31
Case Report Session Septum Devasi Oleh : Cici Octari 0910312037 Putri Yuriandini Yulsam 0910313225 Preseptor : dr. Bestari Jaka Budiman, Sp. THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Case Septum Deviasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

Page 1: Case Septum Deviasi

Case Report Session

Septum Devasi

Oleh :

Cici Octari 0910312037

Putri Yuriandini Yulsam 0910313225

Preseptor :

dr. Bestari Jaka Budiman, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2014

Page 2: Case Septum Deviasi

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Septum Deviasi

Septum deviasi didefinisikan sebagai bentuk septum yang tidak lurus di tengah

sehingga membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau kedua rongga hidung yang

mengakibatkan penyempitan pada rongga hidung1.

1.2 Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:2

1. pangkal hidung (bridge),

2. batang hidung (dorsum nasi),

3. puncak hidung (hip),

4. ala nasi,

5. kolumela dan

6. lubang hidung (nares anterior).

Gambar 1.1. Anatomi Hidung Bagian Luar3

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: 2

1. tulang hidung (os nasalis),

2. prosesus frontalis os maksila dan

3. prosesus nasalis os frontal

Page 3: Case Septum Deviasi

Gambar 1.2. Anatomi Kerangka Hidung4

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak di bagian bawah hidung, yaitu: 2

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),

3. beberapa pasang kartilago alar minor dan

4. tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang

belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

nasofaring2.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares

anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise2.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista

nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago

septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela2.

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan

dinding lateral hidung licin, yang disebut agger nasi dan dibelakangnya terdapat konka-

konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung1.

Page 4: Case Septum Deviasi

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, lebih kecil lagi

ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema

disebut juga rudimenter2.

Gambar 1.3 Anatomi Dinding Lateral Rongga Hidung4

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior,

medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar

hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium)

duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral

rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus

semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit

melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior2.

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior

merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding

superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang

memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung2.

Page 5: Case Septum Deviasi

Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari a.karotis

interna2.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna,

di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media2.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid

anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach.

Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering

menjadi sumber epistaksis terutama pada anak2.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke

intrakranial2.

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus.

Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatina2.

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.Ganglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor

dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.Ganglion sfenopalatina terletak di

belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media2.

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor

penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung2.

Page 6: Case Septum Deviasi

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya

dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar epithalium) yang

mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet2.

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet2.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan

gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya

sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung2.

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan

menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan. Di bawah

epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar

mukosa dan jaringan limfoid2.

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler

dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid

vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada

bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan

mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan

demikian mukosa hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang

mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini

dipengaruhi oleh saraf otonom2.

Page 7: Case Septum Deviasi

1.3 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah:2

1. Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran

tekanan dan mekanisme imunologik local.

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus2.

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara

inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya2.

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius. Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan

adanya permukaan konka dan septum yang luas2.

Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh:2

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang besar

akan dikeluarkan dengan reflex bersin.

2. Fungsi penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir

atau bila menarik napas dengan kuat2.

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa

manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis

strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal

dari cuka dan asam jawa2.

3. Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan mencegah

hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

Page 8: Case Septum Deviasi

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia)2.

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan konsonan

nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun

untuk aliran udara2.

4. Fungsi statik dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala2.

5. Reflex nasal.

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi

kelenjar liur, lambung dan pankreas2.

1.4 Sistem Transpor Mukosilier

Sistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung

terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya yang terhirup bersama udara.

Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir.

Palut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa

submukosa2.

Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa, sedangkan pada bagian

permukaannya terdiri dari mukus yang lebih elastik dan lebih banyak mengandung

protein plasma seperti albumin, IgG, IgM, dan faktor komplemen. Sedangkan cairan

serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA

sekretorik (s-IgA)2.

Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus berfungsi untuk pertahanan lokal yang

bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan

dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi di

dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan antigen bakteri2.

Pada sinus maksila, sistem transpor mukosilier menggerakkan sekret sepanjang

dinding anterior, medial, posterior, dan lateral serta atap rongga sinus membentuk

gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setinggi ostium sekret

akan lebih kental tetapi drenasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan

Page 9: Case Septum Deviasi

berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan melewati mukosa

yang rusak tersebut. Tetapi, jika sekret lebih kental maka sekret akan terhenti pada

mukosa yang mengalami defek2.

