Upload
randy-noxy
View
164
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hirsprung
Citation preview
Hirschsprung DiseaseVidyani Adiningtyas
030.06.271
PembimbingDr.Nanok Edi Susilo, Sp.B
Ilustrasi Kasus
Identitas Pasien Nama : An. RM Tanggal lahir : Bogor, 02 Juli 2009 (11
bulan) Jenis Kelamin : laki-laki Alamat : Kp. Lebak Kongsi
RT01/RW07 Cileungsi,Bogor
Jawa Barat Agama : Islam Status pendidikan : - No.RM : 00997881 Masuk RS : 16 Juni 2010
Identitas Orang Tua AYAH
Nama : Tn.TUmur : 30 tahunAgama: IslamSuku bangsa : SundaAlamat: Kp. Lebak
Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,Bogor,
Jawa BaratPendidikan : SMAPekerjaan : Buruh pabrik
IBUNama : Ny.RUmur : 19 tahunAgama: IslamSuku bangsa : SundaAlamat: Kp. Lebak
Kongsi RT01/RW07
Cileungsi,Bogor, Jawa Barat
Pendidikan : SDPekerjaan : Ibu rumah
tangga
Keluhan Utama• Tidak bisa BAB sejak 21 hari
SMRSKeluhan Tambahan• Kembung
Keluhan Utama dan Tambahan
Rujukan RSCM : Diagnosa Hirschsprung dan gizi buruk
Sejak lahir tidak mau menyusu, muntah
kuning dan tidak BAB 3hari
Dibawa ke RS Cibinong
HirschsprungTidak BAB sejak
21hari SMRS
Perut kembung sejak 3 hari
Riwayat Penyakit Sekarang
Dirujuk ke RSCM, tetapi karena ruangan penuh dirujuk ke RSF
Dokter menyarankan Operasi, tetapi perbaiki
gizi terlebih dahulu
1 bln PP dari RS Cibinong: BAB sempat lancar 2x
sehari berwarna kuning
1 bln kemudian, BAB tidak lancar, 3 hari sekali, keras dan sedikit. Perut makin
kembung
21 hari kemudian, dirawat di RS Cibinong selama 17hari
Riwayat Penyakit Sekarang
RPD: -
RPK: ibu pasien menyangkal adanya penyakit dalam keluarga, dalam lingkungan keluarga juga tidak ada gejala serupa
Riw kehamilan : selama kehamilan kontrol ke bidan dan tidak ada masalah
Riw kelahiran : Lahir dari ibu G1POAO , aterm, BB 3500gr PB 49cm, menangis spontan
RPD, RPK, Riw. Kehamilan dan Kelahiran
Riw makanan: ASI dan mulai diberikan bubur susu umur 6bulan
Riw imunisasi: BCG 1bulan
Riw kesehatan keluarga: cukup baik
Riw makanan, imunisasi, kesehatan keluarga
Pemeriksaan Umum•KU : TSB,
pucat, muka seperti orangtua
•Kesadaran: CM
Data Antropometri•Berat badan
: 5,2 Kg
•Panjang badan: 66
cm•Lingkar kepala
: 41,5cm
Status Gizi•BB/U : 5.2/10
x 100 % = 52 % •TB/U : 66/74
x 100 % = 89,2 %
•BB/TB : 5.2/66 x 100% = 68,4 % . Kesan : gizi buruk
Tanda VitalNadi: Frekuensi 120 x/menit .Regular, Cukup, Equal.•Pernafasan
: Frekuensi 42 x/menit. Regular.
•Suhu Tubuh: 35,8
°C
Pemeriksaan Fisik 18/06/2010
Kepala•Mikrocephali•Ubun-ubun
cekung•Muka
nampak seperti orgtua
Rambut•Kemerahan•Tipis•Tidak mudah
dicabut
Mata•CA +/+•SI -/-•Pupil bulat
isokor
Telinga, Hidung,
Bibir,MulutD.B.N
Gigi: 4buah
Lidah, tonsil, faring, dan
leher :D.B.N
Status Generalis
Thorax•Iga terlihat
jelas•Jantung &
Paru : DBN
Abdomen•Inspeksi: Distensi,
kulit mengkilat •Palpasi : Tegang,
(organ & nyeri tekan sulit ditentukan)
•Perkusi: hipertimpani
•Auskultasi: bising usus (+) meningkat
Genitalia Externa, Extrimitas, KGB :
DBN
Kulit:•Pucat, turgor
menurun
Status Generalis
Gambaran abdomenDarm Contour (+)
Darm Steiffung (+)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab Darah 16/6/2010 16.4
11.5
83
12875
Pemeriksaan radiologi
Foto Polos AbdomenGambaran:
tampak dilatasi usus udara usus meningkat edem dinding usus
Resume Pasien datang dengan keluhan belum buang air besar sejak 21
hari sebelum masuk Rumah Sakit.
