Upload
geethaa-kumar
View
279
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
SINDROM OVARIUM POLIKISTIK
Disusun oleh:
Sellita Seplana 04054821517050
Eliya 04084821517039
Fredy Tandri 04084821517029
Fitri Amaliah 04054821618068
Muhammad Gufron Nusyirwan 04084821618203
Rofifah Dwi Putri 04084821618228
Norfaridzuan Bin Abdul Nain 04084821618240
Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Periode 25 April 2016 - 4 Juli 2016
Pembimbing: Dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah, Sp.OG(K)
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Persalinan Preterm
Oleh :
Sellita Seplana
Eliya
Fredy Tandri
Fitri Amaliah
Muhammad Gufron Nusyirwan
Rofifah Dwi Putri
Norfaridzuan Bin Abdul Nain
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 25
April 2016 - 4 Juli 2016.
Palembang, Mei 2016
Dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah, Sp.OG(K)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Sindrom Ovarium Polikistik”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih Dr. R. M. Aerul Cakra Alibasyah,
Sp.OG(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporanini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Palembang, Mei 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN .................................................................................3
Identifikasi..............................................................................................3
Anamnesis..............................................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang..........................................................................7
Diagnosis Kerja......................................................................................8
Tatalaksana.............................................................................................8
Prognosis................................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................9
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Polycystic ovary syndrome (PCOS) merupakan kelainan kompleks
endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan
oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935)
dalam bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/PCO/Stein-
Leventhal Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik
ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai
amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan
kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak
sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi
estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan demikian
sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum dari infertilitas.
Dalam perkembangannya manifestasi dari sindroma ini menjadi lebih
kompleks. Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya kelainan morfologi di
ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan ovarium
polikistik mengalami menstruasi yang tidak teratur. Peneliti lain mendapatkan dari
350 wanita dengan hirsutisme hanya 50% memiliki ovarium polikistik dengan
siklus tidak teratur. Sebaliknya Fox mendapatkan 14% wanita dengan hirsutisme
dan oligomenorea tidak dijumpai adanya peningkatan jumlah folikel pada
pemeriksaan USG. Sementara dengan Pache dkk mendapatkan 50% wanita
dengan PCOS secara klinis mempunyai ovarium yang normal. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang tetap antara gambaran klinis dan
perubahan histologis ovarium. Dengan demikian maka sindroma Stein-Leventhal
hanya merupakan bagian dari spektrum yang luas dengan kondisi klinik berbeda
yang berhubungan dengan kista ovarium, yang mempunyai konotasi sedikit
terbatas.
Penelitian Burghen dkk (1980) menunjukkan korelasi linear positif antara
hiperandrogenisme dan hiperinsulinemia pada wanita obese dengan PCOS dan
1
jangka panjang wanita dengan PCOS mempunyai resiko yang meningkat
menderita hipertensi, diabetes maupun penyakit kardiovaskuler. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa saat ini spektrum klinik dari OPK lebih luas dari pada saat
pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935. Kelainan
dari patofisiologi yang mendasari hingga saat ini masih belum diketahui, akan
tetapi sindroma ini berhubungan dengan keadaan resistensi insulin,
hiperandrogenisme dan perubahan dinamis dari hormon gonadotropin.
PCOS sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka pemahaman
gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat
mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional
mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 26 tahun
c. Alamat : Lrg. Ilham Green Plaju E no.26 Kelurahan 16 Ulu
Kecamatan Seberang Ulu II Palembang
d. Suku : Lubuk Linggau
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : Sarjana
h. Pekerjaan : Dokter
i. MRS : 29 April 2016 pukul 11.00
j. No. RM : 950456
II. ANAMNESIS (Tanggal 29 April 2016)
Keluhan Utama : Menstruasi tidak teratur
Riwayat Penyakit Sekarang
Kisaran 3 bulan SMRS pasien mengeluh tidak menstruasi. Menstruasi
terakhir berlangsung selama 5-7 hari dengan darah berwarna merah segar pada
hari pertama dan kedua, 2x ganti pembalut/hari kemudian tiga hari sebelum
selesai haid hanya flek-flek berwarna hitam. Payudara tegang (-), mual dan
muntah (-), kenaikan berat badan (-), lemas hingga tidak dapat melakukan
aktivitas disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat menstruasi tidak teratur.
