Upload
tutun-finfin-setianti
View
104
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sistem prestasi kerja merupakan sistem kepegawaian sebagai informasi dalam mengangkat seseorang guna menduduki suatu jabatan atau kenaikan pangkat, didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang telah dicapai oleh pegawai. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kepegawaian nomor 43 tahun 1999 disebutkan bahwa “Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja” sehingga prestasi kerja yang tinggi merupakan perwujudan dari kualitas Pegawai Negeri Sipil dan hal ini cukup penting dalam rangka menunjang kelancaran untuk mencapai tujuan instansi. Dengan prestasi kerja tinggi berarti para pegawai negeri sipil benar-benar dapat berfungsi sebagai penghasil kerja yang tepat guna dan berhasil guna sesuai dengan sasaran-sasaran organisasi yang hendak dicapainya . Apabila tujuan peningkatan prestasi kerja para pegawai negeri sipil dapat terpenuhi, maka tujuan pembangunan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 akan segera tercapai.
Citation preview
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dan Perumusan Masalah
Pelaksanaan pembangunan di Era Demokrasi saat ini jelas terhambat oleh
rendahnya kinerja para pegawai pemerintah. Yang meliputi rendahnya kualitas
sumber daya manusia yang di dalamnya terdapat aparatur negara/pegawai negeri
yang kurang maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kekurang
maksimalan kerja para aparatur negara ini dapat terlihat dari kenierjanya sehari-
hari yang selalu saja terdapat aparatur negara yang bolos disaat jam kerja ataupun
menyalahi aturan yang merupakan tindakan melanggar norma kesusilaan. Selain
itu banyaknya unsur Kolusi, Korupsi dan Neporisme (KKN) yang telah merajalela
dikalangan masyarakat dan pemerintahan. Unsur KKN tersebut tidak lain
disebabkan oleh rendahnya pendidikan moral para pegawai pemerintah yang
menduduki bangku-bangku kepemerintahan baik di desa maupun di kota-kota
besar.
Dalam kenyataan sehari-hari di instansi pemerintah baik tingkat pusat
maupun tingkat daerah pemanfaatan pegawai belum sesuai pada basis pendidikan
yang pada dasarnya dimiliki pegawai negeri. Akibatnya banyak pegawai yang
tidak mampu menunjukkan prestasi di bidangnya dalam melaksanakan tugas.
Ditambah lagi dengan adanya prestasi kerja yang rendah, hal ini akan
menimbulkan kecemasan bagi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan era
reformasi. Dengan demikian pegawai negeri sebagai pelaksana pemerintah dan
pembangunan di Indonesia maka seharusnya para pegawai negeri bekrja giat
penuh semangat agar pekerjaan-pekerjaan yang dibebankan di atas pundakknya
dapat terselesaikan dengan hasil baik dan memuaskan. Apabila hal ini dapat
terpenuhi maka sesuailah sasaran pokok yang harus dicapai dalam rangka
penyempurnaan Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara.
1
Dilain pihak kebutuhan dan tuntutan masyarakat semakin meningkat,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan yang belum tercapai tersebut tidak jarang
pegawai melakukan hal-hal yang membawa kepada tindakan yang menyimpang.
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhya dan pembangunan masyrakat Indonesia secara luas. Hal ini
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia IV yang menyatakan :
“Kemudan daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarjab kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial....”
Dalam usaha pembangunan di era demokrasi ini dibutuhkan pegawai-
pegawai yang berkompeten di bidangnya, berdedikasi tinggi dan setia pada UUD
1945, Pancasila, Negara dan Pemerintah. Hal ini dikarenakan kita telah
mengetahui bahwa sejarah kedudukan dan peranan pegawai negeri sangat penting
di dalam pencapaian tujuan nasional.
