Upload
zujali-valopi
View
155
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teknologi tentang instrumentasi berperan begitu penting dalam kemajuan
peradaban umat manusia. Teknologi ini telah membuat segala sesuatu dalam
benak manusia dari yang sepertinya tidak mungkin, lalu menjadi bisa diketahui,
bisa dilakukan bahkan bisa diwujudkan. Lihatlah bagaimana ilmu kedokteran bisa
membantu manusia bertahan hidup, lihatlah bagaimana manusia bisa tinggal di
ruang angkasa, lihatlah bagaimana manusia bisa melakukan perjalanan ataupun
bertukar informasi dengan sangat cepat hingga melahirkan era globalisasi. Semua
tidak terlepas dari yang namanya teknologi instrumentasi. Pada prinsipnya
teknologi ini berfungsi membantu manusia untuk melakukan sesuatu, memantau,
dan mengendalikan kondisi, proses atau sistem yang cukup rumit, cukup besar,
yang membutuhkan kecepatan, ketelitian atau kualitas yang tinggi.
Perkembangan teknologi instrumentasi pada dasanya sama seperti
teknologi yang lain, yaitu tergantung sejauh mana kebutuhan atau imajinasi
manusia. Contoh paling sederhana misalnya ketika manusia ingin menyamakan
persepsi tentang tingkat kepanasan suatu benda atau materi, maka dengan segala
pemikiran, ide dan rekayasa, maka diciptakanlah thermometer tabung yang berisi
air raksa. Contoh yang lebih canggih misalnya mesin ATM, dimana dengan mesin
ini manusia bisa melakukan pengambilan uang, menyetor uang, mengirim uang,
hingga melakukan beberapa macam transaksi jarak jauh. Sungguh teknologi yang
begitu mengagumkan dan sangat berguna bagi manusia. Teknologi instrumentasi
menjadi cukup maju dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti fisika,
mekanika, elektronika, kimia, metalurgi, hingga teknologi informasi.
Dalam industri modern kita bisa melihat bagaimana teknologi
instrumentasi mendukung perkembangan industri minyak dan gas, petrokimia,
dan pembangkit tenaga listrik hingga sampai pada tahap yang cukup maju. Pada
2
mulanya teknologi ini digunakan untuk meningkatkan sistem penginderaan,
pemantauan dan pengendalian dalam sistem proses produksi. Seperti untuk
mengetahui seberapa tinggi cairan dalam tabung pemisahan, seberapa tekanan
pipa keluaran dari pompa. Selanjutnya operator akan menentukan apa yang harus
dilakukan dengan data proses parameter yang didapat. Karena operator sebagai
seorang manusia mempunyai banyak keterbatasan maka teknologi ini
dikembangkan dengan diciptakannya alat yang bisa menggantikan operator untuk
menentukan dan melakukan tindakan yang diperlukan setelah memperorh data
mengenai proses parameter. Tahap perkembangan ini disebut tahap otomatisasi.
Otomatisasi ini mempunyai arti bahwa sekumpulan alat akan bekerja sebagai
suatu siklus yang tidak terputus untuk mengendalikan suatu sistem sesuia dengan
apa yang telah ditentukan. Sensor, transmitter, prosesor, kontroler, PLC, DCS,
dan elemen kontrol akhir adalah istilah-istilah yang cukup popular digunakan
pada sistem instrumentasi otomatis. Pada tahap ini teknologi instrumentasi
berperan penting dalam aspek kualitas produksi, kuantitas produksi, efisiensi,
keselamatan dan pengendalian dampak lingkungan. Hal ini terjadi seiring dengan
tingkat kebutuhan manusia yang makin meningkat dan peraturan-peraturan
tentang pelestarian lingkungan yang makin ketat.
Seperti yang telah disebutkan di atas, sistem otomatisasi terdiri dari
beberapa komponen yang bekerja bersama-sama untuk mengendalikan suatu
sistem sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Salah satu komponen penting
dalam otomatisasi adalah elemen kontrol akhir, sebut saja contohnya adalah
kontrol valve, seperti yang akan dibahas pada penelitian ini. Peran kontrol valve
begitu penting untuk memenuhi kebutuhan sesuai aspek-aspek yang telah disebut
diatas. Kinerja kontrol valve bisa meningkatkan keuntungan produksi ataupun
bisa menyebabkan kecelakaan besar jika gagal berfungsi dengan baik. Untuk
itulah penulis berharap dengan penelitian tentang kontrol valve ini, maka akan
lebih memperdalam pengetahuan kita tentang instrumentasi dan sistem
otomatisasi.
3
I.2 Batasan Masalah
Sesuai denga ilmu dan lingkungan yang selama ini kita pelajari, maka
penulis akan membahas sistem instrumentasi dan otomatisasi dalam industri
minyak dan gas, petrokimia atau pembangkit tenaga. Industry ini mempunyai
kedudukan sangat penting dalam kehidupan manusia, karena industri ini
memproduksi energi yang merupakan kebutuhan hidup manusia nomor satu. Jadi
pembahasan mengenai unsure-unsur yang berperan dalam industri ini jelaslah
cukup penting untuk diketahui.
Berbicara tentang industri energi, kebutuhan energy untuk seluruh umat
manusia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, terutama
minyak dan gas. Eksplorasi dan produksi minyak dan gas telah dilakukan lebih
dari satu abad yang lalu. Minyak dan gas diolah menjadi berbagai jenis bahan
bakar untuk menghidupkan pembangkit-pembangkit listrik, untuk menjalankan
alat transportasi dan sebagai bahan baku industri plastik, tekstil dan pupuk. Semua
unsur pokok maupun turunan dari minyak dan gas bumi dalam ilmu kimia disebut
senyawa hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon ini merupakan sumber energi yang
cukup potensial, ikatan karbon dan hidrogennya jika teroksidasi akan melepaskan
nilai kalor yang cukup tinggi. Dengan sifatnya yang seperti itu, hidrokarbon
mempunyai sifat yang berbahaya, yaitu mudah terbakar.
Dalam mengolah minyak dan gas menjadi produk-produk yang berharga,
sistem produksi harus menggunakan sistem instrumentasi dan otomatis. Sistem
otomatis akan menggunakan kontrol valve sebagai elemen kontrol akhir. Karena
sifat-sifat yang dimiliki senyawa hidrokarbon ini cukup spesifik, maka kontrol
valve yang digunakanpun harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, untuk
pertimbanagan ekonomi dan keselamatan sebagai alasan utama. Jadi dalam
pembahasan selanjutnya penulis akan memberi penekanan pada tulisan ini untuk
memberikan beberapa informasi tentang kontrol valve yang digunakan pada
pabrik penyulingan minyak, terutama pada kontrol valve yang digunakan
untuk mengontrol fluida dengan senyawa hidrokarbon baik dalam bentuk cairan
maupun gas, yang sesuai dengan standarisasi badan-badan internasional.
4
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang kontrol valve ini dilakukan dan mengambil contoh dari
suatu pabrik penyulingan minyak. Untuk itu diharapkan para pembaca terutama
rekan-rekan mahasiswa akan mendapatkan gambaran pentingnya pengetahuan
tentang kontrol valve jika kita hendak terjun dalam industri minyak dan gas
terutama membidangi masalah sistem kontrol otomatis. Selanjutnya tujuan
penulisan akan penulis paparkan sebagai berikut:
a. Memahami prinsip kerja dari kontrol valve
b. Memahami kinerja kontrol valve
c. Mengetahui klasifikasi kontrol valve
d. Memahami bagian-bagian kontrol valve
e. Mengetahui cara pemilihan kontrol valve, terutama untuk aplikasi
hidrokarbon
f. Mengetahui langkah-langkah komissioning kontrol valve
g. Mengetahui pekerjaan pemeliharaan untuk kontrol valve
h. Mengetahui permasalahan-permasalahan operasi kontrol valve
i. Mengetahui standarisasi peralatan instrumentasi, terutama kontrol valve
j. Mengetahui sistem operasi yang menggunakan kontrol valve
k. Mengetahui dokumentasi yang diperlukan untuk kontrol valve
Dengan tambahan pengetahuan yang memadai tentang kontrol valve, maka
para rekan mahasiswa ataupun pembaca yang lain seharusnya makin memahami
teknologi instrumentasi dengan menyeluruh. Bahwa sistem instrumentasi adalah
sistem yang komleks, berhubugan satu dengan yang lain, saling mempengaruhi
dan saling menunjang keberhasilan untuk mengandalikan suatu sistem proses.
Perkembangan teknologi kontrol valve memang tidak semaju PLC, DCS atau alat-
alat instrumetasi yang lain. Tetapi kegagalan menentukan aplikasi kontrol
valvedengan benar akan memberikan kontribusi yang besar dalam kegagalan
sistem kendali proses, yang berujung kerugian secara ekonomi.
5
I.4 Kegunaan Penelitian
Penulis berharap agar hasil penelitian ini bisa digunakan oleh para
mahasiswa pada khususnya atau pembaca yang lain pada umumnya untuk belajar
memahami segala sesuatu tentang kontrol valve. Penulis menyadari bahwa isi
tulisan ini hanya merupakan pengetahuan tingkat dasar, tetapi cukup sebagai
pengantar untuk mempelajari kontrol valve atau sistem otomatisasi pada tingkat
yang lebih lanjut.
6
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Pengenalan Terhadap Kontrol Valve
II.1.1 Apakah kontrol valve itu
Kilang pemrosesan terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan kontrol loop
yang digabungkan untuk melakukan fungsinya masing-masing untuk
memproduksi produk tertentu yang selanjutnya bisa dijual. Masing-masing dari
loop ini dirancang untuk menjaga beberapa variabel proses yang penting seperti
tekanan, laju aliran, level dan temperature dan sebagainya dalam rentang tertentu
untuk memastikan kualitas dari produk. Masing-masing dari loop ini menerima
sinyal adanya perubahan dalam proses dan selanjutnya loop akan beraksi untuk
menjaga kestabilan proses varibel. Loop yang satu dengan yang lain pada dasanya
bisa bekerja secara independent atau saling berinteraksi.
Untuk mengurangi efek dari gangguan perubahan beban dalam proses,
sensor dan transmitter mengumpulkan informasi tentang proses variabel.
Kontroler akan memproses informasi ini dan memutuskan apa yang harus
dilakukan untuk mengembalikan proses variabel pada posisi yang semestinya
setelah terjadinya perubahan beban. Ketika pengukuran, perbandingan, dan
perhitungan telah selesai dilakuakan, alat pengontrol terakhir harus melakukan
perintah yang dihasilkan oleh kontroler.
Alat pengontrol yang paling umum dalm industri kontrol proses adalah
kontrol valve. Kontrol valve akan memanipulasi fluida yang mengalir seperti gas,
uap, air atau bahan kimia untuk mengkompensasi perubahan beban dan menjaga
proses variabel sedekat mungkin dengan set point yang dinginkan.
Kebanyakan orang yang berbicara mengenai kontrol valve mengacu pada
sussunan kontrol valve. Susunan kontrol valve pada dasarnya terdiri dari bodi,
bagian internal, dan penggerak untuk menggerakan valve tersebut dan berbagai
7
macam aksesori yang terdiri dari posisioner, transducer, pengatur tekanan,
operator manual ataupun limit switch. Kontrol valve mempunyai kedudukan yang
penting dalam suatu loop kontrol sehingga unjuk kerja kontrol valve pun
selayaknya mendapatkan perhatian yang cukup.
Selanjutnya dalam bab ini akan diterangkan secara singkat mengenai
istilah-istilah dalam proses kontrol, beberapa macam tipe kontrol valve, dan
fungsi kontrol valve serta karakteristik. Istilah-istilah ini diterangkan pada bab
awal untuk memberi kemudahan dalam uraian selanjutnya.
II.1.2 Istilah-istilah kontrol proses
Aksesori:
Peralatan yang dipasang pada aktuator kontrol valve untuk mendukung fungsi
aktuator tersebut dan membuat kontrol valve sebagai sebuah unit operasi yang
lengkap. Contohnya: meliputi posisioner, pengatur tekanan, solenoid dan limit
switch.
Aktuator:
Sebuah alat yang bertenaga pneumatis, hidraulik, atau elektrik yang memberikan
tenaga untuk membuka ataupun menutup kontrol valve.
Close loop (Loop tertutup):
Interkoneksi dari komponen-komponen proses kontrol seperti tentang informasi
proses variabel yang terus-menerus dilaporkan kepada set poin kontroler untuk
melakukan koreksi proses variabel secara otomatis dan terus-menerus.
Kontroler:
Sebuah alat yang beoperasi secara otomatis dengan menggunakan program
alogaritma untuk mengendalikan variabel kontrol. Input kontroler menerima
informasi tentang status dari variabel proses dan selanjutnya menghasilkan sinyal
yang diperlukan untuk alat pengontrol akhir.
Dead band:
Dead band adalah istilah umum yang berlaku untuk fenomena umum pada setiap
alat. Pada kontrol valve adalah perbedaan antara input kontrol valve yang
8
merupakan kontroler output dan proses variabel yang merupakan output dari
kontrol valve.
Dead time:
Selisih waktu dimana tidak ada respon yang bisa terdeteksi setelah diberikannya
sinyal input.
Hysterisis:
Perbedaan maksimum pada nilai output untuk setiap input tunggal pada waktu
kalibrasi tidak meliputi kesalahan karena dead band.
Karakteristik inherent:
Hubungan antara koefisien flow dan pergerakan dari closure member, yang mana
bergerak dari posisi menutup dengan kondisi penurunan tekanan secara konstan
melalui valve. Karakter ini biasanya tergambar pada grafik dimana garis
horizontal menunjukan presentase dari pergerakan membuka dari valve, dan garis
vertikal menunjukan presentase flow.
Karakteristik terpasang:
Hubungan antara koefisien flow dan pergerakan dari closure member, yang mana
bergerak dari posisi menutup dengan kondisi penurunan tekanan secara konstan.
melalui valve yang dipengaruhi oleh perbedaan kondisi proses
Inherent valve gain:
Besar rasio perubahan pada aliran melalui valve terhadap perubahan bergeraknya
valve pada kondisi penurunan tekanan secara konstan. Inherent valve gain adalah
fungsi inherent dari desain valve
I to P (I/P):
Singkatan untuk arus listrik ke tekanan. Biasanya digunakan pada modul
transducer.
Lineariti:
Penunjukan kurva pada grafik untuk dua variabel secara relative lurus. Dan garis
itu bernilai sama baik untuk skala bawah maupun atas.
9
Posisioner:
Kontroler posisi yang dihubungkan secara mekanis dengan bagian bergerak dari
alat kontrol akhir. Berfungsi untuk menyesuaikan output terhadap aktuator untuk
menjaga posisi yang diinginkan sesuai sinyal input yang didapatkan.
Relay:
Sebuah alat yang bekerja seagai penguat daya. Alat ini akan menerima sinyal
input secara elektrik, pneumatis, maupun mekanik dan akan memberikan output
berupa aliran udara atau tenaga hidraulik menuju actuator.
Set point:
Nilai referens yang mewakili nilai yang diinginkan pada variabel proses yang
sedang dikontrol.
Sensor:
Sebuah alat yang mendeteksi nilai dari variabel proses dan memberikan sinyal
kepada transmitter. Sensor bisa terpasang bersama atau terpisah dengan
transmitter.
Shaft wind-up:
Istilah yang sering digunakan pada rotari valve yang menerangkan keadaan
terpilinnya shaft aktuator karena terjadinya gesekan dengan seal, sehingga
membuat pergerakan valve tidak responsive. Sering terjadi pada shaft yang
panjang.
