Upload
karlinalestari
View
15
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ns
Citation preview
IRRITABLE BOWEL SYNDROME (IBS)
PENDAHULUAN
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah penyakit gastrointestinal kronis yang
ditandai oleh nyeri abdominal yang sering terjadi dengan penyebab yang tidak
diketahui disertai dengan perut kembung dan gangguan fungsi usus yang normal.
Walaupun IBS bukanlah merupakan gangguan motilitas gastrointestinal, tetapi
banyak gejala IBS yang berkaitan dengan gangguan motilitas gastrointestinal dan
pasien yang menderita IBS mengalami perubahan fungsi motorik gastrointestinal.1
Perubahan fungsi usus, biasanya perubahannya berupa diare atau konstipasi,
adalah karakteristik utama dari IBS. Nyeri abdomen, yang dapat disebabkan oleh
spasme intestinal, juga sering terjadi pada semua pasien dengan IBS. Perut kembung
atau distensi abdomen adalah gejala khas yang lain. Gas intraluminal dapat
disebabkan oleh udara yang tertelan, penurunan penyerapan gas, dan fermentasi
bakteri, walaupun penyebabnya sendiri tidak diketahui. stress tampaknya memiliki
pengaruh yang cukup besar pada gejala-gejala ini. Gejala IBS seringkali muncul pada
saat atau setelah peristiwa yang menyebabkan stress.2
ANATOMI
Pada orang dewasa, panjang usus besar adalah sekitar 1,5 m. caecum, kolon
ascenden, kolon transversum, kolon descenden, dan sigmoid memiliki cirri yang
sama. Mereka memiliki:
Appendices epiploicae: ini adalah label peritoneal yang berisi lemak yang terdapat
di seluruh permukaan caecum dan kolon.
Teniae coli: ini adalah tiga pita tipis yang mewakili lapisan otot longitudinal dari
usus besar. Mereka berjalan dari dasar appendiks hingga persimpangan recto-
sigmoid.
Sacculation: karena teniae lebih pendek daripada usus itu sendiri kolon berbentuk
sacculated. Sakulasi ini tidak hanya terlihat pada saat operasi, tetapi juga dapat
terlihat pada foto polos. Pada foto polos abdomen, kolon, tampak radiolusen yang
disebabkan oleh udara yang ada didalamnya, memiliki prosesus yang berbentuk
seperti rak (haustra).3, 4
Usus besar (colon) terdiri dari
1. colon ascendens
Merupakan kelanjutan dari caecum ke arah cranial, mulai dari fossa
iliaca dextra, berada di sebelah ventral m.quadratus lumborum, di ventral
polus inferior ren dexter, membelok ke kiri setinggi vertebra lumbalis II,
membentuk flexura coli dextra, selanjutnya menjadi colon transversum. Pada
facies ventralis terdapat taenia libera, pada facies dorsolateral terdapat taenia
omentalis dan pada facies dorsomedial terdapat taenia mescolica. Colon
ascendens ditutupi oleh peritoneum, disebut letak retroperitoneal.5
2. colon transversum
Mulai dari flexura coli dextra, berjalan melintang ke kiri melewati
linea mediana, agak miring ke cranial sampai di tepi kanan ren sinister, d
sebelah caudal lien, lalu membelok ke caudal. Belokan ini disebut flexura coli
sinistra, terletak setinggi vertebra lumbalis I, difiksasi pada diaphragma oleh
ligamentum phrenico colicum.
Pada facies ventralis terdapat taenia omentalis, pada facies inferior
terdapat taenia libera dan pada facies dorsalis terdapat taenia mesocolica. Di
sebelah cranial dari kanan ke kiri colon transversum berbatasan dengan :
hepar
vesica fellea
curvatura major ventriculi
extremitas inferior lienalis.
Di sebelah caudal berbatasan dengan jejenum. Di sebelah ventral ditutupi
oleh omentum majus. Di sebelah dorsal dari kanan ke kiri berbatasan dengan :
pars descendens duodeni
caput pancreatic
ren sinister.
