Upload
suryadi-voo
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
1/52
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai adanya
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1
Stroke disebabkan adanya interupsi suplai darah ke otak yang biasanya
disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah atau tersumbat oleh gumpalan.
Keadaan ini menyebabkan gangguan suplai oksigen dan nutrisi sehingga
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.2
Stroke merupakan masalah neurologis yang serius yang utama di Amerika.
Stroke menyerang 795.000 penduduk Amerika setiap tahunnya dengan 610.000
kasus baru dan 185.000 kasus rekuren.3 Di negara berkembang di mana jumlah
penduduknya adalah lebih dari 2/3 penduduk dunia, insiden stroke makin
menonjol dan diperkirakan akan terus meningkat.4
Stroke adalah keadaan darurat medis yang memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Stroke merupakan penyebab tersering disabilitas berat
jangka panjang.5 Efek dari stroke tergantung pada bagian dari otak yang rusak dan
seberapa parah kerusakannya, diantaranya adalah disfagia, afasia, dispraksia,
disatria,kehilangan memori, fungsi eksekutif dan lain-lain.2,6 Stroke yang sangat
parah bisa menyebabkan kematian mendadak. Di berbagai negara dunia, stroke
menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung koroner
dan kanker.2
Di Indonesia, walaupun belum diketahui angka kejadian yang pasti,
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyakit yang
umum di negara kita dan merupakan penyebab kematian yang terbesar dan
kecacatan jangka panjang.4 Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga
yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004,
stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,
sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
1
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
2/52
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
fungsional berat.7
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan
meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.
Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan
berdampak terhadap menurunnya tingkat produktivitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi keluarga.7
Pengobatan stroke pada fase akut yang tepat dapat meningkatkan
kemungkinan bertahan hidup dan meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat
diharapkan. Peningkatan pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan
penurunan drastis dalam tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir.
Namun, angka morbiditas akibat stroke masih tinggi dan cenderung meningkat.8,9
Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menangani morbiditas akibat
stroke adalah rehabilitasi medik. Menurut WHO, rehabilitasi ialah semua tindakan
yang ditujukan untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap,agar
memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan masyarakat.9
Prinsip rehabilitasi medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat
mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain.
Tujuan rehabilitasi stroke
adalah meningkatkan atau mempertahankan kemampuan fungsionalnya sehingga
mengusahakan agar penderita sejauh mungkin dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional dan sosial ekonomi
dengan baik.8,9 Dengan rehabilitasi yang tepat, 90% penderita stroke dapat berjalan
kembali, 70% bisa mandiri, 30% dari usia kerja dapat kembali bekerja.9
Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari
berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Timrehabilitasi medik terdiri dari dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis,
ahli bina wicara, psikolog, pekerja sosial medik, dan perawat rehabilitasi. 6
Dokter umum tentunya perlu memahami prinsip dasar rehabilitasi
penderita stroke agar dapat menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya dan
bagaimana rehabilitasi medik pada pasien ini. Untuk itu, berikut disajikan laporan
kasus mengenai rehabilitasi medik pada pasien hemiparese sinistra tipe spastik
yang disertai parese nervus VII dan XII sinistra tipe sentral.
2
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
3/52
BAB II
REKAM MEDIS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Chandra Irawan
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jln. AKBP H.Umar Lr. Musyawarah No.63 A
Kebangsaan : Indonesia
MRS : 16 Juli 2013
Pemeriksaan : 22 Juli 2013
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Tidak dapat jalan yang disebabkan oleh kelemahan sesisi tubuh sebelah
kiri yang terjadi secara tiba-tiba sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami
kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur. Saat serangan sakit
kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga tidak mengalami
kejang-kejang. Kelemahan lengan dan tungkai dirasakan sama berat.
Penderita tidak mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah.
Sehari-hari penderita bekerja dengan menggunakan tangan kanan.
Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan
dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan dengan lisan, tulisan dan isyarat. Saat bicara mulut penderita
mengot ke kanan dan bicara pelo. Saat serangan penderita tidak
mengalami jantung berdebar-debar disertai sesak napas. Penderita tidak
mengalami sakit kepala bagian belakang yang timbul pada pagi hari dan
berkurang pada malam hari. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
3
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
4/52
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu, tetapi penderita tidak
kontrol dan minum obat secara teratur.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu.
D. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal.
Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp 1.000.000 untuk 5
orang anggota keluarga. Namun, sejak sakit, penderita tidak bekerja lagi.
Kesan : sosioekonomi terkesan kurang.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 16 Juli 2013
A. Status Generalisata
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
Cara Berjalan : Belum dapat dinilai
Bahasa/BicaraKomunikasi Verbal : Ada
Komunikasi Non-Verbal : Baik
Tekanan Darah : 210/140 mmHg
Nadi : 88 x/m
Temperatur : 36,7C
Pernapasan : 22 x/m
Berat Badan : 55 kg
4
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
5/52
Tinggi Badan :165 cm
Kulit : Dalam batas normal
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Status Psikis :
Sikap : Kooperatif
Perhatian : Wajar
Ekspresi wajah : Wajar
Kontak psikis : Ada
B. Saraf-Saraf Otak
NERVUS DEXTRA SINISTRA
N. Olfactorius Normal Normal
N. Opticus Normal Normal
N. Occulomotorius Normal Normal
N. Trochlearis Normal Normal
N. Trigeminus Normal Normal
N. Abducens Normal Normal
N. Facialis Normal Parese tipe sentral
N. Vestibulocochlearis Normal Normal
N. Glossopharyngeus Normal NormalN. Vagus Normal Normal
N. Accessorius Normal Normal
N. Hypoglossus Normal Parese tipe sentral
C. Status Lokalisata
1. Kepala
Bentuk : Oval, simetris
Ukuran : NormalPosisi : Simetris
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Epistaksis (-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut :
Hematom : (-)
Tremor : (-)
5
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
6/52
Deformitas : (-)
Fraktur : (-)
Nyeri Tekan : (-)
2. Leher
Inspeksi
Statis : Simetris
Dinamis : Simetris
Torticolis : (-)
Struma Thyroid : (-)
Tumor : (-)
Palpasi
Kaku Kuduk : (-)
JVP : (5-2) cmH2O
Pembesaran KGB: (-)
3. Thorax
Paru
Inspeksi : Statis, dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, kanan LPS dextra ICS IV,
kiri LMS ICS VAuskultasi : HR = 88 x/m, murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
5. Trunkus
6
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
7/52
Inspeksi
Deformitas : (-)
Gibbus : (-)
Hairy Spot : (-)
Pelvic Tild : (-)
Palpasi
Nyeri Tekan: (-)
Nyeri Ketok: (-)
6. Ekstremitas Superior
Inspeksi
Deformitas : (-)
Edema : (-)
Tremor : (-)
Palpasi
Nyeri Tekan: (-)
Status Neurologikus Ekstremitas Superior
MOTORIK DEXTRA SINISTRAGerakan Cukup Kurang
Kekuatan
- Abduksi Lengan 5 4+
- Fleksi Siku 5 4+
- Ekstensi Siku 5 4+
- Fleksi Jari-Jari Tangan 5 4+
Tonus Normal Hipertonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sendi Bahu
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -
Sendi Siku
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -
Refleks Fisiologis
- Tendon Biceps Normal Meningkat
