16
Well, everyone has expectation on a particular thing, that’s quite normal. When I wrote replies, I expect the replies to be replied, that’s an expectation too, isn’t? I think the matter is about how we treat our expectations and how we harmonize the expectations with the situation. The situation mentioned can be ourself’s situation or another person’s situation. Naturally, we negotiate our expectation with every situation that we met, don’t we? So I think having expectation can be OK or not OK. And when u wrote replies to me, I’m sure that there is expectations about something. Actually, our expectations about a particular thing represent the “why” or our reason about it. Well, it’s just my personal opinion about “expectations”, you can either agree or disagree. And about your question : (logikanya: kalau mereka mengambil apa yang tinggal sedikit kupunya, AKU punya apa?), I think you don’t have to worry about that, coz everyday we granted with many free and useful stuffs, at least we have 24 hours time for free… hehe… I mean, don’t worry about something left when you give “things" out to others, because someday those things that you keep would be taken away from you whether you give it out or keep it yours for a while. It’s just a matter of passing the right thing with the right amount to the right people… right…right…and right.. and finally we have nothing left ( when we reach the end of our life, we have nothing left, except our left hand, left foot, etc. yang nantinya akan menyatu dengan tanah juga. Hehehe) Also for the invisibility, it is also quite relative and adjustable. You can choose to neither completely visible or invisible, and adjust your visibility to a particular level which comforts you :D Ya, bahkan waktu saya ‘mengharapkan orang lain tidak mengharapkan apa-apa dari saya’ sebenarnya juga ekspektasi. Meskipun saya bilang ‘I don’t want myself to expect too much from people’ , untuk yang satu itu saya tidak bisa mengelak: saya pasti mengharapkan agar orang lain tidak mengharapkan apa2 dari saya – karena saya menganggap diri saya ya cuma cukup untuk saya. Sayangnya hal itu mustahil, dan saya bukan orang yang suka ‘bernegosiasi’, kecuali kalau sangat-sangat terpaksa. Strategi utama saya dalam menghadapi hal2 dalam hidup adalah menarik diri, atau melawan kalau bisa, bukan beradaptasi. Selain itu, sebenarnya saya pelit tidak hanya dalam masalah buku. Pelit saya integrated , mulai dari uang, waktu, pengetahuan, emosi, sampai energi saya simpan2 sendiri. And somehow I’m proud of my stinginess. Saya kadang2 alergi lho dengan kata2 ‘share’, haha.. meski sebenarnya dalam beberapa konteks itu hanya ilusi bahasa, misalnya kalau bagi2 ilmu itu lebih terlihat seperti ‘perkalian’ daripada ‘pembagian’. Anda bilang “..don’t worry about something left when you give “things" out to others, because someday those things that you keep would be taken away from you whether you give it out or keep it yours for a while.” Tapi saya punya survival instinct yang tinggi, jadi bagaimana pun juga buat saya “one for me and all for me” dulu. Kalau tidak harus dikeluarkan ya jangan dikeluarkan, haha..

Clyde to Rasyid 100917

Embed Size (px)

DESCRIPTION

letter from clyde stefanovic

Citation preview

Well, everyone has expectation on a particular thing, thats quite normal. When I wrote replies, I expect the replies to be replied, thats an expectation too, isnt? I think the matter is about how we treat our expectations and how we harmonize the expectations with the situation. The situation mentioned can be ourselfs situation or another persons situation. Naturally, we negotiate our expectation with every situation that we met, dont we? So I think having expectation can be OK or not OK. And when u wrote replies to me, Im sure that there is expectations about something. Actually, our expectations about a particular thing represent the why or our reason about it. Well, its just my personal opinion about expectations, you can either agree or disagree.

And about your question : (logikanya: kalau mereka mengambil apa yang tinggal sedikit kupunya, AKU punya apa?),

I think you dont have to worry about that, coz everyday we granted with many free and useful stuffs, at least we have 24 hours time for free hehe I mean, dont worry about something left when you give things" out to others, because someday those things that you keep would be taken away from you whether you give it out or keep it yours for a while. Its just a matter of passing the right thing with the right amount to the right people rightrightand right.. and finally we have nothing left ( when we reach the end of our life, we have nothing left, except our left hand, left foot, etc. yang nantinya akan menyatu dengan tanah juga. Hehehe)

Also for the invisibility, it is also quite relative and adjustable. You can choose to neither completely visible or invisible, and adjust your visibility to a particular level which comforts you :D

Ya, bahkan waktu saya mengharapkan orang lain tidak mengharapkan apa-apa dari saya sebenarnya juga ekspektasi. Meskipun saya bilang I dont want myself to expect too much from people , untuk yang satu itu saya tidak bisa mengelak: saya pasti mengharapkan agar orang lain tidak mengharapkan apa2 dari saya karena saya menganggap diri saya ya cuma cukup untuk saya. Sayangnya hal itu mustahil, dan saya bukan orang yang suka bernegosiasi, kecuali kalau sangat-sangat terpaksa. Strategi utama saya dalam menghadapi hal2 dalam hidup adalah menarik diri, atau melawan kalau bisa, bukan beradaptasi. Selain itu, sebenarnya saya pelit tidak hanya dalam masalah buku. Pelit saya integrated , mulai dari uang, waktu, pengetahuan, emosi, sampai energi saya simpan2 sendiri. And somehow Im proud of my stinginess. Saya kadang2 alergi lho dengan kata2 share, haha.. meski sebenarnya dalam beberapa konteks itu hanya ilusi bahasa, misalnya kalau bagi2 ilmu itu lebih terlihat seperti perkalian daripada pembagian. Anda bilang ..dont worry about something left when you give things" out to others, because someday those things that you keep would be taken away from you whether you give it out or keep it yours for a while. Tapi saya punya survival instinct yang tinggi, jadi bagaimana pun juga buat saya one for me and all for me dulu. Kalau tidak harus dikeluarkan ya jangan dikeluarkan, haha..Tentang invisibility, dasarnya adalah saya melihat dunia ini penuh dengan hal2 yang membingungkan dan saya merasa terancam ketika saya dihadapkan pada hal2 yang tidak saya tahu (tapi sekarang sudah berkurang sih karena mulai mengenal intuisi), jadi saya berlindung dibalik anonimity atau invisibility. Seperti yang Anda bilang, You can choose to neither completely visible or invisible, and adjust your visibility to a particular level which comforts you derajat keterhilangan saya macam2 tergantung apa dan siapa yang saya hadapi. Semakin saya nyaman dengan seseorang atau sebuah situasi, saya akan menampakkan diri makin jelas (kayak hantu aja ). Tapi sepertinya ini berlaku di semua orang, siapapun akan menutup dirinya kalau merasa tidak nyaman. Mungkin bedanya adalah, saya jauh lebih sering tidak kelihatan dibanding orang lain.. dan saya cenderung menikmatinya karena invisibility juga bisa dijadikan kekuatan, hehehe..Btw I see you oftenly draw pictures similar to the picture above, is the picture represent yourself? *wondering*

