Upload
awang-wibisono
View
64
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makrosomia, obgynacea, status obsgyn, case
Citation preview
CASE REPORT SESSION
KETERANGAN UMUM
Nama : Ny. Yanti R
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang
Agama : Islam
Masuk : 2 November 2012
Nama suami :Tn.Rusman
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang
Agama : Islam
RUJUKAN
Non Rujukan
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tekanan Darah Tinggi
G2P1A0 merasa hamil 9 bulan lebih, mengetahui darah tinggi sejak kontrol
di bidan 1 minggu SMRS(170/110) dan minum obat tidak teratur. Riwayat nyeri
kepala hebat, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati disangkal. mengeluh mules-
mules yang semakin sering, bertambah kuat sejak 1 hari SMRS, disertai lendir
barcampur darah. Keluar cairan banyak dari jalan lahir dirasakan ibu sejak 1 hari
SMRS. Cairan jernih, tidak keruh, dan tidak berbau. Gerakan anak masih
dirasakan ibu.
1
RIWAYAT OBSTETRI
1. Bidan, , Aterm, Spontan, 3800gr, Hidup (♀ 10 tahun)
2. Hamil saat ini
KETERANGAN
Menikah, ♀, 30 tahun, SD , IRT
♂, 35 tahun, SD, Pedagang
HPHT : LUPA
HAID : Teratur, lama haid 7 hari, perdarahan banyak. Menarche usia 13 tahun.
PNC : Bidan, 8 kali, terakhir PNC satu Minggu SMRS
KONTRASEPSI TERAKHIR
Pil : Digunakan sejak tahun 2009 – 2011
Alasan berhenti : ingin punya anak
KELUHAN SELAMA HAMIL SEKARANG [-]
PENYAKIT/PENGOBATAN [-]
STATUS PRESENS
PEMERIKSAAN FISIK
(Tanggal 1 November 2012)
KEADAAN UMUM:
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : kesan gizi cukup
TANDA VITAL
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36ºC
2
STATUS GENERALIS
Kepala : Konjungtiva tidak anemis
Jantung : BJ murni reguler
Pulmo : Sonor, VBS kiri=kanan,
Hepar : Sulit dinilai
Lien : Sulit dinilai
Edema : -/-
Varises : -/-
STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
TFU : 40 cm
Lingkar perut : 100 cm
Letak anak : Kepala , PUKA
BJA : 140x/menit
His : 4x10’ selama 35 detik, Kuat
TBBJ : >3500gr
Pemeriksaan Dalam
Vulva dan vagina : Tidak ada kelainan
Portio : tebel lunak
Pembukaan : 2 - 3
Ketuban : (-)
Presentasi : kepala, st.0
3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 13,8gr/dl
Ht : 40,4%
L : 19.300/mm3
T : 237.000/mm3
Urine
Berat Jenis urine : 1030
Nitrit urine : Negatif
Protein urine : POS (+++)
Glukosa urine : Negatif
Keton urine : Negatif
Bilirubin Urine : Negatif
DIAGNOSA
G2P1A0 Parturian aterm kala I fase laten dengan PEB + suspek bayi besar.
PENATALAKSANAAN
Pasang infuse 2 line
Pasang dc
Dopamet 3 x 500mg
Nifedipine 3 x 10mg
Pemberian MgSo4
MgSo4 20%, 4gr, 20cc dalam 100 RL habiskan dalam 15 menit IV
(loading dose)
MgSo4 20% 10gr, 50cc dalam 500 RL 20gtt – 60gtt / menit (maintenance)
Rencana PD setelah 15 menit setelah pemberian MgSo4
Drip oksitosin 5IU dalam RL 500 dengan 20gtt – 60gtt / menit. Hingga
HIS kuat.
Informed Consent
4
Rencana partus spontan
Observasi KU, HIS, DJJ, TTV
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
OBSERVASI
- Tekanan Darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 36ºC
- His + 10’ 3x35”
- BJJ + 90x/m, Ireguler
Pemeriksaan Dalam :
- Vulva dan vagina : Tidak ada Kelainan
- Portio : Tebal lunak
- Pembukaan : 5 - 6
- Ketuban : (-)
- Presentasi : kepala, st 0
Instruksi :
- Memiringkan posisi ibu
- Matikan drip oksitosin
- Ganti infus RL dan diguyur
- Pasang oksigen
- Rencana SC CITO jika DJJ tidak membaik
Diagnosis
G2P1A0 Parturient Aterm kala 1 fase aktif dengan suspek bayi besar + PEB +
Gawat janin
5
SEKSIO SESAREA
- Lama Anestesi: 01.48 – 02.50
- Lama Operasi : 01.48 – 02.50
- Jenis Anestesi : NU
- Diagnosa pra-Bedah : G2P1A0 Parturient aterm kala I fase aktif dengan
PEB + suspek bayi besar + gawat janin
- Diagnosa pasca bedah : P2A0 Partus maturus dengan SC atas indikasi
gawat janin dan bayi besar
- Indikasi operasi : Gawat Janin
- Jenis Operasi : SCTP + insersi IUD
- Bayi hidup,♀, APGAR 1” ~ 5” : 6 ~ 7 BB : 3750gr PB : 47cm
FOLLOW UP
POD I
KU : CM
T : 110/70
N : 84 x/m
R : 18 x/m
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
DM (-)
PS/PP (-/-)
BU (+)
Kontraksi baik
TFU = 2 jari bawah pusat
ASI = (+)
LO = tertutup perban
Instruksi :
- aff kateter
- Cek Hb Post SC, jika < 8 lakukan transfuse s/d Hb > 8.