Transmitter:
Sebuah alat yang mendeteksi nilai variabel proses dan mengirimkan sinyal
menuju kontroler untuk diperbandingkan dengan set poin.
Travel indicator:
Sebuah penunjuk dan skala terpasang di kontrol valve yang menunjukan posisi
dari closure member atau disk. Normalnya ditunjukan dengan nilai presentasi dari
posisi pergerakan aktuator atau derajat putaran.
10
II.1.3 Istilah-istilah untuk kontrol valve jenis sliding stem
Istilah-istilah berikut digunakan pada karakteristik secara fisik maupun
operasional dari kontrol valve jenis sliding stem standar dengan aktuator
diafragma atau piston. Beberapa dari istilah berikut juga bisa dipakai pada kontrok
valve jenis rotary shaft.
Pegas aktuator:
Sebuah pegas atau beberapa buah pegas yang dipasang di dalam yoke berfungsi
untuk meggerakan aktuator berlawanan arah dengan gaya yang dihasilkan oleh
diafragma.
Stem aktuator:
Sebuah batang yang menghubungkan aktuator dengan stem valve dan meneruskan
pergerakan dari aktuator terhadap valve.
Bonet:
Bagian valve yang berisi packing dan seal stem juga berguna sebagai guide dari
stem. Bonet juga digunakan untuk menyambungkan aktuator terhadap bodi valve.
Macam-macam bonet adalah bonet sambungan ulir, sambungan las atau integral
dengan bodi.
Bellow seal bonet:
Bonet yang menggunakan sebuah bellows untuk mencegah kebocoran disekeliling
stem closure member.
Bushing:
Bagian statis dari valve yang menyanga atau memberikan guide untuk bagian
yang bergerak, contohnya bushing untuk stem.
Cage:
Bagian dalam dari valve yang melingkari bodi dalam valve, menentukan karakter
dari flow dan juga sebagai dudukan dari plug. Cage juga menghasilkan stabilitas,
guide, dan penyusunan komponen lain yang diperlukan.
11
Gambar 2.1 Cage Untuk Globe Valve Dengan Karakter Flow Yang Berbeda
Closure member:
Bagian valve yang bergerak yang dipasang pada daerah aliran untuk mengontrol
laju aliran yang melewati valve.
Diafragma aktuator:
Alat yang digerakan dengan fluida dimana fluida akan menekan permukaan
diafragma yang selanjutnya menimbulkan gaya.
Gambar 2.2 Aktuator Diafragma Tipe Reverse Akting
Diafragma case:
Sebuah ruangan yang terdiri dari bagian atas dan bawah digunakan sebagai tempat
diafragma bisa terdiri dari satu ruangan atau dua ruangan bertekanan.
12
Diafragma plate:
Plat yang berbentuk konsentrik yang berfungsi untuk meneruskan gaya yang
dihasilkan oleh diafragma menuju stem aktuator.
Direct aktuator:
Aktuator tipe diafragma yang akan menggerkan stem lebih panjang ketika
mendapatkan suplai tekanan,
Lower body valve:
Bagian bawah valve sebagai rumahan dari seat ring. Seat ring biasanya dijepit
diantara bodi valve bagian atas dan bagian bawah, pada valve konstruksi terpisah.
Gambar 2.3 Bagian Utama Dari Susuna Kontrol Valve Tipe Sliding Stem
Globe valve:
Tipe valve yang sering digunakan untuk kontrol valve, karena desain dasarnya
bertujuan untuk pengaturan flow secara linear.
13
Offset valve:
Konstruksi valve yang mempunyai sisi inlet dan outlet yang berbeda tetapi
koneksinya berlawanan 180 derajat.
Packing boxs:
Bagian dari bonet yang berfungsi untuk menyumbat kebocoran dari dalam bodi
valve dan stem. Dalam packing box terdapat beberapa bagian yaitu: packing,
packing follower, packing nut, lantern ring, dan sebagainya.
Gambar 2.4 Penyusunan Material Packing Secara Lengkap
Aktuator tipe piston:
Alat yang bertenaga fluida yang member tekanan terhadap piston untuk
menggerakkan valve. Aktuator tipe piston diklasifikasikan juga sebagai double
akting sehingga tenaga penuh dapat diberikan ke dua arah.
Plug:
Istilah yang sering disebutkan untuk closure member.
Retaining ring:
Split ring yang digunakan untuk menjaga flange yang bisa dipisahkan pada bodi
valve.
14
Gambar 2.5 Aktuator Piston Double Akting
Trim:
Komponen internal dari valve yang merubah jumlah aliran, biasanya terdiri dari
closure member, seat ring, cage, stem, dan stem pin.
Seat:
Area kontak antara closure member dan pasangan permukaan yang lain, dimana
kerapatannya akan menutup aliran dalam valve.
Spring adjustor:
Sebuah fitting, biasanya berulir, yang digunakan untuk merubah tekanan pegas.
Reverse aktuator:
Sebuah aktuator diafragma yang mana akan memendek jika diberikan tekanan,
aktuator ini mempunyai seal bushing pada bagian atas yoke untuk mencegah
kebocoran pada stem.
Valve bodi assembli:
Bagian utama valve yang menahan tekanan, mempunyai bagian yang
disambungkan ke perpipaan dimana fluida mengalir. Juga mempunyai bagian
15
koneksi untuk bonet, dan bagian dalamnya merupakan tempat untuk trim
assembli.
Gambar 2.6 Beberapa Jenis Dari Kontrol Valve Tipe Sliding Stem
1. Reverse double ported tipe globe valve
2. Three way valve with balanced plug
3. Flanged angle-style kontrol valve bodi
4. Valve bodi with cage style trim, balanced valve plug, and soft seat
II.1.4 Istilah-istilah kontrol valve jenis rotari shaft
Aktuator lever:
Lengan yang dihubungkan terhadap rotari valve shaft untuk merubah gerakan
linear aktuator menjadi gerakan putar yang digunakan untuk menggerakkan bola
atau disk. Lever biasanya disambung secara ketat untuk menjaga agar gerak shaft
selalu responsive.
16
Ball:
Bagian dari valve yang berbentuk bulat, kedudukannya terhadap seat akan
menentukan jumlah aliran yang melewati valve. Ball ini bisa digunakan secara
bulat penuh, dengan celah aliran ada ditengahnya. Atau bentuknya tidak bulat
sempurna melainkan berbentuk V-notch akan menghasilakn karakter equal
percentage.
Disk:
Bagian valve yang berbentuk seperti piringan kedudukannya dengan seat
menentukan jumlah aliran yang mengalir di bagian tepi. Pada aplikasinya disk
didesain secara standar, didesain secara eksentrik untuk mengurangi gesekan
dengan seat, dan desain dinamik untuk memberikan torsi yang lebih.
Flangeless valve:
Tipe valve yang umum pada rotari valve, cara memasangnya adalah dengan
dijepit diantara flange ASNI dengan menggunakan baut yang panjang.
Rod and bearing:
Bearing yang digunakan pada sambungan antara aktuator stem dan aktuator lever
untuk memungkinkan pengubahan linear dari pergerakan maju mundur menjadi
gerak mundur.
Seal ring:
Bagian dari valve yang berfungsi sebagai tempat dudukan dari ball atau disk.
Beberapa desain dari seal ring memungkinkan digunakan secara bolak-balik.
Silinder:
Tempat dimana piston dan spring bergerak sesuai tekanan udara yang disuplai.
Sliding seal:
Seal bagaian bawah dari silinder yang berfungsi untuk mencegah kebocoran pada
saat aktuator stem bergerak secara bolak-balik.
17
Gambar 2.7 Beberapa Jenis Kontrol Valve Tipe Rotari
Shaft:
Bagian dari rotari shaft kontrol valve seperti stem untuk globe valve. Shaft
berfungsi untuk memutar disk atau ball pada aliran, yang mana akan mengontrol
jumlah aliran.
Standar flow:
Untuk rotari valve yang mempunyai seal ring yang terpisah, sering dibilang arah
aliran forward flow.
II.1.5 Istilah pada karakter dan fungsi kontrol valve
Bench set:
Kalibrasi pada batas spring aktuator untuk menghitung gaya yang ada pada
proses.
18
Diafragma pressure span:
Perbedaan antara nilai tinggi rendah dari batas tekanan diafragma, bisa dikatakan
sebagai karakteristik terpasang.
Dynamic unbalance:
Gaya yang diberikan pada valve plug pada posisi membuka apapun oleh fluida
yang member tekanan pada plug tesebut.
Area efektif:
Pada aktuator diafragma, area efektif adalah bagian dari area diafragma yang
efektif menghasilkan gaya pada stem. Area efektif pada diafragma bisa berubah
pada saat travel, saat mulai akan travel akan mempunyai area efektif maksimum.
Diafragma molded, efektif area pada umumnya tidak banyak berubah, tipe ini lah
yang banyak direkomendasikan.
Fail closed:
Kondisi dimana ketika tidak ada tenaga penggerak maka closure member akan
bergerak menjadi posisi tertutup.
Fail open:
Kondisi dimana ketika tidak ada tenaga penggerak maka closure member akan
bergerak menjadi posisi terbuka.
Fail safe:
Kondisi dimana ketika tidak ada tenaga penggerak maka closure member akan
bergerak menjadi posisi terbuka, tertutup atau tetap pada posisi terakhir yang
mana ditentukan untuk melindungi proses agar tetap dalam keadaan aman.
Pergerakan ini memerlukan kontrol tambahan yang dihubungkan ke aktuator.
Flow koefisien:
Sebuah konstanta (Cv) yang berhubungan dengan geometri valve, untuk trave
yang diberikan untuk menentukan kapasitas flow. Adalah jumlah gallon US tiap
menit pada suhu 60 derajat F air yang mengalir melalui valve dengan satu psi
penurunan tekanan.
19
High rekoveri valve:
Valve yang di desain untuk seminimal mungkin mengurangi hambatan pada fluida
yang mengalir dengan membentuk celah aliran yang lurus dan halus, agar
penurunan tekanan ketika melaui valve bisa diminimalkan. Yang merupakan
golongan ini adalah kontrol valve rotari tipe ball.
Konstruksi push down to close:
Valve tipe globe dimana closure member diletakkan diantara aktuator dan seat
ring, yang mana ketika stem bergerak maka akan membuat closure member
menutup seat ring. Istilah ini juga berlaku untuk kontrol valve tipe rotari pada
kondisi ketika stem memanjang maka akan membuat ball atau disk bergerak
menutup.
Konstruksi push down to open:
Valve tipe globe dimana seat ring diletakkan diantara aktuator dan closure
member, yang mana ketika stem bergerak maka akan membuat closure member
membuka seat ring. Istilah ini juga berlaku untuk kontrolvalve tipe rotari pada
kondisi ketika stem memanjang maka akan membuat ball atau disk bergerak
membuka.
Rated travel:
Jarak pergerakan dari closure member dari menutup menuju membuka penuh.
Rated full open adalah, kondisi membuka maksimum yang direkomendasikan
oleh pembuat.
Seat leakage:
Jumlah fluida yang mengalir melalui valve pada kondisi menutup penuh dengan
perbedaan tekanan dan temperature yang telah ditetapkan.
Spring rate:
Perubahan gaya per perubahan unit. Pada kontrol valve diafragma, spring rate
biasanya dinyatakan dalam ponds force inch kompresi.
20
Vena contracta:
Bagian dari aliran dimana kecepatan fluida pada titik maksimum, tekanan statis
dan area cross section pada titik minimum. Pada kontrol valve, vena kontrakta
terjadi tepat setelah melalui hambatan fisik.
II.1.6 Istilah terminologi kontrol proses yang lain
Istilah-istilah berikut ini adalah intilah tambahan yang sering disebut oleh banyak
orang yang berhubungan dengan kontrol valve, instrumentasi dan aksesori.
ASNI:
Singkatan dari American National Standars Institute.
API:
Singakatan dari American Petroleum Institute.
ATSM:
Singakatan dari American Society for Testing and Materials.
Automatic control sistem:
Kontrol sistem yang beroperasi tanpa campur tangan manusia.
Siklus kalibrasi:
Pemberian nilai-nilai yang diketahui dari variabel terukur, dan pencatatan nilai
yang dihasilkan dalam batas alat instrument tersebut. Sebuah kurva kalibrasi
didapatkan dengan memberikan input-input yang berbeda, dengan arah menaikkan
atau menurunkan. Biasanya diperhatikan sebagai persen output span versus persen
input span, dan memberikan pengukuran atas histerisis.
Enthalpi:
Sebuah nilai termodinamika yang dihasilkan dari penjumlahan energy internal dan
dari volume produk yang dikalikan dengan tekanan.
H=U+pv
Entropi:
Pengukuran secara teoritis dari energy yang tidak bisa dirunag menjadi kerja
mekanis di dalam sistem termodinamika.
Sinyal feed back:
21
Sinyal balik yang merupakan hasil dari pengukuran dari variabel yang dikontrol
secara langsung. Untuk kontrol valve dengan posisioner, sinyal balik biasanya
adalah indikasi mekanis dari posisi closure member, yang merupakan balik ke
posisioner.
FCI:
Singkatan dari Fluid Controls Institute.
Hardness:
Tahanan dari logam untuk perubahan bentuk secara plastis, biasanya dengan
pembengkokan.
Hunting:
Sebuah gerakan bolak-balik yang tidak diinginkan dengan nilai yang berarti.
Hunting biasanya terjadi dekat nilai stabil. Pada kontrol valve, hunting akan
terlihat dengan naik turunnya loading pressure aktuator yang disebabkan adanya
ketidakstabilan pada kontrol sistem atau valve posisioner.
ISA:
Singkatan dari Instrument Society of America sekarang dikenal sebagai
International Society for Measurment adan Control.
Loading Pressure:
Tekanan yang digunakan untuk menggerakkan aktuator pneumatic. Ini adalah
tekanan yang sebenarnya bekerja pada diafragma atau piston aktuator.
NACE:
Singkatan dari National Association of Corrotion Engineers. Ketika skope
organisasi menjadi international, umumnya berubah menjadi NACE international.
OSHA:
Singkatan dari Occupational Safety and Health Act (USA).
Batas Range:
Daerah diantara batas atas dan bawah dimana kuantitas diukur, diterima atau
ditransmisikan. Diperlihatkan dengan menyatakan bagian atas dan bawah nilai
batas, contoh: 3 sampai 25 psi; -40 sampai +212 derajat F.
22
Sensitivitas:
Rasio perubahan pada besaran output dengan perubahan pada input yang
menyebabkan itu setelah kestabilan dicapai.
Signal Amplitude Sequencing:
Pergerakan dimana dua atau lebih sinyal dihasilkan atau dua atau lebih kontrol
elemen akhir digerakkan aleh sinyal input, satu dengan yang lain saling merespon
dengan kontinyu, dengan atau tanpa overlap.
Zero Error:
Kesalahan pada alat yang beroperasi dibawah kondisi spesifik penggunaan ketika
input ada pada batas yang lebih rendah. Biasanya diperhatikan denga presentase
dan span ideal.
II.2 Kinerja Kontrol Valve
Dalam lingkungan bisnis yang dinamis seperti sekarang ini, pembuat
barang berada dibawah tekanan ekonomi yang ekstrem. Globalisasi pasar
menghasilkan tekanan yang kuat untuk menurunkan biaya manufaktur untuk
berkompetisi dengan biaya buruh dan biaya bahan baku yang lebih rendah
dinegara miskin. Kompetisi terjadi diantara perusahaan-perusahaan internasional
untuk menyediakan kualitas tertinggi dan untuk memaksimalkan keuntunagn
dengan sumberdaya yang lebih sedikit demi memenuhi permintaan konsumen.
