43
1 VERBA TRANSITIF DALAM KLAUSA BAHASA INDONESIA PADA RUBRIK TAJUK RENCANA KOMPAS (Studi Analisis Tagmemik) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tajuk rencana merupakan tulisan pokok dalam media massa surat kabar yang merupakan pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan beberapa waktu sebelum surat kabar itu diterbitkan. Bahasa dalam tajuk rencana sangat ringan sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pada penelitian awal terlihat bahwa tajuk rencana mengungkap informasi atau masalah aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut, kritik dan saran dalam mengatasi permasalahan, serta harapan redaksi akan peran serta pembaca. Oleh karena itu, tajuk rencana sangat cocok untuk dibaca oleh pelajar. Apalagi di kompetensi dasar kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP) siswa diwajibkan untuk menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas. Bahasa dalam tajuk rencana mudah dipahami karena bentuk kalimatnya pendek-pendek. Pengamatan sementara memperlihatkan bahwa kalimat-kalimatnya terdiri atas satu klausa. Kebanyakan

Contoh Embri Skripso

Embed Size (px)

Citation preview

1

VERBA TRANSITIF

DALAM KLAUSA BAHASA INDONESIA

PADA RUBRIK TAJUK RENCANA KOMPAS

(Studi Analisis Tagmemik)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tajuk rencana merupakan tulisan pokok dalam media massa surat kabar

yang merupakan pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi

pembicaraan beberapa waktu sebelum surat kabar itu diterbitkan. Bahasa dalam

tajuk rencana sangat ringan sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pada

penelitian awal terlihat bahwa tajuk rencana mengungkap informasi atau masalah

aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut,

kritik dan saran dalam mengatasi permasalahan, serta harapan redaksi akan peran

serta pembaca. Oleh karena itu, tajuk rencana sangat cocok untuk dibaca oleh

pelajar. Apalagi di kompetensi dasar kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP)

siswa diwajibkan untuk menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas.

Bahasa dalam tajuk rencana mudah dipahami karena bentuk kalimatnya

pendek-pendek. Pengamatan sementara memperlihatkan bahwa kalimat-

kalimatnya terdiri atas satu klausa. Kebanyakan dalam konstruksi klausa bahasa

Indonesia terdapat verba sebagai predikat dan verba predikat itu memiliki keunikan

tersendiri dibandingkan dengan kelas kata nomina, adjektiva, numeralia, dan

adverbia. Hal itu disebabkan verba memiliki kekayaan bentuk dan memiliki

produktivitas yang tinggi serta memiliki perilaku sintaktik dalam konstruksi klausa.

Sebagai predikat, verba sangat menentukan kehadiran konsituen, baik sebagai

subjek (S), objek (O), keterangan (K) maupun sebagai pelengkap (Pel). Misalnya,

secara semantik verba datang sebagai P dalam klausa menuntut kehadiran frasa

2

nominal (atau nomina) pelaku (‘yang datang’) sebagai S dalam konstruksi itu,

sedangkan verba datangkan (penambahan sufiks -kan pada verba intransitif itu),

selain frasa nominal S, menuntut kehadiran frasa nominal atau nomina sebagai O.

Sementara itu, verba buat sebagai P dalam klausa memerlukan kehadiran frasa

nominal (atau nomina) pelaku (‘yang membuat’) sebagai S dan frasa nominal (atau

nomina) sasaran-penderita istilah tata bahasa tradisional-, (‘yang dibuat’) sebagai

O. Adapun verba buatkan (penambahan sufiks -kan pada verba transitif itu), selain

frasa nominal pelaku S, memerlukan frasa nominal benefaktif (‘yang mendapatkan

hasil buatan itu’) sebagai O dan frasa nominal sasaran (‘yang dibuat’) sebagai Pel.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh tersebut yang ditulis di bawah ini.

(1) si Merah datang

(2) panitia mendatangkan si Merah

(3) Pak Teguh membuat laporan pertandingan

(4) Ayah membuatkan adik minuman susu

Pada contoh (1) siapa yang datang, jawabnya si Merah, dalam konstruksi klausa

itu konstituen si Merah disebut S; pada contoh (2) siapa yang mendatangkan,

jawabnya ialah panitia sebagai S dan siapa yang didatangkan, jawabnya ialah si

Merah sebagai O. Adapun pada contoh (3) siapa yang membuat, jawabnya Pak

Teguh dalam konstruksi itu Pak Teguh sebagai S dan apa yang dibuat, jawabnya

laporan pertandingan sebagai O. Sementara itu, pada contoh (4) siapa yang

membuatkan, jawabnya Ayah, dalam konstruksi itu Ayah disebut S; siapa yang

dibuatkan, jawabnya adik sebagai O; apa yang dibuat, jawabnya minuman susu,

dalam konstruksi itu minuman susu disebut Pel. Dengan kata lain, konstruksi

klausa dengan predikat verba datang memerlukan S- pelaku (Pelk), sedangkan

verba mendatangkan memerlukan S-Pelk dan O-sasaran (Sas). Demikian juga,

predikat verba membuat memerlukan S-Pelk dan O-Sas. Adapun verba

membuatkan mewajibkan kehadiran S–Pelk, O-benefaktif (Ben), dan Pel-Sas. Dari

gambaran itu jelas tampak bahwa verba menentukan kehadiran konstituen

penyerta dalam konstruksi klausa contoh di atas. Oleh karena itu, penelitian

mengenai verba ini sangat menarik.

3

Dalam penelitian awal pada tajuk rencana Kompas banyak ditemukan

konstruksi klausa dengan tiga konstituen yang terdiri atas (verba) predikat yang

disertai S dan O. Konstruksi itu dikenal sebagai klausa transitif dan verba

predikatnya disebut verba transitif. Dengan kata lain, verba transitif sebagai

predikat membutuhkan kehadiran konstituen S dan O yang berupa frasa nominal

(nomina). Selain ciri fungsi (S, P, O, bahkan K) serta ciri kelas pengisi verba dan

nomina, verba predikat juga menandai ciri ketransitifan. Klausa dengan verba

predikat yang mewajibkan kehadiran S disebut sebagai klausa intransitif dan

klausa dengan verba predikat yang menghadirkan S dan Pel atau K disebut

sebagai klausa dwi-intransitif. Sementara itu, klausa dengan verba predikat yang

menghadirkan S dan O disebut sebagai klausa transitif dan klausa dengan verba

predikat yang mewajibkan kehadiran S, O, dan Pel atau K disebut sebagai klausa

dwitransitif.

Selain ciri ketranstifan tersebut, dalam penelitian awal ditemukan verba

predikat dengan bentuk meN- dan di- (mendatangkan, membuat dan didatangkan,

dibuat). Verba bentuk meN- dikenal sebagai aktif dan verba bentuk di- dikenal

sebagai pasif. Kedua bentuk verba itu memiliki ciri semantik ialah bahwa verba

aktif sebagai P menuntut S memiliki peran semantik sebagai pelaku dan O sebagai

sasaran. Adapun verba bentuk di- sebagai predikat menuntut S sebagai sasaran

dan peran pelaku menempati posisi K (Sutan Takdir Alisyahbana menyebut Pel).

Perhatikan contoh di bawah ini.