- Tendon Triceps Normal Meningkat
- Radius Normal Meningkat
- Ulna Normal Meningkat
7
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
8/52
Refleks Patologis
- Hoffman - -
- Tromner - -
Tulang
- Fraktur - -- Infeksi - -
Tangan
- Deformitas - -
- Kontraktur Jari-Jari Tangan - -
- Edema Jari-Jari Tangan - -
SENSORIK Normal Normal
Luas Gerak Sendi
Luas Gerak
Sendi
Aktif
Dextra
Pasif
Dextra
Aktif
Sinistra
Pasif
Sinistra
Abduksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180
Adduksi Bahu 180-0 180-0 180-0 180-0
Fleksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180
Ekstensi Bahu 0-60 0-60 0-60 0-60
Endorotasi
Bahu
0-90 0-90 0-90 0-90
Eksorotasi
Bahu
0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi Siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi Siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Fleksi
Pergelangan
Tangan
0-70 0-70 0-70 0-70
Ekstensi
Pergelangan
Tangan
0-80 0-80 0-80 0-80
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
7. Ekstremitas Inferior
Inspeksi
Deformitas : (-)
Edema : (-)
8
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
9/52
Atrofi : (-)
Palpasi
Nyeri Tekan: (-)
Pitting Edema: (-)
Status Neurologikus Ekstremitas Inferior
MOTORIK DEXTRA SINISTRA
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan
- Fleksi Paha 5 4+
- Ekstensi Paha 5 4+
- Fleksi Lutut 5 4+
- Ekstensi Lutut 5 4+
- Dorso Fleksi Pergelangan Kaki 5 4+
- Plantar Fleksi Pergelangan Kaki 5 4+
Tonus Normal Hipertonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Klonus
- Klonus Paha - -
- Klonus Kaki - -
Refleks Fisiologis
- Patella Normal Meningkat
- Achiles Normal MeningkatRefleks Patologis
- Babinsky - +
- Chaddock - -
Tulang
- Fraktur - -
- Infeksi - -
Sendi Panggul
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -Sendi Lutut
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -
Sendi Pergelangan Kaki
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -
Kaki Deformitas
- Kontraktur Jari Kaki - -
- Edema - -
9
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
10/52
SENSORIK Normal Normal
Luas Gerak Sendi
Luas Gerak
Sendi
Aktif
Dextra
Pasif
Dextra
Aktif
Sinistra
Pasif
Sinistra
Abduksi Paha 0-90 0-90 0-90 0-90
Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o
Fleksi Paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Ekstensi Paha 45-0 45-0 45-0 45-0
Fleksi Lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi
Lutut
0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi
Pergelangan
Kaki
0-20 0-20 0-20 0-20
Plantarfleksi
Pergelangan
Kaki
0-50 0-50 0-50 0-50
8. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
9. Fungsi Luhur : Normal
Follow Up Tanggal 23 Juli 2013
D. Status Generalisata
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos MentisGizi : Cukup
Cara Berjalan : Belum dapat dinilai
Bahasa/Bicara
Komunikasi Verbal : Ada
Komunikasi Non-Verbal : Baik
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80 x/m
10
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
11/52
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
12/52
Sendi Siku
- Dislokasi - -
- Kontraktur - -
- Edema - -
Refleks Fisiologis- Tendon Biceps Normal Meningkat
- Tendon Triceps Normal Meningkat
- Radius Normal Meningkat
- Ulna Normal Meningkat
Refleks Patologis
- Hoffman - -
- Tromner - -
Tulang
- Fraktur - -
- Infeksi - -Tangan
- Deformitas - -
- Kontraktur Jari-Jari Tangan - -
- Edema Jari-Jari Tangan - -
SENSORIK Normal Normal
IV. Luas Gerak Sendi
Luas Gerak
Sendi
Aktif
Dextra
Pasif
Dextra
Aktif
Sinistra
Pasif
SinistraAbduksi Paha 0-90 0-90 0-90 0-90
Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o
Fleksi Paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Ekstensi Paha 45-0 45-0 45-0 45-0
Fleksi Lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi
Lutut
0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi
Pergelangan
Kaki
0-20 0-20 0-20 0-20
Plantarfleksi
Pergelangan
Kaki
0-50 0-50 0-50 0-50
Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
12
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
13/52
Defekasi : Normal
Fungsi Luhur : Normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Klinik
Hb : 16.3 g/dl
Eritrosit : 5.300.000 /mm3
Ht : 35 vol%
Leukosit : 7.000 /mm3
Trombosit : 280.000
Diff count : 0/3/0/55/34/8
CK-NAC : 110 U/L
CK-MB : 38 U/L
Kolesterol total : 212 mg/dl
Kolesterol HDL : 27 mg/dl
Kolesterol LDL : 164 mg/dl
Trigliserida : 159 mg/dl
Ureum : 32 mg/dl
Kreatinin : 1.18 mg/dl
Asam Urat : 9.4 mg/dl
Kalsium : 8.9 mEq/L
Natrium : 141 mEq/L
Kalium : 4 mEq/L
B. Pemeriksaan Radiologi
1. Rontgen Thorax
Terdapat pembesaran jantung, paru dalam batas normal.
2. EKG
- Sinus ritme, pembesaran atrium kiri, left axis deviation
V. RESUME
13
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
14/52
Seorang laki-laki berumur 46 tahun dirawat dengan keluhan utama tidak
dapat berjalan yang disebabkan oleh kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri
yang terjadi secara tiba-tiba sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami
kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur. Saat serangan sakit kepala
tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga tidak mengalami kejang-
kejang. Kelemahan lengan dan tungkai dirasakan sama berat. Penderita tidak
mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah. Sehari-hari penderita
bekerja dengan menggunakan tangan kanan. Penderita masih dapat
mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita masih
dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan dengan lisan, tulisan dan
isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan dan bicara pelo. Saat
serangan penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar disertai sesak napas.
Penderita tidak mengalami sakit kepala bagian belakang yang timbul pada pagi
hari dan berkurang pada malam hari.
Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu, tetapi penderita tidak
kontrol dan minum obat secara teratur. Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan tekanan darah awal saat
serangan 210/140 mmHg. Pada pemeriksaan Nn. Craniales, didapatkan parese n.
facialis dan n. hypoglossus sinistra. Pada pemeriksaan status lokalis, tidak
didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas superior, didapatkan
pada bagian sinistra gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, dan
refleks patologis Babinsky (+). Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas inferiorsinistra, didapatkan gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks
patologis Babinsky (+).
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hiperkolesterolemia. Pada
pemeriksaan radiologis toraks terdapat pembesaran jantung, paru dalam keadaan
normal. Pada pemeriksaan EKG terdapat sinus ritme, pembesaran atrium kiri, dan
left axis deviation.
14
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
15/52
VI.DIAGNOSIS
Hemiparese Sinistra Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra Sentral + Parese N. XII
Sinistra Sentral
VII. PROBLEM REHABILTASI MEDIK
R1 Transfer: Penderita tidak memerlukan bantuan untuk pindah tempat.
Mobilitas: Penderita mampu berjalan sendiri namun agak lemah.
R2 ADL: Penderita tidak memerlukan bantuan orang lain untuk mandi,
makan, minum dan aktivitas lain.
R3 Komunikasi: Verbal agak terganggu, non-verbal baik.
R4 Psikologi : Penderita dan keluarga ingin cepat sembuh.
R5 Sosial : Penderita tidak bekerja
R6 Vokasional: Terganggu dalam aktivitas sehari-hari
VIII. RENCANA TERAPI
IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/m
Diet nasi biasa rendah gram 1700 kkal
Citicoline 2 x 250 mg IV
Captopril 2 x 12,5 mg tab
Aspilet 2 x 80 mg IV
Ranitidin 2 x 1 amp
Vitamin B1B6B12 3 x 1 tab
Rencana Rehabilitasi Medik
Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien
Fisioterapi
Breathing exercise
Proper bed positioning
Infrared radiation (IRR) ekstremitas sinistra
Latihan peningkatan luas gerak sendi aktif untuk ekstremitas
superior sinistra dan ekstremitas inferior sinistra
Latihan kekuatan otot dengan tahanan
15
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
16/52
Terapi okupasi
Latihan peningkatan ADL dengan aktifitas
Latihan penguatan otot
Terapi wicara : latihan bicara
Ortotik prostetik: saat ini belum ada terapi yang diberikan
Psikologi:
Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga tentang
penyakit penderita dan prognosis penyakitnya jika penderita
latihan terus.