Dan semua usaha itupun harus memenuhi atau mematuhi semua peraturan-
peraturan yang ditetapkan.
II.2.1 Perubahan proses
Untuk memberikan keuntunagan yang memadai kepada pemegang saham,
pemimpin-pemimpin industri internasional menyadari bahwa mereka harus
mengurangi biaya bahan mentah dan biaya produksi pada saat yang sama harus
meningkatkan produktifitas. Untuk mengurangi perubahan proses dalam kegiatan
manufaktur, aplikasi penggunaan teknologi kontrol dikenal sebagai metode yang
efektif untuk meningkatakan keuntungan financial dan memenuhi tekanan global
yang kompetitif.
23
Sasaran dasar dari sebuah perusahaan adalah membuat keuntungan dengan
menghasilkan produk yang berkualitas. Produk yang berkualitas memenuhi
beberapa persyaratan. Adanya kelainan dari syarat-syarat yang telah ditentukan
berarti kehilangan keuntungan karena kerugian material dan biaya operasi.
Dengan jalan menggunakan kontrol proses yang lebih baik akan didapatkan
sistem produksi dan produk yang optimal, sehingga memberikan keuntungan yang
lebih banyak.
Ketidakseragaman bahan mentah dan proses produksi adalah sebab umum
dari variasi yang menyebabkan variasi dan proses variabel baik dibawah maupun
di atas set poin. Sebuah proses dalam kontrol yang benar, dengan hanya adanya
sebab variasi yang umum akan terlihat seperti belt-shaped distribusi normal.
Sebuah diagram statistic memperlihatkan nilai distribusi disebut +/-2
sigma band, menggambarkan penyebaran penyimpangan variabel proses. Diagram
ini mengukur seberapa ketat proses sedang dikontrol. Proses variabiliti adalah
ukuran yang presisi dari keketatan dari kontrol ditampilkan sebagai presentase
dari set point.
Jika produk harus memenuhi batas bawah spesifikasi, sebagai contoh,
maka set poin perlu diberikan 2 nilai sigma diatas batas bawah. Dengan
melakukan itu dipastikan semua produk yang dihasilkan di atas batas bawah
spesifikasi akan memenuhi kualitas.
Masalahnya adalah, jika produk yang dihasilkan jauh melampaui
spesifikasi yang ditentukan sama dengan menimbulkan kerugian atas berlebihnya
bahan mentah dan sumberdaya. Untuk itulah harus ditemukan solusi agar proses
variasi bisa diturunkan.
24
Gambar 2.8 Grafik Variabiliti Proses
Menurunkan variabiliti proses adalah kunci untuk mencapai tujuan bisnis.
Kebanyakan perusahaan menyadari hal ini, dan tidak jarang mereka mengeluarkan
ratusan atau ribuan dollar untuk peralatan instrumentasi supaya hal tersebut diatas
bisa dicapai.
Dalam hal ini sering kali kontrol valve kurang mendapat perhatian yang
lebih karena dampak dari kinerjanya tidak disadari. Studi yang panjang atas
kontrol loop menyimpulkan bahwa sebanyak 80% dari loop tidak melakukan
kinerja yang cukup untuk mengurangi variability proses. Lebuh jauh lagi, kontrol
valve ditemukan sebagai contributor besar atas masalah ini dengan alasan yang
berbeda-beda.
Untuk mengetahui unjuk kerja, pabrikan harus memeriksa produk mereka
dibawah kondisi proses yang dinamis. Hal ini biasanya dilakukan didalam flow
lab dalam actual kontrol loop tertutup. Mengevaluasi kontrol valve assembli di
bawah kondisi loop tertutup akan menghasilkan pengukuran yang benar mengenai
variabiliti kinerja. Data kinerja loop tertutup membuktikan penurunan yang berarti
dalam bariabiliti proses dapat dicapai dengan jalan pemilihan kontrol valve yanga
benar untuk aplikasi tertentu.
25
Gambar 2.9 Tes Kinerja Loop
Kemampuan kontrol valve untuk menurunkan proses variabiliti tergantung
dari banyak faktor. Lebih dari satu konstan parameter harus dipertimbangkan.
Riset dalam industri telah menemukan bahwa kelengkapan-kelengkapan dari
elemen kontrol terakhir meliputi valve, aktuator dan posisioner berarti sangat
penting dalam mencapai proses kontrol yang baik dibawah kondisi yang dinamis.
Lebih penting lagi bahwa kontrol valve assembli harus dioptimalkan atau
dikembangkan sebagai sebuah unit. Apalagi dengan perkembangan komponen
kontrol valve seperti posisioner elektronik yang mungkin banyak menggunakan
teknologi mikroprosesor, jelas perlakuannya beda dengan kontrol valve yang
masih menggunakan posisioner sinyal pneumatic 3-15 psi. sistem operasi dan
metode pemeliharaanya juga mengalami perubahan. Komponen dari valve yang
tidak didesain sebagai susunan lengkap, tidak akan mencapai kinerja dinamis
terbaik. Beberapa pertimbangan desain yang sangat penting meliputi:
a. Dead Band
b. Desain aktuator posisioner
c. Waktu respon valve
d. Pemilihan jenis dan ukuran valve
26
Masing-masing dari faktor akan dijelaskan dalam bagian ini untuk member
gambaran valve didesain dengan cara yang terbaik.
II.2.2 Dead band
Dead band adalah kontributor yang besar dalam berlebihnya proses
variability, dan sususnan kontrol valve bisa menjadi sumber utama dari dead band
dalam sebuah loop instrumentasi dikarenakan berbagai dari penyebab seperti
gesekan, backlash, shaft wind up, relay atau spool pada dead zone, etc.
Dead band adalah fenomena umum dimana bentang dari nilai output
kontroler gagal membuat perubahan pada proses variabel terukur. Ketika
perubahan beban terjadi, proses variabel akan menyimpang dari set point.
Penyimpangan ini akan membuat aksi pembetulan melalui kontroler dan kembali
menuju proses. Perubahan mula-mula pada kontroler output tidak bisa membuat
perubahan yang sesuai dalam proses variabel. Hanya ketika output kontroler
melakuakan perubahan labih jauh melewati dead band, maka perubahan proses
variabel yang sesuai akan terjadi. Adanya dead band dalam proses membuat
penyimpangan proses variabel akan meningkat sampai itu cukup besar untuk
melampaui dead band. Dan hanya kemudian aksi pembetulan akan terjadi.
Dead band mempunyai banyak sebab, tetapi gesekan dan backlash pada
kontrol valve bersama dengan shaft wind up pada rotari valve dan relay dead zone
adalah beberapa dari sebab yang umum. Karena kebanyakan kontrol pengaturan
terdiri dari perubahan kecil (1% ataukurang), sebuah kontrol valve dengan dead
band yang berlebih kemugkinan tidak merespon terhadap perubahan ini. Sebuah
valve yang didesain denagn baik seharusnya mampu merespon sinyal 1% atau
kurang untuk membuat penurunan yang efektif pada proses variability.
Bagaimanapunm, tidak jarang beberapa valve yang mempunyai dead band sebesar
5%. Pada audit baru-baru ini, 30% dari valve mempunyai dead band lebih dari
4%. Lebih dari 65% pada loop yang diaudit, mempunyai dead band lebih tinggi
2%.
27
Gambar 2.10 Efek Dead Band Pada Kinerja Valve
Gambar 2.10 menunjukan betapa besarnya efek kombinasi yang bisa
terjadi karena dead band. Diagram ini mewakili sebuah test open loop yang terdiri
dari tiga buah valve yang berbeda dibawah kondisi proses normal. Valve tersebut
diberi input yang bertahap dengan batas 0.5 sampai 10%. Tes bertahap dibawah
kondisi mengalir seperti ini adalah sengat penting karena akan membuat kinerja
assembli valve secara keseluruhan bisa dievaluasi, dibandingkan dengan hanya
melakukan tes pada aktuator assembli yang kebanyakan dilakukan pada tes bench.
Beberapa dari tes kinerja kontrol valve hanya membandingakan pergerakan
aktuator dengan input signal. Ini tidak tepat karena mengabaikan kinerja dari
valve itu sendiri. Adalah penting untuk melakukan test pada valve dibawah
kondisi mengalir, karena perubahan pada proses variabel bisa dibandingkan
dengan perubahan pada sinyal input kontrol valve. Hanya akan berarti sedikit jika
hanya membandingkan aktuator travel dengan sinyal input, karena jika tidak ada
perubahan pada variabel terkontrol maka tidak ada pembetulan terhadap variabel
proses.
28
Gesekan adalah penyebab utama dead band pada kontrol valve. Rotari
valve seringkali dipengaruhi besarnya beban gesekan yang terjadi untuk menutup
valve secara sempurna. Karena tingginya gesekan dengan seal dan desain
lemahnya penggerak, poros valve akan terpilin, sehingga tidak bisa menggerakkan
kontrol elemen. Hasilnya, rotari valve yang tidak di desainsecara benar akan
menimbulkan dead band yang cukup mempengaruhi proses variabiliti.
Pada rotari valve, gesekan yang besar dikarenakan perbedaan tekanan akan
menyebabkan terkikisnya ring seal yang selanjutnya akan membuat gaya gesekan
lebih besar. Pelumasan juga sering diberikan, tetapi pelumas juga akan
menghilangsetelah beberapa lama. Gesekan terhadap packing juga merupakan
sumber utama gesekan pada valve sliding stem. Gesekan yang terukur nilainya
bervariasi antara tiap-tiap jenis valve.
Tipe aktuator juga menentukan pengaruh gesekan pada assembli kontrol
valve. Pada umumnya aktuator pegas-diafragma menyumbang gesekan lebih
sedikit dari pada aktuator jenis piston. Kelebihan lain dari aktuator pegas-
diafragma adalah nilai gaya gesekannya tidak terpengaruh dari umur kontrol
valve. Gesekan pada aktuator tipe piston akan meningkat dengan signifikan ketika
O-ring terkikis, habisnya pelumas, dan seal elastomer melunak. Lalu untuk
menjaga kinerja dari valve selalu bagus, untuk valve assembli tipe piston aktuator
diperlukan pemeliharaan yang lebih sering.
Backlash adalah nama yang sering disebut untuk kekenduran pada
koneksi mekanis. Kekenduran ini akan membuat pergerakan aktuator tidak
spontan ketika pergerakan berlawanan dilakukan. Backlash sering terjasi pada
penggerak / transmisi gear dengan konfigurasi yang bermacam-macam, seperti
rack dan pinion. Koneksi shaft pada valve juga bisa menimbulkan dead band,
penggunaan spline shaft menimbulkan dead band lebih sedikit daripada
penggunaan key shaft.
Ketika gesekan sudah bisa dikurangi secara signifikan dengan desain yang
bagus, tetap sebuah hal yang sulit untuk menghilangkan semuanya. Sebuah valve
yang didesain secara baik seharusnya mampu menghilangkan dead band yang
29
ditimbulkan oleh shfat wind up maupun backlash. Untuk kinerja yang baik dalam
menurunkan variability proses, total dead band untuk keseluruhan assembli valve
seharusnya 1% atau kurang. Idealnya harus serendah 0.25%.
II.2.3 Desain aktuator dan posisioner
Desain aktuator dan posisioner harus dipertimbangkan bersama.
Kombinasi dari dua buah alat ini member pengaruh yang besar kinerja statis,
seperti respon dinamis dari keseluruhan kontrol valve assembli dan konsumsi
udara keseluruhan dan instrumentasi valve.
Jaman sekarang posisoner digunakan pada seluruh aplikasi kontrol valve.
Jika digunakan dengan kontrol sistem digital, posisioner memungkinkan
penempatan secara akurat dan presisi untuk merespon perubahan proses.
Karakteristik paling penting dari sebuah posisioner untuk mengurangi
variability proses yang bagus berupa alat dengan gain yang tinggi. Gain posisoner
terdiri dari dua bagian; gain statis dan gain dinamis.
Gain statis berkaitan dengan sensitivitas dari alat untuk mendeteksi
perubahan kecil dari sinyal input. Hanya alat yang sensitive terhadap perubahan
sinyal kecil yang mampu merespon perubahan minor pada variabel proses. Gain
statis yang tinggi dari posisioner didapatkan melalui penggunaan sebuah
preamplifier, mempunyai fungsi yang sama seperti yang terdapat pada sound
sistem. Pada kebanyakan posisioner pneumatik, sebuah nozzle-flapper atau alat
yang sama berfungsi sebagai preamplifier gain statis tinggi.
Ketika sebuah perubahan yang terjadi pada variabel proses terdeteksi oleh
high gain statis posisioner amplifier, posisioner selanjutnya harus bisa membuat
valve closure member bergerak dengan cepat untuk bisa mengkoreksi variabel
proses. Untuk itu diperlukan tenaga yang besar untuk membuat aktuator dan valve
assembli bergerak menuju posisi yang baru. Hal itu bisa dimungkinkan dengan
dukungan high dynamic gain power amplifier, yang biasanya merupakan spool
valve.
30
Posisioner dua tingkat yang menggunakan relay pneumatic pada tingkat
power amplifier. Relay disukai karena mereka bisa menghasilkan power gain
tinggi yang memberikan kinerja dinamis yang sempurna dengan konsumsi udara
yang minimum. Sebagai tambahan, mereka juga jarang mengalami pengotoran
pada udara yang digunakan.
Desain posisioner berubah drastis dengan adanya perangkat mikroprosesor
yang menjadi sangat terkenal. Posisioner dengan basis mikroprosesor juga
mempunyai kinerja dinamis sebaik posisioner pneumatic dua tingkat. Posisioner
ini juga bisa melakukan monitoring dan pemeriksaan untuk memastikan unjuk
kerja tidak berkurang karena umur.
II.2.4 Waktu respon valve
Untuk kontrol optimum pada kebanyakan proses, adalah hal yang penting
bahwa kontrol valve bisa melakukan respon dengan cepat. Respon yang cepat
untuk perubahan dibawah 1% merupakan salah satu faktor utama dalam
mengontrol variable proses secara optimum. Pada acuan kontrol
sistem, sebagianbesar dari perubahan yang terdeteksi dan dikirim ke kontroler
adalah perubahan yang sangat kecil, sehingga jika kontrol valve cepat
memberikan respon, maka variability proses bisa lebih dikendalikan.
Waktu respon valve diukur dengan parameter yang disebut T63. T63
adalah waktu yang diukur dari permulaan perubahan sinyal input hingga ketika
sinyal output mencapai 63% pada perubahan tersebut. Hal ini meliputu dead time
valve assembli, yang terdiri dari waktu statis dan waktu dinamis. Waktu dinamis
adalah ukuran seberapa lama aktuator mencapai 63% dari ketika mulai bergerak.
Dead band, jika hal itu berasal dari gesekan pada bodi valve dan aktuator,
atau dari posisioner akan secara signifikan mempengaruhi dead time dari valve
assembli. Pada umumnya deat time tidak lebih dari sepertiga dari waktu respon
valve secara keseluruhan. Bagaimanapun hubungan relatif antara dead time dan
konstanta waktu proses adalah cukup penting. Jika valve assembli dipasang pada
loop cepat dimana konstanta waktu proses mendekati dead time, maka dead time
31
bisa secara dramatis mempengaruhi kinerja loop. Pada loop cepat ini, sangat
diperlukan pemilihan alat kontrol denga dead time sekecil mungkin.
Juga pada sudut pandang loop tuning, adalah hal yang juga penting untuk
memastikan dead time relative sama pada dua arah stroking pada valve. Beberapa
desain valve dapat mempunyai dead time tiga atau lima kali lebih lama antara arah
stroking satu dengan yang lain. Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh masalah
asimetris pada desain posisioner.