(5) M. Nuh mengeluarkan peraturan syarat kelulusan perguruan tingggi yang

terbaru

(6) peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi yang terbaru dikeluarkan

(oleh) M. Nuh

Klausa (5) merupakan verba transitif aktif yang ditandai oleh prefiks meN-pada

verba keluarkan. Adapun sufiks -kan pada verba itu sebagai pembentuk transitif

dari verba intransitif keluar. Dalam konstruksi itu verba transitif mengeluarkan

membutuhkan (1) frasa nominal M Nuh sebagai S dengan peran sebagai pelaku

dan (2) membutuhkan frasa nominal peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi

4

yang terbaru sebagai O dengan peran sebagai sasaran. Sementara itu, pada

klausa (6) termasuk verba transitif pasif yang ditandai oleh bentuk di- pada verba

keluarkan. Verba transitif pasif dikeluarkan membutuhkan (1) frasa nominal

peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi yang terbaru sebagai S dengan peran

sebagai sasaran dan (2) membutuhkan frasa berpreposisi oleh M. Nuh sebagai K

dengan peran sebagai pelaku. Analisis ciri aktif dan pasif itu dapat digunakan

sebagai ciri verba transitif maka verba aktif yang tidak memiliki oposisi pasif tidak

termasuk verba transitif. Misalnya, verba datang, berasal, dan menjadi tidak

memiliki oposisi pasif *didatang, *diberasal, dan *dijadi. Dengan demikian, afiksasi

memengaruhi perilaku verba transitif dalam konstruksi klausa. Maka, apabila

fungsi O dengan peran sasaran pada klausa transitif aktif dapat menjadi S pada

klausa transitif pasif dan peran pelaku menempati fungsi K, konstruksi itu disebut

sebagai klausa transtif dengan predikat verba transitif.

Sebagaimana tampak pada paparan di atas, persoalan verba transitif dalam

fungsi sebagai predikat klausa sangat kompleks dan karena itu menarik perhatian

para peneliti bahasa. Oleh karena itu, peneliti tertarik pada verba transitif dalam

klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas untuk menelusuri

dan menemukan ciri konstruksi (bentuk) verba transitif dengan konstituen-

konstituen pembentuknya serta pengaruhnya terhadap tipe-tipe klausa transitif

bahasa Indonesia, baik dalam analisis fungsi, kelas pengisi, peran semantik, dan

kohesi maupun dalam analisis aktif-pasif klausa transitif bahasa Indonesia.

B. Fokus dan Subfokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, fokus penelitian ini ialah

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik “Tajuk Rencana”

Kompas. Adapun subfokus penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada rubrik “Tajuk

Rencana” Kompas.

2. Klasifikasi verba transitif dalam klausa transitif pada rubrik tajuk tersebut.

5

3. Perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai predikat klausa

bahasa Indonesia.

4. Formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Adapun rumusan masalah penelitian ini ialah bagaimana konstruksi verba

transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik “Tajuk Rencana” Kompas.

Berdasarkan rumusan masalah itu, pertanyaan penelitian yang muncul ialah

sebagai berikut.

1. Bagaimana konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada rubrik

“Tajuk Rencana” Kompas?

2. Bagaimana klasifikasi verba transitif dalam klausa pada rubrik “Tajuk

Rencana” Kompas?

3. Bagaimana perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai predikat

klausa bahasa Indonesia?

4. Bagaimana formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia?

D. Kegunaan Penelitian

Ada dua macam kegunaan penelitian ini, yaitu kegunaan teoretis dan

kegunaan praktis. Kegunaan teoretis penelitian ini ialah manfaat hasil penelitian

verba transitif ini bagi pengembangan ilmu linguistik, khususnya di bidang

sintaksis, bahasa Indonesia dan kegunaan praktis terkait dengan manfaat hasil

penelitian ini bagi kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam

memenuhi kompetensi dasar dalam memahami rubrik “Tajuk Rencana” surat kabar

melalui pemahaman secara mendalam tentang verba transitif sebagai inti

pernyataan dan sebagai pembentuk konstruksi kalimat. Adapun kegunaan teoretis

dan praktis penelitian ini sebagai berikut.

1. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan studi analisis

sintaksis dari sudut pandang konstruksi klausa dan verba, khususnya klausa

6

dan verba transitif bahasa Indonesia. Di samping itu, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi bagi penyempurnaan kodifikasi kaidah sintaksis,

terutama tentang klausa dan verba transitif bahasa Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan

masalah pembelajaran linguistik sintaksis, terutama tentang analisis dengan

teori tagmemik, pada program studi linguistik di perguruan tinggi. Sementara

itu, bagi keperluan pembelajaran bahasa Indonsia di Sekolah Menengah

Pertama penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pembelajaran

aspek kebahasaan-- khususnya ihwal kalimat dan pembentuknya (klausa)--

dan verba transitif dalam memenuhi tuntutan kompetensi dasar “membuat

kalimat dasar”, serta pemahaman teks rubrik “Tajuk Rencana” media massa

surat kabar dalam memenuhi tuntutan kompetensi dasar “menulis teks berita

dengan singkat, padat, dan jelas” pada satuan pendidikan tersebut.

7

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus

1. Hakikat Konstruksi

Bahasa dapat dideskripsikan dalam tiga tataran hierarki, yaitu (1) hierarki

referensi, (2) hierarki fonologi, dan (3) hierarki gramatikal. Menurut Pike dan Pike,

tataran hierarki gramatikal suatu bahasa dari yang tertinggi sampai yang terendah

adalah sebagai berikut.

Conversation

Exchange or minimum dialog

Monolog

Paragraph or sentence cluster

Sentence

Clause

Phrase

Word

Morpheme cluster

Morpheme1

Dari hierarki gramatikal di atas jelas bahwa tertinggi hingga terendah ialah

percakapan, dialog minimum, monolog, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata,

gugus morfem, dan morfem.

Pike dan Pike menambahkan bahwa “because of this hierarchical structure, a

unit at any level of the hierarchy (except the unit of tmorpheme) may be segmental

into major parts called immediate constituents.”2 Dapat dikatakan bahwa setiap

tataran pada hierarki gramatika tersebut, kecuali morfem, merupakan konstruksi.

Konstruksi-konstruksi tersebut bersifat hierarki maka tiap unit (satuan) dalam satu

1 Kenneth L. Pike dan Evelyn G. Pike, Grammatical Analysis, (Dallas: Summer Institue of Linguistics dan University of Texas at Arlington, 1982), h. 212 Ibid.

8

tataran hierarki, kecuali morfem, dapat dipecah ke dalam bagian-bagian yang

disebut konstituen langsung. Dengan demikian, konstruksi merupakan unit (satuan

linguistik) dalam satu tataran hierarki yang mempunyai dua unsur langsung atau

lebih (bukan morfem) dan unit itu merupakan unsur pengisi slot gramatika tunggal.

Pendapat yang senada dikemukakan dalam hasil penelitian tentang verba dan

komplemetasinya, Sugono dan Indiyastini menyatakan bahwa “tiap unit dalam satu

tataran hierarki yang mempunyai dua unsur langsung atau lebih disebut

konstruksi.”3 Adapun menurut Ba’dulu dan Herman mengatakan bahwa konstruksi

adalah suatu pola untuk membangun bentuk-bentuk gabungan suatu kelas dari

unsur-unsur konstituen langsung kelas-kelas bentuk khusus tersebut.4 Dari

paparan di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi identik dengan struktur

gramatikal, yaitu satu unit atau satuan gramatikal yang terdiri atas dua konstituen

langsung atau lebih dan satuan itu menjadi unsur langsung dari satuan gramatikal

yang lebih besar. Dalam membentuk satuan linguistik atau konstruksi tidak boleh

sembarangan dalam penempatan unsur-unsur pembentuknya karena konstruksi

menentukan sebuah makna.