Untuk menjaga kelancaran suatu pemerintahan dibutuhkan para pegawai
pemerintah yaitu pengawai negeri dan aparatur negara yang sempurna dilihat dari
kedisiplinannya sehingga melaksanakan seluruh tanggungjawabnya sebagai
perangkat pemerintahan. Kedisiplinan ini dapat diwujudkan melalui pembinaan
Pegawai Negeri Sipil menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan
berwibawa seperti disebutkan dalam GBHN RI:
“Pembianaan, penyempurnaan dan penertiban Aparatur Pemerintah baik
ditingkatkan Pusat maupun di Daerah termasuk Perusahaan milik Negara
dan milik Daerah sebagai aparatur perekonomian negara, dilakukan secara
terus-menerus, efektif, bersih dan berwibawa sehingga mampu
melaksanakan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan
pengabdian terhadap masyarakat.” (GBHN RI, Arah dan Kebijakan
Pembangunan Umum, Perihal Aparatur Pemerintah, huruf b.)
2
Untuk meningkatkan mutu atau kinerja pegawai melalui pendidikan dan
pelatihan harus dipersiapkan dengan baik untuk mencapai hasil yang memuaskan.
Peningkatan mutu atau kinerja harus diarahkan untuk mempertinggi keterampilan
dan kecakapan pegawai dalam menjalankan tugasnya.
Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki
kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap
pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan
dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu,
suatu instansi harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Untuk
meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan pegawainya tersebut, dapat
dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Karena pendidikan dan pelatihan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil
secara menyeluruh.
Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena
dengan adanya program tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan
keterampilan pegawai. Pengembangan pegawai juga dirancang untuk memperoleh
pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi
dalam geraknya ke rnasa depan. Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah
semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga keuntungan organisasi.
Karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para pegawai, dapat
meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Produktivitas kerja meningkat
berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan (Soekidjo
Notoadmodjo, 2003:31). Pendidikan dan pelatihan juga merupakan upaya untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena
itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan
pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar sehingga
dapat meningkatkan kinerja pegawainya tersebut .
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi
karyawan, maka hendaknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat
dilakukan secara kontinue atau berkelanjutan. Dan dengan adanya pemberian
pendidikan dan pelatihan bagi pegawai negeri sipil, maka diharapkan para birokrat
3
dapat mempersembahkan kinerja yang maksimal bagi instansinya. Melihat
pentingnya sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau instansi, maka tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan
berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut dibandingkan dengan
sumber daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat,
kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai suatu instansi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara langsung dalam bidang ketenagakerjaan juga harusnya
mampu mempersembahkan kinerja yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal
ini, dinas tenaga kerja juga telah memberikan program diklat setiap tahunnya
kepada pegawainya demi meningkatkan kinerja dan menunujukkan eksistensinya
kepada masyarakat. Hal ini terbukti dengan pemberian program diklat baik diklat
prajabatan maupun diklat jabatan yang terdiri dari diklat fungsional, dan diklat
pimpinan yang diselenggarakan tiap tahun bagi para pegawai Dinas Tenaga Kerja.
Pengadaan Diklat ditujukan agar PNS memiliki kemampuan administrasi
dasar terutama dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun,
sampai saat ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi Dinas tenaga Kerja
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Adapun kendala-
kendala tersebut misalnya seperti belum adanya indikator pengukur kinerja para
pegawai, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang masih kurang, sistem
aplikasi komputer yang belum stabil dan masih belum mencukupi, serta prosedur
dan peraturan yang belum mapan yang disebabkan karena adanya penggabungan
Kantor Sosial ke dalam Dinas Tenaga Kerja.
Pembinaan, penyempurnaan, penertiban, disiplin dan kepemimpinan yang
bisa memotivasi pegawai secara terus menerus akan mampu meningkatkan
prestasi kerja pegawai negeri sipil. Motivasi dan prestasi kerja pegawai dapat
dipengaruhi oleh faktor yang bersifat sosiologis maupun psikologis.
