Upload
riza21
View
8
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
,
Citation preview
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)STROKE
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) Rehabilitasi Medik
Disusun oleh:
Egy Pratama 12100112011Prilavia Ramadhani 12100112021
Preseptor:Ami Rachmy, dr., Sp.RM
REHABILITASI MEDIKPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL IHSAN BANDUNG2012
TINJAUAN PUSTAKASTROKE
1.1 Penyakit Cerebrovascular
Cerebrovascular disease adalah abnormalitas otak yang disebabkan oleh
proses patologi pembuluh darah. Proses patologi meliputi oklusi lumen karena
emboli atau thrombus, pecah pembuluh darah, perubahan permealibilitas
dinding pembuluh darah, atau peningkatan viskositas darah yang mengalir di
pembuluh darah otak. Proses patologi pembuluh tidak hanya aspek umum
(emboli, thrombosis, atau pecah pembuluh), juga menganai gangguan dasar,
seperti aterosklerosis, hipertensi, perubahan aterosklerosis, arteritis,
aneurysmal dilatation, dan pembentukan malformasi. Terdapat dua tipe lesi
pembuluh yang menyebabkan perubahan parenkim otak, yaitu iskemik
(dengan atau tanpa infark) dan pendarahan (Adams).
Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain
dari pada gangguan vascular (WHO).
1.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyakit kematian ketiga tersering setelah penyakit
jantung dan kanker. Dari penelitian di Rochester, Minnesota, amerika serikat
mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun
1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata pertahun adalah 135
per 100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5
tahun sebelumnya, tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat
penurunan sebesar 46%.
Bila dibedakan atas subjek strokenya, maka didapat peningkatan insiden
infark serebral dan perdarahan intraserebral, tetapi tidak terdapat perubahan
insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984.
1.3 Faktor resiko
Faktor risiko terjadinya stroke, antara lain:
Tabel 1.1. Faktor Risiko Stroke
Non-modifiable Modifiable
Umur
(semakin tua, semakin berisiko)
Hipertensi
(gunakan antihipertensi)
Jenis kelamin
(Laki-kali > Perempuan)
Penyakit jantung
(antiplatelet, antikoagulan,
antiaritmia)
Ras & etnik
(banyak pada kulit hitam karena
berpotensi untuk terkena hipertensi,
diabetes mellitus dan obesitas)
DM
(control glukosa)
Herediter
(terdapat stroke di kalangan
anggota keluarga)
Hiperkolesterolemia
(obat penurun lipid)
Merokok
(berhenti merokok)
Alkohol
(berhenti mengkonsumsi)
TIA atau stroke sebelumnya
(antiplatelet, antikoagulan)
Stenosis karotis asimtomatik
(antiplatelet, endarterektomi)
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi menurut tampakan klinis dan profil temporal
FORMELY RECENTLY
1. TIA
Improving stroke2. RIND ( reversible ischemic
neurological deficit)
3. SIE (stroke in evalution) /
progressing stroke
Worsening stroke
4. Complete stroke Stable stroke
1. TIA
Pada TIA gejala neurologis yang timbul akan dengan cepat menghilang.
Lamanya serangan sangat bervariasi, ada yang hanya berlangsung selama
5 menit, ada yang 15 menit tetapi adapula yang berlangsung selama 1 hari
penuh. Tia adalah suatu gangguan yang akut dari fungsi fokal serebral
dimana gejalanya tidak lebih dari 24 jam dan yang disebabkan karena
emboli atau thrombosis. Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh dalam
waktu 1 jam dan 90% telah sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan
demikina, pada umumnya setelah 4 jam dapat dibedakan antara TIA dan
stroke komplit.
2. RIND
Gejala neurologis pada RIND juga akan menghilang, hanya saja waktunya
lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari.