Menstruasi terakhir (HPHT) dirasakan pasien kisaran tanggal 8 Maret
2016. Pasien mengeluh siklus menstruasi tidak lancar semenjak haid pertama kali,
pasien mengaku siklus menstruasi berlangsung tidak teratur atau setiap 2 sampai 3
bulan sekali selama 5-8 hari dengan darah merah kehitaman, ±2 pembalut/hari.
Riwayat nyeri menstruasi (-), bergumpal-gumpal (-). Tidak ada perubahan pola
3
makan, maupun kenaikan berat badan. Tidak ada rambut yang tumbuh disekitar
wajah. Pasien mengaku mempunyai wajah yang berjerawat sejak remaja hingga
saat ini. Pasien mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki anak karena sudah
menikah.
Pasien pernah diberi pil KB 3x, keluhan membaik tetapi bila tidak makan
pil KB menstruasi kembali tidak teratur. Riwayat BAK dan BAB terganggu (-).
Pasien lalu datang ke dr. SpOG dikatakan ada polycystic ovarium dan disarankan
ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-).
Status Sosial Ekonomi dan Gizi : sedang
Status Perkawinan : menikah 1 kali, lamanya 3 tahun.
Status Reproduksi : menarche usia 14 tahun
siklus haid tidak teratur
lamanya haid 5-8 hari
HPHT 8 Maret 2016
Status Persalinan : tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
BB : 63 kg
TB : 155 cm
4
Status Gizi : Overweight (26,2 kg/m2)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi : 22x/ menit, reguler
Suhu :36,7oC
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
edema palpebra (-), pupil isokor 3mm,
refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret
(-), perdarahan (-).
Telinga : CAE dekstra et sinistra lapang, sekret (-),
serumen (+), membran timpani sulit dinilai.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral
(-), mukosa mulut dan bibir kering (-),
fisura (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tonsil tidak hiperemis,
detritus (-).
Kulit : CRT < 3 s
Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O
5
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru,
ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar : Abdomen datar, lemas, simetris.
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo : Tidak dilakukan
Vaginal toucher : Portio kenyal, OUE tertutup, CUT sesuai
normal, AP ka/ki lemas, CD tidak menonjol.
6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Hasil:
1. Uterus retroflexi, bentuk dan ukuran normal
2. Endometriosis line +, diameter 1,1 cm, stratum basalis reguler
3. Endoservik dan portio dalam batas normal
4. Kedua ovarium membesar dengan gambaran banyak folikel kecil
- Ovarium kanan ukuran 3,69 x 9,11 x 23,27 cm dengan volume 13,35 cm3
- Ovarium kiri ukuran 3,12 cm x 2,65 x 2,37 cm dengan volume 10,26 cm3
Kedua ovarium dengan gambaran ovarium polikistik bilateral
Kesan: ovarium polikistik bilateral
7
IV. DIAGNOSIS KERJA
Ovarium polikistik bilateral
V. TATALAKSANA
R/ HDLO
Check lab dan rotgen thorax
USG konfirmasi
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Polycystic ovary syndrome (PCOS) atau Sindroma Ovarium Polikistik
(SOPK) adalah suatu sindroma, kumpulan dari gejala disfungsi ovarium, dengan
tampilan utama hiperandrogenisme dan morfologi ovarium yang polikistik.
