35
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O 2 ) serta mengeluarkan gas karbondioksida (CO 2 ) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan, dimana O 2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok secara terus-menerus, sedangkan CO 2 merupakan bahan toksik yang harus dikeluarkan dari tubuh. Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal akan menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem pulmoner tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO 2 dan oksigenasi darah. Gagal napas terjadi bila tekanan parsial oksigen arterial (PaO 2 ) < 60 mmHg atau tekanan parsial karbondioksida arterial (PCO 2 ) > 45 mmHg. Gagal napas diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO 2 < 60 mmHg dengan PaCO 2 normal atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai 1

CASE GAGAL NAFAS.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CASE GAGAL NAFAS.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya,

sedangkan peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O2) serta

mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan

fungsi yang vital bagi kehidupan, dimana O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh

yang harus dipasok secara terus-menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik

yang harus dikeluarkan dari tubuh.

Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan

pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan

normal akan menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem pulmoner tidak

dapat mencukupi kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO2 dan oksigenasi darah.

Gagal napas terjadi bila tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) < 60 mmHg atau

tekanan parsial karbondioksida arterial (PCO2) > 45 mmHg.

Gagal napas diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas

hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2 < 60 mmHg dengan

PaCO2 normal atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai dengan PaCO2 > 45

mmHg. Sedangkan menurut waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan

gagal napas kronik.

Penyebab gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan

neuromuscular, dinding thoraks dan diafragma, paru, serta sistem kardiovaskuler.

Gagal napas akut merupakan salah satu kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan

penangan yang cepat dan tepat. Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas

akut adalah: membuat oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi

jaringan, serta menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari

gagal nafas tersebut

1

Page 2: CASE GAGAL NAFAS.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI GAGAL NAPAS

Gagal napas merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat ketidakmampuan

sistem pulmoner untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (eliminasi CO2 dan

oksigenasi darah). Sistem pernapasan gagal untuk mempertahankan suatu keadaan

pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan

normal.

Gagal napas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg, atau 2). PCO2 arterial

(PaCO2) > 45 mmHg (ada yang mengatakan PaCO2 > 50 mmHg), kecuali jika

peningkatan PCO2 merupakan kompensasi dari alkalosis metabolic.

PaO2 < 60 mmHg, yang berarti ada gagal napas hipoksemia, berlaku bila bernapas

pada udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi [F1O2] = 0,21), maupun saat mendapat

bantuan oksigen.

PCO2 > 45 mmHg yang berarti gagal napas hiperkapnia, kecuali ada keadaan

asidosis metabolic. Tubuh pasien yang asidosis metabolic secara fisiologis akan

menurunkan PaCO2 sebagai kompensasi terhadap PH darah yang rendah. Tetapi jika

ditemukan PaCO2 meningkat secara tidak normal, meskipun masih dibawah 45 mmHg

pada keadaan asidosis metabolic, hal ini dianggap sebagai gagal napas tipe

hiperkapnia.

B. KLASIFIKASI GAGAL NAPAS

Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi gagal napas hiperkapnia dan gagal

napas hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan

gagal napas kronik. Gagal napas akut berkembang dalam waktu menit sampai jam,

PH darah kurang dari 7,3. Gagal napas kronik berkembang dalam beberapa hari atau

lebih lama, terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dan meningkatkan

konsentrasi bikarbonat, oleh karena itu biasanya PH hanya menurun sedikit.

2

Page 3: CASE GAGAL NAFAS.doc

1. GAGAL NAPAS HIPOKSEMIA / GAGAL NAPAS TIPE I / GAGAL

OKSIGENASI

Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas

hiperkapnia. Pasien tipe ini mempunyai nilai PaO2 yang rendah tetapi PaCO2

normal atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya dari gagal napas

hiperkapnia, yang masalah utamanya adalah hipoventilasi alveolar. Selain pada

lingkungan yang tidak biasa, dimana atmosfer memiliki kadar oksigen yang

sangat rendah, seperti pada ketinggian, atau saat oksigen digantikan oleh udara

lain, gagal napas hipoksemia menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi

parenkim paru atau sirkulasi paru. Contoh klinis yang umum menunjukkan

hipoksemia tanpa peningkatan PaCO2 ialah pneumonia, aspirasi isi lambung,

emboli paru, asma, dan ARDS.

Patofisiologi gagal napas hipoksemia

Hipoksemia dan hipoksia

Istilah hipoksemia menunjukkan PO2 yang rendah di dalam darah arteri

(PaO2) dan dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena dan

kapiler paru. Istilah tersebut juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar

O2 darah atau berkurangnya saturasi oksigen di dalam hemoglobin.