Gugus morfem merupakan konstruksi tataran paling bawah. Misalnya,

pakaian terdiri atas dua unsur langsung (pakai dan -an) dan merupakan unsur

langsung dari berpakaian. Dengan demikian, pakaian dikatakan sebuah konstruksi

nomina turunan dari akar verba pakai dan morfem -an. Semenatara itu, bentuk

berpakaian merupakan konstruksi pada tataran kata turunan yang terdiri atas

morfem ber- dan bentuk dasar pakaian. Adapun bentuk teguran keras merupakan

konstruksi pada tataran frasa, terdiri atas teguran dan keras, sebagai satuan

linguistik di bawah ini,

(1a) Tuhan akan memberi teguran keras

merupakan konstruksi pada tataran klausa, sedangkan pernyataan di bawah ini

merupakan konstruksi pada tataran kalimat,

3 Dendy Sugono dan Titik Indiyastini, Verba dan Komplementasinya, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), h. 11.4 Abdul Muis Ba’dulu dan Herman, Morfosintaksis (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 44

9

(1b) Tuhan akan memberi teguran keras karena setan bertindak berlebihan

terhadap manusia.

Klausa dan kalimat memiliki persamaan, yaitu bahwa keduanya merupakan

konstruksi predikatif. Dalam klausa ataupun dalam kalimat ada predikat dan

hubungan antarkonstituen dalam klausa ataupun dalam kalimat merupakan

hubungan sintagmatik. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan. Klausa

merupakan suatu konstruksi sintaktik yang belum menjadi ujaran, sedangkan

kalimat merupakan suatu konstruksi sintaktik dan semantik yang telah menjadi

ujaran. Dengan kata lain, satu konstruksi disebut kalimat jika konstruksi itu memiliki

intonasi final (wujud lisan) dan ditulis dengan menggunakan huruf kapital pada

huruf pertama kata awal dan menggunakan tanda titik, tanda tanya, atau tanda

seru (wujud tulis) pada akhir konstruksi itu. Sebaliknya, klausa tidak memiliki ciri-

ciri tersebut.5

Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa konstruksi identik dengan

struktur gramatikal, yaitu satu unit atau satuan gramatikal yang terdiri atas dua

konstituen langsung atau lebih dan satuan itu menjadi unsur langsung dari satuan

gramatikal yang lebih besar. Pada contoh di atas satuan gramatikal pakaian (terdiri

atas pakai dan -an) merupakan konstituen langsung kata berpakaian serta kata itu

merupakan unsur langsung dari frasa sudah berpakaian. Frasa itu merupakan

unsur langsung dari klausa dia sudah berpakaian. Demikian juga contoh lain di

atas, satuan gramatikal teguran keras merupakan unsur langsung dari klausa

Tuhan akan memberi teguran keras dan struktur itu merupakan konstituen

langsung dari struktur gramatikal Tuhan akan memberi teguran keras karena setan

bertindak berlebihan terhadap manusia. Struktur gramatikal kalimat itu menjadi

konstituen langsung struktur paragraf, dan seterusnya, seperti tampak pada

paparan Soeparno berikut.

Setiap struktur gramatikal baik dalam tataran wacana, percakapan, dialog,

monolog, paragraf, kalimat, klausa, frasa, maupun kata terbangun atas tegmem-

5 Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 313.

10

tegmem. Tegmem adalah unsur dari suatu konstruksi gramatik yang memiliki

empat dimensi, yakni dimensi slot, dimensi kelas, dimensi peran, dan dimensi

kohesi.6

Misalnya, dalam kalimat berikut

(2) Anak muda itu sangat berbakat.

frasa anak muda itu dan sangat berbakat merupakan konstruksi, sedangkan

kelompok itu sangat bukan konstruksi. Dengan demikian, pengertian konstruksi

merujuk pada susunan satuan-satuan linguistik yang lebih kecil membentuk

satuan linguistik yang lebih besar. Contoh kalimat di atas terbentuk dari dua unsur

langsung, yaitu (1) anak muda itu dan (2) sangat berbakat. Masing-masing unsur

itu merupakan satuan linguistik yang terdiri atas unsur yang lebih kecil. Satuan

linguistik (1) anak muda itu terdiri atas (a) anak muda dan (b) itu. Satuan linguistik

anak muda terdiri atas (i) anak dan (ii) muda. Satuan linguistik (2) sangat berbakat

terdiri atas (i) sangat dan (ii) berbakat, sedangkan berbakat terdiri atas morfem

ber- dan bakat.

Dalam satuan linguistik tersebut terkadung kaidah atau sistem tata bahasa

yang teratur sehingga membentuk suatu makna. Urutan satuan linguistik pada

tataran frasa, misalnya, tidak dapat diubah. Oleh karena itu, dalam membentuk

satuan linguistik atau konstruksi tidak boleh sembarangan dalam penempatan

unsur-unsur pembentuknya. Perhatikan contoh konstruksi berikut.

(2a) *Muda anak itu sangat berbakat.

(2b) *Itu muda anak berbakat sangat.

(2c) * Muda itu anak sangat berbakat pemain.

Hubungan antar-unsur pada satuan linguistik, misalnya pada tataran kalimat

seperti dalam contoh di atas, disebut hubungan sintagmatik. Hubungan

sintagmatik diuji dengan cara permutasi, yakni perubahan-perubahan urutan

satuan-satuan unsur satuan bahasa. Hubungan sintagmatik dapat terjadi pada

6 Soeparno, Aliran Tagmemik: Teori, Analisis, dan Penerapan dalam Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 10.

11

setiap tataran bahasa. Hubungan sintagmatik menunjukkan hubungan makna dan

fungsi antarsatuan bahasa sesuai dengan tataran.

Kalau hubungan sintagmatik bersifat horizontal, hubungan paradigmatik

bersifat vertikal, yaitu hubungan antara satuan-satuan bahasa yang mempunyai

persesuaian tertentu secara sistematis. Oleh karena itu, hubungan paradigmatik

diperoleh melalui subtitusi. Substitusi tentu saja mempersyaratkan kelas atau

kategori sama, nomina disubstitusi dengan nomina, verba dengan verba, dan

sebagainya pada masing-masing tataran. Misalnya, kata target mempunyai

hubungan paradigmatik dengan kata impian atau kata Agnelli muda mempunyai

hubungan paradigmatik dengan Luigi Del Neri, seperti dalam kalimat berikut.

(3) Target besar Agnelli muda ialah membangun Indonesia berjaya di Eropa.

(3a) Impian besar Agnelli muda ialah membangun Indonesia berjaya di Eropa

(3b) Target besar Sheng Ren Kong Zi ialah membangun Indonesia berjaya di

Eropa.

Dari paparan di atas, dapat dikatakan hubungan yang bersifat sintagmatik

disebut dengan konstruksi. Konstruksi merupakan serangkaian tagmem yang

merupakan pengisi slot gramatika tunggal pada tataran hierarki yang lebih besar.

