Upload
asfar-syafar
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Teori Pemasaran (Marketing)
II.1.1. Konsep Pemasaran
Kotler, (2007): menyatakan bahwa Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan
mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu
sama lain.
Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti: kebutuhan (needs),
keinginan (wants), dan permintaan (demands); produk (barang, jasa dan gagasan);
nilai, biaya dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan; pasar dan pemasaran
serta pemasar.
II.1.2. Pemasaran Syariah
Berbisnis cara Nabi Muhammad, Nabi terakhir yang diturunkan untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah
adalah suri teladan umat-Nya. QS Al Ahzab ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
Beliau memberikan contoh yang sangat baik dalam setiap transaksi bisnisnya.
Beliau melakukan transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggan
Universitas Sumatera Utara
mengeluh, apalagi kecewa. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang
dagangannya dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan.
Reputasinya sebagai pedagang yang benar dan jujur, telah tertanam dengan baik sejak
muda. Beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawab terhadap setiap transaksi
yang dilakukan.
Sembilan Etika (akhlak) Pemasar yang menjadi prinsip-prinsip bagi Syariah
pemasar dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran, Kartajaya, (2006) yaitu:
1. Memiliki kepribadian spiritual (taqwa). 2. Berperilaku baik dan simpatik (shidq). 3. Berlaku adil dalam bisnis (al-adl). 4. Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah). 5. Menepati janji dan tidak curang. 6. Jujur dan terpercaya (amanah). 7. Tidak suka berburuk sangka (suuzh-zhann). 8. Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah). 9. Tidak melakukan sogok (riswah).
II.2. Teori Merek (Brand)
II.2.1. Pengertian tentang Merek
Menurut The American Marketing Association (AMA) merek didefinisikan
sebagai berikut: a brand is a name, term, sign, simbol or design or combination of
them, intended to identify the goods or services of one seller or groups sellers and
differentiate them from those of competitors (Kotler, 2007).
Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti
sebuah cap, logo, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa
dari seorang penjual atau sekelompok penjual tertentu dengan maksud untuk
Universitas Sumatera Utara
membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh para pesaing. Sebuah
merek menunjukkan kepada pelanggan asal/sumber produk dan melindungi
keduanya, produsen dan pelanggan, dari para pesaingnya yang menyajikan produk
yang terlihat mirip (Aaker, 2006). Merek dapat juga dibagi dalam pengertian lainnya,
seperti:
1. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan
misalnya, Pepsodent, BMW, Toyota dan sebagainya.
2. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat
dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau
warna khusus. Misalnya: simbol Toyota, gambar trightiga berlian Mitsubishi.
3. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari
merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan
sesuatu yang istimewa.
4. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh
undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis,
karya musik atau karya seni.
Jadi merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
feature, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek terbaik akan memberikan
jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya
tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkatan
pengertian, yaitu (Rangkuti, 2004):
Universitas Sumatera Utara
1. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar
pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak
membeli atribut, mereka membeli manfaat yang dapat langsung dirasakan
konsumen.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang
berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya
Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan
selalu menghasilkan produk yang bermutu tinggi.
5. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya.
Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan
tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
6. Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah
sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk
penggunaan mereknya.
Temporal (2004) memberikan gambaran bahwa tujuan dari merek adalah
memberikan sesuatu yang unik dan menarik dibandingkan dengan pesaing, sehingga
dapat memuaskan kebutuhan pelanggan baik secara rasional maupun emosional. Pada
saat seseorang memikirkan sebuah produk, ia hanya akan mengaitkannya dengan
atribut dan manfaatnya saja. Tetapi bila seseorang membayangkan sebuah merek, ia
akan melibatkan dimensi emosional di dalamnya.
Merek merupakan sesuatu yang dicari konsumen ketika datang untuk
membeli, sesuatu ini bukan hanya sekedar barang melainkan juga persepsi akan
kualitas dan gengsi yang diraih. Karena citra dan reputasi merek yang terjaga, suatu
produk dapat menjadi produk yang bernilai tinggi dan dicari oleh konsumen sehingga
nilai perusahaan dapat meningkat di atas nilai riil asetnya (Swa, 2005).