Hipoksia berarti penurunan penyampaian (delivery) O2 ke jaringan atau

efek dari penurunan penyampaian O2 ke jaringan.

Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula terjadi

akibat penurunan penyampaian O2 karena faktor rendahnya curah jantung,

anemia, syok septic atau keracunan karbon monoksida, dimana PaO2 dapat

meningkat atau normal.

3

Page 4: CASE GAGAL NAFAS.doc

Mekanisme hipoksemia

Mekanisme fisiologi hipoksemia dibagi dalam dua golongan utama, yaitu

1) berkurangnya PO2 alveolar

2) meningkatnya pengaruh campuran darah vena (venous admixture)

Jika darah vena yang bersaturasi rendah kembali ke paru, dan tidak

mendapatkan oksigen selama perjalanan di pembuluh darah paru, maka darah

yang keluar di arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial

oksigen yang sama dengan darah vena sistemik. PO2 darah vena sistemik

(PVO2) menentukan batas bawah PaO2. Bila semua darah vena yang

bersaturasi rendah melalui sirkulasi paru dan mencapai keseimbangan dengan

gas di rongga alveolar, maka PO2 = PAO2. Maka PO2 alveolar (PAO2)

menentukan batas atas PO2 arteri. Semua nilai PO2 berada diantara PVO2 dan

PAO2.

Hipoksemia arteri selalu merupakan akibat penurunan PO2 alveolar, atau

peningkatan jumlah darah vena bersaturasi rendah yang bercampur dengan

darah kapiler pulmonal (campuran vena).

Penurunan PO2Alveolar

Tekanan total di ruang alveolar ialah jumlah dari PO2, PCO2, PH2O, dan

PN2. Bila PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada

PACO2 akan menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar

menyebabkan penurunan PAO2, yang menimbulkan penurunan PaO2 bila

darah arteri dalam keseimbangan dengan gas di ruang alveolus. Persamaan gas

alveolar, bila disederhanakan menunjukkan hubungan antara PO2 dan PCO2

alveolar:

PAO2 = FiO2 x PB - PACO2

RFiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan

barometric, dan R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan rasio

steady-state CO2 memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar. Dalam

praktek, PCO2 arteri digunakan sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar (PaCO2).

4

Page 5: CASE GAGAL NAFAS.doc

PAO2 berkurang bila PACO2 meningkat. Jadi, hipoventilasi alveolar

menyebabkan hipoksemia (berkurangnya PaO2).

Persamaan gas alveolar juga mengindikasikan bahwa hipoksemia akan

terjadi jika tekanan barometric total berkurang, seperti pada ketinggian, atau

bila FiO2 rendah (seperti saat seseorang menghisap campuran gas dimana

sebagian oksigen digantikan gas lain). Hal ini juga akibat penurunan PO2.

Pada hipoksemia, yang terjadi hanya karena penurunan PaO2. Perbedaan PO2

alveolar - arteri adalah normal pada hipoksemia karena hipoventilasi.

Pencampuran Vena (Venous Admixture)

Meningkatnya jumlah darah vena yang mengalami deoksigenasi, yang

mencapai arteri tanpa teroksigenasi lengkap oleh paparan gas alveolar.

Perbedaan PO2 alveolar arterial meningkat dalam keadaan hipoksemia karena

peningkatan pencampuran darah vena. Dalam pernapasan udara ruangan,

perbedaan PO2 alveolar arterial normalnya sekitar 10 dan 20 mmHg,

meningkat dengan usia dan saat subyek berada pada posisi tegak.

Hipoksemia terjadi karena salah satu penyebab meningkatnya

pencampuran vena, yang dikenal sebagai pirau kanan ke kiri (right-to-left-

shunt). Sebagian darah vena sistemik tidak melalui alveolus, bercampur

dengan darah yang berasal dari paru, akibatnya adalah percampuran arterial

dari darah vena sistemik dan darah kapiler paru dengan PO2 diantara PAO2 dan

PVO2. Pirau kanan ke kiri dapat terjadi karena: 1). Kolaps lengkap atau

atelektasis salah satu paru atau lobus sedangkan aliran darah dipertahankan.

2). Penyakit jantung congenital dengan defek septum. 3). ARDS, dimana

dapat terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau kolaps alveolar

sehingga terjadi pirau kanan ke kiri yang berat.

