42
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA LAPORAN KASUS Cedera Kepala dengan Lucid Interval Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc Disusun Oleh: Puteri Nashuha Shobirin 1810221017 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA TAHUN 2018/2019

Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

  • Upload
    hanhan

  • View
    246

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

LAPORAN KASUS

Cedera Kepala dengan Lucid Interval

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

Disusun Oleh:

Puteri Nashuha Shobirin

1810221017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

TAHUN 2018/2019

Page 2: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Puteri Nashuha Shobirin

1810221017

Telah Disetujui Oleh Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

Tanggal: Januari 2019

Page 3: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

3

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin :Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Ling. Manggis RT 002 RW 008 Bawen Ambarawa

Pekerjaan : Pembuat Tempe

Pendidikan : SMP

Status : Sudah menikah

No. RM : 150***

Masuk RS : 5 Januari 2019

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis serta catatan rekam medik pada

tanggal 5 Januari 2019 pukul 14.30 di bangsal Mawar dan tanggal 7 januari 2019 pukul 15.00 di

bangsal Mawar.

Keluhan utama : Penurunan Kesadaran (kecelakaan lalu lintas)

Riwayat Penyakit Sekarang :

Anamnesa pada tanggal 5 januari 2019:

1 jam sebelum masuk rumah sakit pasien sedang berjalan kaki di tepi jalan raya, kemudian pasien

diserempet motor dari arah samping kiri dan pasien terjatuh secara tengkurap dengan bagian tubuh

sebelah kanan yang pertama kali membentur jalan aspal. Pasien tidak berguling dan tidak jatuh

mengenai benda tajam. Setelah terserempet dan kepala terbentur aspal jalanan, pasien tetap dalam

keadaan sadar dan dapat mengingat dengan baik mengenai apapun, baik sebelum maupun setelah

kejadian. Pasien dapat menceritakan kronologi kejadian dengan baik.

Pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat yang tiba-tiba saja muncul. Nyeri kepala dirasakan seperti

ditekan benda berat dan kepala terasa cekot-cekot. Nyeri kepala semakin hebat jika pasien

Page 4: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

4

membuka mata dan saat perpindahan posisi, namun setelah masuk bangsal nyeri kepala sudah

berkurang.

Pingsan, kelemahan anggota gerak maupun kejang disangkal. Kesemutan dan baal juga disangkal.

Seluruh anggota gerak dapat digerakkan dengan baik, namun terasa sangat nyeri.

Selain itu pasien muntah sebanyak 2 kali dalam perjalanan ke rumah sakit dengan muntahan yang

langsung menyemprot tanpa didahului mual sebelumnya. Muntahan berisi air dan sedikit makanan.

Terdapat darah segar yang keluar dari telinga kanan pasien. Darah terus menerus keluar meskipun

sudah diberikan tampon yang dimasukkan ke telinga saat berada di IGD. Keluarnya darah dari

bagian lain disangkal.

Gigi pasien terlepas dan bibir pasien mengalami luka. Terdapat memar kebiruan pada daerah wajah

bagian kiri, namun tidak ada luka. Terdapat memar kebiran pada daerah sekitar telinga kiri, namun

tidak ada luka.

Sesak napas dan nyeri dada disangkal. BAK dan BAB secara normal tanpa ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Riwayat epilepsy : disangkal

• Riwayat kejang : disangkal

• Riwayat stroke : disangkal

• Riwayat alergi : disangkal

• Riwayat penyakit paru : disangkal

• Riwayat penyakit ginjal : disangkal

• Riwayat penyakit jantung : disangkal

• Riwayat diabetes mellitus : disangkal

• Riwayat trauma : disangkal

• Riwayat operasi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

• Riwayat kejang : disangkal

• Riwayat stroke : disangkal

• Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Page 5: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

5

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :

Pasien seorang pembuat tempe yang sehari-harinya berkerja dirumah untuk membuat tempe, lalu

tempe dikumpulkan ke distributor tempe didekat rumah pasien. Dalam kesehariannya pasien

beraktivitas tinggi dengan selalu berjalanan kaki. Selama ini pasien tidak mengeluh apapun

mengenai kondisi kesehatannya dan pasien dalam kondisi sehat menurut keluarga. Pasien datang

dengan status pasien umum kelas I dan kesan ekonomi cukup. Pasien tinggal dengan anak ke-5

serta suaminya dan 1 orang cucunya. Pasien dan keluarga cukup dekat satu sama lain.

Anamnesis Sistem :

1. Sistem Cerebrospinal :

Nyeri kepala (+), muntah menyemprot tiba-tiba (+), pingsan (-), kelemahan anggota gerak

(-), perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), kejang

(-), penurunan kesadaran (-)

2. Sistem Kardiovaskuler :

Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)

3. Sistem Respirasi :

Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)

4. Sistem Gastrointestinal :

Mual (-), muntah (+), BAB (+)

5. Sistem Muskuloskeletal :

Kelemahan anggota gerak (-)

6. Sistem Integumen :

Terdapat memar pada dahi kiri, memar dan bengkak pada daerah sekitar telinga kanan dan

kiri, dan terdapat darah keluar dari telinga kanan

7. Sistem Urogenital :

BAK (+)

RESUME ANAMNESIS

Pasien perempuan berusia 70 tahun, 1 jam sebelum masuk rumah sakit terserempet sepeda motor

dan terjatuh ke arah kanan . Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dalam keadaan sadar dengan

nyeri kepala dan muntah yang langsung menyemprot. Nyeri kepala dirasakan seperti ditekan benda

Page 6: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

6

berat dan kepala terasa cekot-cekot. Nyeri kepala semakin hebat jika pasien membuka mata dan

saat perpindahan posisi. Selain itu pasien muntah sebanyak 2 kali dalam perjalanan ke rumah sakit

dengan muntahan yang langsung menyemprot tanpa didahului mual sebelumnya. Muntahan berisi

air dan sedikit makanan. Terdapat darah segar yang keluar dari telinga kanan pasien. Darah terus

menerus keluar meskipun sudah diberikan tampon yang dimasukkan ke telinga saat berada di IGD.

Gigi pasien terlepas dan bibir pasien mengalami luka. Terdapat memar kebiruan pada daerah wajah

bagian kiri, namun tidak ada luka. Terdapat memar kebiruan pada daerah sekitar telinga kiri,

namun tidak ada luka.

DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : Cephalgia dan muntah proyektil post kecelakaan lalu lintas

Diagnosis Topis : Intra cranial

Diagnosis Etiologi : Cedera kepala ringan

DISKUSI I

Dari anamnesa didapatkan seorang pasien perempuan berusia 70 tahun, 1 jam sebelum masuk

rumah sakit terserempet sepeda motor dan terjatuh ke arah kanan. Pasien datang ke IGD RSUD

Ambarawa dalam keadaan sadar dengan nyeri kepala dan muntah yang langsung menyemprot.

Nyeri kepala dan muntah proyektil yang dialami pasien merupakan tanda adanya peningkatan

tekanan intra kranial akibat terkumpulnya volume perdarahan pada rongga intra kranial. Rongga

intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur

sebagai berikut: cairan serebrospinal (± 75 ml), dan darah (± 75 ml), otak (1400 g). Peningkatan

volume dari salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan tekanan yang meningkat

pada rongga intra kranial, jika tidak ada penekanan pada unsur lainnya. Doktrin Monro–Kellie

menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap. Perubahan

salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan

perubahan tekanan intra kranial. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain

cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan

aliran darah otak.

Perdarahan yang terjadi di dalam rongga intra kranial pada pasien ini diakibatkan oleh cedera

kepala yang dialami pasien pada saat kecelakaan baik secara coup maupun countercoup. Cedera

Page 7: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

7

kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung ataupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik

temporer maupun permanen (Perdossi, 2006). Cedera kepala dapat menyebabkan cedera pada kulit

kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak, oleh karenanya dinamakan juga cedera kranioserebral

yang masuk dalam lingkup neurotraumatologi yang menitikberatkan cedera terhadap jaringan

otak, selaput otak, dan pembuluh darah otak. Sampai saat ini belum ada definisi yang dapat

mencakup seluruh rumusan cedera kepala, tetapi menurut strubb, ada 2 pandangan pokok yang

penting, yaitu:

1. Adanya cedera yang disebabkan karena benturan pada kepala atau akselerasi-deselerasi

yang tiba-tiba dari otak di dalam rongga tengkorak

2. Adanya gangguan fungsi saraf yang terjadi. Gangguan fungsi saraf ini secara klinis dapat

berwujud berbagai macam bentuk, namun biasanya penurunan kesadaran merupakan

gambaran utama.

Terdapat darah segar yang keluar dari telinga kanan pasien. Darah terus menerus keluar meskipun

sudah diberikan tampon yang dimasukkan ke telinga saat berada di IGD. Perdarahan yang terjadi

kemungkinan akibat fraktur temporal kanan yang terjadi. Fraktur temporal terjadi pada 30% - 70%

dari semua kasus cedera kepala. Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang

skuamosa, timpani, styloid, mastoid, dan petrosus. Dari hasil CT Scan pasien mengalami fraktur

pars mastoidea os temporal kanan. Pada trauma tulang temporal sangat rawan terjadi kerusakan

organ-organ intratemporal. Tulang temporal menutupi organ-organ penting seperti saraf fasialis,

saraf vestibulokoklearis, koklea dan labirin, tulang-tulang pendengaran, membran timpani, kanalis

akustikus eksternus, sendi temporomandibular, dan vena jugularis serta arteri karotis. Komplikasi

fraktur tulang temporal antara lain penurunan pendengaran, kelumpuhan saraf wajah maupun

otogenik, dan kebocoran cairan serebrospinal.

Selain itu, gigi pasien terlepas dan bibir pasien mengalami luka. Terdapat memar kebiruan pada

daerah wajah bagian kiri, namun tidak ada luka.

Pada tanggal 7 januari 2019 pasien mengalami penurunan kesadaran dan menjadi gelisah. Pasien

tidak dapat diajak komunikasi dengan baik. Penurunan kesadaran dapat dinilai melalui Glow Coma

Scale yang telah dipakai secara umum untuk mengetahui tingkat kesadaran. Jika pasien dalam

keadaan sadar penuh maka nilainya adalah 15, pada pasien ini didapatkan nilai 8 yang artinya

pasien dalam keadaan somnolen dan mengalami cedera kepala berat.

Page 8: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

8

Hal ini kemungkinan sedang terjadi on bleeding process atau akibat edema otak yang secara

berangsur-angsur meningkat sehingga keadaan umum pasien menurun. Edema otak yang terjadi

umumnya mencapai edema maksimum dalam waktu 36 hingga 48 jam setelah terjadi cedera

kepala. Hal tersebut tentu saja meningkatkan tekanan intra kranial sehingga terjadi kompensasi

lebih jauh berupa penurunan volume darah di dalam otak. Ketika volume darah diturunkan sampai

40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah.

Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan

iskemia. Hipoksia jaringan otak dan iskemia yang terjadi mungkin merupakan penyebab dari

penurunan kesadaran pada pasien.

Kompensasi tahap akhir dari peningkatan tekanan intra kranial dan paling berbahaya adalah

pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum

ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari

kompresi batang otak yang terjadi.

Atas instruksi dari dokter Takdir, keluarga pasien menyutujui untuk memindahkan pasien ke ICU.

Pada keadaan seperti ini ICU dibutuhkan sebagai terapi non farmakologis untuk menjaga keadaan

umum pasien tidak menurun dan mengawasi pasien secara ketat.

Peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera kepala bisa menyebabkan peningkatan metabolisme

yang dapat memperburuk kondisi pasien, meningkatkan lama hari rawat dan menambah resiko

kematian sehingga menjaga suhu ruangan tetap dingin seperti pada ruangan ICU sangat

dibutuhkan oleh pasien. Tiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1 derajat celsius meningkatkan laju

metabolisme basal sebesar 13%.

Landasan Teori

Langkah-langkah sistematis manajemen pasien cedera kepala, antara lain:

1. Mengetahui mekanisme cedera kepala

2. Memastikan beratnya cedera

Memastikan beratnya cedera kepala dapat menggunakan pemeriksaan kesadaran Glascow

Coma Scale (GCS) untuk menilai secara kuantitatif kelainan neorologis dan dipakai secara

umum dalam deskripsi beratnya penderita cedara kepala. Cedera kepala adalah trauma

Page 9: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

9

mekanik terhadap kepala secara langsung. Berikut merupakan klasifikasi cedera kepala

berdasarkan GCS:

Cedera kepala ringan: GCS: 14-15

Cedera kepala sedang: GCS: 9-13

Cedera kepala berat: GCS: ≤ 8

3. Mencari morfologi cedera

Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:

1) Fraktur kranium:

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis

atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya

merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-

tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan

pemeriksaan lebih rinci.

2) Perdarahan epidural:

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regio

temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media. Manifestasi

klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid)

beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan

neurologist unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang secara

progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi

transcentorial.

3) Perdarahan subdural:

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus duramater atau robeknya

araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan SDH ada yang akut dan kronik.

Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH

makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan

kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila

darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural.

4) Perdarahan subarachnoid:

Terjadi pada ruang subarachnoid (pia meter dan araknoid). Biasanya kondisi ini

disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga

Page 10: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

10

sering terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena.

Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala didaerah suboksipital secara tiba-tiba,

pusing, mual, muntah, demam, reflek patologi (+), ganguan kesadaran dan kaku kuduk.

Pemeriksaan CT scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh karena

itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk mengecek perdarahan subarachnoid.

5) Perdarahan intraserebral dan kontusio:

Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena yang ada di

bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal merupakan daerah yang paling

sering terkena namun selain itu dapat pula terjadi di lobus parietalis maupun pada

serebellum. Kontusio intraserebral yang dapat terjadi karena trauma melalui

jejas coupatau Jika kepala bergerak saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi

disisi yang jauh dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga lesi

adalah darah, jejas terseebut disebut perdarahan. Gejala klinis pada perdarahan

Intraserebral yaitu: adanya penurunan kesadaran, defisit neurologis, tanda-tanda

peningkatan TIK, hemiplegi (gangguan fungsi motoric/sensorik pada satu sisi tubuh),

papilledema (pembengkakan mata).

Cedera Kepala

Definisi

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada

kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai

500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di

rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera

kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).

Page 11: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

11

Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48 %-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28%

lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya dise babkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan

rekreasi.

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di

Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR,

15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat

CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.

Klasifikasi

a) Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.

- Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,

atau pukulan benda tumpul.

- Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul.

Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera

tembus atau cedera tumpul.

b) Berdasarkan beratnya

Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.

- Ringan (GCS 13-15)

- Sedang (GCS 9-12)

- Berat (GCS 3-8)

c) Lesi intrakranial

1. Fokal

a. Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.Umumnya terjadi pada

regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea

media.Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala

(interval lucid) beberapa jam.Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif

disertai kelainan neurologist unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi

Page 12: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

12

yang secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala

herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan

berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran,

nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Ciri perdarahan

epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.

b. Subdural

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan sinus venosus dura mater atau robeknya

araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea. SDH ada yang

akutdan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepalayang makin berat dan muntah

proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak mengganggu ARAS, dan

terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupalesi hiperdens

berbentuk bulan sabit. Biladarah lisis menjadi cairan, disebut higroma(hidroma)

subdural.

Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian yaitu:

o Perdarahan subdural akut

Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan,

respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya

perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering

dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.

o Perdarahan subdural subakut

Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera

dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral

yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

o Perdarahan subdural kronis

Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang

subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler

dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa

minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan

reaksi pupil dan motorik.

Page 13: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

13

c. Perdarahan Subarachnoid

Terjadi pada ruang subarachnoid (piameter dan arachnoid). Etiologi yang paling sering

menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di

dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Kondisi ini juga dapat

disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga

sering terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena.

Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya

kesadaran, fotofobia, meningismus, mual, dan muntah. Pemeriksaan CT scan untuk

kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT

angiografi untuk mengecek perdarahan subarachnoid.

Komplikasi yang paling sering pada perdarahan subarachnoid adalah vasospasme dan

perdarahan ulang. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit

neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan

dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko perdarahan

ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati

dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol,

esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100

mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah

sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme,

tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 1200-220 mmHg.

Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah

hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.

d. Difussa axonal injury

Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan

deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio

cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun

terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini

sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling

ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia.

Page 14: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

14

Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali cedera komosio yang lebih

berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia retrograde dan amnesia

antegrad.

e. Komosio serebri

Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma

kapitis tanpa menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak. Benturan pada kepala

menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian

disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah canalis spinalis dengan

demikian batang otak teregang dan menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible

terhadap sistem ARAS. Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih

menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma

tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga energi linier pada kolumna vertebralis

diteruskan ke atas sehingga juga meregangkan batang otak. Akibat daripada proses

patologi di atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit)

bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga

terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di medula oblongata terangsang. Gejala:

pening/nyeri kepala, tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit, amnesia retrograde:

hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama sebelum kejadian kecelakaan

(beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan

pusat-pusat di korteks lobus temporalis. Post trumatic amnesia (anterograde amnesia):

lupa peristiwa beberapa saat sesudah trauma. Derajat keparahan trauma yang

dialaminya mempunyai korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia,

post traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan disebabkan oleh

lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan menetap maka lesi bisa

meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke korteks

singulate untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah garis

tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal. Amnesia retrograde dan

anterograde terjadi secara bersamaan pada sebagian besar pasien (pada kontusio serebri

76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada

amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih dibandingkan dengan

amnesia anterograde. Gejala tambahan: bradikardi dan tekanan darah naik sebentar,

Page 15: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

15

muntah-muntah, mual, vertigo (vertigo dirasakan berat bila disertai komosio labirin).

Bila terjadi keterlibatan komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat

ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis) adalah nyeri

kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara, iritability, kesukaran

konsentrasi pikiran, dan gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau beberapa

minggu; bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori), lamban, sering

capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan mengenai daerah temporal nampak

gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik: 1). X foto

tengkorak 2). LP, jernih, tidak ada kelainan 3). EEG normal Terapi untuk komosio

serebri yaitu: istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi bertahap. Setiap

penderita komosio serebri harus dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam.

Awasi kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk mengantisipasi adanya

lusid interval hematoma.

f. Komosio klasik

Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau

hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan

lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita

dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu defisit neurologis itu misalnya

kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala

ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

g. Cedera aksonal difusa

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah keadaan dimana pendeerita

mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama ddan tidak diakibatkan oleh

suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang

dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala

dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat,

itupun bila bertahan hidup. Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi otonom

seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera aksonal

difus dan cedeera otak kerena hipoksiia secara klinis tidak mudah, dan memang dua

keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.

Page 16: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

16

Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai berikut:

Minimal (Simple head injury) Tidak ada penurunan kesadaran

Tidak ada amnesia post trauma

Tidak ada defisit neurologi

GCS = 15

Ringan (Mild head injury) Kehilangan kesadaran <10 menit

Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio

atau hematom

Amnesia post trauma < 1 jam.

GCS = 13-15

Sedang (Moderate head injury) Kehilangan kesadaran antara >10 menit

sampai 6 jam

Terdapat lesi operatif intrakranial atau

abnormal CT Scan

Dapat disertai fraktur tengkorak

Amnesia post trauma 1 – 24 jam

GCS = 9-12

Berat (Severe head injury) Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam

Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema

serebral

abnormal CT Scan

Amnesia post trauma > 7 hari

GCS = 3-8

Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit neurologis dan

abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera

kepala berat (Perdossi, 2006). Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di gawat

darurat.

Page 17: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

17

Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera

sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda

paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses

akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi

peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang

tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat

benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. 1) Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala

bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara

tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak

bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).

Gambar 1. Coup dan contercoup7

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi

akibat berbagai proses patologis yang timbul

sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak

primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,

peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi.

Lebih lanjut keadaa Trauma kepala menimbulkan

edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran,

muntah proyektil, papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera

kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial.

1. Perdarahan serebral

Cedera kepala dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah otak yang menimbulkan

perdarahan serebral. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma seperti pada

epidural hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara lapisan periosteum tengkorak

dengan duramater akibat pecahnya pembuluh darah yang paling sering adalah arteri media

meningial. Subdural hematoma adalah berkumpulnya darah di ruang antara duramater

Page 18: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

18

dengan subarahnoid. Sementara intracereberal hematoma adalah berkumpulnya darah pada

jaringan serebral. Perdarahan serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat

diabsorpsi, akan tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit diabsorpsi dan

menyebabkan gangguan perfusi jaringan otak.

2. Edema Serebri

Edema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan cairan dalam ruang

intraseluler, ekstraseluler atau keduanya. Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah

trauma kepala. Edema serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan

peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang kemudian dapat

berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Ada 3 tipe edema serebral, yaitu: edema

vasogenik, sitogenik dan interstisial. Edema vasogenik merupakan edema serebral yang

terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat

dengan mudah keluar ke ekstravaskuler. Edema sitogenik yaitu adanya peningkatan cairan

yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa

sodium-potasium, natrium-kalium yang biasanya terjadi bersamaan dengan episode

hipoksia dan anoksia. Sedangkan edema interstitial terjadi saat cairan banyak terdapat pada

periventrikular yang terjadi akibat peningkatan tekanan yang besar sehingga tekanan cairan

yang ada jaringan ependimal akan masuk ke periventrikuler white matter.

3. Peningkatan tekanan intrakranial

Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau rongga

tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh

darah, cairan cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisi volume yang relatif

konstan. Jika terjadi peningkatan salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka secara

fisiologis akan terjadi proses kompensasi agar volume otak tetap konstan. Pasien dengan

cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan

terjadi penambahan volume otak yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan

menimbulkan desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan

herniasi serebral merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena dapat menekan

organ-organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur kesadaran, pengaturan

pernapasan maupun kardiovaskuler.

Page 19: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

19

Penatalaksanaan cedera kepala sesuai dengan tingkat keparahannya, berupa cedera kepala

ringan, sedang, atau berat. Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah

sakit. Indikasi rawat antara lain:

1. Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan

10. CT scan abnormal

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala antara lain: cedera otak sekunder akibat

hipoksia dan hipotensi, edema serebral, peningkatan tekanan intra kranial, herniasi jaringan otak,

infeksi, hidrosefalus

Page 20: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

20

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Somnolen / GCS: E3V2M3

Tanda vital

Tekanan darah: 150/75 mmHg

Nadi : 57 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 35.5 oC

Kepala : Normocephal, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3 mm/3

mm, RC +/+, refleks kornea +/+, raccoon eye sign (-), fraktur maksilofacial (-),

bloody otore dextra, hematoma frontalis sinistra, battles sign dextra sinistra,

epistaksis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), vulnus ekskoriatum (-)

Thoraks : Normochest, simetris, pulmo VBS +/+ normal, rhonki -/-, wheezing -/-, cor S1-

S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, nyeri tekan 9 regio (-), hepatomegali (-),

spleenomegali (-)

Urogenital : Nyeri ketok CVA -/-

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-).

Status Neurologis

Sikap tubuh : Lurus dan simetris

Gerakan abnormal : Tidak ada

Kaku kuduk : Negatif

Page 21: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

21

Nervus kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I Olfaktorius Daya penghidu N N

N. II Optikus Daya penglihatan N N

Penglihatan warna N N

Lapang pandang N N

N. III Okulomotorius Ptosis – –

Gerakan mata ke medial N N

Gerakan mata ke atas N N

Gerakan mata ke bawah N N

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langsung N N

N. IV Trokhlearis Gerakan mata ke lateral

bawah

N N

Menggigit N

Membuka mulut N

N. V Trigeminus Sensibilitas muka N N

Refleks kornea N N

Trismus – –

N. VI Abdusens Gerakan mata ke lateral N N

Strabismus konvergen – –

N. VII Fasialis Kedipan mata N N

Sudut mulut N N

Mengerutkan dahi N N

Menutup mata N N

Meringis Simetris

Menggembungkan pipi N N

Daya kecap lidah 2/3 depan N N

N. VIII Vestibulo-

kokhlearis

Mendengar suara berbisik N N

Mendengar detik arloji N N

Tes Rinne Tidak dilakukan

(keterbatasan alat) Tes Schwabach

Tes Weber

N. IX

Glossofaringeus

Arkus faring Simetris

Daya kecap lidah 1/3

belakang

N N

Refleks muntah N

Sengau –

Tersedak –

N. X Vagus Denyut nadi 57 x/menit, reguler, kuat

angkat

Arkus faring Simetris

Bersuara N

Menelan N

Page 22: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

22

N. XI Aksessorius Memalingkan kepala N N

Sikap bahu N N

Mengangkat bahu N N

Trofi otot bahu – –

N. XII Hipoglossus Sikap lidah N

Artikulasi N

Tremor lidah –

Menjulurkan lidah N

Trofi otot lidah – –

Fasikulasi lidah –

Lampiran foto pasien:

Foto 1. Telinga kanan pasien yang masih mengeluarkan darah 5/01/2019

Foto 2. Memar pada dahi dan sekitar mata kiri pasien 5/01/2019

Page 23: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

23

Foto 3. Memar dan bengkak pada daerah sekitar telinga kiri 5/01/2019

Foto 4. Rontgen cranial 5/01/2019

Page 24: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

24

Foto 5. CT scan kepala non kontras 6/01/2019

Page 25: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

25

Kesan Rontgen Cranium:

- Suspek fraktur pada os parietal kanan

- Tak tampak kesuraman sinus

Kesan Head Ct scan Non kontras:

- Fraktur linier pars mastoidea os temporal kanan dan os occipital kanan

- Subdural hematoma tipis frontotemporal kanan

- Subarachnoid hemoragik

- Cortical hemoragik contusion lobus frontal kanan kiri, temporal kanan dan oksipital

kanan

- Gambaran brain swelling

- Tampak tanda peningkatan tekanan intra kranial

- Perdarahan di dalam mastoid air cell kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 5 Januari 2019

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin 12.8 g/dl 11.7 – 15.5

Leukosit 11.8 ribu 3.6 – 11.0

Eritrosit 4.13 3.8 – 5.2

Hematokrit 36.3 % 35 – 47

Trombosit 211 150 – 400

Kimia Klinik

Ureum 26.4 mg/dl 10 – 50

Kreatinin 0.66 mg/dl 0.45 – 0.75

Page 26: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

26

DISKUSI II

Berdasarkan dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran pasien dimana GCS pada

pasien adalah E3V2M3 sehingga pasien dalam keadaan somnolen. Penurunan kesadaran ini dapat

diakibatkan oleh peningkatan tekanan intracranial pada pasien yang melebihi kemampuan ruang

intra kranial untuk kompensasi sehingga terjadi hipoksia atau iskemik otak secara keseluruhan dan

bermanifestasi sebagai penurunan kesadaran. Lucid interval yang terjadi pada pasien, yaitu

kesadaran pasien mula-mula baik pada tanggal 5 Januari 2019 lalu seiring dengan bertambahnya

volume darah intrakranial maka pada tanggal 7 Januari 2019 kesadaran pasien menurun. Hal ini

terjadi karena pasien sudah berusia lanjut yaitu 70 tahun dimana umumnya sudah terjadi atrofi

serebri, sehingga diperlukan volume darah yang lebih banyak untuk dapat meningkatkan tekanan

intracranial yang menyebabkan hipoksia atau iskemia cerebri secara keseluruhan. Selain itu,

edema cerebri maksimal juga terjadi dalam waktu 36-48 jam dari terjadinya cedera kepala

sehingga akan semakin meningkatkan tekanan intra kranial pada pasien dengan manifestasi berupa

penurunan kesadaran pada hari kedua pasca cedera kepala. Selain itu, pada pemeriksaan kita juga

mendapatkan adanya perdarahan aktif dari telinga kanan dan battle sign pada kedua retroauricular.

Hal tersebut mengindikasikan adanya kerusakan pada tulang temporal sehingga terjadi hemoragik

yang bermanifestasi sebagai perdarahan aktif dari telinga dan hematoma pada daerah tersebut.

Pada pemeriksaan CT Scan dapat kita lihat memang benar terjadi peningkatan tekanan intra kranial

dan terdapat hemoragik pada subarachnoid. Selain itu terjadi brain swelling yang mengakibatkan

volume otak bertambah sehingga lebih meningkatkan tekanan intra kranial.

Pada pemeriksaan foto rontgen cranium pasien tak tampak fraktur os calvaria. Kemudian

dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Menurut Irwan, (2009) terdapat beberapa indikasi lain

dilakukannya pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:

• Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.

• Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.

• Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii

• Adanya deficit neurologi seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran

• Sakit kepala hebat

• Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

• Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral

Page 27: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

27

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Nyeri kepala, Muntah Proyektil

Diagnosis Topik : Intrakranial

Diagnosis Etiologik : Cedera kepala berat

PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa

• Bed rest

• ICU

Medikamentosa

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Citicolin 2 x 500 mg

• Inj. Ketorolac 2 x 30 mg

• Inj. Ranitidin 2 x 1

• Inj. Mecobalamin 1x1

• Inj. Manitol 4 x 125 mg (tap off)

• Inj. Metil prednisolone 4 x 125 mg (tetap)

• PO. Flunarizine 2 x 5 mg

• PO Ceftriaxone 2x500mg

PROGNOSIS

Death : dubia ad bonam

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad bonam

Discomfort : dubia ad malam

Dissatisfaction : dubia ad bonam

Distitution : dubia ad bonam

Page 28: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

28

DISKUSI III

Penatalaksanaan:

1. Citicolin

Citicolin yang berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan

sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui

potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk

meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi

memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan

darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik

yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline.

Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

2. Ranitidin

Diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain.

Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin

pada reseptor H2 di lambung dan mengurangi sekresi asam lambung.

3. Mecobalamin

Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang berperan sebagai

koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosistein. Reaksi ini berguna dalam

pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Mekobalamin berperan pada neuron

susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-

adenosilmehione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat glutamateinduced

neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan termasuk juga dapat

dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status

epileptikus.

4. Ketorolak

Ketorolak yang merupakan analgetik jangka pendek untuk nyeri akut sedang sampai berat.

Ketorolak adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang

bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi.

Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau demam. Ketorolac memperlihatkan

efektivitas sebanding morfin, masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya lebih

ringan. Karena ketorolac sangat selektif menghambat COX-1, maka obat ini hanya

Page 29: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

29

dianjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak lambung dan iritasi

lambung besar sekali.

5. Metil Prednisolon

Metil prednisolone merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang memiliki

efek glukokortikoid. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap

poses inflamasi. Karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi

penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag

dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon menghambat fagositosis, pelepasan

enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi.

Meskipun mekanisme yang pastinya belum diketahui, kemungkinan efek tersebut

ditimbulkan melaluui blokade faktor penghambat makrofag, menurunkan dilatasi

permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium

kapiler serta hambatan terhadap sintesis asam arakhidonat-derivat mediator inflamasi

(prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien). Lameson mengandung 6α-

methylprednisolone, obat ini untuk indikasi seperti Kondisi alergi dan inflamasi, penyakit

reumatik yang memberi respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit kulit dan saluran

napas, penyakit endokrin, penyakit autoimun, gangguan hematologik, sindroma nefrotik.

6. Manitol

Manitol merupakan 6-karbon alkohol, yang tergolong sebagai obat diuretic osmotik. Istilah

diuretik osmotik terdiri dari dua kata yaitu diuretik dan osmotik. Diuretik ialah obat yang

dapat menambah kecepatan pembentukan urine dengan adanya natriuresis (peningkatan

pengeluaran natrium) dan diuresis (peningkatan pengeluaran H2O). Diuretik Osmotik

(manitol) adalah diuretik yang mempunyai efek meningkatkan produksi urin, dengan cara

mencegah tubulus mereabsorbsi air dan meningkatkan tekanan osmotic di filtrasi

glomerulus dan tubulus. Manitol merupakan diuretik osmotik yang spesifik karena tidak

diabsorpsi dalam traktus gastrointestinal. Manitol sangat sedikit dimetabolisme oleh tubuh,

lebih kurang 7% dimetabolisme di hati dan hanya 7% diabsorpsi. Sebagian besar manitol

(>90%) dikeluarkan oleh ginjal dalam bentuk utuh pada urin. Manitol diekresikan melalui

filtrasi glomerulus dalam waktu 30 – 60 menit setelah pemberian. Diuretic osmotic

absobsinya buruk bila diberikan peroral, sehingga obat ini harus diberikan secara parenteral

(intravena) dalam jumlah besar.

Page 30: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

30

7. Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh bakteri

dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone secara relatif mempunyai

waktu paruh yang panjang dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium.

Ceftriaxone secara cepat terdifusi kedalam cairan jaringan, diekskresikan dalam bentuk

aktif yang tidak berubah oleh ginjal (60%) dan hati (40%). Setelah pemakaian 1 g,

konsentrasi aktif secara cepat terdapat dalam urin dan empedu dan hal ini berlangsung

lama, kira-kira 12-24 jam. Rata-rata waktu paruh eliminasi plasma adlah 8 jam. Waktu

paruh pada bayi dan anak-anak adalah 6,5 dan 12,5 jam pada pasien dengan umur lebih

dari 70 tahun. Jika fungsi ginjal terganggu, eliminasi biliari terhadap Ceftriaxone

meningkat.

Indikasi cefriaxone adalah sepsis, meningitis, infeksi abdominal, infeksi tulang,

persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka, pencegah infeksi prabedah, infeksi dengan

pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh, infeksi ginjal dan saluran kemih, infeksi

saluran pernafasan, infeksi kelamin.

8. Flunarizine

Flunarizine merupakan salah satu antagonis kalsium terbaru dengan efek

antimigrain. Flunarizine adalah penghambat selektif masuknya kalsium dengan cara ikatan

calmodulin dan aktivitas hambatan histamin H1. Flunarizine dapat mencegah terjadinya kerusakan

sel akibat overload kalsium dengan menghalangi secara selektif masuknya kalsium ke dalam

jaringan sel. Flunarizine juga terbukti dapat menghambat kontraksi otot polos pembuluh

darah, melindungi kekakuan sel-sel darah merah serta mampu melindungi sel-sel otak dari efek

hipoksia (kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh perbedaan

ketinggian).

Page 31: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

31

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala

a) Pasien Dalam Keadaan Sadar (GCS : 15)

- Simple Head Injury (SHI)

Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak

ada defisit neurologik, dan tidak ada muntah. Tindakan hanya perawatan luka.

Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang

dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai

kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit

dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit. Penderita

mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat

diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera

kranioserebral ringan (CKR).

b) Pasien Dengan Kesadaran Menurun

- Cedera kranioserebral ringan (GCS : 13-15)

Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah, tanpa

disertai defisit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto

kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien

disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai

kemungkinan hematoma intracranial misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala,

muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor,

refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.

Pasien cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:

• Orientasi (waktu dan tempat) baik

• Tidak ada gejala fokal neurologik

• Tidak ada muntah atau sakit kepala

• Tidak ada fraktur tulang kepala

• Tempat tinggal dalam kota

• Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai ada

perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS

Page 32: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

32

- Cedera kranioserebral sedang (GCS : 9-12)

Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.

Urutan tindakan:

a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan

sirkulasi (Circulation)

b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil tanda fokal serebral, dan cedera organ

lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan

fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fi ksasi tulang ekstremitas

bersangkutan.

c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya.

d. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial.

e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defi sit fokal serebral lainnya

- Cedera kranioserebral berat (GCS : 3-8)

Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur

servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan,

dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan

cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU. Di

samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera

kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni

akibat gangguan kardiopulmoner.

Tindakan Di Unit Gawat Darurat & Ruang Rawat :

Resusitasi dengan tindakan A=Airway, B=Breathing dan C=Circulation

- Jalan napas (Airway)

Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi

kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan

sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring.

Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi

muntahan.

Page 33: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

33

- Pernapasan (Breathing)

Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan

sentral disebabkan oleh depresi per-napasan yang ditandai dengan pola pernapasan

Cheyne Stokes, hiperventilasi neuroge- nik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer

disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.

Tata laksana:

• Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten

• Cari dan atasi faktor penyebab

• jika perlu pakai ventilator

- Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90

mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian

dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa

hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai

tamponade jantung/pneumotoraks, atau syok septik.

Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi

jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl

0,9%.

Pemeriksaan fisik

Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola dan

frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan cedera

ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari pertama.

Bila terdapat perburukan salah satu komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi.

Pemeriksaan radiologi

Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal, Collar yang telah terpasang

tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas indikasi. CT scan otak

Page 34: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

34

dikerjakan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematoma

intrakranial.

Pemeriksaan laboratorium

a) Hb, leukosit, diferensiasi sel

Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu

indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk

pada CT scan otak abnormal, sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan

kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit dan nilai GCS 13-

15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri

tidak kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu

acuan prediktor yang sederhana.

b) Ureum dan kreatinin

Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat hyperosmolar yang

pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak

boleh diberikan.

c) Analisis gas darah

Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun. PCO2 Tinggi dan PO2

rendah akan memberikan luaran yang kurang baik. pO2 dijaga tetap > 90mm Hg, SaO2 >

95%, dan PCO2 30-35 mmHg.

d) Elektrolit (Na, K, dan Cl)

Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

e) Albumin serum (hari 1)

Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL) mempunyai risiko

kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar albumin normal.

f) Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen

g) Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis. Risiko late hematomas

perlu diantisipai. Diagnosis kelainan hematologis ditegakkan bila trombosit <40.000/mm,

kadar ffibrinogen <40mg/mL, PT >16 detik, dan aPTT >50 detik.

Page 35: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

35

h) Manajemen tekanan intracranial (TIK) meninggi

Peninggian tekanan intrakranial terjadi akibat edema serebri dan/atau hematoma

intrakranial. Bila ada fasilitas, sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK normal adalah 0-15

mm Hg. Di atas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan cara:

- Posisi tidur: Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada pada satu

bidang.

- Terapi diuretik:

• Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan dosis 0,5-1 g/kgBB, diberikan dalam 30

menit. Untuk mencegah rebound, pemberian diulang setelah 6 jam dengan dosis

0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit. Pemantauan: osmolalitas tidak melebihi 310

mOsm.

• Loop diuretic (furosemid)

Pemberiannya bersama manitol, karena mempunyai efek sinergis

dan memperpanjang efek osmotik serum manitol. Dosis: 40 mg/hari IV.

i) Nutrisi

Pada cedera kranioserebral berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5 kali normal dan

akan mengakibatkan katabolisme protein. Pada pasien dengan kesadaran menurun, pipa

nasogastrik dipasang setelah terdengar bising usus. Mula-mula isi perut dihisap keluar

untuk mencegah regurgitasi sekaligus untuk melihat apakah ada perdarahan lambung.

Bila pemberian nutrisi peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas untuk mengurangi

risiko flebitis.

j) Neurorestorasi/rehabilitasi

Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan ekstremitas digerakkan

pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik. Kondisi kognitif dan fungsi

kortikal luhur lain perlu diperiksa. Saat Skala Koma Glasgow sudah mencapai 15,

dilakukan tes orientasi amnesia Galveston (GOAT). Bila GOAT sudah mencapai nilai 75,

dilakukan pemeriksaan penapisan untuk menilai kognitif dan domain fungsi luhur lainnya

dengan Mini-Mental State Examination (MMSE); akan diketahui domain yang terganggu

dan dilanjutkan dengan konsultasi ke klinik memori bagian neurologi.

Page 36: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

36

Prognosis

Setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera berat.

Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4

memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien

dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom

pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,

ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada

banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih dengan gejala depresi.

Kelainan dan komplikasi trauma kapitis

1. Tekanan Intrakranial (TIK) Meninggi

Pada trauma kapitis tekanan intrakranial dapat meninggi pada perdarahan selaput otak

(hematoma epidural, hematoma subdural, dan hematoma subaraknoidal), perdarahan di

dalam jaringan otak (kontusio serebri berat, laserasio serebri, hematoma serebri besar, dan

perdarahan ventrikel), dan kelainan pada parenkim otak (edema serebri berat). Tekanan

pada vena jugularis menaikkan TIK yang berlangsung sementara saja. Demikian pula

batuk, bersin, mengejan yang mengakibatkan tekanan di dalam sistem vena meningkat.

Pada hipoksia terjadi dilatasi arteriol yang meningkatkan volume darah di otak dengan

akibat TIK meningkat pula.

Pada Trauma kapitis yang dapat meningkatkan TIK adalah hematoma yang besar (lebih

dari 50cc), edema yang berat, kongesti yang berat dan perdarahan subarakhnoidal yang

mengganggu aliran cairan otak di dalam ruangan subarakhnoidea. Bila TIK meninggi,

mula-mula absorbsi cairan otak meningkat kemudian bagianbagian sinus venosus di dalam

dura meter tertekan. Bila massa desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya

kompensasi maka TIK akan meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-arahnoidea melebar.

Bila autoregulasi baik aliran darah akan dipertahankan pada taraf normal, akibatnya

volume darah otak bertambah. Bila TIK meninggi terus dengan cepat, aliran darah akan

menurun dan TIK akan tetap rendah meskipun tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat

lambat seperti pada neoplasma jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi banyak

karena selain penyerapan otak yang meningkat, otak akan mengempes dan mengalami

Page 37: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

37

artrofi ditempat yang tertekan yang dapat menetralisir volume massa desak ruang yang

bertambah.

2. Komplikasi Infeksi pada Trauma Kapitis

Kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada trauma kapitis meningkat bila durameter

robek terutama sekali bila terjadi di daerah basal yang letaknya berdekatan dengan sinus-

sinus tulang dan nasofaring. Keadaan ini juga bisa terjadi bila ada fraktur basis kranii.

3. Lesi Akibat Trauma Kapitis pada Tingkat Sel

Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron dengan dendrit

dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim maupun sel-sel yang membentuk

dinding pembuluh darah. Bila badan sel neuron rusak, maka seluruh dendrit dan aksonnya

juga akan rusak. Kerusakan dapat mengenai percabangan dendrit dan sinapsis-sinapsinya,

dapat pula mengenai aksonnya saja. Dengan kerusakan ini hubungan antar neuron pun akan

terputus. Lesi sekunder juga dapat mengakibatkan kerusakankerusakan demikian.

4. Epilepsi Pasca Trauma Kapitis

Pada sebagian penderita trauma kapitis dapat terjadi serangan kejang. Serangan ini dapat

timbul dini pada minggu-minggu pertama sesudah trauma, mungkin pula timbul kasip

berbulan-bulan sesudahnya. Epilepsi kasip cenderung terjadi pada pasien yang mengalami

serangan kejang dini, fraktur impresi dan hematoma akut. Epilepsi juga lebih sering terjadi

pada trauma yang menembus durameter. Lesi di daerah sekitar sulkus sentralis cenderung

menimbulkan epilepsi fokal.

Page 38: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

38

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

05/01/2019

Pasien post KLL

1 jam SMRS,

kepala terbentur,

mual (-), muntah

langsung

menyemprot

(+), nyeri kepala

(+), penurunan

kesadaran (-),

pingsan (-).

Keluar darah

dari telinga

kanan.

GCS E4M6V5

TD: 154/103

mmHg

FN: 83x/menit

RR: 24x/menit

T : 36,2 C

KM : 5/5 5/5

Bloody otore (+/-)

CKS

Hp1

• IVFD RL 20 tpm

• Inj. Piracetam

2×3 gram

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

Pro: Ct scan kepala

tanpa kontras

06/01/2019

Mual (-), muntah

(+), nyeri kepala

(+), penurunan

kesadaran (-).

Keluar darah

dari telinga

kanan.

Terdapat memar

pada dahi bagian

kiri.

Terdapat memar

dan bengkak

GCS E4M6V5

TD: 134/85 mmHg

FN: 87x/menit

RR: 22x/menit

T : 36,5 C

KM : 5/5 5/5

• Bloody otore (+/-)

• Battle sign (+/+)

• Hematoma

frontalis sinistra

(+)

CKS

Hp 2 • IVFD RL 20 tpm

• Inj. Piracetam

2×3 gram

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

Page 39: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

39

sekitar telinga

kiri.

• Hematoma

retroauricular

sinisitra (+)

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

07/01/2019 Mual (-), muntah

(+), penurunan

kesadaran (+).

Keluar darah

dari telinga

kanan.

Terdapat memar

pada dahi bagian

kiri.

Terdapat memar

dan bengkak

sekitar telinga

kiri.

GCS E3M3V2

TD: 120/60 mmHg

FN: 65x/menit

RR: 18x/menit

T : 37,4 C

KM : SDN

• Bloody otore (+/-)

• Battle sign (+/+)

• Hematoma

frontalis sinistra

(+)

• Hematoma

retroauricular

sinisitra (+)

CKB

(SAH)

HP 3

• IVFD Asering

20 tpm

• Inj. Ondansentron

3x1 k/p

• Inj. Teranol

2x30 mg

• Inj. Brainact

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj.mecobalamin

1x1

• Inj. Lameson

2 x 125mg

• PO Unalium

2x5 mg

• PO Ciprofloxacin

2x500 mg

Pro: ICU

08/01/2019 Penurunan

kesadaran (+).

Mual (-), muntah

(-)

GCS E3M3V2

TD: 150/75 mmHg

FN: 57x/menit

RR: 18x/menit

T : 35,5 C

KM : SDN

CKB

(SAH)

HP 4

• Sudah di ICU

• IVFD Asering

20 tpm

• Inj. Manitol 4x125

mg tap off

• Inj. Teranol

2x30 mg

Page 40: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

40

• Bloody otore (+/-)

• Battle sign (+/+)

• Hematoma

frontalis sinistra

(+)

Hematoma

retroauricular

sinisitra (+)

• Inj. Brainact

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj.mecobalamin

1x1

• Inj. Lameson

4 x 125mg

• PO Unalium

2x5 mg

• PO Ciprofloxacin

2x500 mg

09/01/2019 Penurunan

kesadaran (+).

Mual (-), muntah

(-).

Nyeri kepala (+)

GCS E4M4V4

TD: 132/78 mmHg

FN: 66x/menit

RR: 20x/menit

T : 36,3 C

KM : SDN

• Bloody otore (+/-)

• Battle sign (+/+)

• Hematoma

frontalis sinistra

(+)

Hematoma

retroauricular

sinisitra (+)

CKB

(SAH)

Hp 5

• Jika stastioner

pindah ke ruangan

• IVFD Asering

20 tpm

• Inj. Manitol 4x125

mg tap off

• Inj. Teranol

2x30 mg

• Inj. Brainact

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj.mecobalamin

1x1

• Inj. Lameson

4 x 125mg

• PO Unalium

2x5 mg

Page 41: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

41

• PO Ciprofloxacin

2x500 mg

10/01/2019 Kondisi

kesadaran pasien

membaik.

Pasien sudah

dapat

berkomunikasi.

Namun kadang

pasien gelisah.

Mual (-), muntah

(-).

Nyeri kepala (+).

GCS E4M6V4

TD: 125/78 mmHg

FN: 56x/menit

RR: 20x/menit

T : 37,1 C

KM : 5/5 5/5

• Bloody otore (+/-)

• Battle sign (+/+)

• Hematoma

frontalis sinistra

(+)

Hematoma

retroauricular

sinisitra (+)

CKB

(SAH)

Hp 6

• Sudah pindah ke

ruangan biasa

• IVFD Asering

20 tpm

• Inj. Manitol 4x125

mg tap off

• Inj. Teranol

2x30 mg

• Inj. Brainact

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj.mecobalamin

1x1

• Inj. Lameson

4 x 125mg

• PO Unalium

2x5 mg

• PO Ciprofloxacin

2x500 mg

• PO Haloperidol

2x1,5 mg

Page 42: Cedera Kepala dengan Lucid Interval filekepaniteraan klinik ilmu kesehatan saraf fakultas kedokteran upn “veteran” jakarta rumah sakit umum daerah ambarawa tahun 2018/2019. 2 lembar

42

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D, Victor, M. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill Inc. Singapore. 2005.

American College of Surgeon Committee on Trauma, Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma

Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.

Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga

jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.

Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2000.

Faqih Ruhyanudin, Pemeriksaan Neurologis, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 2011.

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2011.

Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004.

Japardi Iskandar. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif, SumatraUtara, USU Press,

2004.

Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

PERDOSSI Cabang Pekanbaru, Simposium Trauma Kranioserebral, Pekanbaru, 3 November

2007.

Setyopranoto, I., Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid, Continuing Medical Education,.

2012;39.

Turner DA, Neurological Evaluation of a Patient with Head Trauma, dalam Neurosurgery

2ndedition, New York: McGraw Hill, 1996.

Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury. (herryyudha.com/2012/07/cidera-

kepala-diagnosa-dan.html)

Wahjoepramono, Eka., Cedera Kepala, Lippokarawaci, Universitas Pelita Harapan, 2005.