapkan dan ditempatkan pada sebuah wadah silender berdiameter 4 cm dan tinggi 10 cm. Setelah itu dilakukan pemilihan spindel

    sesuai dengan kebutuhan sampel yang diuji, yaitu spindel 4. Spindel terpilih dipasang pada alat dan santan mulai diukur dengan menyalakan alat pada kecepatan 6 rpm. Pembacaan skala dilakukan setelah jarum berputar 6x. Baru setelah itu didapatkan nilai viskositas dari santan yang diuji dari pembacaan nilai yang tertera pada viskometer brookfield.

    3) Stabilitas (Sutter 1981) Analisis stabilitas santan diukur dengan menggunakan metode yang

    dilakukan oleh Sutter (Obrin 1996). Prinsip analisis stabilitas adalah mengukur persentase suspensi pada santan.

    Sampel sebanyak 80 ml dimasukkan pada tabung silinder transparan 100 ml. Botol yang sudah dimasukkan sampel dibiarkan pada tempat terbuka, kemudian diamati pemisahan zatnya antara lipida dan air. Diukur tinggi awal larutan santan sebelum memisah, nilai ini digunakan sebagai nilai tinggi larutan secara keseluruhan. Kemudian diukur bagian zat yang terpisah dengan menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan pada tinggi awal larutan santan dan

  • zat yang berbentuk emulsi. Pengukuran dilakukan terus menerus setiap 15 menit sampai santan kelapa rusak (tidak bisa digunakan) yaitu selama 48 jam.

    Hasil yang diperoleh dari pengukuran tinggi awal dan tinggi pada pengamatan dibandingkan kemudian dibuat persentasenya. Persentase diukur dengan mengukur tinggi bagian emulsi dengan tinggi santan secara keseluruhan pada pengamatan waktu tertentu. Setelah pengukuran selama 48 jam selesai maka diperoleh nilai tinggi perpindahan emulsi pada waktu tertentu setiap 15 menit. Besarnya stabilitas dinyatakan dalam persen dengan menggunakan rumus di bawah ini.

    4) Derajat putih (Anonim 2001) Sampel disiapkan dan diletakkan pada cawan petri sebanyak 100 ml secara merata. Masing-masing sampel tersebut dianalisa derajat putihnya menggunakan alat Minolta Chroma Meter. Kalibrasi alat dilakukan dengan menembakkan sensor ke white calibration white. Sensor kromameter ditembakkan pada sampel yang diujikan yaitu santan kelapa dengan tiga perlakuan. Kemudian dari sensor tersebut akan tercetak nilainya yaitu L, a, dan b. Hasil nilai L, a, dan b tersebut dikonversikan menjadi nilai derajat putih dengan rumus :

    Whiteness (%) = 100 [(100-L)2 + (a2 + b2)]0.5

    Nilai L menyatakan lightness sample, semakin tinggi nilai L maka sampel semakin terang. Semakin tinggi nilai a maka warna sampel semakin merah, sedangkan jika nilai a semakin rendah maka warna sampel semakin hijau. Semakin tinggi nilai b maka warna sampel semakin kuning, sedangkan jika nilai b semakin rendah maka warna sampel semakin biru.

    5) Ketengikan (Rancidity) (Tarladgis et al. 1960) Salah satu uji untuk menentukan ketengikan suatu bahan adalah TBA

    (Thiobarbituric Acid). Metode Tarladgis et al. (1960) merupakan salah satu uji untuk menentukan ketengikan (rancidity) dari lemak. Prinsip kerjanya 2-thiobarbituric acid bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah,

  • intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur pada spektrofotometer. Malonaldehid merupakan hasil oksidasi lipida (Apriyantono et al. 1989).

    Sampel santan kelapa yang sudah dimodifikasi pada berbagai perlakuan diambil sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam Warring blender. Sampel dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu destilasi 1000 ml. Sebanyak 1,5 ml HCl 4N (1 bagian HCl pekat dalam dua bagian air) ditambahkan sampai pH menjadi 1,5. Batu didih dan bahan pencecah buih (antifoam) ditambahkan sedikit dan selanjutnya labu destilasi dipasangkan pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan setinggi mungkin sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml selama pemanasan 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk, disaring dan dipindahkan sebanyak 5 ml kedalam labu Erlemeyer 50 ml yang memiliki penutup kemudian ditambahkan 5 ml reagen TBA. Reagen TBA terdiri dari larutan 0,02 M Thiobarbituric acid dalam 90 % asam asetat glasial. Larutan diaduk dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih selanjutnya didinginkan. Absorbsi dibaca dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan prosedur yang sama tanpa penambahan sampel.