Near in Death Note, dominant expressions: wicked/lunaticly excited, cool/calm, nerdy/curiousI take it that you dont know this character. Its not my creation, but even before I found this fictional kid, I had already had a character image in mind that represent me most: a curious and thoughtful boy, innocent yet wicked at the same time, whos almost never been out of his dwelling. One day I got information about a cool manga about a battle of wits: Death Note. I dont know and dont want to know a lot of mangas for I often find those things just dont match my taste (in neutral meaning), but I can say this one as an exception. In my opinion, its 97% grey-cells-matter, the visual drawing is great, and the character profiling is magnificent. Then I found a character in the story whos close to the description of my soul: Near or Nate River. So, daripada nggambar sendiri yang hasilnya jelek, mendingan nyomot yang udah jadi, toh mirip2 ;DIf you read that manga, Near is depicted as a poker-faced, toy-loving, always-wear-pajamas, genius albino boy who is result-oriented (If you cant solve the puzzle, if you cant win the game, youre just a loser). No, no, being a head-person doesnt always make you a genius and Im NOT. Im process-oriented (care less about the end result) and dont have fixation in toys, but Nears obsession in those toys somehow depict indirectly the existence of my playful inner child. Apart from those differences, the rest of Nears personality traits and lifestyle really resembles mine. Well, if you want to know the details, I recommend you to read the comic start from no. 7 or watch in Youtube. What Im actually trying to tell you is that Im just borrowing the image to represent 70% (the closest I can find) of my mental/soul, not my physical being.Tahu ilmu Semiotik? Dalam Semiotik istilahnya meminjam tanda. Saya meminjam karakter Near sebagai tanda untuk merepresentasikan diri saya lebih baik daripada yang wujud fisik saya bisa lakukan.. selain juga karena alasan ingin invisible tentunya ;)Insya Allah Ill try to show good discussion ethics with my best. Saya senang juga bisa berdiskusi dengan open mind. However, saya sebenernya tipikal debaters. Seperti yang saya bilang, teman2 saya di myquran agak gimanaaa gt klo saya udah angkat bicara dalam suatu seminar atau diskusi, karena pertanyaan dan pernyataannya memancing keributan,.. haha.. tp itu dulu, sekarang udah sedikit lebih mawas diri, insya Allah. :D. Selain itu, saya juga dikenal sbg yang paling keras kepala di keluarga, tapi halus dalam menunjukkan kekeraskepalaan itu, :D so, saya rasa perlu meminta maaf jika pernah ada atau nantinya ada ketidaknyamanan dalam diskusi yang berkaitan dengan kekeraskepalaan saya hahaha

Tapi however, saya juga sangat menghargai kejujuran anda dalam berpendapat, mungkin karena kita diskusi membawa cara pandang kita masing-masing dan relative bebas dari kepentingan gengsi dan adu kebolehan kali ya? Saya sering menemukan kebohongan dalam berdiskusi untuk menghindari kekalahan dan itu menyebalkan tapi mungkin salah saya juga yang terlalu intimidatif sehingga membuat orang berbohong kali ya saya sendiri kalau sudah merasa salah dalam suatu diskusi, mendingan diam , cari topic lain, atau mengaku salah saja (tapi ini agak jarang dilakukan tepat waktu hehe)

Oh iya sedikit cerita, saya ikut komunitas online di myquran.com, di situ saya secara online dikenal sebagai debaters aktif (dulu sih), tapi setelah kopi darat, banyak yang ga nyangka ternyata aslinya kurus, suka iseng dan bercanda, muka masih kayak anak kecil, dan senang jadi baby sitter ( ada myqers yang bawa anak dan saya sempet asuh anaknya selama acara kopdar hahaha ), walhasil, ada juga orang yang ngaku kaget dan nggak percaya kalau ini adalah hashishin (nama saya di forum, diambil dari nama pasukan pembunuh dalam aliran sempalan Islam di zaman medieval dulu) haha yah, well, saya orangnya penasaranan jadi selalu ada banyak hal untuk di-penasaran-kan hahaha so saya tetep penasaran wujud aslimu seperti apa, wkwkw.. berikut juga penasaran melihat ekspresi u ketika melihat wujud asli saya. Hoho