Colon transversum dibungkus oleh peritoneum viscerale, disebut mesocolon
transversum, dan difiksir [ digantung ] pada dinding dorsal abdomen.5
3. colon descendens
Dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan ke caudal, berada di sebelah
ventro-lateral polus inferior ren sinister, di sisi lateral m.psoas major, di
sebelah ventral m.quadratus lumborum sampai di sebelah ventral crista iliaca
dan tiba di fossa iliaca sinistra. Kemudian membelok ke kanan, ke arah
ventrocaudal menjadi colon sigmoideum, berada di sebelah ventral dari vasa
iliaca externa.Taenia omentalis terletak pada permukaan dorsolateral, taenia
libera berada pada facies ventralis dan taenia mesocolica berada pada bagian
medio-dorsal. Colon descendens ditutupi oleh peritoneum parietale [ letak
retro peritoneal ].5
4. colon sigmoideum
Bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak di dalam cavum
pelvicum. Membuat dua buah lekukan dan pada linea mediana menjadi
rectum, setinggi corpus vertebrae sacralis 3. pada colon ini masih terdapat
haustra dan taenia. Dibungkus oleh peritoneum viscerale dan membentuk
mesocolon sigmoideum, difiksasi pada dinding pelvis.
FISIOLOGI
Proses pencernaan dan penyerapan colon
Proses pencernaan dalam usus terjadi sebagai akibat dari kerja mikroflora
kolon. Asam lemak rantai pendek dilepaskan oleh kerja flora normal pada serat
makanan adalah sumber energy yang penting untuk colon. Yang lebih penting lagi,
asam lemak rantai pendek ini meningkatkan kelangsungan hidup epitel kolon yang
sehat sementara itu juga dapat menyebabkan apoptosis pada sel epitel yang akan
berubah menjadi ganas.2
Penyerapan cairan dan elektrolit adalah fungsi utama dari colon. Hingga 5
liter air dapat diserap setiap hari disepanjang epitel colon. Selanjutnya, epitel colon
juga dapat menyerap sodium pada gradient konsentrasi yang cukup besar. Aldosteron,
hormon yang terlibat dalam homeostasis cairan dan elektrolit, meningkatkan
konduktansi sodium colon yang disebabkan oleh penurunan volume, sehingga
memiliki peranan yang penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.2
Motilitas usus
Tidak seperti lambung dan usus halus, colon agak kurang aktif, walaupun
aktivitasnya agak sulit dikenali jika dibandingkan dengan lambung atau usus halus.
Akan tetapi, beberapa pola motilitas colon seperti refleks gastrocolic dapat terlihat.
Gangguan motilitas usus besar adalah komplikasi dari neuropati otonomi pada pasien
yang menderita diabetes mellitus dan dapat menyebabkan keluhan GI yang parah.2
EPIDEMIOLOGI
IBS adalah penyakit umum yang sering dijumpai dengan perkiraan prevalensi
sebesar 12% pada orang dewasa di Amerika Serikat. IBS adalah penyakitnya orang
dewasa muda. Angka kejadian tertinggi penyakit ini terjadi pada usia 50 tahun, dan
penyakit ini jarang terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun. Akan tetapi,
beberapa penelitian melaporkan bahwa 92% orang tua menampakkan gejala IBS.
Wanita yang terdiagnosa IBS jumlahnya dua hingga tiga kali lipat daripada pria.