II.2.2. Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek
berperan penting sebagai (Keller, dalam Tjiptono, 2005)
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan
pencatatan akuntansi.
Universitas Sumatera Utara
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa
diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses
pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa
diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak properti
intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi
dengan aman dalam merek yang dikembangkan dan meraup manfaat dari aset
bernilai tersebut.
3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek
seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan
lain untuk memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
pada pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas, pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui
sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Keller (2003) dalam Tjiptono (2005)
mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai identifikasi
sumber produk, penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor
Universitas Sumatera Utara
tertentu, pengurang resiko, penekan biaya pencarian internal dan eksternal, janji atau
ikatan khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri dan
sinyal kualitas.
II.3. Teori tentang Ekuitas Merek
II.3.1. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)
Aaker (2006): Brand equity was defined as the brand assets (or liabilities)
linked to a brands name and symbol that add to (or subtract from) a product or
service.
Maka, brand equity atau ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas
merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan
maupun pada pelanggan (Aaker, 2006).
Agar aset dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas
merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan
perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas
yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula.
Menurut David A. Aaker (2006), ekuitas merek (Brand Equity) dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
4. Brand awareness (kesadaran merek)
Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk
tertentu.
5. Brand association (asosiasi merek)
Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
6. Perceived quality (persepsi kualitas)
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
7. Brand loyalty (loyalitas merek)
Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
8. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya).
Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan
elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara
langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep
ekuitas merek akan ditampilkan pada Gambar 2.1, yang memperlihatkan bahwa
ekuitas merek menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelanggan atas dasar kategori
yang disebutkan.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Aaker (2006) Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value of a Brand Name
Gambar 2.1. Konsep Brand Equity
II.3.2. Brand Awareness
Brand awareness atau kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari
ketegori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena
terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang
dilibatkan. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continuum ranging)
dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya,
sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek
dalam suatu kelompok produk (Aaker, 2006). Kontinum ini dapat terwakili dalam
Provides Values to Firm by Enhancing: 1. Efficiency and Effectiveness of
Marketing Programs 2. Brand Loyalty 3. Use Satisfaction 4. Proices/Margins 5. Brand Extensions 6. Trade Leverage 7. Competitive Advantage
Provides Values to Customer by Enhancing Customers: 1. Interpretation/ Processing of Information 2. Confidence in the Purchase Decision 3. Use Satisfaction
Brand Awareness
Brand Assocoation Brand Loyalty Perceived Quality
Other proprietary brand asssets Brand Equity
(Name, Symbol)
Universitas Sumatera Utara
tingkatan kesadaran merek yang berbeda seperti ditunjukkan dalam suatu piramida
berikut ini:
Sumber: David. A. Aaker (2006) Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value of a Brand Name
Gambar 2.2. Piramida Brand Awareness
II.3.2.1. Puncak pikiran (top of mind)
Top of Mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau
pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk.
Top of Mind adalah single respon question, artinya satu responden hanya boleh
memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini.
Top Of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unaware Brand
Universitas Sumatera Utara
II.3.2.2. Pengingatan kembali (brand recall)
Brand recall atau pengingatan kembali merek mencerminkan merek-merek
apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek pertama kali disebut. Brand
recall merupakan multi response questions yang menghasilkan jawaban tanpa dibantu
(unaided question).
II.3.2.3. Pengenalan merek (brand recognition)
Brand recognition atau pengenalan kesadaran merek merupakan pengukuran
kesadaran merek responden di mana kesadarannya diukur dengan diberikan bantuan.
Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek
tersebut (aided question). Pertanyaan diajukan untuk mengetahui seberapa banyak
responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek tersebut. Untuk mengukur
pengenalan kesadaran merek selain mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan
menunjukkan gambar yang menggambarkan ciri-ciri merek tersebut (cara ini lebih
efektif dilakukan).
II.3.2.4. Tidak menyadari merek (unaware of brand)
Untuk pengukuran brand unaware dilakukan observasi terhadap pertanyaan
pengenalan kesadaran merek sebelumnya dengan melihat responden yang menjawab
tidak mengenal sama sekali atau yang menjawab tidak tahu tidak ditunjukkan gambar
produknya.