Adapun hubungan yang bersifat paradigmatik disebut sistem. Dengan demikian,

disimpulkan bahwa konstruksi pada tataran kalimat ialah susunan unsur-unsur

langsung kalimat secara horizontal (dari kiri ke kanan), sedangkan hubungan

antara unsur-unsur satu kalimat dengan kalimat yang lain disebut sistem.

a. Konstruksi Kalimat

Sebagaimana disinggung pada awal Bab ini, kalimat merupakan satuan

linguistik tertinggi dalam studi sintaksis maka kalimat merupakan konstruksi yang

terdiri atas satu klausa atau lebih. Satuan linguistik itu mengandung predikat (dan

hanya satu predikat) maka satuan itu disebut sebagai klausa.7 Kalimat yang terdiri

atas satu klausa disebut sebagai kalimat tungal. Konstruksi predikatif itu disebut

7 Benyamin Elson dan Velma Pickett, An Introduction to Morphology and Syntax (Santa Anna, California: Summer Institute of Linguistis, 1967), h. 64

12

kalimat apabila telah digunakan sebagai ekspresi ataupun komunikasi; berarti

konstruksi (satuan bahasa) itu memiliki intonasi dan jika ditulis diawali dengan

huruf kapital pada huruf awal kata pertama dan diakhiri dengan tanda titik, tanda

tanya, atau tanda seru sebagai intonasi final.8 Sementara itu, kalimat yang terdiri

atas dua klausa atau lebih disebut sebagai kalimat majemuk.

Atas dasar jumlah klausa sebagai unsur satuan linguistik tersebut, kalimat

dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Adapun menurut proses

pembentukannya, kalimat dibedakan atas kalimat dasar (belum mengalami

perubahan) dan kalimat ubahan (transformasi). Menurut Alwi, dkk., pola-pola

kalimat dasar dilihat dari fungsi sintaktik sebagai berikut.

(a) S-P : Murid bernyanyi

(b) S-P-O : Betty mendapat penghargaan

(c) S-P-Pel : Sheng Ren Kong Zi menjadi pengusaha

(d) S-P-K : Kerusuha itu terjadi di Marassi

(e) S-P-O-Pel : Murid membelikan guru buku baru

(f) S-P-O-K : Madrid ingin mendatangkan Rooney musim depan9

Sementara itu, menurut Samsuri, pola dasar dilihat dari kategori kata atau disebut

analisis frasal berdasarkan teori Tata Bahasa Transformasional Chomsky sebagai

berikut.

(a) FN + FV Cristiano Ronaldo // telah pergi.

Iwan Setiawan // sedang bermain komputer Safa

Meti Mawrwitasari // sedang membacakan Naura

Makayla dongeng Kancil.

(b) FN + FN Rennel Indrawan PNS.

(c) FN + FAdj Sukma Indah Wulandari cantik sekali.

(d) FN + FNum Uangnya lima ratus rupiah.

(e) FN + FPrep Kuenya di kulkas10

8 Alwi, dkk. Op. Cit., h. 311. 9 Ibid., h. 322. 10 Samsuri, Tata Kalimat Bahasa Indonesia (Jakarta: Sastra Hudaya, 1989), hh. 237-246

13

Setiap unsur langsung dalam suatu konstruksi yang bukan koordinatif merupakan

unsur inti dan luar inti.11 Unsur inti memiliki sifat yang lebih jelas, misalnya kata

mendapatkan merupakan inti dari frasa akan mendapatkan karena dapat mengisi

peran inti konstituen langsung dalam klausa, bandingkan (4a) dan (4b) di bawah

ini.

(4) Kami akan mendapatkan hadiah utama.

(4a) Kami mendapatkan hadiah utama.

Kata akan tidak dapat mengisi peran inti dalam konstituen langsung klausa

tersebut, misalnya

(4b) *Kami akan hadiah utama.

Dengan demikian, inti dapat mewakili seluruh satuan konstruksi yang mengandung

inti itu, seperti halnya hadiah sebagai unsur inti pada hadiah utama dapat mewakili

konstruksinya sebagai pengisi fungsi objek dalam kalimat

(4c) Kami akan mendapatkan hadiah.

(4d) *Kami akan mendapatkan utama.

Unsur inti bisa terdapat dalam lebih banyak konstituen kalimat daripada unsur

luar inti. Maksudnya ialah unsur inti dapat mengisi fungsi-fungsi di dalam kalimat,

misalnya

(5) Pilot menerbangkan pesawat.

Dalam kalimat itu pilot sebagai pengisi fungsi subjek (pelaku), sedangkan dalam

kalimat berikut

(6) Pramugari mendatangi pilot.

11 Pike dan Pike, Op. Cit., hh. 26-27.

14

konstituen pilot sebagai pengisi fungsi objek (sasaran). Unsur inti mempunyai

peran semantik yang lebih sentral daripada luar inti.12 Misalnya, kata menyayangi

mempunyai peran semantis yang lebih pusat daripada selalu pada kalimat Orang

tua selalu menyanyangi setiap anaknya.

Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa konstruksi kalimat adalah

klausa yang telah digunakan sebagai sarana ekspresi atau komunikasi sehingga

memiliki intonasi final (wujud lisan) dan digunakan huruf kapital pada huruf

pertama kata awal dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru

(wujud tulis) sehingga membentuk sebuah makna.

b. Konstruksi Klausa

Klausa merupakan satuan bahasa pada tataran gramatikal di bawah kalimat

dan di atas frasa. Klausa terdiri atas satuan gramatikal yang berupa untaian

(rangkaian) frasa yang bersifat predikatif dan berpotensi menjadi kalimat. Menurut

Elson dan Pickett, konstruksi klausa adalah satu untaian tagmem yang terdiri atas

(atau mengandung) satu —dan hanya satu— predikat atau semacam tagmem

predikat di antara tagmem-tagmem lain yang mengisi slot (unsur utama) kalimat.13

Tagmem adalah sebutan satuan bahasa (konstituen langsung) dari satuan yang

lebih besar, yang dianalisis dari empat ciri, yaitu (i) slot (fungsi sintaktik), (ii) kelas

pengisi (kategori), (iii) peran (fungai semantik), dan (iv) kohesi (hubungan

antarkonstituen).

Klausa terdiri atas klausa bebas dan klausa terikat. Cook mendefinisikan

klausa bebas dan klausa terikat sebagai berikut.

An independent clause is a clause that can stand alone as a major sentence

in the language. Dependent clauses are clauses that may not stand alone as

major sentences, though they occur, with final intonation, as minor

sentences.14

12 Sugono dan Indiyastini, Op. Cit., h. 12.13 Elson dan Pickett, Loc. Cit.14 Cook, Introduction to Tagmemic Analysis, (New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc, 1979), hh. 67-73

15

Dari paparan di atas jelas bahwa klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat

mayor disebut klausa bebas dan klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai

kalimat mayor disebut klausa terikat. Jadi, klausa bebas adalah klausa yang

secara potensial dapat menjadi kalimat bebas, sedangkan klausa terikat adalah

klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat bebas. Contoh:

(7a) ketika saya datang

Klausa di atas tidak memiliki makna atau informasi karena belum ada pernyataan.

Ada apa ketika saya datang. Oleh karena itu, klausa di atas (ketika saya datang)

membutuhkan kehadiran klausa bebas, seperti dia belajar di perpustakaan

sehingga menjadi

(7b) ketika saya datang, dia belajar di perpustakaan

Dalam konstruksi (7b) itu klausa bebas merupakan unsur inti dan klausa terikat

merupakan unsur luar inti. Apabaila ada fungsi yang sama dalam klausa bebas

dan dalam klausa terikat, satu dari fungsi yang sama itu dilesapkan dan pelesapan

itu terjadi pada klausa luar inti itu, bukan pada klausa inti.

