Upload
rangga-ferdyennizar
View
222
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hepatoma
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma
hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut
kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler mengalami
sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nefrotik. Pedoman diagnostik yang
paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui
sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat.1,2
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus
penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi
virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik
daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.3
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini mempunyai
hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak
terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu
sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium
lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang
paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di
perut kanan atas dan mata tampak kuning.3
Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC,
10% CC, dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir, terjadi
perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan
pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya
perbaikan pada kualitas hidup pasien.1
I.2 Rumusan masalah
1
Pada rumusan masalah ini penyusun ingin menjelaskan tentang definisi
hepatoma, faktor penyebab, gejala klinis, cara menegakkan diagnosa, komplikasi
dan penatalaksanaan.
I.3 Tujuan
Tujuan referat ini adalah:
a. Untuk mengetahui secara rinci tentang hepatoma
b. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan penanganan
c. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan
I.4 Manfaat
Semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca untuk lebih
mengetahui tentang definisi, etiologi, faktor penyebab, gejala klinis, komplikasi,
penanganan dan prognosis dari hepatoma.
BAB II
2
ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR
2.1 Anatomi
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2% berat
tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Hati menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas hati sejajar dengan ruang
intercostalis V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga
VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah
transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat
mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta, dan duktus
koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung
empedu.1,4
Pasokan darah ke hati sangat kaya, 20-25% dari cairan darah ke hati berasal
dari arteri hepatika, 75-80% dari vena porta. Pada hati normal, ratio oksigen arteri
hepatik dan vena porta adalah 50% : 50%, bila terjadi sirosis berubah menjadi
75% : 25%. Pasokan darah hepar sebagian besar dari arteri hepatik, hanya darah
untuk bagian tepi berasal dari vena porta.1
Gambar 1. Hepar tampak anterior
3
2.2 Fisiologi1,5
1. Pembentukan dan eksresi empedu (metabolisme garam empedu dan pigmen
empedu). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak serta
vitamin larut lemak dalam usus, bilirubin (pigmen empedu utama) merupakan
hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua, proses konjugasi
berlangsung dalam hati dan di eksresi ke dalam empedu.
2. Metabolisme karbohidrat (glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis) dan
metabolisme protein, serta sintesis protein. Hati berperan penting dalam
mengatur kadar glukosa darah normal menyediakan energi untuk tubuh.
Karbohidrat disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Protein serum yang
disintesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta. Faktor
pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin
(II), dan faktor V, VII, IX, dan X, sedangkan vitamin K merupakan kofaktor
yang penting dalam sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
3. Pembentukan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolisme lemak,
ketogenesis, sintesis kolesterol, dan penimbunan lemak. Urea dibentuk
semata-mata dalam hati dari amoniak (NH3) yang kemudian dieksresi dalam
feses, NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus
terhadap asam amino. Hidolisis trigliserida, kolestrol, fosfolipid, dan
4
lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol, hati
memegang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar disekresi
dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat.
4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A, D, E, dan K
disimpan dalam hati juga vitamin B12, tembaga dan besi.
5. Metabolisme steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron
glukokortikoid, ekstrogen, progesteron, dan testosteron.
6. Detoksifikasi. Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya
(obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh
ginjal.
7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir
kembali dari vena cava (gagal jantung kanan), kerja fagositik sel kuffer
membuang bakteri dan debris dari darah.
5
BAB III
HEPATOMA
3.1 Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari
hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari
tipe-tipe sel yang berbeda. Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk
sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer
(lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker
hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma.6
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit
dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh
adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini
berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti
pada metastase jauh.1
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang
difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya
yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat
mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal
sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa
pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20
bulan.1
3.2 Epidemiologi
HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker
tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah
kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian (rasio antara mortalitas
dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas.
6
Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan
HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus); menengah (tiga
hingga sepuluh kasus); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000
penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta
di Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara; Amerika Tengah;
Australia dan Selandia Baru.1
Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkembang seperti
Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui
sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di negara maju dengan
tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah, prevalensi infeksi HCV
berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC.1,6
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah
dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih muda
daripada umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC rendah. Hal
ini dapat dijelaskan antara lain karena di wilayah angka kekerapan tinggi, infeksi
HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC, banyak ditularkan pada masa
perinatal atau masa kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga
dasawarsa. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua-
empat kali lipat) daripada kasus HCC perempuan. Di wilayah dengan angka
kekerapan HCC tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan
berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih
rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki lebih banyak
terpajan oleh faktor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol.1
3.3 Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor
dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi, serta peran serta dari
onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etilogi hepatoma belum jelas,
menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum
merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.1,6,7,8
7
1. Virus Hepatitis
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke
dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik HBV berinteraksi
dengan gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati.
HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati
akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat
transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
2. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen
utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA
maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah
kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor
tumor p53.
3. Pencemaran Air Minum
Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum
dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti
kecamatan Qidong dan Haimen di Provinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi,
Shunde di Guangdong dan lain-lain, menunjukkan peminum air saluran
perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi
dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam,
8
mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air
saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen
utama.