- Cefotaxime 2x1gr iv
- Metronidazole 3x1 iv
6
- Kaltropen Supp 3x1
- Mobilisasi
POD II
KU : CM
T : 120/80
N : 88 x/m
R : 20 x/m
S : Afebris
Abdomen : Datar, lembut
DM (-)
PS/PP (-/-)
BU (+)
Kontraksi baik
TFU = 2 jari bawah pusat
ASI = (+)
LO = tertutup perban
Instruksi :
- Cefadroxil 2x1
- Asam Mefenamat 3x1
- SF 1x1
- Breast feeding
POD III
KU : CM
T : 120/80
N : 90 x/m
R : 20 x/m
S : Afebris
7
Abdomen : Datar, lembut
DM (-)
PS/PP (-/-)
Kontraksi baik
TFU = 2 jari bawah pusat
ASI = (+)
LO = Dibuka Perban : Bekas SC kering.
Instruksi :
- Cefadroxil 2x1
- Asam Mefenamat 3x1
- SF 1x1
- Boleh Pulang
8
PERTANYAAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini telah benar?
Benar, pasien ini di diagnosa G2P1A0 parturient aterm kala I fase laten dengan
PEB dan suspek bayi besar dengan menilai dari hal berikut.
Pasien ini didiagnosa sebagai preeklampsi berat karena memenuhi salah satu
atau lebih dari kriteria yaitu:
o Tekanan darah diastol ≥ 110 mmHg
o Proteinuri ≥ 2 g/24 jam atau ≥ 2+ dalam pemeriksaan kualitatif
(dipstick)
o Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (<400ml/24jam)
o Trombosit <100.000/mm
o Angiolisis mikroangiopathi (peningkatan kadar LDH)
o Peninggian kadar enzim hati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Edema paru disertai sianosis
o Adanya “the HELLP Syndrome” (Hemolysis, Elevated Liver
enzymes, Low Platelet Count)
Pada pasien ini didapatkan 2 gejala yaitu tekanan darah diastole >110
mmHg dan protein urin positif 3 yang berarti pada pasien ini PEB. Sedangkan
9
untuk suspek bayi besar dinilai dari TFU 40cm dan dari hasil USG TBBJ >
3500gr.
Dan dalam perjalanan observasi pasien didiagnosis dengan gawat janin
karena dinilai dari DJJ yang 90x/menit, Ireguler yang merupakan tanda tanda
dari hipoksia janin. Oleh karena itu diagnosa pada pasien ini telah benar.
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini telah benar?
Benar, pada pasien ini telah dikelola dengan baik sesuai dengan indikasinya.
Pada ibu ini terdapat PEB dan Gawat janin.
Tujuan pengelolaan dasar dari setiap kehamilan dengan preeklampsi adalah :
a. Terminasi kehamilan dengan trauma minimal pada ibu dan janin
b. Kelahiran bayi dengan selamat
c. Kembalinya kesehatan ibu seperti sebelum hamil
Saat awal pasien datang ke RS didapatkan tensi 170/110 mmHg. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan proteinuri dan didapatkan hasil proteinuria 1+.
Pemeriksaan dalam dilakukan setelah pemeriksaan proteinuri dan apabila pada
pasien preeklampsi berat (PEB) diberikan MgSO4 dahulu karena jika dilakukan
sebelumnya ditakutkan akan merangsang terjadinya kejang (jatuh ke dalam
eklampsi). Pengobatan medisinal diberikan infus larutan Ringer Lactate (RL) dan
MgSO4. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
dalam 10cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali permenit
d. Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5cc/kgBB/jam)
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam
pascasalin dan dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi normotensi. Pada pasien ini
diberikan obat antihipertensi karena didapatkan diastol ≥ 110mmHg yaitu
nifedipin karena hidralazin tidak tersedia. Nifedipin dengan dosis 10 mg dan
Methyldopa 500 mg yang diberikan tiga kali sehari sampai terjadi penurunan
tekanan darah.
Cara terminasi kehamilan belum inpartu :
10
1. Induksi persalinan (amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop
≥ 6)
2. Seksio sesarea bila :
o Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi tetes
oksitosin
o 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif
o Bayi tersebut gawat janin.
Bila sudah inpartu;
Pada kala I fase laten dapat dilakukan amniotomi bila ketuban masih intak. Pada
fase aktif dilakukan amniotomi. Bila his tidak adekuat diberikan oksitosin. Bila 6
jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, pertimbangkan sectio
sesarea. Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Dalam persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan
terjadinya peningkatan tekanan darah. Meskipun demikian bila keadaan ibu dan
bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat lahir spontan.
Tetapi pada pasien ini terjadi gawat janin pada kehamilan.
Gawat janin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keadaan yang membahayakan janin intra uterine, sebagai hasil adanya hipoksia
intrauterine. Manifestasi klinik dari gawat janin adalah adanya perubahan
frekuensi, irama dan kualitas dari denyut jantung janin dan perubahan secara
biokimia.
