Upload
refa-setiadi
View
142
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Snake Bites
1. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan sekitar 50.000-100.000 individu meninggal setiap tahunnya di seluruh
dunia dari venomous snakebites.
Resiko yang lebih tinggi terjadi pada pekerja pertanian dan perkebunan serta pemburu
yang tinggal di negara-negara tropis.
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 45.000 snakebites setiap tahunnya dan sekitar
8.000 orang digigit oleh venomous snake. Sekitar 1/3 dari snakebite ini tidak
menghasilkan envenomation karena ketika menggigit ular tidak sempat mengeluarkan
venom, atau hanya mengeluarkannya ke lapisan kulit superfisial.
Kematian dari serious envenomation terjadi hanya pada 9-15 korban di Amerika
Serikat.
Kekhasan dari snakebites ini yaitu biasanya terjadi pada laki-laki usia muda yang
digigit pada bagian ekstremitas. Gigitan pada ekstremitas bawah cenderung terjadi
ketika melangkah di dekat ular, dimana kesengajaan untuk memegang ular dapat
menghasilkan gigitan pada bagian ekstremitas atas.
2. SPESIES ULAR BERBISA
1. viperidae , ada 2 subfamily,
a. viperinae (true vipers), terditribusi di afrika, eropa,dan timur tengah, contoh:
B.gabonica (gaboon viper), B. Nasicornus (rhinoceros-horned viper), echis
species (saw-scaled viper), cerastes species (horned or desert viper), vipera
species (vipers) yang terdistribusi di indian subcontinent dan asia tenggara :
daboia ruselli (russell’s viper)
b. crotalinae(pit vipers), amerika utara: crotalus dan sistrurus species (rattle
snake), agkistrodon species (cottonmouth, copperhead) ; amerika tengah dan
1
selatan : crotalus species (rattle snake) agkistrodon species (copperhead),
bothrops species (fer-de-lance), lachesis muta (bushmaster)
2. elapidae , terdistribusi pada daerah ropis dan panas: naja species (cobras), dendroaspis
species (mambas), bungarus species (kraits), micrurus, calliophis, and maticora
species (coral snakes), dan kebanyakan ular berbisa di australia.
3. hydrophidae , subfamily hidrophinae (true sea snakes), terdistribusi di region
indopasifik : pelamis platurus (pelagic sea snake)
Beberapa spesies dari ular berbisa di Indonesia :
• Trimeresurus albolaris ( green Snake)
– poison : hematotoxic
• Ankistrodon rhodostoma (rattle snake)
– poison : hematotoxic
• Bungarus fasciatus (welang snake)
– poison : neurotoxic
• Naya Sputatrix ( Cobra )
– poison : neurotoxic
2
Menurut WHO, dibagi menjadi 2 kategori:
CATEGORY 1: Highest medical importance
Ular yang sangat berbisa yang sering menyebabkan gigitan ular dan menghasilkan level
morbiditas, disabilitas, atau mortalitas yang tinggi.
Elapidae: Bungarus candidus (Sumatra and Java), Naja sputatrix (Java and Lesser Sunda
Islands), Naja sumatrana (Sumatra and Borneo)
Viperidae: Calloselasma rhodostoma (Java), Cryptelytrops albolabris; Daboia siamensis
(formerly D. s. limitis and D. s. sublimitis )
CATEGORY 2: Secondary medical importance
Ular yang sangat berbisa menghasilkan level morbiditas, disabilitas, atau mortalitas yang
tinggi, namun secara epidemiologi jarang menyebabkan gigitan ular.Category 1:gory 2:
Elapidae: Bungarus fasciatus, Bungarus flaviceps (Sumatra and Borneo); Calliophis
bivirgatus, Ophiophagus hannah (Sumatra, Borneo and Java);
Viperidae: Cryptelytrops insularis, Cryptelytrops purpureomaculatus (Sumatra)
Perbedaan Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa
Terdapat beberapa cara untuk membedakan antara ular berbisa dengan yang tidak berbisa,
yakni:
Poisonous snake :
– Bentuk kepala segitiga
– Terdapat 2 taring yang dapat dilipat pada bagian maksila
– Bekas gigitan: dua lubang kecil yang berbatas tegas
3
Harmless snake :
– Kepala berbentuk persegi
– Taring yang kecil
– Bekas gigitan: luka kecil dengan bentuk kurva.
