Upload
syarfina-rosyadah
View
63
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mmm
Citation preview
CASE
CKD pada pasien Nefropati diabetikum
Oleh :
Pandu satya widiarto
03010218
Pembimbing :
Dr. R. A.H. I Ariestina Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH 2014
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Pria
Umur : 47 Tahun
Alamat : Taman harapan, Cakung no 21
Pekerjaan : Security
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Masuk RS : Sabtu, 21/6/14
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada istri OS pada hari selasa 23/6/14
pukul 13:40 WIB
Keluhan Utama : Bengkak diseluruh tubuh sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Kepala sakit berdenyut
Riwayat Penyakit sekarang :
Os datang dengan keluhan kaki tangan dan perut yang bengkak sejak 4
hari SMRS, bengkak dirasakan ketika os keluar rumah sakit setelah dirawat akibat
ulkus pedis, Os mengeluh perut terasa begah dan juga dirasakan mual yang terus-
menerus namun tidak muntah, BAK lancar BAB lancar, os merasa napsu
makannya menurun sejak seminggu terakhir, os mengeluh sulit tidur dimalam
hari, tidak ada nyeri ulu hati, tidak ada keluhan sesak napas, tidak ada demam
hanya kaki yang terasa ngilu, tidak ada penurunan berat badan dan tidak ada batuk
dan pilek pada pasien.
2
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kencing manis (+)
- Riwayat ulkus pedis (+)
- Riwayat pengobatan paru selama 6 bulan di sangkal
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat kencing manis (+)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi (-)
Riwayat kebiasaan
Os mengaku suka minum jamu-jamuan ketika muda dan merokok sekitar
5-7 batang sehari, riwayat minum alkohol disangkal, dan riwayat
mengkonsumsi obat suntik disangkal.
Riwayat lingkungan
Os tinggal di daerah Cakung, lingkungan rumah dikatakan padat
penduduk, keadaan sekitar rumah cukup bersih dan sanitasi baik.
Riwayat sosio-ekonomi
Os sehari-hari bekerja sebagai security disalah satu perusahaan di Jakarta
3
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen
Tanda vital
Tekanan darah : 180/100
Suhu : 36,70 C
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit, thorakoabdominal
Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok,
distribusi merata
Mata :
Pupil : Isokhor
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Palpebra : Oedem +/+
Hidung :
Septum deviasi : -
Sekret : -/-
Hiperemis : -/-
Hipertrofi : -/-
Telinga :
Bentuk telinga normal kanan dan kiri
Nyeri tekan : -/-
Mukosa hiperemis : -/-
Serumen : -/-
Mulut :
4
Mukosa bibir kering
Oral hygiene baik
Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
JVP 5 + 2
Thorax :
Paru
Inspeksi :
- Normochest
- Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Vokal fremitus +/+ simetris
Perkusi :
- Sonor diseluruh lapang paru
- Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra
ICS 5
Auskultasi :
- Vesikular dikedua lapang paru
- Ronkhi -/-
- Wheezing -/-
Jantung
5
Inspeksi :
- Iktus cordis tak tampak
Auskultasi :
- BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen :
Inspeksi :
- Perut membuncit, sikatriks (-)
Palpasi :
- Keras diseluruh kuadran (+)
- Hepatomegali (-)
- Splenomegali (-)
- Nyeri tekan (-)
- Shifting dullness (+)
- Undulasi (+)
Perkusi :
- Timpani
Auskultasi :
- Bising usus 4x/menit
Ekstremitas Atas : Akral hangat +/+, edema +/+
Ekstremitas Bawah : Akral hangat +/+, edema +/+
PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium
Tanggal 21/6/2014, pukul 21:49 WIB
6
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
7
Leukosit 12.3* ribu/ul 3.6-11
Eritrosit 4.1* Juta/ul 4.4 – 5.9
Hemoglobin 11.1* g/dl 13.2 - 17.3
Hematokrit 36* % 40-52
Trombosit 370 Ribu/ul 150-440
MCV 88.0 fl 80-100
MCH 29.4 pg 26-34
MCHC 33.5 g/dl 32-36
RDW 12.0* % <14
Kimia klinik hati
SGOT 18 mU/dl <33
SGPT 33 mU/dl <50
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah sewaktu 121* mg/dl <110
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 140 mmol/L 135-155
Kalium (K) 4.0 Mmol/L 3.6-5.5
Klorida (Cl) 103 Mmol/L 98-109
GINJAL
Ureum 66* mg/dl 13-43
Kreatinin 2.96* mg/dl <1.2
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 22/6/2014, pukul 16:50 WIB
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah jam 16:00 134* mg/dl <110
8
Pemeriksaan USG
Ren dextra : Besar dan bentuk normal, permukaan regular, batas cortex dan
medulla kurang jelas, echostruktur parenkim meningkat, sistem
pelviocalises normal, tidak tampak batu/ SOL.
