9
21 CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI RIOT CONTROL AGENT FAUZIA IZZATI Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Jawa Barat (16911) Telp. 021‐8744587, Fax 021‐8754588 Email:[email protected]/[email protected] apsicum spp. (Gambar 1),yang dikenal sebagai cabai di Indonesia, merupakan tanaman dari famili Solanaceae (Krishna De, 2003). Tanaman ini tumbuh secara optimal pada daerah tropis.Meskipun begitu, persebarannya sudah meluas di seluruh dunia. Penggunaan cabai diduga telah dilakukan oleh orang Indian sejak tahun 7000 sebelum masehi (Smith CE, 1968; Djarwaningsih, 2005).Selama ini, cabai banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai bumbu rempah dalam masakan. Sebagai tanaman obat, cabai banyak dimanfaatkan untuk mengatasi udema, nyeri otot dan sakit gigi serta pengobatan pada asma, batuk dan radang tenggorokan (Krishna De, 2003; Djarwaningsih, 2005). Terdapat sekitar 27 macam spesies cabai yang telah dikenal saat ini, 22 diantaranya merupakan tipe liar sedangkan 5 spesies lainnya telah dikultivasi secara luas diseluruh dunia, yaitu C. annuum, C. frutescens, C. baccatum, C. sinense dan C. pubescens(Walsh BM dan Hoot SB,2001; Gurung S et al., 2015). C Gambar 1. Capsicum spp. (Sumber: Chili Peppers CC BY‐SA 3.0Nick Youngson / Alpha Stock Images BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

21

CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI RIOT CONTROL AGENT

FAUZIA IZZATI Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Jawa Barat (16911) Telp. 021‐8744587, Fax 021‐8754588 Email:[email protected]/[email protected]

apsicum spp. (Gambar 1),yang dikenal sebagai cabai di

Indonesia, merupakan tanaman dari famili Solanaceae (Krishna De, 2003). Tanaman ini tumbuh secara optimal pada daerah tropis.Meskipun begitu, persebarannya sudah meluas di seluruh dunia. Penggunaan cabai diduga telah dilakukan oleh orang

Indian sejak tahun 7000 sebelum masehi (Smith CE, 1968; Djarwaningsih, 2005).Selama ini, cabai banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai bumbu rempah dalam masakan. Sebagai tanaman obat, cabai banyak dimanfaatkan untuk mengatasi udema, nyeri otot dan sakit gigi serta pengobatan pada asma, batuk dan radang tenggorokan (Krishna De,

2003; Djarwaningsih, 2005). Terdapat sekitar 27 macam spesies cabai yang telah dikenal saat ini, 22 diantaranya merupakan tipe liar sedangkan 5 spesies lainnya telah dikultivasi secara luas diseluruh dunia, yaitu C. annuum, C. frutescens, C. baccatum, C. sinense dan C. pubescens(Walsh BM dan Hoot SB,2001; Gurung S et al., 2015).

C

Gambar 1. Capsicum spp. (Sumber: Chili Peppers CC BY‐SA 3.0Nick Youngson / Alpha

Stock Images

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 2: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

Terlepas dari spesiesnya, kandungan Capsicum spp. tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya. Buah Capsicum spp. mengandung pigmen warna, senyawa pedas, resin, protein, selulosa, mineral dan sedikit minyak menguap, sedangkan bijinya banyak mengandung minyak tidak menguap (Krishna De, 2003).Beberapa kandungan Capsicum spp. yang telah dikenal memiliki efek

Gambar 2. Kerangkan dasar capsaicinoid

Gambar 3. Senyawa capsaicinoids: capsaicin

nordihydrocapsaicin,

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

22

dan sedikit minyak menguap,

farmakologis antara lain asam askorbik (vitamin C), karotenoid (provitamin A), takoferol (vitamin E), flavonoid, dan capsaicinoids. Capsaicinoids merupakan golongan senyawa alkaloid yang bertanggung jawab atas sifat pedas dari Capsicum spp(Morré dan Morré, 2003; Usman et al., 2014). Senyawa amida ini memiliki gugus fenolik pada cincin aromatisnya dan gugus metoksi pada posisi orto

yang merupakan kerangka dasar gugus vanilloyl. Oleh karena itu,capsaicinoids termasuk dalam keluarga senyawa vaniloid(Gambar 2) (Gunthorpe Krishna De, 2003).