Petanda terjadinya pirau kanan ke kiri ialah: 1). Hipoksemia berat dalam

pernapasan udara ruangan. 2). Hanya sedikit peningkatan PaO2 jika diberikan

tambahan oksigen. 3). Dibutuhkan FiO2 > 0,6 untuk mencapai PaO2 yang

diinginkan. 4). PaO2 < 550 mmHg saat mendapat O2 100%. Jika PaO2 < 550

5

Page 6: CASE GAGAL NAFAS.doc

mmHg saat bernapas dengan O2 100% maka dikatakan terjadi pirau kanan ke

kiri.

Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi ( ventilation-perfusion mismatching =

V/Q mismatching)

Merupakan penyebab hipoksemia tersering, terjadi ketidaksesuaian

ventilasi-perfusi. Ketidaksesuaian ini bukan disebabkan karena darah vena

tidak melintasi daerah paru yang mendapat ventilasi seperti yang terjadi pada

pirau kanan ke kiri. Sebaliknya beberapa area di paru mendapat ventilasi yang

kurang dibandingkan banyaknya aliran darah yang menuju ke area-area

tersebut. Disisi lain, beberapa area paru yang lain mendapat ventilasi berlebih

dibandingkan aliran darah regional yang relative sedikit.

Darah yang melalui kapiler paru di area yang hipoventilasi relatif, akan

kurang mendapat oksigen dibandingkan keadaan normal. Hal tersebut

menimbulkan hipoksemia darah arteri. Efek ketidaksesuaian V/Q terhadap

pertukaran gas antara kapiler-alveolus seringkali kompleks. Contoh dari

penyakit paru yang merubah distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga

terjadi ketidaksesuaian V/Q adalah: Asma dan penyakit paru obstruktif kronik

lain, dimana variasi pada resistensi jalan napas cenderung mendistribusikan

ventilasi secara tidak rata. Penyakit vascular paru seperti tromboemboli paru,

dimana distribusi perfusi berubah. Petunjuk akan adanya ketidaksesuaian V/Q

adalah PaO2 dapat dinaikkan ke nilai yang dapat ditoleransi secara mudah

dengan pemberian oksigen tambahan.

Keterbatasan Difusi (diffusion limitation)

Keterbatasan difusi O2 merupakan penyebab hipoksemia yang jarang.

Dasar mekanisme ini sering tidak dimengerti. Dalam keadaan normal, terdapat

waktu yang lebih dari cukup bagi darah vena yang melintasi kedua paru untuk

mendapatkan keseimbangan gas dengan alveolus. Walaupun jarang, dapat

terjadi darah kapiler paru mengalir terlalu cepat sehingga tidak cukup waktu

bagi PO2 kapiler paru untuk mengalami kesetimbangan dengan PO2 alveolus.

6

Page 7: CASE GAGAL NAFAS.doc

Keterbatasan difusi akan menyebabkan hipoksemia bila PAO2 sangat rendah

sehingga difusi oksigen melalui membrane alveolar-kapiler melambat atau

jika waktu transit darah kapiler paru sangat pendek. Beberapa keadaan dimana

keterbatasan difusi untuk transfer oksigen dianggap sebagai penyebab utama

hipoksemia ialah: penyakit vaskuler paru; pulmonary alveolar proteinosis,

keadaan dimana ruang alveolar diisi cairan mengandung protein dan lipid.

Gambaran Klinis

Manifestasi gagal napas hipoksemik merupakan kombinasi dari gambaran

hipoksemia arterial dan hipoksemia jaringan. Hipoksemia arterial

meningkatkan ventilasi melalui stimulus kemoreseptor glomus karotikus,

diikuti dispnea, takipnea, hiperpnea, dan biasanya hiperventilasi. Derajat

respon ventilasi tergantung kemampuan mendeteksi hipoksemia dan

kemampuan sistem pernapasan untuk merespon. Pada pasien yang fungsi

glomus karotikusnya terganggu maka tidak ada respon ventilasi terhadap

hipoksemia. Mungkin didapatkan sianosis, terutama di ekstremitas distal,

tetapi juga didapatkan pada daerah sentral di sekitar membrane mukosa dan

bibir. Derajat sianosis tergantung pada konsentrasi hemoglobin dan keadaan

perfusi pasien.

Manifestasi lain dari hipoksemia adalah akibat pasokan oksigen ke

jaringan yang tidak mencukupi atau hipoksia. Hipoksia menyebabkan

pergeseran metabolisme ke arah anaerobik disertai pembentukan asam laktat.