3. SIE/progressing stroke
Bentuk stroke dengan kelainan yang masih terus berkembang kea rah yang
lebih berat. Misalnya deficit sensorik wajah di kiri, kemudaia lemah
lengan kanan kiri lalu berkembang lemah tungkai kiri dan kemudian
lumpuh total lengan dan tungkai kiri.
4. Complete stroke
Complete stroke adalah kelainan neurologis yang sifatnya tidak menetap,
tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis bersifat macam-macam
tergantung daerah mana di otak yang mengalami infark.
1. Improving stroke
Penyembuhan yang komplit dari deficit neurologis diantara 24 jam sampai 3
minggu.
2. Worsening stroke
Progresifitas dari deficit neurologis, kualitatif dan kuantitatif anamnesis atau
follow up.
Klasifikasi stroke berdasarkan patologi dan etiologi
1. Stroke infark
Berdasarkan kategori klinis terbagi menjadi :
a. Atherotrombotik
Trombus terbentuk pada arteri otak yang sklerotik, sehingga sering
terdapat pada usia lanjut dengan hipertensi atau faktor risiko lain.
b. Cardioemboli
Kelainan jantung seperti infark miokard, endokarditis bakterialis sub akut,
fibrilasi atrium, kelainan katup, dan lain-lain merupakan sumber emboli
otak di samping sumber emboli lain seperti frakura tulang panjang, abses
paru, dan sebagainya
c. Lacunar
Terdapat infark kecil yang multiple, sehingga menyebabkan stenosis pada
pembuluh darah kecil yang sifatnya terbatas.
Berdasarkan mekanisme terbagi menjadi :
a. Trombotik
b. Emboli
c. Hemodinamik
2. Stroke hemoragik
Terbagi menjadi:
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Klasifikasi stroke berdasarkan lokasi vascular
1. System karotis
Gangguan pada system karotis menyebabkan :
a. Gangguan penglihatan, bila terjadi di arteri ophtalmika dan hemianopsi
omonim bila ada iskemik hemisphere serebri
b. Gangguan bicara, disfasia atau afasia bila mengenai hemisphere serebri
dominan
c. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparesis kontralateral
d. Gangguan sensoris
2. System vertebrobasilar
Gangguan pada system vertebrobasiler menyebabkann :
a. Gangguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus occipital
b. Gangguan nervi kranialis bila mengenai batang otak
c. Gangguan motorik
d. Gangguan koordinasi
e. Drop attack
f. Gangguan sensorik
g. Gangguan kesadaran
1.5 Patofisiologi
A. Iskemia otak
Iskemia otak adalah gangguan aliran darah otak atau ADO yang membahayakan
fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila ADO turun pada batas kritis yaitu
10-18 mL/100gr otak permenit maka akan terjadi penekanan aktivitas neuronal tanpa
perubahan structural dari sel. Pada tiga jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan
kadar air dan natrium pada subtansi grisea, dan setelah 12-48 jam terjadi kenaikan
yang progresif dari kadar air dan natrium pada subtansi alba, sehingga memperberat
edema otak dan meningkatkan tekanan intracranial. Bila terjadi sumbatan pembuluh
darah, maka daerah sentral yang diperdarahi oleh pembuluh darah akan mengalami
iskemia berat sampai infark. Sedangkan didaerah marginal yaitu dengan adanya
sirkulasi kolateral maka sel-selnya masih belum mati. Daerah tersebut bisa membaik
dalam beberapa jam secara spontan maupun dengan terapeutik. Pada saat permulaan
pembuluh darah di daerah ini akan berdilatasi maksimal karena penurunan tekanan
perfusi otak. Bila tekanan perfusi turun, dibawah ambang iskemia kurang lebih 8-10
mL/100 gr/menit, maka akan terjadi gangguan biokimia seluler dan gangguan
stabilitas membran yaitu :
1. Ion K mengalir ke ekstraseluler, sedangkan Na dan Ca terkumpul dalam sel
2. Pelepasan asam lemak bebas. Oksidasi dari asam lemak bebas ini akan
menghasilkan metabolit-metabolit yang lebih toksik, seperti radikal bebas,
prostaglandin yang nantinya akan mengakibatkan perubahan sel yang
irreversible.