1. Menurut anamnesa, pasien mengalami keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu baru setelah usia 3 hari.
2. Dari penghitungan status gizi didapatkan status gizi pasien dalam keadaan gizi buruk.
3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan muka seperti orang tua,iga gambang, tampak sangat kurus, distensi abdomen menyeluruh, darm contour (+) dan darm steiffung (+)
4. Pemeriksaan penunjang foto Roentgen abdomen telah dilakukan, kesan yang didapat adalah adanya penyempitan pada prosimal kolon sigmoid. Barium enema tidak dilakukan,karena keluarga pasien tidak memiliki biaya.
Barium Enema
KontraIndikasi Barium Enema
Mempengaruhi Barium Enema
Suspected bowel perforation
Pregnancy Toxic megacolon Acute abdominal pain Severe Ulcerative
Colitis Risk of perforation
in HAEC
Recent barium swallow or upper GI procedure that may interfere with the x-ray exposure of the lower GI area
colon spasm stool in the bowel
Anus prenaturalis yang dibuat sementara/menetap.
Indikasi: 1. Dekompresi usus pada obstruksi 2. Pasien dalam keadaan enterocolitis
dan keadaan umum buruk 3. Pasien anak dan dewasa yang terlambat
di diagnosis 4. Long Segment Hirschsprung
Kolostomi
Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai penderita Penyakit Hirschsprung post kolostomi dengan gizi buruk tipe marasmik dan enterokolitis, dengan dasar:
1. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien mengalami kesulitan defekasi sejak 21 hari yang lalu. Os mengalami kesulitan BAB sejak lahir,keluhan datang hilang timbul dan sudah beberapa kali masuk rumah sakit karena tidak bisa BAB dan perut kembung. Setiap kali diberikan minum atau makanan os selalu muntah
2.Ada riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu mekonium baru keluar saat usia pasien 3 hari.
3.Pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen, darm contour (+) dan darm steiffung (+)
Analisa Kasus
4.Pada pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen menggambarkan kesan Hirschsprung Disease dengan ditemukan dilatasi usus proksimal,udara usus meningkat dan edema dinding usus.
5.Dari penghitungan status gizi didapatkan keadaan gizi pasien dalam status gizi buruk.
6.Pada pemeriksaan klinis, tampak pasien kurus, kulit terbungkus tulang, iga gambang dan wajah tampak seperti orang tua.
7. Pada tanggal 19/06/2010, pasien mengalami diare sebanyak 4x dengan konsistensi encer,bewarna kuning, berbau busuk, tanpa darah dan distensi abdomen Enterocolitis associated with Hirschsprung disease.