Peningkatan kadar asam laktat di darah selanjutnya akan merangsang

ventilasi. Hipoksia dini yang ringan dapat menyebabkan gangguan mental,

terutama untuk pekerjaan kompleks dan berpikir abstrak. Hipoksia yang lebih

berat dapat menyebabkan perubahan status mental yang lebih lanjut, seperti

somnolen, koma, kejang dan kerusakan otak hipoksik permanen. Aktivitas

sistem saraf simpatis meningkat. Sehingga menyebabkan terjadinya takikardi,

diaphoresis dan vasokonstriksi sistemik, diikuti hipertensi. Hipoksia yang

7

Page 8: CASE GAGAL NAFAS.doc

lebih berat lagi, dapat menyebabkan bradikardia, vasodilatasi, dan hipotensi,

serta menimbulkan iskemia miokard, infark, aritmia dan gagal jantung.

Manifestasi gagal napas hipoksemik akan lebih buruk jika ada gangguan

hantaran oksigen ke jaringan (tissue oxygen delivery). Pasien dengan curah

jantung yang berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi dapat diramalkan

akan mengalami hipoksia jaringan global dan regional pada hipoksemia yang

lebih dini. Misalnya pada pasien syok hipovolemik yang menunjukkan tanda-

tanda asidosis laktat pada hipoksemia arterial ringan.

2. GAGAL NAPAS HIPERKAPNIA / GAGAL NAPAS TIPE II / GAGAL

VENTILASI

Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia mempunyai

kadar PaCO2 yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus,

O2 tersisih di alveolus dan PaO2 menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan

hiperkapnia dan hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi

tambahan oksigen. Paru mungkin normal atau tidak pada pasien dengan gagal

napas hiperkapnia, terutama jika penyakit utama mengenai bagian nonparenkim

paru seperti dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Penyakit paru

obstruktif kronis yang parah sering mengakibatkan gagal napas hiperkapnia.

Pasien dengan asma berat, fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS (Acute

Respiratory Distres syndrome) berat dapat menunjukkan gagal napas hiperkapnia.

Patofisiologi gagal napas hiperkapnia

Hipoventilasi alveolar

Dalam keadaan stabil, pasien memproduksi sejumlah CO2 dari proses

metabolic setiap menit dan harus mengeliminasi sejumlah CO2 tersebut dari

kedua paru setiap menit. Jika keluaran semenit CO2 (VCO2) menukarkan CO2

ke ruang pertukaran gas di kedua paru, sedangkan VA adalah volume udara

yang dipertukarkan di alveolus selama semenit (ventilasi alveolar), didapatkan

rumus:

8

Page 9: CASE GAGAL NAFAS.doc

VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VA (L/men) x 1__ 863

Untuk output CO2 yang konstan, hubungan antara PaCO2 dan VA

menggambarkan hiperbola ventilasi, dimana PaCO2 dan VA berhubungan

terbalik. Jadi hiperkapnia selalu ekuivalen dengan hipoventilasi alveolar, dan

hipokapnia sinonim dengan hiperventilasi alveolar. Karena ventilasi alveolar

tidak dapat diukur, perkiraan ventilasi alveolar hanya dapat dibuat dengan

menggunakan PaCO2 rumus diatas.

Ventilasi Semenit

Pada pasien dengan hipoventilasi alveolar, VA berkurang (dan PaCO2

meningkat). Meskipun VA tidak dapat diukur secara langung, jumlah total

udara yang bergerak masuk dan keluar kedua paru setiap menit dapat diukur

dengan mudah. Ini didefinisikan sebagai minute ventilation (ventilasi semenit,

VE, L/men). Konsep fisiologis menganggap bahwa VE merupakan penjumlahan

dari VA (bagian dari VE yang berpartisipasi dalam pertukaran gas) dan

ventilasi ruang rugi (dead spce ventilation, VD) :

VE = VA + VD VA = VE - VD

VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VE (L/men) x (1-VD/VT)

863

VD/VT menunjukkan derajad insufisiensi ventilasi kedua paru. Pada orang

normal yang sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut

berpartisipasi dalam pertukaran udara. Pada kebanyakan penyakit paru

proporsi VE yang tidak ikut pertukaran udara meningkat, maka VD/VT

meningkat juga.

Hiperkapnia (hipoventilasi Alveolar) terjadi saat:

1. nilai VE dibawah normal.

2. nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat.

3. nilai VE di bawah normal, dan rasio VD/VT meningkat.