Karakteristik gigitan ular :
4
Ciri-ciri ular tidak berbisa: Bekas gigitan luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa: Bekas gigitan dua luka gigitan utama akibat taring
Ular Sawah Berbisa Tinggi
Vipera russelii
Nama lain : Bandotan Puspo (Jawa),
a. Ciri-ciri :
- Badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan
mengecil ke ekor serta leher.
- Gerakannya agresif
- Kepala segitiga, dengan sisik yang besar
- Panjangnya hingga mancapai 1000 mm
- Jika marah akan membentuk huruf S dan menyerang dengan gigitan
b. Habitat : didarat khususnya bersemak, rumput
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : Tikus
e. Populasi : Myanmar, Thailand, Cambodia, Vietnam dan Jawa
Bungarus fasciatus
Nama lain : Banded Krait, Ular Welang (Jawa), Ular Belang, Oraj welang (Java)
5
a. Ciri-ciri :
- Warna belang putih hitam – putih hitam dengan ukuran yang seragam dan melingkar penuh.
- Ekor tumpul, badan cenderung berpenampang segitiga
- Gerakannya lambat, tenang
- Kepala oval
- Panjangnya hingga 2500 mm
- Sensitive pada cahaya dan berusaha mendekati
- Tubuh jika terkena sinar akan menyala
- Jika marah akan melakukan gerakan patah – patah dan menyembunyikan kepala
b. Habitat : setengah perairan, sawah, sungai, daerah berair
c. Aktivitas : malam hari
d. Makanan : ular, belut
e. Populasi : Sumatra, Jawa, Kalimantan,
f. Jenis racun : Neurotoxin
Naja naja sputatrix
Nama lain : Black Spitting Cobra, Ular Kobra, Ular Sendok, Ular Dumung, Ular cabe; Ular
sendok; Oraj bedul (Java); Puput (Maumere, Flores); Pupurupi (Ende, Flores)
a. Ciri-ciri :
- Warna hitam/putih/coklat/merah tergantung asal habitatnya
- Tubuh bulat dengan kepala oval
- Gerakannya gesit dan cepat tidak takut pada musuh.
- Panjangnya hingga 2500 mm
- Jika marah akan mengembangkan lehernya dan berdiri hingga kira – kira ¼ panjang
tubuhnya.
- Satu – satunya jenis ular yang bisa menyemburkan bisa nya hingga 3 m.
b. Habitat : daratan, sawah, daerah rimbun lembab dan banyak lubang ditanah.
6
c. Aktivitas : siang dan malam hari
d. Makanan : tikus dan katak
e. Populasi : Java, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo
f. Jenis racun : Neurotoxin dan haemotoxin
3. BISA ULAR
Racun atau bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar yang berada dibawah
mata ular.
racun melewati venom duct
dikeluarkan melalui taring ular
1. Berasal dari modifikasi kelenjar ludah
2. Masuk kedalam tubuh korban melalui alur yang terdapat dalam taring atau
disemprotkan .
3. Cairan jernih s/d dengan keruh.
4. BD.1,03-1,12 .
5. Viskositas 1,5-2,5
6. PH 5,5 – 7.
7. Tetap aktif bila disimpan dlm suhu kamar
8. Efek dari snake venom secara umum dan superfisial dapat diklasifikasikan terutama
sebagai hemotoxic atau neurotoxic. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kombinasi
dari multiple effect dapat terjadi bersamaan atau setelahnya.
9. Snake venom merupakan suatu enzim dan peptide yang sangat kompleks yang dapat
mempengaruhi keseluruhan soft tissue. Venom juga telah diketahui mempunyai efek
neurotoxic, hemorrhagic, thrombogenic, hemolytic, cytotoxic, antifibrinolytic, dan
anticoagulant.