Wooh.. seorang debater yang di dunia maya cenderung intimidatif ternyata bisa nyambung sama anak2? Hahaha.. baru kelihatan sisi sanguinis-nya kalau diluar debat, interesting.. ternyata tidak bisa mengenal seseorang hanya dari topik dan gaya bicaranya dalam forum, maybe because life is more than just discussions and debates, hmm.. Tapi menarik untuk tahu kenapa Anda suka berdebat. Karena sejauh yang saya tahu, bukankah semua bentuk pertukaran pendapat itu ujungnya untuk mencari kebenaran? Apa motivasi Anda dibalik debat sehingga jatuhnya jadi intimidatif? Atau itu hanya masalah bahasa alias cara penyampaian yang secara tidak sadar Anda lakukan sehingga jadi terkesan menindas? Ini (mungkin orang2 jenis Anda waktu dulu) juga salah satu yang membuat saya malas diskusi/debat karena kelihatannya hanya berujung pada perang ego. Saya selama ini tidak menganggap e-mail ini sebagai ajang diskusi untuk mencari jawaban/persetujuan atas sesuatu, melainkan sebagai mata tambahan saya ke dunia luar, jadi saya bisa melihat dari kacamata berbeda dengan harapan bisa memahami dunia lebih baik sekalian mungkin kalau ada harta dikit2, hoho.. So, itll be interesting to hear directly from an ex-agressive-debater about how he perceives/d the world, but of course its up to you :)Btw, saya juga tipe yang keras kepala.. dan saya rasa sifat keras kepala itu tidak jadi masalah asalkan tidak termasuk memaksakan pendapat ke orang lain, itu aja. Saya adalah saya dan kamu adalah kamu, manusia memang diciptakan unik, ga bisa dan ga ada yang mau disamakan. Hmm.. sedikit sharing, tipe kekeraskepalaan saya cenderung membuat saya terisolasi. I and most social conventions just dont match. Dalam keluarga juga, saya seperti tidak pernah menumpang perahu yang sama, cuma sekoci yang talinya (yang terikat dengan kapal induk) sangat tipis, hahaha.. not that I regret it anyway. I love my self, include every dark corner of the soul ;>Nyambung lagi dengan bahasan tentang Near.. yang Anda maksud sebagai wujud asli pasti wujud fisik di dunia nyata, kan? Saya justru tidak merasa real di dunia nyata karena fisik saya tidak mencerminkan jiwa saya. Orang2 selalu salah menginterpretasi saya, sampai bingung gimana menceritakan detilnya karena rumit mungkin karena identitas saya berlapis2, haha.. Intinya adalah, kalau saya tidak memberitahu dengan gamblang tentang siapa diri saya, siapapun tidak akan menyangka kalau saya seperti itu. Seperti saya bilang, saya orang yang suka menyimpan-nyimpan apapun, itu basisnya.. salah satu hasil yang tampak dari luar dari prinsip itu adalah saya cenderung tidak ekspresif secara fisik. Body language is not my native tongue, juga semua hal yang menyangkut atribut material saya (how I dress, the character of my face, etc). Saya lebih suka menampilkan diri lewat bahasa yang lain: verbal/visual (like Nears character image)/auditorial.. entah apa lagi pokoknya selain bahasa tubuh. Ini juga termotivasi oleh prinsip saya yang menganggap dunia fisik/luar tidak penting. Im what I think/like/feel/want etc (inner world), not what I have/how I look/who my friends are etc (outer world).Jadi kalau Anda penasaran wujud asli saya seperti apa, sebenarnya lewat e-mail ini Anda telah melihat jauh lebih banyak daripada orang2 yang melihat fisik saya secara langsung, tapi itu berdasarkan definisi saya sendiri bahwa Im my inner world. Kalau Anda punya prinsip Im my outer world atau Im my inner + outer world, ya.. saya bisa mengerti kalau Anda masih penasaran dengan wujud fisik, tapi sebaiknya jangan berharap banyak kalau saya akan menampakkan diri, hehe.. Dan karena saya tidak peduli dengan outer world, saya tidak terlalu tertarik mengetahui avatar Anda di dunia nyata. Maksudnya, saya beranggapan kalau things are always more than meets the eye, selalu ada gap antara tanda dan makna dibaliknya. Mungkin karena saya merujuk pada diri saya sendiri yang tampaknya sedikit sekali korelasi antara bentuk fisik dan mental (ditambah bacaan2 tentang psikopat ), saya menganggap dunia juga begitu. Thus, anything can be anything = anyone can be you, jadi saya sudah siap2 melihat apapun sosok Anda = tidak kaget lagi = mungkin Anda malah akan melihat saya berekspresi datar, hahaha..Hal ini membuat saya tertarik membahas apa sebenarnya realita? Berdasarkan pengalaman dan nalar pribadi, saya berpendapat kalau realita itu berlapis2. Mulai dari galaksi sampai quark atau individu sampai sel, semuanya realita, semua punya sistem dan hukumnya sendiri, tapi semuanya juga benar. Jadi kalau ada fakta bahwa ada ketidakselarasan antara fisik dan mental, mungkin sebenarnya itu hanya karena keterbatasan manusia memahami sesuatu secara integral. Kelihatannya yang dalam tidak mempengaruhi yang luar, padahal bisa jadi faktanya adalah sebaliknya. Tapi disisi lain, saya perhatikan bahwa manusia memang punya sebuah kuasa luar biasa yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu kuasa untuk berbohong. Kata Shakespeare, God had given you one face, you give yourself another. Manusia bisa berkehendak untuk menciptakan realita yang berbeda antara dunia dalam dan luar.. dengan segala konsekuensinya tentunya. Jadi cuma manusia yang lapisan2 realita-nya bisa tidak sinkron seperti saya bilang, dalam persepsi saya, things are always more than meets the eye. Kalau sudah begitu, lapisan mana sebenarnya yang bisa dianggap sebagai yang benar/kebenaran? Bagaimana cara mendeteksi lapisan yang benar itu?Aktris/aktor2 pastilah pembohong2 nomor satu di dunia karena mereka bisa menghayati perannya sangat baik sampai2 seolah2 mereka berperan menjadi diri sendiri. Zaman sekarang rasanya tidak selayaknya lagi percaya pada 100% pada media (baik yang menyampaikan fiksi maupun fakta) karena sudah begitu canggihnya teknologi special effect dkk. Seolah-olah nyata padahal bukan, dianggap tidak ada tapi terlalu jelas. Jadi hasilnya adalah ilusi! Hahaha.. Setahu saya sebenarnya kata realita meliputi banyak konteks (seperti realita vs imajinasi, realita vs permainan, realita vs palsu/bajakan dsb), tapi saya ingin tahu dulu pendapat Anda dalam konteks realita/kebenaran vs kebohongan.

Btw, karena orang ekstrovert, saya yakin Anda punya banyak pengalaman, termasuk tentang mendeteksi kebohongan, dibohongi atau.. pernah membohongi orang? ;D Hehe.. maybe I can get some treasures from that, but its up to you to share it or not.Well, mungkin karakter saya yang EKSTROVERT mempengaruhi perbedaan cara pandang saya dengan Clyde (dalam hal memperlakukan outer dan inner environment). Kan u introvert,tentunya punya alasan sendiri kenapa u lebih focus pada your inner world not interested in sensing, etc.. well, its your right whether you would like to share the reason(s) or not, but to be honest, Im curious about that hehehe.. (ketawa mak lampir-with no voice). Tapi untuk orang yang focus pada inner, kelihatannya wawasan outer u sangat banyak

Ya, betul. Outer environment. Ini juga ada why-nya. Saya berpendapat bahwa saya adalah manusia (ya iyalah wkwk), lalu manusia adalah satu individu yang saaangat kompleks baik secara bentuk maupun substansi, namun, sekompleks2nya manusia, ia hanyalah satu titik kecil di bumi. Dan you know what, bumi hanyalah satu titik kecil dari tata surya dan tata surya hanya satu titik kecil dari galaksi, galaksi hanya satu titik kecil di alam semesta, yang mencakup seluruh ciptaan Allah (Tuhan/God). Jadi kesimpulannya saya merasa harus mempelajari banyak hal di dalam diri saya, dan mempelajari lebih banyak lagi di luar sana

Hoo.. disini saya mendeteksi Im smaller than the world, sedangkan dalam persepsi saya, Im bigger than the world, interesting.. Ini sekalian menjawab pertanyaan tentang kenapa saya lebih fokus pada inner world: sederhana saja, saya merasa hal2 yang terjadi dalam diri saya sudah cukup kompleks dan berdasarkan pengalaman, saya menemukan ada cara kerja yang sama antara dunia dalam dan luar saya (bisa dipararelkan). Jadi saya merasa kalau saya bisa memahami diri saya, saya juga bisa memahami seluruh dunia. Mungkin ini juga dipengaruhi oleh sifat saya yang individualistik sehingga mengutamakan diri sebagai subjek (subjek sebagai pemeran utama, jadi yang di dalam jadi prioritas).Tapi bukan berarti saya hanya mempelajari diri saya. Saya juga mempelajari dunia luar, tapi terutama dengan cara mengamati dan menganalisa, melihat dunia sebagai objek (yang diluar DIBAWA ke DALAM). Anda pernah bilang kalau dalam pengamatan selalu ada jarak meski jarak itu 1 cm, kan? Well, I agree, karena sebenarnya saya membandingkan pengamatan itu bukan dalam rentang jaraknya, melainkan dengan keterlibatan atau pengalaman. Menonton Indiana Jones berbeda dengan menjadi Indiana Jones (seandainya Indiana Jones adalah real). Yah.. karena saya introvert, saya cenderung malas untuk mengalami karena saya bisa mudah sekali memvisualisasikan pengalaman itu dalam pikiran saya (inner resource). Persis seperti nonton film (bentuk lain dari mengamati). Logikanya, kalau bisa dibayangkan/ditonton/didapat dari pengalaman orang lain, ngapain mengalami sendiri? Toh harta/pelajaran yang didapat sama saja. Pasti pernah denger ini: orang cerdas belajar dari pengalaman, tapi orang yang lebih cerdas belajar dari pengalaman orang lain, haha.. entahlah, mungkin ini juga ada konteksnya. Tapi ya.. Anda sudah tahu saya punya pengecualian untuk harta digdaya (apa ya istilah buat ultimate treasure ;p ?), saya harus mengalami sendiri.