Analisa Kasus
Diagnosa Kerja Morbus Hirschsprung post kolostomi dengan gizi buruk dan enterokolitis
Diagnosa BandingMikrokolon Kongenital
Penatalaksanaan IVFD N5+KCl+Ca glukonas 20cc O2 2liter/menit Progestimil/SF 4x50ml Cefotaxime 2 x 250 mg iv Aminofuchsin ped 1 x 100 cc OMZ 1x5mg iv Ketorolac 1mg/kgBB/24 jam Metronidazole 3x100mg Asam folat 1x1 mg po Vit A 1x100.000 iu Zinc 1x20mg MgSO4 1x1.2cc I.M
PrognosisAd vitam : dubia ad bonamAd functionam : ad bonamAd sanationam : ad bonam
Tatalaksana Enterokolitis Swenson (1964) rectal tube decompression “Rectal washouts should be the initial approach
in the care of a child, regardless of age, who presents with HAEC”
Terapi medis yang dapat diberikan pada pasien dengan enterokolitis adalah: (1) resusitasi cairan dan elektrolit
(2) Pemasangan sonde lambung dan pipa rectal untuk dekompresi (3) Bilasan kolon dengan NaCl fisiologis hangat 2-3kali sehari sampai 3-4hari (4)diberikan antibiotik
Bedah SementaraDekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion normal yang paling distal
Bedah DefinitifMembuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitif yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9 kg) Umur cukup > 12minggu dan kolon sudah mengecil. Pada operasi definitif dapat dipakai cara Swenson, Duhamel, Soave, atau modifikasi dan teknik ini
Tidak baku, biasanya bisa setelah bayi berumur >6bulanTidak bisa dilakukan jika terdpt enterokolitis karena mukosa usus
nya rusak
Tatalaksana Hirschsprung
IVFD N5+KCl+Ca glukonas 20cc O2 2liter/menit Progestimil/SF 4x50ml Cefotaxime 2 x 250 mg iv Aminofuchsin ped 1 x 100 Metronidazol 3x100mg Progestimil/SF: 4x50ml Vit A: 1x100.000iu Zinc : 1x20mg (sampai hari XIV) Asam folat: 1x5mg p.o (1x1mg p.o hari II-XIV) MgSO4: 0.25mu/kg/hari i.m (sampai hari X)
: 1x1.2mu i.m
Tatalaksana Gizi Buruk
Laporan Operasi 19/06/2010
Tinjauan Pustaka
Anatomi Anorektal
Perdarahan Anorektal
Inervasi Perineum
Saraf autonom intrinsik usus
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) merupakan penyakit obstruksi usus fungsional akibat aganglionosis Meissner dan Auerbach dalam lapisan dinding usus.
Suatu kelainan kongenital berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional
Hirschsprung Disease
Epidemiologi dan Etiologi Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang lahir dan ini berhubungan pada 1 sampai terjadi dengan 4 dari obstruksi usus pada bayi baru lahir ini 5 kali lebih sering pada laki-laki dan kadang-kadang terjadi dengan kondisi congenital lainnya seperti Down Syndrome
Etiologi
Tidak adanya sel saraf (aganlionik) pada lapisan usus karena mutasi gen.
Defek migrasi sel neuroblast↓
Pleksus mesentrik(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan
↓Berkurangnya peristaltik usus
↓Colon tetap sempit dan defekasi terganggu
↓Colon proksimal yang normal akan melebar oleh
feses yang tertimbun↓
Terbentuk megacolon
Patofisiologi
Gejala Klinis
Neonatal Anak
Periode neonatal- pengeluaran
mekonium yang terlambat
- muntah hijau - distensi abdomen
Periode anak- konstipasi- failure to thrive
Anamnesis- 10% ada riwayat dalam keluarga- keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium - riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran - status gizi yang buruk - 10% anak yang datang dengan diare
(ditakutkan Enterokolitis)
Diagnosa
-Pemeriksaan Fisik 1. Bayi akan nampak sakit berat, iritabel 2. Distensi abdomen 3. Darm Contour 4. Darm Steifung 5. Pada anak akan terlihat gambaran Failure
to thrive 6. Jika dilakukan RT: feses dapat
menyembur keluar dengan konsistensi encer dan berbau busuk
Diagnosa
-Pemeriksaan Penunjang A. Laboratorium 1. Kimia darah 2. Profil Koagulasi 3. Darah Rutin
B. Radiologi 1. Foto polos abdomen 2. Barium Enema 3. Retensi Enema
Diagnosa
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema
Radiologis
dijumpai 3 tanda khas : 1.Tampak daerah penyempitan di bagian rektum
ke proksimal yang panjangnya bervariasi; 2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal
daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi; Daerah transisi merupakan regio dimana ditandai dengan terjadinya perubahan kaliber dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon aganglionik yang menyempit dibawah
Radiologis Barium Enema
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Radiologis Barium Enema
(A) Pada bayi berumur 14bulan. (B) dan (C) Pada bayi berumur 1 bulan
Pemeriksaan Radiologis dengan Enema Barium
(A) Abrupt(B) Cone
(C) Funnel
Zona Transisi
Radiologis
Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner).