10. Komponen kimia bisa ular yang penting :
a) Komponen enzym
Proteinase mempunyai efek anti koagulan
7
Hyaluronidase memfasilitasi penyebaran venom ke jaringan
Kholinesterase mencegah penumpukan acetylcholin pada neuromuscular
junction
Phospholipase A2 yang merusak mitokondria, eritrosit, leukosit, platelet,
peripheral nerve ending dan muscle cells.
Enzim-enzim yang lainnya mecakup endonuclease, alkaline phosphatase, acid
phosphatase, dan cholinesterase. Selain menyebabkan local injury,
komponen-komponen ini juga mempunyai efek yang merugikan terhadap
sistem cardiovascular, pulmonary, renal, dan neurologic.
b) Komponen protein dan polipeptida
Peptide dapat merusak vascular endothelium dan meningkatkan permeabilitas
dan menyebabkan edema dan hypovolemic shock.
Hemotoksin menyebabkan terjadinya perdarahan yang dimediasi oleh
proteolytic enzymes, peptide, dan metalloprotein dapat menyebabkan local
tissue destruction secara langsung dan secara intimal injury terhadap blood
vessels yang diikuti oleh thrombosis dan necrosis. Activation of coagulation
cascade dapat terjadi pada multiple points yang dapat mengakibatkan
anticoagulation. Direct lysis of red blood cells dapat menyebabkan acute
hemolytic anemia dan menghasilkan acute tubular necrosis.
Neurotoksin terjadinya paralyse otot rangka, sering bekerja pada acetylcholine
receptor system dengan komponen-komponen yang berbeda yang dapat
menyebabkan postsynaptic antagonism dan acetylcholine activity. Komponen-
komponen lainnya juga dapat menyebabkan direct presynaptic nerve cell
destruction.
Cardiotoksin kerusakan membrana basalis dari otot jantung ,otot polos dan otot
rangka .
Miotoksin dapat menyebabkan compromise of muscle compartment dari direct
myonecrosis seperti halnya local pressure effect. Secondary edema dapat
berkembang secara cepat pada jaringan baik dari pelepasan cytokine dan dari
hemorrhage kedalam jaringan local.
8
4. PATOGENESIS SNAKE BITE
Faktor yang mempengaruhi keparahan pada snake bite :
1. Usia, ukuran tubuh dan kondisi kesehatan korban
- Parah pada anak-anak karena dosis racun yang cukup besar masuk ke korban yang
memiliki ukuran tubuh kecil.
2. Lokasi dari gigitan
- jika tergigit di jaringan adipose akan tidak terlalu berbahaya, daripada di daerah
trunk, wajah atau langsung ke pembuluh darah
3. Ukuran ular, keadaan ular, dan kelenjar venomnya.
- karena pada ular pit viper yang besar, ia bisa meng-inject 1000mg venom, yakni
6x lethal dose pada dewasa
- kelenjar venom, yang penuh terisi atau sebelumnya sudah kosong
- keadaan ular, bila dalam keadaan marah atau merasa terancam ular akan
cenderung mengigit dan mengeluarkan venomnya lebih banyak.
4. Keberadaan bacteria di mulut ular ataupun di kulit korban.
- terutama Clostridia dan organisme anaerobic lainnya, nantinya bisa sebabkan
terjadi infeksi pada jaringan necrosis.
5. Kegiatan yang dilakukan korban setelah tergigit.
- jika setelah tergigit ular korban langsung banyak bergerak atau lari dan lain-lain
bisa menyebabkan penyebaran venom secara sistemik lebih cepat.
9
5. MANIFESTASI KLINIS
Local Tanpa pelepasan venom luka tusukan taring & nyeri minimal
Dengan pelepasan venom nyeri, edema & erythema, pembengkakan bisa
menyebar, jika terkena pada system lymphatic : lymphangitis dan lymphadenopati,
necrosis jaringan
Sistemik
- Malaise, nausea, vomit, abdominal pain, weakness
- Jika terjadi bocor kapiler yang diffuse pulmonary edema, hypotension & shock.
- coagulopathy severe bleeding, Hb , prolonged bleeding time, thrombocytopenia.
Tanda – tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari
10
tempat gigitan,venipuncture, dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan
hematuria,haematomisis,melena dan batuk darah.