Sosiomedik
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita dan
keluarga pasien untuk selalu berusaha menjalankan home program
maupun program di RS serta berobat teratur untuk menangani
hipertensi dan mencegah stroke ulangan.
Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
X. BARTHEL INDEX
No. Keterangan Nilai
1. Makan 10
2. Transfer bed/kursi 15
3. Grooming 54. Toiletting 10
5. Mandi 5
6. Berjalan di tempat datar 15
7. Naik dan turun tangga 5
8. Berpakaian 10
9. Kontrol BAB 10
10. Kontrol BAK 10
Jumlah 95
Kesan: ketergantungan ringan
16
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
17/52
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
31 Stroke
3.1.1 Definisi
Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai adanya
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1
Stroke adalah adanya lesi fokal akibat gangguan sirkulasi yang dapat berupa
penyumbatan ataupun pecahnya pembuluh darah di otak, yang menyebabkan
gangguan fungsi organ tubuh (impairment), gangguan kemampuan fungsional
(disabilitas) dan limitasi dalam partisipasi (handicap).10
3.1.2 Klasifikasi
Secara umum, stroke diklasifikasikan berdasarkan sebagai berikut.10, 11
1. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical Classification)10,11
a. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)
b. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)
c. Posterior Circulation Syndrome (POCS)
d. Lacunar Syndrome (LACS)
2. Sifat gangguan aliran darah
a. Non Haemorrhagik (trombosis, emboli)10,12
Trombosis merupakan jenis terbanyak yang paling dijumpai.
Penyebabnya adalah aterosklerosis yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah karena pertumbuhan plak pada dinding
pembuluh darah.
Emboli disebabkan oleh terlepasnya embolus dari sumber asal jantung
atau dari pembuluh darah arteri besar dan masuk ke arteri otak.
b. Haemorrhagik (intraserebral, subaraknoid)10,12,13
Stroke perdarahan (stroke hemoragik) yang terdiri dari perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Penyebab tersering dari stroke
hemoragik adalah hipertensi.
17
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
18/52
3. Waktu terjadinya12
a. Stroke in evolution adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang di
mana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses
ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
b. Stroke komplit adalah stroke di mana gangguan neurologi yang timbul
bersifat menetap atau permanen.
3.1.3 Epidemiologi
Stroke merupakan masalah neurologis yang serius yang utama di Amerika.
Stroke menyerang 795.000 penduduk Amerika setiap tahunnya dengan 610.000
kasus baru dan 185.000 kasus rekuren.3 Di negara berkembang di mana jumlah
penduduknya adalah lebih dari 2/3 penduduk dunia, insiden stroke makin
menonjol dan diperkirakan akan terus meningkat.4 Di berbagai negara dunia,
stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung
koroner dan kanker.2 Di negara-negara industri, 10-12 % dari seluruh penyebab
kematian adalah stroke.12
Di Indonesia, walaupun belum diketahui angka kejadian yang pasti,
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyakit yang
umum di negara kita dan merupakan penyebab kematian yang terbesar dan
kecacatan jangka panjang.4 Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga
yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004,
stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,
sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguanfungsional berat.7
Menurut berbagai literatur, insidens stroke hemoragik antara 15%-30%
dan stroke non hemoragik antara 70%-80%, tetapi untuk negara-negara
berkembang atau Asia, kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non
hemoragik 70%, terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5%, dan lain-
lain 35%.7
18
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
19/52
Insidens stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah umur 55
tahun, resiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade. Menurut
Schultz, penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan
intrakranial. Kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan
1,3:1, kecuali pada usia lanjut dimana rasionya sudah tidak jauh berbeda.7
3.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak
tertentu. Beberapa hal yang menyebabkan lesi vaskuler serebral, antara lain
sebagai berikut.1,2
1. Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme langsung dan
menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah
otak yang terkena.
2. Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh trombus. Akibatnya aliran
darah otak regional tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan darah otak
yang terganggu.
3. Penyumbatan aliran darah otak oleh emboli. Sumber embolisasi dapat terletak
di arteri karotis atau vertebralis tapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler
sistemik.
4. Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah. Penyebab ruptur
pembuluh darah bisa akibat dari suatu stroke embolik, perdarahan lobaris
spontan dan perdarahan intraserebral akibat hipertensi.
Faktor risiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Masih tingginya angka mortalitas dan kecacatan akibat
stroke, perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan faktorrisiko.8
Tabel 2.1 Faktor Risiko Stroke
Faktor biologik yang Faktor fisiologik yang Faktor gaya hidup
19
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
20/52
tidak dapat dimodifikasi dapat dimodifikasi dan pola prilaku
Umur
Jenis kelamin
Ras
Predisposisi genetik
Herediter
Hipertensi
Diabetes
Dislipidemia
Penyakit jantung
Stenosis karotis
Transient Ischemic Attack
Homosisteinemia
Ateroma aorta
Hypercoagulabiliy stress
Merokok
Obesitas
Aktivitas fisik
Diet
Alkohol
Kontrasepsi oral
Hormone
Replacement
Therapy
(Dikutip dari: Runtuwene TW.Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up Date
2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:
25)
3.1.5 Patogenesis
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke
hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian
besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13
Dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko berupa DM,
hipertensi, dan merokok, aterosklerosis akan terbentuk. Aterosklerosis merupakan
kombinasi dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi
darah maupun deposit kalsium dan disertai perubahan pada tunika media di
pembuluh darah besar dan permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran
darah lambat, dapat terjadi penyumbatan (trombosis).1
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung.13
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
20
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
21/52
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari
dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang
lebih kecil.13
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal
dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini
disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak)
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Bila bekuan darah yang terlepas dapat mengikuti aliran
darah dan menimbulkan emboli arteri intrakranial sehingga menimbulkan iskemia
otak.1,13
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.13
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita
hipertensi.13 Hipertensi kronis menyebabkan perubahan degenerasi pada arteri
perporata dan arteriol yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan
darah yang secara tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah tersebut. Perdarahan tesebut dapat terletak di putamen, thalamus,
subkortikal, pons, dan serebellum.1,13
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnyakokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan
menyebabkan stroke.13 Apabila terjadi stenosis atau oklusi pada arteri proksimal
yang menuju ke otak tanpa mendapatkan aliran kolateral sehingga mengakibatkan
penurunan perfusi serebral secara fokal.1
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
21
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
22/52
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.13
Gambar 2.1 Patogenesis Stroke
(Dikutip dari: Misbach, J dan Harmani K. Mengenali Jenis-jenis Stroke. 2011. Diunduh dari:
http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php, diakses pada tanggal 23 Juli 2013)
3.1.6 Manifestasi Klinis
Berbagai gejala neurologis dapat ditimbulkan akibat stroke. Gejala
tersebut tidak hanya tergantung pada berat ringannya stroke, tetapi juga