(7c) Dia datang

S P

(7d) karena dia ingin bertemu dengan saya

K

S-P-K

sehingga menjadi

(7e) Dia datang karena ingin bertemu dengan saya

S P K

Klausa yang terdiri atas unsur-unsur wajib disebut sebagai akar klausa

(clause root). Akar klausa merupakan pengisi slot inti suatu klausa dengan peran

statemen, interogatif, imperaktif, dan pengharapan. Akar klausa memiliki enam

16

macam ketransitifan, yaitu (i) akar klausa dwitransitif, (ii) akar klausa transitif, (iii)

akar klausa dwi-intransitif, (iv) akar klausa intransitif, (v) akar klausa dwi-equatif,

dan (vi) akar klausa equatif.15 Untuk lebih jelas tentang keenam akar klausa

tersebut, perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

(8a) Si Merah mengirimkan buku kepada guru

Kalimat (8a) terdiri atas akar klausa dwitransitif (aktif). Si Merah merupakan subjek

sebagai pelaku, buku itu merupakan adjung (adjunct) sebagai sasaran, dan

kepada guru merupakan adjung sebagai benefaktif.

(8b) Buku dikirimkan kepada guru oleh Si Merah

Kalimat (8b) terdiri atas akar klausa dwitransitif (pasif). Buku merupakan subjek

sebagai sasaran, kepada guru merupakan adjung sebagai benefaktif, dan oleh Si

Merah merupakan adjung sebagai pelaku.

(8c) Dia menyimpan uang di dalam lemari

Kalimat (8c) terdiri atas akar klausa dwitransitif. Dia merupakan subjek sebagai

pelaku, uang merupakan adjung sebagai sasaran, dan di dalam lemari merupakan

adjung sebagai skup-lokasi.

Adapun contoh akar klausa transitif sebagai berikut.

(9a) perusahaanku mengalami penurunan produktivitas

Perusahaanku merupakan subjek sebagai pelaku dan penurunan produktivitas

merupakan adjung sebagai sasaran;

(9b) penurunan produktivitas dialami oleh perusahaanku

Penurunan produktivitas merupakan subjek sebagai sasaran dan perusahaanku

merupakan adjung sebagai pengalami (recipient).

Contoh akar klausa dwi-intransitif antara lain sebagai berikut:

(10a) paket itu tiba di rumah.

Paket itu merupakan subjek sebagai pelaku (metaforis) dan di rumah merupakan

adjung sebagai skup-lokatif.

15 Dendy Sugono, Verba Transitif Dialek Osing Analisis Tagmemik (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), h. 15.

17

(10b) mereka berlari ke orang tuanya

Mereka merupakan subjek sebagai pelaku dan ke orang tuanya merupakan adjung

sebagai skup-tujuan. Contoh akar klausa intransitif, yaitu

(11) panita datang

Panita merupakan subjek sebagai pelaku. Adapun akar klausa dwi-ekuatif tampak

pada contoh berikut.

(12) makanan itu rasanya enak buat saya

Makanan merupakan subjek sebagai item dan buat saya merupakan adjung

sebagai skup-benefaktif. Contoh akar klausa equatif di bawah ini.

(13a) saya ingin menjadi arsitek

(13b) Pak Teguh (adalah) pintar

Saya dan Pak Teguh merupakan subjek sebagai item, sedangkan arsitek dan

pintar komplemen sebagai identifikasi dan kualifikasi.

Contoh di atas memperlihatkan bahwa dalam analisis tagmemik akar klausa

dwitransitif mempunyai unsur peran pelaku, unsur sasaran, dan unsur skup; akar

klausa transitif mempunyai unsur pelaku dan unsur sasaran; akar klausa dwi-

intransitif mempunyai unsur pelaku dan unsur skup; akar klausa intransitif

mempunyai unsur pelaku saja; akar klausa dwi-equatif tidak mempunyai unsur

sebagai pelaku-subjek item- tetapi mempunyai unsur skup; akar klausa equatif

tidak mempunyai unsur pelaku-subjek item-dan tidak mempunyai skup. Dalam

hubungannya dengan akar klausa dwi-equatif dan equatif terdapat slot komplemen

sebagai sifat subjek. Untuk lebih jelas enam jenis akar klausa di atas berikut

dimuat pada bagan yang dikemukakan oleh Pike dan Pike.16

Bagan 1. Akar Klausa

Clause Root

Actor no Actor (item)

16 Pike dan Pike, Op. Cit., h. 44.

18

undergoer no U

Scope no SC Sc no Sc Sc no Sc

1 BT 2 T 3 BI 4 I 5 BEq 6 Eq

Pada tataran klausa, ada tagmem predikat (fungsi sintaktik) yang diisi frasa

verbal (kelas pengisi) sebagai pernyataan (peran semantik), dan tipe intransitif

(kohesi) serta tagmem subjek yang diisi oleh frasa nominal (kelas pengisi) sebagai

pelaku (peran semantik) pada klausa intransitif. Contoh suporter Munchen

menangis. Dalam klausa transitif selain tagmem subjek, tagmem predikat disertai

tagmem objek yang diisi oleh frasa nominal (kelas pengisi) sebagai sasaran (peran

semantik). Contoh: Suporter Munchen menangisi kekalahan tim kesayangannya.

Berbeda dengan frasa, satuan bahasa di bawah klausa itu tidak mengandung

atau tidak memiliki predikat, bukan konstruksi predikatif melainkan konstruksi

atributif, koordinatif, atau perangkai sumbu. Kalau klausa berpotensi menjadi

kalimat, frasa tidak berpotensi menjadi kalimat karena di dalam konstruksi klausa

sudah terdapat predikat sebagai inti kalimat yang disertai subjek, objek, pelengkap,

ketarangan yang hadir dalam konstruksi itu. Misalnya:

(14) Hernanes tak dijual

s p

(15) Italia mendapatkan hadiah kemenagan 3-0

s p o

(16) Benayoun menjalani operasi di Finlandia

s p o k

Konstruksi di atas merupakan sebuah klausa karena contoh (14) memiliki unsur

wajib: subjek (S) dan predikat (P), conoh (15) tiga unsur wajib: S, P, dan objek (O),

serta pada contoh (16) memiliki tiga unsur wajib: S, P, O, dan satu unsur mana

suka, yakni keterangan (K). Klausa-klausa di atas dapat menjadi kalimat jika

klausa itu memiliki intonasi final atau jika dituliskan, konstruksi itu diakhiri dengan

19

tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Sebagaimana disinggung pada bagian

terdahulu, jika dibandingkan dengan kalimat, klausa belum memiliki intonasi,

merupakan konstruksi predikatif belum digunakan sebagai ujaran, sedangkan

kalimat merupakan konstruksi predikatif yang telah digunakan sebagai ujaran yang

sudah selesai.