Jadi, diri saya > (lebih penting dari) seluruh dunia = Im bigger than the world. Istilah lainnya mungkin membawa dunia masuk ke dalam kepala/diri, hahaha.. Bermain teori sedikit, mungkin perbandingannya dengan Anda adalah Anda membawa diri keluar/ke dunia, jadinya seperti seorang player yang dihadapkan pada sebuah dunia di dalam game. CMIIWKalau Anda menemukan bahwa saya terlihat punya wawasan luas tentang dunia luar, ya.. ingat bahwa saya mendapatkan semua itu terutama dari hasil pengamatan, bukan pengalaman. Siapapun bisa mengakses informasi dari manapun. Tapi meski begitu sebenarnya saya tidak tahu banyak2 amat, malah saya tidak mau tahu: 1. apa yang tidak menarik buat saya; 2. apa yang bukan urusan saya; 3. apa yang tidak bisa saya ubah. Menurut saya, buat apa buang2 energi untuk sesuatu yang tidak disukai (pelit energi ;) )? Saya blank abis tentang kasus Bank Century, Gayus, Antasari, sengketa Indonesia-Malaysia, dll yang topiknya sering digaungkan di media. Theyre not interesting for me, not my business, and not gonna change even if I do care. Tapi kalau saya tertarik tentang sesuatu, saya akan menggalinya dalam2, jadi mungkin pengetahuan saya cenderung bersifat terspesialisasi/sangat fokus.. yang tidak sembarangan saya bagikan tentunya (seperti saya bilang, saya suka menyimpan-nyimpan ;D ).Well, iya ya, interesting ternyata hm.. such synchronization is somewhat coincidental and natural, I think. Coz when I read the Frankls Book, I have own values in my mind already, so I naturally judged and/or perceived the book content using those values.

Hmm.. seperti kacamata, ya? Its interesting to know the color of your glasses:)Hm, soal how dan why, everybody has why and how. May be we can say that the how is the way we implement our why. For example, Im searching how to live this life rightly because of some reasons and the reasons are the why. We can still put the question on the reason, and find the never ending why question. I think may be your way of life (i.e. how you perceive and live your life) is the implementation of your why. So, everyone would find out for their why and how, tapi porsinya segimana, tergantung banyak hal

Memang, saya juga punya pendapat yang mirip: kelanjutan/keluaran dari pikiran (yang didalam) adalah tindakan (yang diluar). Tapi mungkin konteks yang saya maksud berbeda: what is your dominant question? lebih ke identifikasi kepribadian. Kalau berdasarkan pengalaman, saya yang why-person cenderung ragu dalam bertindak karena terus mencari & menghayati the why.. jadinya mikir terus tapi ga jalan2, haha.. Kenapa saya merasa bukan how-person (dalam definisi saya adalah orang yang cenderung mencari cara melakukan sesuatu)? Simply because I rarely do it. WHY? Karena saya merasa itu tidak penting, buat saya yang penting alasan dibalik segala sesuatu, jadi cara menjalani sesuatu terserah individu yang bersangkutan.. asal tidak merugikan orang lain, hehe.. Selain itu, saya (selalu!) mengamati diri saya bahwa saya jauh lebih tertarik dengan aspek why dari segala sesuatu, misalnya, kalau baca novel detektif, yang paling menarik perhatian saya adalah motif pembunuhnya, bukan cara pembunuhannya (meskipun menarik juga). Theres sense of, Oooooo... jadi karena itu... interesting, interesting!. Saya merasa dapat banyak pelajaran/harta dari aspek why dibanding how. Dan juga karena dalam why saya melihat ada aspek misterinya (I llllove hidden things kecuali makhluk halus.. and so, sebenarnya saya senang juga Tuhan main petak umpet sama saya ). Pokoknya kata why membuat saya excited lah, hahaha..Entah bagaimana dengan how-person. Are you really a how-person like I assume? Atau mungkin ada yang lain selain how...

susunya sayang klo dibuang semua, lebih baik diakali saja biar tetap menyehatkan, hahaha toh kita punya hati (I mean hepar, not heart) yang berfungsi untuk menetralisir racun hehe yah, kita punya pendapat masing2, saya juga menghargai itu, but to be honest I cant avoid myself from tempting u to learn (my version of) history hohohoho.

Hahaha.. yah, saya sepertinya punya survival instinct yang (sangat?) berlebih dibanding Anda, soalnya kalau diperjelas lagi, saya membayangkan setitik nila itu adalah kalium sianida.. yang bisa membunuh dengan dosis seujung kuku! Mungkin ini juga efek samping kebanyakan baca novel detektif. Tentang sejarah versi Anda sebaiknya disimpan saja dulu karena saya belum mencium ada harta dari sana ;)Pakai kamera digital? Keliatannya saya yang lebih pelit karena peralatannya hanya pulpen dan kertas ( seringkali kertas bekas loh, asal masih ada space kosong yang enak buat nulis :P) nggak mau kalah ni ceritanya--. Maklum, keadaan ekonomi keluarga saya tergolong sangat biasa-biasa, sampai sekarang pun tidak punya kamera digital apalagi PDA . semenjak dunia internet semakin maju, saya memang lebih suka e-book, jadinya pola pelit saya agak sedikit berubah sekarang, terutama semenjak ada 4shared.com, beuuh,..di situ amatnya banyak e-book yang ada,.. asal ingat judul atau penulisnya, kemungkinan besar ada bukunya di situ, hanya saja, berhubung saya hanya punya laptop, itu pun kepemilikannya bareng2 dengan adik2, jadi saya perlu hardcopy juga kadang2 :D