Ketika dead time telah dilalui dan valve mulai merespon, waktu respon
selanjutnya ditentukan dari waktu dinamis dari valve assembli. Waktu dinamis ini
utamanya akan ditentukan dari karakteristik kombinasi gabungan antara aktuator
dan posisioner. Dua komponen ini harus disesuaikan untuk meminimalkan waktu
respon dari valve. Contohnya pada assembli valve pneumatis, posisioner harus
mempunyai gain dinamis tinggi untuk menimalkanm waktu dinamis dari assembli
valve. gain dinamis ini utamanya berasar dari tingkat power amplifier dalam
posisioner. Dengan kata lain, makin cepat relay posisioner atau spool valve
mengalirkan udara dalam jumlah besar ke dalam aktuator, maka waktu repon
valve juga makin cepat. Tetapi makin besar ruangan udara aktuator yang harus
diisi, maka waktu respon juga makin lambat.
Hal lain yang juga mempengaruhi waktu respon adalah rasio gaya dorong
dengan gesekan pada aktuator. Makin tinggi nilai rasio tersebut makin rendah
nilai dead band yang selanjutnya juga membuat makin rendah nilai dead time.
Pada umumnya aktuator tipe piston mempunyai nilai rasio yang lebih tinggi.
Untuk mendapatkan gaya dorong yang diperlukan, biasanya aktuator tipe piston
memerlukan tekanan udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktuator tipe
diafragma. Masalahnya, untuk mencapai tekanan yang lebih tinggi, jumlah udara
yang dialirkan harus lebih banyak, sekali lagi akan menambah waktu respon. Hal
lain yang perlu diperhatikan juga adalah tekanan dari udara suplai. Tekanan suplai
mempengaruhi volume udara yang dialirkan menuju aktuator yang selanjutnya
akan menentukan kecepatan stroking.
32
Salah satu hal yang mengejutkan dihasilkan dari banyak studi industry
tentang waktu respon valve dengan membandingkan antara aktuator tipe
diafragma dan aktuator tipe piston. Adalah kesalahpahaman yang lama terjadi
bahwa aktuator tipe piston lebih cepat daripada aktuator tipe diafragma. Riset
menunjukan hal ini salah untuk perubahan kecil pada sinyal.
Kesalahpahaman ini terjadi bertahun-tahun lamanya atas pengalaman para
periset dalam melakukan test waktu stroking. Sebuah test stroking biasanya
dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk melakukan travel
secara penuh dalam dua arah. Meskipun biasanya aktuator tipe piston mempunyai
waktu stroking lebih cepat daripada aktuator diafragma, test ini tidak
mengindikasikan kinerja valve pada situasi actual proses kontrol. Pada proses
kontrol yang nyata, jarang sekali diperlukan valve untuk melakukan stroking
secara penuh. Sebaliknya valve hanya diperlukan untuk merespon perubahan
0.25% hingga 2% dari posisinya semula. Studi yang teliti menunjukan bahwa
waktu respon aktuator tipe diafragma mengalahkan aktuator tipe piston secara
konsisten untuk perubahan-perubahan kecil. Tingginya gaya gesek pada aktuator
tipe piston dipercaya sebagai sebab lambatnya waktu respon.
Pemilihan valve yang sesuai, kombinasi aktuator dan posisioner yang
sesuai tidaklah mudah. Pertimbangan teknik harus bisa diaplikasikan secara
praktis untuk mendapatkan kinerja loop yang terbaik.
II.2.5 Pemilihan jenis dan ukuran valve
Valve plug, bagian yang bergerak dari sebuah kontrol valve tipe globe
mempunyai variabel hambatan pada aliran fluida. Model dari plug didesain untuk
sebuah karakteristik aliran tertentu. sama halnya dengan valve yang mempuyai
cage guided trim, bentuk dari bukaan aliran pada dinding cage menetukan
karakteristik flow. Ketika valve plug bergerak menjauhi seat ring, cage window
akan terbuka untuk mengalirkan fluida. Cage standar didesain dengan beberapa
karakter yaitu;
33
II.2.5.1 Karakteristik aliran linear
Sebuah valve dengan karakter linear yang ideal akan membuat aliran
fluida proporsional terhadap nilai bukaan plug pada setiap poin dalam batas.
Contohnya, pada bukaan plug 50%, maka yang mengalir melalui valve adalah
50% dari maksimum flow. Contohnya, pada bukaan plug 80%, maka yang
mengalir melalui valve adalah 80% dari maksimum flow, dan seterusnya. Valve
dengan karakter linear pada umumnya digunakan sebagai kontrol level cairan dan
kontrol aliran yang memerlukan gain tetap.
II.2.5.2 Karakteristik equal percentage
Perubahan flow rate relatif kecil ketika plug masih berada di dekat seat
dan flow rate akan relatif tinggi ketika posisi plug hampir membuka penuh. Untuk
itu, valve dengan karakteristik ini mempunyai sifat presisi untuk bukaan pada
bagian awal dari batas. Valve dengan karakteristik equal percentage digunakan
pada aplikasi kontrol tekanan, pada aplikasi dimana sebagaian besar penurunan
Penurunan tekanan diserap oleh sistem itu sendiri, dengan sebagian kecil
penurunan tekanan terjadi pada kontrol valve itu sendiri. Pada kebanyakan sistem
fisika, tekanan inlet akan turun ketika flow rate akan naik, pada karakteristik ini
hal itu terjadi secara minimal. Untuk alasan inilah, karakteristik equal percentage
banyak digunakan.
II.2.5.3 Karakteristk bukaan cepat
Valve dengan karakteristik bukaan cepat bisa melakukan perubahan cepat
dengan flow rate maksimum pada daerah rendah bukaan. Pada dasarnya kurva
berbentuk linear di awal 70% bukaan, lalu selanjutnya akan naik sedikit demi
sedikit hingga bukaan penuh. Valve dengan karakteristik ini sering digunakan
pada aplikasi on/off dimana flow rate besar harus segera dicapai sesegera
mungkin setelah valve membuka. Valve bukaan cepat bisa juga dipilih untuk
beberapa aplikasi dimana karakter aliran linear diperlukan, karena karakterisrtik
bukaan cepat linear hingga 70% dari maksimum flowrate. Linearity akan turun
dengan tajam setelah area aliran yang dibentuk oleh bukaan plug valve sama
dengan area aliran pipa.
34
Pemilihan ukuran valve dengan oversizing justru bisa meningkatkan
proses variability karena valve yang terlalu besar akan lebih sering bekerja pada
bukaan rendah dengan gaya gesekan yang tinggi, lebih-lebih pada tipe rotari.
II.3 Tipe-Tipe Bagian Valve dan Aktuator
II.3.1 Tipe kontrol valve
Kontrol valve mengatur jumlah aliran dengan jalan menggerakkan plug
atau disk dengan bantuan aktuator. Untuk melakukan ini, valve mempunyai
syarat:
a. Bisa menahan tekanan fluida tanpa kebocoran
b. Mempunyai kapasitas cukup untuk servis tertentu
c. Bisa menahan erosi, korosi dan pengaruh suhu dari proses, dan lain-lain.
d. Mempunyai sambungan yang sesuai dengan jaringan pipa dan bisa
dipasangi aktuator pada bodinya.
Banyak model mengenai bodi kontrol valve yang telah dikembangkan
selama bertahun-tahun. Beberapa jenis banyak sekali digunakan dan beberapa
jenis yang lain digunakan untuk keperluan khusus. Uraian berikut ini akan
menggambarkan beberapa model dari bodi kontrol valve
II.3.1.1 Globe valve
A. Bodi valve single port
Single port adalah model bodi Valve yang paling umum dan mempunyai
konstruksi yang sederhana.Tipe ini tersedia dengan berbagai bentuk, seperti globe,
angle, bar stock, forgod dan konstruksi split. Pada umumnya tipe ini digunakan
pada aplikasi dengan keperluan shut off yang sempurna. Valve ini menggunakan
seal dari bahan logam atau PTFE. Valve tipe ini bisa digunakan untuk hampir
semua servis. Karena fluida yang bertekanan tinggi membebani seluruh area pada
jalur aliran, gaya tidak seimbang yang dihasilkan harus dipertimbangkan ketika
memilih aktuator.
35
Gambar 2.11 Single Ported Globe dan Flange Angle Style
B. Bodi valve dengan cage berkapasitas tinggi
Tipe ini adalah adaptasi dari cage-guided valve bodi yang didesain untuk
aplikasi stasiun penurunan tekanan tinggi gas dimana kecepatan gas sonik terjadi
pada outlet valve konvensional. Desain menambahkan diperbesarnya sambungan
outlet, mengurangi gesekan pada permukaan valve bagian dalam dan
mempermudah pemeliharaan untuk trim cage. Penggunaan trim peredam suara
akan mampu mengurangi kebisinagn hingga 35 decibells. Arah aliran biasanya
tergantung pada jenis servis dan trim yang digunakan. Dengan konstruksi tidak
seimbang biasanya mengalir ke atas dan dengan konstruksi seimbang akan
mengalir ke bawah.
Gambar 2.12 Bodi Valve Kapasitas Tinggi Dengan Trim Peredam Suara
36
C. Bodi valve dengan tiga lobang aliran
Valve dengan sambungan tiga pipa bisa digunakan untuk tujuan
pencampuran aliran atau pemisahan aliran. Desain terbaik menggunakan trim
positive plug guiding dengan pemeliharaan yang mudah. Variasi meliputi material
trim untuk temperature tinggi. Pemilihan aktuator memerlukan pertimbangan
yang berhari-hari, khususnya untuk konstruksi valve tidak seimbang. Three way
valve bodi dengan balanced plug terlihat pada gambar 3.3, plug ada pada bagian
bawah sehingga inlet port tertutup, aliran mengalir dari bawah.
D. Bodi valve dengan dua lobang aliran
Gaya dinamis pada plug menjadi seimbang ketika aliran fluida cenderung
menutup satu celah aliran dan membuka aliran yang lain. Gaya dinamis yang
diseimbangkan pada plug memungkinkan untuk dipilihnya aktuator berukuran
kecil. Valve biasanya mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada single port.
Valve ini biasanya digunakan untuk on/off throttling servis tekanan rendah.
Kontrol valve yang terlihat pada gambar 3.3 adalah susunan untuk push down to
open. Valve ini biasanya juga digunakan di penyulingan untuk servis dengan
kekentalan yang tinggi, dan terlarutnya banyak kotoran.
Gambar 2.13 Bodi Valve Tiga Lobang dan Bodi Valve dua Lobang
37
II.3.1.2 Rotari valve
A. Bodi valve butterfly
Bodi hanya memerlukan ruang yang minimum untuk pemasangan.
Berkapasitas tinggi dengan penurunan tekanan yang rendah. Valve ini
menawarkan harga yang murah khususnya pada ukuran yang besar, dari sudut
pandang investasi. Tetapi valve ini memerlukan aktuator besar yang bertenaga
kuat karena torsi operasional cukup tinggi. Butterfly valve bersifat equal
percentage flow. Kontrol valve jenis ini mempunyai batasbility yang tinggi,
kontrol dan shut off yang sempurna. Seluruh bidang industri menggunakan valve
ini.
Gambar 2.14 Disk Valve Butterfly
B. Kontrol Valve Bodi V-Notch Ball
Konstruksi ini sama dengan konvensional ball valve tapi dengan celah V yang
sudah dipatenkan. Tipe ini berkarakter equal percentage, kontrol valve jenis ini
mempunyai batasbility yang tinggi, kontrol dan shut off yang sempurna. Arah
aliran lurus membuat turunnya tekanan cukup kecil. Valve tipe ini sesuai untuk
kontrol cairan yang erosive dan kental. Aktuator bisa menggunakan tipe
diafragma atau piston. Bodi tersedia untuk berat beban ataupun kombinasi seat
dengan PTFE-V Notch tersedia dengan sambungan flange ataupun tidak.
38
Gambar 2.15 Kontrol Valve Rotari Dengan V-Notch Ball
C. Kontrol Valve Bodi Eksentrik Disk
Valve tipe ini bisa memungkinkan pengaturan flow secara efektif dengan karakter
linear pada 90 derajat putaran. Eksentrik disk bergerak menjauhi seat segera
setelah disk bergerak membuka, hal ini bertujuan untuk mengurangi gesekan.
Sebagai tenaga penggerak, bisa digunakan aktuator diafragma atau piston. Valve
tipe ini kebanyakan digunakan untuk ukuran pipa yang besar dengan temperatur
tinggi. Tetapi kontrol batas dari valve ini hanya sepertiga dari valve tipe ball atau
globe, untuk itulah perlu perhatian yang lebih untuk aplikasinya.
Gambar 2.16 Kontrol Valve Rotari Disk Aksentrik
39
II.3.2 Koneksi kontrol valve
Tiga cara yang paling umum dalam pemasangan kontrol valve adalh dengan
sambungan ulir, flange dengan gasket dan baut dan sambungan las.
II.3.2.1 Sambungan pipa berulir
Sambungan ulir digunakan pada kontrol valve dengan ukuran kecil,
sambungan ulir bersifat lebih murah dibandingkan sambungan flange. Ulir
biasanya dibentuk pada bagian dalam bodi dan berbentuk konis dengan standar
NTP (National Pipe Thread). Sambungan ini membentuk seal pada ulirnya. Model
sambungan ini biasanya terbatas hingga ukuran 2 inch, tidak direkomendasikan
untuk servis temperature tinggi. Jika ada keperluan pemeliharaan, agak susah
melepas sambungan ini dari pipa karena untuk melepas harus memutar bodi valve
atau pipanya.
II.3.2.2 Sambungan flange gasket dan baut
Valve dengan sambungan flange sangat mudah dilepas dari perpipaan,
sesuai untuk semua servis pada semua kelas tekanan. Koneksi flange juga bisa
digunakan dari suhu 0 derajat C hingga 815 derajat C. koneksi flange yang cukup
dikenal meliputi flat face, raised face dan ring tipe joint.
Flat face memungkinkan permukaan flange bersentuhan secara penuh
dengan gasket dijepit diantaranya. Konstruksi ini biasanya digunakan pada
tekanan rendah, dengan material cast iron dan kuningan, untuk mengurangi stress
akibat pengencangan baut.
Raised face berbentuk permukaan melingkar yang agak menonjol,
permukaanya dibentuk seperti guratan melingkar untuk tujuan penyekatan yang
sempurna dan bisa menjepit gasket dengan kuat. Flange semacam ini
menggunakan gasket dengan material bermacam-macam. Bisa digunakan hingga
temperature 815 derajat c dengan tekanan hingga 414 bar.
Ring tipe joint berbentuk hampir sama denga raised face, tetapi terdapat
celah berbentuk U melingkar pada permukaannya. Gasketnya berbentuk ring
logam yang akan merapat pada celah U tersebut. Bahan ring tersebut biasanya
40
terbuat dari logam lunak. Sambungan tipe ini bisa digunakan hingga tekanan 1034
bar. Tapi biasanya tidak digunakan pada temperature tinggi.
Gambar 2.17 Sambungan Flange
II.3.2.3 Sambungan las
Sambungan las bisa digunakan pada tekanan dan temperatur beberapa saja,
dan berbiaya cukup murah. Valve dengan sambungan las palingh susah dilepas
dari perpipaan, dan tentunya terbatas pada material yang bisa di las. Sambungan
las terdiri dari dua cara, yaitu socket welding dan buttwelding.