Sistem prestasi kerja merupakan sistem kepegawaian sebagai informasi
dalam mengangkat seseorang guna menduduki suatu jabatan atau kenaikan
pangkat, didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang telah dicapai oleh pegawai.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kepegawaian nomor 43 tahun 1999
4
disebutkan bahwa “Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan
sistem karir dan prestasi kerja” sehingga prestasi kerja yang tinggi merupakan
perwujudan dari kualitas Pegawai Negeri Sipil dan hal ini cukup penting dalam
rangka menunjang kelancaran untuk mencapai tujuan instansi. Dengan prestasi
kerja tinggi berarti para pegawai negeri sipil benar-benar dapat berfungsi sebagai
penghasil kerja yang tepat guna dan berhasil guna sesuai dengan sasaran-sasaran
organisasi yang hendak dicapainya . Apabila tujuan peningkatan prestasi kerja
para pegawai negeri sipil dapat terpenuhi, maka tujuan pembangunan untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 akan segera tercapai.
Prestasi kerja sangat penting dalam usaha kerjasama sekelompok orang
dalam mencapai tujuan tertentu dari kelompok tersebut, dalam hal ini tidak lain
adalah pegawai negeri. Peningkatan prestasi kerja tidak lain untuk pembangunan
Bangsa. Pembangunan tidak terlepas dari partisipasi masyarakat pada umumnya
dan prestasi aparat pada khususnya, untuk menggali dan memanfaatkan sumber
daya bagi pelaksanaan itu sendiri.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah tingkat pendidikan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap
Prestasi kerja pegawai negeri sipil di Kantor X.
2. Variabel manakah antar tingkat pendidikan dan motivasi kerja yang
mempunyai pengaruh paling dominan terhadap prestasi kerja pegawai
negeri sipil di Kantor X.
3. Seberapa kuat faktor tingkat pendidikan dan motivasi kerja berpengaruh
terhadap prestasi kerja.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Teoritis
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan motivasi
kerja terhadap prestasi kerja.
2. Tujuan Praktis
5
Hasil penelitian ini oleh administrasi dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menyusun kebijakan lanjutan di bidang
kepegawaian.
3. Tujuan Institusional
Sebagai syarat akademis untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam ilmu
Administrasi Negara di STISIPOL KARTIKA BANGSA Yogyakarta.
D. Kerangka Teori
Sehubungan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, maka pengertian pegawai negeri
berdasarkan Pasal 1 huruf a disebutkan :
“Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas lainnya yang ditetapkan
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian disebutkan :
“Pegawai Negeri adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas
negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Dari pengertian Pegawai Negeri diatas kita mengetahu bahwa PNS harus
memenuhi empat unsur pokok, yakni :
1. Memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri.
4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6
1. Pengertian Tingkat Pendidikan
Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003:50) tingkat
pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian
Hariandja (2002: 169) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan
dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan.
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan
terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:
1. Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun
pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
2. Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
3. Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu
perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan
karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang
sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan
dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.
Sedangkan pengertian
2. Pengertian Motivasi
Menurut Hasibuan (2002: 92), motivasi berasal dari kata latin movere yang
berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi diberikan kepada manusia,
khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan
motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias
untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi adalah pemberian daya
7
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan.
Menurut pendapat Danim (2004: 2), motivasi adalah sikap dan nilai dasar
yang dianut oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak
bertindak. Motivasi pada prinsipnya merupakan kemudi yang kuat dalam
membawa seseorang melaksanakan kebijakan manajemen yang bisa terjelma
dalam perilaku antusias, berorientasi pada tujuan, dan memiliki target kerja yang
jelas, baik secara individual maupun kelompok.
Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), motivasi
adalah usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu
tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau
mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi merupakan suatu konsep yang dilakukan guna memberikan
dorongan hingga timbul dalam seseorang individu hingga menggerakkan dan
mengarahkan perilaku. Handoko (2001: 252) memberikan pengertian motivasi
sebagai berikut: “Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah proses pemberian motif
(penggerak atau pendorong) kepada karyawan untuk dapat bekerja sedemikian
rupa sehingga tujuan orang secara efisien dan efektif dapat tercapai beberapa
faktor penting yang mempengaruhi motivasi adalah kebutuhan pribadi, tujuan dan
persepsi individu atau kelompok dan cara untuk mewujudkan kebutuhan, tujuan
dan persepsi. Masalah yang dibahas dan dipersoalkan dalam motivasi adalah
bagaimana mendorong gairah kerja agar seseorang ataupun keluarga orang mau
bekerja semaksimal mungkin dengan memberikan kemampuan dan ketrampilan
yang dimiliki untuk mencapai tujuan, sehingga peran motivasi ini sangat penting
karena dengan motivasi diharapkan setiap karyawan/guru mau bekerja keras
sesuai dengan kompetensinya agar dapat mencapai produktivitas dan prestasi
kerja yang maksimal.