Hehe.. karena sepertinya kita sama2 pembajak, saya jadi ingin tahu pendapat Anda tentang pembajakan (software, buku, etc). Buat saya sederhana saja: membajak/ngopi digital things itu seperti sharing file sama teman. Jadi kalau mengonsumsi barang bajakan/ngebajak, itu artinya sharing file sama teman yang kebetulan-jaraknya-jauh, hehe.. Saya membayangkan kalau seandainya untuk menikmati produk pengetahuan (yang menurut saya seharusnya jadi hak milik setiap orang!), hiburan, dll every single person has to buy for it, rasanya utopis karena saya perhatikan orang suka berbagi (kalau dalam sistem ngebajak sebenarnya adalah perkalian). Tapi kadang saya merasa bersalah juga kalau si pencipta produk itu keuntungannya berkurang karena ada pembajakan karena saya membayangkan membuatnya pasti susah (ngebayangin software 3dsmax yang otak saya dikali 100 pun rasanya mustahil bisa membuatnya.. aslinya kalo ga salah 3000 dolar-an, tapi di mall mangga dua dapet 50rb). Saya membayangkan juga kalau misalnya saya suatu hari bisa membuat buku, apa saya akan rela orang membacanya gratis (mengingat saya orang pelit)? Hehe.. What do you think?[Catatan: pembajakan disini tidak termasuk pencurian karya yang kemudian diklaim sebagai buatan sendiri]Pada setiap jalan yang sesat ada syaithan yang menggoda manusia. Itulah mengapa saya menempatkan perang ini adalah perang antara 2 pihak, muslim dan non muslim. Tentunya bukan berarti setiap non muslim yang saya temui adalah musuh dalam perang, tetapi makna perang di sini lebih ke arah persaingan eksistensi. Mana yang akan lebih menyelimuti bumi, light or darkness?

Ho.. saya menangkap maksud Anda seperti ini: agama Anda adalah bagian dari light itu. Hal yang wajar menurut saya, karena setiap orang beragama pasti menganggap agamanya sebagai jalan menuju kebenaran/kebahagiaan hakiki. Tentu saja setiap pemeluk agama harus yakin bahwa agama yang mereka peluk memegang kebenaran, kalau tidak ia tidak akan memilih agama tersebut. Tapi apakah itu juga berarti bahwa agama itu yang harus menguasai dunia (mengingat kepercayaan orang beda2)? Soalnya kalau melihat kata Anda dalam e-mail yang sebelumnya, ..membangkitkan lagi kekuatan kaum Muslimin.., wao, terlihat seperti ada keinginan untuk melakukan hegemoni (agama Anda saja, bukan light yang universal). Sejujurnya jadi agak sensi mendengarnya karena saya benci segala macam doktrinasi (hegemoni disini menguasai pemikiran), hehe.. Memang, sebenarnya sekarang juga sekarang terjadi hegemoni kapitalis, sih, doktrin2 juga meski banyak orang mungkin ga merasa karena penyusupannya halus. Jadi mungkin dunia tidak akan bisa menghindar dari fenomena hegemoni karena pasti akan ada konsep/ideologi yang mempunyai mayoritas pengikut menguasai pemikiran mayoritas orang di dunia. Karena saya orang individualis, saya sudah biasa memberontak atau melawan arus, hehe.. jadi kalau pun ada yang namanya hegemoni dari ideologi apapun, saya menolak mentah2 untuk dipengaruhi kecuali kalau ada unsur yang pas dengan saya kembali lagi ke kepentingan pribadi. Tapi menurut saya tetap seram kalau mendengar bahwa sebuah ideologi berbasis satu agama akan berjuang untuk mendapatkan posisi hegemoni, soalnya saya melihat ada sense of fanatism. Saya pernah sepintas baca tentang perang2 yang diistilahkan sebagai perang suci perang yang katanya demi Tuhan.. kalau sejarah itu benar. Saya mendeteksi muatan subjektivitas yang lebih kental dibanding perang2 yang berbasiskan kepentingan (perang dunia yang termasuk Nazi dsb kalau semua itu nyata), karena menurut saya bagaimana pun juga tidak ada seorang manusia pun yang bisa mengklaim kalau dia melihat Tuhan atau menerjemahkan keinginan Tuhan dengan presisi. Jatuhnya menurut saya jadi, Ini kata Tuhan, lho!, lah.. itu kan terjemahan mereka saja, terdengar seperti pembenaran sepihak, padahal interpretasi bisa banyak macamnya. Mungkin mereka saja yang sebenarnya diam2 punya nafsu membunuh/memperebutkan pengikut/menguasai dunia, lalu menutupi/memoles hal yang terlalu vulgar itu dengan kata2, Demi Tuhan! (yang dianggap salah satu tanda dari konsep kesucian) biar bisa dibenarkan. Sedangkan motivasi/kecenderungan egois memang ada dalam diri manusia (termasuk saya) dan jelas2 diperlihatkan dalam perang berbasis kepentingan (cth: Hitler menjelaskan ide rasisme-nya dengan gamblang, Belanda terang2an menjajah Indonesia) kata buku sejarah begitu sehingga lebih mudah dipahami and sounds less hypocritical than holy war.Dan saya juga tidak mengerti kenapa manusia tertarik untuk memperebutkan pengikut dan mempengaruhi (contohnya, saya deteksi jelasss sekali dari Anda, hehehe..), soalnya saya merasa bukan salah satunya. Kalau saya punya pandangan yang idiosyncratic, I think I can describe it in objective way without sense of suggestibility. My principles maybe provoke someones mind, but I never meant to make anyone accept or believe that. Lalu berhubungan dengan light vs darkness.. saya tidak melihat light-darkness sebagai dua hal yang sifatnya terlalu konfrontatif (benar-salah, hitam-putih). Saya tidak suka menganggap orang yang bersebrangan dengan saya sebagai penjahat atau bagian dari darkness (meski ada sih penyimpangan2 yang tidak bisa saya tolerir, hehe..), karena kalau ada penjahat berarti dunia butuh pahlawan. Artinya, istilah pahlawan bisa didefinisikan karena ada istilah penjahat. Pahlawan jadi berarti karena ada penjahat = pahlawan BUTUH penjahat. Munafik sekali kedengarannya buat saya. Mungkin saya kadang2 empati sama penjahat karena diri saya sendiri seringkali suka mengamati, menjelajah daerah2 gelap dalam pikiran dan jiwa saya, hehe.. suka menanyakan hal2 nakal, menelusuri akar2 penyimpangan dalam diri, dan semacamnya, makanya saya melihat diri saya sebenarnya tidak jauh beda dengan mereka. Bedanya mungkin cuma: saya menyimpan-nyimpan sedangkan mereka terang-terangan, hahaha.. Dulu saya juga semangat denger2 istilah perang karena disitu ada sense of intelligence (strategy ;D) & power, tapi karena sekarang saya tidak lagi berpandangan hitam-putih + merasa punya kesamaan dengan mereka = tidak merasa ada pertentangan yang ekstrim, jadi malas deh, hehe..

