Case Mola.rtf

Embed Size (px)

Citation preview

STATUS OBSTETRI

1

MOLA HIDATIDOSA(OSSLER)

Oleh:Ressi Ana Maisuri, S.Ked (0918011131)

Preceptor:dr. M. Zulkarnain Hussein, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEKFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG2013STATUS OBSTETRI

Tgl masuk RSAM: 21 Juni 2013Jam: 13.00 wib

Anamnesa / Autoanamnesa

1. IdentifikasiNama: Ny. AL

Umur: 21 tahun

Agama: Islam

Pendidikan: SD

Alamat: Jati Agung, Lampung Utara

Pekerjaan: Ibu rumah tangga

Nama Suami: Tn. IA

Umur: 23 tahun

Agama: Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan suami: Buruh

2. KeluhanUtama : Keluar darah dari kemaluan.Tambahan: mual dan muntah, gemetar pada kedua tangannya, keringat yang berlebihan. Riwayat Perjalanan penyakit

Os mengeluh keluar darah dari kemaluan 2 hari SMRS berupa flek-flek kecokelatan yang semakin lama semakin banyak, os mengganti pembalut 3x ganti pembalut, riwayat keluar gelembung seperti mata ikan (+). Pasien mengaku sedang hamil 3 bulan dan sudah pernah mengecek pp test dan hasilnya positif. Os mengatakan sering mual dan muntah sampai 5 x/hari. Os juga merasakan suka gemetar pada kedua tangannya, mengeluarkan keringat yang berlebihan.

Riwayat HaidMenarche: 9 tahunSiklus Haid: 30 hari,teraturJumlah: 3x ganti pembalutLama: 5-7 hari

Dismenorhea: (+) (kadang-kadang)

HPHT: 19-3-2013

Riwayat PerkawinanPernikahan pertama dan sudah berlangsung 1 tahun.

Riwayat KehamilanNoTgl/ThnPersalinanTempat PersalinanUmurJenis PersalinanPenolongJenis Kelamin

Hamil Saat ini

Riwayat Penyakit TerdahuluPasien menyangkal sebelum hamil memiliki riwayat penyakit terdahulu

Riwayat Penyakit KeluargaPasien mengaku dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit apapun dalam keluarga

Riwayat KontrasepsiPasien mengaku tidak menggunakan kontrasepsi

Riwayat ImunisasiPasien mengaku tidak pernah mendapatkan imunisasi

Pemeriksaan Fisik, 21 Juni 20131.Status Present

Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentisTek. Darah: 100/80 mmHgNadi: 80x/menitPernafasan: 18x/menitSuhu: 36,70CTinggi badan: 158 cmBerat badan: 50 kg

2.Status GeneralisKepala: - Wajah simetris

Konjungtiva anemis, sklera anikterikBibir tidak sianosisLidah tidak tremor

Leher: - JVP tidak meningkatThorak: cor dan pulmo tidak ada kelainanAbdomen: Inspeksi : Datar, simetris Palpasi : Nyeri tekan (+), Pembesaran organ (-) Perkusi : Timpani , Shifting dullnes (-) , Undulasi (-) Auskultasi : Bising usus (+)Ekstremitas: sianosis (-)/(-) , edema (-)/(-) 3.Status GinekologisPL: abdomen datar , tifut tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Insp: Portio livide, OUE tertutup, Fluksus (+) darah tak aktif, Fluor (-), Erosi (-), Laserasi (-), Polip (-)VT: portio lunak , posterior

4.Pemeriksaan Penunjang 21-06-2013Laboratorium

Hb: 10,1 g/dlHematokrit: 32%LED: 23 mm/jamLeukosit: 8.000/ulHitung jenis: 0/1/0/75/20/4Trombosit : 221.000/ulSGOT: 17 U/LSGPT: 20 U/LUreum: 10 mg/dlCreatinin: 0,5 mg/dlGDS: 97 mg/dl

Hasil USGTampak honey comb appearance, gambaran janin (-)