Dari pembahasan di atas, konstruksi klausa adalah struktur satuan (unit)

gramatikal (disebut juga untaian tagmem) yang mengandung (satu) predikat yang

dalam tataran gramatikal berada di bawah kalimat dan di atas frasa maka

konstruksi klausa terdiri atas frasa-frasa; konstruksi itu berpotensi menjadi kalimat

tunggal apabila digunakan dalam ujaran (memiliki intonasi akhir) atau dituliskan

dengan menggunakan huruf kapital pada huruf awal kata pertama dan diakhiri

engan tanda baca (titik, seru, dan tanya) sehingga membentuk satuan makna utuh.

Dengan syarat serupa, dua klausa atau lebih akan membentuk kalimat majemuk,

baik majemuk setara maupun majemuk bertingkat.

c. Konstruksi Frasa

Sebagaimana disinggung pada bagian awal, penjelasan tentang frasa sering

dikaitkan dengan klausa, dan sebaliknya berbicara tentang klausa dibedakannya

dari frasa. Frasa adalah komposisi satuan (unit) bahasa yang secara potensial

terdiri atas dua kata atau lebih tetapi tidak memiliki ciri-ciri suatu klausa, secara

khas (tidak selalu) mengisi slot-slot pada tataran klausa.17 Dalam tataran hierarki

gramatikal, frasa terletak di bawah klausa dan di atas kata. Dipandang dari sisi

konstruksi, frasa merupakan susunan dua kata atau lebih (bukan hubungan

predikatif) yang memiliki hubungan atributif, koordinatif, atau perangkai sumbu.

Misalnya,

(17) hidup ini, ban depan, impian baru → hubungan atributif/hukum DM

(18) sebuah pesan, telah mengirim, ingin menegaskan → hubungan

atributif/hukum MD

(19) Tua muda, besar kecil, kaya miskin → hubungan koordinatif

17 Elson dan Pickett, Op. Cit., hh.73.

20

(20) di bandara, dari sekolah, ke restoran → hubungan perangkai sumbu

Unsur-unsur frasa dapat disubstitusi dengan kata lain yang satu jenis atau satu

kelas, seperti pada contoh berikut.

(21) sepatu baru → sepatu tua, sepatu unik, sepatu antik;

(22) akan main → sedang main, masih main, belum main, sudah main;

(23) ke Jakarta → ke Yogyakarta, ke Malang, ke Medan, ke Denpasar.

Konstruksi frasa koordinatif yang unsur pembentuknya merupakan pasangan

antonim, yaitu unsurnya tidak dapat disubtitusi dengan kata lain. Misalnya, tua

muda, besar kecil, laki-laki perempuan, suami isteri, dan pulang pergi. Konstruksi

sintaktik pada tataran frasa diartikan sebagai susunan perpaduan kata yang

memiliki hubungan atributif, koordinatif, dan perangkai sumbu.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa frasa adalah satuan

bahasa di bawah klausa dan di atas kata yang terdiri atas dua kata atau lebih –

tidak mengandung predikat–yang memiliki hubungan atributif, koordinatif, atau

perangkai sumbu. Frasa merupakan satuan konstruksi bahasa pembentuk satuan

konstruksi bahasa yang lebih besar, yaitu klausa.

d. Konstruksi Kata

Cook mendefinisikan kata sebagai “the word is composed of morphemes and

typically fills slots at the phrase level.”18 Kata adalah suatu bentuk gramatikal

bebas terkecil yang secara potensial terdiri atas gabungan tagmem-tagmem yang

diisi oleh morfem. Kata mempunyai makna satuan gramatikal yang dapat diujarkan

sebagai bentuk bebas. Dengan kata lain, kata merupakan unsur bahasa yang

dapat berdiri sendiri. Dilihat dari tataran hierarki gramatikal; kata berada di bawah

frasa dan berada di atas morfem. Misalnya, motor, pulang, cantik, dan tiga adalah

unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem bebas. Jika terdapat

bentuk, seperti meN-, ber-, ter- di-, -mu, -nya, merupakan bentuk terikat pada

bentuk lain. Jadi, bentuk tersebut bukan kata. Sebaliknya, menulis, membaca,

18 Cook, Op. Cit., h. 117.

21

meneliti, dan lukisan dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk frasa; unsur itu

terdiri atas lebih dari satu morfem. Oleh karena itu, bentuk-bentuk itu tergolong

kata. Kelompok pertama (kata yang terdiri atas satu morfem bebas) disebut kata

dasar, sedangkan kelompok kedua (kata yang terdiri lebih dari satu morfem)

disebut kata turunan.

2. Verba Transitif

Dalam analisis tagmemik dikenal istilah tagmem yang menganalisis satuan

linguistik berdasarkan empat dimensi. Pertama, analisis fungsi sintaktik (slot) yang

berada pada tataran klausa meliputi S, P, O, Pel, dan K. Kedua, analisis kategori

(kelas) menyangkut kelas kata, misalnya nomina, verba, adjektiva, numeralia, dan

adverbia. Ketiga, analisis peran menyangkut fungsi semantik, seperti pelaku dan

sasaran. Keempat, analisis kohesi menyangkut pengontrol hubungan

antartagmem.

Dalam tataran klausa verba merupakan pengisi slot predikat, sedangkan

dalam tataran frasa verba merupakan pengisi slot inti yang didampingi kata aspek,

modalitas, dan/atau negasi sebagai pengisi slot luar inti.19 Dengan demikian,

secara sintaktik verba adalah kelas kata yang dalam tataran yang lebih tinggi pada

(1) frasa sebagai inti dengan pendamping kata aspek, modalitas, dan/atau negasi

sebagai luar inti yang bersifat opsional; (2) klausa sebagai predikat yang bersifat

wajib.20 Secara morfologis, verba memiliki bentuk berprefiks meN-(membuat,

meluas, menyatu, membatu), di- (dibuat, disatukan), ber-(berjuang, berbaju,

bersatu), ter- (terbaca, tersapu), per- (perkecil, perbanyak), dan konfliks ke-an

(kehujanan, kehilangan). Selain itu, ada bentuk verba tanpa afiksasi atau biasa

disebut verba dasar, seperti verba tinggal, duduk, pergi, dan datang tanpa

mengalami proses morfologis dapat menjadi inti dalam frasa verbal dan dapat

menjadi predikat dalam klausa bahasa Indonesia.

19 Sugono dan Indiyastini., Op. Cit., h. 15 20 D.P.Tampubolon, Abubakar, dan M. Sitorus, Tipe-Tipe Kata Kerja Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), h.7.

22

Adapun verba transitif dapat dipahami dari dua pendekatan juga, yaitu

pendekatan sintaktik dan pendekatan morfologis. Secara sintaktik, verba transitif

adalah verba yang dalam konstruksi klausa, sebagai predikat, menuntut kehadiran

fungsi sintaktik subjek dan objek. Misalnya,

(24) mereka sedang membuat laporan kemajuan onomi

(25) siswa kelas 9 membersihkan ruang guru

(26) tokoh itu akan menyatukan kedua warga desa

(27) saya ingin makan roti bakar

Sebagai predikat verba membuat, membersihkan, menyatukan, dan makan

memerlukan subjek mereka, siswa kelas 9, tokoh itu, dan saya serta memerlukan

objek laporan kemajuan ekonomi, ruang guru, kedua warga desa, dan roti bakar.

Dengan kata lain, verba-verba transtif itu mensyaratkan kehadiran frasa nominal

sebagai objek dalam konstruksi klausa.