Beberapa faktor dapat menyebabkan keadaan gawat janin ialah :
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-
plasenta dalam waktu singkat)
11
a) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat
dihubungkan dengan pemberian oksitosin
b) Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi
terlentang, perdarahan ibu.
c) Solusio plasenta, abrupsio
d) Plasenta previa dengan perdarahan
2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-
plasenta dalam waktu lama)
a) Penyakit hipertensi
b) Diabetes mellitus
c) Isoimunisasi Rh
d) Postmaturitas atau dismaturitas
3. Kompresi (penekanan) tali pusat
4. Anestesi blok paraservikal
Pada pasien ini direncanakan seksio sesaria atas indikasi gawat janin. Yang
ditandai oleh DJJ janin 90x/menit dan ireguler yang dikarenakan karena hipoksia
janin yang kemungkinan akibat dari pemberian tetes oksitosin.
3. Bagaimanakah prognosa pada pasien ini?
Prognosa tergantung pada terjadinya eklamsi. Dinegara yang sudah maju
kematian karena preeklampsi kurang lebih 0,5%. Tetapi jika terjadi eklampsi
prognosa menjadi kurang baik.
• Prognosa untuk anak juga berkurang tetapi tergantung pada saat
preeklampsi menjelma dan pada beratnya preeklampsi. Kematian perinatal
kurang lebih 20%.
• Ibu à Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
• Anak à Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
12
PEMBAHASAN
Preeklampsia – termasuk eklampsia – adalah penyakit hipertensi yang khas
dalam kehamilan dengan gejala utama adalah hipertensi akut pada ibu hamil dan
dalam masa nifas. Disamping hipertensi akut, proteinuria juga merupakan gejala
13
penting dan diagnosa preeklampsia akan sulit ditegakkan jika gejala ini tidak
ditemukan (Chesley, 1985).
Hipertensi
Hipertensi didiagnosa bila terdapat tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
dengan penentuan diastolik mengunakan bunyi Korotkoff fase lima.
Pada masa lalu, kriteria diagnosa hipertensi pada kehamilan juga bisa berupa
peningkatan tekanan sistolik setinggi 30 mmHg atau diastolik setinggi 15 mmHg
dari tekanan darah biasanya meskipun tekanan absolutnya dibawah 140/90
mmHg. Namun kriteria ini sekarang sudah tidak direkomendasikan lagi karena
terbukti bahwa banyak ibu hamil dalam kriteria ini ternyata tidak mengalami
gangguan pada kehamilan (Levine, 2000; North dkk, 1999). Namun, ibu hamil
dengan kriteria seperti ini tetap memerlukan observasi yang lebih ketat.
Terjadinya edema juga sudah tidak digunakan lagi sebagai kriteria
diagnostik karena terlalu banyak ditemukan pada kehamilan normal.
Proteinuria
Proteinuria dideskripsikan sebagai jumlah protein urin per 24 jam ≥ 300 mg
atau jumlah protein urin pada sampel urin acak persisten 30 mg/dL (+1 dipstick).
Perlu diperhatikan bahwa derajat proteinuria dalam 24 jam bisa saja
mengalami fluktuasi walaupun dalam kasus yang berat sekalipun. Oleh karena itu,
pengambilan sampel urin acak yang dilakukan hanya sekali mungkin saja gagal
untuk menggambarkan keadaan proteinuria yang terjadi.
Insidensi Dan Faktor Resiko
Insidensi preeklampsia secara umum dinyatakan sekitar 5% meskipun
terdapat beberapa laporan yang bervariasi. Tingkat insidensi ini sangat
dipengaruhi oleh paritas dan berhubungan dengan ras, etnis, predisposisi genetik
serta faktor lingkungan. Sekitar 7,6% dari ibu nullipara ditemukan menderita
preeklampsia dan 3,3% dari kelompok tersebut berkembang menjadi preeklampsia
berat (Hauth dkk, 2000). Insidensi ini lebih besar daripada ibu multipara.
14
Faktor lain yang bisa meningkatkan resiko terjadinya preeklmpsia adalah;
kehamilan multipel, riwayat hipertensi kronik, usia diatas 35 tahun, dan berat
badan yang berlebihan selama kehamilan, serta ibu dengan kehamilan kembar
(Conde-Agudelao dan Belizan, 2000; Sibai dkk, 1997, 2000; Walker, 2000).
Suatu hal yang menjadi ironi adalah penurunan resiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan pada ibu hamil yang merokok meskipun rokok diketahui banyak
dihubungkan dengan gangguan pada kehamilan (Zhang dkk, 1999). Plasenta
previa juga dinyatakan dapat menurunkan resiko terjadinya hipertensi dalam
kehamilan (Anath dkk, 1997).
Patologi
Preeklampsia merupakan sindroma penurunan perfusi darah organ akibat
dari vasospasme dan aktivasi endotelial yang spesifik ditemukan pada masa
kehamilan.
Walaupun etiologinya belum jelas, banyak para ahli sepakat bahwa
vasopasme merupakan proses awal dari terjadinya penyakit ini. Gambaran
patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan
oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia
dan eklampsia berat.
Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas.
Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang kemudian
akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor
(endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator
(nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga
menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara
simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,
15
serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena
penurunan perfusi uteroplasenta.
Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-
kasus preeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya
berhubungan dengan peningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan
aktivasi endotelial berupa ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di
paru-paru.
Hemodinamik
Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau
eklampsia memiliki peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase
preklinik, namun tidak ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan pada
stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsia terjadi penurunan tingkat
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang signifikan dibandingkan
dengan kasus normal.