3.4 Faktor Resiko5,6
1. Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH
didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama
hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel
hati.
2. Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
3. Diabetes Mellitus (DM)
DM merupakan faktor risiko, baik untuk penyakit hati kronik maupun
untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor
promotif potensial untuk kanker.
4. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, namun
peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol
bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan
risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan
faktor risiko HCC (namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan) antara lain:
9
penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati
metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi antotripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinil klorida, nitrosamin,
insektisida organoklorin, asam tanik) dan tembakau.
3.5 Patogenesis
Mekanisme karsinogenesis hepatoma sepenuhnya belum diketahui, apapun
agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui
peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan
regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini
dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi
oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama
dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta
induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol
dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antytripsin alfa
1, mungkin menjalankan perannanya terutama melalui jalur ini (cedera kronik,
regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor
tumor p53 dan ini menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada
tingkat molekuleer pada proses terjadinya hepatoma.1,8
Hilangnya heterozigositas (LOH =lost of heterozygositas) juga dihubungkan
dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH adalah satu salinan dari bagian
tertentu suatu genom. Pada manusia LOH dapat terjadi di banyak bagian
kromosom. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada
lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC lokasi integrasi HBV DNA di dalam
kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan
sebagai agen mutagenik insersional non-selektif. Integrasi sering menyebabkan
terjadinya perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi
terbalik, penghapusan dan rekombinasi. Semua perubahan ini dapat berakibat
hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen selular penting lain. Dengan
analisi Southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan
didalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen
10
X dari HBV, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator
transkripsional dari berbagai gen selular yang berhubungan dengan kontrol
pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBX mungkin terlibat pada
hepatokarsinogenesis HBV. 6,7
Gambar 3. Patofisiologi Hepatoma
3.6 Manifestasi Klinis
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.
Lebih dari 75% tidak memberikan gejala - gejala khas. Ada penderita yang sudah
ada kanker yang besar sampai beberapa centimeter pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun
ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites
(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak
hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan
dari dubur, dan lain-lain.5
a. Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
11
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan
gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama
dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang
dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di
daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg
positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi
hepatoma primer.7
b. Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:7
(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering
datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di
abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul (dullache) atau
menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa area hati terbebat
kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah
regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau
timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas
atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali
dibawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior lobus
kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan;
hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus
atau massa di bawah arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan
gangguan fungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak
karena terasa begah.
(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.
12
(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak
disertai menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena
sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu
hingga timbul ikterus obstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan
perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu
belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga
manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua
hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium
akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ
lain.
3.7 Diagnosa
Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya
dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95% dan pendekatan
laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%.1
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 6,7
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun
Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria dan atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
13
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati
yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan
diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan
modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif,
bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan
berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertimbangkan laparotomi eksploratif.1,6
SISTEM STAGING7
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-
kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi
dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga
mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan
umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan
untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC
adalah:
• Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
• Okuda Staging System
• Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
• Chinese University Prognostic Index (CUPI)
• Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
Tabel 1. Sistem yang Dipakai Untuk Staging HCC
14
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah
menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.1,7
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat
dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-
II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
15
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau
di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma
metastatik.
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer1,6,7
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di
separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIa : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di
separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di
kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
IIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di
separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di
kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor
di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau
Child B.
IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama
vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal
atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child
C.
16
3.8 Diagnosa Banding
1. Hemangioma
Hemangioma merupakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya
subkapsular pada konveksitas lobus hepatis dextra dan kadang-kadang
berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik
soliter dengan batas licin tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan
kapsul berkalsifikasi.1,2,11
Gambar 4. Gambar Hemangioma
17
2. Abses Hati
Sangat sukar dibedakan antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat
besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan
(anekoik) dengan adanya berca-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya.
Tepinya tegas, iregular yang makin lama makin bertambah tebal.5,11
Gambar 5. Abses Hepar
3. Tumor Metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasis
setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer.
Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah
daripada jaringan hati normal.4,11
Gambar 6. Metastasis pada hati dari kanker paru-paru
18
3.9 Penatalaksanaan
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh
sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar
terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan
angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.7,9
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi
gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin
baik hasil terapi terhadap tumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun
survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi
efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi
pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat
mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma memiliki
kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai kondisi setiap
pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar semaksimal mungkin
membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal mungkin
mempertahankan fisik, memperpanjang survival. Terapi berulang. Terapi satu kali
terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi
ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi
perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi
ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.1,7
A. Terapi Operasi7,10
1. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai
fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun
untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat
memicu timbulnya gagal hati yang harapan hidupnya menurun. Parameter
yang dapat digunakan adalah skor child plug dan derajat hipertensi portal
atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek yang
bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan hidup 5
tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya
19
metastatis ekstrahepatik, kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium
lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien
menjalani operasi.
2. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim
hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering
disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan.
Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang
harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang
kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih dari 5 cm
3. Terapi operatif nonreseksi
Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain
tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif
nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau
kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta
saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang
mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi
dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor
saat operasi.