Capsaicinoids bermacamseperti capsaicindihydrocapsaicin, nordihydrocapsaicin, homocapsaicin

capsaicinoid dan vanillyl

capsaicinoids: capsaicin, dihydrocapsaicin,

nordihydrocapsaicin, dan homocapsaicin.

yang merupakan kerangka dasar gugus vanillyl atau

. Oleh karena capsaicinoids juga

termasuk dalam keluarga senyawa vaniloid(Gambar 2) (Gunthorpe et al., 2001; Krishna De, 2003).

Capsaicinoids terdiri atas bermacam‐macam senyawa

capsaicin, dihydrocapsaicin, nordihydrocapsaicin, dan homocapsaicin. Capsaicin

Page 3: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

23

dan dihydrocapsaicin merupakan senyawa capcaisinoid yang paling banyak terkandung dalam Capsicum spp (Morré dan Morré, 2003; Usman et al., 2014). Perbedaan senyawa

ini hanya terletak pada rantai karbon (R) yang berikatan dengan gugus amida pada kerangka dasar capsaicinoid (Gambar 3). Meskipun demikian, capsaicin dan dihydrocapsaicin memiliki tingkat kepedasan 2 kali lipat dari nordihydrocapsaicin dan

homocapsaicin. Tingkat kepedasan cabai diukur dengan Skala Scoville (Gambar 4) atau Scoville Heat Units (SHU). SHU antar spesies maupun varietas sangat bervariasi, tergantung

konsentrasi dan komposisi senyawa capcaisinoids pada cabai dan diukur dari ekstrak etanolik cabai tersebut (Krishna De, 2003) Contohnya, pada Gambar 4, cabai habanero memiliki tingkat kepedasan sebesar 250.000 SHU.Ini berarti, diperlukan pengenceran 1:250.000 dari ekstrak etanolik cabai habanero untuk menghilangkan rasa pedasnya pada lidah manusia, (Szallasi dan Blumberg, 1999). Capsaicinoidsmemiliki berbagai macam efek farmakologis antara lain sebagai penahan rasa sakit atau

analgesik(Reyes‐Escogido et al., 2011), antikanker dan antimutagenik (Szolcsanyi, 2004; Oyagbemi et al., 2010). Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukan bahwa kedua senyawa ini merupakan promotor tumor dan senyawa yang memiliki potensi mutagenik dan

karsinogenik (Richeux et al., 1999; Singh et al., 2001). Oleh karena itu, capsaicinoids mendapat julukan "pedang bermata dua" (Surh dan Lee, 1995).

Respon Tubuh terhadap Capsaicinoids Capsaicinoids bekerja dengan berikatan pada sisi aktif reseptor Transient Receptor Potential Vanilloid 1 (TRPV1) untuk menimbulkan adanya respon seluler (Srinivasan, 2015). TRPV merupakan salah satu subfamili dari reseptor Transient Reseptor Protein (TRP), reseptor kanal ion yang terletak pada membran plasma (Nilius dan Owsianik, 2011). Fungsi utama reseptor TRP adalah untuk mengatasi perubahan yang terjadi pada lingkungan, seperti suhu, rasa, sentuhan dan stimulus lain, termasuk rasa sakit. Bersamaan dengan modulasi reseptor ini, beberapa mediator inflamasi lain seperti prostaglandin

dan bradiklinin juga termodulasi. Untuk itulah, reseptor ini dijuluki pengintegrasi signaling inflamasi (Lambert, 2009). Terdapat setidaknya 5 reseptor yang tergolong dalam keluarga reseptor vanilloid (TRPV). Namun, hanya TRPV1 saja yang

Gambar 4. Skala The Scoville Heat Units (SHU) (Sumber: Argonne National Laboratory.

(2012) : Argonne Now, 6(1), 6)

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 4: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

teraktivasi oleh paparan capsaicinoids. TRPV1 (Gambar 5) umumnya terekspresi pada ujung saraf tepi yang disebut nosiseptor (Reyes‐Escogido et al., 2011; Srinivasan, 2015). Reseptor ini tersebar luas pada otak, ginjal, usus, epidermis, hepar, sel mast maupun makrofag. TRPV1 berpasangan dengan kanal kation non‐spesifik yang terletak di membran plasma danretikulum endoplasma. Karena sifatnya yang permiabel terhadap natrium (Na+) dan kalsium (Ca2+), reseptor ini dapat

Gambar 5. Transient Receptor Potential Vanilloid 1

(TRPV1)