Gerakan sistem transpor mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral.

Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, lalu ke atap, dinding lateral, dan bagian

inferior dari dinding anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiral

menuju ostiumnya terjadi pada sinus sfenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi

gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika

ostiumnya terdapat pada salah satu dindingnya2.

Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transpor mukosilier. Rute pertama

merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid anterior. Sekret ini

biasanya bergabung di dekat infundibulum etmoid yang selanjutnya akan berjalan

menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior

menuju nasofaring melewati bagian antero-inferior orifisium tuba eustachius. Transpor

aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring, selanjutnya

jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan2.

Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang

bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior

orifisium tuba eustachius2.

Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung dengan sekret

rute pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret pada septum akan berjalan

vertikal ke arah bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian

inferior tuba eustachius2.

1.5 Etiologi

Penyebab deviasi septum nasi yang tersering adalah trauma. Trauma yang terjadi

dapat berupa fraktur fasial, fraktur nasal, fraktur septum, atau akibat trauma saat lahir1,2.

Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi

terus tumbuh, sedangkan batas superior dan inferior telah menetap, sehingga terjadilah

deviasi pada septum nasi2.

1.6 Klasifikasi

Deviasi septum nasi dibagi Mladina atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak

deviasi, yaitu:1,5,6

1. Tipe I. Benjolan unilateral, tidak meluas sepanjang kavum nasi, tidak kontak dengan

dinding lateral hidung yang belum mengganggu aliran udara.

Page 10: Case Septum Deviasi

2. Tipe II. Deviasi vertikal anterior. Deviasi kontak dengan katup hidung,

menyebabkan gangguan fungsi.

3. Tipe III. Deviasi vertikal, posterior. Deviasi dekat kepala konka media / area

osteomeatal.

4. Tipe IV. Disebut juga tipe S dimana septum bagian posterior dan anterior berada

pada sisi yang berbeda. Tipe ini merupakan kombinasi dari tipe II dan III.

5. Tipe V. Tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih

normal.

6. Tipe VI. Tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga

menunjukkan rongga yang asimetri.

7. Tipe VII. Kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

Gambar 1.4 Klasifikasi Septum Nasi menurut Mladina1

Bentuk-bentuk dari deformitas septum nasi berdasarkan lokasinya yaitu:2

1. Deviasi

Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk “C” atau “S”.

2. Dislokasi

Bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksila dan masuk ke dalam

rongga hidung

3. Krista dan Spina

Page 11: Case Septum Deviasi

Penonjolan tulang atau tulang rawan septum yang bila memanjang dari depan ke

belakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina.

4. Sinekia

Bertemu dan melekatnya deviasi atau krista septum dengan konka dihadapannya.

Sinekia ini akan menambah beratnya obstruksi.

Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya keluhan yaitu7:

1. Ringan : deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian septum

yang menyentuh dinding lateral hidung.

2. Sedang : deviasi kurang dari setengah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian

septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

3. Berat : deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung

Jin RH dkk juga mengklasifikasikan deviasi septum menjadi 4, yaitu7:

1. Deviasi lokal termasuk spina, krista, dan dislokasi bagian kaudal.

2. Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir.

3. Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal.

4. Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar.

Gambar 1.5. Klasifikasi Deviasi Septum Menurut Jin RH dkk7

1.7 Gejala Klinis

Keluhan yang paling sering dikeluhkan pada pasien dengan deviasi septum nasi

adalah sumbatan hidung, baik unilateral maupun bilateral, hal ini dikarenakan pada sisi

deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang

hipertrofi sebagai akibat mekanisme kompensasi1,2.

Keluhan lainnya dapat berupa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu

penciuman dapat terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi

Page 12: Case Septum Deviasi

septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi

terjadinya sinusitis1,2.

1.8 Pemeriksaan Fisik Deviasi Septum Nasi

Deviasi septum nasi dapat terlihat dengan mudah pada pemeriksaan rinoskopi

anterior. Sebelum menggunakan spekulum, penting untuk melihat vestibulum terlebih

dahulu. Hal ini dikarenakan ujung spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal.

