Upload
chichi-fauziyah
View
21
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
m
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemangi (Ocimum americanum L.)
2.1.1. Sistematika Tanaman
Menurut Pitojo (1996) sistematika tumbuhan kemangi adalah sebagai
berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Amaranthaceae
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum americanum L.
2.1.2. Deskripsi Tanaman
Kemangi dikenal dengan nama daerah Saraung, (Sunda), Lampes (Jawa
Tengah), Kemangek (Madura), Uku-uku (Bali), Lufe-lufe (Ternate), Hairy Basil
(Inggris).
Kemangi merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 30-150 cm.
batangnya berkayu, segi empat, beralur, bercabang, dan memiliki bulu berwarna
hijau. Daunnya tunggal dan berwarna hijau, bersilang, berbentuk bulat telur,
ujungnya runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, dan pertulangan daun menyirip.
Bunga majemuk berbentuk tandan memiliki bulu tangkai pendek berwarna hijau,
mahkota bunga berbentuk bulat telur dengan warna keunguan. Buah berbentuk
Universitas Sumatera Utara
kotak dan berwarna coklat tua, bijinya berukuran kecil, tiap buah terdiri dari
empat biji yang berwarna hitam, akarnya tunggang dan berwarna putih kotor
(Depkes RI, 2001).
2.1.3. Budidaya Kemangi
Tanaman kemangi baik di budidayakan di daerah panas beriklim lembab,
kemangi dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga 1100 m dari permukaan laut,
tanaman tersebut menyukai tempat terbuka dan mendapat cukup sinar matahari
(Pitojo, 1996).
2.1.4. Kandungan Kimia.
Daun kemangi mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, dan tanin
(Irawan, 2008).
2.1.5. Manfaat Kemangi
Kemangi bermanfaat untuk memperlancar asi, memperbaiki metabolisme
pencernaan, menenangkan saraf, selain itu dapat digunakan untuk menurunkan
panas, obat sariawan, obat rematik, peluruh dahak dan peluruh keringat
( Irawan, 2008).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri dikenal dengan minyak eteris atau minyak terbang
( essential oil atau volatile oil) yang merupakan minyak mudah menguap pada
suhu kamar tanpa mengalami perubahan komposisi, larut dalam pelarut organik,
memiliki komposisi yang berbeda beda sesuai dengan sumber penghasilnya.
Dalam keadaan segar dan murni minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun
pada penyimpanan yang lama warnanya berubah menjadi lebih gelap
(Gunawan & Mulyani, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Keberadaan Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat
adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel. Minyak atsiri terkandung dalam
berbagai organ tanaman, seperti didalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae),
di dalam sel-sel parenkim (pada famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga
skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae)
(Gunawan & Mulyani, 2004).
2.2.2 Penggunaan dan Aktivitas Biologi Minyak Atsiri
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu
proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah
kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan
bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap
(flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
2.2.3 Komposisi Kimia Minyak Atsiri
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada
umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1)
Golongan hidrokarbon, dan 2) Golongan hidrokarbon teroksigenasi.
a. Golongan hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C)
dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian
besar terdiri dari monoterpen, sesquiterpen, diterpen dan politerpen.
Universitas Sumatera Utara
b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur
Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam
golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, oksida, ester, eter, dan
fenol (Ketaren, 1985).
2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri
2.3.1 Sifat Fisika Minyak Atsiri
Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu : bau yang karakteristik, bobot jenis,
indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif.
a. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25oC
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis
menggunakan alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara
0,800-1,180 Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan
mutu dan kemurnian minyak atsiri (Guenther, 1987).
b. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penentuan indeks bias menggunakan
alat Refraktometer. Prinsip penggunaan alat adalah penyinaran yang menembus
dua macam media dengan kerapatan yang berbeda, kemudian terjadi pembiasan
(perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan media. Indeks bias berguna
untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
Universitas Sumatera Utara
c. Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi
cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan
oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan.
Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).
2.3.2 Sifat Kimia Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan
sifat kimia minyak atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan resinifikasi
a. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap
dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air,
sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang
menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
b. Hidrolisis
Proses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses
hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester
sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara
sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).
c. Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang
merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan
(ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi selama
penyimpanan (Ketaren, 1985).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Cara Isolasi Minyak Atsiri
2.4.1 Metode Penyulingan
a. Penyulingan dengan Air
Pada metode ini, bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dalam satu
wadah. Minyak atsiri akan dibawah oleh uap air yang kemudian didinginkan
dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri
yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh
pemanasan (Guenther, 1987).
b. Penyulingan dengan Air dan Uap
Pada metode ini bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode
penyulingan air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan
tengah berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi
dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air
akan naik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil
sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther, 1987).
c. Penyulingan dengan Uap
Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri dengan uap panas dengan tekanan
tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah
minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan
yang mempunyai titik didih yang tinggi (Guenther, 1987).
2.4.2 Metode Pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan
terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan
minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir
kepermukaan bahan (Ketaren, 1985).
2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang
mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya untuk
mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya
bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga. Pelarut yang umum digunakan
adalah petroleum eter, karbon tetraklorida dan sebagainya (Ketaren, 1985).