II.3.3. Brand Association
Brand Association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang
terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Aaker, 2006). Kesan-kesan yang
Universitas Sumatera Utara
terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman
konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya
penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan
tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Berbagai asosiasi merek
yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand
image (citra merek). Semakin banyaknya asosiasi yang saling berhubungan, semakin
kuat citra merek yang dimiliki oleh merek tersebut.
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengam suatu merek umumnya dihubungkan
dengan berbagai tipe asosiasi merek berikut (Aaker, 2006).
1. Product attributes (atribut produk)
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini
efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung
diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.
2. Intangible attributes (atribut tak berwujud).
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi
kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian
atribut yang objektif.
3. Customers benefits (manfaat bagi pelanggan)
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka
biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi
dua, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Rational benefit (manfaat rasional) yang berkaitan erat dengan atribut dari
produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang
rasional.
b. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses
pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika
membeli atau menggunakan merek tersebut.
4. Relative price (harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5. Application (penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
pengggunaan atau aplikasi tertentu.
6. User/customer (pengguna/pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan sebuah
tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.
7. Celebrity (orang terkenal)
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8. Life style/personality (gaya hidup/kepribadian)
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup
yang hampir sama.
Universitas Sumatera Utara
9. Product class (kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Competitiors (para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.
11. Country/geographic area (negara/wilayah geografis)
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang
erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.
II.3.4. Perceived Quality
Aaker (2006) mendefinisikan perceived quality (kesan kualitas) sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena
merupakan kesan dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan
secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan
karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang
berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Perceived quality akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk
di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan terhadap suatu produk atau
jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara
langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap
merek.
Universitas Sumatera Utara
Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh
mengenai suatu merek. Karenanya perceived quality juga berlaku untuk jasa layanan
yang melibatkan dimensi kualitas jasa seperti waktu tunggu, keramahan petugas,
kenyamanan ruangan, dan lain sebagainya.
II.3.4.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perceived quality
Berkat dari kesadaran bahwa perceived quality perlu dipahami dan dikelola
untuk kepentingan perusahaan, pihak manajemen perusahaan perlu mempelajari dan
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perceived quality dan
bagaimana membangun suatu perceived quality yang positif dan kuat. Untuk
mempelajari dimensi-dimensi tersebut biasanya dilakukan riset untuk mengetahui
mengapa dimensi suatu merek mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan merek lain. Aaker (2006) membagi kualitas produk menjadi tujuh dimensi,
yaitu:
1. Performance: Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya
karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi,
serta kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama
lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai
atribut-atribut ini. Kecepatan akan diberi nilai tinggi oleh sebagian pelanggan
lain yang lebih mementingkan atribut kenyamanan.
2. Serviceability: Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya
Universitas Sumatera Utara
sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun tetapi masih
berfungsi dengan baik.
3. Reliability: Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
4. Features: Bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote
control sebuah video, tape deck, sistem WAP untuk telepon genggam.
Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika
dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi
penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang
dinamis sesuai perkembangan.
5. Conformance with spesifications: Merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan dan teruji. Misalnya sebuah mobil pada kelas tertentu dengan
spesifikasi yang telah ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, pintu, dan
material untuk pintu mobil, ban, sistem pengapian dan lainnya.
6. Fit and Finish: Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan
enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil
akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan
mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
Dimensi-dimensi untuk konteks jasa serupa tapi tidak sama dengan dimensi
konteks produk. Untuk kualitas pelayanan jasa masih menurut Aaker (2006), ada lima
dimensi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tangibles (bentuk fisik), apakah karakteristik fisiknya (fasilitas fisik,
perlengkapan, dan penampilan pekerjaannya) mengesankan kualitas.
2. Reliability (kehandalan) yang sangat tergantung pada kinerja yang diberikan.
3. Responsiveness (ketanggapan), adanya tanggung jawab dan kecakapan
karyawan dalam membantu dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya.
4. Competence (jaminan) yang mencakup kompetensi baik dari segi pengetahuan
dan keahlian dalam memberikan pelayanan atau tugas dengan kredibilitas
tinggi.
5. Empathy (empati) menunjukkan rasa peduli dan perhatian pada pelanggan
dengan komunikasi yang baik.