1. Biopsi rektal diagnosa definitif untuk melihat adanya aganglionosis
2. Simple Suction Rectal Biopsy lebih terkini tetapi sulit untuk menegakkan diagnosis
Pewarnaan Asetilkolinesterase lebih akurat dibanding H.E
Histopatologis
Alat Biopsi Noblett
Gambar a. gambaran mikroskopis segmen aganglionosis. Tidak Nampak sel ganglion, terlihat serabut saraf menebal. B. gambaran mikroskopis segmen usus normal dengan sel
ganglion plexus Auerbach yang terletak antara 2 lapisan otot (tanda panah)
Biopsi rektalTempat biopsy dipilih melalui observasi zona transisi yang tampak. Dalam kasus yang umum (aganglionosis rektosigmoid) tiga biopsy seromuskular
diambil dari permukaan antimesenterik tanpa memasuki lumen. biopsy pertama diambil dari segmen penyempitan, biopsy kedua dari zona
transisional dan biopsy ketiga dari bagian dilatasi diatas zona transisi.
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal.
Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan
Manometri Rektal
Manometri AnorektalTampak skema manometri anorektal, dengan penggunaan
balon berisi udara sebagai transducer, pada penderita hirschsprung tidak tampak relaksasi sfinkter ani
1.Meconium Plug Syndrome 2.Ileus Meconium 3.NEC 4.Atresia Rektal 5.Peritonitis Intrauterine 6.Neonatus dengan Septic 7.Small left colon syndrome 8.Atresia ileal 9.Obstipasi psikogenik
Diagnosa Banding
Bedah SementaraDekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion normal yang paling distal
Bedah DefinitifMembuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitif yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9 kg). Pada operasi definitif dapat dipakai cara Swenson, Duhamel, Soave, atau modifikasi dan teknik ini
Penatalaksanaan
Teknik pembedahan Reseksi kolon aganglionosis dimulai dengan
pemotongan arteri dan vena sigmoidalis dan hemoroidalis superior. Segmen sigmoid dibebaskan beberapa cm dari dasar peritoneum sampai 12cm proksimal kolostomi. Puntung rektosigmoid dibebaskan dari jaringan sekitarnya di dalam rongga pelvis untuk dapat diprolapskan melalui anus.
Swenson Procedure
Pembebasan rectum dilakukan tepat di dinding rectum agar mudah, cepat, dan tidak menimbulkan banyak perdarahan. Pembebasan kolon proksimal dilakukan untuk memungkinkan kolon tersebut dapat ditarik ke perineum melalui anus tanpa tegangan.
Anastomosis Puntung rectum diprolapskan dengan
tarikan klem yang dipasang di dalam lumen. Pemotongan rectum dilakukan 2cm proksimal dari garis mukokutan, bagian posterior dan bagian anterior sama tinggi. Pemotongan dapat pula dilakukan dengan arah miring, 2cm di bagian anterior dan 0.5cm bagian posterior (prosedur Swenson II)
Selanjutnya, kolon proksimal ditarik ke perineum melalui puntung rectum yang terbuka. Anastomosis dilakukan dengan jahitan 2 lapis dengan menggunakan benang sutera/vicryl. Setelah anastomosis kolorektal selesai,rectum kembali dimasukan ke rongga pelvis. Reperitonealisasi dilakukan dengan perhatian pada vaskularisasi kolon agar tidak terjahit.Penutupan dinding abdomen dilakukan setelah pencucian rongga peritoneum. Kateter dan pipa rectal kecil dipertahankan selama 2-3hari.
Swensons ProcedureProsedur Swenson tahap akhir. A. Puntung rectum dibebaskan dan ditarik melalui anal B. Puntung rectum dipotong dan ditinggalkan sekitar 2cm dari garis dentate.
C. Kolon proksimal ditarik melalui anal. D., E, dan F. Prosedur anastomosis dikerjakan dengan dua baris jahitan dan dimulai dari bagian atas, Selesai
anastomosis rectum dikembalikan ke dalam rongga pelvis.