tergantung pada lokalisasinya.8 Stroke menimbulkan sindroma klinis yang secara
umum dibedakan sesuai area sirkulasi yang terganggu.10
Gejala-gejala akibat stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut.8
22
http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
23/52
I. Gejala sentral berupa gangguan psikis, gangguan emosi, inkontinensia,
kesulitan bicara dan menelan, sindrom rasa nyeri, gangguan penglihatan, dan
gangguan pendengaran
II. Gejala ekstremitas berupa gangguan motorik, spastisitas, nyeri pada
ekstremitas, rigiditas, ataksi, klonus, astreognosis, gangguan sensorik, dan
kontraktur
Tabel 2.2 Sindroma Stroke
Distribusi Anatomi Sindroma Stroke
A. Cerebri Anterior (ACA)
Segmen precommunal
Abulia (akinetic, mutism)
Tanda piramidal bilateral
Paraplegia
Segmen postcommunal Hemiplegia kontralateral, tangan lebih baik
Hemiestesia kontralateral
Kepala/mata mengarah ke sisi lesi
Reflex genggam, reflex mengisap
Apraksia
Abulia
Inkontinensia urin
Arteri choroidal anterior Hemiplegia kontralateral
Hemiestesia
Homonimous hemianopsia
A. Cerebri Media (MCA)
Cabang utama Hemiplegia kontralateral
Hemianopsia kontralateral
Hemiestesia kontralateral
Kepala/mata mengarah ke sisi lesi
Disfagia
Neurogenik bladder (uninhibited)
Pada hemisfer dominan
o Global afasia
o ApraksiaPada hemisfer non-dominan
o Aprosodia dan agnosia afektif
o Visuospasial defisit
o Sindroma neglect
Divisi bagian atas Hemiplegia kontralateral, kaki lebih baik
Hemianopsia kontralateral
Hemiestesia kontralateral
Kepala/mata mengarah ke sisi lesi
Disfagia
Neurogenik bladder (uninhibited)
23
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
24/52
Pada hemisfer dominan
o Afasia motorik (Broca)
o Apraksia
Pada hemisfer non-dominan
o Aprosodia dan agnosia afektifo Visuospasial defisit
o Sindroma neglect
Divisi bagian bawah Hemianopsia kontralateral
Pada hemisfer dominan
o Afasia sensorik (Wernicke)
Pada hemisfer non-dominan
o Agnosia afektif
A. Cerebri Posterior (PCA)
Segmen precommunal Hemiplegia kontralateralParese gerak mata ke arah vertikal
Tremor saat bergerak kontralateral
Sindroma thalamik
o Choreoathetosis
o Nyeri spontan dan disestesia
o Semua sensoris terganggu
o Tremorintention
o Hemiparesis ringan
Sindroma thalamoperforate
o Ataksia cerebelar
o Parese N.III ipsilateral
Sindroma Weber
o Hemiplegia kontralateral
o Parese N.III ipsilateral
Segmen postcommunal Homonimous hemianopsia
Buta kortikal
Agnosia visual
Prosognosia
Dischromatopsia
Alexia tanpa agrafiaMemori defisit
Halusinasi kompleks
Sindroma vertebrobasiler
A. cerebellar superior Ataksia serebelar ipsilateral
Nausea/vomiting
Disartria
Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang
Tuli parsial
Sindroma horner
Tremor ataksia ipsilateral
24
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
25/52
A. cerebellar anterior inferior Tuli ipsilateral
Kelemahan otot wajah ipsilateral
Nausea/vomiting
Nystagmus
TinnitusAtaxia serebelar
Parese conjugate lateral gaze
Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang
Midbrain basal medial (Weber) Hemiplegia kontralateral
Parese N.III ipsilateral
Midbrain tegmentum
(Benedicts)
Parese N.III ipsilateral
Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang
Sensasi propriosetif kontralateral hilang
Ataksia kontralateral
Korea kontralateral
Pons basal bilateral (locked in) Bilateral hemiplegia
Parese saraf kranial bilateral ( melihat ke
atas masih baik)
Pons lateral (Millard-Gubler) Parese N.VI ipsilateral
Kelemahan otot wajah ipsilateral
Hemiplegia kontralateral
Medula lateral (Walenbergs) Hemiataksia ipsilateral
Nyeri dan sensasi wajah ipsilateral hilang
Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang
Nystagmus
Sindroma horner ipsilateral
Disfagia dan disfonia
(Dikutip dari: Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Tatalaksana
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke. Dalam: Modul Neuromuskuler. Kolegium Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Jakarta. 2010; 14-16)
3.1.7 Diagnosis
25
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
26/52
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.1,12
1. Penemuan klinis
a. Anamnesis berupa terjadi keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak tanpa trauma kepala dan biasanya disertai adanya faktor risiko
stroke.
b. Pemeriksaan fisik berupa adanya defisit neurologis fokal dan ditemukan
adanya faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,
dan lain-lain atau adanya bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh
darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan likuor serebrospinalis dan
pemeriksaan neuroradiologik berupa Computerized Tomography-scan (CT-
Scan), Magnetic Radiation Imaging (MRI), dan angiografi serebral.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menemukan faktor risiko,
seperti Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, laju endap darah, komponen kimia
dan gas darah, serta elektrolit, Dopler, EKG, Ekokardiografi, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan berdasarkan skoring dengan Djoenaedi Stroke Score (1988),
Chandra Stroke Score (1989), The Canadian Neurological Scale (1989) atau
Sirijaj Stroke Score (1991).
3.1.8 Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan stroke bertujuan untuk memperbaiki
keadaan umum mencegah kematian dan komplikasi. Menurut Konsensus NasionalPengelolaan Stroke di Indonesia, penatalaksanaan awal stroke adalah sebagai
berikut.1,6
Bebaskan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat
Kandung kemih yang penuh dikosongkan
Penanganan tekanan darah secara khusus
Koreksi hipoglikemi atau hiperglikemi
Suhu tubuh dipertahankan normal
26
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
27/52
Nutrisi per oral/pipa nasogastrik
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pengobatan secara khusus disesuaikan dengan jenis stroke yang dialami,
yaitu sebagai berikut.1,6
1. Stroke Iskemik / non hemoragik
a. Pengobatan pada penyebabnya
Strategi pengobatan disini dapat difokuskan pada :
- Prevalensi terjadinya trombosis (antikoagulasi, antitrombotik,
antiagregasi platelet)
- Memperbaiki aliran darah ke otak atau perfusi (pentoxifilin)
- Proteksi neuronal/sitoproteksi (Ca-Channel Blocker, metabolik
aktivator)
b. Pengobatan pada faktor risiko
Anti hipertensi ( klonodin, captopril dan lain-lain )
Anti diabetik ( insulin )
Terapi untuk kelainan jantung ( aspirin, warparin dan lain-lain )
Terapi untuk tekanan intrakranial yang meningkat ( manitol )
2. Stroke Hemoragik
a. Pengobatan Konservatif
Menjamin jalan nafas bebas hambatan
Pemberian oksigen
Pemberian cairan, elektrolit dan nutrien
Pasang kateter untuk monitoring produksi urin
Pemberian pelunak feses
Pemberian antiperdarahan (asam traneksamat) Bila terjadi edema cerebri diberikan monitol
b. Pengobatan bedah saraf (operatif)
Tujuan operasi
Pengeluaran bekuan darah
Penyaluran cairan serebro spinal
Pembedahan mikro pada pembuluh darah
3.1.9 Prognosis dan Komplikasi
27
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
28/52
Prognosis umum serangan pertama relatif baik, yaitu 70-80% akan selamat
jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan hidup 10 tahun lagi atau
lebih lama.8 Sekitar 42-90% penderita dapat melakukan perawatan diri dan dapat
berjalan secara mandiri.1 Newman dalam studinya mencatat pada penderita
hemiplegi, kesembuhan motorik terlihat terdini pada minggu pertama dan paling
terlambat pada minggu ke-7. Sesudah minggu ke-14, kemajuan neurologis hanya
pelan. Waktu rata-rata untuk mencapai 80% kesembuhan akhir: 6 minggu. Frank
H. Krusen memberi kesimpulan bahwa dengan rehabilitasi yang tepat, 90% dari
pasien stroke dapat berjalan kembali, 70% dapat mandiri dan 30% dari usia kerja
dapat kembali ke pekerjaan semula.8
Prognosis fungsional tergantung pada hal-hal sebagai berikut.1,10
a. Luas dan lokasi lesi neuroanatomis (kerusakan otak)
b. Penyebab dan sumber lesi
c. Derajat kesadaran
d. Usia
e. Penyakit / kondisi penyulit
f. Komplikasi
g. Penanganan
h. Motivasi penderita
i. Dukungan keluarga
j. Sarana dan tenaga profesional yang tersedia
Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.1
1.Dapat dicegah, seperti subluksasi sendi bahu, kontraktur, kerusakan saraf
perifer, fraktur, osifikasi heterotopik, aspirasi dan pneumonia, trombosis vena
dalam dan emboli pulmonal, ulkus dekubitus dan gangguan psikososial.2.Tak dapat dicegah berupa spastisitas, gangguan kandung kemih, gangguan
bowel, sindrom otak organik, kejang, dehidrasi dan malnutrisi serta problem
baru yang berhubungan dengan umur.