8
Dalam hal ini dikaitkan dengan konsep “kerja”, sehingga menjadi “motivasi
kerja”. Nerkaitan dengan konsep kerja ini, Patiata westra mengutip pendapat
Djoko sebagai berikut :
Salah satu tanda bahwa manusia hidup adalah adanya aktivitas yang
dilakukan, antara lain adalah “kerja” yang merupakan salah satu wujud dari
aktivitasnya ini lebih terarah, bertujuan guna memperoleh ‘karya’ tertentu
sehingga dapat dinikmati yaitu dengan melaksanakan tugas tertentu. (Djoko
S dalam Pariata Westra Op.Cit :20)
Dari keterangan diatas, kerja merupakan aktivitas terarah yang bertujuan
untuk melaksanakan tugas. Dengan demikian motivasi kerja adalah segala sesuatu
yang menimbulkan dorongan/semangat dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan.
Motivasi kerja dapat diukut dengan :
1. Terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan yang meliputi sandang, pangan,
pangan, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, harga diri dan
kebutuhan akan kebanggaan melalui pengembangan kemampuan dan
keahlian serta kesempatan berprestasi.
2. Dalam organisasi terdapat kerjasama yang baik bila seorang pemimpin dapat
menumbuhkan perasaan pegawai bahwa mereka sangat membutuhkan
pemimpin organisasi, bahwa setiap pegawai dapat diterima oleh kelompoknya
dan juga agar pegawai tidak merasa asing, sehingga dapat terjadi kerjasama
yang baik untuk mencapai tujuan.
3. Memperoleh imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Seorang pegawai
akan terdorong untuk bekerja apabila memperoleh suatu imbalan yang
dirasakannya sebagai kebutuhan poko yang harus dipenuhi.
4. Pengertian Prestasi Kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih
menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”.
9
Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti
“mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian”
atau “apa yang dicapai”. (Ruky:15)
Bernardin dan Russel (1993:378) memberikan definisi tentang prestasi kerja
sebagai berikut :
“performance is defined as the record of outcome produced on a specified
job function or activity during a specified time period” (Prestasi kerja
didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan
pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada
perusahaan.
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat
pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan
menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan perusahaan. (www. Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt)
5.Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Prestasi Kerja
Masalah disiplin kerja merupakan masalah yang penting dalam setiap
usaha kerja sama sekelompok orang dalam rangka mencapai tujuan kelompok
tersebut. Apabila dalam suatu organisasi tidak ada disiplin kerja maka dapat
dipastikan prestasi kerja atau hasil kerja akan menurun kwalitas maupun
kwantitas.
Dalam peraturan PNS juga disebutkan bahwa:
“ Untuk menjamin terpeliharanya tatatetib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin kerja PNS” (PP 30 hal 11)
Dengan peraturan disiplin, pegawai akan selalu tertib dalam menjalankan
tugas pekerjaanya. Sehingga dengan kedisiplinan akan ketepatan baik waktu
maupun hasil sesuai dengan yang ditargetkan. Dengan demikian hal ini dengan
sendirinya akan meningkatkan prestasi kerja di lingkungan yang instansinya
menerapkan disiplin tersebut.
10
Prestasi yang baik akan selalu berkaitan dengan kedisiplinan, karena tanpa
adanya disiplin semua tugas pekejaan tidak akan berjalan secara lancar sehingga
menghambat prestasi kerja.
Lebih lanjut dikatakan oleh Moekijab bahwa :
“ Ada hubungan yang sangat erat antara prestasi kerja yang tinggi dengan disiplin.