Pemeriksaan seksama juga dilakukan terhadap dinding lateral hidung untuk menentukan

besarnya konka. Piramid hidung, palatum, dan gigi juga diperiksa karena struktur-

struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan dengan deformitas septum.

Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum

bagian posterior atau untuk melihat robekan mukosa. Bila dicurigai terdapat komplikasi

sinus paranasal, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi sinus paranasal1.

1.9 Penatalaksanaan

Bila tidak ada gejala atau keluhan yang sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan

koreksi septum. Sedangkan pada pasien dengan keluhan yang nyat, terdapat 2 jenis

tindakan operatif yaitu reseksi submukosa dan septoplasti2.

1. Reseksi Submukosa

Pada operasi ini muko-perikondrium dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan

dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum

kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan mukoperiostium sisi kiri dan

kanan akan langsung bertemu di garis tengah2.

Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung

pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung oleh karena bagian atas tulang

rawan septum terlalu banyak diangkat2.

2. Septoplasti

Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang

berlebihan yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang

mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum

dan hidung pelana2.

Page 13: Case Septum Deviasi

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

No. MR : 872496

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Sungai Tutung Air Hangat Timur, Kerinci

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan berumur 39 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr. M Djamil

Padang pada tanggal 13 Agustus 2014 dengan :

Keluhan Utama :

Hidung tersumbat terutama pada hidung kanan, hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Hidung tersumbat terutama pada hidung kanan, hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu.

Nyeri kepala hilang timbul dirasakan pada seluruh kepala sejak 2 tahun yang lalu

Gangguan penciuman tidak ada

Riwayat keluar ingus kental tidak ada

Riwayat terasa ingus mengalir di tenggorok tidak ada

Riwayat terbangun tiba-tiba pada malam hari saat sedang tidur ada

Riwayat rasa berat di pipi tidak ada

Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada

Riwayat sakit gigi (+) pada rahang atas 5 tahun yang lalu, sekarang tidak ada

Riwayat bersin-bersin >5x/ bersin bila terkena debu dan dingin tidak ada

Pasien sudah berobat ke RS Kerinci 2 tahun ini dan diberikan obat semprot hidung,

keluhan berkurang namun masih dirasakan. Pasien tidak tahu nama obat yang

digunakan.

Page 14: Case Septum Deviasi

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kebiasaan.

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 14 Agustus 2014)

Status Generalis

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/ 70

Nadi : 90 x per menit

Napas : 18 x per menit

Suhu : 36,7 oc

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Wajah : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen : distensi (-), BU(+) normal

Ekstremitas : teraba hangat, refilling kapiler baik.

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Daun telinga Kel. Kongenital - -

Page 15: Case Septum Deviasi

Trauma - -

Radang - -

Kel. Metabolik - -

Nyeri tarik - -

Nyeri Tekan - -

Dinding liang

telinga

Cukup Lapang (N) + +

Sempit - -

Hiperemis - -

Edema - -

Massa - -

Sekret/Serumen Bau - -

Warna - -

Jumlah -

Jenis - -

Membran Timpani

Utuh Warna Sklerotik + Sklerotik +

Refleks cahaya - -

Bulging - -

Retraksi - -

Atrofi - -

Perforasi Jumlah perforasi - -

Jenis - -

Kuadran - -

Pinggir - -

Mastoid Tanda radang - -

Fistel - -

Sikatrik - -

Nyeri tekan - -

Nyeri ketok - -

Tes garputala

512 Hz

Rinne + +

Swabach Sama dengan Sama dengan

Page 16: Case Septum Deviasi

pemeriksa pemeriksa

Weber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan Normal

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Hidung luar Deformitas - -

Kelainan kongenital - -

Trauma - -

Radang - -

Massa - -

Sinus Paranasal

Inspeksi

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan - -

Nyeri ketok - -

Rinoskopi Anterior

Vestibulum Vibrise + +

Radang - -

Kavum nasi Cukup lapang (N) - +

Sempit + -

Lapang - -

Sekret Lokasi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

Bau Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema - -

Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Page 17: Case Septum Deviasi

Permukaan Licin Licin

Edema - -

Septum Cukup lurus/ deviasi Deviasi Cukup lurus

Permukaan Licin Licin

Warna Merah muda Merah muda

Spina - +

Krista + -

Abses - -

Peforasi - -

Massa Lokasi - -

Bentuk - -

Ukuran - -

Permukaan - -

Warna - -

Konsistensi - -

Mudah digoyang - -

Pengaruh

vasokonstriktor

- -

Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Koana Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit - -

Lapang - -

Mukosa Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Jaringan granulasi - -

Adenoid Ada/ tidak Tidak Tidak

Muara tuba

eustachius

Tertutup sekret - -

Massa Lokasi - -

Ukuran - -

Page 18: Case Septum Deviasi

Bentuk - -

Permukaan - -

Post nasal drip Ada/ tidak - -

Jenis - -

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Trismus -

Uvula Edema - -

Bifida - -

Palatum mole

arkus faring

Simetris/ tidak Simetris Simetris

Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Bercak/ eksudat - -

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Muara/kripti Tidak melebar Tidak melebar

Detritus - -

Eksudat - -

Perlengketan

dengan pilar

- -

Peritonsil Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Abses - -

Tumor Lokasi - -

Bentuk - -

Ukuran - -

Permukaan - -

Konsistensi - -

Gigi Karies/ radiks Tidak ada Tidak ada

Page 19: Case Septum Deviasi

Kesan Gigi geligi baik

Lidah Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normal Normal

Deviasi - -

Massa - -

Laringoskopi indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Epiglotis Bentuk Normal Normal

Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Pinggir rata/ tidak Rata Rata

Massa Tidak ada Tidak ada

Aritenoid Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Massa - -

Gerakan Simetris Simetris

Ventrikular band Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Massa - -

Plika vokalis Warna Putih Putih

Gerakan Simetris Simetris

Pinggir medial Rata Rata

Massa - -

Subglotis/ trakea Massa - -

Sekret ada / tidak - -

Sinus piriformis Massa - -

Sekret - -

Valekulae Massa - -

Sekret (jenisnya) - -

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.

Page 20: Case Septum Deviasi

Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.

Resume

Anamnesis:

Seorang pasien perempuan berumur 39 tahun dirawat di bangsal THT RSUP Dr. M Djamil

Padang pada tanggal 13 Agustus 2014 dengan keluhan utama hidung tersumbat terutama

pada hidung kanan, hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri kepala hilang timbul

dirasakan pada seluruh kepala sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat terbangun tiba-tiba pada

malam hari saat sedang tidur ada. Gangguan penciuman, riwayat keluar ingus kental riwayat

terasa ingus mengalir di tenggorok, riwayat rasa berat di pipi, riwayat keluar darah dari

hidung, riwayat bersin-bersin >5x/ bersin bila terkena debu dan dingin tidak ada. Riwayat

sakit gigi (+) pada rahang atas 5 tahun yang lalu, namun sekarang tidak ada. Pasien sudah

berobat ke RS Kerinci 2 tahun ini dan diberikan obat semprot hidung, keluhan berkurang

namun masih dirasakan. Pasien tidak tahu nama obat yang digunakan.

Pemeriksaan fisik:

Hidung:

- Rinoskopi anterior: Kavum nasi sempit/ cukup lapang, sekret -/-, konka inferior

eutrofi/ eutrofi, konka media eutrofi/ eutrofi, septum deviasi ke kanan, krista +/-,

spina -/+

- Rinoskopi posterior: post nasal drip (-)

Assessment:

- Septum deviasi

Terapi : septoplasti

Prognosis

- Quo ad Vitam: dubia at bonam

- Quo ad Sanam: dubia at bonam

- Qua ad Fungsionam : dubia at bonam

Page 21: Case Septum Deviasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi Septum Nasi.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012

2. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke Enam.

2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Page 22: Case Septum Deviasi

3. Hani N. Bagian-bagian Hidung (Indera Pencium). 2013. Diunduh dari

http://hanysundara88.blogspot.com/2013/09/hidungindera-pencium-anatomi-

hidung.html pada tanggal 14 Agustus 2014.

4. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1 Edisi 22 hlm. 086, 088.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Budiman BJ, Azami S. Rinosinusitis Kronis dengan Variasi Anatomi Kavum Nasi.

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas Padang. 2012

6. Janardhan RJ. Classification of Nasal Septal Deviations-Relation to Sinonasal

Pathology. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery 2005; 57

(3): 199-201

7. Jin RH, Lee YJ. New description method and calssification system for septal

deviation. J Rhinol 2007; 14(1): 27-31