Volume darah
Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan
eklampsia yang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil
dengan eklampsia tidak terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada
seorang wanita dengan usia rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume darah
dari ± 3500 mL saat tidak hamil menjadi ± 5000 mL beberapa minggu terakhir
kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume ± 1500 mL ini tidak
ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi luas
yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular.
Hematologi
Abnormalitas hematologi ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam
kehamilan. Diantara abnormalitas tersebut bisa timbul trombositopenia, yang pada
suatu waktu bisa menjadi sangat berat sehingga dapat menyebabkan kematian.
Penyebab terjadinya trombositopenia kemungkinan adalah peningkatan produksi
16
trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi dan pemggunaan platelet. Kadar
trombopoeitin, suatu sitokin yang merangsang proliferasi platelet, ditemukan
meningkat pada kasus preeklampsia dengan trombositopenia (Frolich dkk, 1998).
Namun, aggregasi platelet pada kasus preeklampsia lebih rendah dibandingkan
dengan kehamilan normal (Baker dan Cunningham, 1999). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh “kelelahan” platelet akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga
ditemukan penurunan dari faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan
eritrosit sehingga berbentuk bizzare dan mudah mengalami hemolisis akibat
vasospasme berat.
Gambaran klinis preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin
buruk bila juga ditemukan gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini dikenal
dengan HELLP syndrome, yang terdiri dari hemolysis (H), elevated liver enzymes
(EL), dan low platelet (LP).
Endokrin Dan Metabolisme
Kadar renin, angiotensin, dan aldosteron plasma meningkat pada kehamilan
normal. Namun pada kasus hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan dari
kadar ini dibandingkan dengan kehamilan normal (Weir dkk, 1983).
Renal
Pada kasus preeklampsia, terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga
terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dibandingkan dengan kehamilan normal.
Pada ginjal juga terjadi perubahan anatomis berupa pembesaran glomerolus
sebesar 20% (Sheehan, 1950).
Otak
Secara patologi anatomi, pada kasus preeklampsia maupun eklampsia,
manifestasi sistem saraf pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada otak berupa
edema, hiperemia, dan perdarahan. Sheehan (1950) meneliti otak postmortem 48
orang ibu hamil yang meninggal dengan eklampsia dan ditemukan perdarahan
17
mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada 56% kasus. Keadaan yang selalu
ditemukan pada kasus preeklampsia maupun eklampsia dengan manifestasi
neurologis adalah perubahan fibrinoid pada dinding pembuluh darah otak.
Klasifikasi Preeklampsia:
Kriteria minimum;
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstick
Kriteria yang meningkatkan derajat kepastian terjadinya preeklampsia;
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria 2000 mg/24 jam atau ≥ +2 dipstick
Kreatinin serum ≥ 1,2 mg/dL kecuali sudah diketahui sudah meningkat
sebelum kehamilan
Trombosit > 100.000/mm3
Hemolisis mikroangiopati (penigkatan LDH)
Penigkatan ALT atau AST
Nyeri kepala, gangguan serebral dan visus yang persisten
Nyeri epigastrium yang persisten
Kelainan Ringan Berat
Tekanan darah diastolik < 100 mmHg 110 mmHg atau lebih
Proteinuria Samar sampai +1 +2 persisten atau lebih
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
18
Gangguan penglihatan Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)
Kreatinin serum Normal Meeningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Pertumbuhan janin
terhambat
Tidak ada Jelas
Edem paru Tidak ada Ada
Diagnosis:
Umur kehamilan 20 minggu atau lebih ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan
atau edem(2).
Pengobatan:
Profilaksis
Preeklamsi awalnya tidak memberikan gejala. Diagnosis dini hanya dapat dibuat
dengan prenatal care yang baik dan rutin. Tentukan tekanan darah, penambahan
berat badan, ada atau tidaknya edem dan proteinuri(2,3).
Preeklampsia berat:
Mencegah terjadi eklampsia. Terapi istirahat, diet sedatif, obat-obatan
antihipertensi dan induksi persalinan.
Penanganan preeklampsia dengan 2 cara
1. konservatif
Umur kehamilan kurang 37 minggu
Bila penderita tidak inpartu
19
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
2. aktif
Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus.
2. Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat
dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan.
indikasi perawatan aktif:
1. ibu:
a. kehamilan > 37 minggu
b. adanya tanda-tanda impending eklampsia
c. setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinalis, terjadi kenaikkan
tekanan darah
d. setelah 24 jam sejak dimulai perawatan medisinalis, tidak ada pebaikan
2. janin: gawat janin dan pertumbuhan janin terhambat
3. laboratorium (HELLP syndrome)
Pengobatan Medisinalis(2)
1. obat antikejang
MgSO4
MgSO4 20%, 4 gram dalam 100 cc RL habis dalam 15 menit dilanjutkan
MgSO4 20%, 10 gram dalam 500 cc RL dengan 20-60 tetes/menit. Untuk
pemeliharaan MgSO4 40%, 4 gram IM setiap 6 jam sekali setelah dosis
awal.