Manifestasi klinis dari kelainan ini dapat berupa : menstruasi yang ireguler, tanda-
tanda kelebihan kadar androgen beserta obesitas, dan dihubungkan dengan DM
tipe 2. Sindrom ini merupakan kelainan endokrin yang sangat umum terjadi pada
wanita dalam masa reproduksi dan sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
Epidemiologi
PCOS adalah kelainan endokrin wanita yang paling sering dijumpai, yang
melibatkan 5-10% dari wanita dalam masa reproduksi. Walaupun ovarium
polikistik dapat ditemukan dalam 20% populasi wanita, hal ini tidak harus
menimbulkan gejala klinik seperti PCOS, akan tetapi dalam perjalanannya akan
menimbulkan gejala klinik bila diprovokasi oleh kenaikan berat badan atau
resisten terhadap insulin. PCOS berkaitan dengan 75% dari seluruh kelainan
anovulasi yang menyebabkan infertility, 90% dari wanita dengan
oligomenorrhoea, lebih dari 90% dengan hirsutism dan lebih dari 80% dengan
acne yang persisten.
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari PCOS sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Genetik
dan multifaktor diduga sebagai penyebab kelainan ini. Model pasti hubungan
genetik atau familial dari PCOS masih belum jelas. PCOS diketahui sebagai
kelainan yang bersifat familial yang mana saudara kandung penderita PCOS
mempunyai risiko mengalami kelainan ini sebesar 50%. Prevalensi risiko
penderita PCOS meningkat sebesar 32%-66% antara saudara kandung, dan 24%-
52% antara ibu dengan anak.
9
Patofisiologi yang pasti dari PCOS adalah kompleks dan kebanyakan
masih tidak jelas, akan tetapi suatu ketidakseimbangan hormonal yang
mendasarinya yang diakibatkan oleh kombinasi peningkatan androgen dan/atau
insulin. Faktor genetik dan lingkungan terhadap gangguan hormonal bergabung
dengan faktor-faktor lain termasuk obesitas, disfungsi ovarium, dan abnormalitas
hipofisis berkontribusi terhadap etiologi PCOS.
Hiperandrogenism dan resistensi terhadap insulin diketahui berhubungan
dengan terjadinya PCOS. Hormon androgen ini mengalami aromatisasi di jaringan
perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi luteinizing
hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) pada tingkat pituitary yang
menyebabkan hipersekresi endogenous LH. LH ini sangat kuat menstimulasi
produksi androgen didalam ovarium. Insulin seperti juga LH menstimulasi
langsung biosintesis hormon steroid di ovarium, terutama androgen ovarium.
Lebih lanjut, insulin menyebabkan menurunnya produksi sex hormone binding
globulin (SHBG) di dalam hati, yang menyebabkan meningkatnya kadar androgen
bebas. Dengan demikian kedua jalur diatas akan menstimulasi theca sel dari
ovarium sehingga terjadi peningkatan produksi androgen dari ovarium yang
menyebabkan terganggunya folliculogenesis, kelainan siklus haid dan
oligo/anovulation kronik.
Diagnosis
Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat dilakukan
dengan melihat tanda-tanda berikut :
1. Oligoovulasi atau anovulasi
Siklus menstruasi normal mencerminkan fungsi ovulasi yang normal.
Sekitar 60-85% pasien PCOS memiliki gangguan menstruasi dan jenis yang
paling sering adalah oligomenore dan amenore. Pemeriksaan awal pada
perempuan dengan gejala ini adalah kadar FSH dan E2 serum untuk
mengeksklusi hipogonadisme hipogonadotropik (gangguan sentral) dan
premature ovarian failure. PCOS termasuk pada kategori anovulasi
10
normogonadotropik normoestrogenik (kelas 2 WHO). Meskipun demikian,
kadar LH serum pasien PCOS seringkali meningkat.
2. Hiperandrogenisme
Hiperandrogenisme pada Kriteria Rotterdam 2003 mencakup tanda-tanda
klinis dan atau biokimiawi.
a) Hiperandrogenisme klinis
Mencakup hirsutisme, akne, alopesia androgenic, dan tanda-tanda lainnya.
Hirsutisme adalah tanda kelebihan androgen yang paling jelas dan
merupakan gejala yang penting pada PCOS. Penilaian hirsutisme
dilakukan dengan menggunakan skor Ferriman-Galwey yang
dimodifikasi.