    3.5. Rancangan Percobaan dan Analisa Data (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan dua kali pengulangan pada faktor konsentrasi tepung karagenan yang terdiri dari tiga level, yaitu 0,5 %, 0,75 %, dan 1 %.

    Model rancangannya adalah :

    Keterangan :

    Yij = Nilai pengamatan faktor konsentrasi tepung karagenan level ke-i pada suatu percobaan individu ke-j

    = Nilai rata-rata pengamatan Ai = Pengaruh faktor besarnya konsentrasi tepung karagenan

    pada level ke-i (i = 0,5%, 0,5%, 1%) ij = Sisaan (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

    Yij = + Ai + ij

  • Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : Faktor konsentrasi tepung karagenan tidak signifikan H1 : Faktor konsentrasi tepung karagenan signifikan

    Data hasil uji organoleptik diuji statistik nonparametrik Kruskall-Wallis dengan menggunakan software SPSS for Windows. Uji Kruskall-Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan ranking. Apabila hasil analisa menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur/dianalisis.

    Menurut Steel dan Torrie (1991) langkah-langkah perhitungan statistik Kruskall Wallis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1) Merumuskan H0 dan H1 2) Perankingan 3) Membuat tabel ranking 4) Menghitung jumlah T(t-1)(t+1) 5) Menghitung faktor koreksi atau pembagi

    6) Menghitung H

    7) Menghitung H

    8) Melihat X2 tabel dengan : 0,05 db (v) = k-1 Jika X2 hitung > X2 tabel = tolak H0 = uji lanjut Multiple Comparison Jika X2 hitung < X2 tabel = gagal tolak H0 Keterangan : T = (t-1)(t+1) ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan

    Pembagi 1 Tn 1n 1n

    H =

    3(n+1)

    H = !"

  • R" = jumlah ranking dalam perlakuan ke-i t = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H = H terkoreksi

    Hasil yang berbeda nyata diuji dengan uji lanjut Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut :

    Keterangan : R"$ = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-i R%$ = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-j N = Banyaknya data K = Banyaknya perlakuan n" = Jumlah data perlakuan ke-i n% = Jumlah data perlakuan ke-j

    &R"$ R%$& > < Z /))*+,, - ./

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Murni Karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil penelitian

    Maryana (2008) dan berwarna putih kekuningan. Tabel 5 menunjukkan karakteristik karagenan murni yang dihasilkan.

    Tabel 5. Hasil karakterisasi karagenan

    Parameter Standar mutu Karagenan murni (Kappaphycus alvarezii) Derajat putih (%) - 38,89 0,04

    Kekuatan gel (g/cm2) Min. 1200* 490 17,68 Viskositas (cPs) Min. 50* 180,50 0,71 Kadar sulfat (%) 15-40** 15,16 018

    Keterangan *) : Anonim (2008) **) : FAO (1992)

    Warna kecoklatan pada karagenan bisa disebabkan masih adanya selulosa, pigmen fikoeritin dan fikosianin. Selain sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan karagenan menjadi keruh (Imeson 2000). Bila kadar selulosa pada karagenan rendah, maka mutu karagenan yang dihasilkan makin baik.

    Kekuatan gel sebesar 490 g/cm2 menunjukkan bahwa karagenan yang digunakan dibawah standar, yaitu 1200 g/cm2. Kappa karagenan menghasilkan gel yang kompak tapi rapuh dan stabilitasnya pada thawing rendah. Adanya selulosa pada produk akhir dapat mengakibatkan gel yang terbentuk makin rapuh (Imeson 2000). Penggunaan NaOH pada proses ekstraksi berhubungan erat dengan kemampuan karagenan membentuk gel, karena Na+ membantu pembentukan jaringan tiga dimensi yang merupakan dasar dari pembentukan gel pada karagenan (Nussinovitch 1997).