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

24

TRPV1 (Gambar 5) umumnya

ginjal, usus, epidermis, hepar,

endoplasma. Karena sifatnya

mengatur kadar Ca2+ dalam sel. Beberapa senyawa yang terdapat didalam tubuh, seperti endovaniloid, maupun senyawa dari luar tubuh, seperti capsaicinoids, dapatmengaktivasi reseptor ini (Reyes‐Escogido et al., 2011). TRPV1 memiliki subunit yang peka terhadap rangsangan panas dan bertanggung jawab atas efek yang dihasilkan capsaicinoids (Szolcsanyi, 2004; Reyes‐Escogido et al., 2011). Aktivasi TRPV1 menyebabkan adanya influk

Ca2+ yang memicu pelepasan neuropeptida, seperti substansi P, yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator (Olajos dan Salem, 2001; ReyesEscogido et al., yang menjadi dasar penggunaannya sebagai analgesik, khususnya pada nyeri neurneuralgia, osteoarthritis, nyeri akibat kerusakan saraf pada penderita diabetes, nyeri pasca operasi dan sindrom Guillain(Krishna De, 2003; ReyesEscogido et al., saja, sifat iritan akibat paparan capsaicinoids konsentrasi tinggiyang berupa sensasi terbakar, dapat meniadakan efek terapeutiknya (Minani 2001). Selain sensasi terbakar, senyawa ini menyebabkan efek iritan lainnya seperti iritasi nasal, bronkokonstriksi, batuk dan bersin, serta memicu lakrimasi airdan Salam, 2001). Efek iritan, khususnya induksi lakrimasi airmata, dari cinilah yang menjadi dasar penggunaannya sebagai Control Agent 2005).

Riot Control Agent

Transient Receptor Potential Vanilloid 1

yang memicu pelepasan neuropeptida, seperti substansi P, yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator (Olajos dan Salem, 2001; Reyes‐

et al., 2011). Inilah yang menjadi dasar penggunaannya sebagai analgesik, khususnya pada nyeri neuropatik seperti neuralgia, osteoarthritis, nyeri akibat kerusakan saraf pada penderita diabetes, nyeri pasca operasi dan sindrom Guillain‐Barre (Krishna De, 2003; Reyes‐

et al., 2011). Hanya saja, sifat iritan akibat

capsaicinoids pada ntrasi tinggiyang

berupa sensasi terbakar, dapat meniadakan efek terapeutiknya (Minani et al., 2001). Selain sensasi terbakar, senyawa ini menyebabkan efek iritan lainnya seperti iritasi nasal, bronkokonstriksi, batuk dan bersin, serta memicu lakrimasi air mata (Olajos dan Salam, 2001). Efek iritan, khususnya induksi lakrimasi airmata, dari capsaicinoids inilah yang menjadi dasar penggunaannya sebagai Riot Control Agent (RCA) (OPCW,

Riot Control Agent (RCA)

Page 5: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

25

RCA merupakan salah satu non‐letal chemical warfare agent (CWA) yang secara cepat dapat menyebabkan iritasi sensorik maupun melumpuhkan fisik pada manusia (Ganesan et al., 2010).Definisi legal RCA tertuang pada bab 2, pasal 7 dari Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons Convention (CWC)) yang berbunyi “RCA adalah setiap senjata kimia yang tidak terdaftar dalam Schedule yang dapat menghasilkan iritasi sensorik atau melumpuhkan fisik manusia secara cepat yang menghilang dalam waktu singkat setelah penghentian eksposur.” (OPCW, 2005).

Terdapat 3 macam RCA berdasarkan target iritasi yang dihasilkan yaitu: lakrimator yang menyebabkan lakrimasi dan iritasi pada mata; sternutator yang menyebabkan iritasi saluran pernafasan atas; dan vomit agen yang menyebabkan muntah (Ganesan et al., 2010).Karena salah satu iritasi yang dihasilkan RCA adalah iritasi mata, maka RCA sering disebut juga sebagai gas air mata (Green et al., 2017).Meskipun poten, RCA memiliki karakteristik berupa rasio keamanan yang tinggi, toksisitas rendah, onset cepat dan durasi aksi pendek, sehingga efek yang dihasilkan bersifat

sementara dan segera hilang sesaat setelah penghentian paparan (Green et al., 2017). Oleh karena itulah, RCA digunakan oleh penegak hukum untuk mengatasi kerusuhan (Ganesan et al., 2010; Green et al., 2017). RCA juga dapat digunakan oleh individu untuk perlindungan diri dalam bentuk, contohnya, pepper spray atau semprotan merica. Penggunaan RCA dikontrol dalam CWC yang merupakan pakta yang melarang produksi, penimbunan dan penggunaan senjata kimia dan prekursornya. Perjanjian ini ditandatangani dan diratifikasi oleh 193 dari 197