Imunologi dan Serologi Test kehamilan : positif/ (titer -HCG= 6.553.600 mIU/ml)T3 = 3,2 nmol/L (normal : 0,58-1,59)T4 = 14,1 ug/L (normal : 5,10-14,10)TSH = < 0,05 mIU/L

DiagnosisMolla HidatidosaPenatalaksanaanPerbaikan KU IVFD RL gtt xx/menitKuretase hisapDilakukan pada 24 Juni 2013 Pkl 08.00 WIB dengan premedikasi ketorolac, lidocain, sulfas atropin, diazepam)

PrognosisQuo ad Vitam : Dubia ad bonamQuo ad functionam : Dubia ad bonamQuo ad Sanationam: Dubia ad bonam

FOLLOW UPTANGGAL22-6-201323-6-201324-6-201325-6-2013Keluhan -Perdarahan melalui kemaluan

-Lemas

+ +

+ +

+ +

-

-Keadaan umumTampak sakit sedangTampak sakit SedangTampak sakit sedangTampak sakit ringanKesadaranComposmentisComposmentisComposmentisComposmentisVital sign-Nadi

-Pernafasan

-Suhu

-TD

108x/menit20 x/menit37C100/60

106x/menit22 x/menit37,2C100/70 110x/menit20 x/menit37C100/60

84x/menit20 x/menit36,5C90/60Pemeriksaan fisik-Conjungtiva anemis

-Nyeri tekan perut

-Teraba massa

-Fluxus

-

-+

--

--

--

--

--

--Pemeriksaan Penunjang

USG :Kesan mola hydatidosa

Diagnosa KerjaMola hydatidosaMola hydatidosaMola hydatidosaPost kuretase a.i Mola hydatidosaTerapiIVFD RL gtt xx/menitPTU 3X1Propanolol 3x1

+

-- Rencana Kuretase Hisap setelah perbaikan Keadaan Umum

+

++ Rencana Kuretase Hisap setelah perbaikan Keadaan Umum

+

++

Kuretase hisap

+

++

BAB IIANALISA KASUS

Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?

Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis diperoleh adanya amenorhea, perdarahan pervaginam yang disertai keluarnya jaringan menyerupai mata ikan, selain itu terdapat adanya gejala tirotoksikosis. Hal ini sesuai dengan teori dimana dikatakan bahwa tanda dan gejala mola hidatidosa ialah amenorhea, perdarahan pervaginam, dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Perdarahan pervaginam sering terjadi sebagai komplikasi dari mola hidatidosa yang terlambat didiagnosis, dimana telah terjadi ekspulsi jaringan menyerupai buah anggur atau mata ikan secara spontan. Keluarnya gelembung mola merupakan diagnosis yang paling tepat. Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Perdarahan dapat terjadi selama beberapa minggu atau bulan secara intermiten. Akibat perdarahan, maka anemia defisiensi besi dan anemia delusional akibat hipervolemia seringkali terjadi pada beberapa kasus mola yang besar. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan menganggu pembuluh darah maternal, yang akan mendistensi cavum endometrium dikarenakan kumpulan darah.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh FUT tidak teraba, sesuai perhitungan usia kehamilan pasien ini berdasarkan HPHT yaitu tanggal 19 Maret 2011 (12 minggu). Didapatkan juga abdomen datar dan lunak dan tidak terdengarnya denyut jantung janin.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum evakuasi mola ialah pemeriksaan laboratorium darah lengkap, tes fungsi tiroid, serum hCG, tipe golongan darah, foto polos thorax dan USG. Pada kasus ini, hasil pemeriksaan darah diperoleh bahwa kadar hemoglobin pasien adalah 10,1 mg/dl. Hasil pemeriksaan ini akibat perdarahan pervaginam. Disamping itu dilakukan pula pemeriksaan urine (kualitatif) yang menunjukkan hasil +. Hal ini menunjukkan tingginya kadar hCG dalam urine yang dihasilkan secara berlebihan oleh sel trofoblas. Pemeriksaan hCG urine tidak dapat membedakan apakah produksinya normal seperti pada kehamilan normal atau akibat mola hidatidosa. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan hCG serum untuk memperkuat diagnosis dan mengetahui apakah mola berisiko tinggi atau rendah, hal ini sangat menentukan penatalaksanaan maupun prognosis pasien, dimana kadar yang lebih dari 100.000 mIU/ml biasanya diakibatkan oleh mola, sedangkan kehamilan normal kadarnya < 60.000 mIU/ml dan pada pasien ini didapatkan kadar hCG serum 6.553.800 mIU/ml.Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan , adalah rontgen thoraks dan pemeriksaan USG. Pemeriksaan foto polos thoraks bermanfaat untuk mengetahui adanya metastasis ke paru. Pada pasien tidak dilakukan rontgen thorax. Pemeriksaan USG yang dilakukan timbul gambaran mola yang khas berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).Pemeriksaan penunjang yang harusnya dilakukan setelah dilakukan kuretase ialah pemeriksaaan histologi dari hasil jaringan kuret, yaitu hasil histopatologi tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan PA tidak mampu memperkirakan terjadinya koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa.

Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?Penatalaksanaan pada kasus ini ialah dengan memperbaiki keadaan umum dan melakukan evakuasi mola dengan kuretase sebanyak satu kali. Perbaikan keadaan umum yang dilakukan ialah dengan memberikan IVFD RL. Dalam melakukan kuretase untuk evakuasi jaringan mola, kuret harus dilakukan sampai bersih karena residu sel trofoblas sering tumbuh dan berkembang. Bila kuret diyakini tidak bersih maka kuret ulangan dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian.

Pengamatan LanjutSetelah evakuasi mola maka tetap harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dimana kadar hCG pasien harus tetap dimonitor. Tujuan pengamatan lanjut penderita mola hidatidosa adalah untuk mendeteksi adanya infiltrasi sel-sel trofoblas dan untuk memberikan dasar bagi pengobatan. Hal ini telah dilakukan dengan melaksanakan rencana pengamatan lanjut yaitu dengan mmberikan jadwal terhadap pasien.kontrol ke poli Kandungan dan kebidanancek kadar HCG serum tiap minggu sampai HCG selama 3 minggu berurut-turuttiap 2 minggu sampai bulan 3tiap bulan sampai bulan ke 6tiap 3 bulan sampai 2 tahun.

Apabila dalam pemeriksaan lanjutan diperoleh bahwa kadar hCG preevakuasi < 100.000 mIU/ml, besar uterus < 20 minggu dan tidak ditemukan kista teka lutein dengan diameter > 6 cm maka prognosis pasien baik.

Pencegahan keganasaan :Histerektomi dianjurkan pada penderita yang berumur 35 tahun keatas atau lebih, yang telah mempunyai cukup anak. Pada pasien ini tidak dianjurkan, karena pasien telah berumu r 21 tahun dan belum mempunyai anak.

Pada pasien, diberikan pengobatan tirotoksikosis berupa Ptu dan propanolol. Terapi dengan obat-obatan antitiroid, -bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat.-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam.

Mengapa terjadi tirotoksikosis pada pasien mola?Pada penderita mola hidatidosa terdapat produksi HCG yang berlebihan, sedangkan HCG memiliki efek seperti hormon TSH, sehingga dapat merangsang produksi T3 dan T4, dengan produksi T3 dan T4 yang tinggi maka dapat menimbulkan gejala-gejala tirotoksikosis.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

DefinisiKehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi trofoblas dan edema struma villi. 1 Jaringan trofoblast pada villus, berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.

KlasifikasiKlasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional menurut WHO berdasarkan histology, dibagi atas:

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah :Penyakit trofoblas jinak :

a) mola hidatidosa b) mola hidatidosa parsialPenyakit trofoblas ganas :

a) koriokarsinoma villosum b) koriokarsinoma non villosum c) koriokarsinoma klinis

Mola hidatidosa komplet 2,9Yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Dala, hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete Mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut Mola parsialis atau Partial mole. Menurut Vassilakos, Complete Mole dan Partial Mole merupakan kesatuan yang berbeda, antara keduanya ada perbedaan klinik, histopatologik, sitogenetik maupun prognostik.Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter.Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah: edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas, sedangkan gambaran sitogenetiknya pada umumnya berupa xx 46.Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.

Mola hidatidosa parsial2,9Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama tetapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm.Pada pemeriksaan histopatologik tampak di berberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berploriferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotip triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas. Bila ada mola yang disertai janin kejadiannya ada dua kemungkinan. Pertama kehamilan kembar, dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Kedua, hamil tunggal yang berupa mola parsialis.Mola parsialis memiliki kariotip triploid (69 xxx, 69 xxy, atau 69xyy) yang komposisinya terdiri dari satu set kromosom maternal dan dua set kromosom paternal

Perbedaan antara mola komplit dan mola parsialPerbedaanMola komplitMola parsialEmbrio atau jaringan fetus Tidak adaAdaGelembung villiDifusFokal Hiperplasia trofoblastikDifus Fokal KariotipePaternal 46XX (96%) atau 46XY (4%)Paternal dan maternal 69 XXY atau 69 XYYMalignant change5-10%Jarang

Faktor Resiko

Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 41.Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan

2.Keadaan sosioekonomi yang rendah

3.Paritas tinggI

4.Kekurangan protein

5.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.2Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi. insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga1,2,3Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih belum jelas hubungannya. 1

Patologi 1,2,4Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias :

1.Proliferasi dari trofoblast bersifat difus

2.Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus

3.Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.

Patogenesis 1,2Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini. Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG. 2

Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Diagnosis 1,2,41.Anamnesis 1,2,4

-terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa

-terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan

-pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia kehamilan seharusnya

-keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti

2. Gejala klinika. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)

Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa. c. Tidak adanya aktifitas janinWalaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.d. Eklamsia dan preeklamsiaPreeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.e. HiperemesisMual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola hidatidosa.Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Mola hidatidosa komplet

-Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet.

Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCGHipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial

Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion.Perdarahan pervaginamAdanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik 1,2,3,4Pada pemeriksaan fisik ditemukan:Inspeksi

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face)Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi

Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembekTidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janinAdanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janinTerdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,3,4Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis pemeriksaan -hCG, yaitu : -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10 mIU/ml-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif >100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola. Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. B. UltrasonografiPada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).

C. Uji sondeDengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.

D. AmniografiDengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

G. Kriteria Diagnostik Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda.Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet sebagai berikut: Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatanPembesaran uterus melebihi usia kehamilanTidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih.Gambaran USG yang khas : badai saljuKadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa kehamilanPreeklamsi dan eklamsi yang muncul sebelum minggu ke-24Hiperemesis gravidarum

Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar gelembung.

H. Komplikasi 1,2Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya negatif.DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.

Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu. Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulangPerdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.Infeksi sekunder

I. Penatalaksanaan 1,2,3,4,5,6Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.Pengeluaran jaringan mola

Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomiKuret hisap

Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasidan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

Histerektomi

Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.

Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulanPengukuran kadar serum B-hCG setiap minggu selama 3 minggu.Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjutJika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahunFollow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :4Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lainLakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lainReaksi biologis atau imunologis air seni,

1x seminggu sampai hasil negatif, 1x2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar.Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1

SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA (6)

Perbaiki keadaan umum

Usia 35 tahun ke atas, sudah memiliki anak minimal 3Pasien muda, ingin punya anak HISTEREKTOMIEvakuasi

Cerviks belum berdilatasiCerviks sudah dilatasi

Oxytosin drip

Pasang laminaria kemudian beri oxytosin drip

Kuretase

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease : Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843.Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri Patologi; 1983; 28-33.Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal : 70-72.Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins, Baltimore, 1996.