Gambar 2.18 Sambungan Las
II.3.3 Bonet bodi valve
Bonet pada kontrol valve adalah bagian dimana stem atau shaft bergerak di
dalamnya. Pada kontrol valve tipe globe atau angle, bonet juga berfungsi untuk
41
menahan tekanan di dalam valve pada satu sisinya. Bonet pada umumnya
berfungsi untuk menyangga aktuator dan sebagai rumah dari packing. Biasanya
kontrol valve rotari tidak mempunyai bonet. Pada kontrol valve tipe globe,
biasanya bonet dibuat dari material yang sama dengan valve bodi karena tekanan
dan temperature yang sama akan mengenai bagian dari bonet. Ada beberapa
macam tipe bonet yang ada, tetapi yang paling umum adalah dengan flange dan
baut. Ada yang bertipe flange slip on yang bisa dipisah dengan ring. Untuk valve
bertekanan tinggi, bonet dipasang dengan ulir yang ikatkan pada bodi valve.
Pada kontrol valve yang menggunakan cage-retaimer trim, susunan bonet
dikencangi berfungsi untuk mencegah kebocoran antara flange bonet dengan bodi,
dan seat ring dengan valve bodi. Bonet juga berfungsi untuk memastikan
kelurusan pada cage dan stem aktuator.
Seperti yang telah disebutkan, bonet pada kontrol valve konvensional juga
berfungsi sebagai rumahan packing. Packing ini dijaga oleh sebuah bagian
bernama gland follower. Gland follower ini merupakan sebuah flange yang bisa
dikencangkan dengan baut yang diikat pada yoke boss, jika packing perlu ditekan
lebih kuat. Selain bonet yang standar, ada beberapa tipe bonet yang lain yang
didesain untuk keperluan tertentu.
II.3.3.1 Extension bonet
Extension bonet digunakan pada servis dengan temperatur tinggi maupun
rendah, untuk melindungi stem packing dari temperature proses yang ekstrim.
Valve stem packing standar dari bahan PTFE bisa digunakan pada aplikasi servis
hingga 232 derajat C. Extension bonet menghilangkan packing box yang
menempel pada bodi valve, sehingga suhu packing tetap pada batas yang
direkomendasikan. Extension bonet jenis besi tuang lebih baik digunakan pada
servis bertemperatur tinggi, karena sifatnya yang lebih bisa melepaskan panas.
Sedangkan pada temperatur rendah, stailess steel lebih banyak digunakan karena
koefisien panasnya bernilai rendah.
42
Gambar 2.19 Bonet Yang Diperpanjan
II.3.2.2 Bonet seal bellow
Bellow seal bonet ini digunakan untuk mengurangi kebocoran pada stem
hingga 1 mikron cc/sec helium. Biasanya digunakan pada fluida proses yang
beracun, radioaktif atau sangat mahal. Konstruksi special bonet ini melindungi
baik stem maupun packing bersentuhan dengan fluida proses. Konsturksi packing
box diatas bonet berfungsi untuk melindungi kebocoran jika terjadi kerusakan
pada bellow. Seperti kontrol valve yang lain yang mempunyai rating, pada kontrol
valve jenis ini rating tekanan akan menurun, dengan kenaikan rating temperatur .
pemilihan dari desain seal bellow harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan
perhatian yang lebih harus diberikan pada kegiatan inspeksi dan pemeliharan
setelah terpasang. Ada dua macam jenis bellow yang dipakai yaitu Mechanically
Formed dan Welded Leaf Bellow. Jenis yang kedua mempunyai kelebihan dengan
ukuranya yang lebih pendek tetapi tidak seawet jenis yang pertama.
Gambar 2.20 Dua Macam Jenis Bellows
43
II.3.4 Packing kontrol valve
Kebanyakan dari kontrol valve menggunakan rumah packing dan packing
yang bisa dirapatkan dengan flange dan baut. Beberapa material packing bisa
digunakan tergantung dari kondisi servis yang dijalankan dan penerapan aturan
yang berhubungan dengan emisi lingkungan. Berikut ini gambaran singkat untuk
beberapa material yang sering digunakan sebagai bahan dari packing.
II.3.4.1 PTFE V-Ring
Berupa bahan yang menyerupai plastic, bersifat licin sehingga lebih sedikit
menghasilkan gaya gesek. Lubrikasi pada packing tidak diperlukan. Tahan
terhadap berbagai macam bahan kimia, kecuali molten alkali metal. Memerlukan
stem yang dikerjakan permukannya secara sangat halus (2 sampai 4 microinch
RMS). Akan bocor jika stem atau permukaan packing rusak. Batas temperatur
yang direkomendasikan -40 hingga 232 derajat C. Tidak sesuai untuk servis
nuklir, karena PTFE mudah rusak oleh radiasi.
II.3.4.2 Grafit laminated dan filamen
Sesuai untuk servis nuklir dengan temperature tinggi. Bisa menahan
kebocoran denga sempurna, mempunyai hantaran panas yang tinggi, umur yang
panjang, tetapi mempunyai sifat yang kasar sehingga menimbulkan gaya gesek
yang tinggi. Mempunyai kinerja yang bagus untuk fluida yang susah ditangani
dan radiasi yang tinggi. Batas temperatur: Temperatur cryogenic hingga 649
derajat C. Lubrikasi tidak perlukan. Extension bonet harus digunakan jika
temperatur melebihi 427 derajat C.
II.3.4.3 Enviro seal PTFE
Packing ini meggunakan metode yang lebih maju. Menggunakan pegas
yang berfungsi menjaga tekanan pada packing. Sesuai untuk servis aplikasi
hingga 51.7 bar dan 232 derajat C. selain digunakan dengan pertimbangan emisi
lingkungan, packing tipe ini juga mempunyai kinerja yang bagus pada temperatur
dan tekanan tinggi dan mempunyai umur yang panjang.
44
Gambar 2.21 Susuanan Enviro Seal PTFE
II.3.4.4 Enviro seal duplex
Sistem packing special ini menggabungkan kemampuan komponen PTFE
dan grafit untuk memenuhi standar rendah gesekan, rendah emisi dan tahan api
(API Standar 589) untuk aplikasi pada temperatur proses hingga 231 derajat C.
Material PTFE dan grafit memang banyak digunakan sebagai bahan baku dari O-
ring, ataupun packing pompa, seat valve dan lain-lain. Sedangkan grafit biasa
digunakan untuk bahan baku gasket, yaitu gasket spiral wound dan gasket tipe
kompresi. Gasket dengan bahan baku grafit ini digunakan secara luas untuk
menggantikan bahan asbes yang telah dilarang.
Gambar 2.22 Susunan Enviro Seal duplex
45
II.3.4.5 Enviro seal grafit ULF
Sistem packing ini didesain utamanya untuk aplikasi ramah lingkungan
pada temperatur diatas 232 derajat C. sistem packing ULF yang dipatenkan ini
menggunakan lapisan tipis PTFE di dalam ring packing juga pada atas dan bawah
keseluruhan ring packing. Strategi penggunaan PTFE ini bertujuan untuk
mengurangi gesekan, menambah kerapatan dan memperpanjang umur packing.
Gambar 2.23 Enviro Seal Graphite ULF Packing Sistem
Tabel 2.1 Pemiliahn Packing
46
II.3.5 Aktuator
Kontrol valve yang beroperasi secara pneumatic adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi aktuator elektrik, hidrolik dan manual juga banyak
digunakan. Aktuator pneumatis dengan pegas dan diafragma paling banyak
digunakan karena kehandalan dan kesederhanaan desainnya. Piston dengan tenaga
pneumatis bisa menghasilkan tenaga yang besar untuk kondisi operasi yang
luas. Adaptasi dari pegas dan diafragma aktuator pneumatis juga bisa langsung
digunakan pada rotari shaft kontrol valve.
Aktuator elektrik dan elektro hidrolik bersifat lebih rumit dan lebih mahal
daripada aktuator pneumatic. Aktuator tersebut bisa digunakan dimana suplai
udara tidak tersedia, dan suhu udara luar bisa membekukan kondensat yang
mengembun di dalam jalur suplai udara instrument atau stem berukuran besar
digunakan. Uraian berikut ini membahas desain dan karakteristik dari tipe
aktuator yang terkenal.
II.3.5.1 Aktuator diafragma
Beroperasi secara pneumatic menggunakan suplai udara dari kontroler,
posisioner dan sumber yang lain. Beberapa jenisnya meliputi: direct acting,
reverse acting, reversible, direct akting untuk rotari valve. Gaya output merupakan
selisih dari gaya yang dihasilkan diafragma dengan gaya pegas yang melawan.
Diafragma cetak menghasilkan kinerja yang linear dan meningkatkan batas gerak.
Aktuator diafragma bersifat sederhana, handal dan murah.
Gambar 2.24 Aktuator Diafragma
47
II.3.5.2 Aktuator piston
Aktuator piston beroperasi secara pneumatis menggunakan udara utility
hingga 150 psig, biasanya tidak memerlukan pengatur tekanan. Aktutor piston
menghasilkan gaya dorong maksimum dan kecepatan stroking yang tinggi.
Aktuator piston bisa beroperasi secara double acting untuk memberikan gaya
dorong yang sama kuat pada kedua sisinya atau beroperasi dengan menggunakan
pegas untuk sistem fail-open/fail-closed. Berbagai macam aksesori bisa
ditambahkan untuk mengatur posisi double akting piston jika terjadi hilangnya
tekanan udara. Ini meliputi valve trip pneumatis dan sistem lock up. Versi yang
lain dari kontrol valve rotari adalah digunakannya seal pada bagian bawah
silinder. Ini akan memungkinkan stem aktuator bergerak maju mundur atau naik
turun tanpa adanya kebocoran pada silinder. Kelengkapan ini akan
menghubungkan aktuator stem langsung ke tuas valve, sehingga akan mencegah
kekenduran.
Gambar 2.25 Aktuator Piston
II.3.5.3 Aktuator elektrohidrolik
Aktuator elektrohidrolik hanya memerlukan tenaga listrik untuk
menggerakkan motor dan sinyal input dari kontroler. Aktuator elektrohidrolik
48
ideal digunakan pada tempat yang terisolasi, dimana suplai udara tidak tersedia
tetapi kontrol presisi menggunakan valve plug diperlukan. Biasanya valve ini
bertipe reversible dengan melakukan sedikit pengaturan. Valve ini bersifat
kompak, terdiri dari motor, pompa, piston hidrolik double akting dan rumahan
yang tahan cuaca dan explosion proof
Gambar 2.26 Aktuator Elektrohidrolik Dengan Handwheel
II.3.5.4 Aktuator manual
Aktuator manual cukup berguna dimana kontrol otomatis tidak diperlukan,
tetapi kontrol yang baik secara manual masih diperlukan. Biasanya valve jenis ini
digunakan ketika kontrol valve otomatis diambil untuk perbakan, atau shut down.
Aktuator valve tersedia dengan berbagai ukuran untuk globe dan valve rotari.
Indikasi dial tersedia untuk beberapa model yang memerlukan pengaturan plug
atau disk secara akurat. Aktuator manual berharga jauh lebih murah daripada
aktuator otomatis.
II.3.5.5 Aktuator elektrik
Desain aktuator elektrik tradisional menggunakan motor listrik dan
beberapa bentuk gir turunan untuk meggerakkan valve. Dengan berbagai macam
aplikasi, kontrol valve elektrik digunakan secara luas dengan tingkat keberhasilan
yang berbeda-beda. Untuk kontrol valve elektrik dengan kinerja setingkat dengan
kontrol valve pneumatis, harganya jauh lebih mahal. Dengan perkembangan
teknologi yang ada, untuk kedepannya, kontrol valve elektrik diyakini makin
banyak digunakan.
49
II.3.5.6 Aktuator rack dan pinion
Desain rack dan pinion menghasilkan bentuk valve yang sederhana dan
berharga murah untuk tipe rotari valve. karena adanya backlash, pada umumnya
valve ini digunakan untuk aplikasi on-off dimana proses variability bukan
merupakan hal yang cukup diperhatikan.
Gambar 2.27 Aktuator Manual Dengan Handwheel
Gambar 2.28 Aktuator Rack dan Pinion
II.4 Aksesori Kontrol Valve
Bagian ini akan menerangkan tentang beberapa alat pendukung atau
aksesori yang digunakan pada kontrol valve.
50
II.4.1 Posisoner
Valve yang beroperasi secara pneumatis tergantung pada posisioner untuk
mengambil sinyal input dari kontroler dan mengubahnya menjadi pergerakan
kontrol valve. Alat instrument ini tersedia dengan berbagai konfigurasi.
A. Posisioner pneumatis
Sebuah sinyal pneumatis (biasanya 3-15 psig) disuplai menuju posisioner.
Selanjutnya posisioner akan menentukan berapa besar tekanan yang
diperlukan untuk merubah posisi valve menuju posisi yang diinginkan.
B. Posisioner analog I/P
Posisioner ini bekerja serupa dengan jenis diatas, tetapi menggunakan arus
listrik sebagai sinyal input, bukannya sinya udara bertekanan.
C. Kontrol digital
Meskipun alat ini bekerja seperti posisioner analog I/P diatas, perbedaanya
adalah konversi sinyal elektronik adalah berupa digital, bukan analog.
Produk digital meliputi tiga kategori.
a. Digital Non Communicating
Sebuah sinyal elektronik (4-20mA) di suplai menuju posisioner, dimana
sebagai sumber tegangan piranti elektronik dan mengontrol output.
b. HART
Ini hampir sama dengan digital non communicating tetapi juga mampu
berkomunikasi secara dua arah dengan menggunakan kabel yang sama
untuk sinyal analog.
c. Fieldbus
Tipe ini akan menerima sinyal digital dan mengatur posisi valve dengan
menggunakan sirkuit digital elektronik yang dirangkaikan dengan
komponen mekanis. Dan semua kontrol digital menggantikan sinyal
kontrol analog. Komunikasi digital juga bisa dilakukan dengan
menggunakan kabel yang sama. Teknologi fieldbus member keuntungan
dengan meningkatkan arsitektur kontrol, kemampuan produk dan
mengurangi pengkabelan.
51
Konsumen membeli kontroler digital valve untuk beberapa alas an yaitu:
a. Menurunkan biaya komissioning loop, meliputi pemasangan dan kalibrasi
b. Penggunaan teknik diagnostic untuk menjaga kinerja loop
c. Meningkatkan keakuratan kontrol proses sehingga menurunkan variability
proses.
d. Konfigurasi dan kalibrasi otomatis, menghemat waktu dengan
mengeliminasi masalah zero dan spanning
e. Diagmosa valve. Menggunakan Distributed Kontrol Sistem (DCS),
perangkat PC software dan portable kommunikator bisa dilakukan secara
on-line.
f. Dengan fieldvue instrument bisa dilakukan diagnose valve secara jarak
jauh.
g. Dengan sistem flowscanner, kinerja valve dapat diketahui dengan
beberapa test offline.
Gambar 2.29 Gambar Skematik Untuk Aktuator Diafragma
II.4.2 Tranduser elektro-pneumatis
Tranducer ini menerima sinyal input DC dan meggunakan tourqe motor,
nozzle flapper dan relay pneumatis untuk merubah sinyal elektrok menjadi sinyal
52
output pneumatis yang sesuai. Tekanan dari nozzle akan menggerakkan relay
selanjutnya disalurkan menuju tourqe motor feedback bellows untuk memberikan
perbandingan antara sinyal input dan tekanan nozzle. Tranducer dapat dipasang
langsung pada kontrol valve tanpa perlunya booster atau posisioner tambahan.