3.2 Rehabilitasi Medik
28
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
29/52
Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan penyandang cacat
dapat berintegrasi dengan masyarakat. Rehabilitasi medik adaah proses pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional fisik
dan psikologis dan kalau perlu mengembangkan mekanisme kompensasinya agar
individu dapat berdikari.1
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rehabilitasi, pekerja sosial
medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi
akan menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan
diadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan
kendala tiap pasien serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara
penderita dan keluarganya dengan personil medik.1
Ukuran keberhasilan penanganan adalah bukan berdasarkan banyaknya
jiwa penderita yang tertolong, tetapi berapa banyak penderita yang dapat kembali
berfungsi lagi di masyarakat. Urutan-urutan dari yang paling berhasil sampai yang
paling buruk adalah sebagai berikut.1
1. Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri
2. Mampu mencari nafkah serta dapat berekreasi, seperti sebelum sakit tanpa
memerlukan alat bantu.
3. Seperti nomor 2, tetapi memerlukan alat bantu
4. Dapat ambulasi dan merawat dirinya dengan atau tanpa alat bantu
5. Untuk ambulasi memerlukan kursi roda dan bantuan untuk merawat dirinya
6. Hanya bergantung di tempat tidur
3.2.1 Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
ke arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan
29
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
30/52
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik.9
Program rehabilitasi bagi penderita stroke dapat dimulai sedini mungkin.
Kriteria dapat dimulainya program rehabilitasi adalah pasien sudah dalam keadaan
stabil. Hal ini berarti diagnosis sudah ditegakkan, terapi sudah dimulai, dan pasien
sudah tidak dalam resiko tinggi dekompensasi jantung/paru.10
Secara umum, penatalaksanaan rehabilitasi penderita stroke sudah bisa
dimulai pada hari pertama atau kedua setelah serangan stroke dengan tujuan untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut tetapi penatalaksanaan yang khusus dapta
diberikan pada saat penderita setelah stabil (tidak ada kelainan defisit neurologis
yang progresif dalam 48 jam).8
Syarat rehabilitasi secara khusus adalah sebagai berikut.1
1. Mempunyai derajat kesadaran yang baik
2. Mengerti perintah-perintah/petunjuk yang sederhana
3. Dapat mengingat dan menerangkan kembali apa yang dipelajari kemarin
Lama program yang direncanakan tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhi. Pada fase awal pengobatan dan perawatan ditujukan untuk
meenyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi, segera setelah keadaan umum
memungkinkan, rehabilitasi dimulai biasanya pada hari 2-3. Untuk stroke akibat
perdarahaan biasanya setelah hari ke-14, sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk
untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas sehari-hari
(Activity of Daily Living-ADL).8
Karakteristik program rehabilitasi penderita stroke menurut Golberg
adalah sebagai berikut.1
1. Mencegah komplikasi2. Mencegah kekambuhan stroke (progresivitas)
3. Mengidentifikasi defisit fungsional dan kemampuan
4. Memperbaiki fungsional fisik melalui conditioning exercise
5. Meningkatan kemajuan fungsional melalui training yang ditujukan pada AKS
(mobilisasi, perawatan diri, kognisi dan komunikasi)
6. Menilai kebutuhan yang diperlukan untuk mobilitas dan AKS serta
memberikan persiapan ortosis dan alat bantu yang spesifik
30
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
31/52
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
32/52
Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas kegiatan hidup
sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan diri, transfer dan
ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan derajat kemandirian
atas ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat bantu.
Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.8
a. Mandiri (independent)
Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik berupa instruksi
(lisan) maupun bantuan fisik.
b. Perlu supervisi
Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau bantuan
seorang pendamping untuk mewujudkan aktivitas fungsional.
c. Perlu bantuan
Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas fungsional
tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan), sedang atau maksimal.
d. Tergantung (dependent)
Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan bantuan alat
dan semua aktivitas harus dilakukan dengan bantuan orang lain.
4. Evaluasi psikososial dan vokasional
Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena rehabilitasi
medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral intrinsik, tetapi juga
tergantung faktor psikologik, misal motivasi penderita. Vokasional dan
aktivitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan
sumber daya lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat
dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang sederhana
yg dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat,kemampuan daya ingat, daya pikir dan orientasi
3.3 Program Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke
Program rehabilitasi medik dapat dimulai sedini mungkin. Padaprogressing
stroke, lebih aman menunggu sampai mencapai completed stroke baru dimulai
program latihan, meskipun pasif. Jika Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)
berasal dari aliran sistem karotis, tunggu sampai 18-24 jam. Jika tidak ada gejala
32
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
33/52
neurologik berarti telah komplit, sedangkan GPDO dari sistem vertebrobasiler
diperlukan observasi selama 72 jam. GPDO karena trombosis dan emboli tanpa
komplikasi, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah onset. GPDO karena
trombosis/emboli pada penderita infark miokardial tanpa komplikasi dimulai
setelah 3 minggu. Jika stabil, tidak ada aritmia, mobilisasi hati-hati dimulai pada
hari ke 10.8
Swenson menyebutkan lama program rehabilitasi medik direncanakan 6-12
minggu (rata-rata 8 minggu) sebagai waktu yang diperlukan penderita rawat
tinggal sebelum diperbolehkan pulang. Pada kasus ringan, program rehabilitasi
medik dilakukan selama 1-2 minggu. Lama waktu keseluruhan program
rehabilitasi pada umumnya 6-12 bulan.8,9
3.3.1 Fase Awal
Pada fase awal mungkin kesadaran penderita masih menurun,
pemeriksaan-pemeriksaan masih banyak dilakukan dan penderita masih diinfus.
Pengobatan dan perawatan pada fase ini ditujukan untuk menyelamatkan jiwa dan
mencegah komplikasi. Segera setelah keadaan umum memungkinkan rehabilitasi
dimulai, biasanya pada hari ke 2-3. Untuk stroke akibat perdarahan biasanya
setelah hari ke-14.8,9
Pekerja sosial medik dapat mulai bekerja dengan wawancara keluarga
penderita, mencari keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. Selain itu, seseorang fisioterapis
mengatur posisi penderita sejak dini dengan tujuan mencegah dekubitus,
kontraktur sendi, nyeri bahu, pneumonia ortostatik, juga bermanfaat untuk
melawan dominasi synergictic pattern dan memudahkan nursing care. Posisi ini
terdiri dari
8,9
a. Posisi baring terlentang
Ekstremitas atas diletakkan di atas bantal sehingga bahu sedikit abduksi dan ke
depan, siku dalam ekstensi lengan dalam rotasi keluar, pergelangan tangan dan
tangan dalam ekstensi. Ekstremitas bawah, sendi paha agak ekstensi dengan
meletakkan bantal di bawah paha dan sendi paha, lutut dalam fleksi, tungkai
atas dalam internal rotasi ringan.8,9
33
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
34/52
b. Posisi miring pada bagian yang sehat
c. Posisi miring pada bagian yang sakit
Perhatikan posisi ekstremitas atas. Bahu yang sakit jangan sampai tertindih ke
belakang, tetapi dalam posisi ke depan.8,9
d. Posisi bridging
Penderita diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah terjadinya ulkus
dekubitus, kemudian diberikan latihan luas gerak sendi (ROM).8,9
34
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
35/52
Pada ekstremitas yang sakit, dilakukan latihan luas gerak sendi sepenuh
gerakan secara pasif. Perhatian khusus ditujukan tehadap sendi bahu, tangan dan
pergelangan kaki. Latihan luas gerak sendi membantu mencegah kekakuan sendi,
yang dapat menghambat fungsi bila pemulihan neurologik terjadi. Begitu
penderita sadar penanganan masalah emosional dimulai. Setelah tahu ada
gangguan fungsi gerak pada dirinya penderita biasanya menjadi sangat kecewa,
emosi labil, ketakutan, dan frustasi dapat terjadi.8,9
3.3.2 Fase Lanjutan
Penekanan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktivitas hidup sehari-hari (ADL). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil. Aktivitas mobilisasi mulai dengan
aktivitas di tempat tidur, berlanjut ke duduk, berdiri dan ambulasi. Perhatian
selama fase ini ditujukan untuk memelihara ROM dan meningkat dari latihan
ROM secara pasif ke aktif.8,9
Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi yang sehat maupun yang sakit,
terutama untuk otot-otot yang dipakai untuk transfer dan ambulasi. Latihan
penguatan otot ini dimulai dari latihan secara aktif-assistif sampai kemudian
progresif-resistif, bila kekuatan telah pulih kembali. Latihan koordinasi dan
keseimbangan juga diperlukan.9
3.4 Jenis Rehabilitasi Medik
3.4.1 Mobilisasi
Mobilisasi meliputi program latihan posisi tegak secara bertahap mulai
dari duduk sampai berdiri dan akhirnya mobilisasi. Mobilisasi dini untuk
mencegah terjadinya orthostatic postural hypotension.8
35
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
36/52
3.4.2 Latihan duduk
Tahap pertama latihan duduk dilakukan secara pasif. Jika penderita
sebelumnya diimobilisasi 2 minggu atau lebih untuk adaptasi kardiovaskular perlu
latihan dengan tilt-table. Latihan duduk dimulai dengan mendudukkan penderita
selama 5-10 menit, monitor tanda-tanda vital. Lama waktu duduk (toleransi) dapat
dinaikkan. Latihan dilakukan minimal 2 kali sehari tiap pagi dan sore. Toleransi
dianggap baik jika dapat bertahan lebih dari 30 menit. Latihan aktif dimulai
setelah toleransi baik.8,9
Posisi duduk dipinggir tempat tidur ditingkatkan keduduk di kursi roda.