Gambar Skor Ferriman-Galwey yang dimodifikasi (mFG) untuk
penilaian hirsutisme. Setiap area diberikan skor 0-4 dan penilaian 9 area
tersebut dijumlahkan. Skor ≤15:hirsutis me ringan, skor 16-25: hirsutisme
sedang, dan skor ≥25: hirsutisme berat.
b) Hiperandrogenisme biokimiawi
Tanda biokimiawi hiperandrogenisme adalah peningkatan androgen di
sirkulasi. Androgen yang terpenting yang biasanya digunakan untuk
diagnosis adalah testosteron.
11
3. Gambaran ovarium polikistik
Definisi gambaran ovarium polikistik criteria Rotterdam 2003 adalah
adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki diameter 2-9 mm pada masing-
masing ovarium dan/atau peningkatan volum ovarium (>10mL). distribusi
folikel dan peningkatan ekogenitas stroma tidak termasuk dalam criteria
penilaian ini.
USG
USG dan atau laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis PCOS.
Dengan USG, hampir 95 % diagnosis dapat dibuat. Pada USG terlihat gambaran
seperti roda pedati, atau folikel-folikel kecil berdiameter 7-10 mm. Baik dengan
USG, maupun dengan laparoskopi, ke dua, atau salah satu ovarium pasti tampak
membesar.
Tabel Perbandingan PCOS dari pemeriksaan USG
Cara USG Parameter USG Kriteria untuk OPK
Trans abdominal Volume ovarium
Folikel dengan ukuran 5-8
cm
>10 cm3
>5
Trans vaginal Volume ovarium
Folikel dgn ukuran >6 mm
Ukuran folikel rata-rata
Stroma ovarium meningkat
>8 cm3
>11
<4 mm
50% atau >7,6 cm2
Infertilitas pada PCOS
Infertilitas pada PCOS berkaitan dengan dua hal, pertama karena adanya
anovulasi. Kadar LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen.
Infertilitas walaupun tidak berpengaruh terhadap aktivitas fisik sehari-hari dan
tidak mengancam jiwa, namun bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar
terhadap psikologis kehidupan berkeluarga.
12
Berdasarkan etiologinya, infertilitas dapat disebabkan disfungsi ovulasi
(15%), patologi uterin dan tuba (30-40%), faktor pria (30-40%), dan sisanya
belum diketahui. Sehingga salah satu penyebab infertilitas berupa kegagalan
ovulasi juga menjadi perhatian untuk terus diteliti dan dievaluasi dengan
pemeriksaan yang efektif agar penatalaksanaan infertilitas mencapai upaya yang
optimal.
Prognosis
PCOS meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan cerebrovaskular
dengan adanya hiperandrogenisme dan peningkatan apolipoprotein. Sebanyak 4%
pasien dengan PCOS memiliki resiko resistensi insulin sehingga meningkatkan
resiko diabetes mellitus tipe 2 dengan konsekuensi komplikasi kardiovaskular.
Penderita PCOS juga beresiko mengalami karsinoma endometrium.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PCOS diarahkan pada interupsi siklus anovulatorik
kronik hiperandrogenik yang terus berlanjut. Penurunan berat badan dapat
mengurangi sekresi androgen pada wanita obesitas yang mengalami hirsutisme
dengan cara menurunkan aromatisasi estrogen perifer dan menurunkan
hiperinsulinemia.
Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan
kebiasaan merokok dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama
pengobatan PCOS. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan
obat untuk menyeimbangkan hormon. Tidak terdapat pengobatan definitif untuk
PCOS, namun pengendalian penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas,
abortus, diabetes, penyakit jantung dan karsinoma uterus.
1. Penatalaksanaan Awal
Pengendalian dan penurunan berat badan
Dapat menurunkan resiko terjadinya diabetes, hipertensi dan
hiperkolesterolemia. Penurunan berat badan yang tidak terlalu drastis dapat
13
mengatasi kadar androgen dan kadar insulin serta infertiliti. Penurunan berat
badan sebesar 5 – 7% dalam waktu 6 bulan sudah dapat menurunkan kadar
androgen sedemikian rupa sehingga ovulasi dan fertilitas menjadi pulih pada 75%
kasus PCOS.