Trakea dan saluran pernapasan menjadi penghantar pergerakan udara dari

dan ke dalam paru selama siklus pernapasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi

pada pertukaran udara dengan darah kapiler paru (difusi). Komponen ini

9

Page 10: CASE GAGAL NAFAS.doc

merupakan ruang rugi anatomis. Jalan napas buatan dan bagian dari sirkuit

ventilator mekanik yang dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan

ruang rugi anatomis. Pada pasien dengan penyakit paru, sebagian besar

peningkatan ruang rugi total terdiri dari ruang rugi fisiologis. Ruang rugi

fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi jumlah aliran darah

regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun V/Q

mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan

hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan

peningkatan PaCO2. Kenyataannnya dalam hampir semua kasus, kecuali

dengan V/Q mismatching yang berat, hiperkapnia merangsang peningkatan

ventilasi, mengembalikan PaCO2 ke tingkat normal. Jadi V/Q mismatching

umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia dengan

peningkatan VE.

Gambaran Klinis

Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat.

Peningkatan PaCO2 merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanismenya

terutama melalui turunnya PH cairan cerebrospinal yang terjadi karena

peningkatan akut PaCO2. Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke

dalam cairan serebrospinal, PH turun secara cepat dan hebat karena

hiperkapnia akut.

Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga

bikarbonat serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi

terhadap asidosis respiratorik kronik. Kadar PH yang rendah lebih berkorelasi

dengan perubahan status mental dan perubahan klinis lain daripada nilai

PaCO2 mutlak.

Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia.

Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan

hiperkapnia mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau

menurun, tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas.

10

Page 11: CASE GAGAL NAFAS.doc

Jadi, dispnea, takipnea, hiperpnea, bradipnea, dan hipopnea dapat

berhubungan dengan gagal napas hiperkapnea.

Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk

menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas

hiperkapnea karena penyakit paru versus penyakit nonparu. Pasien dengan

penyakit paru seringkali menunjukkan hipoksemia yang tidak sesuai dengan

derajad hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO2

alveolar-arterial. Tetapi pasien dengan masalah nonparu dapat pula

mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek kelemahan neuromuscular

(sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau pneumonia aspirasi.

Kelainan pada paru berhubungan dengan peningkatan VD/VT dan karenanya

sering menunjukkan peningkatan VE dan frekuensi pernapasan. Tetapi pasien

yang mengalami kelumpuhan otot pernapasan sering ditemui takipneu. Efek

dari hiperkapnea dan hipoksemia dapat menyamarkan gangguan neurologis,

pengobatan berlebih dengan sedative, mixedema, atau trauma kepala.

C. PENYEBAB GAGAL NAPAS

Gagal napas dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan neuromuscular, dinding thoraks dan diafragma, paru, serta system kardiovaskuler.

11

Page 12: CASE GAGAL NAFAS.doc

1. Otak- Neoplasma

- Epilepsi

- Hematoma Subdural

- Keracunan Morfin

- CVA2. Susunan Neuro-muskular

- Miastenia Gravis

- Polyneuritis, demyelinisasi

- Analgesia spinal tinggi

- Pelumpuh otot3. Dinding Thoraks dan Diafragma

- Luka tusuk Thoraks

- Ruptur diafragma

4. Paru- Asma

- Infeksi paru

- Benda asing

- Pneumothoraks, hemathoraks

- Edema Paru

- ARDS

- Aspiras5. Kardiovaskuler

- Renjatan, Gagal jantung

- Emboli paru 6. Pasca Bedah Thoraks

12

Page 13: CASE GAGAL NAFAS.doc

D. DIAGNOSIS GAGAL NAPAS AKUT

Tidak mungkin untuk memperkirakan tingkat hipoksemia dan hiperkapnia dengan

mengamati tanda dan gejala pasien. Gambaran klinis gagal napas sangat bervariasi

pada setiap pasien. Hipoksemia dan hiperkapnia yang ringan dapat pergi tanpa

disadari sepenuhnya. Kandungan oksigen dalam darah harus jatuh tajam untuk dapat

terjadi perubahan dalam bernafas dan irama jantung. Untuk itu, cara mendiagnosa

gagal napas adalah dengan mengukur gas darah pada arteri (arterial blood gases,

ABG), PaO2 dan PaCO2. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap

untuk mengetahui apakah ada anemia, yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan.

Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis underlying disease

(penyakit yang mendasarinya).

E. TATALAKSANA GAGAL NAPAS AKUT

Gagal napas akut merupakan salah satu kegawat daruratan. Untuk itu,

penanganannya tidak bisa dilakukan pada area perawatan umum (general care area)

di rumah sakit. Perawatan dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), dimana segala

perlengkapan yang diperlukan untuk menangani gagal napas tersedia. Tujuan

penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah: membuat oksigenasi arteri

adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta menghilangkan underlying

disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.