Memang di dunia ini tampaknya ada fenomena oposisi biner (hal2 yang saling bertentangan), tapi saya juga melihat ada hal2 yang menolak dikategorisasi di salah satu kutub, misalnya: cahaya = bisa jadi partikel atau gelombang tergantung cara pandang pengamat; warna abu2 (+ konotasi wilayah abu2) = bukan hitam, bukan pula putih, tapi mengandung kedua unsur itu.Jadi, kalau memang ada orang yang saya rasa jahat dan saya merasa tidak bisa mempengaruhinya ke jalan yang menurut saya baik, saya mendingan menghindar daripada melawan atau menghakiminya.. kecuali kalau dia yang ngajak berantem atau mendoktrin saya duluan, hehe.. Im me and youre you. I let you with your principles so you should do the same to me and my principles. Konsekuensinya, saya dan orang itu tidak bisa hidup dalam satu ruang yang sama. Tapi sayang sekali planet macam Bumi sepertinya cuma satu di alam semesta, jadi saya tidak bisa pindah ke planet lain, haha.. akhirnya saya cuma bisa membangun benteng dengan untuk bertahan hidup. Artinya, saya tidak suka perang, tapi tetap bersiap2 kalau mereka menyerang dalam benteng itu ada suplai makanan, senjata, dsb, bentuk lain dari menyimpan-nyimpan saya, hahaha..Dan perlu diketahui, tidak semua paket ajaran non muslim itu 100% salah, tapi bercampur antara yang benar dan yang salah sehingga faidah dari kebenaran di dalamnya menjadi sangat kurang artinya. Sedangkan dalam ajaran Islam, dilarang mencampurkan yang benar dan yang salah,.. yah well, walau harus diakui, banyak juga penganutnya yang melakukannya karena berbagai macam alasan. Itulah yang saya sebut ada yang salah dengan (kondisi penganut) agama saya saat ini. Jawabannya ada pada pemurnian kebenaran, entah bisa atau tidak, yang penting usaha ke arah sana. :D

Oh iya, kesalahan yang saya rasakan di zaman ini bukan pada agamanya, tapi pada cara kebanyakan penganut agama ini dalam beragama.

Well,.. Semua informasi di atas adalah campuran dari informasi pihak ketiga dan penalaran saya sendiri. Saya ga punya pengalaman spiritual yang bisa diceritakan secara gamblang, tapi bukan berarti tidak ada spiritualitas khusus yang pernah saya alami. Saya juga bingung gimana ceritanya. Spiritualitas yang saya alami sederhana dan mundane banget. Misalnya, terkadang ketika saya mendapat suatu keberuntungan, atau suatu musibah, entah kenapa saya bisa merasakan bahwa hal-hal tersebut diberikan atau ditimpakan kepada saya oleh Allah yang selama ini saya sembah. Tiba-tiba saja saya merasa bahwa saya merasa ditolong Allah dan harus bersyukur pada Allah atas suatu keberuntungan, atau saya ditegur Allah dan harus berlindung serta memohon ampun kepada Allah ketika mendapat musibah. Kemudian, jika saya melakukan suatu perbuatan baik dengan benar ( ingat loh, dengan benar, dalam artian, cara pelaksanaan dan niatnya, insya Allah benar,.. menurut kemampuan pemahaman saya ), tiba-tiba saya merasa pantas untuk berharap disayang Allah, dan jika saya melakukan hal yang berlawanan dgn itu, tiba-tiba saya merasa pantas untuk takut kehilangan kasih sayang Allah. Begitulah spiritual experience saya simple ya? Ga ada istilah miracle, keajaiban , tiba2 saya tertimpa buntelan emas, tiba2 dari langit ada suara memanggil nama saya, atau mimpi bertemu nabi, malaikat, naik ke surga, atau apalah ga ada itu no such things at all

Hal lain yang membuat saya nyaman adalah agama ini bisa menjawab (hampir?!) seluruh pertanyaan saya termasuk memisahkan mana yang bisa dinalar oleh logika manusia, dan tidak. Batasnya tegas, jelas, meyakinkan dan tidak memaksakan, dalam artian batas2 yang ditetapkan itu memang bisa dijelaskan kenapa itu ada di luar logika.mungkin secara sadar atau tidak sadar, selalu ada sih, sisa2 pertanyaan saya yang belum terjawab, tapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya apa yang saya pelajari, berkat rahmat Allah, Alhamdulillah jawaban2nya mulai muncul, walau seiring berjalannya waktu pula, pertanyaan2 saya makin banyak :D

Karena Anda telah menyebutkan bahwa pertanyaan utama Anda adalah tentang cara menjalani hidup dengan benar, saya asumsikan bahwa menurut Anda agama ini banyak menjawab aspek how itu. Tapi.. apa Anda pernah menjelajah agama lain dan menanyakan pertanyaan yang sama (lalu mereka tidak bisa menjawab)?

Saya selama ini belum sempat menjelajah agama2 lain lebih karena saya sudah hilang kepercayaan sama agama2. Semuanya sepertinya UUD ujung-ujungnya doktrin, hehe.. jadi saya pikir kalaupun saya mengkaji agama2 yang ditawarkan di bumi, jadinya seperti konsumen yang akan memihak pada salesman yang paling pintar provokasinya = tidak berpikir sendiri, karena seperti sering saya bilang, menurut saya berdebat/mencari pembenaran itu gampang, kalaupun ada bukti si pendebat pasti merujuk pihak ketiga yang katanya-dapat-dipercaya second hand knowledge juga. Saya ingin bukti yang didepan mata atau saya alami sendiri. Thus, sekarang ini saya merasa bahwa mencari kebenaran melalui pengalaman sendiri adalah cara yang terbaik. Tuhan harus berbicara langsung pada saya melalui bahasa yang saya mengerti. Tapi mungkin menarik mengetahui kalau Anda punya bukti tentang bercampurnya benar-salah dalam agama non-Islam dan 100%-benarnya Islam.. dan yang saya maksud terutama adalah bukti yang Anda pernah pegang di tangan Anda sendiri. Buat saya ini akhirnya akan jadi second hand knowledge juga sih, tapi lumayan buat nambah wawasan :)

Tentang pengalaman spiritual, saya juga tidak mengharapkan sesuatu yang mistis kok. Saya sendiri, justru sejak mulai main petak umpet sama Tuhan saya malah banyak mengalami keajaiban-non-mistis-tapi-tetap-spiritual. Logika + intuisi sudah cukup, tidak perlu penglihatan khusus dan semacamnya. Dan kalau diperhatikan, didalam pengalaman2 ini ada kemiripan saat saya masih beragama dulu. Bedanya, dulu saya merasa mengenal Tuhan (dan nama-Nya) dibalik semua kejadian2 yang saya alami. Lalu suatu hari saya tiba-tiba merasa sangat bodoh. I had been thinking that I knew so much about my religion, but then everything vanished like a fatamorgana. Tapi sejak saya merasa Tuhan menyembunyikan diri-Nya, saya malah lebih banyak mengalami magical experiences dibandingkan saya saat beragama dulu.Hence, I cant help thinking: apa jadinya kalau saya dilahirkan dalam keluarga beragama lain? apakah saya akan merasakan perasaan yang sama (merujuk keajaiban2 yang saya alami pada nama Tuhan dalam agama lain itu)? Soalnya saya juga melihat fenomena2 dimana semua orang dalam agama apapun bisa mengalami pengalaman spiritual yang kelihatannya memberi somekind of divine message pada mereka bahwa youre on the right track contohnya juga termasuk saya yang bisa mengalami itu tanpa beragama. Nah lo...Oia, aliran ini bukan aliran yang terkait dengan aktivitas pengeboman di beberapa pelosok negeri loh ya, beda lagi itu mah. Tapi klo u mau tau ttg aliran yang terkait aktivitas pengeboman, insya Allah saya ada sedikit pengetahuan. Hehe atau mau bahas ketaatan pada pimpinan jg boleh.. tinggal request :D