Ren sinistra : Besar dan bentuk normal, permukaan regular, batas cortex dan
medulla kurang jelas, echostruktur parenkim meningkat, sistem
pelviocalises normal, tidak tampak batu/ SOL.
Kesan : Bilateral Chronic Kidney Disease
RINGKASAN
Os datang dengan keluhan kaki tangan dan perut yang bengkak
sejak 4 hari SMRS, bengkak dirasakan ketika os keluar rumah sakit setelah
dirawat akibat ulkus pedis, Os mengeluh perut terasa begah dan juga dirasakan
mual yang terus-menerus namun tidak muntah, os merasa napsu makannya
9
menurun sejak seminggu terakhir, os mengeluh sulit tidur dimalam hari, kaki
terasa ngilu.
Os memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus, dan ada ulkus pedis
akibat DM tersebut, os tampak sakit sedang, kesadaran somnolen, TD 180/100
mmHg, palpebra oedem, mukosa bibir kering, perut membuncit dan terasa keras,
kaki dan tangan bengkak dan hangat, leukosit 12.3 ribu, eritrosit 41 juta/ul,
hemoglobin 11.1 g/dl, hematokrit 36%, ureum 66 mg/dl, kreatinin 2.96 mg/dl.
DAFTAR MASALAH
1. DM tipe II
2. CKD
3. Ascites ec CKD
4. Hipertensi
ASSESMENT
1. DM tipe II
Berdasarkan anamnesis :
Pasien memiliki riwayat DM dan sering merasa lapar serta sering BAK,
pasien menceritakan tentang luka di kakinya akibat diabetes melitusnya.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Pernah dilakukan pemeriksaan gula darah dan Hba1c pada desember 2012
hasilnya : 8 % .
- GD 21/6/14 (16:00 WIB) : 134 mg/dl
- GD 21/6/14 ( 21:00 WIB) : 121 mg/dl
2. Hipertensi
10
Berdasarkan anamnesis :
Pasien sering mengeluh sakit di bagian tengkuk, pasien memiliki riwayat
hipertensi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
Tanda vital :
TD : 21/6/14 : 180/100 mmHg
: 22/6/14 : 180/110 mmHg
: 23/6/14 : 170/90 mmHg
3. CKD
Berdasarkan anamnesis :
Pasien mengeluh mual, muntah, anorexia polyuria dan badan lemas, kaki
kesemutan dan sakit (Sindrom uremia)
Berdasakan pemeriksaan laboratorium :
21/6/2014
GINJAL
Ureum 66* mg/dl 13-43
Kreatinin 2.96* mg/dl <1.2
Untuk mengetahui stadium dari penyakit CKD digunakan rumus
Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur ) X berat badan
11
72 X Kreatinin swrum (mg/dl)
= (140 - 46) X 57 = 5.358 = 25,14 %
72 X 2,96 213,12
Interpretasi : CKD stage IV
Berdasarkan pemeriksaan USG
Ren dextra sinistra : Besar dan bentuk normal, permukaan regular, batas cortex
dan medulla kurang jelas, echostruktur parenkim
meningkat, sistem pelviocalises normal, tidak tampak batu/
SOL.
PROGNOSIS
AD VITAM : dubia ad bonam
AD SANATIONAM : dubia ad malam
AD FUNGSIONAM : dubia ad malam
12
BAB II
DISKUSI KASUS
2.1 Gejala klinis Diabetes mellitus
GEJALA KLINIS DM DATA PADA INTERPRETASI
13
PASIEN
1. Polifagi
-
- Diakibatkan sel-sel tubuh
membutuhkan asupan
karbohidrat yang tinggi
untuk metabolisme.
2. Berat badan turun
-
- Dikarenakan bahan makanan
yang dikonsumsi tidak
diserap tubuh dngan baik,
dan akhirnya proses
gluconeogenesis dan
pemecahan lemak diaktifkan
dan menurunkan berat
badan.