Dasar-dasar fisiologis terapi

Gagal napas hiperkapnea

Pada hiperkapnea berarti ada hipoventilasi alveolar, tatalaksana suportif bertujuan

memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal, hingga diketahui dan diterapi

penyakit yang mendasari. Kadang-kadang ventilasi alveolar dapat ditingkatkan

dengan mengusahakan tetap terbukanya jalan napas yang efektif, bisa dengan

penyedotan sekret, stimulasi batuk, drainase postural. Atau dengan membuat jalan

napas artifisial dengan selang endotrakeal atau trakeostomi. Alat bantu napas

mungkin diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan ventilasi alveolar yang

normal sampai masalah primer diperbaiki. Meskipun secara teoritis ventilator

mekanik dapat memperbaiki ventilasi sesuai yang diinginkan, namun pada pasien

dengan hiperkapnea kronik harus hati-hati dalam menurunkan hiperkapnia, karena

13

Page 14: CASE GAGAL NAFAS.doc

koreksi PaCO2 hingga batas normal pada kasus tersebut dapat menyebabkan alkalosis

yang berat dan mengancam nyawa karena sudah terjadi kompensasi berupa

peningkatan kadar bikarbonat serum.

Hipoksemia sering ditemukan pada gagal napas hiperkapnia, terutama yang

didasari oleh penyakit paru, dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan.

Tetapi pada beberapa pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya

bila tidak dimonitor dan disesuaikan secara hati-hati.

Pasien dengan gagal napas hiperkapnik karena overdosis obat sedatif atau

botulisme, dan kebanyakan pasien dengan trauma dada akan membaik seiring dengan

berjalannya waktu, dan penatalaksanaan bersifat suportif. Penyakit primer yang

membutuhkan terapi khusus ialah miastenia gravis, kelainan elektrolit, penyakit paru

obstruktif, obstructive sleep apnea, dan miksedema.

Gagal Napas Hipoksemia

Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal napas hipoksemik. Pada

penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan ventilasi mekanik, positive end-

expiratory pressure (PEEP) dan terapi respirasi tipe lain. Walaupun umumnya tidak

didapatkan hiperkapnea, tetapi dapat terjadi karena beban kerja pernapasan

menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Transportasi oksigen penting untuk

diperhatikan, jika ada anemia berat harus dikoreksi serta curah jantung yang adekuat

harus dipertahankan. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas hipoksemik

harus diatasi.

Pada beberapa pasien dengan penyakit paru yang tidak merata pada semua

bagian paru (tidak mengenai kedua paru), memiringkan pasien pada posisi dimana

area paru yang tidak terlibat atau yang kurang terlibat berada lebih bawah dapat

meningkatkan oksigenasi, hal ini karena adanya gaya gravitasi. Pasien dengan

hemoptisis berat atau sekretnya banyak tidak boleh diposisikan seperti ini karena

dapat terjadi aspirasi darah atau sekret ke area yang belum terlibat. Pada pasien

ARDS dengan edema paru nonkardiogenik difus, dianjurkan dalam posisi pronasi

(tengkurap), paru akan jarang mengalami kolaps pada bagian yang tergantung. Selain

itu lebih sedikit area paru yang mendapat penekanan oleh jantung atau isi abdomen.

14

Page 15: CASE GAGAL NAFAS.doc

Dasar pengobatan gagal napas dibagi menjadi pengobatan nonspesifik dan yang

spesifik. Umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan nonspesifik adalah

tindakan secara langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas paru,

sedangkan pengobatan spesifik ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.

Pengobatan nonspesifik

Pengobatan ini dapat dan harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala

yang timbul, agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk. Sambil

menunggu dilakukan pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.

Pengobatan nonspesifik pada gagal napas akut:

1. Atasi hipoksemia: terapi oksigen

2. Atasi hiperkapnia: perbaiki ventilasi

a. Perbaiki jalan napas

b. Ventilasi bantuan: memompa dengan sungkup muka berkantung (bag and

mask), IPPB

3. Ventilasi kendali

4. Fisioterapi dada

Terapi Oksigen

Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan

PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal napas dari penyakit kronik yang

menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkapnia sehingga

pusat pernapasan tidak terangsang oleh hipercarbic drive melainkan terhadap

hypoxemic drive. Akibat kenaikan PaO2 pasien dapat apnea.

Terapinya dengan menaikkan konsentrasi oksigen fraksi inspirasi (FiO2),

menurunkan konsumsi oksigen dengan hipotermi sampai 34°C atau pemberian obat

pelumpuh otot. Ventilasi dilakukan secara bantuan atau terkendali. Cara pemberian

oksigen dapat dilakukan dengan kateter nasal, atau sungkup muka. Sungkup muka

tipe venture dapat mengatur kadar O2 inspirasi secara lebih tepat, bila ventilasi

kembali dengan ventilator maka konsentrasi O2 dapat diatur dari 21-100%.