Bila toleransi terhadap posisi duduk telah tercapai, suatu program latihan transfer
pada posisi berdiri dan latihan toleransi pada posisi berdiri dimulai. Penderita
dengan hemiparese biasanya dilatih transfer pada posisi berdiri dengan
mempergunakan tungkai yang sehat untuk menahan berat badan serta
mempergunakan lengan yang sehat untuk mendorong badan ke atas sampai dapat
berdiri tegak. Untuk menyelesaikan transfer ini, penderita bertumpu pada kaki
yang sehat, lalu memindahkan lengan yang sehat ke sandaran tangan kursi roda
36
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
37/52
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
38/52
Bersamaan dengan prosedur transfer dimulai, program latihan berdiri dan
ambulasi juga dimulai. Awalnya bantuan dari terapis diperlukan untuk membantu
penderita berdiri di antara paralel bar, kemudian dimulai latihan keseimbangan
dan toleransi berdiri. Jika dianggap perlu dapat memakai knee back slab, yaitu
semacam posterior splint untuk menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi
ekstensi.8,9
Latihan ini termasukstand-up exercise berguna untuk penguatan tungkai
yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang kembalinya refleks
serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga menguatkan tungkai yang sehat.
Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali stand-up, kemudian kursi
direndahkan 1 atau 2 inci sampai setinggi kursi umum.8,9
Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar, pertama dengan
bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya penderita dilatih jalan di
luarparalel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang bisa berupa tongkat kaki
4, kaki 3, atau kaki tunggal, untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila
telah ada kemajuan. Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama
kali penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap tingkat.
Pada waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu turun tungkai sakit
terlebih dulu.9
Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu sebagai
berikut.9
a. Brace
Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace dengan 90 post,
sedangkan long leg brace dilakukan untuk menghentikan recurvatum genue.
b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kakiPada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau penambahan pada
sole sebelah samping.
c. Sling
Slingdipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami paralisis berat untuk
mengurangi tarikan pada bahu dan mencegah terjadinya sindroma nyeri bahu.
Sling juga akan mencegah efek ekstremitas atas yang nonfungsional terhadap
keseimbangan penderita waktu jalan.
38
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
39/52
d. Kursi roda
Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan berjalannya memang
sudah tidak dapat mencapai tingkat yang fungsional, pilihan terakhir adalah
kursi roda.
3.4.3 Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (Activity Of Daily Living/ADL)
Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam ADL,
meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas yang terkena belum
tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah disesuaikan, aktivitas ADL dengan
menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi
makan, minum, personal hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti
membuka pintu, memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.8,9
Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat
yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan pegangan yang besar,
sedotan untuk minum. Pemasangan batang pegangan pada dinding kamar mandi
dan kamar kecil akan menambah kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian
yang lebih longgar, dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik
mengenakan pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan
kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah
kemandirian dalam berpakaian.8,9
3.4.4 Gangguan Bicara Atau Komunikasi
Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga dan umumnya
memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan bicara atau komunikasi ditangani oleh
speech therapistdengan cara sebagai berikut.8,9
1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan nafas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.2. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan
kata-kata. Untuk afasia motorik, contoh gerakan dan instruksi secara tertulis,
sedangkan untuk afasia sensorik, rangsangan suara lebih ditekankan, bicara
perlahan-lahan serta jelas.
3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke artikulasi dan pengucapan
kata-kata.
39
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
40/52
Sekitar 40% penderita stroke dengan kelumpuhan sebelah kanan akan
terdapat gangguan bahasa. Kelainan ini bersifat sementara dan menetap. Bila
fungsi gerak mengalami peningkatan biasanya fungsi bahasa juga, walaupun tidak
pasti sejalan. 8,9
3.4.5 Faktor Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
suatu serial fase psikologi. Semua anggota tim harus mengetahui fenomena ini
serta harus memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi penderita.8
Fase-fase psikologis tersebut adalah sebagai berikut.9
1. Faseshock
Waktu : segera setelah serangan
Gejala : panik, cemas, putus asa
Program : memberi keyakinan dan dukungan semangat, konsultasi
dengan keluarga.
2. Fase penolakan
Waktu : fase akut
Gejala : agak panik
Program : dorongan semangat bagi penderita untuk melakukan
aktivitas yang dapat dikerjakan, pemberian hadiah atas usaha yang dapat
dikerjakan
3. Fase penyesuaian
Waktu : fase pemulihan awal
Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup, depresi
Program : secara bertahap memberikan aktivitas baru yang bersifat
tantangan4. Fase penerimaan
Waktu : fase pemulihan lanjut
Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup
Program : paksa penderita untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan
Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedang
sebagian lagi mengalaminya secara lambat, berhenti pada salah satu fase atau
40
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
41/52
bahkan kembali ke fase yang sudah lewat. Rehabilitasi memerlukan pendidikan
dan motivasi. Penderita harus berada pada fase psikologi yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.8
3.5 Pemulihan Penderita Stroke
Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam
maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka
kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu. Saat dimulainya
pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya : 1-4 minggu
gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum kembali dan
adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.8
Pemulihan penderita stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut.1
1. Pemulihan Neurologis
Pemulihan neurologis tergantung mekanisme stroke dan lokasi lesi. Pemulihan
neurologis secara spontan umumnya terjadi pada bulan ke 3- 6 setelah
serangan stroke. Pada pemulihan neurologis akan terjadi proses sebagi
berikut:resolusi terhadap udema lokal, rosorpsi toksin secara lokal, perbaikan
sirkulasi lokal dan perbaikan secara parsial neuron yang rusak.