    Nilai viskositas 180,5 cP dari karagenan murni yang dihasilkan berada dalam kisaran FAO. Secara logaritmik, bila konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya makin tinggi (Uju 2005). Karagenan bersifat thermo-reversible, jadi bila dilakukan pemanasan dalam waktu yang lama atau suhu

  • semakin tinggi viskositas karagenan dari tapi naik pada suhu 40

    Kandungan sulfat 15,16 % dari karagenan murni yang dihdalam kisaran FAO. Kandungan sulfat yang tinggi menyebabka gaya tolakmenolak antar gugus semakin banyak, sehingga rantai polimer kaku dan viskositas meningkat korelasi antara viskositas dengan kadar sulfat berbanding lurus. Bila kandunganilai viskositasnya juga semakin tinggi. Glicksman (1969) menyatakan bahwa efek adanya sulfat terhadap kekuatan gel berhubungan dengan akibatnya kemampuan pembentukan gel menurun.

    4.2. Karakteristik Santan KelapaPenelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi

    karagenan yang tepat

    santan memerlukan karagenan

    kekurangan penambahan karagenan akan berpengaruh terhadap kualitas akhir santan yang dihasilkan. Kkondisi yang mengental

    Santan kelapa yang dihasilkan setelah ditambkonsentrasi 0,5 %, 0,75 %, 1 % tidak jauh berbeda dengan sebelum ditambahkan karagenan. Santan kelapa yang dihasilkan tampak berwarna putih cerah, memiliki tingkat kekentalan yang beragam tergantung dari jenis santan kelapa dan aromsantan kelapa yang segar dan gurih. Santan kelapa hasil berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

    (a) Gambar 7. H

    (b) Santan kelapa

    semakin tinggi viskositas karagenan dari Kappaphycus alvareziitapi naik pada suhu 40-60 oC (Imeson 2000).

    Kandungan sulfat 15,16 % dari karagenan murni yang dihdalam kisaran FAO. Kandungan sulfat yang tinggi menyebabka gaya tolakmenolak antar gugus semakin banyak, sehingga rantai polimer kaku dan viskositas meningkat korelasi antara viskositas dengan kadar sulfat berbanding lurus. Bila kandungan sulfat tinggi, maka rantai polimer akan semakin kaku dan nilai viskositasnya juga semakin tinggi. Glicksman (1969) menyatakan bahwa efek adanya sulfat terhadap kekuatan gel berhubungan dengan akibatnya kemampuan pembentukan gel menurun.

    Karakteristik Santan Kelapa Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi

    yang tepat pada berbagai jenis santan kelapa. Jenis larutan seperti santan memerlukan karagenan antara 0,5-1 % (Towle 1973), kelebihan atau

    penambahan karagenan akan berpengaruh terhadap kualitas akhir santan yang dihasilkan. Konsentrasi karagenan lebih dari 1 % akan menyebabkan kondisi yang mengental dan kurang cocok untuk larutan seperti santan

    Santan kelapa yang dihasilkan setelah ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0,5 %, 0,75 %, 1 % tidak jauh berbeda dengan sebelum ditambahkan karagenan. Santan kelapa yang dihasilkan tampak berwarna putih cerah, memiliki tingkat kekentalan yang beragam tergantung dari jenis santan kelapa dan aromsantan kelapa yang segar dan gurih. Santan kelapa hasil berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

    (b) Hasil dari ketiga jenis santan kelapa (a) Santan kelapa(b) Santan kelapa jenis B; (c) Santan kelapa jenis C.

    Kappaphycus alvarezii akan menurun,

    Kandungan sulfat 15,16 % dari karagenan murni yang dihasilkan berada dalam kisaran FAO. Kandungan sulfat yang tinggi menyebabka gaya tolak-menolak antar gugus semakin banyak, sehingga rantai polimer kaku dan viskositas meningkat korelasi antara viskositas dengan kadar sulfat berbanding

    n sulfat tinggi, maka rantai polimer akan semakin kaku dan nilai viskositasnya juga semakin tinggi. Glicksman (1969) menyatakan bahwa efek adanya sulfat terhadap kekuatan gel berhubungan dengan helix ganda,

    Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi Jenis larutan seperti

    ), kelebihan atau penambahan karagenan akan berpengaruh terhadap kualitas akhir

    % akan menyebabkan dan kurang cocok untuk larutan seperti santan.

    ahkan karagenan dengan konsentrasi 0,5 %, 0,75 %, 1 % tidak jauh berbeda dengan sebelum ditambahkan karagenan. Santan kelapa yang dihasilkan tampak berwarna putih cerah, memiliki tingkat kekentalan yang beragam tergantung dari jenis santan kelapa dan aroma santan kelapa yang segar dan gurih. Santan kelapa hasil berbagai perlakuan dapat

    (c) (a) Santan kelapa jenis A;

    jenis C.