Adapun secara morfologis verba transitif diklasifikasi atas verba transitif aktif

dan verba transitif pasif. Verba transitif aktif ditandai dengan prefiks meN-,

sedangkan verba pasif ditandai prefiks di-. Misalnya, verba predikat klausa di atas

membuat, membersihkan, menyatukan, dan makan sebagai bentuk aktif dan verba

dibuat, dibersihkan, disatukan, dan dimakan sebagai bentuk pasif. Dalam kaitan

dengan verba makan tidak bertanda prefiks meN- sudah berkategori verba transitif

aktif karena memenuhi kriteria sintaktik, yaitu mewajibkan kehadiran objek sebagai

sasaran. Ada beberapa verba dasar (monomorfemis) yang berkategori verba

transitif, seperti makan, minum, dengar, dan lihat. Dalam realisasi sebagai predikat

klausa verba itu memerlukan kehadiran objek.

Secara morfologis, kelas kata verba intransitif, nomina (termasuk numeralia,

pronomina), adjektiva, bahkan frasa berpreposisi dapat dibentuk menjadi verba

transitif dengan membubuhkan sufiks -kan atau –i. Misalnya,

(28) verba intransitif datang + -kan → datangkan

(29) verba intransitif duduk + -i → duduki

(30) nomina buku + -kan → bukukan

23

(31) pronomina aku + -i → akui

(32) adjektiva besar + -kan → besarkan

(33) frasa berpreposisi ke muka + -kan → kemukakan

Verba datangkan, duduki, bukukan, besarkan dan kemukakan sebagai predikat

telah memerlukan nomina sebagai sasaran “datangkan siapa/apa, duduki apa,

bukukan apa, akui apa, besarkan apa, dan kemukakan apa”. Verba transtif

turunan dari kelas kata lain itu akan menjadi verba transitif aktif atau pasif tinggal

pilih prefiks penanda aktif dengan meN- akan menjadi verba transitif aktif dan pilih

prefiks penanda pasif di- akan menjadi verba transitif pasif. Misalnya,

(28a) meN- + datangkan → mendatangkan

(29a) meN- + datangi → mendatangi

(30a) meN- + bukukan → membukukan

(31a) meN- + akui → mengakui

(32a) meN- + besarkan → membesarkan

(33a) meN- + kedepankan → mengedepankan

perhatikan

(28b) di- + datangkan → didatangkan

(29b) di- + datangi → didatangi

(30b) di- + bukukan → dibukukan

(31b) di- + akui → diakui

(32b) di- + besarkan → dibesarkan

(33b) di- + kedepankan → dikedepankan

Karena aktif dan pasif merupakan salah satu ciri verba transitif, yaitu bahwa verba

transitif itu memiliki oposisi pasif, konsep aktif dan pasif itu digunakan sebagai

salah satu langkah analisis verba transitif dalam peneltian ini. Berikut pengertian

verba transitif aktif bahasa Indonesia.

24

3. Tagmem

Satu lagi istilah penting dan mendasar dalam teori tagmemik, yaitu istilah

yang digunakan untuk memberi nama satuan-satuan konstituen langsung suatu

konstruksi, bahkan istilah itu menjadi nama teori ini. Istilah itu ialah tagmem; untuk

mengungkap konsep tagmem, ada dua hal utama yang perlu dikemukakan di sini,

yaitu empat ciri tagmem dan sifat kehadiran tagmem.

a. Empat Ciri Tagmem

Keempat ciri tagmem itu adalah slot, peran, kelas, dan kohesi. Ada

pandangan lain yang menyebut slot itu sebagai fungsi sintaktik, peran sebagai

peran semantik, kelas pengisi sebagai kelas kata (kategori), dan kohesi sebagai

ketransitifan.21 Jika suatu tagmem selalu hadir dalam realisasi konstruksinya,

tagmen itu dikategorikan sebagai wajib, dalam analisis ditandai dengan plus (+).

Sebaliknya, jika suatu tagmem tidak selalu hadir dalam realisasi konstruksinya,

tagmem itu dikatakan opsional (takwajib), dalam analisis ditandai dengan plus dan

minus (±).22 Satu konstituen sebuah konstruksi diperikan ke dalam empat ciri

tersebut beserta sifat kehadirannya dengan teknik sebagai berikut.

Slot Kelas

Peran Kohesi

b. Tataran klausa

48. Iniesta memainkan bola di depan gawang

49. Messi telah mencetak gol pertama

50. wasit itu membunyikan peluit

Ketiga klausa di atas berada dalam satu konstruksi yang terdiri atas tiga tagmem

wajib dan satu tagmem opsional bagaimana terlihat pada hasil perumusan kaidah

di bawah ini.

S FN P FV O FN K FPrep

21 Verhaar, Op. Cit., h. 174.22 Pike dan Pike, Op.Cit., h. 74

25

Kls: + + + ±

Pelk - Sta T Sas - Lok -

Konstruksi klausa (48-50) di atas dirumuskan dalam tiga tagmem wajib, yaitu

tagmem (1) slot subjek, kelas pengisi frasa nominal, peran pelaku, kohesi kosong,

kehadiran wajib, (2) slot predikat, kelas pengisi frasa verbal, peran statemen

(berita), kohesi transitif, kehadiran wajib, (3) slot objek, kelas pengisi frasa nominal,

peran sasaran, kohesi kosong, kehadiran wajib; (4) slot keterangan, kelas pengisi

frasa berpreposisi, peran lokatif, kehadiran opsional.

c. Tataran frasa

(51) sudah memakai

(52) belum membawa

(53) akan nyanyi

Data ketiga frasa verbal itu dirumuskan sebagai berikut.

LInt Part Int AkrVT

± +

Asp - Pred -

Frasa verbal terdiri atas dua tagmem, yaitu (a) slot luar inti, kelas pengisi partikel,

peran aspek, kohesi kosong, kehadiran opsional dan (b) slot inti, kelas pengisi akar

verba transitif, peran predikasi, kohesi kosong, kehadiran wajib.

d. Tataran kata

(54) meN- tulis

(55) meN- baca

26

LInt <meN-> Int AkrVT

VAktT + +

Pend Akt Pred

Verbal transitif aktif terdiri atas dua tagmem, yaitu (a) tagmem luar inti, kelas

pengisi prefiks meN-, peran penanda aktif, kohesi kosong, kehadiran wajib dan (b)

tagmem inti, kelas pengisi AkrVT, peran predikasi kohesi, kosong, kehadiran wajib.

4. Nama Tagmem

Penyebutan nama tagmem dipakai nama slot.23 Pada tataran klausa tagmem-

tagmemnya disebut tagmem subjek, tagmem predikat, tagmem objek, dan tagmem

pelengkap (complement), serta tagmem keterangan. Pada tataran frasa dan kata

penyebutan nama tagmem dipakai nama slot dan peran (untuk membedakan

tagmem luar inti yang satu dari tagmem luar inti lainnya). Misalnya, pada frasa:

tagmem luar inti aspek, tagmem luar inti ingkar (negasi), tagmem luar inti cara;

pada kata: tagmem luar inti penanda aktif, tagmem luar inti penanda ketransitifan,

dan tagmem luar inti penanda imperatif.

5. Perumusan Formula

Setelah klasifikasi dan pemetaan serta penampilan data, dilakukan analisis

konstruksi ke dalam tagmem-tagmem sesuai dengan tataran hierarki. Kemudian,

sesuai dengan tipe masing-masing konstruksi dibuat formula berdasarkan empat

ciri tagmem dan sifat kehadiran tagmem ke dalam model tagmemik seperti di

bawah ini.