2. Pemulihan Fungsional
Perbaikan fungsi motorik biasanya terjadi setelah stroke. Dan akan menjadi
komplit setelah 3-6 bulan setelah serangan stroke. Pemulihan ini akan terjadi
secara kontinue setiap bulan dan setiap tahun, tergantung dimana penderita
ditempatkan dan berapa banyak latihan serta motivasi yang didapatkan dari
lingkungan. Pada suatu studi pernah dilaporkan bahwa pemulihan extremitasbawah lebih dini dibandingkan extremitas atas. Kebanyakan program
rehabilitasi stroke dapat diselesaikan oleh penderita sebelum akhir hari ke-40
setalah serangan stroke. Untuk menilai untung ruginya rehabilitasi stroke juga
perlu dipikirkan bukan hanya keuntungan secara finansial tetapi semua
keuntungan termasuk dalam memperbaiki kualitas hidup.
Beberapa instrumen yang sering dipaki untuk menilai kemampuan
fungsional pada penderita stroke adalah sebagai berikut. 1,8,9
41
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
42/52
1. Secara Umum
a. Indeks Barthel
Indeks Barthel merupakan indeks kemandirian yang sederhana
untuk menilai kemampuan fungsional penderita dengan gangguan
neuromuskuler atau muskuloskeletal dan merupakan instrumen yang
paling populer dan paling banyak digunakan untuk mengukur kemampuan
fungsional penderita stroke dalam melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Untuk penampilan berjalan telah dipakai sub skor indeks
barthel denganskla 3 poin, yaitu tidak dapat berjalan, berjalan dengan
bantuan dan berjalan secara independen.1,8
Indeks Barthel terdiri dari 10 item meliputi sebagai berikut.1
b. Functional Independence Measure (FIM)
Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas seseorang
dan untuk menilai kemajuan perkembangaan penderita yang mendapatprogram rehabilitasi. Penilaian pada penderita FIM dilakukan pada 6
kategori fungsi dan terdiri dari 18 item. Setiap item dinilai
ketergantungannya dengan menggunakan skala 1 s/d 7.9
1. Independence
7 : independen komlit
6 : modified independence penderita memaki alat bantu
2. Modified Independence
42
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
43/52
5 : supervisi
4 : bantuan minimal (upaya obyek untuk aktivitas > 75 %)
3 : bantuan sedang (subyek 25-75 %)
3. Complited dependence
2 : bantuan maksimal (subyek: 25-50%)
1 : bantuan toatal (subyek 0-25 %)
Keenam kategori fungsi terdiri dari poin-poin sebagai berikut.9
1. Perawatan diri:
- Nilai maksimal 42 poin (6 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai
baju bagian atas ,memakai baju bagian bawah dan pergi ke toilet
2. Kontrol sfingter
- Niali maksimal 14 point (2 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah manajment
kandung kencing dan usus
3. Mobilitas
- Nilai maksimal 21 point ( 3 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB dan
BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur, kursi dan
kursi roda.
4. Lokomotorik
- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah berjalan/kursi roda, naik/turun tangga
5. Komunikasi
- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)- Aktivitas yang dinilai adalah komprehensi/ dapat memahami
ekspresi
6. Social cognition
- Nilai maksimal 21 point (3 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, intereaksi sosial
dan memori.
c. PULSES Profile
43
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
44/52
PULSES profile dirancang untuk mengevaluasi fungsional pada
penderita penyakit kronis dan orang tua termasuk stroke. Profile ini
umumnya digunakan untuk memprediksi rehabilitasi yang potensial, untuk
mengevaluasi perkembangan penderita dan untuk membantu dalam
perencanaan program.8,9
PULSES merupakan akronim yang dibentuk dari huruf-huruf awal
subseksi instrumen. Subseksi-subseksi ini didesain untuk mengukur :1
1. Physical condition (kondisi fisik)
2. Upper Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas atas)
3. Lower Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas bawah)
4. Sensory Performance (komponen sensorik yang berhubungan dengan
komunikasi, yaitu bicara, pendengaran dan penglihatan)
5. Excretory performance (kemampuan untuk mengontrol BAB dan
BAK)
6. Social and mental status (status sosial dan status mental)
Dalam setiap subseksi, nilainya antara 1 s/d 4 (dari normal sampai
abnormal berat yang mengakibatkan ketergantungan), PULSES profile
merupakan instrumen untuk mengukur kemampuan fungsional dan telah
banyak digunakan secara luas di pusat-pusat rehabilitasi di Amerika.1
PULSES profile lebih berguna untuk mendeteksi perubahan-
perubahan sebelum meninggalkan rumah sakit (KRS) dan sangat efektif
pada perubahan substansial pada status fungsional pada penderita stroke
atau cedera medula spinalis.1
2. Secara Khusus
Fungsional Ambulation Category (FAC) adalah alat ukur yang dapatdigunakan untuk menilai kemampuan gait penderita seperti penderita pasca
stroke, palsi serebralis dan pasca trauma medula spinalis. Tes tersebut meliputi
6 level terhadap dukungan personel yang diperlukan untuk gait tetapi tidak
mencatat apakah alat bantu digunakan atau tidak.1,9
Level 0 menggambarkan seorang penderita tidak mampu berjalan atau
memerlukan bantuan dua orang atau lebih.
44
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
45/52
Level 1 menggambarkan seorang penderita memerlukan sokongan yang
kontinyu dari satu orang untuk membantu mengangkat berat dan
keseimbangannya.
Level 2 menggambarkan seorang penderita tergantung pada sokongan
yang kontinyu atau intermiten terhadap satu orang untuk membantu
keseimbangan atau koordinasi.
Level 3 menggambarkan penderita hanya memerlukan supervisi verbal.
Level 4 menggambarkan bantuan diperlukan pada tangga dan permukaan
yang tidak rata
Level 5 menggambarkan seorang penderita yang dapat berjalan secara
independen di mana saja
45
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
46/52
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. C/ laki-laki/ 46 tahun dirawat di bagian syaraf RSMH karena tidak
dapat jalan yang disebabkan oleh kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri
yang terjadi secara tiba-tiba. Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita
mengalami kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur tanpa disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak mengalami sakit kepala, mual
dan muntah tidak ada, serta tidak ada kejang. Kelemahan lengan dan tungkai sama
berat. Penderita tidak mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah.
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan dan
isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan dan isyarat. Mulut mengot ke kiri dan bicara pelo.
Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun lalu tetapi penderita tidak teratur dan
rutin minum obat. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun lalu. Penyakit ini diderita untuk pertama
kalinya.
Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan tekanan darah awal 210/140
mmHg. Pada pemeriksaan nn. Craniales, didapatkan parese n. facialis dan n.
hypoglossus sinistra. Pada pemeriksaan status lokalis, tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas superior, didapatkan pada bagian sinistra
gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks patologis (-). Pada
pemeriksaan neurologi ekstremitas inferior sinistra, didapatkan gerakan kurang,
kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks patologis Babinsky (+).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan gejala dan
tanda yang mengarahkan pada diagnosis stroke berupa kelemahan tungkai dan
lengan kiri yang diperkuat dengan pemeriksaan fisik dijumpai dengan hemiparese
sinistra tipe sentral yang ditandai dengan hipertonus dan refleks patologis
Babinsky (+).
Gejala lainnya yang dijumpai adalah mulut mengot ke kanan. Pada
pemeriksaan neurologis, didapatkan parese N. VII sinistra tipe sentral karena
walaupun otot orbicularis oculi sinistra bagian bawah, otot mimik di daerah pipi
dan dagu sinistra lumpuh, otot dahi sinistra dan otot orbicularis oculi bagian atas
46
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
47/52
sinistra tidak lumpuh yang ditandai dengan dahi simetris, lagoftalmus (-), plica
nasolabialis kiri sedikit datar, sudut mulut kiri sedikit tertinggal. Pada pasien juga
dijumpai parese N. VII sinistra tipe sentral yang ditandai dengan kelumpuhan otot
lidah bagian yang kontralateral lesi atau ke arah otot yang lumpuh, yaitu deviasi
lidah ke kiri, disatria (+) serta tidak ada atrofi papil lidah dan fasikulasi/fibrilasi
lidah. Berdasarkan penjelasan di atas, didapatkan diagnosis klinik berupa
hemiparese sinistra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII sinistra sentral.
