30
CEDERA KEPALA DISUSUN OLEH: CHANDRA DWI ARIE P (P278203100 LULUK ANGGARANI (P27820310013) M. FUAD (P278203100 KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO

CEDERA KEPALA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

DISUSUN OLEH:

CHANDRA DWI ARIE P (P278203100

LULUK ANGGARANI (P27820310013)

M. FUAD (P278203100

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO

SURABAYA

2012

Page 2: CEDERA KEPALA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya

kelompok kami dapat menyelasikan tugas Keperawatan Medikal Bedah III “Asuhan

Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala” ini dengan tepat waktu. Makalah ini kami

susun sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.

Dalam makalah ini, tentu banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun guna kesempurnaan untuk tugas

makalah-makalah kami ke depannya.

Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih

Surabaya, 08 Maret 2012

Tim Penulis

Page 3: CEDERA KEPALA

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera kepala di

Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak

sebagai suatu diagnose medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harafiah

kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi respons Glasgow Scale (GCS)

sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cidera di kepala.

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau

tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak.

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi –

descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan

pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada

kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

2. Klasifikasi

Berdasarkan GCS, cedera kepala dapat dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu:

a. Cedera Kepala Ringan

GCS 13– 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit

Mengalami amnesia retrograde.

Tidak ada fraktur tengkorak

Tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang

GCS 9 –12

Kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam

Page 4: CEDERA KEPALA

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat

GCS lebih kecil atau sama dengan 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

3. Etiologi

a. Cidera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acceselarsi – descelerasi rotasi ) yang

menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cidera primer dapat terjadi :

Geger kepala ringan

Memar otak

Laserasi.

b. Cedera kepala sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi

yang timbul setelah trauma.

Timbul gejala seperti :

Hipotensi sistemik

Hiperkapnea

Hipokapnea

Udema otak

Komplikasi pernapasan

Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain.

c. Proses-proses fisiologi yang abnormal

Kejang-kejang

Gangguan saluran nafas

Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

o Edema fokal atau difusi

o Hematoma epidural

o Hematoma subdural

Page 5: CEDERA KEPALA

o Hematoma intraserebral

o Over hidrasi

Sepsis/septik syok

Anemia

Shock

Page 6: CEDERA KEPALA

4. Patofisiologi

Cidera kepala TIK - oedem

Respon Biologi Hematom

Hypoxemia

Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio

Kerusakan cel otak

Laserasi

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin

Sistemik & TD sekresi asam lambung

O2 ggan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah

Pulmonal

Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put

Cerebral

Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

Page 7: CEDERA KEPALA

Hubungan cedera kepala terhadap munculnya masalah keperawatan

5. Jenis Perdarahan Yang Sering Ditemukan dan Manifestasi Klinis

a. Epidural Heamatoma (EDH)

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat

pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat

diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat

berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling

sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala – gejalanya :

Penurunan tingkat kesadaran

Nyeri kepala

Muntah

Cedera kepala primer

Cedera kepala sekunder-hipotensi, infeksi general, syok,

hipertermi, hipotermi, hipoglikemi

Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK

Nyeri intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung

Kerusakan / Penekanan sel otak local / Difus

Komotio cerebri

Kontutio cerebri

Penurunan ADO2,

VO2, CO2,

Gangguan kesadaran /Udema cerebri

Gangguan seluruh kebutuhan dasar (oksigenasi, makan,

minum, kebersihan diri, rasa aman, gerak, aktivitas dll

Gangguan sel glia / gangguan polarisasi

Kejang

Resiko trauma

Page 8: CEDERA KEPALA

Hemiparese

Dilatasi pupil ipsilateral

Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )

Penurunan nadi

Peningkatan suhu

b. Subdural Hematoma (SDH)

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan

kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya

terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi

dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.

Gejala – gejalanya :

Nyeri kepala

Bingung

Mengantuk

Menarik diri

Berfikir lambat

Kejang

Udem pupil.

c. Intraserebral Hematoma (ICH)

Perdarahan intra serebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya

pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.

Gejala – gejalanya :

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Komplikasi pernapasan

Hemiplegi kontra lateral

Dilatasi pupil

Perubahan tanda – tanda vital

d. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan

permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Page 9: CEDERA KEPALA

Gejala – gejalanya :

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Hemiparese

Dilatasi pupil ipsilateral

Kaku kuduk

6. Penatalaksanaan

Konservatif

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Page 10: CEDERA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CEDERA KEPALA

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obvyektif pada gangguan system

persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri,

dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala

meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan

pengkajian psikososial.

a. Anamnesis

Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,

suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan

klien dengan penanggung jawab.

b. Riwayat Penyakit Saat Ini

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh

dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat meliputi:

Tingkat Kesadaran Menurun (GCS <15) dihubungkan dengan perubahan didalam

intrakranial

Konvulsi

Lemah dan muntah

Takipnea

Sakit Kepala

Wajah simetris atau tidak

Luka di kepala

Paralisis

Akumulasi secret pada saluran pernafasan

Adanya liquor dari hidung dan telinga

Kejang

Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi

Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma

Page 11: CEDERA KEPALA

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat Hipertensi, riwayat cedera

kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat

antokoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alcohol berlebihan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes

melitus

e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,

rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri)

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk

berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan

klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.

2. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan

fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dilakukan per system (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada

pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari

klien.

a. Keadaan Umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran

b. B1 (Breathing)

Perubahan sisitem pernafasan tergantung paa gradasi dari perubahan jaringan serebral

akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system

ini akan didapatkan :

Inspeksi

Klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu

nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan

Palpasi

Page 12: CEDERA KEPALA

Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila

melibatkan trauma pada rongga thoraks

Perkusi

Adanya suara redum sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thorax /

hematothorax

Auskultasi

Bunya nafas tambahan, seperti stridor dan ronkhi pada klien dengan penumpukan

secret.

c. B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan :

Renjatan (syok) hipovolemik

Tekanan darah normal atau berubah

Nadi bradikardi, takikardi, dan aritmia

Perangsangan pelepasan antidiuretic hormone (ADH) yang berdampak pada

kompensasi tubuh resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

d. B3 (Brain)

Tingkat Kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn kliencedera kepala biasanya berkisar pada

tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma

Pemeriksaan Fungsi Serebral

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Pemeriksaan Saraf Kranial

o Saraf I

Klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral

atau bilateral

o Saraf II

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia

o Saraf III, IV, VI

Page 13: CEDERA KEPALA

Dapat dijumpai anisokoria, herniasi tentorium, miosis. Perubahan pupil

(respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

o Saraf V dan VII

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma

o Saraf VIII

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh

o Saraf IX dan X

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu

sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

Sistem Motorik

o Inspeksi umum

Hemiplegia dan hemiparesis

o Tonus otot

Didapatkan menurun sampai hilang

o Kekuatan otot

Pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan otot didapatkan grade 0

o Keseimbangan dan koordinasi

Didapatkan megalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia

e. B4 (Bladder)

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,

ketidakmampuan menahan miksi.

f. B5 (Bowel)

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin

proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)

dan terganggunya proses eliminasi alvi.

g. B6 (Bone)

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi

yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi

spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena

Page 14: CEDERA KEPALA

rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal

selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)

Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak.

b. Angiografi serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat

edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah

Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan

tekanan intrakranial.

e. Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan

intrakranial.

4. Diagnosa Keperawatan

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,

hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia

jantung)

Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat

pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau

defisit neurologis).

Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.

Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,

Page 15: CEDERA KEPALA

imobilisasi.

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.

Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi

tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)

Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan

kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot

yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.

Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang

hasil/harapan.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang

pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,

hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia

jantung)

- Tujuan

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi

motorik/sensorik.

- Kriteria Hasil

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

No Intervensi Rasional

1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan

koma/penurunan perfusi jaringan otak dan

potensial peningkatan TIK

Penurunan tanda/gejala neurologis atau

kegagalan dalam pemulihannya setelah

serangan awal, menunjukkan perlunya

pasien dirawat di perawatan intensif.

2. Pantau /catat status neurologis secara teratur

dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK dan bermanfaat dalam

menentukan lokasi, perluasan dan

perkembangan kerusakan SSP.

Page 16: CEDERA KEPALA

3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan

antara kiri dan kanan, reaksi terhadap

cahaya.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial

okulomotor (III) berguna untuk menentukan

apakah batang otak masih baik. Ukuran/

kesamaan ditentukan oleh keseimbangan

antara persarafan simpatis dan parasimpatis.

Respon terhadap cahaya mencerminkan

fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial

optikus (II) dan okulomotor (III).

4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi

nafas, suhu.

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh

penurunan TD diastolik (nadi yang

membesar) merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK, jika diikuti oleh

penurunan kesadaran.

Hipovolemia/hipertensi dapat

mengakibatkan kerusakan/iskhemia

cerebral. Demam dapat mencerminkan

kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan metabolisme dan konsumsi

oksigen terjadi (terutama saat demam dan

menggigil) yang selanjutnya menyebabkan

peningkatan TIK.

5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan

membran mukosa.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan

total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi

jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat

mengakibatkan diabetes insipidus.

Gangguan ini dapat mengarahkan pada

masalah hipotermia atau pelebaran

pembuluh darah yang akhirnya akan

berpengaruh negatif terhadap tekanan

serebral.

6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan Memberikan efek ketenangan, menurunkan

Page 17: CEDERA KEPALA

kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan

istirahat untuk mempertahankan atau

menurunkan TIK.