Syarat pemberian MgSO4:
Tersedia antidotumnya adalah kalsium Glukonas 10% (1 gram dalam 10
cc)
Frekuensi napas > 16 x/menit
20
Produksi urine > 30 cc/jam
Refleks patella positif
MgSO4 dihentika bila:
Tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pascasalin
Dalam 6 jam pascasalin, sudah ada perbaikan
Diazepam yaitu injeksi 10 mg IV yang dapat diulangi setelah 6 jam
2. Obat antihipertensi
Hidralazine, klonidin, Nifedipin (10-20 mg setiap 6-8 jam), metildopa (500
mg setiap 8 jam), labetalol.
Terminasi kehamilan(3):
1. jika ibu tidak sedang dalam proses bersalin, periksa serviks. Jika serviks
dalam kondisi matang untuk induksi lakukan induksi persalinan.
2. jika pasien sedang dalam proses bersalin dan terdapat kemajuan yang
memadai ditinjau dari partograf dan tidak terdapat komplikasi janin atau
ibu, lanjutkan dengan percobaan persalinan pervaginam dengan memantau
janin/ibu yang ketat
3. jika terdapat indikasi obstetri untuk persalinan dengan sesar, lakukan
prosedur sejak awal.
GAWAT JANIN
21
Gawat janin merupakan suatau kondisi yang serius dan
membutuhkan perhatian yang lebih intensif. Istilah gawat janin masih
terlalu luas dan samar untuk di interprestasikan dengan berbagai situasi
klinik, Ketidak jelasan dari diagnosis ini didasarkan atas interpretasi dari
pola denyut jantung janin yang telah memberikan deskripsi seperti
Reassuring dan non reassuring. Reassuring adalah keadaan gawat janin
dimana janin dapat kembali normal sementara non reassuring adalah suatu
keadaan dimana keadaan janin tetap meragukan1-3.
Gawat janin mengimplikasikan adanya ketidaksesuaian metabolik, dapat
berupa hipoksia atau asidosis yang akan berakibat kerusakan pada organ
vital baik sementara ataupun permanen bahkan kematian.
Gawat janin dapat bersifat akut ataupun kronis. Tetapi sayangnya
tanda-tanda yang dapat dideteteksi dari janin tidak mengindikasikan
seberapa besar kerusakan yang terjadi pada janin pada saat itu. Kemampuan
monitoring dari seseorang akan dapat mendeteksi seberapa besar derajat
kerusakan pada saat itu. Yang kemudian akan dibutuhkan dalam
penatalaksanaan terhadap gawat janin tersebut., untuk mencegah kerusakan
permanen dari janin terutama pada susunan saraf pusat.4
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama,infus
oksitosin,perdarahan,infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan
pre dan post term atau prolapsus tali pusat. Berdasarkan lama terjadinya
gawat janin dibagi menjadi dua yaitu gawat janin kronis dan gawat janin
akut.
A. Gawat janin kronis.
22
Gawat janin kronis mengimplikasikan suatu keadaan dalam jangka
waktu yang cukup panjang yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Penurunan perfusi plasenta merefleksikan keadaan yang
berhubungan dengan ibu seperti kelainan vaskuler berupa
preeklampsia,eklampsia kelainan hipertensi atau diabetes dengan
komplikasi vaskular pelvis, inadekuat sistem sirkulasi seperti kelainan
jantung, atau inadekuat oksigenasi dalam darah seperti empisema atau
berada di tempat yang tinggi dari permukaan bumi.
Gawat janin kronis berhubungan dengan abnormalitas plasenta yang
meliputi penuaan plasenta prematur dan diabetes mellitus. Diagnosis
awal dari gawat janin kronis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
tinggi uterus, pada setiap kunjungan antenatal. Juga dengan melakukan
pengukuran pertumbuhan janin dan dibandingkan dengan pengukuran
tulang, thorak, serta plasenta melalui USG untuk melihat apakah ada
pertumbuhan janin yang terhambat.2,4
B. Gawat janin akut
Akselerasi sementara dari denyut jantung janin, dalam hubungannya
dengan kontraksi uterus, mengindikasikan adanya oklusi ringan dari tali
pusat (hanya vena) atau hiperkapnia dan hipoksia ringan dari janin,
selama variasi denyut jantung janin masih dalam batas normal.
Sementara variasi dari deselerasi denyut jantung janin dihubungkan
dengan kompresi tali pusat yang berat. Gerakan janin akan berkurang
dan pH darah kulit kepala janin akan berkurang. Jika hal ini berlangsung
lebih dari 30 menit atau jika derajat deselerasi tidak berubah walaupun
telah ditatalaksanai,maka terjadilah gawat janin. Seiring dengan hal
tersebut pH dari darah kulit kepala janin bernilai 7,2 atau kurang dan
mekonium akan muncul.
Gawat janin akut dapat diakibatkan seperti beberapa hal berikut ini.
23
Tabel 1. Keadaan –keadaan yang dapat menyebabkan gawat janin akut
Dikutip dari Robert JS.2
II. PATOFISIOLOGI
Kontrol fisiologi dari denyut jantung janin meliputi suatu keaneka ragaman
dari mekanisme interkoneksi yang tergantung dari aliran darah oksigenasi.
Lebih lanjut aktivitas dari mekanisme kontrol fisiologi ini mempengaruhi
kondisi oksigenasi janin, seperti terjadinya suatu insufisiensi plasenta yang
kronis, dimana janin yang dihubungkan dengan tali pusat akan mengalami
resiko kekurangan oksigen, yang akan membutuhkan suatu mekanisme
alami dari janin untuk bertahan, dan lebih lanjut pada saat persalinan akan
menambah keasaman darah.1-6
24
Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai tegangan oksigen yang
lebih rendah karena ia hidup dalam lingkungan hipoksia dan asidosis
kronis. Tetapi pemikiran itu tidak benar karena bila tidak ada tekanan, janin
hidup dalam lingkungan yang sesuai dan dalam kenyataanya konsumsi
oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa. Meskipun
tekanan oksigen parsial rendah, penyaluran oksigen pada jaringan tetap
memadai.
Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin dan kapasitas angkut
oksigen pada janin lebih besar dari orang dewasa. Demikian juga halnya
dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang
dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada
janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan baik. Sebagai hasil
metabolisme oksigen akan berbentuk asam piruvat, CO2 dan air di
ekskresikan melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi
akibat dari perfusi ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran oksigen
dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau
timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak
efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis
metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus
darah uterus atau arus darah tali pusat.1,6-7
Bradikardia janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan
jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi
darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital akan menerima
penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.
Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung
bekerja lebih efisien sebagai akibat dari hipoksia.
25
III. DIAGNOSIS
Kebanyakan dari diagnosis gawat janin yang dilakukan didasarkan atas pola
denyut jantung janin, tetapi diagnosa berdasarkan pola denyut jantung janin
ini masih menjadi kontroversi, karena hal itu lebih merefleksikan suatu
keadaan fisiologi dari janin daripada suatu keadaan patologis1-4.
NICHD fetal monitoring workshop (1997) telah memberikan suatu
Konsensus tentang pola denyut jantung janin.1
1. Normal apabila denyut jantung janin berkisar antara 110-160 x.menit
dengan variasi 6-25 x/menit, dimana didapatkan suati kondisi akselerasi
tanpa deselarasi.
2. Intermediet
3. Abnormal, apabila ada tanda-tanda perlambatan atau deselerasi dengan
kemampuan nol atau bradikardi substansial dengan kemampuan nol
Sementara POGI memberikan penilaian terhadap denyut jantung janin
sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin normal dapat melambat sewaktu his, dan segera
kembali normal setelah relaksasi.
2. Denyut jantung lambat yaitu kurang dari 100 kali per menit saat tidak
ada his, menunjukan adanya gawat janin.
3. Denyut jantung cepat yaitu lebih dari 180 kali per menit yang disertai
takikardi ibu bias karena ibu demam, efek obat, hipertensi atau
amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin cepat
sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.8
Pemeriksaan PH darah janin telah dibuktikan mempunyai hubungan erat
dengan tingkat asidosis janin.1-3,7,9-11-12
Indikasi pemeriksaan darah janin adalah :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variable memanjang
3. Mekonium pada presentasi kepala
4. Hipertensi pada ibu
5. Osilasi dengan variabilitas yang menyempit.
26
Sejak pertama pertama kali diperkenalkan oleh Saling pada tahun 1967
pengambilan sampel darah telah menjadi keputusan akhir dalam
mendiagnosa adanya gawat janin. Darah diambil dari bagian terbawah janin
seperti kepala atau bokong selama proses persalinan. Darah diambil melalui
insisi dengan kedalaman 2mm Pengambilan darah janin harus dilakukan di
luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur miring daerah diambil
sebanyak 0,25 ml kemudian dilakukan pemeriksaan pH,Pco2,Po2. nilai pH
sendiri tidak akan memperlihatkan perbedaan antara respirasi dan asidosis
metabolik. Penatalaksanaan dari penyebab asidosis secara teoritis
berbeda,dimana pada keadaan asidosis metabolik membutuhkan terminasi
segera, sementara keadaan asidosis respiratotrik dapat merespon resusitasi
standar. Jika deselerasi tidak memberikan respon yang cepat pada gawat
janin, maka segera dilakukan pemeriksaan sampel darah janin. Beard dan
kawan kawan mendapatkan dalam penelitiannya ada hubungan yang erat
antara pH darah kulit kepala janin intra partum dengan apgar skor 2 menit
pada neonatus.11
Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.
Tabel 2. korelasi anatara pH darah kulit kepala dengan pola deselerasi.
Dikutip dari Ramon M.11
Sementara Winkyosastro menetapkan Interprestasi pada hasil
pemeriksaan darah janin adalah sebagai berikut.6
pH 7,25 normal
pH 7,25-7,10 tersangka asidodis dan dilakukan pemeriksaan ulang
10 menit kemudian
pH < 7,10 Asidosis dan janin harus dilahirkan segera
27
Pemeriksaan darah janin dan pemantauan denyut jantung janin saling
menunjang dan telah dibuktikan mempunyai korelasi yang erat.
Pemeriksaan darah janin terutama berguna untuk menera atau memastikan
keadaan janin bila terdapat gambaran denyut jantung janin yang abnormal.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan darah janin
itu sesaat dan mungkin perlu diulangi. Zallar dan Quiland
merekomendasikan suatu protokol yaitu : jika pH besar dari 7,25 maka
persalinan di observasi. Jika pH antaraa 7,20 – 7,25 Pengukuran pH harus
diulangi dalam 30 menit, Jika pH kurang dari 7,20 maka sampel darah kulit
kepala yang lain harus segera diambil dan ibu harus diterminasi segera.1-3
Sirkulasi janin mungkin berubah dengan penyaluran darah yang lebih baik
ke organ vital yaitu otak dan jantung dalam keadaan asidosis.