Gambar 2.30 Tranducer Elekktro-Pneumatis
II.4.3 Posisioner valve elektro-pneumatis
Posisioner eektro-pneumatis digunakan pada kontrol loop elektronik untuk
mengoperasikan aktuator kontrol valve diafragma. Posisioner akan menerima
sinyal input DC 4 hingga 20 mA, menggunakan converter I/P, nozzle-flapper dan
relay pneumatis untuk merubah sinyal input elektronik menjadi sinyal output
pneumatis. Sinyal output akan segera diteruskan ke diafragma aktuator, untuk
menggerakkan plug atau disk sehingga sesuai dengan sinyal input yang diberikan.
Posisi valve akan di feed back secara mekanis menuju kontrol.
53
Gambar 2.31 Posisioner Valve Elektro-Pneumatis
II.4.4 Pengatur tekanan udara suplai
Pengatur tekanan suplai yang biasa disebut air test, berfungsi untuk
menurunkan tekanan udara yang disuplai menuju posisioner valve atau alat
kontrol yang lain. Pada umumnya tekanan udara diturunkan hingga 20,35 dan 60
psig. Regulator terpasang bersama dengan posisioner atau diikat dengan baut oleh
aktuator. Regulator mempunyai susunan berupa sekrup, pegas dan membran. Jadi
skrup berfungsi untuk mengatur tekanan udara yang keluar dari regulator.
Misalnya tekanan input regulator adalah 7 bar dan tekanan output di set pada 3
bar, apabila tekanan input turun menjadi 5 bar, maka pegas dan membrane akan
bekerja untuk menjaga tekanan output tetap pada nilai 3 bar. Regulator juga harus
dipelihara, masalah yang terjadi adalah regulator kotor oleh uap air yang
mengembun atau minyak yang terbawa dari kompresor udara. Untuk itu regulator
udara harus sering di drain atau secara berkala dibongkar dan dibersihkan.
Regulator juga mempunyai batas operasi, jangan sampai regulator digunakan
melebihi batas tekanan yang ditentukan.
54
Gambar 2.32 Pengatur tekanan Udara
II.4.5 Limit switch
Limit switch menghasilkan input sinyal discret menuju DCS, solenoid
valve, sinyal lampu, relay listrik ataupun alarm. Limit switch tipe cam biasanya
dilengkapi dengan 2 atau 4 switch yang beroperasi berdasarkan pergerakan dari
stem valve. limit switch biasanya terpasang pada rumahan bagian atas dari valve.
switch ini bisa dialiri arus listrik DC maupun AC.
Gambar 2.33 Limit Switch Tipe Cam
II.4.6 Solenoid valve
Solenoid valve berfungsi untuk mengalirkan fluida baik gas maupun
cairan yang berfungsi untuk menggerakkan alat-alat dengan sistem elektro
55
pneumatic atau elektro hidrolik. Solenoid ini terdiri dari valve yang sederhana dan
kumparankawat. Jika kumparan ini dialiri arus listrik maka akan menimbulkan
gaya magnet yang akan menggerakkan valve, bisa menutup ataupun membuka.
Gambar 2.34 Solenoid Valve
II.5 Pemilihan kontrol valve
Kontrol valve bisa digunakan untuk berbagai macam fluida pada batas
temperature cryogenic hingga lebih dari 1000 derajat F. Pemilihan valve bodi
assmembli memerlukan pertimbangan yang matang meliputi material, tipe valve,
dan konstruksi trim untuk memperoleh hasil yang terbaik ketika digunakan pada
servis fluida yang diinginkan. Pembuat kontrol valve yang mempunyai reputasi
bagus dan perwakilannya bisa membantu konsumen untuk menentukan kontrol
valve yang paling sesuai dengan kondisi servis. Untuk kondisi tertentu juga
biasanya terdapat banyak pilihan, untuk itu beberapa informasi berikut ini
diperlukan untuk menentukan kontrol valve mana yang paling sesuai.
a. Jenis fluida yang akan dikontrol
b. Temperatur dari fluida
c. Kecepatan fluida
56
d. Spesifik gravity dari fluida
e. Kapasitas aliran yang diperlukan (maksimum dan minimum)
f. Tekanan inlet (maksimum dan minimum)
g. Tekanan outlet (maksimum dan minimum)
h. Penurunan tekanan pada kondisi normal dan shut off
i. Tingkat kebisingan yang diijinkan
j. Skedul pipa inlet dan outlet
k. Material bodi
l. Jenis koneksi perpipaan
m. Jenis posisi valve yang diinginkan ketika udara instrument gagal
n. Ketersedian udara instrument
o. Sinyal instrument (3 hingga 5 psig, 4 hingga 20 mA, Hart, etc)
p. Ukuran aktuator
q. Konstruksi bodi (angle, double port, butterfly. etc)
r. Packing material dan aksesori yang diperlukan, dsb.
II.5.1 Material bodi valve
Pemilihan material bodi biasanya berdasarkan pada tekanan, temperatur,
sifat korosi dan erosi dari fluida. Biasanya kompromi diperlukan dalam pemilihan
material. Contohnya sejenis material mempunyai daya tahan erosi yang tinggi tapi
tidak cukup memuaskan karena tidak tahan terhadap korosi ketika digunakan pada
servis cairan tertentu. beberapa kondisi servis memerlukan campuran material
khusus supaya tahan korosi terhadap fluida tertentu. material ini berharga jauh
lebih mahal daripada material biasa, untuk itulah pemilihan material bodi juga
dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Untungnya sebagaian besar aplikasi hanya
digunakan pada fluida yang tidak korosif pada temperatur dan tekanan yang
terjangkau. Jadinya, baja tuang paling banyak digunakan sebagai material bodi
valve karena ketahananya untuk digunakan pada berbagai macam servis fluida
dengan harga yang jauh lebih murah daripada logam campuran khusus.
Uraian dari tabel berikut ini akan memberikan informasi dasar material
baja tuang yang terkenal untuk pembuatan bodi kontrol valve. standar yang
57
digunakan adalah ASTM. Penggunaan standar ASTM disarankan untuk
menentukan spesifikasi material terutama untuk material alat bertekanan.
II.5.1.1 Cast carbon steel (ASTM A216 Grade WWC)
WWC adalah material baja yang paling terkenal digunakan untuk bodi
valve pada servis yang umum seperti udara, steam, cairan dan gas yang bersifat
tidak korosif. WWC tidak digunakan untuk temperatur tinggi karena kandungan
karbonnya bisa berubah menjadi grafit. Bisa di las tanpa perlakuan panas kecuali
ketebalan nominal lebih dari 32 mm.
II.5.1.2 Cast chromium - molybdenum steel (ASTM A217 Grade WC9)
Ini adalah standar krom dan molybdenum. WC9 menggantikan C5 karena
sifat penuangan dan pengelasan yang lebih unggul. Campuran ini mempunyai
sifat tahan erosi, korosi dan pengeroposan, membuatnya bisa digunakan hingga
temperatur 593 derajat C. Material ini memerlukan perlakuan panas sebelum dan
sesudah pengelasan.
II.5.1.3 Cast chromium - molybdenum steel (ASTM A217 Grade C5)
Walaupaun material chromium-molybdenum grade C5 sudah banyak
digantikan material jenis WC9, tetapi masih digunakan pada kilang-kilang
penyulingan dimana campuran krom yang lebih tinggi mempunyai ketahanan
yang lebih terhadap korosi asam sulfat temperatur tinggi. Kelemahan material ini
adalah lebih susuah dituang dan cenderung retak ketika dilakukan pengelasan.
II.5.1.4 Cast tipe 304L stainless steel (ASTM A351 Grade CF3)
Material ini berkualitas bagus untuk servis fluida bahan kimia. 304L
adalah material terbaik untuk asam nitrat dan aplikasi bahan kimia yang lain.
Ketahanan korosif bersifat sangat tinggi walaupun pada sambungan pengelasan.
Material ini banyak digunakan di pengolahan limbah ataupun pengolahan air
dimana banyak melibatkan penggunaan bahan kimia yang mempunyai tingkat
keasaman yang tinggi.
58
II.5.1.5 Cast tipe 316 stainless steel (ASTM A351 Grade CF8M)
Campuran ini adalah material stainless steel standar untuk pembuatan bodi
valve dalam dunia industri. Penambahan molybdenum membuat campuran ini
lebih memiliki ketahanan terhadap korosi pitting, pengeroposan dan fluida
oksidator debandingkan seri 304. Campuran ini mempunyai batas temperatur
paling lebar untuk material standar yaitu dari -254 derajat C hingga 816 derajat C.
hasil tuang yang masih kasar diberi perlakuan panas untuk menghasilkan tahanan
korosi maksimum.
II.5.1.6 Cast tipe 317 stainless (ASTM A479 Grade UNS S31700)
S31700 pada dasarnya adalah S31600 dengan kandungan nickel dan
molybdenum yang masing-masing dinaikan 1%. Hal ini akan menghasilkan
tahanan yang lebih tinggi terhadap pitting debandingkan S31600. Seperti S31600,
S31700 bersifat non magnetis. Karena mempunyai kekuatan yang samam dengan
seri S316, maka seri ini juga mempunyai batas temperature tekanan yang sama.
Seri ini mempunyai ketahanan maksimum terhadap alcohol, klorine dan servis
kertas.
II.5.1.7 Cast iron (ASTM A216)
Cast iron bersifat murah, material yang cukup kuat untuk digunakan pada
valve untuk mengontrol steam, air atau fluida gas yang tidak bersifat korosif.
II.6 Pemilihan Ukuran Aktuator
Pemilihan aktuator pada dasarnya adalah dengan cara membandingkan
gaya yang diperlukan untuk menggerakkan valve dan gaya yang bisa dihasilkan
aktuator. Untuk valve tipe rotari, nilai yang perlu dibandingkan adalah torsi yang
diperlukan untuk memutar ball atau disk dengan torsi yang dihasilkan aktuator.
Prinsip dasar yang sama digunakan untuk memilih aktuator pneumatic, elektrik,
ataupun elektrohidrolik.
II.6.1 Globe valve
Gaya yang diperlukan untuk mengoperasikan globe valve meliputi:
59
II.6.1.1 Gaya untuk melawan kondisi unbalance
Gaya unbalance dihasilkan oleh tekanan fluida pada kondisi shut off yang
biasanya bisa dihitung dengan:
Gaya unbalance = beda tekanan × beda luas permukaan
Beda tekanan didapatkan dari mengukur tekana maksimum upstream ketika valve
berbeda kondisi tertutup dikurangi dengan tekanan downstream. Perbedaan luas
permukaan secara mudah bisa dihitung pada lobang aliran jenis valve single
seated dengan aliran ke atas. Luas permukaan stem juga bisa diikutkan dalam
perhitungan. Untuk jenis valve balanced, masih ada sedikit unbalance yang bisa
dihitung.
Tabel 2.2 Gaya Unbalance Pada Kontrol Valve
II.6.1.2 Gaya untuk memberi kerapatan pada seat
Gaya kerapatan pada seat, biasanya diukur dengan pound per linear inchi
dan keliling lobang aliran. Berikut ini adalh table sederhana untuk menentukan
beban kerapatan seal untuk uji kelayakan pengguna sesuia dengan ASNI/FCI 70-2
dan IEC 534-4 klasifikasi kebocoran kelas II hingga IV.
60
Tabel 2.33 Beban Kerapatn Seat
Tabel beban kerapatan seal sederhana ini direkomendasikan untuk
memperpanjang umur seat pada valve, dan memberikan kerapatan yang lebih. Jika
keperluan shut off ini bukan pertimbangan utama, maka beban lebih rendah bisa
diaplikasikan. Tabel ini bukan digunakan untuk uji kinerja valve karena banyak
perbedaan dalam hal servis fluida yang ada dalam sistem proses.
II.6.1.3 Gaya untuk melawan gesekan packing
Gesekan pada packing ditentukan oleh ukuran stem, tipe packing dan besar
beban tekanan pada packing karena sistem proses ataupun pengikatan dengan
baut. Gesekan pada packing tidak selalu sama besarnya. Packing yang selalu
tertekan denag pegas memiliki gaya gesek yang cukup besar, terutama yang
berbahan grafit.
II.6.1.4 Gaya tambahan untuk aplikasi tertentu atau konstruksi tertentu
Gaya tambahan mungkin diperlukan untuk menggerakkan valve untuk
beberapa desain konstruksi yang khusus seperti penggunaan bellow, gaya gesek
tidak biasa yang berasal dari bagian seat atau, gaya tambahan untuk aplikasi
sering soft metal.
II.6.1.5 Perhitungan gaya aktuator
Diafragma pneumatis menghasilkan gaya akhir setelah digunakan untuk
melawan gaya pegas baik pada sistem air to open ayau air to close. Hal ini bisa
dihitung dengan besaran pound per square inch. Contohnya, jika gaya sebesar 275
61
pound di butuhkan untuk menutup valve. sebuah aktutor air to open dengan luas
area 100 inchi persegi dengan operating batas 3 sampai 15 psig. Maka yang
dihitung adalah luas area dikali operating batas bawah, maka;
3 psig × 100 square inchi= 300 pound
Hasilnya melebihi gaya yang dibutuhkan, maka aktuatro ini bisa digunakan.
Perhitungan yang sama bisa digunakan pada aktuator jenis piston.
Pada beberapa aplikasi, aktuator menghasilkan gaya yang berlebih,
sehingga bisa menyebabkan stem bengkok, sehingga bisa terjadi kebocoran pada
silinder atau merusak bagian dalam valve. Hal ini bisa terjadi jika aktuator terlalu
besar atau tekanan udara suplai terlalu besar. Pembuat kontrol valve biasanya
bertanggungjawab untuk menentukan ukuran aktuator dan harus mempunyai
dokumen tentang teknik perhitungannya. Pembuat juga harus memberikan
penjelasan tentang perhitungan gaya dorong aktuator, area diafragma efektif dan
data pegas.
II.6.2 Rotari valve
Untuk memilih aktuator rotary valve, hal yang perlu dihitung adalah torsi
yang dibutuhkan untuk membuka dan menutup valve dan torsi yang digasilkan
aktuator. Metode ini berasumsi bahwa ukuran valve telah tepat untuk aplikasi
sistem proses dan tidak melebihi tekanan yang ditentukan.
II.6.2.1 Perhitungan torsi
Torsi rotari valve adalah penjumlahan dari beberapa komponen torsi. Untuk
menghindari kebingungan, perhitungan telah dilakukan dalam penelitian
sebelumnya. Sehingga torsi yang dibutuhkan untuk tiap valve bisa diwakili
dengan persamaan berikut ini.
Breakout Torque
TB = A( Pshutoff) . B
Dynamic Torque
TD = C( Peff)
Nilai- nilai dari lambang persamaan diatas bisa dilihat pada table berikut ini.
62
Table 2.4 Nilai Torsi Rotari Valve
Putaran maksimum didefinsikan sebagai derajat valve pada posisi terbuka
penuh. Pada umumnya putaran maksimum ball atau disk adalah 90 derajat dari
posisi menutup menuju posisi membuka penuh. Tapi beberapa valve hanya
didesain untuk bisa memutar hingga 60 atau 70 derajat saja.
Sebagai tambahan, panjang efektif tuas yang menghubungkan valve dengan
aktuator akan berkurang dengan berputarnya valve.