2.4.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,
untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak atsiri yang tinggi. Metode
ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.
a. Enfleurasi
Pada proses ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak digunakan pada suhu
rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang
disebabkan oleh panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis
minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologinya dan memproduksi
minyak setelah bunga dipetik (Ketaren, 1985).
b. Maserasi
Pada cara ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada
suhu 80oC selama 1,5 jam. Cara ini digunakan terhadap bahan tumbuhan yang bila
dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan
rendemen yang rendah. Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-
Universitas Sumatera Utara
panas, kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri
(Ketaren, 1985).
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit
karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah
menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukan kromatografi gas (GC), kendala
dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC,
efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan
teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama
lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada
kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak
akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak
akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam
campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi
komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama
dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Eaton, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom
disebut dengan waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan
sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991).
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.5.1.1 Gas Pembawa
Gas pembawa merupakan fase gerak dalam kromatografi gas, harus
memenuhi persyaratan antara lain inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan
gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntunganya adalah
karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan
kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang
sering dipakai adalah helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H),
karbon dioksida (Agusta, 2000).
2.5.1.2 Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik,
biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang
suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu
10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi cuplikan diuapkan segera setelah
disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk.,1991).
2.5.1.3 Kolom
Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom
kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastik yang berisi
penyangga padat yang inert. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair diserap
atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kolom kapiler banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak
atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil
analisis dengan daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi.
Bahan kolom biasanya dari gelas baja tahan karat atau silika. Fase cair berupa
lapisan film dilapiskan pada dinding kolom bagian dalam. Secara umum
keuntungan penggunaan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan
sedikit dan pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000).
2.5.1.4 Fase Diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, semi
polar, dan polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit
polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang
bersifat non polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).
2.5.1.5 Suhu
Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor
utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang
berbeda yaitu: suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.
a. Suhu Injektor
Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan
sedemikian cepat (Mc Nair and Bonelli, 1988).
b. Suhu Kolom
Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal), atau pada suhu
yang berubah secara terkendali (suhu diprogram). Kromatografi gas suhu
isotermal paling baik digunakan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak
banyak mengenai yang akan dipisahkan. Pada kromatografi gas suhu diprogram,
Universitas Sumatera Utara
suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan
laju diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu (Gritter, dkk.,1991).
c. Suhu Detektor
Suhu detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan atau fase diam
tidak mengembun (Mc Nair and Bonelli, 1988).
2.5.1.6 Detektor
Menurut Mc Nair and Bonelli, (1988) ada dua detektor yang populer yaitu
Detektor Hantar Termal (DHT) dan Detektor Pengion Nyala (DPN).
2.5.2 Spektrometri massa
Spektrometer massa menembaki cuplikan dengan berkas elektron atau
dengan molekul dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum
fragmen-fragmen ion positif. Catatan ini disebut spektrum massa.
Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan
berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positip yang mempunyai energi
yang tingggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion
yang lebih kecil. Spektrum massa merupakan gambaran antara limpahan relatif
lawan perbandingan massa/muatan.
Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan
percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat
( Sastrohamidjojo, 1985).
2.5.2.1 Sistem Pemasukan Cuplikan
Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan cuplikan, sebuah
makromanometer untuk mengetahui jumlah cuplikan yang dimasukkan, sebuah
alat pembocor molekul untuk mengatur cuplikan kedalam kamar pengion, dan
Universitas Sumatera Utara
sebuah sistem. Cuplikan berupa cairan dimasukkan dengan menginjeksikanya
melalui karet silikon kemudian dipanaskan untuk menguapkan cuplikan kedalam
sistem masukan. Cara pemasukan cuplikan langsung kekamar pengionan
dilakukan terhadap senyawa yang sukar menguap dan tidak stabil terhadap panas
(Silverstein, Bassler & Morril, 1986).
2.5.2.2 Ruang Pengion dan Percepatan
Arus uap dari pembocor molekul masuk ke dalam kamar pengion
ditembak pada kedudukan tegak lurus oleh seberkas elektron dipancarkan dari
filament panas. Satu dari proses yang disebabkan oleh tekanan tersebut adalah
ionisasi molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk
ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa organik mempunyai
elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion
radikal.
2.5.2.3 Tabung Analisis
Tabung yang digunakan adalah tabung yang dihampakan, berbentuk
lengkung tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke pengumpul.
2.5.2.4 Pengumpul Ion dan Penguat
Pengumpul terdiri dari satu celah atau lebih serta silinder Faraday. Berkas
ion membentur tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul diperkuat
dengan pelipat ganda elektron (Silverstein, Bassler & Morril, 1986).
2.5.2.5 Pencatat
Spektrum massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi.
Pencatat yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat
secara bersama-sama.tiga tahap utama, yaitu (a) pengubahan cuplikan menjadi
Universitas Sumatera Utara
bentuk uap; (b) pengubahan bentuk uap menjadi bentuk ion; (c) ion yang
terbentuk dipisahkan sesuai dengan perbandingan massa permuatan kemudian
dideteksi dan dicatat melalui pencatat. Pada spektrometer massa terjadi proses
dengan Galvanometer menyimpang jika ada ion yang menabrak lempeng
pengumpul, berkas sinar ultraviolet dapat menimbulkan berbagai puncak pada
kertas pencatat yang peka terhadap sinar ultraviolet.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak
diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan
adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi
mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting
dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa
(Silverstein, Bassler & Morril, 1986).
Universitas Sumatera Utara