  • Ketiga jenis santan tersebut ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0,5 % , 0,75 %, dan 1 %. Untuk mendapatkan konsentrasi yang disukai oleh panelis dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan skala hedonik. Uji organoleptik merupakan pengujian terhadap suatu materi/ benda/ sampel dengan menggunakan indera penglihatan, penciuman, dan pencicipan (Rahayu 1998). Uji dilakukan pada panelis semiterlatih yang terdiri dari 20 orang. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan uji hedonik pada parameter bau, rasa, warna, penampakan, dan homogenitas.

    4.2.1. Uji organoleptik pada berbagai penambahan konsentrasi karagenan Uji organoleptik dilakukan secara subyektif untuk mengetahui tingkat

    kesukaan panelis terhadap produk dan mengetahui kelebihan (suka, tidak suka, atau netral). Uji ini untuk menilai penerimaan panelis terhadap kesukaan parameter warna, penampakan, aroma, rasa, dan homogenitas terhadap penambahan berbagai konsentrasi karagenan pada santan kelapa.

    4.2.1.1 Warna

    Mutu bahan pangan pada umumnya bergantung pada faktor cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, faktor warna secara visual akan tampil lebih dulu (Winarno 1997). Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985).

    Hasil uji kesukaan terhadap warna pada santan kelapa jenis A sebelum dan sesudah penyimpanan, menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap mutu warna santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan. Nilai terbaik adalah penambahan karagenan 0,5 % dengan nilai rata-rata sebesar 5,25 yang berarti panelis agak menyukainya. Jenis B menunjukkan bahwa penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu warna santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan. Nilai terbaiknya pada penambahan karagenan 0,5 % dengan nilai rata-rata sebesar 4,5 yang berarti panelis agak suka. Santan kelapa jenis C menunjukkan bahwa penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu warna santan kelapa sebelum dan

  • sesudah penyimpanan dengan nilai rata-rata sebesar 4,68 yang berarti panelis agak menyukainya. Penambahan karagenan 0,5 % pada tiap jenis santan memberikan nilai terbaik pada warna, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan tergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan (Fahmitasari 2004). Penilaian panelis terhadap warna lebih dipengaruhi oleh warna buah kelapa yang digunakan dari pada penambahan karagenan, karena karagenan yang digunakan hanya 0,5 % dan warnanya juga putih kekuningan. 4.2.1.2 Penampakan

    Penampakan merupakan parameter visual terhadap suatu produk, dari hasil uji kesukaan terhadap penampakan pada santan kelapa jenis A sebelum dan sesudah penyimpanan, menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75%, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu penampakan santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan. Penambahan karagenan 0,5 % mendapatkan respon nilai terbaik dari panelis dengan nilai rata-rata sebesar 4,7 yang berarti panelis agak menyukainya. Santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu penampakan santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % dengan nilai sebesar 4,45 yang berarti panelis agak menyukainya. Pada santan kelapa jenis C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu penampakan santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan sebesar 1% dengan nilai 4,54 yang berarti panelis agak menyukainya. Penambahan karagenan 0,5 % pada santan jenis A dan jenis B menjadi pilihan panelis. Santan jenis C memiliki kandungan air lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis yang lain, penambahan karagenan 1 % akan memberikan penampakan lebih kental jika dibandingkan dengan yang lain. Kemampuan untuk saling terikat dan tarik menarik antara komponen molekul mengakibatkan proses pengentalan dan pembentukan gel (Sweming 1999) sehingga fraksi minyak dan air tidak memisah, yang mengakibatkan zatnya stabil.

  • 4.2.1.3 Aroma Aroma merupakan hasil penciuman panelis terhadap produk. Hasil uji

    kesukaan terhadap aroma pada santan kelapa jenis A, menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 5,25. Pada santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 4,40. Santan C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 1 % sebesar 4,56 yang berarti panelis agak menyukainya. Aroma pilihan panelis pada sntan kelapa jenis A dan B yang terbaik adalah penambahan karagenan 0,5 %, sedangkan santan jenis C penambahan karagenannya sebesar 1 %. Penambahan karagenan 0,5 % dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air/ minyak (Anonim 2006b). Larutan yang stabil tidak akan mudah tengik sehingga aroma santan kelapa yang dihasilkan tidak berbau tengik.