II.3.4.2. Kualitas pelayanan dalam perbankan Syariah
Dalam penelitiannya Othman dan Owen menambahkan unsur compliance
di dalam dimensi kualitas pelayanan yang diteliti sebelumnya Parasuraman, yang
biasa dikenal dengan Compliance with Islamic Law (Othman & Owen, 2005).
Penelitian Parasuraman (2004), mengatakan terdapat 5 dimensi kualitas pelayanan,
ditambah dengan dimensi compliance sebagai syarat produk dan jasa Islami/Syariah,
yang biasa dikenal dengan CARTER, yaitu:
1. Compliance, which means the ability to fulfill with Islamic Law and operate
under the principles of Islamic banking and economy.
2. Assurance, is the knowledge an courtesy of employees and their ability to
convey trust and confidence. It also includes verbal and written
communication between bank staff and customers.
Universitas Sumatera Utara
3. Reliability, ability to perform the promised service, dependability and
accuracy.
4. Tangibles, that means the appearance of physical fasilities, equipment,
personnel, and communication material.
5. Empathy caring, individualized attention which the Islamic bank provides for
its customers.
6. Responsiveness is the willingness to help customers and provide prompt
service.
II.3.5. Brand Loyalty
Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah
merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang
pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek (Aaker, 2006).
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah
memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek
tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan
kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat
dikurangi.
Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek, pada umumnya
pembelian yang dilakukan terhadap merek tersebut tidak didasarkan karena
ketertarikan mereka terhadap mereknya namun lebih didasarkan pada karakteristik
produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan
tantangan pemasaran yang harus dihadapi. Adapun tingkatan brand loyalty tersebut,
yaitu (Aaker, 2006):
1. Switcher (berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan
yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk
memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain
mengindikasikan merek sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak
tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah merek membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai
pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya
mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk
tersebut.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk ke dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja memindahkan
pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan)
yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan
tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang
Universitas Sumatera Utara
masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya
peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini
dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya
(switching cost loyal).
4. Likes the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan
emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh
asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan
sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun
disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa
suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasikan dan ditelusuri
dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5. Committed buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka meliliki suatu
kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi
sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu
ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu
aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
II.4. Peran Ekuitas Merek
Salah satu aset perusahaan yang tidak berwujud adalah ekuitas yang diwakili
oleh merek. Bagi banyak perusahaan, merek dan segala sesuatu yang diwakilinya
merupakan aset yang paling penting, karena merupakan dasar keuntungan kompetitif
dan sumber penghasilan masa depan. Ekuitas merek memiliki nilai tambah yang
potensial bagi perusahaan karena aliran dana terus mengalir sehingga dapat
membangun laba atau keuntungan perusahaan. Ekuitas merek dapat meningkatkan
dan mengembangkan program-program pemasaran yang atraktif dan menarik
sehingga dapat menarik pelanggan baru atau menggaet kembali pelanggan lama.
Ekuitas merek juga dapat membangun loyalitas pelanggan. Kesan kualitas, asosiasi,
dan nama yang lebih dikenal baik merupakan alasan untuk membeli dan
mengakibatkan kepuasan pelanggan. Ekuitas merek juga biasanya menghasilkan
profit yang lebih tinggi karena mengurangi biaya promosi dan pengenaan harga
premium. Ekuitas merek dapat mempermudah perluasan dan meningkatkan saluran
distribusi. Pada akhirnya aset-aset ekuitas merek memberikan keunggulan bersaing
(competitive advantage) yang seringkali menjadi penghambat yang nyata bagi para
pesaingnya (Aaker, 2006).
Bagi pelanggan aset ekuitas merek ini dapat menambah atau mengurangi nilai
perusahaan. Aset-aset ini dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses,
dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk. Ekuitas merek juga
dapat menambah rasa percaya diri bagi pelanggan dalam mengambil keputusan
pelangganan dan dalam proses justifikasi keputusan yang diambil pasca pelangganan.
Universitas Sumatera Utara
Ekuitas merek berpotensi penting dalam hal kesan kualitas dan asosiasi yang dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan (Aaker, 2001).