Bahkan, 80% populasi wanita menderita IBS.1, 6
ETIOLOGI
Etiologi IBS masih belum diketahui. Akan tetapi terdapat bukti untuk
mengimplikasikan peranan stress dan gangguan psikiatri pada pathogenesis penyakit
ini. Berbagai macam kelainan psikiatrik dapat terlihat pada sebagian besar individu
yang menderita IBS. Pada 85% pasien IBS, gejala psikiatrik mendahului atau terjadi
secara bersamaan dengan onset keluhan pada abdomen. Keadaan ini dikaitkan dengan
stress dan gangguan emosional. Setiap individu seringkali melaporkan bertambah
parahnya gejala yang mereka rasakan pada saat mereka stress. Telah diperlihatkan
bahwa pasien IBS memiliki angka kejadian gangguan psikiatrik yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan mereka yang menderita gangguan gastrointestinal yang lain.7
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi IBS masih belum jelas, walaupun telah banyak dilakukan
penelitian mengenai hal tersebut. Kelainan motilitas, hipersensitivitas visceral,
peradangan, kelainan inervasi otonom ekstrinsik, kelainan interaksi otak-usus, dan
peranan faktor psikosial telah diperiksa. Banyak pemahaman kami mengenai
patofisiologi IBS berasal dari penelitian mengenai motilitas. Pada orang normal,
kontraksi peristaltic dengan amplitude tinggi terjadi 6-8 kali perhari. Pada pasien
yang mengalami konstipasi, frekuensi kontraksi peristaltic amplitude tinggi pada
intestinal terganggu dibandingkan dengan subjek yang normal, yang menyatakan
bahwa konstipasi disebabkan oleh adanya gangguan motilitas. Hiperalgesia visceral
juga dapat terjadi pada pasien yang menderita IBS. Pada pasien yang menderita IBS,
distensi colon dengan balon, hingga mencapai tingkatan yang tidak menyebabkan
rasa nyeri pada individu normal, dapat membangkitkan nyeri, yang menunjukkan
adanya hiperalgesia visceral.2, 8
IBS adalah penyakit yang rumit, dan penyebabnya masih belum diketahui.
beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan penyakit ini, termasuk perubahan
sensitivitas system saraf ekstrinsik dan intrinsic usus, yang berperan pada
peningkatan sensasi nyeri dan pada kelainan control motilitas dan sekresi intestinal.
Walaupun tidak terdapat peradangan pada usus, terdapat laporan peningkatan influx
sel peradangan (sel mast) kedalam colon individu yang menderita IBS serta
kerusakan neuron enteric. Sebuah teori yang diusulkan adalah bahwa IBS terjadi
sebagai akibat penyakit peradangan interstitial yang sebelumnya telah terjadi dan
yang telah terobati. Pada binatang percobaan, induksi peradangan intestinal yang
menyebabkan hiperalgesia visceral dan perubahan motilitas dan sekresi intestinal
yang menetap selama berbulan-bulan setelah peradangan disembuhkan. Mekanisme
yang sama dapat terjadi pada sekelompok pasien yang mengalami IBS setelah infeksi
yang menyebabkan peradangan intestinal.2
GEJALA KLINIS
IBS adalah penyakit gastrointestinal yang ditandai oleh perubahan kebiasan
usus dan nyeri abdominal yang terjadi tanpa adanya kelainan structural yang dapat
terdeteksi. Tidak terdapat penanda diagnostic untuk IBS, sehingga penegakan
diagnosis berdasarkan pada gejala klinis. Diagnosisnya menggunakan criteria Rome
II. 6
Tabel 1. Criteria roma II untuk menegakkan diagnosis IBS
Paling tidak dalam 12 minggu, tidak perlu terjadi secara berturut-turut, yang diawali
dengan nyeri abdomen selama 12 bulan yang memiliki dua sifat dari tiga sifat berikut
ini:
1. menghilang setelah defekasi
2. onset berkaitan dengan perubahan frekuensi defekasi
3. onset berkaitan dengan konsistensi kotoran.
Nyeri abdominal
Berdasarkan criteria roma II, nyeri abdominal atau rasa tidak nyaman adalah
manifestasi klinis IBS. Nyeri klinis pada IBS tidak terdapat pada satu titik saja; nyeri
yang terjadi di daerah hipogastrium terjadi pada 25% pasien, pada bagian kanan
terjadi pada 20% pasien, pada bagian kiri terjadi pada 20% kasus dan pada
epigastrium terjadi pada 10% pasien. Nyeri bersifat episodic dan terasa seperti kram.
Intensitas nyeri mulai dari ringan hingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Tidak terdapat gangguan tidur karena nyeri hanya terjadi pada saat jam kerja. Nyeri
dapat diperparah oleh stress emosional dan saat kita makan dan dapat diperingan oleh
flatus dan defekasi. 6
Perubahan kebiasaan usus
Perubahan kebiasan usus adalah manifestasi klinis IBS yang paling konsisten.