B. Terapi Lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan
injeksi obat intratumor. Yang pertama meliputi ablasi radiofrekuensi,
koagulasi gelombang mikro, laser, pembekuan, ultrasound energi tinggi
terfokus, yang kedua yang tersering ditemukan adalah injeksi alkohol absolut
intratumor. Terapi lokal umumnya dilakukan melalui pungsi perkutan, perlu
panduan pencitraan, yang sering adalah dengan USG, dapat juga dengan CT
atau laparoskopi.1
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)1,7
Ini adalah metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif
dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi
20
radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif
panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali
RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga
dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA
perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit
komplikasi, mudah diulangi dll, sehingga mendapat perhatian luas untuk
terapi hepatoma.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan1,7,9
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati
perkutan, kedalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan
pengaruh dari luas penyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis
toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap
hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak
sesuai direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik.
3. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan1,7
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan
cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan
lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor
sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi
diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi;
pasca reseksi hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila
volume tumor lebih dari 70% parenkim hati, fungsi hati terganggu berat,
kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua itu merupakan
kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.
4. Radioterapi1
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis
hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya
digunakan bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik,
kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan
21
untuk kasus stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat
mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan
fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan
seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti
internal terhadap hepatoma.
Berikut bagan alur penatalaksanaan hepatoma (HCC):2
Gambar 7. Alur Penatalaksanaan HCC
22
3.10 Komplikasi
1. Asites dan edema10
Untuk mengurangi edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan
garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitar dua gram
per hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.
Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan
menghilangkan edema dan asites pada sebagian besar pasien. Bila pemakaian
diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen
untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan
keluhan nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena
keterbatasan gerakan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah
lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk
asites refrakter adalah TIPS (Transjugular intravenous portosystemic
shunting) atau transplantasi hati.8
2. Perdarahan varises9,10
Bila varises telah timbul di bagian distal esofagus atau proksimal lambung,
pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya varises.
Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan setiap
kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan
untuk pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang
dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang
dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan
vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun
prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises. Propanolol atau nadolol,
merupakan obat penyekat reseptor beta non-selektif. Efektif menurunkan
tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk mencegah perdarahan pertama
maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.
3. Ensefalopati hepatik5,9
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan
kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai
diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek
laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua
23
sampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral
seperti neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati
hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1)
singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor
pencetus dan 3) segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung
lama, seperti: klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, antibiotika
(neomisin, metronidazol atau vankomisin), asam amino rantai cabang,
bromokriptin, preparat zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap
ada, atau timbul berulang kali dengan pengobatan empiris, dapat
dipertimbangkan transplantasi hati.
3.11 Prognosa
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 3-4
bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran
cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis
terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan
kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi dan lain-lain. Data 1465
kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di
Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS
Kanker Univ. Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun
37,6% untuk hepatoma <5cm survival 57,3%. Tidak sedikit kasus pasca reseksi
bertahan hidup lama. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh :
1. Stadium tumor pada saat diagnosis
2. Status kesehatan pasien
3. Fungsi sintesis hati
4. Manfaat terapi
Sistem BCLC dianggap yang paling memenuhi kriteria diatas sehingga sering
dianggap memiliki nilai prognostik yang akurat bahkan lebih akurat dibanding
sistem TNM-AJCC.
BAB IV
24
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor
risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, Alkohol, dan NASH).
Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan
seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi dalam patogenesis
molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes melitus
adalah faktor risiko untuk HCC.
Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda
dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan
terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi, dan PEI). USG abdomen
secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveillance HCC, namun belum
jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik penyakit. Stadium tumor,
kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik mempengaruhi
prognosis.
Diagnosis dini merupakan masalah yang besar; umumnya penderita datang
terlambat sehingga alternatif pengobatan menjadi sangat sedikit dan kurang
bermanfaat.
4.2 Saran
Pencegahan terhadap kanker disini adalah suatu tindakan yang berupaya untuk
menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor resiko terjadinya kanker dan
memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker. Prinsip utama pencegahan
kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini mungkin.
Pencegahan hepatoma adalah dengan mencegah penularan virus hepatitis B
ataupun C. Vaksinasi merupakan pilihan yang bijaksana, tetapi saat ini baru
tersedia vaksinasi untuk virus hepatitis B.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Budihussidi, Unggul. 2010. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Lindseth, Glenda N. 2010. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.
Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyait Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC.
3. Bardiman, Syadra. Kumpulan Kuliah Hepatologi, Penyakit Pankreas, dan Kandung
Empedu. Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi Bagian Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
4. Guyton and Hall. 2007. Hati sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
5. Iljas, Mohammad. 2010. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik Edisi ke
2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses tanggal 20 Mei 2011. Di unduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/08_150 Hepatoma-Hepatorenal.html
7. Desen, Wan. 2010. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik Edisi ke 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
8. Jacobson R.D., 2011. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
9. Kanker Hati. Diakses tanggal 20 Mei 2011. Diunduh dari : http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html
10. Axelrod, David, MD,MBA. “Hepatocellular Carcinoma” diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 1 Mei 2013.
11. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,
Hemangioma, and Metastasis) wth CT. Diakses dari
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
26