    4.2.1.4 Rasa

    Rasa merupakan penilaian panelis terhadap indera pengecap dan memiliki pengaruh besar terhadap penerimaan konsumen terhadap produk. Hasil uji Kruskall Wallis kesukaan terhadap rasa pada santan kelapa jenis A menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu rasa santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 4,55 yang berarti panelis agak menyukainya. Santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu rasa santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 4,28 yang berarti panelis agak menyukainya. Santan C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu rasa santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 1 % sebesar 4,29 yang berarti

  • panelis agak menyukainya. Penambahan karagenan juga memberikan rasa yang kenyal karena dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Sehingga rasa yang dihasilkan dengan penambahan karagenan 05 % dapat mengakibatkan santan terasa kenyal dan halus tidak kasar dan berserat kasar.

    4.2.1.5 Homogenitas Homogenitas merupakan kemampuan larutan untuk dapat bercampur

    merata (Anonim 2008). Hasil uji Kruskall Wallis kesukaan terhadap homogenitas pada santan kelapa jenis A menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap homogenitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,75 % sebesar 4,78 yang berarti panelis agak menyukainya. Pada santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu rasa santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,75 % sebesar 4,40. Santan jenis C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap homogenitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 1 % sebesar 4,56 yang berarti panelis agak menyukainya. Pada santan jenis C panelis lebih menyukai penambahan karagenan sebesar 1 %. Penambahan karagenan 1 % akan lebih memberikan penampakan lebih kental karena karagenan berfungsi membentuk gel pada santan kelapa yang kadar airnya lebih tinggi (jenis C).

    Santan kelapa jenis A merupakan santan kelapa yang tidak ditambahkan air sebelum pengepresan sehingga santan yang dihasilkan sangat kental, air yang ada hanya berasal dari daging buah kelapa. Kadar air pada daging buah kelapa berkisar 46,9-83,3 % (Ketaren 2005). Kondisi ini membuat santan tidak membutuhkan konsentrasi hidrokoloid yang tinggi sehingga penambahan karagenan 0,5 % sudah cukup memadai berdasarkan penilaian panelis. Santan jenis B adalah santan kelapa yang ditambahkan air dengan perbandingan 2:1. Perbandingan kadar air ini masih menghasilkan larutan santan kelapa yang cukup kental sehingga penambahan karagenan yang dibutuhkan hanya sebesar 0,5 %. Pada santan jenis C yaitu santan kelapa sisa perlakuan satu dengan penambahan

  • air 2:1 kandungan santannya sudah sedikit sehingga cairan santan yang dihasilkan memiliki viskositas yang rendah. Kondisi seperti ini membutuhkan penambahan karagenan yang lebih banyak untuk mendapatkan konsentrasi santan yang baik, sehingga penambahan karagenan 1 % mendapat penilaian terbaik panelis. Penetapan konsentrasi karagenan yang digunakan berdasarkan nilai terbaik kolektif dari parameter uji kesukaan panelis. Sifat karagenan sebagai pembentuk gel yang fleksibel juga dapat dipakai sebagai penstabil dan pengental. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karagenan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk), dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini karagenan dapat digunakan pula sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004).

    4.3. Viskositas Santan Kelapa Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir.

    Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise =100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan (FMC Corp. 1977). Nilai viskositas pada berbagai jenis santan dan berbagai perlakuan termasuk pembanding dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6 Viskositas santan kelapa pada semua perlakuan

    Jenis santan kelapa Perlakuan penambahan Nilai viskositas (cp) A 0,5% karagenan 146

    200 ppt BHT 80,5 Tanpa penambahan 144

    B 0,5% karagenan 74 200 ppt BHT 61

    Tanpa penambahan 62 C 1 % karagenan 58,6

    200 ppt BHT 57,5 Tanpa penambahan 58

    Santan komersil - 150

    Keterangan : A = Santan kelapa tanpa penambahan air B = Santan kelapa dengan penambahan air 2:1 C = Santan kelapa sisa perlakuan satu (A) dengan penambahan air 2:1

  • Secara keseluruhan santan kelapa jenis A memiliki viskositas paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis yang lain. Santan jenis A tidak ditambahkan air, air hanya berasal dari daging buah kelapa. Kadar air pada daging buah kelapa bisa mencapai 46,9 % (Ketaren 2005). Makin banyak kadar air dalam santan makin menurun viskositasnya. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Namun, lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding dengan nilai viskositas sebesar 150 cp. Santan komersil yang memiliki nilai viskositas paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding.