II.7 Masalah Kavitasi dan Flashing
Hambatan pada aliran menyebabkan kavitasi dan flashing. Standar
pemeliharaan ukuran valve oleh IEC memperhitungkan penurunan tekanan yang
bisa diterima, Pmax. Jika penurunan tekanan aktual seperti yang terlihat pada P1
dan P2 sistem lebih besar daripada Pmax maka masalah kavitasi atau flashing
mungkin terjadi. Kerusakan pada bagian dalam valve atau perpipaan di dekatnya
bisa juga terjadi. Pengetahuan tentang apa yang sebenarnya terjadi bisa membuat
pemilihan akan jenis valve akan bisa menghilangkan atau mengurangi akibat dari
63
kavitasi atau flashing. Kavitasi atau flashing ini terjadi karena perubahan bentuk
fluida dari cair menjadi gas karena bertambahnya kecepatan fluida pada bagian
hambatan downstream yang paling besar, biasanya port valve. hambatan terbesar
ini biasanya disebut vena kontrakta seperti yang terlihat pada gambar.
Gambar 2.35 Fluida Ketika Terhambat
Peningkatan kecepatan pada vena kontrakta disertai dengan penurunan
tekanan pada fluida tersebut. Lebih jauh setelah downstream valve, aliran fluida
kembali melebar, sehingga kecepatan akan turun dan tekanan akan naik lagi.
Tetapi tekanan downstream tidak akan kembali semula sebesar upstream. Energy
yang hilang ini diserap oleh valve. gambar berikut ini akan memperlihatkan
perbedaan kinerja dari high rekoveri valve seperti ball valve dan valve yang
mempunyai kinerja yang lebih rendah. Valve yang mempunyai kinerja baik hanya
akan menyebabkan sedikit penurunan tekanan aliran, kelemahan dari valve jenis
ini adalah adanya kemungkinan menyebabkan kavitasi. Untuk itu desain harus
dikembangkan sedemikian rupa untuk menghilangkan kavitasi.
64
Gambar 2.36 Perbandingan Kinerja Valve Tentang Penurunan Tekanan
Jika penurunan tekanan pada vena kontrakta melebihi tekanan uap fluida,
maka akan terjadi gelembung pada aliran. Pembentukan gelembung-gelembung
ini akan semakin banyak ketika tekanan jauh dibawah tekanan uap dari cairan
tersebut. Pada fase ini tidak ada perbedaan antara flashing dan kavitasi, tetapi
tetap ada potensi terjadinya kerusakan pada komponen valve. jika tekanan tetap
berada dibawah tekanan uap cairan, gelembung-gelembung akan tetap ada pada
bagian downstream valve. Flashing bisa mengakibatkan erosi yang serius pada
bagian trim valve bisa diketahui dengan adanya permukaan yang halus pada
bagian yang tererosi seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.37 Penampakan Kerusakan Plug Akibat Flashing
Sebaliknya, jika tekanan pada downstream naik hingga diatas tekanan uap
cairan, gelembung-gelembung itu akan menyusut dan menghasilkan kavitasi.
Menyusutnya bentuk gelembung-gelembung ini akan melepaskan energi dan
65
menimbulkan bunyi seperti kerikil yang mengalir dalam pipa. Hal ini akan
mengikis komponen dalam valve dan pipa terdekat, kerusakan karena kavitasi
akan meninggalkan bentuk permukaan yang kasar seperti terlihat pada gambar
dibawah. Jelasnya valve dengan jenis rekoveri tinggi cenderung lebih banyak
mengalami kavitasi karena tekanan downstream akan melebihi tekanan uap
cairan.
Gambar 2.38 Penampakan Kerusakan Plug Akibat Kavitasi
II.7.1 Pemilihan jenis valve untuk servis kondisi flashing
Seperti terlihat pada gambar, keruskan flashing terlihat halus pada
permukaan yang erosi. Sebagai tambahan, fungsi tekanan uap berhubungan
dengan temperature operasional, sehingga variabelnya tidak langsung dikontrol
oleh valve. Ini berarti tidak ada jalan lain bagi kontrol valve untuk menghindari
flashing. Jadi untuk masalah flashing beberapa pemecahannya adalah mengurangi
kotoran pada cairan, membuat permukaan bagian dalam valve sekeras mungkin
dan mengurangi kecepatan pada liquid yang bersifat erosive. Valve denag area
aliran yang diperluas pada downstream plug dan trim mempunyai keuntungan bisa
mengurangi kecepatan fluida.
66
Gambar 2.39 Valve Spesial Untuk menghilangkan kavitasi
II.7.2 Pemilihan jenis valve untuk servis kondisi kavitasi
Cara pertama untuk menghilangkan kavitasi adalah dengan mengatur
penurunan tekanan. Jika penurunan tekanan bisa dikendalikan sehingga tekanan
lokal tidak akan turun melebihi tekanan uap, maka gelembung tidak akan
terbentuk. Tanpa adanya gelembung yang kolaps maka tidak akan terjadi kavitasi.
Untuk menghilangkan kavitasi penurunan tekanan keseluruhan, kita bisa
menggunakan multiple stage trim. Dengan ini maka aliran cairan akan dipisah,
sehingga tekanan cairan selalu berada diatas tekanan uap. Cara kedua hampir
sama dengan cara menangani kerusakan akibat flashing, yaitu mengeraskan
permukaan dimana kavitasi akan terjadi. Cara ketiga yaitu dengan mengubah
sistem proses untuk mencegah terjadinya kavitasi. Jika tekanan downstream dapat
dinaikkan sehingga tekanan downstream tidak akan turun di bawah tekanan uap,
maka kavitasi bisa dicegah. Caranya adalah dengan menempatkan valve pada jalur
yang mempunyai tekanan statis lebih tinggi pada downstream. Penggunaan plat
orifice atau alat yang bisa menghasilkan tekanan balik juga bisa menaikan tekanan
pada downstream aliran.
67
II.8 Pengendalian Kebisingan Pada Kontrol Valve
Pada sistem perpipaan tertutup (tidak di venting ke udara), kebisingan di
hasilkan oleh susunan bagian-bagian sistem perpipaan seperti valve, reducer,
orifice, dll. Medan suara tersebut selanjutnya akan membuat pipa dan strukturnya
mengalami getaran dan akan membuat kondisi lingkungan disekitarnya menjadi
tergangu akibat kebisingan. Pengendalian kebisingan bisa dilakukan pada
sumbernya, pada alat yang menimbulkan kebisingan atau keduanya. Jika memang
sistem perpipaan masih mengeluarkan kebisingan diambang batas toleransi, maka
sebaiknya para pekerja yang harus masuk ke kawasan perpipaan tersebut harus
menggunakan perlindungan pada pendengaran. Ini bisa berupa ear plug atau ear
muff. Pada perusahaan yang lebih peduli lagi terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan, area kilang diteliti untuk mengetahui nilai kebisingan di tiap- tiap
bagian area kilang yang sebagian besar berasal dari peralatan.
Gambar 2.40 Desain Valve Trim Untuk Mengurangi kebisingan
Gambar bagian atas memperlihatkan sebuah cage dengan banyak celah
parallel yang didesain untuk meminimalkan turbulensi dan membagi rata fluida
yang mengalir melaui trim sehingga kecepatannya akan berkurang. Desain ini
68
berharga murah, bisa mengurangi kebisingan hingga 20dBA dengan sedikit atau
tanpa penurunan pada kapasitas alir. Gambar bagian bawah memperlihatkan
desain trim untuk peredaman kebisingan secara optimal dimana penurunan
tekanan pasti tinggi. Desain trim ini bisa mengurangi kebisingan sebesar 30dBA.
Untuk aplikasi kontrol valve yang beroperasi pada rasio tekanan tinggi (
P/P1 >0.8), pembagian penurunan tekanan antara kontrol valve dan diffuser pada
bagian downstream bisa menjadi efektif untuk mengurangi kebisingan. Untuk
mengoptimalkan efektifitas diffuser, desain harus menyesuaikan dengan kontrol
valve yang terpasang supaya kebisingan yang dihasilkan bernilai sama. Gambar
dibawah ini akan memperlihatkan susunan keduanya.
Gambar 2.41 Kombinasi Kontrol Valve dan Diffuser
Kontrol sistem yang diventing ke atmosfer biasanya mempunyai tingkat
kebisingan yang tinggi karena besarnya perbedaan tekanan dan kecepatan aliran
yang tinggi. Pembagian penurunan tekanan menggunakan diffuser bisa meredam
kebisingan hingga 40dBA.
Mengatasi masalah kebisingan pada kontrol valve untuk servis cairan
utramanya tentang bagaimana mengurangi atau menghilangkan kavitasi. Karena
kondisi aliran dalam pipa bisa dengan mudah diketahui, maka pemecahan bisa
69
dilakukan dengan menggunakan break down orifice atau menggunakan desain
valve khusus untuk mengurangi kavitasi.
Pendekatan yang lain untuk pengendalian kebisingan adalah dengan
menggunakan media penyerap suara. Jika memungkinkan peredam suara ini bisa
dipasang pada sumber suara atau pada downstreamnya. Pada sistem gas, peredam
suara inline bisa mengurangi kebisingan secara efektif. Pada sistem dengan flow
yang tinggi, peredam suara inline adalah pilihan yang cukup ekonomis. Jika
kebisingan tidak dapat dihilangkan pada sumbernya, maka peredam suara akustik
bisa dipasang di sekeliling sistem pipa seperti pemasangan insulasi.
Besar kebisingan yang akan ditimbulkan oleh sistem kontrol valve
sebenarnya bisa dengan mudah dan cepat diperkirakan dengan menggunakan
perangkat lunak yang maju. Kombinasi antara pemilihan jenis valve disertai
dengan informasi tingkat kebisingan yang mungkin ditimbulkan merupakan dua
hal yang cukup penting untuk diketahui pengguna kontrol valve.
II.9 Kontrol Valve Spesial
Seperti yang telah didiskusikan pada bab sebelimnya, kontrol valve
standar mempunyai bentang aplikasi yang cukup lebar, baik dari parameter
tekanan, temperature maupun kapasitas aliran. Tentunya dengan tetap
mempertimbangkan faktor korosi, kekentalan fluida, tingkat kebocoran, sebagai
beberapa acuan standar dalam industri. Tetapi kebutuhan akan kontrol valve
terkadang melampaui spesifikasi kontrol valve yang tersedia di pasar. Untuk itu,
bagian ini akan membahas tentang beberapa aplikasi khusus dan modifikasi valve
yang berguna untuk pengontrolan khusus, ataupun kontrol valve yang digunakan
untuk servis berat.
II.9.1 Kontrol valve kapasitas tinggi
Pada umumnya kontrol valve tipe globe diatas 12 inchi, tpe ball diatas 24
inchi, dan tipe butterfly valve diatas meningkat secara aritmatis, beban tekan valve
pada saat menutup meningkat secara geometris. Konsekuensinya, kekuatan poros,
beban bearing, gaya unbalance dan gaya dorong aktuator, kesemuanya itu akan
menjadi besar dengan bertambahnya ukuran valve. Meskipun dengan tekanan
70
operasi yang lebih rendah, kapasitas flow beberapa kontrol valve tergolong
sangat besar.
Tingkat kebisingan harus mendapat perhatian yang cukup karena tingkat
kebisingan bertambah secara linear dengan makin tingginya jumlah aliran. Untuk
menjaga tingkat kebisingan valve masih dibatasi toleransi, maka konstruksi cage
biasanya menggunakan plug yang panjang dengan lobang aliran yang banyak.
Outlet line juga mengalami pelebaran untuk mengurangi kecepatan fluida.
Selanjutnya, untuk kontrol valve dengan kapasitas tinggi, maka memerlukan
aktuator yang cukup besar, langkah yang panjang, biasanya piston pneumatic
double akting sesuai untuk aplikasi valve yang cukup besar. Ukuran yang secara
fisik besar dan berat valve beserta aktuator akan menyulitkan proses pemasangan
ataupun pemeliharaan. Pemasanga valve pada perpipaan dan pelepasan untuk
pekerjaan perawatan akan membutuhkan alat angkat dengan kapasitas yang besar.
Teknisi perawatan harus mengikuti instruksi dan pembuat untuk meminimalkan
kecelakaan.
Gambar 2.42 Kontrol Valve Kapasitas Tinggi Dengan Peredam Suara
71
II.9.2 Kontrol valve kapasitas aliran kecil
Banyak aplikasi yang ada pada laboratirium danj pilot plants memerlukan
pengontrolan fluida dengan tingkat aliran yang sangat kecil. Aplikasi ini bisa
didapatkan dengan dua pilihan. Pertama, trim khusus yang digunakan pada
kontrol valve standar. Trim khusus ini terdiri dari seat ring dan plug yang didesain
dan dibuat dengan toleransi yang sangat kecil. Konstruksi tipe ini bisa digunakan
untuk servis denga C sekecil 0.03. menggunakan trim khusus pada valve standar
bisa bernilai murah, karena bisa menghemat keperluan suku cadang untuk kontrol
valve spesial maupun aktuatornya. Meggunakan pendekatan ini juga membuat
peningkatan kapasitas yang mungkin diperlukan di masa depan menjadi lebih
mudah, hanya dengan mengganti komponen trim pada valve standar.
Kontrol valve secara spesifik juga didesain untuk digunakan pada servis
yang membutuhkan kapasitas alir sangat kecil hingga C 0.000001. Kontrol valve
special untuk jenis ini biasanya didesain secara kompak dan ringan karena sering
digunakan pada laboratirium yang biasanya hanya menggunakan tubing dengan
kelas rendah. Kontrol valve ini bisa digunakan untuk servis gas maupun cairan.
Gambar 2.43 Kontrol Valve Dengan Kapaitas Sangat Kecil
72
II.9.3 Kontrol valve temperatur tinggi
Kontrol valve yang digunakan pada servis diatas 232 derajat C harus
didesain secara khusus. Pada temperatur yang sangat tinggi, seperti jika terpasang
untuk sistem boiler feedwater, bypass superheater, material standar untuk kontrol
valve mungkin tidak cukup kuat untuk digunakan. Plastik, elastomer, gasket
standar terbukti tidak cukup tahan dan harus diganti dengan material yang lebih
kuat. Searing logam ke logam selalu digunakan. Material packing semi logam atau
yang dilapisi dengan grafit banyak digunakan. Untuk gasket, banyak digunakan
tipe spiral wound stainless steel.
Baja yang mengandung kromium dan molybdenum sering digunakan
untuk servis diatas 538oC. ASTM A217 grade WC9 bisa digunakan hingga 593oC
Untuk temperatur diatas 816oC, material yang biasa digunakan adalah ASTM
A351 grade CF8M tipe stainless steel 316. Pada temperatur antara 358oC hingga
834oC, kandungan karbon harus dikintrol pada batas 0.04 sampai 0.08% baja
dengan kandungan 9% Cr dan 1% Mo, seperti ASTM A217 grade C12 dan ASTM
A182 grade F91 tanpa digunakan pada temperatur hingga 650oC. material trim
yang digunakan meliputi campuran kobalt 6.316 campuran 6 dengan pengerasan
permukaan dan dinitrasi 422 SST.
II.9.4 Kontrol valve pada servis cyrogenic
Cryogenic adalah bidang ilmu yang berhubungan dengan material atau
proses pada temperature dibawah -101oC. untuk aplikasi kontrol valve pada servis
cryogenic, dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang serupa untuk aplikasi
kontrol valve pada temperatur tinggi. Plastik dan material elastomer sering tidak
berfungsi secara baik pada temperature dibawah -18oC. pada bentang temperatur
ini, kompenen seperti packing dan seal plug harus mendapatkan perhatian
khusus. Untuk seal plug, material standar akan berubah sangat keras dan tidak
fleksibel sehingga tidak bisa memberikan kerapatan ketika plug menutup.
Elastomer special harus digunakan pada temperature serendah ini, dengan beban
seat lebih harus diberikan.