Apa bila pegawai merasa bahagia dalam pekerjaan, maka mereka pada umumnya
mempunyai disiplin, sebaliknya apabila semangat kerja mereka rendah maka
mereka dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan tidak baik, misalnya
mereka selalu banyak mengunakan waktu untuk sekedar minum kopi atau mereka
sering terlambat dalam ke kantor.”(Moeijat. 1984:194)
Dari uraian diatas jelas bahwa disiplin kerja juga mempunyai peranan yang sangat
menentukan dalam usaha untuk menapai prestasi kerja yang lebih baik, karena
dengan adanya disiplin kerja akan menciptakan lingkungan yang dapat mengatur
segala sesuatu yang lebih baik.
5. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi
Pegawai.
Pendidikan diartikan sebagai lapisan pendidikan yang tersusun atas
beberapa tingkat pendidikan, tingkat ini akan terlihat mulai dari terbawah sampai
kepada urutan yang teratas atau sebaliknya.
Sedangkan KH. Dewantara (1962L:114) mengatakan:
“ Pendidikan adalah suatu daya untuk mamajukan pertumbuhan budi pekerja (kekuatan karakter, karakter), pikiran/intelek dan tubuh anak sesuai dengan usianya”
Dari uraian diatas pendidikan sanngat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan budi pekerti maupun intelektual, dengan budi pekerti da intelektual
yang tinggi akan dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai.
Faktor-faktor yang mendorong seseoang untuk bersedia berbuat bertindak
dengan cara-cara tertentu dengan cara-cara tertentu disebut “motive”. Jadi
motivemerupakan penggerak bagi seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan
motovasi merupakan serangkaian proses pemberian dorongan kepada seseorang
11
untuk bertindak agar tujuan yang dikehendaki tercapai. Dalam hal ini dikaitkan
dengan konsep “kerja”, sehingga menjadi motivasi kerja.
Dari keterangan tersebut diatas, maka apabila pegawai mempunyai
pendidikan yang baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja. Dan
begitu pula jika pegawai mempunyai motivasi kerja akan mempengaruhi prestasi
kerja.
E. Hipotesis
Sebelum penyusun mengemukakan hipotesa terlebih dahulu aan penyusun
kutip pendapat dari para arjana mengebai batasan hipotesa.
Sutrino Hadi (1980 : 63) hipotesa adalah : “ Dugaan yang mungkin benar
atau mungkin juga salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima
jika fakta-fakta membenarkan”.
Hipotesis akan diterima jika fakta-fakta membenarkan dan akan ditolak
jika fakta dianggap salah atau palsu. Maka dalam menentukan Hipotesa haruslah
ada hubungannya dengan penelitian yang dilaksanakannya, sehingga dapat
dipakai sebagai pedoman atau petunjuk di dalam pemecahan selanjutnya guna
mencapai jawaban yang akurat.
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah maka
penyusun akan mengemukakan rumusan hipotesa sebagai berikut :
1. Hipotesis
“ Ada hubungan positif antara tingkat pendidikan dan motovasi kerja
terhadap prestasi kerja”
2. Hipotesis Geometrik
x.1
x.2
12
Tingkat pendidikan
Motivasi kerja
Prestasi kerja pegawai
F. Definisi Konsep
1. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang dimiliki/ditempuh oleh
pegawai baik melalui pendidikan formal, informasi maupun non-formal.
Tingkat pendidikan merupakan pengetahuan, ketrampilan dan segenap
potensi yang dimiliki oleh pegawai.
2. Motivasi diartikan sebagai membuat dorongan batin atau hal pemberian
dorongan.
Berarti didalam diri manusia sudah terdapat suatu daya tertentu yang
mendorong manusia untuk berperilaku.
3. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
G. Definisi Operasional
1. Prestasi kerja diukur dengan :
Kuantitas dan kualitas kerja
Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan
Tingkat kekompakan pegawai belum setepat penyelesaian tugas
Kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
Ketulusan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
Kemampuan pengambilan keputusan
Kemampuan untuk menciptakan situasi dan kondisi kerja yang baik
Kemampuan pegawai untuk menerapkan cara-cara baru
2. Tingkat pendidikan diukur dari :
Pendidikan formal pegawai
Pendidikan non-formal pegawai
Pendidikan informal pegawai
3. Motivasi kerja dapat diukur dari :
Terpenuhinnya kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuan akan
keamanan, kebutuhan social, harga diri dan kebutuhan akan
kebanggaan melalui pengembangan kemampuan dan keahlian serta
kesempatan berprestasi.