    Secara fisik santan kelapa yang dihasilkan oleh industri pengolahan santan ini sangat kental, tidak ditemukan adanya air yang memisah dari larutannya. Santan jenis ini tidak menampilkan jenis hidrokoloid yang digunakan dalam tabel komposisi bahan pembuatannya, bahkan santan jenis komersil ini memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dari semua sampel uji dari beberapa perlakuan yang dilakukan.

    Memperhatikan pada santan kelapa jenis A, B, dan C, penambahan karagenan memberikan nilai viskositas yang lebih tinggi daripada perlakuan yang

    lain. Hal ini dikarenakan struktur karagenan yang terdiri dari 4--D-galaktopiranosa (G-units) dan 4--D-galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units) (Chaplin 2007). Pada proses pembentukan gel juga tidak memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-thawing yang berulang.

  • Penambahan BHT (butylated hydroxytoluene) 200 ppt pada larutan santan memberikan nilai viskositas yang lebih rendah. Santan kelapa jenis C nilainya paling rendah daripada perlakuan yang lain. Hal ini terjadi pada semua jenis santan, pada santan jenis A memiliki nilai viskositas sebesar 80,5 cp. Pada santan jenis B yaitu santan dengan penambahan air dengan perbandingan 2:1 memiliki nilai viskositas sebesar 61 cp, sedangkan pada santan kelapa jenis C nilai viskositas sebesar 57,5 cp. Penambahan BHT akan menambah kandungan air dalam santan karena BHT yang ditambahkan berbentuk cairan, sehingga sifat fisik larutan santan makin encer.

    4.4. Stabilitas santan kelapa Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata.

    Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif. Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil (hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim 2008). Analisis stabilitas dilakukan dengan mengukur tinggi bagian padatan dengan tinggi santan secara keseluruhan dari botol yang digunakan, besarnya stabilitas dinyatakan dalam persen (Obrin 1996).

    (a) (b) Gambar 9. Stabilitas salah satu jenis santan kelapa sebelum (a) dan

    sesudah penyimpanan 48 jam (b).

    Santan dengan berbagai perlakuan memiliki sifat yang beragam pula terhadap nilai stabilitasnya. Nilai stabilitas diperoleh dari persentase padatan (emulsi) yang terbentuk terhadap tinggi larutan secara keseluruhan. Nilai ini yang akan jadi patokan terhadap tingkat stabilitas dan homogenitas dari larutan santan.

  • Penambahan karagenan dapat menyebabkan pembentukan gel, sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang (cross linking) dari rantai-rantai polimer membentuk jala kontinyu tiga dimensi, selanjutnya jala ini dapat menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku (Glicksman 1986).

    4.4.1. Stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) Semua perlakuan mengalami penurunan tingkat kestabilan setelah

    beberapa lama penyimpanan kecuali pada kontrol. Stabilitas paling tinggi ditunjukkan pada santan kelapa yang ditambahkan karagenan 0,5 % sebesar 81,11%, sedangkan pada perlakuan yang lain nilainya sama yaitu 74,18 %. Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Oleh karena itu, karagenan bisa mensatabilkan larutan santan yang sebenarnya terdapat kandungan air dan minyak di dalamnya. Hal ini menyebabkan perlakuan dengan penambahan karagenan 0,5 % pada sampel santan kelapa yang tidak ditambah air lebih stabil dibandingkan dengan penambahan BHT atau santan kelapa yang tidak ditambahkan apapun. Santan kelapa yang tidak ditambahkan air memiliki viskositas yang tinggi, sehingga daya pembentukan gelnya tinggi. Nilai stabilitas pada santan kelapa jenis A dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Grafik stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A).

    y = 93,97 -1.36x

    y = 94.39 -2.00x

    y = 93.12-1.91x

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    karagenan 0,5% bht 200ppt tanpa penambahan

    sta

    bil

    ita

    s(%

    )

    keterangan :

    waktu (jam)

  • 4.4.2. Stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) Penambahan air pada pembuatan santan kelapa dapat mengakibatkan

    penurunan konsentrasi santan kelapa, dan akan berpengaruh pula pada nilai stabilitasnya. Nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 dapat dilihat pada Gambar 11.

    Gambar 11. Grafik stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B).