7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi

batuk, muntah, mengejan

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala

sehingga akan mengurangi kongesti dan

oedema atau resiko

8. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi Pembatasan cairan diperlukan untuk

menurunkan edema serebral, meminimalkan

fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.

9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume

darah serebral yang meningkatkan TIK

10. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik,

steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,

antipiretik.

Diuretik digunakan pada fase akut untuk

menurunkan air dari sel otak, menurunkan

edema otak dan TIK.

Steroid menurunkan inflamasi, yang

selanjutnya menurunkan edema jaringan

Antikonvulsan untuk mengatasi dan

mencegah terjadinya aktifitas kejang.

Analgesik untuk menghilangkan nyeri .

Sedatif digunakan untuk mengendalikan

kegelisahan, agitasi.

Antipiretik menurunkan atau

mengendalikan demam yang mempunyai

pengaruh meningkatkan metabolisme

serebral atau peningkatan kebutuhan

terhadap oksigen

Diagnosa 2

Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat

pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Page 18: CEDERA KEPALA

- Tujuan

Mempertahankan pola pernapasan efektif.

- Kriteria Hasil

Bebas sianosis & GDA dalam batas normal

No. Intervensi Rasional

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman

pernapasan. Catat ketidakteraturan

pernapasan

Perubahan dapat menandakan awitan

komplikasi pulmonal atau menandakan

lokasi/luasnya keterlibatan otak.

Pernapasan lambat, periode apnea dapat

menandakan perlunya ventilasi mekanis.

2. Pantau dan catat kompetensi reflek

gag/menelan dan kemampuan pasien untuk

melindungi jalan napas sendiri.

Kemampuan memobilisasi atau

membersihkan sekresi penting untuk

pemeliharaan jalan napas. Kehilangan

refleks menelan atau batuk menandakan

perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.

3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya,

posisi miirng sesuai indikasi

Untuk memudahkan ekspansi

paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya

kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat

jalan napas

4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas

dalam yang efektif bila pasien sadar

Mencegah/menurunkan atelektasis

5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-

hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat

karakter, warna dan kekeruhan dari sekret

Penghisapan biasanya dibutuhkan jika

pasien koma atau dalam keadaan

imobilisasi dan tidak dapat membersihkan

jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada

trakhea yang lebih dalam harus dilakukan

dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut

dapat menyebabkan atau meningkatkan

hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi

yang pada akhirnya akan berpengaruh

Page 19: CEDERA KEPALA

cukup besar pada perfusi jaringan.

6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah

hipoventilasi dan adanya suara tambahan

yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing,

krekel

Untuk mengidentifikasi adanya masalah

paru seperti atelektasis, kongesti, atau

obstruksi jalan napas yang membahayakan

oksigenasi cerebral dan/atau menandakan

terjadinya infeksi paru.

7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri Menentukan kecukupan pernapasan,

keseimbangan asam basa dan kebutuhan

akan terapi.

8. Lakukan ronsen thoraks ulang. Melihat kembali keadaan ventilasi dan

tanda-tandakomplikasi yang berkembang

misal: atelektasi atau bronkopneumoni

9. Berikan oksigen Memaksimalkan oksigen pada darah arteri

dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin

diperlukan ventilasi mekanik.

10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi Walaupun merupakan kontraindikasi pada

pasien dengan peningkatan TIK fase akut

tetapi tindakan ini seringkali berguna pada

fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi

dan membersihkan jalan napas dan

menurunkan resiko atelektasis/komplikasi

paru lainnya.

Diagnosa 3

Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau

defisit neurologis).

- Tujuan

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

- Kriteria Hasil

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Page 20: CEDERA KEPALA

No. Intervensi Rasional

1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik,

pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Cara pertama untuk menghindari terjadinya

infeksi nosokomial.

2. Observasi daerah kulit yang mengalami

kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,

catat karakteristik dari drainase dan adanya

inflamasi.

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan tindakan

dengan segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat

adanya demam, menggigil, diaforesis dan

perubahan fungsi mental (penurunan

kesadaran).

Dapat mengindikasikan perkembangan

sepsis yang selanjutnya memerlukan

evaluasi atau tindakan dengan segera.

4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam,

latihan pengeluaran sekret paru secara terus

menerus. Observasi karakteristik sputum

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan

sekresi paru untuk menurunkan resiko

terjadinya pneumonia, atelektasis.

5. Berikan antibiotik sesuai indikasi Terapi profilatik dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma, kebocoran

CSS atau setelah dilakukan pembedahan

untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi

nosokomial.

6. Prioritas Perawatan

Memaksimalkan perfusi/fungsi otak

Mencegah komplikasi

Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.

Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan

rehabilitasi.

Page 21: CEDERA KEPALA

DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC

Hafid, Abdul. (1989). Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. Surabaya: PKB Ilmu Bedah

XI – Traumatologi

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC