Upload
adijuniorlubis
View
8
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bab 2 tesis
Citation preview
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan erat dan
mendasari adanya penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya
adalah seperti yang terlihat dalam Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
1
Pengaruh Motivasi dan Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Septyaningsih Ekajadi
Regresi Linier Berganda
Motivasi dan Pengembangan Karir secara bersama berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
2
Pengaruh Analisis Jabatan Terhadap Loyalitas Aparatur Melalui Budaya Organisasi Pada Kantor Pemerintah Kab.Maluku Tenggara Barat
Johosua Laritmas
Structural Equation Modelling (SEM)
Loyalitas aparatur sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi
3
Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Achmad Ichsan Rafli
Regresi Linier Berganda
Terdapat pengaruh yang signifikan gaji, promosi, kondisi kerja, pengawasan dan pekerjaan terhadap kepuasan
Universitas Sumatera Utara
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
kerja karyawan
4 Pengaruh Kepemimpinan dan Pengembangan Karir Terhadap Kepuasan Kerja
Lahar,Huni Regresi Berganda
Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan pengembangan karir dengan kepuasan kerja
5 Analisis Pengembangan Karir Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Nise Septyawaty
Analisis Regresi Linier Sederhana
Pengembangan Karir berpengaruh terhadap kepuasan kerja
6 Pengaruh Motivasi, Lingkungan kerja, kompetensi, dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai.
Anak Agung Ngurah Bagus Dhermawan
Structural Equation Modelling(SEM)
Motivasi dan lingkunan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja sementara kompetensi dan kompensasi berpengaruh signifikan, motivasi dan kompentensi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai sementara lingkungan kerja,kompensasi dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
7
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intevening Pada PT.Asuransi Jasa Indonesia
Rani Mariam
Structural Equation Modelling (SEM)
Budya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan
8
Hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja karyawan (The relation between job satisfaction and the employees work productivity)
Nuzsep Almigo
Analisis Regresi
Adanya hubungan antara kepuasan kerja dan produktivitas pada karyawan
9
Model Peningkatan loyalitas dosen melalui kepuasan kerja dosen
Timbul Arifin, Mutaminah
Regresi Linier Berganda
Kompetensi dosen berpengaruh langsung terhadap kepuasansan kerja juga berpengaruh langsung terhadap loyalitas kerja
10
Analisis Pengaruh Keselamatan,Kesehatan Kerja dan Pengembangan Karir terhadap Loyalitas Karyawan pada PT. Hero Sopermarket Tbk Jakarta
Anggita Fatimah, Budiman Notoatmodjo, M.Sc, Ph.D
Korelasi Pearson,Regresi Sederhana dan Regresi Berganda
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Pengembangan Karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Karyawan dan pengaruh yang lebih besar adalah Pengembangan Karir
Universitas Sumatera Utara
No Judul Peneliti Alat analisis Hasil penelitian
11
Pengaruh Pengembangan Karir dan Insentif terhadap Loyalitas Pegawai pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab.Majalengka
Maulana Fahmi
Regresi Berganda
Pengembangan Karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas
12
Faktor-faktor Penentu yang Mempengaruhi Loyalitas Kerja Karyawan
Rukmi Tien Martiwi, Triyono, Ahmad Mardalis
Deskriptif Motivasi, Kompensasi, Manajemen karir, Tekanan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas kerja karyawan
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Motivasi
Motivasi kerja seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau
tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga
motivasi tersebut merupakan priving force yang menggerakkan manusia untuk
bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Mangkunegara (2006:61) menyatakan “Motivasi terbentuk dari sikap
(attituede) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).
“Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental
Universitas Sumatera Utara
karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat
motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.
Uzer Usman (2000) “Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan/tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan/keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong
tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.
Hasibuan (2005:143) “Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada
motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan
dan motivasi itu merupakan dorongan/daya yang timbul dari diri, tanpa ada
paksaan dari siapapun untuk melakukan suatu pekerjaan. Sudah lama diketahui
bahwa manusia adalah makhluk sosial dan sebagai makhluk sosial ia
membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai
kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk
memenuhi keinginan itu.
2.2.2 Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana
motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan, yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Ada beberapa
teori motivasi yang dikembangkan oleh pakar ilmu perilaku administrasi yang
Universitas Sumatera Utara
menurut Gibson dan kawan-kawan (1997) secara umum mengacu pada tiga
kategori :
1. Toeri kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor
dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct),
mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.
2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana
perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
3. Teori pendekatan (Reinforcemen Theory) memusatkan pada pendekatan
penguat.
Lebih lanjut Gibson et al (1997) mengelompokkan teori motivasi sebagai
berikut :
1. Teori Kepuasan terdiri dari :
a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan
extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan
individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow (1980) membuat “needs
hiereachy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut.
Kebutuhan manusia diklasfikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu :
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs). Perwujudan dari kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan
kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang
paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak
dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang
Universitas Sumatera Utara
cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan
pergeseran dari kuantitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia
dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila tingkat kemampuan
seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya
saja. Jumlahnya terbatas dan mutunyapun belum mendapat perhatian utama
karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila
kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan
ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya. Demikian pula dengan
pangan. Seseorang yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan
biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya
meningkat, maka pemuas kebutuhan akan panganpun akan meningkat. Hal
serupa dengan kebutuhan akan papan/perumahan. Kemampuan ekonomi
seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan
perumahan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
b) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Kebutuhan keamanan harus dilihat
dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi
juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan. Karena
pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekayaan seseorang, artinya
keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang didaerah tempat
tinggal, dalam perjalanan menuju ketempat bekerja, dan keamanan di tempat
kerja.
c) Kebutuhan Sosial (Social Needs). Manusia pada hakikatnya adalah makhluk
sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan
Universitas Sumatera Utara
orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan
tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan, yaitu :
1) Kebutuhan akan perasaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan
berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging
yang tinggi.
2) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri
yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati
dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki
sense of importance.
3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense
of accomplihment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia
menemui kegagalan, sebaliknya, ia senang apabila ia memenuhi
keberhasilan.
Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation). Kebutuhan ini
sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas
sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam
seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan
saran.
d) Kebutuhan akan harga diri (Esteem Needs). Semua orang memerlukan
pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal
adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan
tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan
seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol
statusnya itu. Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam
organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik di masyarakat yang masih
tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang sudah maju, simbol-
simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam kehidupan
berorganisasi.
e) Aktualisasi diri (Self Actualization). Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri
seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat
memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui
kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan
mengembangkan diri serta berbuatu yang lebih baik.
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan
pengembangan diri teori hirarki menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan
dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan.
Pertama, teori lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan, kedua, kerangka
ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall
dalam Timpe, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika
Serikat dari berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua
faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan
seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan
satisfer atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga
disebut disatisfier atau extrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua
Universitas Sumatera Utara
faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu factor intrinsic yaitu daya
dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya
bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan
yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan
tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini
tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung
melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya
diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian,
2003).
Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para
pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak
memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial.
Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna
mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat
tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi
dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe,
2002).
Dari teori Herzberg, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi
ini mendapatkan kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan
oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu,
Universitas Sumatera Utara
tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Penelitian
oleh Schwab, De Vitt Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor
ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi (Grensing
dalam Timpe, 2002).
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan
manusia yaitu : a) Existence (eksistensi); kebutuhan akan pemberian Relatednes
persyaratan keberadaan materiil dasar kita (kebutuhan psikologis dan keamanan).
b) Relatedness (keterhubungan); Hasrat yang kita miliki untuk memelihara
hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan), c) Growth
(pertumbuhan); Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi
(kebutuhan aktualisasi diri).
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland. Teori
ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut
McClelland dalam Hasibuan (2003) adalah :
a) kebutuhan akan prestasi (need for achievement) yaitu kebutuhan untuk
berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung
jawab untuk pemecahan masalah.
Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan
pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
b) kebutuhan akan kekuasaan (need for power) yaitukebutuhan untuk
kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai
otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain.
c) kebutuhan afiliasi (need for affiliation) yaitu kebutuhan untuk
berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi
dengan orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
2. Teori Proses terdiri dari :
a) Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan
merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa
orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal
tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan
imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan
adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang
menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.
b) Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)
Teori ini berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan
kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut
dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement
dan skinerian conditioning.
Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas hukum pengaruh
(law of effect) yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang
Universitas Sumatera Utara
sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perilaku pegawai dimasa
yang akan datang dapat diperkiraan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman di
masa lalu.
Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi
kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut
positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi
lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai
cenderung mengubah perilakunya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.
c) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia diperlukan
secara adil dalam pekerjaannya. “Keadilan adalah suatu keadilan yang muncul
dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan
adalah seimbang dengan rasio seseorang yang dibandingkan” (Davis, 2004).
Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang
menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi,
mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan
usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja
yang relatif lama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan
yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka
mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-
kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan,
Universitas Sumatera Utara
maka dapat disimpulkan bahwa motivasi karyawan adalah seluruh daya penggerak
atau pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang
menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas
dalam menjalankan tugas sebagai karyawan perusahaan untuk mencapai tujuan.
(Outcomes) adalah sama. Dengan kata lain bahwa gaji atau upah mereka sesuai
dengan pekerjaan mereka.
d) Teori Pengukuhan (Reinforecement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu
dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada produksi kelompok. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku itu.
1) Pengukuhan positif (positive reinforcement) yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara
bersyarat.
2) Pengukuhan negatif (negative reinforcement) yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan secara
bersyarat.
2.2.3 Jenis-Jenis Motivasi
Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi
serta suasana kerja para pegawai pada saat bekerja, hal ini berguna untuk
memberikan motivasi pada saat kapan para pegawai diberikan motivasi, baik itu
Universitas Sumatera Utara
motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005)
motivasi terdiri dari :
1. Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi
(merangsang) bawahan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi.
Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena
umumnya manusia senang yang baik-baik saja.
2. Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan
dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik,
dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu
pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu
panjang dapat berakibat kurang baik.
Dalam prakteknya kedua jenis motivasi diatas sering digunakan oleh suatu
perusahaan, insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan
harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat
meraih kinerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi
positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan
motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus
konsisten dan adil dalam menerapkannya.
2.2.4 Model Pengukuran Motivasi
Universitas Sumatera Utara
Model-model pengukuran motivasi kerja telah banyak dikembangkan,
diantaranya oleh McClelland (Mangkunegara, 2005:68) mengemukakan 6 (enam)
karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu :
1. Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi
2. Berani mengambil dan memikul resiko
3. Memiliki tujuan realistik
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuan
5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang
dilakukan
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
Edward Murray (Mangkunegara,2005:68-67) berpendapat bahwa
karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya
2. Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan
3. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan,
4. Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu
5. Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan
6. Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti
7. Melakukan sesuatu yang lebih baik dari orang lain.
Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas
maka dalam penulisan tesis hanya diambil teori motivasi yang dianggap relevan
Universitas Sumatera Utara
dengan penelitian yang mengacu pada teori Motivasi Hirarki Kebutuhan Maslow
yang mengemukakan ada 5 dimensi yang diikuti masing-masing dengan
indikatornya yakni :
1. Dimensi Kebutuhan Fisiologis dijabarkan menjadi 3 indikator penelitian
yakni sandang, pangan dan papan, namun dalam penelitian ini tidak
digunakan.
2. Dimensi Kebutuhan Keamanan dijabarkan menjadi 3 indikator penelitian
yakni jaminan keamanan lingkungan pekerjaan, pengamanan dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan perlindungan terhadap resiko pekerjaan. Dan
dilihat dari keamanan secara psikologis maka kebutuhan keamanan
dijabarkan menjadi 3 indikator penelitian yakni penyediaan ruang kerja,
penyediaan sarana kerja dan penyediaan fasilitas kerja.
3. Dimensi Kebutuhan Penghargaan dijabarkan menjadi 3 indikator
penelitian yakni insentif, penghargaan pimpinan, dan penghargaan instansi
terkait, yang dominan dalam penelitian ini adalah insentif.
4. Dimensi Kebutuhan Berkelompok dijabarkan menjadi 3 indikator
penelitian yakni hubungan antar sesama karyawan, dukungan sesama
karyawan, dan hubungan karyawan dengan unit kerja terkait, yang
digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan antar sesama karyawan
5. Dimensi Kebutuhan Aktualisasi Diri dijabarkan menjadi 3 indikator
penelitian yakni aktualisasi identitas karyawan, aktualisasi profesional
karyawan, dan aktualisasi akuntabilitas karyawan, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah aktualisasi identitas karyawan.
2.2.5 Pengembangan Karir
Universitas Sumatera Utara
Perubahan pesat dalam tatacara melaksanakan pekerjaan memerlukan
keterampilan dan kemampuan baru dari seluruh karyawan di semua tingkat dan
bagian. Perubahan-perubahan strategi bisnis dimasa mendatang menuntut
dilakukannya pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja yang ada
serta demi mengantisipasi kebutuhan dimasa depan. Usaha pengembangan
karyawan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi.
Mondy (2008:243) mendefenisikan pengembangan karir sebagai
pendekatan formal yang digunakan organisasi untuk memastikan bahwa orang
dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat tersedia jika dibutuhkan.
Pengembangan karir formal berperan penting untuk memelihara angkatan kerja
yang termotivasi dan berkomitmen.
Dessler (2007:5) mendefenisikan pengembangan karir sebagai rangkaian
aktivitas (seperti workshop) yang berkontribusi pada eksplorasi, pemantapan,
keberhasilan dan pemenuhan karir seseorang.
2.2.6 Kriteria Penetapan Pengembangan Karir
Secara individual setiap karyawan harus mengembangkan dirinya dalam
rangka karirnya lebih lanjut. Moekijat (2007:134) menyatakan bahwa kriteria-
kriteria yang dijadikan acuan untuk pengembangan karir meliputi : prestasi kerja,
penyingkapan, permintaan berhenti, kesetiaan terhadap organisasi, penasihat dan
sponsor, orang-orang bawahan yang penting, kesempatan untuk maju.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Siagian (2006:215) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan karir adalah :
1. Prestasi kerja, faktor paling penting untuk meningkatkan dan
mengembangkan karir seorang karyawan adalah pada prestasi kerjanya
dalam melakukan tugas yang dipercayakan untuk diusulkan oleh atasannya
agar dipertimbangkan untuk dipromosikan ke pekerjaan atau jabatan yang
lebih tinggi dimasa depan;
2. Kesetiaan pada organisasi, merupakan dedikasi seorang karyawan yang
ingin terus berkarya dalam organisasi tempatny bekerja untuk jangka waktu
lama;
3. Mentors dan sponsor, mentors adalah orang yang memberikan nasehat-
nasehat atau saran-saran kepada karyawan dalam upaya mengembangkan
karirnya, sedangkan sponsor adalah seseorang didalam perusahaan yang
dapat menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan
karirnya;
4. Dukungan para bawahan, merupakan dukungan yang diberikan para
bawahan dalam bentuk mensukseskan tugas manajer yang bersangkutan
kesempatan untuk bertumbuh;
5. Kesempatan untuk bertumbuh, merupakan kesempatan yang diberikan
kepada karyawan untuk meningkatkan kemampuannya, baik melalui
pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya.
2.2.7 Manfaat Pengembangan Karir
Universitas Sumatera Utara
Salah satu keuntungan program pengembangan karir adalah akan tercipta
komunikasi yang lebih baik antara manajer dengan karyawan serta organisasi
secara utuh. Menurut Sulistiyani (2009:228) ada 6 (enam) manfaat pengembangan
karir, yaitu :
a. Mengembangkan prestasi pegawai,
b. Mencegah terjadinya pegawai yang minta berhenti untuk pindah kerja,
dengan cara meningkatkan loyalitas pegawai,
c. Sebagai wahana untuk memotivasi pegawai agar dapat mengembangkan
bakat dan kemampuannya,
d. Mengurangi subyektifitas dalam promosi,
e. Memberikan kepastian hari depan,
f. Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang
cakap dan trampil dalam melaksanakan tugas.
2.2.8 Tujuan Pengembangan Karir
Program pengembangan karir telah menjadi aktivitas yang penting dalam
bisnis dan industri lainnya. Pengembangan karir diakui sebagai strategi dari
departemen sumber daya manusia, selain pelatihan, pelatihan administrasi, dan
konsultasi organisasi.
Menurut Rivai (2004:290), terdapat dua tujuan dari pengembangan karir
karyawan, yaitu :
1. Tujuan dasar:
Universitas Sumatera Utara
Yaitu untuk membantu karyawan menganalisis kemampuan dan minat
dalam penyesuaian antara kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang
dengan kebutuhan karyawan;
2. Tujuan menyeluruh :
Yaitu untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan
kesempatan karir yang tersedia di perusahaan pada saat ini dan masa akan
datang.
2.2.9 Model Pengukuran Pengembangan Karir
Pengembangan karir sebagai kegiatan manajemen sumber daya manusia
pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas
pelaksanaan pekerjaan oleh para karyawan, agar mampu memberikan kontribusi
terbaik dalam mewujudkan tujuan bisnis perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan yang
semakin baik dan meningkat akan berpengaruh langsung pada peluang bagi
karyawan untuk memperoleh posisi/jabatan yang diharapkan.
Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas
maka dalam penulisan tesis hanya diambil teori pengembangan karir yang
dianggap relevan dengan penelitian, yaitu teori menurut Veitzal Rivai yang
mengemukakan ada 3 dimensi yang diikuti masing-masing dengan indikatornya
yakni :
1. Dimensi Prestasi Kerja dijabarkan menjadi 2 indikator penelitian yakni
promosi dan mutasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Dimensi Dukungan Para Bawahan dijabarkan menjadi 1 indikator
penelitian yakni perlakuan yang adil dalam berkarir.
3. Dimensi Kesempatan Untuk Tumbuh dijabarkan menjadi 2 indikator
penelitian yakni mengikuti pelatihan dan studi lanjut.
2.2.10 Kepuasan Kerja
Robbins (2008:99) mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki
perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang
tidak puas memiliki perasaan-perasaan negatif tentang pekerjaan tersebut.
Defenisi lainnya dikemukakan oleh Hasibuan (2009:202) bahwa kepuasan
kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan
kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan. Sedangkan Rivai (2004:475) kepuasan kerja merupakan evaluasi yang
menggambarkan seseorang atas persaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas
atau tidak puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan merupakan kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan,
perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang
lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Sedangkan
kepuasan kerja di luar pekerjaan merupakan kepuasan kerja karyawan yang
Universitas Sumatera Utara
dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari
hasil kerjanya, sehingga karyawan akan diterima dari hasil kerjanya, sehingga
karyawan tersebut dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih
suka menikmati kepuasan kerja di luar pekerjaan akan lebih mempersoalkan balas
jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya.
2.2.11 Model Pengukuran Kepuasan Kerja
Ada beberapa hal yang harus perhatikan dalam penentuan tolak ukur
kepuasan kerja, karena menyangkut pengidentifikasian kriteria-kriteria penting
dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap
kriteria dimaksud. Menurut Luthans (2006:243) 3 dimensi yang menjadi tolak
ukur kepuasan kerja karyawan diikuti masing-masing dengan indikatornya yakni :
1. Dimensi Respon Terhadap Situasi Kerja dijabarkan menjadi 2 indikator
penelitian yakni pekerjaan yang menantang dan kesesuaian pekerjaan.
2. Dimensi Seberapa Baik Hasil Yang Diperoleh Memenuhi Harapan
dijabarkan menjadi 1 indikator penelitian yakni gaji/upah.
3. Dimensi Perhatian atau Attitude yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
dijabarkan menjadi 1 indikator penelitian yakni kondisi kerja.
Pendapat lain menurut Hasibuan (2009:202) mengemukakan indikator
kepuasan kerja adalah kedisiplinan, moral kerja, dan turnover karyawan.
Berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan tersebut di atas
akan dapat dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena
setiap individu akan memiliki kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada
masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan karyawan secara subyektif
menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk
batasan kepuasan kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat
dikatakan bahwa tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang
mengikat dari padanya.
2.2.12 Manfaat Kepuasan Kerja bagi Perusahaan
Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kepuasan
kerja karyawan. Menurut Robbins (2008:113) ada 6 (enam) manfaat kepuasan
kerja karyawan bagi perusahaan yang meliputi :
1. Kinerja karyawan, seorang karyawan yang memiliki tingkat kepuasan
tinggi akan memiliki kinerja yang baik, dan ini akan berdampak terhadap
kinerja organisasi;
2. Perilaku organisasi, karyawan yang puas cenderung berbicara secara
positif tentang organisasi/perusahaannya tempat bekerja, selain itu
karyawan juga akan berbuat lebih dalam terhadap pekerjaannya;
3. Kepuasan pelanggan, karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah,
ceria, dan responsif terhadap para pelanggan, karyawan yang puas tidak
mudah berpindah kerja, kemungkinan besar pelanggan akan menemui
wajah-wajah familiar dan menerima layanan dari karyawan yang
Universitas Sumatera Utara
berpengalaman, kualitas ini akan membangun kepuasan dan kesetiaan
pelanggan;
4. Kehadiran karyawan, alasan ini dapat diterima sangat masuk akal ketika
karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, ini lebih
diperparah lagi dengan ketidakhadiran karyawan tersebut karena
cenderung malas untuk melaksanakan pekerjaannya;
5. Perputaran karyawan (turn over), karyawan yang merasa puas tidak akan
menunjukkan perilaku untuk meninggalkan organisasi/perusahaan,
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri;
6. Perilaku menyimpang di tempat kerja, ketidakpuasan kerja cenderung
menimbulkan perilaku khusus seorang karyawan, seperti upaya
pembentukan seriakt kerja, penyalahgunaan wewenang, bahkan pencurian.
2.2.13 Loyalitas Kerja Karyawan
Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa loyalitas atau kesetiaan
merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian karyawan yang
mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan
ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di
dalam maupun di luar pekerjaan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Steers dan Porter (1983) berpendapat bahwa loyalitas sebagai sikap, yaitu
sejauh mana seseorang karyawan mengidentifikasikan tempat kerjanya yang
ditunjukan dengan keinginan untuk bekerja dan berusaha sebaik-baiknya.
Loyalitas sebagai perilaku yaitu proses dimana seseorang karyawan mengambil
Universitas Sumatera Utara
keputusan pasti untuk tidak keluar dari perusahaan apabila tidak membuat
kesalahan yang ekstrim.
Resimin (1988) mengemukakan pengertian loyalitas sebagai keterikan
yaitu identifikasi psikologi individu pada pekerjaannya atau sejauh mana
hubungan antara pekerjaan dan perusahaan tersebut dirasa sebagai total self image
bagi dirinya dalam perusahaan, yang dapat disebut aktifitas-aktifitas masa lalu
dalam perusahaan.
Robbin (1996) mengemukakan loyalitas merupakan proses yang timbul
sebagai akibat keinginan untuk setia dan berbakti baik itu pada pekerjaannya,
kelompok, atasan maupun pada perusahaannya, hal ini menyebabkan seseorang
rela berkorban demi memuaskan pihak lain atau masyarakat.
2.2.14 Aspek-aspek Loyalitas
Aspek-aspek loyalitas menurut Saydam (2000) adalah sebagai berikut :
1. Ketaatan atau Kepatuhan
Ketaatan yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala
peraturan kedinasan yang berlaku dan mentaati perintah dinas yang
diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan
yang ditentukan.
Ciri-ciri ketaatan :
a. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku.
Universitas Sumatera Utara
b. Mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang
dengan baik.
c. Selalu mentaati jam kerja yang sudah ditentukan.
d. Selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-
baiknya.
2. Bertanggungjawab
Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat
waktu, serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau
tindakan yang dilakukan.
Ciri-ciri tanggungjawab yaitu :
a. Dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu
b. Selalu menyimpan atau memelihara barang-barang dinas dengan sebai-
baiknya
c. Mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan golongan
d. Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada
orang lain
3. Pengabdian
Pengabdian yaitu sumbangan pemikiran dan tenaga secara ikhlas kepada
perusahaan.
4. Kejujuran
Kejujuran adalah keselarasan antara yang terucap atau perbuatan dengan
kenyataan.
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri kejujuran yaitu :
a. Selalu melakukan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa
dipaksa
b. Tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya
c. Melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan apa adanya
Aspek-aspek loyalitas yang lain yang dikemukan oleh Steers dan Porter (1983)
berhubungan dengan sikap yang akan dilakukan karyawan, dan merupakan proses
psikologis terciptanya loyalitas kerja dalam perusahaan, antara lain :
1. Dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan, kekuatan
aspek ini sangat dipengaruhi oleh keadaan individu, baik kebutuhan,
tujuan maupun kecocokan individu dalam perusahaan.
2. Keinginan untuk berusaha semaksimal mungkin bagi perusahaan.
Kesamaan persepsi antara karyawan dan perusahaan yang didukung oleh
kesamaan tujuan dalam perusahaan mewujudkan keinginan yang kuat
untuk berusaha maksimal, juga dengan pribadi juga perusahaan akan
terwujud.
3. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas niali-nilai
perusahaan. Kepastian kepercayaan yang diberikan karyawan tercipta dari
operasional perusahaan yang tidak lepas dari kepercayaan perusahaanan
Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif.
Sikap kerja yang positif meliputi :
1. Kemauan untuk bekerja sama
Universitas Sumatera Utara
Bekerja sama dengan orang-orang alam suatu kelompok akan
memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin
dicapai orang-orang secara individual.
2. Rasa memiliki
Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat
karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggungjawab
terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas
demi tercapainya tujuan perusahaan.
3. Hubungan antar pribadi
Karyawan yang mempunyai loyalitas yang tinggi akan mempunyai sikap
fleksibel ke arah hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi ini
meliputi hubungan sosial diantara karyawan, hubungan yang harmonis
antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
4. Suka terhadap pekerjaan
Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap
hari datang untuk bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal
melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati.
2.2.15 Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja karyawan menurut Steers dan
Porter adalah :
1. Karateristik pribadi
Universitas Sumatera Utara
Karateristik pribadi merupakan faktor yang menyangkut karyawan itu
sendiri yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
prestasi yang dimiliki, ras dan sifat kepribadian.
2. Karakteristik pekerjaan
Karakteristik pekerjaan menyangkut pada seluk beluk perusahaan yang
dilakukan meliputi tantangan kerja, job stress, kesempatan untuk
berinteraksi sosial, identitas tugas, umpan balik dan kecocokan tugas.
3. Karateristik desain perusahaan
Karateristik desain perusahaan menyangkut pada intern perusahaan dapat
dilihat dari sentralisasi, tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam
mengambil keputusan, paling tidak telah mengajukan berbagai tingkat
maupun fungsi kontrol perusahaan.
4. Pengalaman yang diperoleh dari perusahaan
Pengalaman tersebut merupakan internalisasi individu terhadap
perusahaan setelah melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan setelah
melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan sehingga menimbulkan rasa
aman, merasakan adanya keputusan pribadi yang dipenuhi oleh
perusahaan.
Berdasarkan faktor-faktor yang diungkap di atas dapat dilihat bahwa
masing-masing faktor mempunyai dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup
perusahaan, sehingga tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh perusahaan baru
dapat terpenuhi apabila karyawan memiliki karateristik seperti yang diharapkan,
dan perusahaan sendiri telah mampu memenuhi harapan-harapan karyawan,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruh loyalitas meliputi :
adanya fasilitas-fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja, upah yang
diterima, karakteristik pribadi individu atau karyawan, karakteristik pekerjaan,
karakteristik desain perusahaan dan pengalaman yang diperoleh selama karyawan
menekuni pekerjaan.
2.2.16 Model Pengukuran Loyalitas Kerja Karyawan
Ada beberapa hal yang harus perhatikan dalam penentuan tolak ukur loyalitas
kerja karyawan, karena menyangkut pengidentifikasian kriteria-kriteria penting
dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap
kriteria dimaksud. Menurut Robert L.Malthis (2002) 2 dimensi yang menjadi
tolak ukur loyalitas kerja karyawan diikuti masing-masing dengan indikatornya
yakni :
1. Dimensi peran serta karyawan dijabarkan menjadi 4 indikator penelitian
yakni kesediaan pegawai dalam bekerja, tindakan aktif pegawai dalam
melakukan pekerjaan, keikutsertaan pegawai dalam setiap menyelesaikan
permasalahan pekerjaan, keterlibatan pegawai dalam pengambilan
kebijakan.
2. Dimensi kesadaran karyawan dalam bekerja dijabarkan menjadi 4
indikator penelitian yakni pengetahuan tentang pekerjaan, inisiatif saat
bekerja, kreatifitas kerja, ketaatan dan kepatuhan karyawan.
2.3 Kerangka Konseptual
Berbagai upaya dapat ditempuh oleh perusahaan untuk menciptakan
kepuasan kerja karyawan, antara lain dengan memberikan motivasi yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
terbuka pengawasan dan pekerjaan. Penelitian yang dilakukan Septyaningsih
Ekayadi (2009) terhadap 100 orang karyawan PT. Rimbajatiraya Citrakarya
Jakarta menunjukkan bahwa motivasi dan pengembangan karir secara bersama
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
Penilaian motivasi yang terbuka serta peluang pengembangan karir yang
sama akan menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Pada akhirnya seorang
karyawan akan merasa terikat pada pekerjaan atau jabatannya yang baru dan akan
berkomitmen untuk berprestasi.
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual
Pengembangan Karir
Loyalitas Kerja
Motivasi
Kepuasan
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, didasarkan pada tinjauan
kepustakaan dan kerangka konseptual yang telah dikembangkan di atas adalah
sebagai berikut:
1. Hipotesis 1: Pemberian Motivasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan
2. Hipotesis 2: Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan
3. Hipotesis 3: Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh terhadap Loyalitas
Kerja Karyawan.
4. Hipotesis 4: Pemberian Motivasi berpengaruh terhadap Loyalitas Kerja
Karyawan.
5. Hipotesis 5: Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Loyalitas Kerja
Karyawan.
6. Hipotesis 6: Pemberian Motivasi berpengaruh terhadap Loyalitas Kerja
Karyawan melalui Kepuasan Kerja.
7. Hipotesis 7: Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Loyalitas Kerja
Karyawan melalui Kepuasan Kerja.
8. Hipotesis 8: Pemberian Motivasi dan Pengembangan Karir secara
bersama-sama mempengaruhi Kepuasan Kerja
9. Hipotesis 9: Pemberian Motivasi, Pengembangan Karir dan Kepuasan
Kerja secara bersama mempengaruhi Loyalitas Kerja Karyawan
Universitas Sumatera Utara