II.4.1. Produk
Menurut Kotler (2007) definisi produk adalah apapun yang dapat ditawarkan
kepada pasar untuk diberi perhatian, diakuisisi, digunakan atau dikonsumsi, terbatas
pada barang berbentuk fisik, tetapi juga-termasuk jasa, orang, organisasi bahkan ide.
Sedangkan yang termasuk produk baru adalah produk orisinal, produk yang
mengalami perbaikan, produk yang dimodifikasi atau bahkan merek baru yang
dikembangkan oleh divisi Research and Development konsumen. Kualitas produk
adalah salah satu sarana positioning utama pemasar (Kotler, 2007).
II.5. Bank Syariah
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Bank Syariah adalah Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syariah.
Kegiatan usaha bank Syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip usaha patungan (musyarakah),
Universitas Sumatera Utara
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa (ijarah).
II.5.1. Konsep Bank Syariah
Konsep pengelolaan bank Syariah antara lain adalah:
1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah
Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola dan memanfaatkannya
harus sesuai ajaran Islam.
2. Bank Syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta
nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam.
3. Bank Syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelola
bank pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul
karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank.
4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,
prinsip kesederajatan dan prinsip ketrentaman antar pemegang saham,
pengelola bank dan nasabah atas jalannya usaha bank Syariah.
5. Prinsip bagi hasil.
a. Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman kemungkinan untung dan rugi.
b. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
c. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
d. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
e. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika
proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
II.5.2. Prinsip-prinsip Dasar Produk Syariah
II.5.2.1. Penghimpunan dana
Prinsip-prinsip produk Syariah yang dipergunakan dalam penghimpunan
dana:
a. Wadiah Yad Dhamanah
Dalam tradisi fiqih Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-
wadiah. Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembangkan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2006). Adapun
Wadiah yad dhamanah adalah wadiah di mana si penerima titipan dapat
memanfaatkan barang titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan
seijin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara
utuh setiap saat si pemilik menghendakinya.
b. Mudharabah
Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Antonio, 2006).
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: mudharabah muthlaqah
dan mudharabah muqayyadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja
sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah (Antonio, 2006).
II.5.2.2. Penyaluran dana
Prinsip-prinsip produk Syariah yang dipergunakan dalam penyaluran dana:
a. Murabahah
Adalah suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan Nasabah,
di mana Bank menyediakan pembiayaan untuk membeli bahan baku atau modal
kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah
sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang
ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi data (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 2006).
Al-Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan dan Musyarakah akad
(kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi
lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal Musyarakah. Mereka
pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:
al-inan, al-mufawwadhah, al-amaal, al-wujuh, dan al-mudharabah (Antonio,
2006)
c. Salam
Adalah pembiayaan jual beli di mana pembeli memberikan uang terlebih dahulu
terhadap barang yang dibeli yang telah disebutkan spesifikasinya dengan
pengantaran kemudian.
d. Istishna
Transaksi Bai Al-Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
Universitas Sumatera Utara
pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran;
apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai
suatu waktu pada masa yang akan datang (Antonio, 2006).
e. Ijarah
Al-Ijarah adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)
atas barang itu sendiri (Antonio, 2006).
II.5.2.3. Penyelenggaran jasa-jasa perbankan
Prinsip-prinsip jasa dalam perbankan Syariah antara lain adalah:
a. Kafalah
Adalah akad pemberian garansi/jaminan oleh pihak Bank kepada nasabah untuk
menjamin pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak
yang dijamin.
b. Wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
Pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal ini hal yang
diwajibkan (Antonio, 2006).
c. Hawalah
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya (Antonio, 2006).
Universitas Sumatera Utara
d. Wadiah Yad Al-Amanah
Wadiah adalah titipan dari satu pihak ke pihak lain baik individu maupun
golongan harus dijaga dan dikembalikan setiap saat bila pemilik
menghendakinya. Adapun Wadiah Yad Al-Amanah adalah wadiah di mana si
penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang
terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau
kecerobohan penerima titipan dalam menerima titipan tersebut.
e. Rahn
Ar- Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai (Antonio,
2006).
f. Qardh
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui
atau akad yang saling membantu dan bukan transaksi komersial (Antonio, 2006).
Universitas Sumatera Utara