Hmm.. gini2 saya kadang nonton TV juga, jadi banyak mendengar cara orang2 Islam menanggapi pengeboman itu: intinya kata mereka itu semacam misinterpretasi dari kata jihad. Menurut saya hidup memang adalah menafsir, tapi tidak seharusnya orang memaksakan tafsiran itu apalagi yang merugikan bahkan melakukan pembenaran untuk membunuh orang lain. Jujur lho, saya jadi muak melihat simbol2 Islam yang dipinjam pengebom/teroris2 itu: baju/jubah putih, janggut, istilah2 arab, dsb. Saya melihat orang yang Islamnya kelihatan dari luar sebagai orang fanatik a.k.a BODOH.. dan saya sensi dengan orang2 yang saya anggap bodoh or brainless (meski kadang2 senang juga karena bisa ditertawakan, hehe). Ya, ya, ya... I know its not good to generalize perception. Saya punya banyak teman muslim (tentu saja karena Indonesia kebetulan banyak muslimnya) dan realita mereka tidak seperti yang dijabarkan TV tentang teroris2 itu.. tapi saya tidak mengenal mereka sampai dalam, jadi entah deh.. Pernah ada kenalan orang dalam? Kalau ada dan boleh di-share, asik juga tuh, hehe.. Kalau tentang ketaatan kepada pemimpin, gimana ya.. saya orangnya naturally rebellious. Bahkan dari kecil saya tidak suka disuruh-suruh orang tua, haha.. Mungkin ini akarnya dari masalah kepercayaan, saya pada dasarnya ber-mode-on: tidak percaya siapapun (I mainly distrust authotiry), pada apapun dulu. Tapi meskipun saya sudah percaya sesuatu, saya tetap tidak suka menjiplak, seperti saya bilang, Im stubbornly individualistic. Kalaupun sudah ada yang namanya rel, saya pasti akan coba belok-belok juga karena penasaran, hehe.. Jadi saya kemungkinan besar akan merugikan banyak orang kalau masuk ke dalam organisasi karena tidak mau diatur. Saya tidak mau dipimpin dan memimpin. Let me do things in my own way. Dalam metafora biologi, mungkin saya adalah radikal bebas, cuma tidak terlalu agresif, hahaha..

Her? wuaw, jadi mentornya wanita ya hm, tentang kalimat u : tend to be a heart-person while Im a head-person ya itu emang wajar terjadi, cewek gitu loh. Itulah kenapa cowok dan cewek saling melengkapi namun sering sulit saling memahami wkwkwkw karena memang defaultnya begitu. Menurut saya, tidak ada yang lebih istimewa atau lebih tidak istimewa terkait defaultnya, hanya saja masing2 gender punya masing2 karakteristik khusus. (sedikit intermezzo, saya ingin bertanya pada kaum feminis yang menggagas persamaan gender, apakah mereka punya ide supaya pria bisa melahirkan anak, haha. ).

Yep, kebetulan satu-satunya yang menjawab itu mentor cewek. Memang sih, saya juga sering baca kalau cewek memang lebih berorientasi ke hati daripada kepala, tapi saya mengirim e-mail itu kepada mentor2 tersebut (yang diantaranya cewek) bukan tanpa alasan. Mereka kelihatan lebih mengerti prinsip2 kehidupan dibandingkan saya. Logikanya, bukankah yang berani ngomong harusnya punya dasar dibalik omongannya? Kalau tidak jadinya omong kosong, kan? Seperti Anda bilang: Hanya saja, pembawa materi punya tanggung jawab untuk materi yang dia bawakan, nggak boleh sampe keliatan kurang menguasai materi.

Yah.. karena yang menjawab itu mentor cewek, mungkin saja sebenarnya ia mengerti sesuatu, tapi tidak bisa menyampaikannya dengan urutan yang logis dan objektif karena otaknya jarang dipake (dalam arti netral lho, maksud saya hati jadi prioritasnya). Tapi kalau boleh jujur, tetap saja sih, saya cenderung lebih menghargai orang2 yang berotak dan suka menggunakan otaknya, hehe..

Meski sering baca tentang psikologi kepribadian, saya jarang benar2 berinteraksi secara dalam dengan orang, baik cowok maupun cewek. Tipe interaksi saya hanya dipermukaan semua, jadi saya kadang2 sulit melihat perbedaan antar gender karena tidak mengenal dekat kecuali dari penampilan dan tingkah laku luar tentunya. Dan karena saya punya pandangan things are more than meets the eye itu, saya tidak mengidentifikasi orang berdasarkan gender (salah satu outer world juga). Saya melihat ada juga cowok2 yang dalamnya feminin dan cewek2 yang dalamnya maskulin. Jadi waktu saya ngirim surat ke mentor2 itu saya tidak memerhatikan gender mereka karena siapapun bisa brainy dalamnya meski luarnya tidak terlihat seperti itu, tapi ternyata.. ya sudahlah, hehe..Tapi well, tiap orang punya caranya sendiri. Btw klo boleh sedikit tebak2an, mungkin hal2 yang dibawa oleh mentor u terlalu konseptual, ideal, teoritis, dogmatis, sehingga ada gap antara tataran konsep dengan implementasi, antara ide dengan realitas?

Sebenarnya kalau dibilang ada gap tidak juga, tapi sebenarnya saya malah tidak peduli dengan itu karena kalau pun Tuhan mendefinisikan apa yang benar/salah, apa yang boleh/tidak boleh, apa yang baik/tidak baik, etc saya tetap akan merujuk pada penilaian saya sendiri tentang apa yang benar/salah dsb itu, hehe.. (how-nya saya rumuskan sendiri). Yang saya pertanyakan adalah asal dari semua prinsip itu dan why2-nya. Intinya kalau saat mentoring, waktu mereka ditanya: kenapa? Dijawabnya: tidak tahu atau udah dari sononya. Singkatnya, buat saya seperti menutup pintu pertanyaan. Disini ada perbedaan persepsi: sesuatu yang buat saya belum final bagi mereka sudah final. Sebenarnya ini tidak hanya berlaku buat mentor atau kelompok2 dalam agama saya saja, tapi juga semua orang yang pernah saya temui seumur hidup (dengan catatan tidak banyak jenis orang yang saya temui seumur hidup saya, hehe..). Selain itu, mentoring yang pernah saya ikuti hanya ngebahas masalah2 dangkal, the how yang menurut saya almost not interesting at all. Saya belum menemukan seorang pun dalam kelompok2 yang pernah saya masuki yang like-minded dengan saya. So, Ive gotta go my own way.Hehe I mean, I dont really want to choose a particular profession as a fix one. I would like switch from profession to profession if it is necessary. Btw I chose the accounting major because its passing grade not because the accounting :D although now I find myself enjoying to learn accounting.