Teknik pembedahan Reseksi segmen sigmoid dikerjakan seperti
pada prosedur Swenson. Puntung rectum dipotong 2-3cm di atas dasar perineum dan ditutup dengan jahitan dua lapis memakai benang sutera atau vicryl. Ruang rektorektal dibuka sehingga seluruh permukaan dinding posterior rectum bebas. Sayatan endoanal setengah lingkaran dilakukan pada dinding posterior rectum pada jarak 0.5cm dari linea dentate. Selanjutnya kolon proksimal ditarik rektorektal melalui insisi endoanal keluar anus. Mesokolon diletakan di bagian posterior
Duhamel Procedure
Anastomosis Dilakukan untuk membentuk rectum baru dengan
menghilangkan septum (dinding rectum posterior dan dinding anterior kolon proksimal)
Prosedur Duhamel modifikasi dengan penggunaan stapler linear. Anastomosis puntung rectum dengan kolon proksimal yang ditarik dalam menciptakan rectum “baru” dilakukan langsung dengan stapler dan dilanjutkan dengan anastomosis kolorektal intraperitoneal.
Duhamel ProcedureFoto memperlihatkan posisi pasien setelah pemotongan kolon yang diprolapskan serta
pemasangan klem Ikeda didalam rangka pemotongan septum
Melakukan pendekatan abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa rektosigmoid dari lapisan seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion normal keluar anus melalui selubung seromuskular rektosigmoid, disebut prosedur pull through endorektal . Setelah 21hari, sisa kolon yang diprolapskan dipotong.
Soave Procedure
kebocoran anastomose stenosis ruptur kolon enterokolitis gangguan fungsi spinkter
Komplikasi
1. Anonymous. 2010. Anatomi Anorektum. [Accessed on: 22th August 2010] Available from World Wide Web www.bedahugm.net
2. Ashcraft K. 2004. Hirschsprung Disease. Pediatric Surgery. Fourth Edition. Philadelphia:Elsevier Saunders. p 477-489.
3. Brunicardi,et al., 2004. Colon, Rectum, and Anus. In: Bullard,M.K (ed). Schwartz's Principles of Surgery, Eighth Edition. NewYork: McGraw-Hill.
4. Diament, J. 2009. Meconium Plug Syndrome. [Accessed on 24th August 2010] Last updated: May 12,2009. Available from World Wide Web
http://emedicine.medscape.com/article/410969-overview 5. Dios, R.R. 2010. Ileal Atresia. [Accessed on 24th August 2010]. Last
Updated: Feb 25, 2009. Available from World Wide Web www.emedicine.medscape.com/article/409746-overview
6. Hamami, H.A. 2004. Penyakit Hirschsprung: Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In: Jong,W (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC, p 670-671.
7. Hekmatnia, A. 2008. Meconium Ileus. [Accessed on 24th August 2010]. Last updated: Nov 12, 2008. Available from World Wide Web www.emedicine.medscape.com/article/410845-overview
8. Kartono, D. 2010. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto Jakarta 9. Kenner,C. 2007. Comprehensive neonatal care, an interdisciplinary approach. Fourth edition. St
Louis.Missouri: Elsevier Saunders, p.119 10.Lee S. 2010. Hirschsprung Disease. [Accessed on 2st September 2010] last update : March 30,
2006. Available from World Wide Web http://www.emedicine.com
Daftar Pustaka
11. Puri, Prem. 2006. Hirschsprung Disease, in: Hollwarth, M (ed). Pediatric Surgery. Germany. Springer Surgery Atlas Series,p.289-302
12. Shafik, A. 2003. Surgical anatomy of the anal canal. In: J.A Neto (ed). New
Trends in Coloproctology. Rio de Jainero: Livraria,p.3-18. 13. Swenson, O. 2002. Hirschsprung’s Disease: A Review. Journal
PEDIATRICS. [online] 109. [Accessed 5th September 2010], pp. 914-918. Available from World Wide Web: http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/109/5/914?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=constipation&andorexactfulltext=and&searchid=1092435023331_12939&stored_search=&FIRSTINDEX=20&sortspec=relevance&resourcetype=1&journalcode=pediatrics#BDY
14. Vanderhoof,J.A,et al.,1994.Hirschsprung Disease. In: Gordon,B. (ed) Neonatalogy Pathophysiology and Management of Newborn. Fourth Edition. Philadephia: Lippincott company, p 621
15. Yoshida, C. 2010. Hirschsprung Disease. [Accessed on 24 August 2010]. Last update: September 17,2008. Available from World Wide Web
<www.emedicine.medscape.com/article/409150-overview>
Daftar Pustaka
Thanks for your attention!