73
Bentuk bonet yang diperpanjang juga digunakan pada servis cryogenic
seperti yang sudah dijelaskan pada bab terdahulu. Panjang bonet yang diperlukan
tergantung pada temperatur servis dan keperluan insulasi.
Material konstruksi untuk aplikasi cryogenic biasanya CF8M untuk bodi
dan material bonet, seri 300 material stainless steel untuk trim. Pada kondisi
flashing, pergesekan permukaan bisa mencegah erosi.
II.10 Pemasangan dan Pemeliharaan Kontrol Valve
Efisiensi dari kontrol valve akan secara langsung mempengaruhi
keuntungan usaha pabrik. Peran dari kontrol valve sering kali diremehkan.
Kebanyakan dari manajer pabrik memfokuskan sumberdayanya pada kinerja DCS
untuk meningkatkan efisiensi produksi. Bagaimanapun, adalah elemen kontrol
akhir seperti kontrol valve lah yang berperan untuk merubah variabel proses. Jika
kontrol valve tidak bekerja denga bagus, sebagus apapun piranti elektronik atau
DCS tidak akan bisa memperbaiki kinerja kontrol valve itu. Banyak studi
membuktikan jika keberadaan kontrol valve diabaikan, akan mejadi titik lemah
dalam siklus proses kontrol.
Kontrol valve harus bekerja dengan baik, secanggih apapun sistem
otomatisnya ataupun seakurat apapun sensor instrumentasinya. Tanpa kontrol
valve yang bekerja dengan baik, kita tidak akan mencapai hasil yang memuaskan,
produk yang berkualitas, keuntungan yang maksimal dan konservasi energy.
Untuk memaksimalkan kinerja kontrol valve, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu:
Pemilihan kontrol valve yang benar untuk aplikasinya
a. penyimpanan yang baik
b. pemasangan yang benar
c. program pemeliharaan secara predikatif yang benar
II.10.1 Penyimpanan yang baik
Penyimpanan yang baik harus diperhatikan pada proses awal pemilihan,
sebelum valve dikirim. Biasanya pembuat valve mempunyai standar pengemasan
yang tergantung pada tujuan valve akan dikirim dan lama waktu sebelum
74
pemasangan. Karena valve akan sampai tujuan sebelum pemasangan, maka jadwal
pemasangan valve sebisa mungkin diinformasikan kepada pembuat. Ataupun jika
valve akan dipakai sebagai suku cadang, maka valve harus disimpan pada tempat
yang bersih, kering dan jauh dari lalu lintas, untuk menghindarkan dari aktifitas
yang bisa merusak valve.
II.10.2 Teknik pemasangan yang benar
Hal pokok yang harus dilakukan ketika melakukan pemasangan kontrol valve
adalah sebagai berikut:
II.10.2.1 Membaca buku panduan pemasangan
Sebelum melakukan pemasangan valve, sebaiknya kita harus membaca
buku panduan pemasangan. Instruksi dalam buku tersebut meliputi gambaran
produk, penjelasan tentang aspek keselamatan dan hal-hal yang harus diperhatikan
sebelum dan selama pemasangan. Mengikuti petunjuk pemasangan dari pembuat
valve akan membuat pekerjaan kita menjadi lebih mudah dan aman.
II.10.2.2 Memastikan jika perpipaan bersih dari kotoran
Benda-benda asing yang tertinggal dalam perpipaan bisa merusak
permukaan dudukan valve, atau akan menghalangi pergerakan plug, ball, atau disk
sehingga menyebabkan valve tidak bisa menutup secara sempurna. Untuk
menghindari bahaya yang akan terjadi dari benda-benda asing ini, maka sebaiknya
pipa harus dibersihkan sebelum valve dipasang. Pastikan valve bersih dari korosi
pipa, serbuk logam, sisa-sisa pengelasan atau benda-benda yang lain. Sebagai
tambahan, periksa permukaan flange untuk memastikan tempat dudukan gasket
halus dan bersih. Jika kontrol valve menggunakan sambungan ulir, gunakanlah
material sealant pada bagian ulir jantan, untuk menghindari larinya material ini ke
dalam seat valve.
II.10.2.3 Memeriksa kontrol valve
Meskipun pembuat valve sudah melakukan beberapa tindakan untuk
mencegah kerusakan pada valve selama pengiriman, tetap ada kemungkinan
kerusakan yang harus diperiksa dan harus dilaporkan sebelum pemasangan.
Jangan memasang valve yang mengalami kerusakan pada saat pengiriman.
75
Sebelum pemasangan,ambil semua pelindung, penyumbat, atau penutup valve
sebagai pelindung. Periksa bagian dalam bodi untuk memastikan tidak ada benda
asing yang tertinggal.
II.10.2.4 Perhatikan aspek perpipaan selama pemasangan
Sebagian besar kontrol valve dapat dipasang pada posisi apapun. Tetapi,
yang paling umum adalah memasang kontrol valve dengan aktuator berada di atas
bodi. Pastikan pemasangan kontrol valve sesuai dengan aliran fluida yang telah
ditentukan oleh buku panduan. Pastikan terdapat ruang yang cukup disekeliling
valve untuk memudahkan pekerjaan pemeliharaan. Untuk sambungan flange,
gesekan bahwa flange diluruskan dengan benar, untuk menghasilkan kontak
gasket yang merata. Setelah posisi flange lurus, maka kencangkan baut dengan
pola menyilang. Pengencangan baut secara benar akan menghindari kebocoran.
Pemasangan tapping untuk sensor tekanan di upstream maupun downstream harus
cukup jauh dari elbow, reducer, atau expander. Hal ini akan mengurangi ketidak
akuratan karena turbulensi. Gunakanlah tubing atau pipa dengan ukuran ¼ atau
3% dari sambungan tekanan aktuator menuju kontroler. Hindari penggunaan
elbow ataupun sambungan terlalu banyak untuk menghindari keterlambatan
waktu.
II.10.3 Pemeliharaan kontrol valve
Keberhasilan pemeliharaan kontrol valve tergantung dari program dan filosofi
pemeliharaan yang efektif. Tiga pendekatan pola pemeliharan yang paling dasar
akan disampaikan sebagai berikut.
II.10.3.1 Pemeliharaan reaktif
Pemeliharaan reaktif adalah pola pemeliharaan paling sederhana, yaitu hanya
melakukan perbaikan atau penggantian alat ketika alat tersebut diketahui ada
masalah yang serius, misalnya kontrol valve telah bocor atau tidak bisa
melakukan stroking. Pada kasus umum, operator akan membantu memberitahu
pihak pemeliharaan jika kontrol valve tidak bekerja dengan baik, sehingga pihak
pemeliharaan bisa melakukan sesuatu agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.
76
Pola ini sudah mulai ditinggalkan pada sistem manajemen pemeliharan modern.
Pekerjaan secara reaktif tentunya dilakukan tanpa persiapan yang memadai
sehingga waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan akan lebih
lama. Selanjutnya akan mengurangi atau mengganggu proses produksi, tentunya
akan mengakibatkan kerugian.
II.10.3.2 Pemeliharaan prefentif
Pola pemeliharaan ini didasarkan pada usaha untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada alat dengan jalan pemeriksaan berkala. Keuntungan dari sistem ini
sebuah alat-alat produksi bisa dipantau secara seksama dan kontinyu. Sebelum
terjadinya kerusakan pada alat tertentu, pihak pemeliharaan sudah mengetahui
sehingga kerusakan yang lebih jauh bisa dihindari. Keuntungan selanjutnya adalah
suku cadang dan segala sumberdaya yang diperlukan untuk tiap-tiap alat sudah
tersedia, sehingga ketika diperlukan perbaikan hanya memerlukan waktu yang
lebih singkat. Sebenarnya kontrol valve ataupun peralatan penunjang proses
produksi yang lain, pihak pembuat telah membuat panduan dimana pemeriksaan,
penggantian bagian-bagian peralatan perlu dilakukan secara berkala, tapi tetap
saja pola ini mengandung kelemahan. Kelemahan pola pemeliharaan ini adalah
terkadang kontrol valve harus diperiksa tanpa adanya kerusakan. Contohnya
kontrol valve harus dinonaktifkan, atau dikalibrasi sehingga akan membuang
waktu, tenaga maupun suku cadang. Bisa juga sebuah kontrol valve mengalami
kelainan, tapi karena tidak ditemukan sebab pastinya atau belum banyak
mempengaruhi proses produksi, maka tidak dilakukan pekerjaan secepatnya. Hal
ini juga beresiko membuat kerusakan pada kontrol valve menjadi lebih besar.
II.10.3.3 Pemeliharaan prediktif
Sekarang ini, operator dari pabrik-pabrik sering memperpanjang waktu
interval atas penghentian total operasional pabrik untuk kepentingan produksi. Hal
ini jelas dengan bisa dilakukan dengan pola reaktif,. Untuk itulah diciptakan pola
pemeliharaan yang terbaru yaitu pemeliharaan prediktif. Kebanyakan dari pola
pemeliharaan prediktif melibatkan teknologi instrumentasi dan teknologi
informasi yang mutakhir.
77
Penggunaan instrumentasi valve dengan mikroprosesor beserta perangkat
lunak diagnose memungkinkan tiap pengguna valve melakukan pekerjaan
pemeliharaan dengan lebih mudah. Dengan teknologi ini, adanya masalah bisa
diketahui dengan sangat dini, perkiraan penyebab masalah bisa diketahui dan
tindakan yang harus dilakukan akan ditentukan. Untuk mengetahui semua itu,
valve idak perlu dilepas atau dinonaktifkan, semua into terjadi pada saat waktu
operasi.
Sebagai contoh, untuk diagnose ini servis bisa mendeteksi masalah pada
kualitas udara instrument, kebocoran dan hambatan pada udara suplai. Bisa juga
digunakan untuk mendeteksi gaya gesekan yang berlebihan, dead band ataupun
valve perlu dikalibrasi. Ketika masalah telah terdeteksi, tingkat keparahannyapun
bisa dilaporkan, penyebab masalah dilaporkan dan pekerjaan pemeliharaan yang
perlu ditentukan. Diagnosa masalah biasanya dilaporkan dengan beberpa
tingkatan keparahan. Tanda hijau, berarti tidak ada masalah, valve masih bisa
digunakan, pemantauan akan terus dilakukan. Tanda kuning, berarti sebuah
peringatan bahwa adanya kesalahan telah terdeteksi, tetapi kontrol tidak
terpengaruh. Ini adalah indikasi prediksi, maksudnya kesalahan ini bisa berlanjut
hingga mempengaruhi kontrol dan pekerjaan perbaikan seharusnya direncanakan.
Tanda merah, berarti adanya kesalahan yang mempengaruhi kontrol terdeteksi,
kesalahan ini biasanya memerlukan tindakan perbaikan secepatnya.
Bagaimanapun pola pemeliharaan ini tetap mempunyai kelemahan.
Diperlukannya biaya yang lebih professional untuk menunjang alat canggih
tersebut agar berfungsi secara maksimal. Berikut ini akan diberikan contoh-contoh
diagnose servis yang umum terjadi:
A. Kebocoran udara instrument
Diagnosa ini mengukur jumlah aliran udara yang digunakan assembli
kontrol valve. karena dipasangnya beberapa sensor maka bukan hanya
kebocoran pada tubing yang mengelilingi kontrol valve akan bisa terdeteksi, tetapi
masalah kebocoran lain yang lebih rumit, misalnya kebocoran pada piston yang
diakibatkan oleh rusaknya O-ring.
78
B. Tekanan suplai
Diagnosa ini akan berhubungan dengan masalah tekanan udara suplai, baik
tekanan yang tinggi maupun tekanan yang rendah. Bisa juga digunakan untuk
mengetahui cukupnya udara suplai dengan mengukur penurunan tekanan ketika
valve melakukan pergerakan yang cukup besar. Dengan hal ini pula akan
diketahui besar hambatan yang ada pada jalur tekanan udara suplai.
C. Penyimpangan travel
Diagnosa ini digunakan untuk memantau tekanan aktuator dan
penyimpangan travel dari setpoint. Diagnosa ini berguna untuk mengidentifikasi
kontrol valve yang macet atau penyimpanagan kalibrasi travel.
D. Kualitas udara instrument
Diagnosa pemantauan relay dan I/P dapat mengidentifikasikan adanya
penyumbatan pada I/P primer atau pada nozzle, kerusakan diafragma instrument
dan perubahan kalibrasi I/P. Diagnosa ini berguna untuk mengidentifikasi masalah
kontaminasi pada udara suplai dan temperature yang ekstrim.
E. Contoh yang lain
Diagnosa ini servis yang lebih maju bisa dikonfigurasi untuk
mengumpulkan dan membuat grafik atas semua variabel yang terukur. Diagnosa
yang lebih maju juga bisa menentukan masalah yang tidak bisa dideteksi
menggunakan alat yang lain. Seringkali masalah yang ada begitu sulit dan
memerlukan bantuan dari ahli luar, pada kasus seperti ini, data yang diperlukan
bisa dikirim untuk analisa lebih lanjut. Hal ini bisa menghindari biaya dan
keterlambatan yang akan terjadi jika harus menunggu datangnya ahli.
Selanjutnya secara umum industri proses akan terus meminta efisiensi,
kualitas, kekuatan dan kehandalan yang lebih tinggi. Secara individual, tiap
perusahaan akan memperpanjang waktu interval diantara turnaround. Permintaan
ini sekali lagi adalah sistem pemeliharaan prediktif dilengkapi dengan sistem
diagnosa yang canggih.
79
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Studi Literatur
III.1.1 Pengeumpulan dan pemahaman dokumen tentang kontrol valve,
terdiri dari:
a. Dasar-dasar pemilihan kontrol valve.
b. Buku petunjuk operasional dan pemeliharaan bodi valve tipe globe
masoneilan seri 410005.
c. Buku petunjuk operasional dan pemeliharaan aktuator valve pneumatic
tipe pegas diafragma masoneilan seri 88.
d. Buku petunjuk operasional dan pemeliharaan posisioner valve tipe elektro
pneumatis digital masoneilan SVI II.
e. Lembar data tentang spesifikasi konstruksi dan operasional flow kontrol
valve untuk produk nafta.
f. Diagram hook up kontrol valve.
III.1.2 Pengumpulan dan pemahaman dokumen tentang sistem
instrumentasi, terdiri dari:
a. Buku jenis-jenis sensor instrumentasi.
b. Buku petunjuk operasional dan pemeliharaan transmitter Rosemount.
c. Artikel-artikel standarisasi instrumentasi internasional.
III.1.3 Pengumpulan dan pemahaman dokumen tentang sistem proses, tediri
dari:
a. Sistem operasi unit penyimpanan produk nafta di kilang penyulingan.
b. Dokumen PFD dan P&ID unit pentimpanan produk nafta.
III.2 Pengamatan Langsung
a. Pengamatan langsung di lapanagn mengenai berbagai macam
instrumentasi, meliputi sensor, transmitter, PLC dan DCS.
80
b. Pengamatan langsung tentang berbagai macam kontrol valve yang
digunakan pada kilang penyulingan minyak dan flow kontrol valve yang
sedang diamati.
c. Pengamatan langsung mengenai alat-alat mekanik maupun instrument
yang saling berhubungan dalm mendukung proses penyulingan produk.
III.3 Wawancara Dengan Teknisi Instrumentasi
a. Wawancara mengenail hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan
dan pengetesan kontrol valve waktu proyek dan komisioning.
b. Wawancara mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan pada
pekerjaan pemeliharaan kontrol valve.
c. Wawancara mengenai masalah-masalah yang sering ditemui dalam
operasional kontrol valve.
d. Wawancara mengenai alat-alat instrumentasi yang berhubungan dengan
kontrol valve.