Gambar 6. RCA poster oleh OPCW (Sumber: http://opcw.org )

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 6: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

26

negara yang diakui PBB. Semua negara yang menandatangani pakta ini merupakan negara anggota Organisation for the Prohibition of Chemical Weapon (OPCW), badan yang mengimplementasikan CWC. Sedangkan empat negara PBB yang bukan merupakan negara anggota OPCW adalah Israel, Mesir, Korea Utara dan Sudan Selatan. Berdasarkan CWC, RCA dapat digunakan oleh penegak hukum untuk mengatasi berbagai kerusuhan, namun tidak diizinkan untuk digunakan dalam perang sebagai senjata kimia. Terdapat 17 golongan RCA yang telah disetujui untuk digunakan dengan memenuhi definisi RCA. Dari 17 golongan RCA, capsaicinoids digolongkan pada campuran Oleoresin Capsicum (OC). OC (CAS 8023‐77‐6) adalah campuran resin dalam pelarut organikyang mengandung ≥8% capsaicinoids, dengan capsaicin dan dihydrocapsaicin sebagai kandungan utamanya (Olajos dan Salem, 2001).Sifat iritan dari capsaicinoids diduga dari berasal kerangka vanillyl-nya (Gambar 2). Penelitian oleh Ford‐Moor dan Kent (1936) menunjukan bahwa metilasi pada gugus hidroksil (‐OH mejadi ‐OMe) atau hidroksilasi pada gugus metoksi (‐OMe menjadi ‐OH)

menyebabkan berkurangnya sifat iritan yang dihasilkan capsaicinoids. Sedangkan panjang karbon yang berikatan dengan amida dan keberadaan ikatan rangkap pada rantai karbon tersebut, bertanggung jawab atas sifat pedas dari capsaicinoids. Dalam perannya sebagai RCA, OC bekerja dengan menginduksi lakrimasi air mata. Simptom yang terjadi karena paparan senyawa ini meliputi lakrimasi, inflamasi konjungtif, kemerahan, sensasi terbakar, bengkak dan blefarospasme (Olajos dan Salem, 2001). Sebuah studi tentang toksisitas inhalasi OC, menunjukkan bahwa senyawa ini cocok dan ramah lingkungan untuk digunakan sebagai munisi gas air mata dari bahan alam (Kumar, 2012). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai RCA dan 17 golongan senyawa yang diizinkan untuk dipergunakan sebagai RCA dapat dilihat pada poster mengenai penjelasan singkat RCA oleh Organisation for the Prohibition of Chemical Weapon(OPCW) (Gambar 6). Penjelasan lebih lanjut mengenai RCA dapat dibaca pada website resmi OPCW yaitu pada https://www.opcw.org atau melalui tautan berikut: https://www.opcw.org/sites/default/files/documents/SAB/en/sab25wp01_e_.pdf

Simpulan Cabai yang selama ini dikenal masyarakat sebagai bumbu rempah dalam makanan, memiliki kandungan utama berupa capsaicinoids yang bertanggungjawabatassifatpedas yang dihasilkan. Senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai Riot Control Agent golonganOleoresin Capsicum (OC) karena sifat iritannya. OC dinilai cocok digunakan sebagai gas air mata dari bahan alam karena memiliki rasio keamanan yang tinggi. Daftar Pustaka Al Othman ZA, Ahmed YBH,

Habila MA dan Ghafar AA. (2011) : Determination of Capsaicin and Dihydrocapsaicin in Capsicum Fruit Samples Using High Performance Liquid Chromatography, Molecules,16, 8919–8929.

Djarwaningsih T. (2005) :

Capsicum spp. (cabai): Asal, Persebaran dan Nilai Ekonomi, Biodiversitas., 6, 292–296.

Ganesan K, Raza SK dan

Vijayaraghavan R. (2010) : Chemical Warfare Agents, Pharm. Bioallied. Sci., 2(3), 166–178.

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 7: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

27

Green C, Hopkins FB, Lindsay

CD, Riches JR dan Timperley CM. (2017) : Painful Chemistry! From Barbecue Smoke to Riot Control, Pure Appl. Chem.,89, 231–248.