13
Dalam organisasi ada kerjasama yang baik antara pemimpin dengan
pegawai untuk mencapai tujuan.
Memperoleh imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menitik beratkan pada jenis penelitian
kuantitatif yaitu metode analisa yang berupa angka dan prosentase dimana
anlisa data tersebut dilakukan dan dalam bentuk table untuk menghitung
prosentase ( Dr. Ida Bagus Mantre, 1958:58) jadi dalam penelitian ini akan
menggunakan perhitungan-perhitungan statistic.
2. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini akan digunakan gabungan beberapa metode
pengumpulan data yang diantaranya sebagai berikut :
a. Metode Obsevasi
Yaitu pengumpulan data atau keterangan mengenai kenyataan yang
hendak diteliti dengan cara pengamatan dan ini tidak dapat dicari
dengan kuesioner
b. Metode Kuesioner
Yaitu pengumplan data dengan menghubungi responden melalui
daftar pertanyaan dan merupakan data primer.
c. Metode Dokumentasi
Yaitu cara pengumpulan daa berdasarkan dokumen-dokumen yang
ada berupa arsip, monografi, grafik dan lain-lain.
3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisa yan cirri-
cirinya dapat diduga, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi. Selanjutnya mengenai besarnya pengambilan sampel dapat
dilihat sebagai berikut :
Menurut Sutrisno Hadi :
“ Sebenarnya tidak ada ketentuan yang mutlak beapa persen
suatu sampel harus diambil. Dan ketiadaan yang mutlak ini tidak
14
menimbulkan keraguan seorang peneliti” (Sutrisno Hadi,
Jakarta, 1983.p. 102)
Menurut Masri Singaribun (1980:25) adalah :
“Beberapa peneliti mengatakan bahwa besarnya sampel tidak
boleh kurang dari 10% dari jumlah populasi” (Masri
Singarimbun, MPS, 1983,p.79)
4. Metode Pengujian Hipotesis
Menguji hipotesis adalah untuk menujukkan apakah dugaan atau
ramalan yang penulis ajukan didukung atau tidak oleh data. Selanjutnya
ditentukan apakah jawaban responden termasuk dalam kategori rendah,
atau tinggi dan hasil skor masing-masing variable dibagi jumlah
pertanyaan masing-masing variable yang ada.
Penggolongan dari skor diatas adalah :
a. Apakah skor yang didapat antara 1-2 digolongkan rendah
b. Apakah skor yang didapat berkisar antara 3 keatas digolongkan
tinggi.
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan teknik statistic yang meliputi :
a. Teknik Korelasi Product Moment
Teknik korelasi product moment digunakan untuk mengetahui apakah
ada hubungan atau tidak antara variable dengan Y,yaitu dengan rumus:
r xy=n .∑XY−(∑X )(∑Y )
√(n .∑X2−(∑ X )2 )(n .∑Y 2−∑Y 2)
Keterangan :
r = harga korelasi product moment
X = Variabel bebas atau sun square dari Vk
Y = Variabel terikat atau sun square dari Vy
n = Jumlah responden
15
b. Korelasi Parsial
Korelasi parsial dgunakan untuk mengetahui besar hubungan antara
suatu variabel dengan variabel lain dengan menggunakan rumus :
rl3,2=rl3− (rl2 )(r23)
(1−r212 )(1−r223)
Keterangan :
1.2 : Variabel bebas
3 : variabel tergantung
2 : variabel control
Kemudian untuk menguji signifikan menggunakan rumus :
F=r2N−(K+1)
1−r2
Keterangan :
r : koefisiansi korelasi parsial
N : jumlah responden
K : jumlah variabel bebas
Nilai F yang dihasilkan perhitungan kemudian dibandingkan dengan
harga kritis atau lebih besar dari F table maka dikatakan signifikan,
tetapi apabila F test lebih kecil dari F tabel tidak signifikan.
16