Pada umumnya hipoksia dan asidosis atau infeksi intrapartum dapat
menyebabkan takikardi dari fetus Adanya mekonium pada cairan amnion
lebih sering terlihat saat gawat janin mencapai maturitas dan bukan
merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa disertai
dengan kelainan denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk
pengawasan lebih lanjut. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran
mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi
perlunya persalinan yang cepat dan penanganan mekonium pada saluran
nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium, sementara pada
presentasi bokong mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat
kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan
kegawatan kecuali jika terjadi pada awal persalinan.6,8
IV. PENATALAKSANAAN
Meskipun gawat janin memerlukan tindakan segera untuk melahirkan bayi
tetapi seringkali cukup waktu untuk bertindak memberikan terapi yang
menolong bayi yang dalam keadaan gawat tersebut agar terhindar dari
pengaruh yang lebih buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi intrauterus
28
Penatalaksanaan dari gawat janin intrapartum menurut American College of
obstetricians and Gynecologist (ACOG) adalah :
A. Reposisi dari ibu
Perubahan posisi ibu dapat mengurangkan tekanan pada tali pusat.
Seperti dari terlentang ke kiri atau ke kanan, peninggian tungkai, atau
posisi knee-chest. Fungsi uterus mungkin juga akan bertambah ke
dalam posisi lateral, akibat dari peningkatan aliran darah uterus.
Lagipula proses persalinan akan bertambah baik dengan posisi ini.
Memutuskan stimulasi uterus dan koreksi terhadap hiperstimulasi
uterus
Satu hal yang sering mengakibatkan deselarasi lambat dari denyut
jantung janin adalah penggunaan oksitosin. Penurunan kontraksi uterus
dapat meningkatkan perfusi uteroplasenta, kontraksi yang terlalu kuat
atau sering akan memperburuk sirkulasi utero plasenta.1-3,9
B. Pemeriksaan per vaginam, untuk melihat apakah ada prolaps tali pusat
C. Koreksi hipotensi maternal yang berhubungan dengan Regional
analgesi
Hipotensi dapat disebabkan oleh epidural anastesi atau posisi supine
yang mengurangi pengembalian darah dari vena cava inferior menuju
jantung. Penurunan aliran darah dari hipotensi ini dapat menyebabkan
gawat janin. Perubahan posisi ini biasanya juga akan mengkoreksi
sindroma hipotensif supine. Jika hal ini gagal maka tekanan manual
pada uterus mungkin dibutuhkan. Tambahan lainnya dengan
mengangkat tungkai, pemberian cairan intravena secara cepat.1,11
Hal-hal itu akan membantu mengembalikan tekanan arteri ibu hamil
dan akan meningkatkan aliran darah dalam ruang intervili
D. Monitoring Denyut jantung janin
E. Pemberian oksigen terhadap ibu
Pemberian oksigen terhadap ibu dalam konsentrasi tinggi yaitu
sebanyak 4-6 l/menit, akan meningkatkan gradiasi PO2 fetal –
maternal dan juga akan meningkatkan transfer oksigen, fawole dan
kawan-kawan pada penelitiannya tentang pemberian oksigen sebagai
29
penatalaksanaan untuk gawat janin mendapatkan dengan pemberian
oksigen sebanyak 6-7 l/menit dapat memperbaiki pH janin.1-5,13
F. Keseimbangan asam – basa.
Walaupun koreksi keseimbangan asam basa telah dilakukan dengan
pemberian sodium bikarbonat pada ibu selama kehamilan,
perpindahan fixed alkali relatif lambat, sehingga penatalaksanaan ini
kurang berguna bila diberikan pada ibu yang janinnya mengalami
hipoksia dan asidosis. Jika keadaan asidosis ini cukup berat, janin
harus dilahirkan untuk penatalaksanaan primer. Meskipun demikian
jika asidosis maternal yang menjadi penyebab asidosis pada janin,
Pemberian bikarbonat pada ibu akan sangat bermanfaat baik untuk si
ibu ataupun janinnya.
Pemberian Hipertonik glukosa (biasanya 50 g intra vena) dapat
diberikan pada kondisi ibu yang kehilangan asidosis atau
hipoglikemia, walaupun mungkin hanya berupa hubungan tidak
langsung antara kadar glukosa darah janin dan deficit basanya.1-3,10
G. Pemberian tokolitik
Pemberian tokolitik terhadap ibu melalui pemberian 0,25 mg terbutalin
sulfat secara intravena atau subkutan telah terbukti memberikan
relaksasi terhadap uterus. Relaksasi uterus diduga dapat meningkatkan
aliran darah plasenta dan oksigenasi janin. Manuver ini dapat
dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan gawat janin, hal ini dapat
dijelaskan dimana inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan
oksigenasi bagi janin. Cook dan spinatoo (1994) telah melakukan
percobaan dengan terbutalin sebagai tokolitik untuk resusitasi gawat
janin pada 368 kehamilan selama lebih sepuluh tahun. Dimana
didapatkan peningkatan PH darah kulit kepala . Mercier dan kawan
kawan juga melaporkan hal yang sama tetapi dengan menggunakan
60-180 mg nitogliserin intra vena sebagai tokolitik. Sementara itu
Kulier R dan kawan kawan mendapatkan tidak terdapat perbedaan
bermakna antara betamimetik dengan magnesium sulfat sebagai
30
tokolitik, tetapi pemakaian keduanya terbukti menurunkan kejadian
gawat janin. 1,14
Pada keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan, seperti pada
keadaan dimana gawat janin telah berlangsung lebih 30 menit ataupun pada
keadaan dimana penatalaksanaan konservatif tidak berhasil, maka
persalinan segera harus dilakukan.