Jenis stroke diduga adalah stroke non-hemoragik yang disebabkan oleh
trombosis serebri karena terjadi saat bangun tidur (istirahat), tidak ada kehilangan
kesadaran, dan ada faktor risiko aterosklerosis terkait usia dan hipertensi.
Kemungkinan lesi terletak di kapsula interna hemisferium cerebri dekstra karena
dijumpai hemiparese sinistra tipe spastik disertai dengan parese n. VII dan n. XII
sinistra tipe sentral dan kelemahan sisi yang lumpuh sama berat.
Dalam identifikasi pasien, didapatkan jenis kelamin laki-laki dan usia 46
tahun. Kedua hal ini merupakan faktor risiko stroke di mana seiring dengan
meningkatnya usia, meningkat pula risiko terjadinya stroke dan stroke lebih
banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun, faktor
risiko ini tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko lain pada pasien ini adalah
hipertensi yang tercermin dari pemeriksaan tekanan darah awal, yaitu 210/140
mmHg (hipertensi stage II). Hipertensi kronis menyebabkan lemahnya tunika
intima pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis Aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan
tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit
kalsium dan disertai perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar dan
permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah lambat, dapat terjadipenyumbatan (trombosis).1
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan juga faktor risiko berupa
hiperkolesterolemia. Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan
aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. Pada pemeriksaan radiologis
toraks, didapatkan pembesaran jantung, paru dalam keadaan normal. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan sinus ritme, pembesaran atrium kiri, dan left axis
deviation. Dari pemeriksaan radiologis dan EKG serta anamnesis awal dijumpai
47
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
48/52
pasien menderita penyakit jantung yang ditandai dengan pembesaran jantung.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan cardiacoutputdan menurunkan aliran
darah ke otak sehingga memperbesar risiko terjadinya stroke.
Adapun rencana terapi dari pasien ini ialah terapi medikamentosa dan
program rehabilitasi medik. Terapi medikamentosa meliputi :
Intravena Fluid Drip (IVFD) dengan tujuan sebagai emergency line dan untuk
memudahkan memasukkan obat (obat yang diberikan secara intravena), yang
juga untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Diet nasi biasa rendah garam 1.700 kkal berdasarkan perhitungan Basal
Metabolic Rate (BMR) dikalikan dengan faktor aktivitas.
Aspirin diberikan sebagai antiagregasi trombosit untuk mencegah trombosis
pembuluh darah otak.
Ranitidin diberikan untuk mengurangi efek iritasi lambung yang ditimbulkan
oleh aspirin, yang bekerja sebagai antihistamin (AH-2)
Citicholine diberikan untuk mengurangi perluasan daerah infark pada otak.
Captopril diberikan sebagai agen anti hipertensi
Vitamin B1B6B12 sebagai agen neuroprotektif dan neurotonik
Selain obat-obatan, pasien stroke perlu mendapatkan rehabilitasi.
Rehabilitasi stroke harus dilakukan sesegera mungkin ketika diagnosis stroke itu
ditegakkan dan masalah-masalah yang mengancam hidup terkontrol karena
semakin cepat pasien stroke direhabilitasi maka akan meningkatkan prognosis
pada pasien ini. Adapun program rehabilitasi medik meliputi :
Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien
Fisioterapi
Breathing exercise
Proper bed positioning
Infrared radiation (IRR) ekstremitas sinistra sehingga diharapkan terjadi
perbaikan blood flow ke perifer (otot) serta dapat mencetuskan stimulasi
listrik agar dapat menunjang rencana fisioterapi lainnya.
48
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
49/52
Latihan peningkatan luas gerak sendi aktif untuk ekstremitas superior
sinistra dan ekstremitas inferior sinistra karena kekuatan otot lebih dari 2
(4+).
Latihan kekuatan otot dengan tahanan karena kekuatan otot di atas 3 (+4).
Terapi okupasi berupa latihan peningkatan ADL dengan aktivitas
Terapi wicara : latihan bicara yang lebih ditekankan pada aspek artikulasi dan
pengucapan kata-kata.
Ortotik prostetik: saat ini belum ada terapi yang diberikan
Psikologi dengan memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga
tentang penyakit penderita dan prognosis penyakitnya jika penderita latihan
terus.
Sosiomedik
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita dan keluarga pasien
untuk selalu berusaha menjalankan home program maupun program di RS
serta berobat teratur untuk menangani hipertensi dan mencegah stroke
ulangan.
Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.
Untuk evaluasi dari perkembangan klinis dan fungsional dapat digunakan
indeks Barthel. Penilaian indeks ini akan dinilai tiap minggu atau tiap bulan
sehingga diharapkan perkembangan klinis dan fungsional dari pasien dapat
dipantau secara kuantitatif.
Adapun indeks Barthel pada pasien ini ialah sebagai berikut.
No. Keterangan Nilai
1. Makan 10
2. Transfer bed/kursi 153. Grooming (personal toilet) 5
4. Toiletting 10
5. Mandi 5
6. Berjalan di tempat datar 15
7. Naik dan turun tangga 5
8. Berpakaian 10
9. Kontrol BAB 10
10. Kontrol BAK 10
Skor : 95 (ketergantungan ringan)
49
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
50/52
Prognosis pada pasien, baik secara ad vitam maupun ad functionam adalah
dubia ad bonam. Hal ini berdasarkan kejadian stroke yang dialami pertama
kalinya, kekuatan otot 4+, dan ketergantungan ringan (skala Barthel 95).
DAFTAR PUSTAKA
1. Widagda, IM. Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pascastroke
dengan Functional Ambulation Category (FAC) bagi yang Mendapat Program
Rehabilitasi Medik di RS dr. Kariadi Semarang. Laporan Penelitian. Program
Studi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2002;
3-26.
50
7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
51/52
2. WHO. 2012. Stroke, Cerebrovascular accident. Diunduh dari:
http://www.who.int/topics/ cerebrovascular_accident/en/, diakses tanggal 22
Juli 2013.
3. CDC (Center for Disease Control). 2012. Prevalence of Stroke United
States, 20062010. May 25, 2012/61(20);379-382. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/ mm6120a5.htm, diakses pada
tanggal 22 Juli 2013.
4. Kotambunan RCS. Epidemiologi Stroke. Simposium Stroke Up Date 2001.
Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:
1-7.
5. CDC (Center for Disease Control). 2012. Stroke Fact Sheet, Division for
Heart Disease and Stroke Prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htm, diakses
pada tanggal 22 Juli 2013
6. National Stroke Foundation. 2010. Clinical Guidelines for Stroke
Management 2010. Melbourne: Australia
7. Misbach, J dan Harmani K. Stroke, Pembunuh No. 3 di Indonesia. 2011.
Diunduh dari:
http://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.php,
diakses pada tanggal 23 Juli 2013.
8. Darodjah SH. Rehabilitasi pada Pasien Stroke. Departemen Rehabilitasi
Medik RS Dr. Kariadi-Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang. 2007; 1-48.
9. Angliadi LS, dkk. Rehabilitasi Stroke. Dalam: Penuntun Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik danRehabilitasi Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado. 2006; 5-21.
10. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Tatalaksana
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke. Dalam: Modul
Neuromuskuler. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.
Jakarta. 2010; 1-21.
51
http://www.who.int/topics/%20cerebrovascular_accident/en/http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/%20mm6120a5.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htmhttp://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.phphttp://www.who.int/topics/%20cerebrovascular_accident/en/http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/%20mm6120a5.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htmhttp://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.php7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik
52/52
11. Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C. Classification and
natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction.
Lancet. 2008; 1-5.
12. Karema Winny.Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date
2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi/RSUP Manado. 2001: 10-5.
13. Misbach, J dan Harmani K.Mengenali Jenis-jenis Stroke. 2011. Diunduh dari:
http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php, diakses pada
tanggal 23 Juli 2013.
14. Runtuwene TW.Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up
Date 2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi/RSUP Manado. 2001: 20 - 9.
http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php