3. Gejala neuropati
+
- Akibat reaksi dari destruksi
sel saraf (neuropati)
4. Mudah lelah
+
- Proses penyerapan glukosa
dan nutrient lainnya yang
terganggu sehingga proses
pembentukan energy
berkurang.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes, infeksi
saluran kemih, hipertensi, hiperurikemi, Lupus eritomatosus sistemik.
b. Sindrom uremia yg terdiri dari, lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, neuropati perifer, pruritus, pericarditis sampai koma.
14
GEJALA KLINIS CKDDATA PADA
PASIENINTERPRETASI
1. Kelainan hemopoiesis
-
- Anemia normokrom
normositer dan normositer
(MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien
gagal ginjal kronik. Anemia
pada pasien gagal ginjal
kronik terutama disebabkan
oleh defisiensi eritropoetin
2. Mual muntah
+
- Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh
flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan
iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus
halus
3. Gangguan kardiovaskular
+
- Beberapa faktor seperti
anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal
ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat
15
menyebabkan kegagalan
faal jantung.
-
4. Bengkak/ oedem
+
- Diakibatkan oleh nefropati
yang kemudian
munurunkan kadar albumin
darah, keadaan
hipoalbuminemia akan
menurunkan tekanan
osmotic dan menurunkan
volume plasma, secara
otomatis akan menstimulasi
renin-angiotensin sehingga
meretensi air dan retensi
natrium sehingga terjadilah
oedem.
Minggu, 22/6/14 (13:00 WIB)
S - Kaki bengkak (+)- Perut begah (+)- kepala pusing (+)- mual (+)
O Kesadaran : CM Mata : oedem palpebral (+)TD : 180/110 : Ca -/-, Si -/-RR : 34x/m Thorax : Cor : Bj I/II regular, m (-), g (-)Nadi : 96x/m : Pulmo : Vesikular, Rh-/-, Wh -/-
16
Suhu : 35,6o C Abdomen : Perut buncit, keras, BU(+), Nt (-) Ekstrimitas : Oedem +/+, akral hangat +/+
- GDS : 134 mg/dLA DM Tipe II
HipertensiCKDAscites ec CKD
P Infus : Nacl Kcl
- Amlodipin 10 mg 1x1 - Inj Rantin - Candesartan 8 mg 1x1 - Inj Ondansentron- Bisolvon 0,252 1x1 - Inj Cefobactam- KSR 3x1 - Inj primpera- ISDN 3x5 - Inj lasix- Nocit 2 mg 3x1- Bicnat 3x1
Senin, 23/6/14 (06:12 WIB)
S - Kaki bengkak (+)- Perut begah (+)- kepala pusing (+)- mual (+)- Sesak (+)- Belum BAB dari kemarin- Napsu makan turun
O Kesadaran : CM Mata : oedem palpebral (+)TD : 170/90 : Ca -/-, Si -/-RR : 21x/m Thorax : Cor : Bj I/II regular, m (-), g (-)Nadi : 88x/m : Pulmo : Vesikular, Rh-/-, Wh -/-Suhu : 36,6o C Abdomen : Perut buncit, keras, BU(+), Nt (-) : Undulasi (+) Ekstrimitas : Oedem +/+, akral hangat +/+- GDS : 105 mg/dL
A DM Tipe IIHipertensiCKDAscites ec CKD
P Infus : Nacl Kcl
- Amlodipin 10 mg 1x1 - Inj Rantin - Candesartan 8 mg 1x1 - Inj Ondansentron
17
- Bisolvon 0,252 1x1 - Inj Cefobactam- KSR 3x1 - Inj primpera- ISDN 3x5 - Inj lasix- Nocit 2 mg 3x1- Bicnat 3x1
Selasa, 24/6/14
S - Kaki bengkak (+)- Perut begah (+)- kepala pusing (+)- mual (+)- Muntah cair (+)
O Kesadaran : CM Mata : oedem palpebral (+)TD : 150/90 : Ca -/-, Si -/-RR : 21x/m Thorax : Cor : Bj I/II regular, m (-), g (-)Nadi : 68x/m : Pulmo : Vesikular, Rh-/-, Wh -/-Suhu : 36,9o C Abdomen : Perut buncit, keras, BU(+), Nt (-) : Undulasi (+) Ekstrimitas : Oedem -/-, akral hangat +/+- GDS : 105 mg/dL
A - DM Tipe II- Hipertensi- CKD- Ascites ec CKD
P Infus : Nacl Kcl
- Amlodipin 10 mg 1x1 - Inj Rantin - Candesartan 8 mg 1x1 - Inj Ondansentron- Bisolvon 0,252 1x1 - Inj Cefobactam- KSR 3x1 - Inj primpera- ISDN 3x5 - Inj lasix- Nocit 2 mg 3x1- Bicnat 3x1
Patofisiologi penyakit ginjal diabetik
18
Hiperglikemia Glukosa inrtrasel meningkat
Diubah menjadi sorbitol
Akumulasi sorbitol intra sel
Tekanan osmotik meningkat
Difusi cairan ke intra selSel bengkak
Uptake mio-inositol intra sel menurunAktifitas K+, Na+, ATPase menurunPerubahan fungsional jaringan
Hiperglikemia terhadap aktifnya protein kinase C
19
HiperglikemiaMengaktifkan jalur protein kinase C
- Permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat
- Peningkatan pH intrasel- Peningkatan proliferase dan
vaskularisasi- Perangsangan sintesis kolagen
membran basal- Rangsangan perubahan ekpresi
genDisfungsi endotel
Nefron yang rusak akan menghambat proses filtrasi dan reabsorbsi
glomerulus dan tubuli terganggu yang nantinya akan menyebabkan proteinuria
sehingga menyisakan albumin yang sedikit dalam darah, keadaan
hipoalbuminemia akan menurunkan tekanan osmotic dan menurunkan volume
plasma, secara otomatis akan menstimulasi renin-angiotensin sehingga meretensi
air dan retensi natrium sehingga terjadilah oedem.
Gagal Ginjal Kronik
I. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
20
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau ↑
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
21
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
GFR
(ml/min/1,73 m2)
Dengan Kerusakan
Ginjal
Tanpa Kerusakan Ginjal
Dengan
HT
Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT
> 90 1 1 HT Normal
60 – 89 2 2 HT dengan
penurunan
GFR
Penurunan
GFR
30 – 59 3 3 3 3
15 – 29 4 4 4 4
< 15 (atau
dialisis)
5 5 5 5
II. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
22
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal
dan atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal
di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan
glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal,
mesangium, atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan
manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan
berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu menggambarkan
perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan
sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan
silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi,
edema, dan fungsi ginjal terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal
dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10%
terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut
yaitu dapat terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi
23
hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul
ginjal.2
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan
hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan
tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di
ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin.
Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi
dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara
proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa
peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang
mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .2,4
24
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.5,6
Klasifikasi
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Modifikasi
Gaya
Hidup
Terapi
Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat
antihipertensiPrehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,
BB, CCB, atau
kombinasi
Stage 2 HT > 160 Atau > 100 Ya Kombinasi 2 jenis obat
(biasanya thiazid tipe
diuretik dan ACEI atau
ARB atau BB atau
CCB)
25
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi
obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah
<130/80 mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian
besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal
lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik
diperkitakan 100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal pertahunnya. Di Negara berkembang lainnya, insidens ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000:1,7
1. Glomerulonefritis (46,39%)
26
2. Diabetes Mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
IV. Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor social dan
lingkungan seperti obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia dan
lingkungan tertentu.3
V. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
27
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium.
Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana
lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
28
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium
insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons
terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita
biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut
hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal
ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar
90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang
masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons
terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap
sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang
dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-
mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
29
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat
stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-
stadium tersebut.
VI. Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular.1,2,7
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal
perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum /
serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin
serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis dan sebagainya.1,7
30
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-
hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah
yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut
berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
31
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
32
VII. Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan
histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
33
ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, chlorida).1
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum
dan kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat
dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah
lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria,
hematuri, leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing
tidak bisa melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
34
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
VIII. Penatalaksanaan1,2,3,7
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit.
a.Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
35
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal
disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis
inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL
kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian
200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.8
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
36
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang
lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat
Enzym Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE
inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit
ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang
diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk
37
pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut
dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
38
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien
sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan
di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium
terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang
mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien
yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian
yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi
ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan
pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2
X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan
yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
39
kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,
anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat
badan.3
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK,
05 Februari 2011.
4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.
com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010.
5. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2011.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis
R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan
Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. hlm 168-70.
7. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord
Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University;
2007. 294-97.
41
8. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8.
Jakarta: CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.
42