Sementara itu Ramon Martin (1997) dalam penelitiannya mencoba
memberikan suatu tata cara dalam penatalaksanaan gawat janin. Langkah
awal dalam penatalaksanaan gawat janin adalah mengenal dan
mendeskripsikan pola denyut jantung janin. Penyebabnya harus dapat
diidentifikasi, dan penyebab itu harus cepat dikoreksi sesegera mungkin.
Seperti yang diperlihatkan dalam tabel 3.11
Tabel 3. Penatalaksanaan sesuai dengan pola denyut jantung janin dikutip
dari Ramon Martin.11
Jika pola dari denyut jantung janin tidak memperlihatkan pola seperti
diatas, maka diperlukan suatu pengukuran yang lebih akurat yaitu pH darah
kulit kepala janin atau dilahirkan dengan segera
Pengulangan variabel deselerasi menandakan adanya kompresi tali
pusat, terutama jika adanya oligohidroamnion atau setelah dilakukan
amniotomi.
Dalam situasi ini pemberian infus amnion secara transervikal dapat
mengurangi deselerasi. Infus amnion dilakukan dengan cara pemberian
31
bolus 250-500 ml cairan normal salin pada suhu kamar yang diinfuskan
melalui kateter intra uterin standar. Yang kemudian diikuti dengan infus
pemeliharaan sebesar 3 ml/menit. Akan tetapi pemberian infus amnion ini
tidak dapat diberikan jika ada deselerasi lambat, pH kulit kepala janin kecil
dari 7,2, solusio plasenta, plasenta previa, insisi vertical uterus sebelumnya
atau kelainan uterus yang telah diketahui.1,5,15
Pemberian cairan intra vaskuler untuk ibu, dihubungkan dengan
peningkatan aliran darah uteroplasenta yang pada akhirnya akan
memperbaiki oksigenasi dan penurunan keasaman dari darah janin. Tujuan
utama dari pemberian cairan adalah mencapai volume yang proposional,
tonisitas dan keseimbangan garam baik diintraseluler ataupun ekstra seluler.
Dengan pemberian cairan intraseluler diharapkan dapat melebarkan volume
plasma.15
Dengan menelusuri penyebab dari gawat janin tersebut,
penatalaksanaan dari gawat janin sebaiknya ditatalaksanai sesuai
penyebabnya, American College of obstetricians and Gynecologist (ACOG)
telah memberikan suatu bagan yang dapat dijadikan patokan dalam
penatalaksanaan gawat janin.16
32
Gambar 1. Alogaritma diagnosis dan penatalaksanaan gawat janin. Dikutip
dari Elizabeth H.15
33
Tindakan definitif pada gawat janin dapat dilakukan secara per vaginam
atau perabdominam, tergantung pada syarat saat itu. Bila akan dilakukan
ekstraksi forsep maka ada keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat.
Tindakan perabdominam harus dilaksanakan dalam waktu sesingkat
mungkin terutama yang telah terbukti mengalami asidosis
V. RINGKASAN.
Gawat janin merupakan salah satu keadaan obstetric yang
membutuhkan perhatian. Dimana tujuan dari penanganan obstetric adalah
untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu serta penurunan angka
kematian dan kesakitan janin.
Secara umum gawat janin dapat berlangsung kronis dan akut. Oleh
karena itu perlu diketahui penyebabnya sehingga dapat didiagnosis dan
ditatalaksanai sesuai penyebabnya.
Diagnosis dari gawat janin dapat berupa monitoring denyut jantung
janin ataupun dengan pemeriksaan pH darah kulit kepala janin.
Penatalaksanaan dari gawat janin disesuaikan dengan penyebab, secara
umum adalah reposisi penderita, Pemutusan stimulasi uterus, Pemeriksaan
vagina, Koreksi hipotensi ibu, Monitoring denyut jantung janin, Pemberian
oksigen dan pemberian tokolitik
34
VI. Referensi
1. Cunningham GS, Gant FN, LevvenoKJ, Gillstrap CL, Hauth JC. Williams obstetrics. 21st ed. New york : McGraw-Hill, 2001;331-360
2. Robert JS,Theodore B. Methods of assessment for pregnancy risk. In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;275-307
3. Steer PJ,Danielian PJ. Fetal Distress in labor In: James DK,Steer PJ,Weiner CP..High Risk Pregnancy 4th ed. Philadelpia 1996;1077-1100
4. Eduardo AH,Martin L. Complications of Labor and delivery.In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;506-519
5. Rossemary R,Gabbe S,Roy HP. Intrapartum fetal evaluation. In: Gabbe S,Niebly JR, Simpson Jr. Obstetrics Normal and Problem pregnangies. 3 th
ed. New york : Churchill livingstone inc, 1996; 397-4246. Winkjosastro GH. Gawat janin. dalam:Winkjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadi T. Ilmu bedah kebidanan edisi pertama. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono prawihardjo, 1989;52-61
7. Enkin M, Kierse M, Nellsson J. A guide to effective care in pregnancy and childbirth.ed 3th.Oxford : Oxford university press, 2000;133-140
35