- Bisa terjadi ARF (Acute Renal Failure), karena : (1). Direct nephrotoxin (2).
Circulatory collapse. (3). Myoglobimuria. (4). Consumptive coagulopathy.
Hasil lab :
- hypofibrinomia - creatinism , creatine phosphokinase
- thrombocytopenia - Proteinuria
- prolonged protrombin - Hematuria
- partial thromboplastin time - Anemia
- fibrin split - Hemoconcentration
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi 3 :
1. Local efek
Bengkak, melepuh, perdarahan ,memar sampai dengan nekrosis, yang mesti
diwaspadai adalah terjadinya shock hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindah cairan vaskuler ke jaringan akibat pengaruh bisa ular tersebut.
2. General efek
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek sistemik yang non-spesifik seperti : nyeri
kepala,mual dan muntah,nyeri perut, diare sampai pasien menjadi kolaps.
3. Spesifik systemic efek
a. Cardiotoxic
Visual disturbance, dizziness, faintness, shock, hypotension, cardiac
arrythmia, pulmonary oedema, conjucntival oedema.
b. Neurotoxic
Terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi paralysis pada
pernafasan. Biasanya tanda – tanda yang pertama kali di jumpai adalah pada
saraf cranial seperti ptosis,opthalmophlegia, progresif. bila tidak mendapat
anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan.
Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
11
c. Myotoxicity
Myotoxiticty hanya akan di temui bila seseorang diserang atau digigit oleh
ular laut. Ular yang berada didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan
terjadinya myotoxicity berat. Tanda dan gejala adalah : nyeri
otot,tenderness,myoglobinuria,dan berpotensi untuk terjadinya gagal ginjal,
hiperkalemia dan cardiotoxicity.
d. Bleeding and clotting disorder
Perdarahan secara spontan dari gusi, epistaksis, intrakranial hemmorhage,
hemoptysis, haematuria, melena, ptechia, purpura, ecchymoses.
Adapun pembagian derajat yang menujukkan keparahan seseorang dengan gigitan ular
berbisa:
Degree Envenomation Wound Pain Edema/erythema Systemic
0 X + +/- <3 cm/ 12 hr X
I +/- + + 3-12 cm/ 12 hr X
II + + +++ >12 cm-25 cm/ 12
hr
+,Neurotoxic
nausea,
dizziness, shock
III + + +++ >25 cm/ 12 hr ++, ptechiae,
shock,
ecchymosis
IV +++ + +++ >extremity ++, ARF, coma,
bleeding
12
(a)Fang marks 2.5 cm apart inflicted by a large Russell’s viper in Sri Lanka
(b) Persistent local bleeding from fang marks 40 minutes after a bite by a Malayan pit viper
(c) Swelling, blistering and bruising
13
Tissue necrosis
Bilateral conjuctival oedema (chemosis)
6. KOMPLIKASI
Compartement syndrom adalah komplikasi paling banyak dari pit viper snakebite
Local wound complication meliputi infeksi kulit
Komplikasi kardiovascular
Komplikasi hematologic seperti thrombcytopenia, hypofibrinogenemia
Komplikasi neurology seperti ptosis, optalamoplegia, dysponia, limb weakness, neck
muscle weakness, palatal weakness, paralysis
Pulmonary collapse
Prolonged neuromuscular blockade yang terjadi dari coral snake envenomations
Antivenom-associated complication meliputi immediate (anaphylaxis, type I), dan
terlambat (serum sickness, type III) hypersensitivity reactions
Anaphylaxis adalah dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE) : degranulasi dari sel
mast yang mengakibatkan larungospasm, vasodilatasi, leak capillaries
14
Serum sickess terjadi 1-2 minggu setelah pemberian antivenom. Percipitation dari
antigen-immunoglobulin G (IgG) compleks pada kulit, sendi dan ginjal bertanggung
jawab untuk arthralgias, uticaria, dan glomerulonephritis (jarang). Biasanya diberikan
lebih dari 8 vial antivenom untuk menghasilkan syndrome
7. MANAGEMENT
Tujuan dalam menangani kasus gigitan ular berbisa adalah:
memblok dan mengurangi penyebaran racun ular,
menetralisir racun disirkulasi tubuh korban,
mengobati efek lokal dan sistemik dari gigitan ular
a. Penanganan Pertama
tenangkan korban agar jangan bergerak dan beraktivitas terlebih dahulu
baringkan korban
imobilisasi daerah yang tergigit, dan tempatkan daerah yang tergigit agar posisinya di
bawah jantung
cuci luka dengan air yang mengalir dan sabun jika tersedia untuk mencegah infeksi
sekunder
gunakan tourniquet (masih kontroversi karena efektifitasnya belum terbukti bisa
menahan penyebaran racun ular di tubuh, juga karena bisa menahan aliran darah)
jika terjadi henti nafas dan jantung lakukan dengan segera resusitasi
bawa ke rumah sakit terdekat dengan segera
b. Penanganan Rumah Sakit
i. Rapid primary clinical assessment and resuscitation:
Airway
Breathing (respiratory movements)
Circulation (arterial pulse)
Disability of the nervous system (level kesadaran)
Exposure and environmental control (protect from cold, risk of drowning etc.)