    Pada Gambar 11 terlihat bahwa nilai stabilitas pada santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah karagenan 0,5 % sebesar 57,43 %, nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah BHT 200 ppt sebesar 56,19%, nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air (2:1) tanpa penambahan apa-apa sebesar 47,78 %, sedangkan nilai stabilitas pada kontrol sebesar sebesar 100 %.

    Nilai stabilitas santan kelapa secara berurutan dari yang tertinggi sebagai berikut: kontrol, santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah karagenan 0,5%, santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah BHT 200 ppt, santan kelapa dengan penambahan air (2:1). Didapatkan bahwa sifat fisik dari karagenan memberikan nilai stabilitas yang lebih tinggi daripada santan dengan perlakuan yang lain. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan

    y = 90,71-3,17x

    y = 83,40-2,78x

    y = 81,21 -3,34x

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    karagenan 0,5% bht 200ppt tanpa penambahanketerangan :

    waktu (jam)

    sta

    bil

    ita

    s (%

    )

  • menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b).

    4.4.3. Stabilitas santan kelapa dari ampas jenis santan A dengan penambahan air 2:1 (jenis C) Penambahan air pada pembuatan santan kelapa dapat mengakibatkan

    penurunan konsentrasi santan kelapa, selain itu karena santan kelapa berasal dari ampas santan kelapa jenis A yang kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 (Koswara 2004) maka kadar air dalam santan kelapa sangat tinggi. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan stabilitasnya menurun karena viskositasnya rendah.

    Nilai stabilitas pada santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 ditambah karagenan 1 % sebesar 46,35 %, Santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 ditambah BHT 200 ppt sebesar 43,43 %, Santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 sebesar 42,38 %, sedangkan kontrol sebesar 100 %. Hampir sama dengan data yang diperoleh pada grafik sebelumnya, penambahan karagenan menyebabkan nilai stabilitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kemampuan karagenan sebagai hidrokoloid ini dapat digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental alami menggantikan bahan pengental sintetik golongan alkanolamide (Winarno 1996). Nilai stabilitas santan kelapa jenis C dapat dilihat pada Gambar 12.

    Gambar 12. Grafik stabilitas santan kelapa sisa jenis A, dengan penambahan air 2:1 (kelapa jenis C).

    y = 75,14 +-3,06x

    y = 80,42-3,85x

    y = 68,66 -2,87x

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    karagenan 1% bht 200 ppt tanpa penambahan

    sta

    bil

    ita

    s(%

    )

    keterangan :

    waktu (jam)

  • Jika dibandingkan secara keseluruhan dari ketiga jenis santan kelapa yang dihasilkan maka dapat dilihat bahwa jenis santan kelapa dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan viskositas yang lebih tinggi mempunyai kemampuan menstabilkan santan lebih baik. Kappa-karagenan berfungsi sebagai penstabil

    karena memiliki struktur yang terdiri dari --D-galaktopiranosa (G-units) dan 4--D-galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units) mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air/ minyak (Knutsen et al. 1994 dalam van de Velde 2004 dan Gerhard). Hal inilah yang mengakibatkan santan kelapa dengan penambahan karagenan memiliki kemampuan menstabilkan santan kelapa lebih baik daripada penambahan BHT.

    4.5. Derajat putih santan kelapa Warna merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan dalam

    pembuatan santan. Warna santan yang di hasilkan sangat besar dipengaruhi oleh jenis kelapa. Kelapa yang digunakan dalam membuat santan memberikan pengaruh pada santan yang diperoleh. Selain itu pengupasan kulit kelapa yang kurang baik akan memberikan bekas warna gelap pada santan kelapa. Sisa kulit bagian dalam pada kelapa juga akan mempengaruhi pada jenis santan yang dihasilkan. Contoh parutan kelapa yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

    Gambar 13. Hasil parutan kelapa yang digunakan

  • Gambar 13 menunjukkan warna parutan kelapa sebelum dilakukan pengepresan untuk mendapatkan santan kelapa. Parutan kelapa yang digunakan masih menghasilkan bercak-bercak warna gelap sisa dari kulit kelapa yang kurang bersih. Perlakuan pada saat pengupasan perlu diperhatikan agar tidak banyak bercak-bercak yang tertinggal di dalam parutan kelapa yang nantinya akan mempengaruhi derajat putih pada santan kelapa.