S FN P FV O FN K FN

KlsTAkt: + + + ±

Pelk - Sta T Sas - Lok -

23 Dendy Sugono, “Dikotomi Aktif dan Pasif dalam Bahasa Jawa Malang” dalam Sawerigading No. 337/AU1/P2MBI/0420011 h. 237.

27

Klausa transitif aktif diwujudkan oleh tiga tagmem wajib dan satu tagmem opsional,

yaitu (a) tagmem subjek, kelas pengisi frasa nominal, peran pelaku, kohesi

kosong, kehadiran wajib; (b) tagmem predikat, kelas pengisi frasa verbal, peran

statemen (berita), kohesi transitif, kehadiran wajib; (c) tagmem objek, kelas pengisi

frasa nominal, peran sasaran, kohesi kosong, kehadiran wajib, (d) tagmem

keterangan, kelas pengisi frasa berpreposisi, peran lokatif, kohesi kosong,

kehadiran opsional.

6. Bahasa Tajuk Rencana

Dalam jurnalistik dikenal istilah rubrik. Rubrik merupakan ruangan tetap pada

halaman media massa cetak, baik surat kabar harian maupun majalah. Pada

umumnya rubrik surat kabar harian terdiri atas politik dan hukum, internasional,

pendidikan dan kebudayaan, lingkungan dan kesehatan, ilmu pengetahuan dan

teknologi, ekonomi, olahraga, dan opini. Opini sendiri antara lain kolom, pojok,

karikatur, surat pembaca, dan tajuk rencana. Barus mengemukakan tajuk rencana

sebagai berikut.

Kata tajuk rencana atau induk karangan berasal dari kata editorial yang

berfungsi sebagai mahkotanya karangan atau tulisan yang berisi ulasan,

pemikiran, pandangan, surat kabar mengenai suatu fakta, kejadian, atau

opini yang berkembang dalam masyarakat.24

Pada umumnya tajuk rencana ditulis oleh redaktur tetapi dalam tajuk rencana tidak

dicantumkan nama penulisnya. Setiap surat kabar harian berbeda-beda dalam hal

penamaan tajuk rencana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tajuk

rencana merupakan karangan yang bersifat argumentasi yang dimuat oleh surat

kabar dan ditulis oleh redaktur berisi ulasan berita-berita yang

menarik/menonjol/isu yang sedang menjadi pembicaraan di masyarakat.

24 Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 143.

28

Karena tajuk berupa opini yang ditulis oleh redaktur dan mewakili serta

mencerminkan pendapat dan sikap resmi surat kabar bersangkutan, menulis tajuk

rencana pun harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa

Indonesia. Suhandang menyatakan bahwa tajuk rencana cenderung dikemukakan

sependek mungkin. Panjang tajuk rata-rata 300 kata (berlaku di semua negara).

Penulis tajuk harus memadatkan fakta dan argumentasinya pada paragraf yang

pendek.25 Sementara itu, menurut Yohanes sebagai berikut.

Jenis-jenis kalimat untuk kepentingan penulisan karangan dapat ditinjau dari

beberapa sudut pandang, antara lain dari sudut jumlah kata yang terdapat

dalam kalimat, ada tidaknya klausa dalam kalimat, jumlah klausa yang

terdapat dalam kalimat, . . .26

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat yang terdapat di dalam

paragraf tajuk rencana ialah kalimat tunggal/mayor yang terdiri hanya satu klausa.

Hal itu menyebabkan bahasa yang digunakan dalam tajuk rencana relatif mudah

dipahami dan efektif dalam penyampaian serta terpelihara kaidah-kaidah dan

sistem bahasanya.

Bahasa dalam tajuk rencana dibuat menarik, kalimat pendek-pendek supaya

mudah dicerna. Menurut Barus bahwa ciri pokok bahasa tajuk rencana ialah

penghemaan kata dan kalimat. Maksudnya hemat ialah singkat dan sederhana.27

Dapat dikatakan kalimat sederhana ialah kalimat yang hanya terdiri atas satu

klausa dan di dalam klausa tersebut terdapat verba transitif yang menduduki slot

predikat. Hal tersebut dipertegas oleh Barus dalam bukunya yang membahas

salah satu ciri bahasa jurnalistik ialah menggunakan kata kerja transitif.28 Kalimat

tajuk rencana harus singkat dan sederha agar pembaca mudah memahami dan

teratik terhadap informasi yang disampaikan.

BAB III

25 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik (Bandung: Nuansa, 2010), h. 15626 Yohanes, Kalimat dalam Penulisan Karangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hh. 14-28.27 Barus, Op. Cit., h. 21428 Ibid, h. 221.

29

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini ialah pemahaman mendalam mengenai

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini dilakukan

untuk menemukan perilaku semantik dan sintaktik verba transitif dalam konstruksi

klausa bahasa Indonesia. Adapun tujuan secara khusus penelitian ini ialah untuk

menemukan konstruksi verba transitif serta perilaku semantik dan sintaktif verba

transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas.

Secara rinci tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Untuk menemukan konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada

rubrik “Tajuk Rencana” Kompas bulan Januari—Maret 2012

2. Untuk menemukan klasifikasi verba transitif dalam klausa pada data rubrik

Tajuk Rencana Kompas

3. Untuk menemukan perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai

predikat klausa bahasa Indonesia.

4. Untuk menemukan formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia

Temuan-temuan itu diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam

penyusunan materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan universitas.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Karena penelitian ini termasuk metode analisis isi, penelitian ini tidak terikat

dengan tempat. Meskipun demikian, penelitian ini dilakukan di Jakarta karena

peneliti bertempat tinggal di Jakarta. Adapun waktu penelitian dilakukan pada

semester ganjil, yaitu bulan Januari sampai bulan Juli tahun akademik 2011-2012.

C. Metode Penelitian

Penelitian verba transitif ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

menggunakan metode deskriptif analitik sesuai dengan sifat penelitian ini

melakukan analisis isi teks (wacana) melalui analisis bahasa dalam teks itu.

30

Djajasudarma mengatakan bahwa metode deskriptif digunakan untuk membuat

deskripsi sistematis dan akurat mengenai ciri-ciri dan sifat-sifat data bahasa secara

ilmiah, serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti sehingga menghasilkan

deskripsi (perian) data secara aktual.29 Selain itu, penelitian deskriptif tidak

mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya,

berbeda dengan penelitian preskriptif yang memperimbangkan unsur benar dan

salah penggunaan bahasa berdasarkan kriteria atau norma tertentu.30

Adapun terknik dalam penelitian ini digunakan prinsip teknik analisis isi, yakni

teknik analisis teks (wacana) dari segi konstruksi klausa-klausa yang berpredikat

verba.

D. Data dan Sumber Data

Sebagaimana disinggung pada bagian terdahulu, data penelitian ini ialah

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia. Adapun sumber data penelitian ini

ialah surat kabar nasional ragam bahasa tulis resmi pada teks rubrik Tajuk

Rencana Kompas bulan Januari sampai Maret 2012. Media massa Kompas terbit

setiap hari. Namun, peneliti mengambil beberapa rubrik Tajuk Rencana Kompas

tiga terbitan dalam satu minggu. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan

cara sampling acak.

29 T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: Eresco, 1993), h. 8. 30 Sudaryanto, Metode Linguistik: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), h. 62.