15
- Biasanya ular dibawa bersama pasien untuk di identifikasi penanganan di rumah sakit
harus dilakukan secara cepat. Dapatkan secara detail kejadian, tipe ular , penanganan
di lapangan dan penggunaan antivenom sebelumnya.
- Lakukan pemeriksaan PE, vital sign, cardiopulmonary status, neorologic examination
ukuran dan tampilan luka. Periksa juga CBC coagulation studies (protombine time,
partial thromboplastin time, fibrin degradation product, fibrinogen level, chest
radiography dilakukan pada pasien dengan usia tua dan dengan keracunan berat.
- Supportive Treatment :
jika ada respiratory problem berikan oksigen, endotracheal intubation, dan
lakukan tracheostomy jika terjai obstruksi jalan nafas yang diakibatkan racun
ular.
Jika ada syok berikan blood transfusion dan crystalloid solution
Jika ada sindrom kompartemen lakukan fasciotomy
Jika ada gejala neurotoksin berikan acetylcholine esterase dengan atrophine
sulfate
Jika terjadi pendarahan terus menerus berikan transfuse darah, vitamin K, dan
fibrinogen.
- Antivenom atau serum anti bisa ular (SABU)
Pemberian antivenom polivalen atau monovalen secara intra vena tergantung jenis dan
bisa ularnya. Indikasi diberikan antivenom jika adanya gejala keracunan sistemik dan
adanya edema yang parah di luka gigitan.
Pemberian jumlah anti venom tergantung grade :
Grade 0 dan I : anti venom tidak diperlukan tetapi harus terus di pantau keadaan
pasien selama 12 jam jika keadaannya memburuk maka gunakanlah antivenom
dengan segera
gradeII : 3-4 vials antivenom
grade III : 5-15 vials antivenom
grade IV : tambahkan 6-8 vial antivenom jika dibutuhkan
- Profilaksis (untuk mencegah infeksi akibat gigitan ular)
pemberian antibiotics broad spectrum
16
tetanus toksoid
anti tetanus serum
- Wound Care
Luka gigitan harus dibersihkan dengan menggunakan Burrow solution (1:20
alumunium acetate) 3 kali sehari. Surgical debridement dilakukan sesuai kebutuhan
setelah coagulopathy dapat teratasi.
SERUM ANTI BISA ULAR (SABU)
Nama & Struktur Kimia : Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
Serum polivalen ini berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang
memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular
belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah) .
INDIKASI
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa
DOSIS, CARA PEMBERIAN DAN LAMA PEMBERIAN
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat
sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah
korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @
5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan
40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-
gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai
maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai
suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama
atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
STABILITAS PENYIMPANAN
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Kadaluarsa = 2
tahun.
KONTRAINDIKASI
17
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik
yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
EFEK SAMPING
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam
waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
PARAMETER MONITORING
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium.
Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan
dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular
yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
BENTUK SEDIAAN
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Warrell, David A. Guidelines for The Management of Snake Bites. World Health Organization. 2010.
2. Warrell, David A. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South-East Asia Region. World Health Organization. 2005
3. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
19