Penurunan berat badan
Memperoleh berat badan yang ideal akan memperbaiki kesehatan
penderita dan dapat mengatasi masalah kesehatan jangka panjang. Meningkatkan
aktivitas dan makan makanan sehat merupakan kunci pengendalian berat badan.
Olahraga
Penderita diharap untuk menjadikan olah raga teratur sebagai bagian
penting dalam kehidupannya. Berjalan kaki merupakan aktivitas yang paling baik
dan sederhana yang dapat dengan mudah dikerjakan.
Makanan sehat dan gizi seimbang
Terdiri dari kombinasi buah dan sayuran, produk makanan kecil berkalori
rendah yang dapat memuaskan nafsu makan dan menngatasi kebiasaan makan
kecil.
Hentikan kebiasaan merokok
2. Terapi Medikamentosa
Pengobatan tergantung tujuan pasien. Beberapa pasien membutuhkan
terapi kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi.
Kebanyakan pasien dengan PCOS mencari pengobatan untuk hirsutisme dan
infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati dengan obat antiandrogen yang
menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada PCOS sering berespon
terhadap klomifen sitrat.
a. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen,
dan mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan
kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat, antara lain:
- Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan penurunan produksi
androgen ovarium
14
- Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan
testosteron bebas.
- Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
- Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dehidrotestosteron pada kulit
dengan menghambat 5α-reduktase.
Pasien dengan PCOS terjadi anovulasi yang kronis dimana
endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi hiperplasia
endometrium dan dapat terjadi karsinoma endometrium pada pasien PCOS
dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini dapat dikembalikan
dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti megestrol asetat 40-60
mg/hari untuk 3-4 bulan.
Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme,
keseimbangan harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron bebas dan
androgenisitas intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat
dalam kontrasepsi oral (norgestrel, norethindrone, dan norethindrone asetat)
diyakini merupakan androgen dominan. Kontrasepsi oral yang berisi progestin
baru (desogestrel, gestodene, norgestimate, dan drospirenone) memiliki aktivitas
androgenik yang minimal. Terdapat bukti yang terbatas bahwa terdapat perbedaan
dalam hasil uji klinis yang ditentukan oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro
dari potensi androgenik.
Medroksiprogesteron Asetat
Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler
telah berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung
mempengaruhi axis hipofise-hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan
pelepasan gonadotropin, sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen
oleh ovarium. Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas
berkurang secara signifikan. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg
per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan intramuscular setiap 6 minggu
sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak
95% pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea, hilangnya
15
kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik,
dan penambahan berat badan.
Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH)
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal
yang dihasilkan oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar steroid ovarium
pada pasien PCOS. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan
intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada
hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada PCOS. Tingkat androgen
ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. GnRH agonis dapat diberikan
dengan dosis tunggal, 3 mg pada hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda
setiap hari 0,25 mg mulai hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau
terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah
keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan
atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi
penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH.
Ketokonazol
Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug
Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis
rendah (200 mg/hari), dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion,
testosteron, dan testosteron bebas.
Flutamid
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak
mempunyai aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin.
Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa
dilaporkan modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa
dengan spironolakton dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati
kanker prostat pada laki-laki. Obat ini digunakan secara umum dalam dosis 125-
250 mg dua kali sehari. Efek samping yang umum ialah kulit kering dan
meningkatkan nafsu makan.
16
Cyproterone Acetate
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat
antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara
kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga
menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma
clearance androgen. Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma
acetate mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan,
menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga
menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat
DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100
mg/hari pada hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg/hari pada siklus hari
ke-5 - 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur,
membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme
dan bahkan jerawat yang parah.