15

Page 16: CASE GAGAL NAFAS.doc

Tabel.2 Cara Pemberian O2, hubungan antara besarnya aliran udara dengan

konsentrasi O2 Inspirasi.

Alat Aliran O2 (L/men) Konsentrasi O2 (%)

Kateter nasal 2-6 30-50

Sungkup muka 4-12 35-65

Sungkup muka tipe venturi 4-8 24, 28, 35, 40

Ventilator Bervariasi 21-100

Inkubator 3-8 30-40

Atasi Hiperkapnia, perbaiki Ventilasi

Hiperkapnia diperbaiki dengan memperbaiki ventilasinya, dari cara sederhana

hingga dengan ventilator. Hiperkapnia berat serta akut akan mengakibatkan gangguan

PH darah atau asidosis respiratorik, hal ini harus diatasi segera dan biasanya

diperlukan ventilasi kendali dengan ventilator. Akan tetapi pada gagal napas dari

penyakit paru kronis yang menjadi akut kembali (acute on chronic), keadaan

hiperkapnia kronik dengan PH darah tidak banyak berubah karena sudah

terkompensasi oleh ginjal atau dikenal sebagai asidosis respiratorik terkompensasi

sebagian atau penuh.

Dalam hal ini, penurunan PaCO2 secara cepat dapat menyebabkan PH darah

meningkat menjadi alkalosis, keadaan ini justru dapat membahayakan, dapat

menimbulkan gangguan elektrolit darah terutama kalium menjadi hipokalemia,

gangguan pada jantung seperti aritmia jantung hingga henti jantung. Penurunan

tekanan CO2 harus secara bertahap dan tidak melebihi 4 mmHg/jam.

a. Perbaiki jalan napas (Air Way)

Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan hipereksistensi kepala

mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila masih belum

menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke depan (triple airway

maneuver), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas.

Sambil menunggu dan mempersiapkan pengobatan spesifik, maka

diidentifikasi apakah ada obstruksi oleh benda asing, edema laring atau spasme

16

Page 17: CASE GAGAL NAFAS.doc

bronkus, dan lain-lain. Mungkin juga diperlukan alat pembantu seperti pipa

orofaring, pipa nasofaring atau pipa trakea.

b. Ventilasi Bantu

Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan napas dapat

dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut ke hidung (mouth to

nose). Apabila kesadaran pasien masih cukup baik, dapat dilakukan bantuan

ventilasi menggunakan ventilator, seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB

(Intermittent Positive Pressure Breathing), yaitu pasien bernapas spontan

melalui mouth piece atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator.

Setiap kali pasien melakukan inspirasi maka tekanan negative yang

ditimbulkan akan menggerakkan ventilator dan memberikan bantuan napas

sebanyak sesuai yang diatur.

c. Ventilasi Kendali

Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan ventilator.

Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Biasanya diperlukan

obat-obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak

berontak dan parnapasan pasien dapat mengikuti irama ventilator.

Fisioterapi Dada

Ditujukan untuk membersihkan jalan napas dari sekret dan sputum. Tindakan ini

selain untuk mengatasi gagal napas juga untuk tindakan pencegahan. Pasien diajarkan

bernapas dengan baik, bila perlu dengan bantuan tekanan pada perut dengan

menggunakan kedua telapak tangan pada saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang

baik dan efisien. Dilakukan juga tepukan-tepukan pada dada dan punggung, kemudian

perkusi, vibrasi dan drainase postural. Kadang-kadang diperlukan juga obat-obatan

seperti mukolitik, bronchodilator, atau pernapasan bantuan dengan ventilator.

Pengobatan Spesifik

Pngobatan spesifik ditujukan pada underlying disease, sehingga pengobatan untuk

masing-masing penyakit akan berlainan. Kadang-kadang memerlukan persiapan yang

membutuhkan banyak waktu seperti operasi atau bronkhoskopi. Macam-macam

pengobatan spesifik dapat dilihat pada tabel.