3. Penurunan kadar ATP
4. Terjadi asidosis
B. Infark otak
Dengan bertambahnya usia, diabetes mellitus, hipertensi, dan merokok merupakan
faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Atherosclerosis sendiri merupakan kombinasi
dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun
deposit kalsium dan disertai pula perubahan pada tunika media di pembuluh darah
besar, yang mengakibatkan permukaan menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah
lambat (saat tidur) maka dapat terjadi penyumbatan atau thrombosis. Untuk
pembuluh darah kecil dan arteriol terjadi penumpukan lipohialinosis yang dapat
mengakibatkan mikroinfark, nantinya bisa berubah menjadi stroke lakunar dan
aneurisma. Menurut Vargaftir tahun 1981 ada tiga jalur untuk terjadinya thrombus
yaitu :
1. Melalui asam arakidonat (AA)
2. Melalui ADP
3. Melalui faktor aktivitas platelet (PAF)
Dari mekanisme thrombus tersebut, obat antiaggregasi dapat menutup keseluruh jalur
diatas, misalnya aspirin menutup jalur asam arakidonat, sedangkan ticlopidin
menutup jalur ADP dan PAF serta sedikit jalur AA. Jadi kombinasi aspirin dan
ticlopidin dapat mencegah aggregasi dengan baik. Emboli berasal dari thrombus yang
rapuh atau Kristal kolesterol dalam arteri karotis dan arteri vertebralis yang sclerotic,
bila terlepas dan mengikuti aliran darah, akan menimbulkan emboli arteri
intrakranium, yang akhirnya mengakibatkan iskemia otak. Adanya kelainan katup
jantung baik congenital maupun karena infeksi, atrial fibrilasi merupakan faktor
resiko terjadinya embolisasi.
C. Perdarahan intraserebral (PIS)
Menurut Caplan tahun 1988 terdapat 3 teori untuk terjadinya PIS, yaitu :
1. Kenaikan akut dari tekanan darah sistemik.
2. Kenaikan akut dari aliran darah otak secara difusi atau fokal setelah perbaikan
dari obstruksi arterial (reperfusi).
3. Kebocoran atau kerusakan dinding pembuluh darah akibat reperfusi dari
jaringan iskemik atau luka.
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PIS biasanya oleh karena adanya masa atau
darah di intracranial yang mengakibatkan tekanan intracranial meningkat, berupa
kesadaran menurun, kejang, muntah dan deficit neurologis. Bila TIK bertambah hebat
(akibat darah serta edema sekitarnya) maka dapat terjadi herniasi rostrokaudal yang
bisa mengakibatkan kematian.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat rupture arteri
lentikulostriata, arteri talamu perforating dan kelompok basilar paramedian.
Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nucleus dentatus
yang mendapat perdarahan dari cabang arteri sebelaris superior dan sebelaris inferior
anterior. Gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di
dalam parenkim otak. Perdarahan intraserebral khas terjadi sewaktu aktivitas, onset
pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%)
perakut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini
bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan,
tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. Dua pertiganya
mengalami koma, dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan kea rah
ventrikel, kumpulan hematomanya besar dan prognosis buruk. Sakit kepala dan
muntah yang merupakan tanda peningkatan intracranial dijumpai pada PIS, tetapi
frekuensinya bervariasi. Hanya 36% kasus disertai dengan sakit kepala sedangkan
muntah didapat pada 44% kasus. Tidak adanya muntah dan sakit kepala tidak
menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dikumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS.
Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS. Hipertensi arterial dijumpai pada 91%
kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi berkolerasi dengan tanda fisik lainnya yang
menunjukan adanya hipertensi sistemik seperti misalnya hipertrofi ventrikel kiri dan
retinopati hipertensif. Pemeriksaan funduskopi mempunyai tujuan yaitu mendeteksi
adanya tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid
(adanya darah diruang preretina yang merupakan tanda diagnosis perdarahan
subarachnoid). Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS. Gerakan mata pada
perdarahan putamen terdapat deviasi konjugae kea rah lesi, sedangkan pada
perdarahan nucleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horizontal mata dengan
deviasi konjugae kearah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak
mata keatas (upward gaze spalsy), jadi mata melihat kebawah dan kedua mata
melihat kearah hidung. Pada perdarahan pons, terdapat kelumpuhan gerak horizontal
mata dengan ocular bobbing. Ukuran dan reaksi
D. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Biasanya disebabkan oleh suatu aneurisma pada bifurkasio arteri serebri besar,
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada tunika media dan tunika elastika
interna. Dengan adanya hipertensi menyebabkan tekanan intraluminal meningkat dan
terjadi ruprur. Adanya darah dalam cairan serebrospinal menyebabkan gejala berupa
nyeri kepala hebat dan rangsangan meningeal yang positif.
1.6 Penegakan Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi
pengertian stroke sendiri :
a. Defisit neurologis fokal atau global.
b. Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian.
c. Akut atau mendadak.
d. Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak.
Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa
pasien mengalami stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis
etiologi, lokalisasi, dan faktor resiko stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, neurologis. Berkut tabel yang menampilkan perbedaan
masing-masing jenis stroke:
Tabel 1.2. Diagnosis Banding Stroke Infark, PIS dan PSA
Kriteria Infark PIS PSA
Anamnesa
TIA + - -
Istirahat + - -
Aktivitas - + +
Nyeri kepala - + ++
Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologik + + +/-
Penurunan kesadaran - + +/-
Kaku kuduk - + +
Tekanan darah sedang variasi Sedang
Pemeriksaan tambahan
Punksi lumbal Jernih Xantochrome Gross
haemorrhagic
Tabel 1.3. Diagnosis Banding Berdasarkan Anamnesis
Anamnesa Thrombosis Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun Tak tentu
(20-30
tahun)
Awitan Istirahat Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Peringatan + + - -
Nyeri kepala - - + ++
Muntah - - + ++
Kejang - - + ++
Vertigo +/- - - -
Tabel 1.4. Diagnosis Banding Berdasarkan Gambaran Klinis
Klinis Trombosis Emboli PIS PSA
Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun/Normal
GCS > 7 > 7 < 6 < 6
Kaku kuduk - - -/+ +
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiplegia
Aphasia ++/- ++/- - -
Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Midline shift Aneurisma/AVM
Parese - - + +/-
N 3,4,6
LPJernih Jernih Xantochrome
Gross
hemorrhagic
CT Scan Hipodens ke
sentral setelah
4-7 hari
Hipodens
perifer khas
seperti baji
setelah 4-7 hari
Hiperdensitas
seperti massa
darah
Hiperdensitas di
subarachnoid
1.7 Penatalaksanaan perdarahan intraserebral
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat pada perdarahan intracranial dan
penyebabnya
a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRi
direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan
intracranial.
b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk
membantu mengidentifikasi pasien dengan resiko perluasan hematoma.
Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang mengarah ke
lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya
dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI dengan
kontras, MRA, dan venografi MR.
2. Tatalaksana medis perdarahan intracranial
a. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulsi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi penggantian faktor koagulasi atau trombosit
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat
antikoaguln oral sebaiknya tidak diberikan warfarin, tetapi mendapat
terapi untuk mengganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR,
serta mendapat vitamin K intravena. Konsentrat kompleks protrombin
tidak menunjukan perbaikan keluaran dibandingkan dengan Fresh Frozen
Plasma, namun pemberian konsentrat kompleks protrombin dapat
mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat
dipertimbangkan sebagai alternative FFP.
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan
INR dan diberikan dalam waktu yang sama dengan terapi yang lain
karena efek akan timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1
mg/menit untuk meminimalkan resiko anafilaksis.