Efek samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya berat
badan, penurunan libido, perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala. Gejala ini
terjadi lebih jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan.
b. Spironolactone
Spironolacton merupakan diuretik hemat kalium yang menginhibisi
pertumbuhan rambut dengan menghambat aktivitas 5α-reduktase dan mengikat
secara kompetitif terhadap reseptor intraseluler dari DHT. Dosis pemberian
spironolakton adalah 2x50 mg/hari. Dosis yang lebih besar mengganggu aktivitas
sitokrom P-450, yang mengurangi jumlah total androgen sintesis dan sekresi. Efek
samping spironolakton ialah menstruasi yang ireguler, mual dan lemah dengan
dosis yang lebih tinggi. Disebabkan spironolakton merupakan diuretik hemat
kalium, wanita dengan hiperkalemia harus diobservasi dengan hati-hati atau
sebaiknya diberikan alternatif obat lainnya.
17
c. Insulin Sensitizers
Hiperinsulinemia memainkan peran dalam PCOS terkait anovulasi,
pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin
terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi
dengan modalitas pengobatan lain. Metformin direkomendasikan didalam
International Guidelines sebagai terapi utama untuk diabetes mellitus tipe 2
karena mempunyai profil yang baik dalam pengontrolan metabolism glukosa.
Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan regimen dosis yang tetap sehingga
dianjurkan untuk disesuaikan secara individu dengan dasar efektifitas dan
toleransi dan tidak melebihi dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu 2250
mg untuk dewasa dan 2000 mg untuk anak-anak dalam sehari. Untuk
meminimalisir efek samping, terapi metformin dimulai pada dosis yang rendah
yang diminum saat makan, dan dosis ini ditingkatkan secara progresif. Pasien-
pasien diberi metformin 500 mg sekali/hari diminum saat makan besar, biasanya
makan malam selama 1 minggu kemudian ditingkatkan menjadi 2 kali/sehari,
bersama sarapan dan makan malam, selama 1 minggu kemudian dosis dinaikkan
500 mg saat sarapan dan 1000 mg saat makan malam selama 1 minggu dan
akhirnya dosis ditingkatkan menjadi 1000 mg 2 kali/hari saat sarapan dan makan
malam. Tidak terdapat penelitian mengenai kisaran dosis metformin pada sindrom
ovarium polikistik, tapi penelitian kisaran dosis pada pasien diabetes
menggunakan kadar hemoglobin glikase sebagai pengukur outcome,
menunjukkan bahwa dosis 2000 mg per hari sudah optimal.
Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin pada
penderita PCOS dengan insulin resisten sampai sekarang belum ditemukan suatu
konsensus. Beberapa peneliti memberi pengobatan 4 sampai 8 minggu dengan
dosis 500 mg tiga kali sehari sebagai pengobatan awal sebelum diberikan
clomiphene citrate, tetapi banyak pasien yang merasa tidak nyaman dan sering
menemukan efek samping dengan pemberian 4 sampai 8 minggu tersebut,
sehingga banyak yang tidak melanjutkan pengobatan. Untuk mempersingkat
waktu dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti mencoba
pemberian metformin yang lebih singkat. Hwu dkk memberikan metformin
18
dengan dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan
dengan clomiphene citrate. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan pada
42.5% dibandingkan hanya 12.5% pada kelompok kontrol. Khorram dkk
memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari pertama
withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10 mg
perhari selama 10 hari) dan pemberian clomiphene citrate pada hari ke lima
sampai hari ke sembilan. Pada penelitian tersebut ditemukan 44% dan 31%
dibandingkan hanya 6.7% dan 0% pada kelompok kontrol yang ovulasi dan
keberhasilan untuk hamil.
d. Clomiphene citrate
Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru
aktivitas antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk
induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja
klomifen sitrat yang tepat. Lebih khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat
mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang
lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium.
Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir.
Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise
gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene
citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis
atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat
endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada
sebagian kecil individu.
Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan
penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek
umpan balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan
LH-FSH-RH yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior
meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
dan pematangan folikel serta ovulasi.
19
Dosis diberikan 50 mg satu kali pemberian perhari dengan dosis maksimal
perhari dapat ditingkatkan menjadi 200 mg. Penggunaan clomiphene sitrat untuk
induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi,
80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil.
3. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas
akibat PCOS yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi
medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan
mengangkat sejumlah kista kecil. Alternatif tindakan diantara lain:
a. “Wedge Resection” yaitu mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini
dilakukan untuk membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi
berlangsung secara normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena
memiliki potensi merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut.
b. “Laparoscopic ovarian drilling” merupakan tindakan pembedahan untuk
memicu terjadinya ovulasi pada penderita PCOS yang tidak segera mengalami
ovulasi setelah menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu
ovulasi. Pada tindakan ini dilakukan elektrokauter atau laser untuk merusak
sebagian ovarium. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan
tindakan ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka kehamilan sebesar
50%. Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam batas normal akan lebih
memperoleh manfaat melalui tindakan ini. Pengobatan PCOS harus disesuaikan
dengan keinginan dan kemampuan suami istri untuk memiliki anak atau tidak.
Jika keluarga yang masih menginginkan anak diberikan pemicu ovulasi, seperti
klomifen sitrat, atau gonadotropin yang mengandung FSH/LH atau LH saja.
Klomifen sitrat meningkatkan aromatisasi T menjadi estradiol (E2), dan E2 ini
menekan sekresi LH. Gonadotropin dapat mengembalikan keseimbangan
FSH/LH. Hati-hati terjadi hiperstimulasi ovarium. Bila belum juga berhasil
mendapatkan anak, maka diberikan pil kontrasepsi, atau Gn-RH analog
(agonis/antagonis) sampai nisbah LH/FSH 1, dan baru kemudian diberikan
induksi ovulasi. Dewasa ini tindakan pembedahan reseksi baji tidak dilakukan
20
lagi. Dengan berkembangnya laparoskopi, dapat dilakukan drilling pada ovarium.
Tujuannya untuk mengeluarkan cairan folikel yang banyak mengandung T.
Jumlah lubang lebih kurang 10 buah.
Pada wanita yang sudah tidak menginginkan anak, maka dapat di berikan
pil kontrasepsi yang mengandung estrogen-progesteron sintetik. Pil kontrasepsi
menekan fungsi ovarium, sehingga produksi testosterone menurun. Selain itu, pil
kontrasepsi menekan sekresi LH, sehingga sintesis testosteron pun berhenti.
Estrogen sintetik memicu sintesis SHBG di hati, dan SHBG ini akan mengikat
lebih banyak lagi testosteron dalam darah.
Pada wanita dengan hirsutismus yang tidak ingin memiliki anak lebih
efektif dengan pemberian anti androgen, seperti siprosteronasetat (SPA). SPA
menghambat kerja androgen langsung pada target organ. SPA yang termasuk jenis
progesteron alamiah, juga memiliki sifat glukokortikoid, sehingga dapat
menghambat ACTH, dan dengan sindirinya pula menekan produksi androgen di
suprarenal. Bila belum tersedia sediaan SPA, maka dapat di gunakan pil
kontrasepsi yang mengandung SPA. Prognosis pengobatan dengan SPA sangat
tergantung dari 1) Wanita dengan kadar T yang tinggi, memiliki respon yang baik;
2) Bila hirsutismus sudah berlangsung lama, prognosis jelek; 3) Wanita muda
keberhasilannya lebih baik; 4) Rambut/bulu di daerah dada dan perut memiliki
respon baik; 5) SPA diberikan 1-2 tahun. Bila ternyata hirsustismus tetap juga
tidak hilang, maka perlu di pikirkan adanya kelainan kongenital adrenal.
Dianjurkan untuk pemeriksaan hormon 17 alfa hidroksiprogesteron. Kadar yang
tinggi, menunjukkan adanya defisiensi enzim 21 hidroksilase. Dewasa ini mulai di
gunakan Gn-RH Analog (agonis atau antagonis) untuk menekan fungsi ovarium.
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
Analisis kasus ini dapat ditinjau dari segi
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa
Tatalaksana
1. Anamnesis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat sebelumnya, riwayat
penyakit dalam keluarga, riwayat psikososial.