Hal ini biasanya terjadi pada saat dewasa. Pola yang paling sering terjadi adalah
konstipasi yang kemudian bertukar menjadi diare. Pada pertama kali, konstipasi
bersifat episodic, tetapi akhirnya menjadi berkelanjutan dan membutuhkan
pengobatan agen laksatif. Kotorannya biasanya keras dengan caliber yang
menyempit, kemungkinan menggambarkan dehidrasi yang berlebihan yang
disebabkan oleh retensi colonic dan spasme yang berkepanjangan. Sebagian besar
pasien juga mengalami perasaan buang air besar yang tidak tuntas, yang
menyebabkan upaya defekasi yang berulang dalam jangka waktu yang singkat. Pada
pasien yang lain, diare mungkin menjadi gejala yang dominan. Diare nocturnal tidak
terjadi pada IBS. Diare dapat diperparah oleh stress emosional. Pengeluaran kotoran
dapat disertai oleh lendir dalam jumlah besar.6
Gas dan Flatulence
Pasien dengan IBS seringkali mengeluhkan distensi abdominal dan
peningkatan gas dalam perut. Walaupun beberapa pasien dengan gejala ini memiliki
jumlah gas yang lebih besar, pengukuran kuantitatif mengungkapkan bahwa sebagian
besar pasien yang mengeluhkan peningkatan jumlah gas tidak menghasikan gas
melebihi jumlah gas yang dihasilkan usus dalam keadaan normal.6
Gejala gastrointestinal bagian atas
Antara 25% dan 50% pasien dengan IBS mengeluhkan dyspepsia, rasa panas
didada, nausea, dan muntah. Hal ini menyatakan bahwa area lain di usus yang
terpisah dari kolon juga terlibat. Prevalensi IBS lebih tinggi lebih tinggi pada individu
yang menderita dyspepsia (31,7%) daripada individu yang tidak menderita
dyspepsia.6
PENGOBATAN
Pengobatan berdasarkan pada sifat atau tingkat keparahan gejala. Pendidikan,
nasihat yang menentramkan, dan perubahan pola makan (menghilangkan makanan
yang memperparah penyakit) adalah langkah pertama. Bagi pasien yang tidak
memberikan respon, pemberian obat dapat dipertimbangkan. Antispasmodic
(antikolinergik) dipertimbangkan untuk diberikan pada mereka yang mengalami nyeri
dan perut kembung yang terutama diperparah oleh makanan. Antidepresan trisiklik
dosis rendah dapat dipertimbangkan jika nyeri bersifat konstan.8
Makanan berserat tinggi dan bulking agent, seperti koloid hidrofilik,
seringkali digunakan untuk mengobati IBS. Serat makanan memiliki berbagai macam
efek pada fisiologi colonic. Efek menguntungkan dari serat makanan pada fisiologis
colonic menyatakan bahwa serat makanan dapat menjadi pengobatan IBS yang
efektif, tetapi penelitian mengenai serat makanan memberikan hasil yang beragam.
Hal ini tidak mengejutkan karena IBS adalah penyakit yang heterogen.6
Pada IBS yang memberikan gejala diare penggunaan agen yang berbasiskan
opiate yang bekerja secara perifer adalah terapi pilihan. Jika diare bertambah parah,
dosis kecil lomotil 2,5 hingga 5 mg setiap 4 hingga 6 jam, dapat diberikan. Obat ini
kurang bersifat aditif jika dibandingkan dengan kodein atau larutan opium.
Pengobatan dengan obat antidiare hanya diberikan sebagai pengobatan sementara
saja.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Mulholland Michael et al. 2006. Greenfield's Surgery: Scientific Principles And
Practice, 4th Edition. Lippincot Williams-Wilkins: New York.
2. McPhee Steven, et al. 2006. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine, Fifth Edition. McGraw-Hill company: USA
3. Faiz Omar, et al. 2002. Anatomy at Glance. Blackwell Science: USA
4. Ellis Harold. 2004. Clinical Anatomy A Revised And Applied Anatomy For
Clinical Student ed 11th. Blackwell Science: USA
5. Razak Abdullah. Diktat Anatomi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:
Makassar:
6. Harrison, T.R et al. 2005. Harrison’s principle of internal medicine ed 16.
McGraw-hill: New York
7. Corman Marvin, et al. 2005. Colon and Rectal Surgery, 5th Edition. Lippincot
Williams-Wilkins: New York.
8. Wolff Bruce, et al. 2007. The ACRS Textbook of Colon and Rectal Surgery.
Springer Science: New York.