FFP 2-6 unit diberikan untuk mengkoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah bila ditemukan sehingga dengan cepat
memperbaik INR atau aPTT. Terapi ini untuk mengganti pada
kehilangan faktor koagulasi.
3. Tekanan darah
Berdasarkan Guidelines (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara
hati hati dengan memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, TD diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >
120 mmHg.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserbral akut, apabila TDS >200 mmHg
atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah
diturunkann dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral > sama dengan 60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan
secara hati hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu
atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setia 15 menti hingga
MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg ,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup
aman.
4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan awal dan penanganan pasien perdarahan intracranial
sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat dengan keahlian
perawat watan intensif neurosains
b. Penanganan glukosa
c. Obat kejang dan anti epilepsy
Kejanga sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pasien dengen
perubahan status kesadaran menurun sebainya diterapi dengan obat
antiepilepsi
5. Operasi
a. Pemantauan dan penaganan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan GCS < 8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial atau
dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat
dipertimbangkan untuk penanganan dan pemantauan intracranial. Tekanan
perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak.
Drainase vebtrikuler sebagai tata laksana hidrosefalus dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
b. Pendarahan intraventrikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type
plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah
intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah, efikasi
dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan dalam tahap
penelitian
c. Evakuasi hematoma
Pada sebagian besar pendarahan intracranial, kegunaan operasi masih
be;um pasti
Pasien yang memiliki pendarahan serebelar yang mengalami perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau ada
hidrocefalus akibat obstruksi ventrikel sebaiknya menjalani operasi
bekuan darah secepatnya.
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml, dan terdapat 1 cm dari
permukaan, evakuasi pendarahan intracranial supratentorial dengan
kraniotomi standar dapat dipertimbangkan.
Sumbatan minimal menggunakan aspirasi sterotaktik maupun endoskopik
Untuk pendarahan supratentoroal tidak diindikasikan pengangkatan segera
karena dapat mengakibatkan risiko pendarahan berulang.
d. Prediksi Keluaran dan Penghentian Dukungan Teknologi
Perintah penundaan tidak diresusitaasi direkomendasikan untuk tidak
dilakuakan sebelum perawatan penuh dan agresif dilakuakn selama dua
hari.
e. Pencegahan Perdarahan Intrakranial Berulang
Pencegahan pendarahan berulang dapat berubah karena beberapa faktor
resiko, antara lainlokasi lobus dari pendarahan awal, usia lanjut, terdapat
alel E2 atau E4 apolipoprotein, dan pendarahan mikrodalam jumlah besar
pada MRI.
Tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien
yang lokasi pendarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif
Setelah pendarahan intracranial akut, target dari tekanan darah dapat
dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jiga
diabetes atau penyakit ginjal kronik.
Penghentian antikoagulan jangka panjang sebagai penatalaksana fibrilassi
atrial nonvalvuler setelah pendarahan intracranial lobar spontan karena
resiko tinggi untuk pendarahan berulang
Pelarangan meminum alcohol berat sanag bermanfaat.
6. Rehabilitasi dan Pemulihan
Rehabilitasi dapat dilakuak sedini mungkin dan berlanjut di sarana rehabilitasi
komunitas, sebagai bagian dari program terkoordinasi yang baik antara
perawatan di rumah sakit dengan perawatan berbasis rumag (home care)
untuk meningkatkan pemulihan.
1.8 Komplikasi
• Komplikasi neurologis
- Edema otak
- Infrak berdarah
- Vasospasm
- Hydrochephalus
• Non-neurologis
- BP meningkat
- Hyperglisemi
- Edema paru
- Gangguan jantung
- Bronchopneumonia
- Thrombophlebitis
- Infeksi kandung kemih
- Decubitus
- Kontraktur
2.9 Prognosis
Co ad vitam → ad malam
Co ad functional → ad malam