Wo.. kelihatannya seperti nikah dulu baru cinta, hehe.. Sepertinya Anda tidak terlalu sensitif dengan masalah what you want to do till the rest of your life. Sedangkan, mungkin lagi2 karena sifat individualis saya, saya percaya kalau setiap orang punya cinta sejati dalam konteks profesi (about what you truly enjoy doing, which makes everyday of your life seems like a holiday) meskipun tentu bisa berkembang juga. Seperti saya bilang juga, saya paling payah dalam hal adaptasi, jadi kalau saya salah pilih, saya bisa frustasi, hahaha.. Well, its interesting to see different perception about profession.Hm.. hedonist ya,.. dulu saya pernah melihat mereka dari dekat dan melakoni sebagian aktivitas yang sama dengan mereka. Sebenernya ga banyak kok yang dipikirkan oleh orang hedonist ketika hedonnya kambuh. Mereka Cuma berfikir : how to have fun.. kira2 begitulah mungkin sama dengan have fun-nya newton pas lagi ngulik kalkuluswkwkw. tapi memang di dunia ini ada banyak hal yang menarik untuk diamati ^^

Gimana ya, saya cenderung suka menggali, hehe.. saya punya pandangan bahwa dunia ini lebih dalam dan misterius daripada yang terlihat dipermukaan. Jadi kalau memang motivasi hedonis2 itu kelihatannya dangkal, cuma mencari kesenangan, saya berpikir pasti ada sesuatu didasar mereka yang membuat mereka begitu. Menurut saya have funnya Newton beda, meski sama2 ajeb2, tapi terlihat lebih punya kedalaman.. deep joy gitu lah, haha.. Entahlah kenapa dalam konteks ini saya justru tertarik sama yang dangkal ;)Contoh lain lagi,.. mungkin kita menganggap pertemuan kita adalah chaos, kebetulan, atau apalah tapi, seandainya, ada orang yang mengenal u dan saya, dan mengatur supaya kita bertemu, dengan cara membuntuti u, kemudian memindahkan surat itu ke buku jenis yang biasanya senang saya buka-buka, tentu menurut persepsi orang itu, pertemuan kita bukan chaos, bukan kebetulan kan? So, still,.. I think chaos adalah masalah persepsi hehe

Saya mencium adanya perbedaan pendapat kita soal ini nih tapi mudah2an tetap nyaman lah ya dalam berdiskusi

Wah, iya nih, memang beda persepsi, hehe.. ya sudah. Tapi apart from this chaos matter, saya juga punya pendapat bahwa tidak ada yang namanya kebetulan, tapi ini lebih mengarah pada campur tangan Tuhan dimana manusia bertindak sebagai pihak yang tidak sadar (karena buat saya hanya Tuhan yang tidak terpengaruh chaos). Apa yang manusia anggap sebagai kebetulan adalah suatu peristiwa yang rantainya tidak terlihat atau setidaknya belum bisa terlihat. Nah.. saya pernah bilang tentang apa yang terjadi saat saya mendapatkan treasure detector, kan? Itulah saat saya merasa mulai bisa melihat rantai itu meski masih samar2. Tapi yang sebenarnya saya lihat bukan rantai per rantai dengan detail, melainkan baru ujung-ujung rantainya saja: saya mengalami/mendapatkan ini karena itu dengan catatan faktor X alias faktor Tuhan sangat dominan. Dan.. mungkin saya bisa ngebocorin sedikit tentang intuisi ini, karena salah satunya telah Anda singgung: why on earth it had to be you whos answering this letter? Sebenarnya saya mulai melihat rantainya dikit2.. tapi saya merasa masih belum perlu untuk membahasnya, belum menemukan cara yang tepat untuk menceritakannya, takutnya nanti salah interpretasi dan Anda jadi kegeeran, hehe..Mungkin pendapat saya tentang chaos lebih menekankan pada tingginya kebebasan manusia dalam berkehendak yang kadang tidak terpengaruh hukum alam. Haha.. mungkin saya terlalu individualis (free thinker), jadi mengagung2kan yang namanya freewill.NB : according to littauer classification, I am 60+% koleris, sisa 40%- nya di bagi hampir rata antara sanguine, melankolis dan phlegmatic :D. So, ngerti lah ya :D

Hoo.. pantes suka debat, cocok, cocok ;) Kalau menurut klasifikasi itu, saya pernah juga ikut tes di buku Personality Plus, kalo ga salah ada 40 pertanyaan, jawaban saya: melankolis 37, flegmatik 2, koleris 1, sanguin 0! Keliatannya timpang sekali ya Tapi menurut saya klasifikasi ini kurang akurat. Saya usulkan Anda mencoba juga sistem enneagram karena berdasarkan pengalaman pribadi, I dare say 100% tepat. Kalau ada sesuatu yang bisa saya fanatik-in, itu adalah sistem enneagram, haha.. Menurut buku yang saya baca tes ini hasilnya akan lebih tepat kalau dilakukan saat subjeknya berumur 20-25 thn. Ive been studying my self my whole life and I found that so far only this system can understand me so precisely (in term of personality DNA).

Saya juga usulkan (MBTI) Myers-Briggs Type Indicator, menurut saya yang ini ketepatannya 90%, karena dibandingkan enneagram ini tidak tersistem, hanya menggunakan oposisi biner. Informasi dan situs2 yang menyediakan tes 2 sistem ini banyak di internet.Kalau berdasarkan sistem enneagram, Im a type 5 with 4 wing, self-perservation subtype. Anda tinggal baca deskripsi tentang tipe ini dan Anda akan langsung tahu personality-DNA saya (about 33% of me) :) Tentu saja, sisanya kita punya lingkungan dan freewill. Dalam sistem MBTI, saya seorang INTP.Thats all for now. Sorry if Im bragging too much about my self, cause actually thats my main expertise: my self, hehe.. And Im sorry too if my language is too dry compared to your expressive one (menyinggung tentang sifat keras kepala yang mungkin maksud Anda tercermin dari bahasa Anda) Regards,

(mature) Clyde S.

NB: Saya lampirkan file enneagram test dalam bentuk ms.excel. Saya tidak mengajak Anda untuk percaya pada sistem ini, saya cuma penasaran hasil apa yang didapat kalau Anda ikut tesnya, haha.. Tentu kalau Anda sempat.