    Derajat putih merupakan nilai kecerahan suatu bahan (Anonim 2001 dalam Winata 2008). Derajat putih digunakan sebagai nilai mutu produk dari santan itu sendiri. Makin putih santan yang dihasilkan maka makin baik pula nilai mutu dari santan tersebut. Derajat putih (whiteness) sangat bergantung pada bahan yang dimasukan ke dalam santan. Nilai warna bahan yang dimasukkan ke dalam bahan akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari santan. Selain pengaruh bahan yang dimasukan ke dalam santan, lamanya penyimpanan akan berpengaruh terhadap mutu warna yang dihasilkan. Karena faktor ketengikan, kontaminasi udara ataupun bakteri akan memberikan warna yang beragam setelah terjadinya penyimpanan. Oksidasi pada santan akan memberikan warna agak kekuningan (Ketaren 2005).

    4.5.1. Derajat putih santan kelapa tanpa penambahan air ( jenis A) Nilai dari derajat putih (whiteness) paling tinggi adalah santan kelapa

    komersil sebelum penyimpanan sebesar 95,67 %, sedangkan nilai tertinggi pada sampel yang diujicobakan adalah pada santan kelapa dengan penambahan karagenan 0,5% sebelum penyimpanan sebesar 83,14 %. Nilai terendah pada perlakuan penambahan karagenan 0,5% setelah penyimpanan sebesar 74,74 %. Derajat putih dipengaruhi oleh zat yang digunakan dan zat yang ditambahkan. Proses pemarutan pada buah kelapa yang kurang bersih mengakibatkan warna yang dihasilkan kurang jernih. Proses penyimpanan juga berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan karena daging buah kelapa banyak mengandung protein dan lemak. Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber protein dan minyak yang penting dan mudah rusak (Koswara 2007).

  • Nilai derajat putih (Whiteness) santan kelapa tanpa penambahan air pada proses pembuatannya sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14.

    Gambar 14. Histogram derajat putih santan tanpa penambahan air (jenis A) sebelum dan sesudah penyimpanan.

    4.5.2. Derajat putih santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) Nilai derajat putih (whiteness) santan kelapa tanpa penambahan air pada

    proses pembuatannya sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.

    Gambar 15. Histogram derajat putih santan dengan penambahan air 2:1 sebelum dan sesudah penyimpanan.

    83,14 81,62 79,73

    95,82

    74,74 77,27 76,2

    95,68

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    karagenan 0,5 % BHT 200 ppt tanpa

    penambahan

    kontrol

    sebelum penyimpanan sesudah penyimpanan

    Der

    ajat p

    utih

    (%)

    keterangan :

    perlakuan penambahan

    81 80,75 80,65

    95,82

    75,6 74,87 74,69

    95,68

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    karagenan 0,5 % BHT 200 ppt tanpa

    penambahan

    kontrol

    sebelum penyimpanan sesudah penyimpanan

    Der

    ajat p

    utih

    (%)

    keterangan :

    perlakuan penambahan

  • Diagram batang pada Gambar 15 menunjukkan nilai derajat putih pada santan kelapa dengan penambahan air 2:1 pada proses pembuatannya. Setiap perlakuan mengalami penurunan derajat putih (whiteness). Nilai tertinggi derajat putih terdapat pada kontrol (santan komersil) sebelum penyimpanan dengan nilai sebesar 95,82 %, sedangkan pada perlakuan yang diujicobakan nilai derajat putih paling tinggi terletak pada penambahan karagenan sebesar 0,5 % dengan nilai derajat putih 81%. Nilai yang paling rendah pada perlakuan tanpa penambahan dengan nilai derajat putih sebesar 74,69 %. Pada pada perlakuan tanpa penambahan anti tengik kedalam santan kelapa menyebabkan mudah rusak karena kandungan asam laurat pada kelapa paling tinggi jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Koswara 2006).

    4.5.3. Derajat putih santan kelapa ampas dari jenis A dengan penambahan air 2:1 (jenis C)

    Nilai derajat putih (whiteness) santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 dapat dilihat pada Gambar 16.

    Gambar 16. Histogram derajat putih santan kelapa sisa jenis A dengan penambahan air 2:1 sebelum dan sesudah penyimpanan.

    Derajat putih (Whiteness) pada santan kelapa jenis C yaitu santan kelapa ampas dari jenis A dengan penambahan 2:1 sebelum pengepresan. Derajat putih sebelum penyimpanan pada jenis santan ini paling tinggi jika dibandingkan

    80,3 81,5975,58

    95,82

    75,29 75,24 76,37

    95,68

    0