17

Page 18: CASE GAGAL NAFAS.doc

Etiologi Pengobatan Spesifik7. Otak

- Neoplasma- Epilepsi- Hematoma Subdural- Keracunan Morfin- CVA

- Rawat Operasi- Antikonvulsi- Operasi- Nalokson- Rawat Intensif

8. Susunan Neuro-muskular- Miastenia Gravis- Polyneuritis,

demyelinisasi

- Analgesia spinal tinggi

- Pelumpuh otot

- Prostigmin, Piridostigmin- Rawat dan bantuan napas

ventilasi terkendali

9. Dinding Thoraks dan Diafragma- Luka tusuk Thoraks- Ruptur diafragma

- Operasi- Operasi

10. Paru- Asma- Infeksi paru- Benda asing- Pneumothoraks,

hemathoraks- Edema Paru- ARDS- Aspirasi

- Steroid, Bronkodilator- Antibiotik- Bronkhoskopi- Drainase paru

- Diuretika, Ventilasi kendali

11. Kardiovaskuler- Renjatan, Gagal jantung- Emboli paru

- Obat-obatan- Terapi cairan

12. Pasca bedah Thoraks - Bantuan napas

18

Page 19: CASE GAGAL NAFAS.doc

BAB III

LAPORAN KASUS

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

MR : 84.90.34

Usia : 14 tahun

Hari Rawatan ke : 8

Anamnesis

Keluhan Utama :

Seorang pasien laki-laki usia 14 tahun datang ke IGD RSUP Dr.M.Djamil Padang pada

tanggal 13 November 2013 dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum

masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penurunan kesadaran sejak 1 hari smrs, sebelumnya pasien kejang-kejang dan

kemudian tidak sadar. Kejang frekuensi 2x, lamanya <5 menit, awalnya pasien sadar

setelah kejang pertama, kemudian setelah kejang kedua, pasien mulai berkurang

kontak dengan orang lain

Pasien sudah dirawat di rumah sakit swasta sejak 5 hari smrs, dengan keluhan mual

dan muntah. Muntah frekuensi ≥ 10 kali, banyaknya ¼-½ gelas, berisi apa yang

dimakan, muntah darah tidak ada.

Demam sejak 1 hari smrs, demam tinggi, terus-menerus, demam tidak menggigil dan

tidak berkeringat banyak.

Riwayat batuk disangkal

BAK dalam batas normal. BAB dalam batas normal

19

Page 20: CASE GAGAL NAFAS.doc

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan Hipertensi.

Riwayat alergi obat (-)

Pemeriksaan Fisik (sekarang 27-11-2013) :

Keadaan umum:

Kesadaran : koma

Keadaan umum : berat

Tekanan Darah : 108/50 mmHg

Nadi : 124 x/menit

Nafas : 27x/menit

Suhu : 37 C

Mata : konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Pupil isokor

Paru : vesikuler, rh +/+ basah halus nyaring di kedua paru, wh -/-

Jantung : irama teratur, bising (-)

Abdomen : Bising usus (+) Normal

Genitalia : terpasang kateter

Ekstrimitas : edema -/-

Plan

Cek Labor (darah rutin, AGD)

20

Page 21: CASE GAGAL NAFAS.doc

Diagnosa

Penurunan kesadaran ec gagal nafas tipe II

Follow up ICU

S/ Penurunan Kesadaran (-)

CNS :

- GCS : 8

- Pupil : 3/3

- Refleks : +/+

CVS :

- TD : 108/50

- HR : 124x/i

CRS: Pernafasan kontrol dengan ventilator

GUT : terpasang kateter

GIT : terpasang NGT

Lab:

- Hb: 11,4

- Ht : 35%

- Leukosit: 16.100

- Trombosit: 453.000

- pH : 7,51

- pCO2 : 31

- PO2 : 119

- Na+ : 130

- K+ : 3

- Ca2+ : 0,65

21

Page 22: CASE GAGAL NAFAS.doc

- HCO3: 24,7

Intake

Enteral :

MC 6x100 cc

Parenteral:

Ivelin : Clinimic = 1:1 / 45cc/jam

Neurobion 5000/hari

KCl 25mg

Ca glukonas 1 gr

Obat

- Enteral:

Sukralfat 3 x 10 cc

- Parenteral:

Sulbactam cefoperazone 3x1 gr

Levofloxacin 1x500 gr

Bisolvon 3x1 amp

Asam traneksamat 3x500 gram

Vit C 3x2 amp

Vit K 3x1

Tamoliv 3x1

OMZ 1x40 gr

Mofon 0,5 cc/jam

- Lain-lain:

22

Page 23: CASE GAGAL NAFAS.doc

Inhalasi combivent 4xsehari

Cendoliter eye drop

Pulmicort 2x sehari

23

Page 24: CASE GAGAL NAFAS.doc

BAB IV

PEMBAHASAN

24

Page 25: CASE GAGAL NAFAS.doc

BAB V

PENUTUP

25