Os mengeluh tidak menstruasi sejak 3 bulan yang lalu
Pada kasus ini keluhan utama berupa tidak menstruasi yang terjadi
semenjak 3 bulan terakhir, hanya terjadi 1 kali menstruasi dengan
ganti pembalut sebanyak 2x sehari dan lama menstruasi 5-7 hari.
Hal tersebut sesuai dengan kriteria oligomenorhea yang merupakan
salah satu gejala dari sindroma polikistik ovarium.
Keluhan tambahan berupa infertilitas primer selama 3 tahun,
keluhan hiperandrogenisme berupa jerawat yang tumbuh sejak
remaja, tanda-tanda hiperandrogenisme lainnya seperti adanya
rambut pada wajah/telinga (hirsutisme), hiperpigmentasi disangkal
oleh pasien.
Pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pola menstruasi atau
siklus menstruasi yang tidak teratur sejak pertama kali haid,
menarche pada umur 14 tahun. Hal ini dapat memperkuat diagnosis
sindroma polikistik ovarium.
Pada riwayat keluarga, penyakit dalam keluarga berupa polikistik
ovarii, diabetes mellitus, obesitas ataupun dislipidemia disangkal
oleh pasien. Hal tersebut belum dapat menyingkirkan sepenuhnya
kemungkinan penyebab genetik polikistik ovarium pada kasus ini.
22
2. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital (tekanan darah): 110/70
atau dapat dikatakan normal, menurut American Association of Clinical
ahli endokrin Sindrom Ovarium polikistik Komite Menulis [PCOSWC],
2005) Pada ovarium polikistik insidens lebih tinggi pada penderita
hipertensi.
Body massa indeks (BMI) berkisar 26,2 yang sesuai dengan
kriteria polikistik ovarium dengan BMI sekitar >25. Pada pasien ini
tidak dilakukan pengukuran rasio pinggang dan pinggul untuk
menentukan distrubusi lemak tubuh.
Pada pasien ini ditemukan acne pada wajah memenuhi salah satu
tanda dari hiperandogenisme, sedangkan adanya rambut pada
wajah dan telinga (hirsutism), kebotakan tidak ditemukan .
Tanda-tanda resistensi insulin pada pasien ini berupa achantosis
nigrikans di axilla, tengkuk leher, dibawah payudara dan kulit tidak
dilakukan pemeriksaan.
3. Pemeriksaan penunjang
USG : pada pemeriksaan USG Transvaginal ditemukan Ovarium kanan
dan kiri membesar dengan gambaran banyak folikel kecil, sesuai dengan
kesan polikistik ovarium bilateral
Laboratorium: Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Berdasarkan kriteria praktis dari Homburg (2002) dengan kriteria awal
yang harus ada berupa gangguan menstruasi, hirsutisme (acne), infertilitas
anoovulasi serta adanya kriteria USG yang memberi kesan atau gambaran
adanya suatu polikistik ovarium maka pada pasien ini dapat ditegakkan
diagnosis berupa Sindroma polikistik ovarium.
5. Tatalaksana ovarium polikistik dapat dimulai dari pengendalian berat
badan, olahraga, makan makanan sehat dan gizi seimbang, menghentikan
kebiasaan merokok dan kebiasaan buruk lainnya. Lalu dapat diberikan
terapi medikamentosa hingga terapi pembedahan untuk mengatasi keluhan
yang timbul.
23
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: Williams
Obstetrics. 22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising
Division, 509-536.
De Cherney, Alan H. 2003.Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and
Treatment. 9thEdition. India: The McGraw – Hill Companies Inc.
Kampono, Nugroho, dkk. 2008. Persalinan Sungsang. Available from:
http://geocities.com/abudims/cklobpt9.html.
Krishadi, Sofie R.et all. editor. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin.Bagian Pertama. Bandung.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Perjan RSHS.
Saifuddin AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Sastrawinata, et all. editor. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan: Bagian Patologi. Edisi Pertama. Palembang.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum FK Unsri.
24