Gunthorpe MJ, Benham CD,

Randall A dan Davis JB. (2002) : The Diversity in The Vanilloid (TRPV) Receptor Family of Ion Channels, Trends Pharmacol. Sci., 23(4), 183–191.

Gurung S, Short DPG, Hu X,

Sandoya GV, Hayes RJ dan Subbarao KV. (2015) : Screening of Wild and Cultivated Capsicum Germplasm, Plant Dis., 99, 1404–1409.

Krishna De A. (2003) : Capsicum: the genus Capsicum. London : Taylor & Francis.

Kumar P, Deb Udan Kaushik

MP. (2010) : Evaluation of Oleoresin Capsicum of Capsicum frutescenes var. Nagahari Containing Various Percentages of Capsaicinoids Following Inhalation as An Active Ingredient for Tear Gas Munitions, Inhal. Toxicol.,24, 659–666.

Lambert DG. (2009) : Capsaicin Receptor Antagonists: A Promising New Addition to The Pain, Br. J. Anaesth., 102 (2), 153–155.

Morré DJ dan Morré DM.

(2003) : Synergistic Capsicum‐Tea Mixtures With Anticancer Activity, J. Pharm. Pharmacol., 55, 987–994.

Nilius B dan Owsianik G.

(2011) : The Transient Receptor Potential Family of Ion Channels, Genome Biol., 12, 218.

Olajos EJ dan Salem. (2001) :

Riot Control Agents: Pharmacology, Toxicology, Biochemistry and Chemistry, J. Appl. Toxicol., 21, 355–391.

OPCW. (2005) : Chemical

Weapons Convention, Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons. The Hague: OPCW.

Oyagbemi AA, Saba AB dan

Azeez OI. (2010) : Capsaicin: A Novel Chemopreventive Molecule and Its Underlying Molecular Mechanisms of Action, Indian J. Cancer, 47, 53–58.

Reyes‐Escogido ML, Gonzalez‐Mondragon EG dan Vazquez‐Tzompantzi E. (2011) : Chemical and Pharmacological Aspects of Capsaicin, Molecules, 16, 1253–1270.

Richeux F, Cascante M,

Ennamany R, Saboureau D dan Creppy EE. (1999) : Cytotoxicity and Genotoxicity of Capsaicin in Human Neuroblastoma Cells SHSY‐5Y, Arch. Toxicol., 73, 403–409.

Singh S, Asad SF, Ahmad A,

Khan NU dan Hadi SM. (2001) : Oxidative DNA Damage by Capsaicin and Dihydrocapsaicin in The Presence of Cu(II). Cancer Lett., 169, 139–146.

Smith CE. (1968) : The New

World Centers of Origin of Cultivated Plants and Archeological Evidence, Econ. Bot., 22, 253–266.

Srinivasan K. (2015) :

Biological Activities of Red Pepper (Capsicum annuum) and Its Pungent Principle Capsaicin: A Review,Crit. Rev. Food Sci. Nutr., 56, 1488‐1500.

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 8: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

28

Surh YJ dan Lee SS. (1995) :

Capsaicin, A Double‐Edged Sword: Toxicity, Metabolism, and Chemopreventive Potential, Life Sci., 56, 1845–1855.

Szallasi A dan Blumberg PM.

(1999) : Vanilloid (Capsaicin) Receptors and Mechanisms, Pharcol. Rev., 51(2), 159–211.

Szolcsanyi J. (2004) : Forty Years in Capsaicin Research for Sensory Pharmacology and Physiology, Neuropeptides, 38, 377–384.

Ford‐Moor AH dan Kent LH.

(1936) : Notes on the relationship between physiological activity and chemical constitution. The lachrymators and allied compounds. Porton Report No. 1566, Chemical Defence Experimental Station, Porton Down, Salisbury, UK.

Usman MG, Rafii MY, Ismail

MR, Malek MA dan Latif MA. (2014) : Capsaicin and Dihydrocapsaicin Determination in Chili Pepper Genotypes Using Ultra‐Fast Liquid Chromatography,

Molecules, 19, 6474–6488.

Walsh BM dan Hoot SB.

(2001) : Phylogenetic Relationships of Capsicum (Solanaceae) Using DNA Sequences from Two Noncoding Regions: The Chloroplast atpB ‐ rbcL Spacer Region and Nuclear waxy Introns, Int. J. Plant Sci., 162, 1409–14

BioTrends Vol.9 No.2 Tahun 2018

Page 9: CAPSAICINOIDS DARI CAPSICUM SPP. DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI

29